kasus 5 print
TRANSCRIPT
1
Kasus 5
Mengamuk Tanpa Sebab
Seorang laki-laki berusia 32 tahun, di bawa oleh
istrinya ke RS karena mengamuk tanpa sebab. Pasien
bekerja di kantor swasta. Pasien dikenal suka bergaul
dan ramah. Menurut istri pasien, sejak 1 tahun yang
lalu, pasien sering tidak masuk kerja karena ada
masalah denganatasannya. Sejak saat itu pasien menjadi
pendiem dan mulai jarang bergaul dengan lingkungan
sejak 6 bulan yang lalu pasien akhirnya tidak bekerja
lagi dan tidak melakukan apa-apa kecuali mengurung diri
dikamar. Keluar hanya bila disuruh makan dan mandi.
Hasil pemeriksaan psikiatri didapatkan gejala psikotik
yaitu halusinasi dengar (+), waham curiga (+).
STEP I
1. Waham curiga :
- Suatu keyakinan yang keliru tentang mencurigai
orang, cenderung berpikir negatif.
- Suatu keyakinan yang salah dan menetap terhadap
kenyataan dan tidak dapat dibuktikan
kebenarannya.
2. Halusinasi dengar :
- Persepsi bunyi yang palsu.
- Persepsi sensoris palsu yang tidak dikaitkan
stimulus eksterna.
2
3. Psikotik :
- Tanda dan gejala depresi berat dengan gejala
halusinasi dan waham.
- Gangguan jiwa berat yang meliputi tingkah laku,
afek, halusinasi, waham dan hendaya sosial.
- Gangguan jiwa berat dimana seseorang kehilangan
kemampuan untuk menjadi realitas.
STEP II
1. Apa definisi dari gangguan psikiatri?
2. Apa saja faktor risiko gangguan psikiatri?
3. Tanda dan gejala psikiatri?
4. Apa saja perbedaan gejala psikotik dan non psikotik?
5. Bagaimana pemeriksaan psikiatri?
6. Diagnosis multiaksis?
7. Penatalaksanaan pada kasus?
8. Prognosis?
STEP III
1. Definisi gangguan psikiatri adalah suatu kelainan
yang menimbulkan penurunan daya sosial, kognitif,
fungsi psikologis yang ditimbulkan oleh distres
sehingga membutuhkan psikolog klinis dan psikiater
untuk penaggulangannya.
2. Faktor reriko terjadinya gangguan jiwa adalah
a. Genetik
3
b. Trauma ketika hamil, persalinan atau ketika masa
kanak-kanak
c. Biokimia
d. Psikososial
e. Neurobiologi
f. Neuropatologi
Jadi secara keseluruhan dibagi menjadi 2 faktor
penyebab terjadi ganguan jiwa yaitu, eksternal dan
internal
a. Faktor internal: Genetik, cacat bawaan, kerusakan
otak, Neurobiologi dan neuropatologi serta
biokimia.
b. Faktor Eksternal: Lingkungan sekitar, pergaulan
dengan teman, ekonomi, sosial, budaya, dan agama,
masalah keluarga, masalah pekerjaan, serta
masalah pendidikan.
3. Tanda dan gejala Psikiatri adalah:
a. Kesadaran terdiri dari gangguan kesadaran,
gangguan atensi, dan gangguan sugestibilitas.
b. Emosi terdiri dari afek, mood, emosi lain, dan
gangguan psikologis hubungan dengan mood.
c. Persepsi terdiri dari gangguan persepsi, gangguan
hubungan dengan, gangguan kognitif, gangguan
hubungan dengan fenomena konvversi serta
disosiatif.
d. Perilaku motorik
4
e. Berfikir terdiri dari gangguan umum dalam
bentuk/psroses fikir, gangguan spesifik pada
bentuk fikir, gangguan spesifik pada isi fikir,
dan gangguan dalam progresi fikir.
f. Pertimbangan terdiri dari kritis, otomatis dan
yang terganggu
g. Daya ingat terdiri dari gangguan daya ingat,
tingkat daya ingat
h. Tilikan terdiri dari intelektual, sesungguhnya,
serta terganggu.
4. Aspek yang membedakan antara gejala psikotik dan non
psikotik:
No Aspek Klinis Psikotik Non-Psikotik1 Insight (perhatian
diri sendiri)
- +
2 Labilitas Emosi - +3 Waham dan
Halusinasi
+ -
4 Fungsi Ego Non
Realisti
k
Realistik
5 Responsivitas Apatis,
Elasi,
depresif
(Respon
kurang
Respon baik
5
baik)6 Kognitif Kurang baik
-
Kognitif
baik +
5. Pemeriksaan pada psikiatri adalah meliputi:
a. Anamnesis yang terdiri dari halloanamnesis dan
Alloanamnesis
b. Penggalaian riwayat kepribadian
c. Penggalian status emosi dan tingkah laku
d. Penggalian faktor penyebab serta riwayat
kehamilan, kelahiran dan anak-anak
e. Dilakukan pemeriksaan fisik bila perlu
f. Dan dilakukan pemeriksaan penunjang bila perlu
6. Diagnosis Multiaksial
a. Aksis I: Kondisi klinis
b. Aksis II: Gangguan kepribadian, dam retardasi
mental
c. Aksis III: Kondisi medik umum dan tinjauan
sistem tubuh
d. Aksis IV: Masalah psikologis dan lingkungan
e. Aksis V: Penentuan nilai GAF
7. Terapi atau penatalaksanaan dalam psikiatri
a. Terapi organnik yang terdiri dari:
1) Farmakoterapi
a) Anti Psikotik
b) Anti Depresan
6
c) Anti Ansietas
d) Anti Insomnia
e) Anti Maniakal
2) Terapi konvulsi
3) Terapi pembedahan (jarang dilakukan)
b. Terapi Kerja (terapi okupasi)
c. Terapi Psikoterapi
STEP IV
2. Faktor penyebab dari gangguan jiwa
a. Faktor Neurobiologi itu adalah peningkatan
dopamin, serotonin dan norepinefrin dan
penyebab-penyebab peningkatan tersebut masih
belum jelas.
b. Neoropatologi itu adalah gangguan pada sistem
dendrit dan akson saraf sehingga, dapat
menimbulkan sinapsis yang terganggu ketika
terjadi depolarisasi pada sistem saraf.
c. Genetik keluarga yang mempunyai riwayat
gangguan jiwa keluarga atau keturunan yang
lain dapat terkena.
d. Sosialkultural yaitu, stress, depresi, hubungan
dengan kelurga, masalah pendidikan, masalah
pekerjaan, masalah hubungan cinta dan masalah
pergaulan.
e. Cacat kongenital karena nutrisi kurang
terhadap bayi yang dikandungnya akan
7
mempengaruhi perkembangan sistem saraf di otak
sehingga, pembentukan terganggu dan ketika
lahir memungkinkan terjadinya gangguan jiwa
sebagai gejala yang terlihat.
f. Agama pemahaman yang menyimpang
g. Ekonomi kebutuhan tidak cukup tidak bekerja
akan stress tidak bisa mencukupi hidupnya.
