keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills) dalam berbagai dimensi pembelajaran biologi...

11
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS (CRITICAL THINKING SKILLS) DALAM BERBAGAI DIMENSI PEMBELAJARAN BIOLOGI (Sintesis Jurnal Internasional) Oleh: LUTFIA NUR HADIYANTI PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013

Upload: unnes

Post on 31-Jan-2023

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS (CRITICAL THINKING SKILLS)

DALAM BERBAGAI DIMENSI PEMBELAJARAN BIOLOGI

(Sintesis Jurnal Internasional)

Oleh:

LUTFIA NUR HADIYANTI

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perkembangan zaman menuntut pendidikan yang memberikan kompetensi yang sesuai

kebutuhan masyarakat. Berdasarkan penelitian dalam berbagai bidang seperti sosial-sains

diketahui bahwa peserta didik yang lulus dari berbagai sekolah di berbagai negara tidak

memiliki kemampuan untuk bersaing pada skala global karena tidak memiliki kemampuan

untuk berpikir secara kritis (Frijters et al., 2008) . Pentingnya berpikir kritis sebenarnya telah

dibuktikan semenjak zaman Socrates. Bahkan, pada kegiatan ilmiah juga mempersyaratkan

pemikiran yang kritis, sangat mengejutkan melihat sedikitnya lulusan mahasiswa yang dapat

menunjukkan kemampuan ini. Ketidakmampuan output pembelajaran untuk berpikir kritis

telah menjadi isu nasional yang harus segera ditanggulangi (Quitadamo et al., 2008)

Seseorang diharapkan dapat menentukan posisinya di lingkungan dan mempertahankan

eksistensinya menggunakan dasar yang masuk akal. Pengembangan keterampilan

memposisikan diri ini melibatkan kemampuan kognitif yang kompleks dan menantang baik

bagi pendidik maupun peserta didik. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kebanyakan

peserta didik tidak mampu untuk menyusun argumentasi yang berkualitas. Penelitian ini

mengindikasikan bahwa siswa membutuhkan pengalaman dan mempraktikkan bagaimana

menyatakan, mengenal dan mengajukan argumentasinya serta mempelajari hal-hal yang

dapat memberikan kontribusi dalam menguatkan alasan mereka (Chowning et al., 2012)

Pembelajaran sains tradisional dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk meningkatkan

pemahaman. Karena lemahnya hubungan antara penguasaan fakta sains dan bagaimana sains

digunakan, kebanyakan pesera didik tidak dapat menyatukan keduanya dan memandang fakta

serta teori sebagai konsep yang terpisah (White et al., 2009). Pembelajaran tradisional

dipandang tidak efektif untuk memicu pemikiran yang mendalam dan retensi konsep jangka

panjang. Oleh karena itulah banyak peserta didik, terutama dalam pembelajaran Biologi,

mempunyai miskonsepsi bahwa sains paling tepat diajarkan melalui pengingatan fakta dan

melupakan kolaborasi dan pemecahan masalah dari penyelidikan sains. Sekalipun beberapa

negara telah mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis dalam kurikulum, pada

kenyataannya peserta didik belum benar-benar mampu menunjukkan keterampilan tersebut

karena pembelajaran sains yang dilakukan tidak sistematis dan terorganisasi serta minimnya

penekanan keterampilan berpikir kritis secara eksplisit (Quitadamo et al., 2008; Darland &

Jeffrey, 2012)

2

Tantangan global menuntut dunia pendidikan untuk selalu berkembang dan memenuhi

kebutuhan masyarakat dan memposisikan diri di lingkungannya. Pemerintah di beberapa

negara mengajukan salah satu cara untuk menyiapkan peserta didik yang siap bersaing adalah

dengan mengajarkan sains sebagaimana sains tersebut terjadi di dunia nyata. Dengan kata

lain peserta didik harus belajar menyelesaikan permasalahan nyata di lingkungan dan

menerapkan pengetahuan dengan cara yang kreatif dan inovatif. Selain itu, peserta didik juga

harus menyadari bagaimana mereka berpikir, bukan hanya sekedar mengetahui apa yang

mereka pikirkan (Bransford&Donovan dalam Quitadamo et. al. 2008). Seberapa besar

manfaat seseorang, bagaimana ia memposisikan diri dan menyadari bagaimana cara

memikirkan permasalahan dengan cara yang kreatif membutuhkan keterampilan berpikir

kritis. Keterampilan ini juga dianggap sebagai salah satu keterampilan esensial yang

berpengaruh langsung terhadap kesuksesan akademik dan profesional (Quitadamo et al.,