3. Gejala dan tanda psikiatri: (Sebagai Sasaran
Belajar)
a. Kesadaran: CM, Delirium,, stupor, koma, dan
kesadaran berkabut, serta tidak dapat menyadari
keadaan saat ini, separuh sadar, dan emosi
labil.
b. Atensi : disabilitas konsentrasi mudah hilang,
dan inatensi selektif dapat tidak bisa
mengingat perhatian pada saat tertentu dan
pemusatan perhatian yang berlebihan.
4. Diagnosis Multiaksial pada kasus:
a. Aksis I : Gangguan klinis, terdiri dari mengamuk
tanpa sebab, pendiam dan jarang bergaul.
b. Aksis II : Kepribagian tertutup, gangguan curiga
dan paranoid (F 60.0) serta emosional tak stabil
(F60.3)
Gangguan Psikiatri
DefinisiFaktor Risiko
Penyebab
Tanda dan Gejala
Psikiatri
Perbedaan antara gejala Psikosis dan non Psikosis
Pemeriksaan Psikiatri
Diagnosis Multiaksial dan penilaian psikiatri
Penatalaksanaan dan prognosis
8
c. Aksis III : Negatif (tidak ada gangguan fungsi
sistem tubuh)
d. Aksis IV : Hendaya pekerjaan karena terdapat
permasalahan dengan atasannya.
e. Aksis V : Nilai GAF : 60-51 (gejala sedang dan
disabilitas sedang)
5. Prognosis pasien psikiatris:
a. Jenis prognosisnya yaitu: Quo ad Vitam, Quo ad
Funcionam, dan Quo ad Sanacsionam
b. Sifat Prognosis: Sanam (sembuh), Bonam (baik),
malam (buruk), dan Dubia (ragu-ragu), dubia ada
2 yaitu, dubia ad bonam dan dubia ad malam.
9
STEP V (Sasaran Belajar)
1. Tanda dan Gejala Psikiatri?
2. Pemeriksaan Psikiatri?
3. Penatalaksanaan pasien psikiatri?
STEP VI BELAJAR MANDIRI
STEP VII
1. Tanda dan Gejala Psikiatri
Gejala Gangguan Psikologis Pada Kesadaran & Kognisi
a. Gejala Gangguan Mental Pada Kesadaran
Kesadaran adalah suatu kondisi kesigapan
mental individu dalam menanggapi rangsang dari
luar maupun dari dalam. Gangguan kesadaran
seringkali merupakan pertanda kerusakan organik
pada otak. Terdapat berbagai tingkatan kesadaran,
yaitu:
1) Kompos mentis: adalah suatu derajat optimal
dari kesigapan mental individu dalam
menanggapi rangsang dari luar maupun dari
dalam dirinya. Individu mampu memahami apa
yang terjadi pada diri dan lingkungannya serta
bereaksi secara memadai.
2) Apatia: adalah suatu derajat penurunan
kesadaran, yakni individu berespon lambat
terhadap stimulus dari luar. Orang dengan
10
kesadaran apatis tampak tak acuh terhadap
situasi disekitarnya.
3) Somnolensi: adalah suatu keadaan kesadaran
menurun yang cenderung tidur. Orang dengan
kesadaran somnolen tampak selalu mengantuk dan
bereaksi lambat terhadap stimulus dari luar.
4) Sopor: adalah derajat penurunan kesadaran
berat. Orang dengan kesadaran sopor nyaris
tidak berespon terhadap stimulus dari luar,
atau hanya memberikan respons minimal terhadap
perangsangan kuat.
5) Koma: adalah derajat kesadaran paling berat.
Individu dalam keadaan koma tidak dapat
bereaksi terhadap rangsang dari luar, meskipun
sekuat apapun perangsangan diberikan padanya.
6) Kesadaran berkabut: suatu perubahan kualitas
kesadaran yakni individu tidak mampu berpikir
jernih dan berespon secara memadai terhadap
situasi di sekitarnya. Seringkali individu
tampak bingung, sulit memusatkan perhatian dan
mengalami disorientasi.
7) Delirium: suatu perubahan kualitas kesadaran
yang disertai gangguan fungsi kognitif yang
luas. Perilaku orang yang dalam keadaan
delirium dapat sangat berfluktuasi, yaitu
suatu saat terlihat gaduh gelisah lain waktu
nampak apatis. Keadaan delirium sering
11
disertai gangguan persepsi berupa halusinasi
atau ilusi. Biasanya orang dengan delirium
akan sulit untuk memusatkan, mempertahankan
dan mengalihkan perhatian ( 3 P terganggu)
8) Kesadaran seperti mimpi (Dream like state):
adalah gangguan kualitas kesadaran yang
terjadi pada serangan epilepsi psikomotor.
Individu dalam keadaan ini tidak menyadari apa
yang dilakukannya meskipun tampak seperti
melakukan aktivitas normal. Perlu dibedakan
dengan tidur berjalan (sleep walking) yang
akan tersadar bila diberikan perangsangan
(dibangunkan), sementara pada dream like state
penderita tidak bereaksi terhadap
perangsangan.
9) Twilight state: keadaan perubahan kualitas
kesadaran yang disertai halusinasi. Seringkali
terjadi pada gangguan kesadaran oleh sebab
gangguan otak organik. Penderita seperti
berada dalam keadaan separuh sadar, respons
terhadap lingkungan terbatas, perilakunya
impulsif, emosinya labil dan tak terduga.
b. Gejala Gangguan Mental Pada Kognisi
Adalah kemampuan untuk mengenal/mengetahui
mengenai benda atau keadaan atau situasi, yang
dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan
12
kapasitas intelegensi seseorang. Termasuk dalam
fungsi kognisi adalah; memori/daya ingat,
konsentrasi/perhatian, orientasi, kemampuan
berbahasa, berhitung, visual-spatial, fungsi
eksekutif, abstraksi dan taraf intelegensi.
1) Gejala Gangguan Mental Pada Perhatian / Konsentrasi
Adalah usaha untuk mengarahkan aktivitas
mental pada pengalaman tertentu. Gangguan
perhatian meliputi ketidakmampuan memusatkan
perhatian, mempertahankan perhatian ataupun
mengalihkan perhatian. Pada gangguan kesadaran
khususnya pada delirium ketiga ranah perhatian
tersebut terganggu. Terdapat beberapa jenis
gangguan perhatian/konsentrasi, yaitu:
a) Distraktibilitas: adalah ketidakmampuan
individu untuk memusatkan dan mempertahankan
perhatian. Konsentrasinya sangat mudah
teralih oleh berbagai stimulus yang terjadi
disekitarnya. Lazim ditemui pada gangguan
cemas akut dan keadaan manik.
b) Inatensi selektif: adalah ketidakmampuan
memusatkan perhatian pada obyek atau situasi
tertentu, biasanya situasi yang
membangkitkan kecemasan. Misalnya seorang
dengan fobia tidak mampu memusatkan
perhatian pada obyek atau situasi yang
memicu fobianya.