2008). Mengingat begitu pentingnya keterampilan berpikir kritis beberapa negara telah

berusaha mengintegrasikan pembelajaran berpikir kritis untuk menyiapkan peserta didik

mereka. Dengan kemampuan berpikir kritis yang tinggi diharapkan peserta didik siap terjun

di masyarakat. Oleh karena itulah berbagai penelitian untuk menerapkan keterampilan

berpikir kritis terus dilakukan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, permasalahan yang dirumuskan

dalam makalah ini adalah.

1. Apakah yang dimaksud dengan berpikir kritis?

2. Upaya apakah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis

dalam pembelajaran Biologi?

3. Bagaimanakah penelitian yang berkaitan dengan keterampilan berpikir kritis dalam

pembelajaran Biologi?

C. Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk.

1. Memberikan pemahaman kepada pembaca tentang pengertian dan seluk beluk berpikir

kritis.

2. Memberikan gambaran usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran Biologi.

3. Membuka wawasan pembaca mengenai berbagai penelitian yang berkaitan dengan

keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran Biologi.

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills)

Berpikir kritis didefinisikan sebagai aktivitas disiplin mental untuk berfikir reflektif dan

masuk akal untuk mengevaluasi argumen atau proposisi untuk mengambil keputusan apa

yang harus dipercaya atau dilakukan (Huitt, Ennis dalam Çimer, 2013). Tidak seperti

intelegensi lainnya, berpikir kritis dapat diperbaiki dan dikembangkan, serta tidak tergantung

pada umur (Walsh&Paul, Lipman et al. dalam Çimer et al., 2013). Berpikir kritis juga

merupakan suatu kemampuan kognitif dan strategi yang meningkatkan kemungkinan hasil

yang diharapkan, berpikir yang bertujuan, beralasan, dan berorientasi pada sasaran.

Pemikiran ini mencakup pemecahan masalah, memformulasikan kesimpulan, menghitung

kemungkinan, dan membuat keputusan (Halpern dalam Frijters at.al, 2008). Para psikolog

mengkonseptualisasikan berpikir kritis sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi dan

memfokuskan pada proses pembelajaran dan instruksi yang sesuai. Pedagogi kritis

menekankan pada kewarganegaraan yang kritis dan demokratis serta pentingnya

pengembangan nilai.

Berpikir kritis tersusun atas kecenderungan perilaku (seperti rasa ingin tahu dan

pemikiran terbuka) dan keterampilan kognitif (seperti analisis, inferensi, dan evaluasi) (Ennis

dalam Quitadamo et. al., 2008). Kecenderungan perilaku untuk berpikir kritis nampak tidak

berubah, paling tidak selama jangka pendek tertentu (Giancarlo&Facione, Ernst&Monroe

dalam Qutadamo et.al., 2008). Akan tetapi peningkatan kemampuan berpikir kritis secara

signifikan dapat terjadi setidaknya selama sembilan minggu (Quitadamo&Kurt dalam

Quitadamo et.al. 2008). Manfaat akademik dan personal aktivitas berpikir kritis sangat jelas,

siswa cenderung mendapatkan hasil yang lebih baik, memiliki penalaran personal yang lebih

baik, dan diperkerjakan dengan baik (Quitadamo et al., 2008)

Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order

thinking Skills/ HOTS) di samping berpikir kreatif (creative thinking), pemecahan masalah

(creative thinking), pemecahan masalah (problem solving), dan berpikir reflektif (reflective

thinking). HOTS diasosiasikan dengan tiga level teratas taksonomi Bloom. Namun perlu

ditekankan bahwa taksonomi Bloom hanyalah pengklasifikasian untuk mengkategorikan

tujuan pembelajaran, sedangkan HOTS seperti halnya berpikir kritis merupakan skala proses

yang lebih luas yang pada hakikatnya merefleksikan perilaku manusia (Çimer et al., 2013)