13
c) Kewaspadaan berlebih: adalah pemusatan
perhatian yang berlebihan terhadap stimulus
eksternal dan internal sehingga penderita
tampak sangat tegang.
2) Gejala Gangguan Mental Pada Orientasi
Orientasi adalah kemampuan individu untuk
mengenali obyek atau situasi sebagaimana
adanya. Dibedakan atas orientasi
personal/orang, yaitu kemampuan untuk mengenali
orang yang sudah dikenalnya. Orientasi
ruang/spatial, yaitu kemampuan individu untuk
mengenali tempat dimana ia berada. Orientasi
waktu, yaitu kemampuan individu untuk mengenali
secara tepat waktu dimana individu berada.
Sesuai dengan ranah yang terganggu maka
dibedakan gangguan orientasi orang, tempat dan
waktu. Gangguan orientasi sering terjadi pada
kerusakan organik di otak.
3) Gejala Gangguan Mental Pada Memori / Daya Ingat
Memori adalah proses pengelolaan
informasi, meliputi perekaman – penyimpanan –
dan pemanggilan kembali. Terdapat beberapa
jenis gangguan memori/daya ingat, yaitu:
a) Amnesia: adalah ketidakmampuan untuk
mengingat sebagian atau seluruh pengalaman
14
masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh
gangguan organik di otak, misalnya; pada
kontusio serebri. Namun dapat juga
disebabkan faktor psikologis misalnya pada
gangguan stres pasca trauma individu dapat
kehilangan memori dari peristiwa yang sangat
traumatis. Berdasarkan waktu kejadian,
amnesia dibedakan menjadi:
Amnesia anterograd, yaitu apabila
hilangnya memori terhadap
pengalaman/informasi setelah titik waktu
kejadian. Misalnya; seorang pengendara
motor yang mengalami kecelakaan, tidak
mampu mengingat peristiwa yang terjadi
setelah kecelakaan.
Amnesia retrograd, yaitu hilangnya memori
terhadap pengalaman/informasi sebelum
titik waktu kejadian. Misalnya, seorang
gadis yang terjatuh dari atap dan
mengalami trauma kepala, tidak mampu
mengingat berbagai peristiwa yang terjadi
sebelum kecelakaan tersebut.
b) Paramnesia: Sering disebut sebagai ingatan
palsu, yakni terjadinya distorsi ingatan
dari informasi/pengalaman yang sesungguhnya.
Dapat disebabkan oleh faktor organik di otak
misalnya pada demensia. Namun dapat juga
15
disebabkan oleh faktor psikologis misalnya
pada gangguan disosiasi. Beberapa jenis
paramnesia, antara lain:
Konfabulasi: adalah ingatan palsu yang
muncul untuk mengisi kekosongan memori.
Biasa terjadi pada orang dengan demensia.
Deja Vu: adalah suatu ingatan palsu
terhadap pengalaman baru. Individu merasa
sangat mengenali suatu situasi baru yang
sesungguhnya belum pernah dikenalnya.
Jamais Vu: adalah kebalikan dari Deja Vu,
yaitu merasa asing terhadap situasi yang
justru pernah dialaminya.
Hiperamnesia: adalah ingatan yang
mendalam dan berlebihan terhadap suatu
pengalaman
Screen memory: adalah secara sadar
menutupi ingatan akan pengalaman yang
menyakitkan atau traumatis dengan ingatan
yang lebih dapat ditoleransi
Letologika: adalah ketidakmampuan yang
bersifat sementara dalam menemukan kata
kata yang tepat untuk mendeskripsikan
pengalamannya. Lazim terjadi pada proses
penuaan atau pada stadium awal dari
demensi.
16
Berdasarkan rentang waktu individu
kehilangan daya ingatnya, dibedakan menjadi:
a) Memori segera (immediate memory): adalah
kemampuan mengingat peristiwa yang baru saja
terjadi, yakni rentang waktu beberapa detik
sampai beberapa menit
b) Memori baru (recent memory): adalah ingatan
terhadap pengalaman/informasi yang terjadi
dalam beberapa hari terakhir
c) Memori jangka menengah (recent past memory):
adalah ingatan terhadap peristiwa yang
terjadi selama beberapa bulan yang lalu.
d) Memori jangka panjang: adalah ingatan
terhadap peristiwa yang sudah lama terjadi
(bertahun tahun yang lalu)
Gejala Gangguan Psikologis Pada Emosi / Perasaan
Emosi adalah suasana perasaan yang dihayati
secara sadar, bersifat kompleks, melibatkan pikiran,
persepsi dan perilaku individu. Secara deskriptif
fenomenologis emosi dibedakan antara mood dan afek.
a. Gejala Gangguan Mental Pada Mood
Mood adalah suasana perasaan yang bersifat
pervasif dan bertahan lama, yang mewarnai
persepsi seseorang terhadap kehidupannya.
1) Mood eutimia: adalah suasana perasaan dalam
rentang normal, yakni individu mempunyai
17
penghayatan perasaan yang luas dan serasi
dengan irama hidupnya.
2) Mood hipotimia: adalah suasana perasaan yang
secara pervasif diwarnai dengan kesedihan dan
kemurungan. Individu secara subyektif
mengeluhkan tentang kesedihan dan kehilangan
semangat. Secara obyektif tampak dari sikap
murung dan perilakunya yang lamban.
3) Mood disforia: menggambarkan suasana perasaan
yang tidak menyenangkan. Seringkali
diungkapkan sebagai perasaan jenuh, jengkel,
atau bosan.
4) Mood hipertimia: suasana perasaan yang secara
perfasif memperlihatkan semangat dan
kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai
aktivitas kehidupan. Perilakunya menjadi
hiperaktif dan tampak enerjik secara
berlebihan.
5) Mood eforia: suasana perasaan gembira dan
sejahtera secara berlebihan.
6) Mood ekstasia: suasana perasaan yang diwarnai
dengan kegairahan yang meluap luap. Sering
terjadi pada orang yang menggunakan zat
psikostimulansia
7) Aleksitimia: adalah suatu kondisi
ketidakmampuan individu untuk menghayati
suasana perasaannya. Seringkali diungkapkan
18
sebagai kedangkalan kehidupan emosi. Seseorang
dengan aleksitimia sangat sulit untuk
mengungkapkan perasaannya.
8) Anhedonia: adalah suatu suasana perasaan yang
diwarnai dengan kehilangan minat dan
kesenangan terhadap berbagai aktivitas
kehidupan.
9) Mood kosong: adalah kehidupan emosi yang
sangat dangkal,tidak atau sangat sedikit
memiliki penghayatan suasana perasaan.
Individu dengan mood kosong nyaris kehilangan
keterlibatan emosinya dengan kehidupan
disekitarnya. Keadaan ini dapat dijumpai pada
pasien skizofrenia kronis.