4

B. Upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran

Biologi

Pembelajaran yang menstimulasi keterampilan berpikir kritis akan meningkatkan hasil

belajar peserta didik yang berupa pemahaman materi atau penguasaan konsep. Oleh karena

itulah berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis atau

menggunakan pembelajaran berpikir kritis untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Hasil

belajar dan keterampilan ini berkaitan satu sama lain. Keterampilan berpikir kritis dapat

ditingkatkan dengan model pembelajaran lainnya ataupun dikolaborasikan dengan model

lainnya untuk meningkatkan hasil belajar yang diharapkan. Keterampilan berpikir kritis dapat

ditingkatkan dengan melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered

learning) ( White et al., 2009)

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir

kritis adalah pendekatan studi kasus (case study). Studi kasus sangat bermanfaat karena

peserta didik bekerja sama untuk memecahkan suatu kasus tertentu, kemudian membagikan

penemuan dan pertanyaan di depan kelas serta pendidik sebelum berpindah pada kasus

selanjutnya. Pendekatan ini memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan yang lebih

untuk mengajukan pertanyaan, meninjau respon peserta didik lainnya, dan menggunakan

respon tersebut untuk menunjukkan suatu kesalahpahaman serta menjawab pertanyaan

(White et al., 2008)

Selain itu, keterampilan berpikir kritis juga dapat ditingkatkan dengan penerapan metode

penyelidikan berbasis komunitas (Community-based Inquiry / CBI) yang merupakan

gabungan antara critical thinking dan instruksi berbasis penyelidikan. Metode ini efektif

karena memiliki kerangka elemen yang terintegrasi meliputi (1) penyelidikan otentik yang

berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, (2) latihan studi kasus yang mengacu pada tema

konsep utama, (3) evaluasi antarteman (peer evaluation) dan pertanggungjawaban individu,

dan (4) diskusi konten. CBI merupakan salah satu cara untuk mengintegrasi suatu penelitian

dengan keterampilan berpikir kritis. CBI mempersyaratkan peseta didik untuk menyimpan

rangkuman seluruh kegiatan laboratorium dalam sebuah jurnal penelitian individu (Sundberg,

Pukilla dalam Quitadamo et al., 2008; Quitadamo et al., 2008)

Pelatihan studi kasus, baik pada studi kasus itu sendiri maupun studi kasus yang

terintegrasi pada CBI, digunakan selama kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan

pemahaman peserta didik mengenai metode ilmiah. Hal ini karena pada studi kasus, peserta

didik diharuskan melakukan kegiatan melalui metode ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan

penting dan variabel, menyatakan hipotesis, mengintegrasi informasi konten yang penting

5

(yang didukung juga dengan kegiatan pembelajaran), mengajukan percobaan, menganalisis

data dan membuat kesimpulan berdasarkan contoh nyata dari literatur ilmiah (Quitadamo et

al., 2008; White et al., 2012)

Dalam suatu percakapan pemikiran kritis juga dibutuhkan untuk menyatakan pendapat

agar dapat dipahami dan dipercaya oleh orang lain. Oleh karena itulah keterampilan berpikir

kritis juga dapat dilatih dan ditingkatkan dengan kebiasaan berdialog dengan orang lain.

Salah satu cara untuk membiasakan berdialog adalah dengan mengintegrasikannya ke dalam

pembelajaran. Pembelajaran dialogis menstimulasi peserta didik untuk berpikir di luar konsep

pengetahuan yang telah disampaikan. Pernyataan yang disampaikan akan mestimulus

pemikiran selanjutnya dan kemungkinan untuk menambahkan sudut pandang moral lainnya

yang berkaitan (Fritjers et al., 2008)

C. Penelitian pendukung

Pembelajaran berbasis berpikir kritis dipandang sebagai alternatif pembelajaran yang

baru. Oleh karena itulah banyak penelitian dilakukan penelitian untuk menguji,

menggunakan, dan mengevaluasi pemikiran kritis dalam pembelajaran demi memperoleh

gambaran mendalam.