10) Mood labil: suasana perasaan yang berubah
ubah dari waktu ke waktu. Pergantian perasaan
dari sedih, cemas, marah, eforia, muncul
bergantian dan tak terduga. Dapat ditemukan
pada gangguan psikosis akut.
11) Mood iritabel: suasana perasaan yang
sensitif, mudah tersinggung, mudah marah dan
seringkali bereaksi berlebihan terhadap
situasi yang tidak disenanginya.
b. Gejala Gangguan Mental Pada Afek
Afek adalah respons emosional saat sekarang,
yang dapat dinilai lewat ekspresi wajah,
pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya
19
(bahasa tubuh). Afek mencerminkan situasi emosi
sesaat.
1) Afek luas: adalah afek pada rentang normal,
yaitu ekspresi emosi yang luas dengan sejumlah
variasi yang beragam dalam ekspresi wajah,
irama suara maupun gerakan tubuh, serasi
dengan suasana yang dihayatinya.
2) Afek menyempit: menggambarkan nuansa ekspresi
emosi yang terbatas. Intensitas dan keluasan
dari ekspresi emosinya berkurang, yang dapat
dilihat dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh
yang kurang bervariasi.
3) Afek menumpul: merupakan penurunan serius dari
kemampuan ekspresi emosi yang tampak dari
tatapan mata kosong, irama suara monoton dan
bahasa tubuh yang sangat kurang.
4) Afek mendatar: adalah suatu hendaya afektif
berat lebih parah dari afek menumpul. Pada
keadaan ini dapat dikatakan individu
kehilangan kemampuan ekspresi emosi. Ekspresi
wajah datar, pandangan mata kosong, sikap
tubuh yang kaku, gerakan sangat minimal, dan
irama suara datar seperti ’robot’.
5) Afek serasi: menggambarkan keadaan normal dari
ekspresi emosi yang terlihat dari keserasian
antara ekspresi emosi dan suasana yang
dihayatinya.
20
6) Afek tidak serasi: kondisi sebaliknya yakni
ekspresi emosi yang tidak cocok dengan suasana
yang dihayati. Misalnya seseorang yang
menceritakan suasana duka cita tapi dengan
wajah riang dan tertawa tawa.
7) Afek labil: Menggambarkan perubahan irama
perasaan yang cepat dan tiba tiba, yang tidak
berhubungan dengan stimulus eksternal.
Gejala Gangguan Psikologis Pada Perilaku Motorik
Perilaku adalah ragam perbuatan manusia yang
dilandasi motif dan tujuan tertentu serta melibatkan
seluruh aktivitas mental individu. Perilaku
merupakan respons total individu terhadap situasi
kehidupan. Perilaku motorik adalah ekspresi perilaku
individu yang terwujud dalam ragam aktivitas
motorik. Berikut ini diuraikan berbagai ragam
gangguan perilaku motorik yang lazim dijumpai dalam
praktek psikiatri, yaitu:
a) Stupor Katatonia: penurunan aktivitas motorik
secara ekstrim, bermanifestasi sebagai
gerakan yang lambat hingga keadaan tak
bergerak dan kaku seperti patung. Keadaan ini
dapat dijumpai pada skizofrenia katatonik
b) Furor katatonia: suatu keadaan agitasi
motorik yang ekstrim, kegaduhan motorik tak
bertujuan, tanpa motif yang jelas dan tidak
21
dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Dapat
ditemukan pada skizofrenia katatonik,
seringkali silih berganti dengan gejala
stupor katatonik.
c) Katalepsia: adalah keadaan mempertahankan
sikap tubuh dalam posisi tertentu dalam waktu
lama. Individu dengan katalepsi dapat berdiri
di atas satu kaki selama berjam jam tanpa
bergerak. Merupakan salah satu gejala yang
bisa ditemukan pada skizofrenia katatonik.
d) Flexibilitas cerea: keadaan sikap tubuh yang
sedemikian rupa dapat diatur tanpa perlawanan
sehingga diistilahkan seluwes lilin.
e) Akinesia: menggambarkan suatu kondisi
aktivitas motorik yang sangat terbatas, pada
keadaan berat menyerupai stupor pada
skizofrenia katatonik.
f) Bradikinesia: perlambatan gerakan motorik
yang biasa terjadi pada parkinsonisme atau
penyakit parkinson. Individu memperlihatkan
gerakan yang kaku dan kehilangan respons
spontan.
Gejala Gangguan Psikologis Pada PROSES BERPIKIR
Gejala gangguan mental pada proses berpikir adalah
sebagai berikut:
22
a. Proses pikir primer: terminologi yang umum untuk
pikiran yang dereistic, tidak logis, magis;
secara normal ditemukan pada mimpi, tidak normal
seperti pada psikosis
b. Gangguan bentuk pikir/arus pikir: asosiasi
longgar: gangguan arus pikir dengan ide-ide yang
berpindah dari satu subyek ke subyek lain yang
tidak berhubungan sama sekali; dalam bentuk yang
lebih parah disebut inkoherensia.
c. Inkoherensia: pikiran yang secara umum tidak
dapat kita mengerti, pikiran atau kata keluar
bersama-sama tanpa hubungan yang logis atau tata
bahasa tertentu hasil disorganisasi pikir
d. Flight of Ideas / lommpat gagasan: pikiran yang
sangat cepat, verbalisasi berlanjut atau
permainan kata yang menghasilkan perpindahan yang
konstan dari satu ide ke ide lainnya; ide
biasanya berhubungan dan dalam bentuk yang tidak
parah, pendengar mungkin dapat mengikuti jalan
pikirnya.
e. Sirkumstansial: pembicaraan yang tidak langsung
sehingga lambat mencapai point yang diharapkan,
tetapi seringkali akhirnya mencapai point atau
tujuan yang diharapkan, sering diakibatkan
keterpakuan yang berlebihan pada detail dan
petunjukpetunjuk.
23
f. Tangensial: ketidakmampuan untuk mencapai tujuan
secara langsung dan seringkali pada akhirnya
tidak mencapai point atau tujuan yang diharapkan.
Gejala Gangguan Psikologis Pada ISI PIKIR
Di sini yang terganggu adalah buah pikirannya
atau keyakinannya dan bukan cara penyampaiannya.
Dapat berupa miskin isi pikir, waham, obsesi, fobia,
dan lain-lain.
a. Kemiskinan Isi Pikir yaitu pikiran yang hanya
menghasilkan sedkit informasi dikarenakan
ketidakjelasan, pengulangan yang kosong, atau
frase yang tidak dikenal.
b. Waham atau Delusi yaitu satu perasaan keyakinan
atau kepercayaan yang keliru, berdasarkan simpulan
yang keliru tentang kenyataan eksternal, tidak
konsisten dengan intelegensia dan latar belakang
budaya pasien, dan tidak bisa diubah lewat
penalaran atau dengan jalan penyajian fakta.