Çimer et al.(2013) melakukan sebuah penelitian untuk mensurvey tingkat berpikir kritis

peserta didik tingkat menengah di Turki. Hal ini dilakukan karena kurikulum Turki telah

direvisi dengan mengacu pada teori pembelajaran kontemporer, termasuk di dalamnya

menyisipkan keterampilan berpikir kritis semenjak tahun 2000. Akan tetapi banyak

ketidaksesuaian penerapan kurikulum dalam pembelajaran yang terjadi seperti tes ujian

masuk perguruan tinggi yang hanya berupa pilihan ganda dan alokasi waktu yang kurang

sehingga penerapan pembelajaran berpikir kritis tidaklah maksimal. Penelitian ini

menghasilkan distribusi tingkat berpikir kritis para partisipan yang tidak disertakan datanya

dan suatu instrumen untuk mengukur tingkat berpikir kritis peserta didik yang baku serta

dapat digunakan pada mata pelajaran selain Biologi.

Upaya untuk meningkatan keterampilan berpikir kritis juga dilakukan melalui berbagai

penelitian dengan menggunakan model, metode dan pendekatan yang bervariasi. Quitadamo

et al. (2008) mengungkap efek penggunaan penyelidikan berbasis komunitas/ perkumpulan

terhadap keterampilan berpikir kritis yang mencakup keterampilan mengevaluasi dan

menginferensi melalui metode ekperimental. Nilai gain kelompok peserta didik yang

melakukan pembelajaran dengan metode penyelidikan berbasis komunitas menunjukkan hasil

yang signifikan lebih baik dibanding kelompok dengan metode pembelajaran tradisional dan

6

gabungan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa gender, usia, posisi kelas dan akademik

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil keterampilan berpikir kritis. Akan tetapi

faktor berupa keterampilan berpikir kritis yang dimiliki sebelumnya, instruktor, dan etnik

ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap nilai gain keterampilan berpikir kritis.

Kelompok kontrol dengan metode pembelajaran tradisional mengalami penuruan

keterampilan berpikir kritis terbesar dikarenakan metode tersebut kurang efektif dan tidak

kondusif untuk pembelajaran sains. Selain itu keterampilan berpikir kritis yang telah dimiliki

sebelumnya juga tidak dihubungkan dengan bagaimana sains terjadi di kehidupan nyata.

Sedangkan pembelajaran dengan metode penyelidikan berbasis komunitas memulai dari

sesuatu yang telah diketahui sebelumnya, memberikan pengalaman kepada peserta didik

untuk melakukan penelitian sains yang otentik, dan mempersyaratkan mereka merefleksikan

serta mengembangkannya dengan jalan yang meningkatkan kesadaran diri dan serta

metakognisi. Konstruksi mental yang diperoleh inilah yang dapat meningkatkan keterampilan

berpikir kritis.

Peningkatan keterampilan berpikir kritis setelah pelaksanaan pembelajaran Biologi

dengan selaan studi kasus dibuktikan oleh White et al. (2008). Keterampilan berpikir kritis

dalam penelitian ini dievaluasi melalui kemampuan untuk mengalisis kesalalahan metodologi

pada ukuran sampel, variabel terkontrol, randomisasi, dan menggunakan statistika deskriptif

untuk menginterpretasi data. Meskipun peningkatan tersebut kecil akan tetapi signifikan pada

peserta didik yang mampu menggolongkan interpretasi permasalahan statistika deskriptif.

Peningkatan dalam menyusun hipotesis pada kelompok kontrol sedikit lebih besar dibanding

kelompok perlakuan karena adanya beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah paham

tidaknya peserta didik terhadap perbedaan struktur dan peran hipotesis statistik serta hipotesis

sains. Perbedaaan kemampuan pedadogi pengajar juga mungkin mempengaruhi peningkatan

kelompok kontrol melebihi kelompok perlakuan. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa

kelompok perlakuan lebih baik dari kelompok kontrol dalam mengenali permasalahan ukuran

sampel.