Jenis-jenis waham:
1) Waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil
dan aneh (contoh: makhluk angkasa luar
menanamkan elektroda di otak manusia)
2) Waham sistematik: keyakinan yang keliru atau
keyakinan yang tergabung dengan satu
tema/kejadian (contoh: orang yang dikejar-kejar
polisi atau mafia)
24
3) Waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa
diri dan lingkungannya atau dunia tidak ada
atau menuju kiamat
4) Waham somatik: keyakinan yang keliru melibatkan
fungsi tubuh (contoh: yakin otaknya meleleh)
5) Waham paranoid: termasuk di dalamnya waham
kebesaran, waham kejaran/persekutorik, waham
rujukan (reference), dan waham dikendalikan.
6) Waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan,
biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya
adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa
atau sangat besar.
7) Waham kejaran (persekutorik): satu delusi yang
menandai seorang paranoid, yang mengira bahwa
dirinya adalah korban dari usaha untuk
melukainya, atau yang mendorong agar dia gagal
dalam tindakannya. Kepercayaan ini sering
dirupakan dalam bentuk komplotan yang khayali,
dokter dan keluarga pasien dicurigasi
bersamasama berkomplot untuk merugikan,
merusak, mencederai, atau menghancurkan
dirinya.
8) Waham rujukan (delusion of reference): satu
kepercayaan keliru yang meyakini bahwa tingkah
laku orang lain itu pasti akan memfitnah,
membahayakan, atau akan menjahati dirinya.
25
9) Waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa
keinginan, pikiran, atau perasaannya
dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Termasuk
di dalamnya:
10) thought withdrawal: waham bahwa pikirannya
ditarik oleh orang lain atau kekuatan lain
11) thought insertion: waham bahwa pikirannya
disisipi oleh orang lain atau kekuatan lain
12) thought broadcasting: waham bahwa pikirannya
dapat diketahui oleh orang lain, tersiar di
udara
13) thought control: waham bahwa pikirannya
dikendalikan oleh orang lain atau kekuatan lain
14) waham cemburu: keyakinan yang keliru yang
berasal dari cemburu patologis tentang pasangan
yang tidak setia
15) erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya
pada wanita, merasa yakin bahwa seseorang
sangat mencintainya
c. Obsesi: satu ide yang tegar menetap dan seringkali
tidak rasional, yang biasanya dibarengi satu
kompulsi untuk melakukan suatu perbuatan, tidak
dapat dihilangkan dengan usaha yang logis,
berhubungan dengan kecemasan.
d. Kompulsi: kebutuhan dan tindakan patologis untuk
melaksanakan suatu impuls, jika ditahan akan
menimbulkan kecemasan, perilaku berulang sebagai
26
respons dari obsesi atau timbul untuk memenuhi
satu aturan tertentu.
e. Fobia: ketakutan patologis yang persisten,
irasional, berlebihan, dan selalu terjadi
berhubungan dengan stimulus atau situasi spesifik
yang mengakibatkan keinginan yang memaksa untuk
menghindari stimulus tersebut. Beberapa contoh di
antaranya:
1) Fobia spesifik: ketakutan yang terbatas pada
obyek atau situasi khusus (contoh takut pada
laba-laba atau ular
2) Fobia sosial: ketakutan dipermalukan di depan
publik seperti rasa takut untuk berbicara,
tampil, atau makan di depan umum
3) Akrofobia: ketakutan berada di tempat yang
tinggi
4) Agorafobia: ketakutan berada di tempat yang
terbuka
5) Klaustrofobia: ketakutan berada di tempat yang
sempit
6) f.Ailurofobia: ketakutan pada kucing
7) Zoofobia: ketakutan pada binatang
8) Xenofobia: ketakutan pada orang asing
9) Fobia jarum: ketakutan yang berlebihan menerima
suntikan
27
Gejala Gangguan Psikologis Pada PERSEPSI
Persepsi adalah sebuah proses mental yang
merupakan pengiriman stimulus fisik menjadi
informasi psikologis sehingga stimulus sensorik
dapat diterima secara sadar. Beberapa contoh
gangguan persepsi:
a. Depersonalisasi: satu kondisi patologis yang
muncul sebagai akibat dari perasaan subyektif
dengan gambaran seseorang mengalami atau
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai
tidak nyata atau khayali (asing, tidak dikenali)
b. Derealisasi: perasaan subyektif bahwa
lingkungannya menjadi asing, tidak nyata
c. Ilusi: satu persepsi yang keliru atau menyimpang
dari stimulus eksternal yang nyata
d. Halusinasi: persepsi atau tanggapan palsu, tidak
berhubungan dengan stimulus eksternal yang nyata;
menghayati gejalagejala yang dikhayalkan sebagai
hal yang nyata. Jenis-jenis halusinasi:
1) halusinasi hipnagogik: persepsi sensorik
keliru yang terjadi ketika mulai jatuh
tertidur, secara umum bukan tergolong fenomena
patologis
2) halusinasi hipnapompik: persepsi sensorik
keliru yang terjadi ketika seseorang mulai
28
terbangun, secara umum bukan tergolong
fenomena patologis
3) halusinasi auditorik: persepsi suara yang
keliru, biasanya berupa suara orang meski
dapat saja berupa suara lain seperti musik,
merupakan jenis halusinasi yang paling sering
ditemukan pada gangguan psikiatri
2) halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru
yang dapat berupa bentuk jelas (orang) atau
pun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya),
sering kali terjadi pada gangguan medis umum
3) halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru
yang seringkali terjadi pada gangguan medis
umum
4) halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan
keliru seperti rasa tidak enak sebagai gejala
awal kejang, seringkali terjadi pada gangguan
medis umum
5) halusinasi taktil: persepsi perabaan keliru
seperti phantom libs (sensasi anggota tubuh
teramputasi), atau formikasi (sensasi merayap
di bawah kulit)
6) halusinasi somatik: sensasi keliru yang
terjadi pada atau di dalam tubuhnya, lebih
sering menyangkut organ dalam (juga dikenal
sebagai cenesthesic hallucination)
29
7) halusinasi liliput: persepsi keliru yang
mengakibatkan obyek terlihat lebih kecil
(micropsia)
Gejala Gangguan Psikologis Pada TILIKAN
Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk
memahami sebab sesungguhnya dan arti dari suatu
situasi (termasuk di dalamnya dari gejala itu
sendiri). Dalam arti luas, tilikan sering disebut
sebagai wawasan diri, yaitu pemahaman seseorang
terhadap kondisi dan situasi dirinya dalam konteks
realitas sekitarnya. Dalam arti sempit merupakan
pemahaman pasien terhadap penyakitnya. Tilikan
terganggu artinya kehilangan kemampuan untuk
memahami kenyataan obyektif akan kondisi dan situasi
dirinya. Jenis-jenis tilikan:
a. Tilikan derajat 1: penyangkalan total terhadap
penyakitnya
b. Tilikan derajat 2: ambivalensi terhadap
penyakitnya
c. Tilikan derajat 3: menyalahkan faktor lain
sebagai penyebab penyakitnya
d. Tilikan derajat 4: menyadari dirinya sakit dan
butuh bantuan namum tidak memahami penyebab
sakitnya
30
e. Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan
faktorfaktor yang berhubungan dengan penyakitnya
namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
f. Tilikan derajat 6 (sehat): menyadari sepenuhnya
tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan.