Efek positif pembelajaran dialogis terhadap keterampilan berpikir kritis bermuatan nilai

diteliti oleh Fritjers et al. (2008). Pembelajaran dilakukan dengan dialogis pada kelompok

perlakuan dan non dialogis pada kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

peserta didik dengan pembelajaran dialogis memiliki efek positif yang lebih baik dalam

keterampilan berpikir kritis yang bermuatan nilai. Efek positif dalam penelitian ini mencakup

kelancaran dalam menyusun alasan yang disertai orientasi nilai yang berkualitas. Penelitian

ini juga menunjukan bahwa pembelajaran sains juga dapat berkontribusi untuk pendidikan

7

kewarganegaraan tanpa mengorbankan konten pengetahuan. Secara umum hasil penelitian

dapat direpresentasikan melalui Gambar 1.

Gambar 1. Grafik hasil penelitian efek pembelajaran dialogis terhadap berpikir kritis bermuatan nilai (A) Interaksi antara kondisi belajar dengan karakteristik siswa, (B) Pengaruh tingkat ketrampilan penalaran umum pada sikap terhadap pembelajaran dialogis, (C) Pengaruh karakteristik peserta didik terhadap kondisi: sikap pada dialog.

Penelitian untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis tidak hanya berkisar apada

penerapan berbagai pendekatan, model, dan metode tetapi juga dapat melalui pemberian mata

pelajaran tertentu yang dapat merangsang keterampilan tersebut. Chowning et al. (2012)

meneliti pengaruh pendidikan Bioetika sebagai salah satu pelajaran yang dapat

megembangkan keterampilan berpikir kritis. Partisipan dalam penelitian ini adalah enam guru

yang mengikuti pelatihan CURE dengan 323 siswanya sebagai kelompok perlakuan, dan

enam guru yang tidak mengikuti pelatihan CURE dengan 108 siswanya sebagai kelompok

kontrol. Penelitian yang dilakukan dengan desain Solomon empat kelompok ini

menyimpulkan bahwa kelompok perlakuan yang diajar oleh guru yang telah mengikuti

pelatihan CURE mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Instrumen tes yang digunakan untuk mengukur hasil perlakuan dirancang khusus

agar dapat mengakses keterampilan berpikir kritis. Instrumen tersebut tidak menilai posisi

peserta didik terhadap suatu kasus bioetika, akan tetapi menilai seberapa baik mereka

menyatakan dan memberikan alasan terhadap posisi yang mereka pilih.

Darland et al. (2012) meneliti sisi lain keterampilan berpikir kritis dari penelitian-

penelitian sebelumnya. Dimensi yang diambil adalah retensi jangka panjang keterampilan ini

pada mata kuliah Biologi perkembangan. Aspek yang diukur dalam penelitian ini adalah

retensi pengetahuan dan berpikir kritis. Retensi ilmu pengetahuan dievaluasi dengan DBAT

(Developmental Biology Assessment Test), sedangkan retensi keterampilan berpikir kritis

siswa dilihat melalui hasil tugas PLC (Primary Literature Critique). Hasil penelitian ini

cukup mengejutkan melihat rata-rata yang hampir sama dan tidak berbeda signifikan di antara

semua angota sampel (kelompok mahasiswa tahun 2006-2010).

8

Gambar 2. Grafik hasil penelitian retensi jangka panjang pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis. Garis putus-putus menunjukkan rata-rata populasi semua partisipan (Darland et al., 2012)

Hasil penelitian Darland et al. (2012) berbeda dengan penelitian retensi jangka

panjang pada bidang lainnya yang menunjukkan adanya pengurangan ingatan pengetahuan

yang signifikan setelah melewati periode waktu tertentu. Peserta didik kemungkinan

memiliki pengalaman yang luas setelah lulus dari perguruan tinggi dan beberapa partisipan

juga merupakan mahasiswa pascasarjana yang dapat mempengaruhi kondisi pengetahuan dan

keterampilan saat mengerjakan DBAT. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada kinerja

partisipan dengan pelatihan pascasarjana dan tanpa pelatihan. Rata-rata tertinggi ke terendah

secara berurutan yaitu analisis data > desain eksperimen> aplikasi konsep> pengingatan

fakta. Setelah pemberian kolaborasi dan sifat bangunan keterampilan dari PLC selama satu

semester, peneliti berspekulasi bahwa kinerja pada tugas ini berkorelasi secara langsung

dengan skor DBAT dibanding dengan skor lainnya. Skor PLC nyatanya menunjukkan

korelasi yang sedang namun signifikan dengan skor DBAT dibanding dengan skor lainnya.