2. Pemeriksaan Psikiatri
a. Wawancara
Untuk mengobati seorang pasien psikiatrik,
secara efektif, apakah dengan medikasi,
manipulasi lingkungan atau psikoterapi-
psikodinamika, maka seorang dokter psikiatrik
harus membuat diagnosis yang akurat dan dapat
dipercaya. Dan untuk menyusun sebuah diagnosis
yang baik, maka dokter tersebut haruslah belajar
mengenai pengaruh-pengaruh genetika,
temperamental, biologi, perkembangan sosial, dan
psikologis. Seorang dokter psikiatrik seharusnya
mampu untuk menyampaikan keprihatinan, empati,
rasa hormat, dan menciptakan suatu rapport dan
kepercayaan yang memungkinkan pasien untuk
berbicara secara jujur dan akrab.
Wawancara psikiatrik adalah suatu wawancara
yang dilakukan oleh seorang dokter dan pasien
psikiatik yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi penting untuk menilai kondisi pasien
31
dan membentuk hubungan terapetik antara dokter
dan pasien. Dalam wawancara psikiatrik biasanya
pasien mengungkapkan hal-hal yang bersifat
pribadi dan intim tentang penderitaan dan
kehidupannya kepada dokter. Wawancara ini dapat
menjadi sulit karena tidak semua pasien psikiatri
secara sukarela mencari pertolongan dokter,
sehingga keinginan untuk bekerja sama terganggu,
misalnya pada seorang psikiatrik yang diantar
oleh polisi atau keluarganya. Dengan demikian
maka sebagian besar waktu dokter untuk
mendengarkan, pengamatan, dan interpretasi yang
sangat penting untuk menegakkan diagnosis yang
tepat.
Dokter psikiatrik harus mengembangkan
keterampilan dan teknik wawancara paling efektif
yang memungkinkan pasien menggambarkan tanda dan
gejala yang secara bersama-sama berperan dalam
berbagai sindroma yang kemungkinan dapat
dijelaskan dan diobati. Pasien-pasien terentang
dari mereka yang pandai berbicara dengan jelas,
dan mudah untuk diikutsertakan sampai mereka yang
mengalami gangguan berpikir, paranoid, berespon
terhadap stimuli internal, dan mengalami
disorganisasi yang berat. Wawancara itu sendiri
mungkin bervariasi, tergantung pada tantangan
spesifik yang ditemukan pada tiap-tiap pasien.
32
Beberapa teknik adalah berlaku universal pada
semua situasi, teknik lain terutama dapat
diterapkan pada jenis wawancara tertentu.
Nancy Anderson dan Donald Black telah
menuliskan 11 teknik yang sering pada sebagian
besar situasi wawancara psikiatrik.
1) Dapatkan rapport seawall mungkin pada
wawancara
2) Tentukan keluhan utama pasien
3) Gunakan keluhan utama untuk mengembangkan
diagnosis banding sementara
4) Singkirkan atau masukkan berbagai kemungkinan
diagnostic dengan menggunakan pertanyaan yang
terpusat dan terperinci
5) Ikuti jawaban yang samar-samar atau tak jelas
dengan cukup gigih untuk menentukan dengan
akurat jawaban atas pertanyaan
6) Biarkan pasien berbicara dengan cukup bebas
untuk mengamati bagaimana kuatnya pikiran
berkaitan
7) Gunakan campuran pertanyaan terbuka dan
tertutup
8) Jangan takut untuk menanyakan tentang topic
yang anda atau pasien rasakan sulit atau
memalukan
9) Tanyakan tentang pikiran atau ide bunuh diri
33
10) Berikan pasien kesempatan untuk menanyakan
pertanyaan pada akhir wawancara
11) Simpulkan wawancara awal dengan mendapatkan
rasa kepercayaan, dan jika mungkin harapan.
Dengan persiapan-persiapan di atas maka
seorang dokter psikiatri dapat membuat sebuah
wawancara yang baik, memperoleh kepercayaan dari
pasien, yang dapat digunakan untuk membuat suatu
diagnosis yang tepat.
1) Penatalaksanaan Waktu
Untuk sebuah konsultasi awal hendaklah
suatu wawancara berkisar antara 30 menit
hingga 1 jam, tergantung pada keadaan.
Wawancara dengan pasien psikotik atau pada
pasien dengan penyakit medis biasanya singkat,
hal ini dikarenakan oleh pasien yang mungkin
merasakan bahwa wawancara adalah suatu hal
yang menegangkan. Wawancara yang panjang
mungkin diperlukan di ruang gawat darurat.
Kunjungan yang kedua maupun kunjungan
selanjutnya beserta wawancara psikiatrik yang
terus menerus juga bervariasi dalam lamanya.
Penatalaksanaan waktu perjanjian juga
mengungkapkan aspek penting dari kepribadian
dan penanganan. Seringkali, pasien datang
lebih awal baik beberapa menit maupun jam dan
34
mungkin sangat awal. Dari sini kita menggali
suatu kesimpulan apakah pasien sedang
mengalami suatu kecemasan ataupun suatu
kebutuhan yang mendesak (dalam hal ini dapat
dianggap sebagai suatu petunjuk berat
ringannya suatu keluhan). Dan jika pasien
terlambat atau bahkan absen maka dapat pula
ditanyakan penyebab keterlambatannya apakah
karena lupa ataupun disebabkan suatu
keengganan untuk berkunjung dan berobat ke
dokter.
Bagi dokter psikiatrik itu sendiri waktu
juga merupakan suatu hal yang penting di dalam
wawancara. Jika seorang dokter psikiatrik
sungguh-sungguh tidak dapat menghindarkan
keterlambatan untuk suatu wawancara, sebaiknya
dokter dapat mengungkapkan penyesalannya. Hal
ini berguna untuk menjaga sebuah hubungan yang
baik antara pasien dengan seorang dokter.
Pada umumnya setelah wawancara yang
pertama, wawancara yang berikutnya
memungkinkan seorang pasien untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan informasi yang telah
diberikan pada kesalahan pertama. Untuk itu
perlu untuk ditanyakan apakah ia telah
berpikir mengenai wawancara yang pertama. Pada
umumnya, saat rasa nyaman dan akrab pasien
35
dengan dokter meningkat, mereka menjadi
semakin mampu untuk mengungkapkan perincian
tentang kehidupan mereka.
2) Susunan Tempat Duduk
Cara kursi disusun di tempat periksa
dokter psikiatrik dapat mempengaruhi
wawancara. Kedua kursi harus kira-kira sama
tingginya, sehingga tidak ada yang melihat ke
bawah untuk melihat lawan bicaranya. Sebagian
besar dokter psikiatrik berpikir bahwa lebih
disukai untuk menyusun kursi tanpa adanya
perabot lain di antara dokter dan pasien. Jika
terdapat beberapa kursi, maka dokter
psikiatrik menentukan kursinya sendiri dan
selanjutnya membiarkan pasien memilih kursi di
mana ia akan merasa paling nyaman.
Jika pasien yang sedang diwawancara adalah
seorang yang kira-kira berbahaya, maka pintu
ruang wawancara harus dibiarkan terbuka,
dokter psikiatrik harus duduk di tempat yang
paling dekat dengan pintu, tanpa ada sesuatu
yang menghalangi gerak dokter menuju pintu,
dan jika diperlukan orang ketiga harus diminta
untuk berdiri di luar atau bahkan di dalam
36
ruangan, untuk berjaga-jaga jika terdapat
masalah.
3) Tempat Periksa Dokter Psikiatrik
Seorang dokter psikiatrik tidak boleh
tidak dikenal sama sekali oleh pasiennya. Oleh
karena itu perlu bagi seorang dokter
psikiatrik untuk membangun sebuah image yang
baik kepada pasien mengenai kepribadiannya.
Hal ini dapat dibangun antara lain melalui
suasana tempat pemeriksaan. Sebagai contoh,
kerapihan, kebersihan ruangan, keserasian
antara warna dinding ruangan, lukisan,
perabotan dan tanaman, foto pribadi serta
diploma di dinding. Hal ini secara tidak
langsung menggambarkan sebagian mengenai diri
dokter psikiatrik walaupun tidak diungkapkan
secara verbal.
4) Membuat Catatan
Untuk alasan legalitas dan medis, suatu
catatan tertulis yang adekuat tentang tiap-
tiap pasien harus dibuat. Catatan pasien juga
membantu ingatan dokter psikiatrik mengenai
riwayat penyakit dan pengobatan pasien. Tiap-
tiap klinisi harus membuat suatu sistem
37
penyimpanan catatan dan memutuskan informasi
mana yang akan dicatat.
5) Melakukan Wawancara Situasi
Wawancara dilakukan tergantung pada
keadaan di mana wawancara dilakukan, tujuan
wawancara, kekuatan, kelemahan dan diagnosis
pasien tertentu. Pasien yang mempunyai
diagnosis psikiatrik yang berbeda adalah
berbeda dalam kemampuannya untuk berperan
serta dalam wawancara dan berbeda dalam
tantangan yang diberikannya pada dokter
psikiatrik yang melakukan wawancara. Tema
tertentu yang konsisten seringkali terlihat
dalam wawancara dengan pasien tertentu yang
mempunyai diagnosis yang sama, walaupun,
bahkan dengan diagnosa yang sama, pasien
mungkin memerlukan strategi wawancara yang
cukup berbeda. Contohnya pada pasien dengan
depresi dan kemungkinan bunuh diri tentu saja
cara penanganannya berbeda dengan pasien yang
diduga menderita gangguan afek maniakal
ataupun skizofrenia. Teknik ini juga
membutuhkan kepekaan hati dari seorang
psikiatri untuk menyelami hati seorang pasien
dan melihat ke dasar hatinya mengenai
penderitaan yang dialaminya sehingga kita
38
dapat membangun sebuah hubungan yang baik
dengan pasien dengan cara membangun
kepercayaan dengan pasien sehingga pasien
dapat menceritakan dengan sejujurnya apa yang
menjadi bebannya, penderitaan dan
ketidakmampuannya sehingga memudahkan bagi
seorang psikiatri untuk menemukan penyebab apa
yang dikeluhkan oleh pasien tersebut.
a) Pasien depresi dan kemungkinan bunuh diri
Pasien depresi seringkali tidak mampu
untuk bercerita secara spontan dan adekuat
mengenai penyakitnya karena faktor-faktor
tertentu seperti retardasi psikomotor dan
keputusasaan. Dokter psikiatrik harus siap
untuk bertanya secara spesifik pada
seseorang yang mengalami depresi tentang
riwayat dan gejala yang berhubungan dengan
depresi. termasuk pertanyaan tentang ide
bunuh diri, di mana pasien pada awalnya
tidak sukarela. Alasan lain untuk bersikap
spesifik dalam bertanya kepada pasien
depresi adalah bahwa pasien mungkin tidak
menyadari bahwa gejala tertentu seperti
berjalan selama malam atau meningkatnya
keluhan somatik adalah berhubungan dengan
gangguan depresi.
39
Salah satu aspek yang paling sulit dalam
menghadapi pasien depresi adalah mengalami
keputusasaannya. Banyak pasien yang
mengalami depresi berat percaya bahwa
perasaanya yang sekarang akan terus tidak
terbatas dan tidak ada harapan. Dokter
psikiatrik harus berhati-hati untuk tidak
menentramkan pasien tersebut secara
prematur bahwa segala sesuatu akan menjadi
baik, karena pasien kemungkinan akan
merasakan penentraman tersebut sebagai
suatu indikasi bahwa dokter psikiatrik
tidak mengerti derajat penderitaan yang
mereka rasakan. Pendekatan yang tepat bagi
dokter psikiatrik adalah menyatakan bahwa
ia merasakan betapa sulitnya perasaan
pasien, bantuan tersebut tentu dimungkinkan
dan pada saat itu dapat dimengerti bahwa
pasien tidak percaya bahwa mereka akan
ditolong. Selain itu, dokter psikiatrik
harus memperjelas bahwa ia memutuskan untuk
membantu pasien agar merasa lebih baik.
Tiap orang yang mengalami depresi berharap
secara disadari maupun tidak disadari,
bahwa dokter psikiatrik akan secara ajaib
dan segera menyembuhkan mereka, tetapi
sebagian besar orang yang mau mengikuti
40
jalur terapetik bahkan jika sebagian dari
mereka percaya bahwa tidak ada harapan.
Dokter psikiatrik yang melakukan wawancara
harus berhati-hati untuk tidak membuat
janji bahwa pengobatan spesifik adalah
pemecahannya. Jika pengobatan tersebut
ternyata tidak bekerja pada pasien,
kekecewaan akan menghilangkan harapan
terakhir pasien.
Permasalahan khusus saat mewawancarai
pasien yang mengalami depresi adalah
kemungkinan untuk bunuh diri. Ingatlah
bahwa kemungkinan bunuh diri adalah sangat
penting, jika melakukan wawancara pada
setiap pasien depresi, bahkan jika tidak
tampak resiko bunuh diri.
b) Pasien kasar
Pasien yang kasar tidak boleh
diwawancarai sendirian. Sekurangnya satu
orang lainnya harus selalu ada. Di dalam
situasi tertentu orang tersebut harus
dijaga oleh seorang petugas keamanan atau
polisi. Tindakan berjaga-jaga lainnya
adalah dengan membiarkan pintu ruang
wawancara terbuka dan pewawancara duduk
diantara pasien dan pintu, sehingga
pewawancara mempunyai jalan keluar yang
41
tidak terhalangi jika diperlukan. Dokter
harus memperjelas dengan cara yang tegas
tetapi tidak dengan dengan kemarahan, bahwa
pasien boleh mengatakan atau merasakan
sesuatu tetapi tidak bebas untuk bertindak
dengan cara kekerasan.
c) Pasien dengan waham
Waham dari seorang pasien tidak boleh
ditentang secara langsung. Waham mungkin
merupakan pikiran sebagai suatu strategi
pertahanan dan perlindungan diri pasien,
walaupun maladaptif yaitu untuk melawan
ancaman kecemasan, penurunan harga diri dan
kebingungan.