PLC mendorong pemahaman mendalam terhadap suatu topik penelitian tertentu pada mata

kuliah Biologi perkembangan dan menggabungkan beberapa komponen lainnya sehingga

meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pembelajaran mendalam termasuk analisis

studi kasus, penilaian mandiri, desain eksperimental serta analisa aktivitas. Integrasi PLC

selama satu semester selama semester kemungkinan meningkatkan hasil tes dan berkontribusi

mempertahankan memori jangka panjang. Korelasi antara skor ujian dan skor PLC dengan

hasil DBAT saling mendukung dan menguatkan satu sama lain.

9

BAB III

SIMPULAN

A. Simpulan

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa.

1. Keterampilan berpikir kritis merupakan suatu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang

mencakup kecenderungan perilaku dan keterampilan kognitif untuk memecahkan

masalah, memformulasikan kesimpulan, menghitung kemungkinan, dan membuat

keputusan apa yang harus diyakini atau dilakukan.

2. Keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan dengan berbagai metode dan pendekatan

antara lain studi kasus, CBI dan pembelajaran dialogis. Pendidikan Bioetika dengan

kontennya yang menantang juga dapat memberikan pengaruh positif terhadap

keterampilan berpikir kritis.

3. Keterampilan berpikir kritis dapat diteliti dari berbagai sudut pandang disesuaikan

dengan permasalahan di lapangan dan kebutuhan masyarakat. Çimer et al (2013)

melakukan survey tingkat berpikir kritis peserta didik karena adanya permasalahan

berupa ketidaksesuaian sistem kurikulum yang telah dibuat dengan fakta di lapangan.

Penelitian berbagai metode dan pendekatan untuk meningkatkan keterampilan berpikir

kritis dilakukan oleh Fritjers et al. (2008), Quitadamo et al. (2008), Chowning et al.

(2012), dan White et al. (2009). Pada sudut pandang yang berbeda, Darland et al. (2012)

meneliti retensi keterampilan berpikir kritis pada mahasiswa dari tahun lulus yang

berbeda.

B. Saran

Keterampilan berpikir kritis yang merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat

tinggi (High Order Thinking Skill/HOTS) dirasa tepat untuk membelajarkan sains.

Keterampilan ini juga dianggap sebagai keterampilan paling esensial yang dapat

mempengaruhi kesuksesan peserta didik di masa depan. Oleh karena itulah penelitian dalam

bidang ini selayaknya terus dikembangkan untuk memperkaya wawasan pendidikan.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan dapat dijadikan sebagai dasar acuan penerapan

model, metode, dan strategi yang efektif dalam pembelajaran untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis peserta didik. Penerapan dan latihan berpikir kritis sejak dini

diharapkan dapat memperbaiki kualitas generasi yang akan datang.

10

REFERENSI

Çimer A., Melih T., & Mehmet K. (2013). Critical Thinking Level of Biology Classroom Survey: Ctlobics. The Online Journal of New Horizons in Education, 3(1), pg. 15-24

Chowning, J.T., Joan C.G., Dina N.K., & Laura J.C. (2012). Fostering Critical Thinking, Reasoning, and Argumentation Skills Through Bioethics Education. Retrieved from PloS ONE 12(5), e36791

Darland D.C. & Jeffrey S. Carmichael. (2012). Long-Term Retention of Knowledge and Critical Thinking Skills in Developmental Biology. Journal of Microbiology & Biology Education, 13(2), pg. 125-132.

Frijters S,. Geert ten D., & Gert R. (2008). Effects of Dialogic Learning on Value-Loaded Critical Thinking. Elsevier Learning and Instruction , 18, pp 66-82, DOI: 10.1016

Quitadamo, I.J., Celia L.F, James E.J., & Marta J.K. (2008). Community-based Inquiry Improves Critical Thinking in General Education Biology. CBE-Life Science Education, 7, pg. 327-337

White, T.K., Paul W, Terri G, Richard H, Dubear K, Kevin L, Laura L, Andrea L, & Elizabeth H. (2011). The Use of Interupted Case Studies to Enhance Critical Thinking Skills in Biology. Journal of MicroBiology and Biology Education, 10, pg. 25-31