Menantang suatu waham dengan menegaskan
bahwa hal tersebut tidak benar atau tidak
mungkin hanya meningkatkan kecemasan pasien
dan seringkali menyebabkan pasien yang
terancam mempertahankan keyakinannya bahkan
secara mati-matian. Tidak dianjurkan untuk
berpura-pura mempercayai waham pasien.
b. Formulasi Laporan Psikiatrik
Formulasi psikiatrik adalah suatu susunan /
rangkaian laporan yang di dalamnya termuat hal-
hal yang penting dalam pemeriksaan psikiatri baik
dari wawancara maupun observasi terhadap pasien.
42
Pemeriksaan psikiatri dan status mental sangat
berperan penting dalam hal penegakan diagnosa
oleh karena itu kedua bagian ini haruslah dibuat
dan dilaporkan dengan sedetail dan seinformatif
mungkin agar memudahkan para dokter psikiatri
untuk menarik kesimpulan dari hasil pemeriksaan
psikiatri serta menyingkirkan diagnosa-diagnosa
pembanding sehingga didapatkan suatu diagnosa
yang tepat dan dapat pula dilakukan pengobatan
ataupun terapi yang tepat agar pasien dapat
menjalani lagi kehidupannya dengan lebih baik.
Dengan selesainya suatu wawancara dan
observasi maka hasil dari pemeriksaan tersebut
dapat dituangkan dalam suatu laporan yang disebut
laporan psikiatrik. Laporan ini berisi riwayat
psikiatrik dan hasil dari pemeriksaan mental dari
pasien. Laporan ini mengikuti garis besar dari
riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental
dasar. Di dalam laporan psikiatrik ini pemeriksa
melaporkan hal-hal sebagai berikut :
1) Pengungkapan pertanyaan penting, tentang
pemeriksaan diagnosa lanjutan yang harus
dilakukan.
2) Penambahan suatu ringkasan tentang temuan
positif dan negatif.
3) Membuat suatu diagnosis multiaksial sementara.
4) Memberikan prognosis.
43
5) Memberikan formulasi psikodinamika.
6) Memberikan suatu kumpulan anjuran
penatalaksanaan.
Dalam penyusunan suatu laporan psikiatrik
diperlukan suatu formulasi yang baku yang telah
disepakati oleh suatu komunitas kedokteran dunia
sehingga memudahkan para dokter psikiatri untuk
mencari data dan mengumpulkan informasi yang
membantu dokter tersebut untuk dalam menegakkan
diagnosis.
c. Komponen Pemeriksaan Psikiatrik
1) Riwayat Psikiatri
Riwayat psikiatri adalah suatu catatan
mengenai kehidupan pasien. Catatan ini
memungkinkan seorang psikiater untuk memahami
siapa pasiennya, dari mana pasien berasal, dan
kemana kemungkinan pasien pergi di masa yang
akan datang. Riwayat adalah suatu cerita
kehidupan dari pasien yang diceritakannya
kepada psikiater dengan menggunakan bahasa
dari pasien sendiri serta berdasarkan sudut
pandang dari pasien itu sendiri. Seringkali,
riwayat ini juga mengandung informasi yang
tidak hanya diperoleh dari pasien sendiri
tetapi juga berasal dari sumber-sumber yang
44
lain, seperti orang tua, pasangan hidup dari
pasien, ataupun dari teman-teman pasien.
Memperoleh suatu cerita yang lengkap yang
berasal dari pasien dan bila perlu berasal
dari sumber-sumber yang informative dan dapat
dipercaya adalah amat sangat penting untuk
membuat diagnosis yang tepat dan menyusun
rencana pengobatan yang efektif dan spesifik.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa riwayat
psikiatrik dengan riwayat yang didapat pada
kedokteran umum sedikit berbeda karena yang
digali pada riwayat kedokteran psikiatri
adalah suatu keadaan yang menceritakan
kebiasaan hidup, perilaku sehari-hari dari
pasien sampai pada keadaan saat dia sakit,
sedangkan riwayat pada kedokteran umum
menceritakan mengenai keadaan fisik seorang
pasien serta perubahan-perubahan yang terjadi
secara fisik pada tubuh pasien yang
berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
Riwayat psikiatrik memberikan gambaran
mengenai riwayat karakteristik kepribadian
pasien secara individual termasuk di dalamnya
adalah kekurangan-kekurangan dan kelebihan-
kelebihan dari pasien tersebut. Berikut
adalah keterangan mengenai garis besar dari
riwayat psikiatrik :
45
a) Data Identifikasi
Di dalam data identifikasi diberikan
ringkasan demografi yang ringkas mengenai
nama pasien, usia, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, status pendidikan,
alamat, nomor telepon, pekerjaan dan sumber
informasi. Data identifikasi ini dapat
memberikan suatu gambaran sekilas mengenai
karakteristik dari pasien yang mempunyai
kemungkinan mempengaruhi diagnosis,
prognosis, perawatan dan komplikasinya.
b) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling
dirasakan oleh pasien yang menyebabkan ia
datang atau dibawa untuk mendapatkan
pertolongan. Keluhan ini biasanya dikatakan
dengan kata-kata pasien sendiri, ataupun
jika pasien tidak mampu untuk berbicara
dengan baik maka gambaran tentang orang
yang memberikan informasi juga harus
dimasukkan.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Didalamnya diceritakan secara lengkap
mengenai kronologi peristiwa yang menjadi
penyebab ataupun memicu keadaan pasien
menjadi seperti pada saat ini. Bagian ini
mungkin merupakan bagian dari riwayat
46
psikiatri yang paling penting dan
menentukan dalam membuat suatu diagnosis.
Di dalam bagian ini diceritakan mengenai
perkembangan gejala dari onset penyakit
sampai keadaan saat ini, hubungannya dengan
kejadian-kejadian dalam hidupnya, adanya
stresor, penggunaan obat dan taraf-taraf
perubahan dari fungsi yang normal.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu adalah suatu
transisi dari riwayat penyakit sekarang dan
riwayat pribadi pasien. Di sini diceritakan
keadaan / episode sakit baik dalam hal
psikiatri maupun kesehatan umum. Gejala-
gejala pada pasien baik adanya suatu
inkapasitas, jenis pengobatan yang telah
diterima, tempat perawatan / berobat pasien
sebelumnya dan derajat kepatuhan pasien
terhadap pengobatan sebelumnya harus
dicatat dan digali secara kronologis.
Perhatian khusus pada bagian ini harus
diberikan pada episode yang menandakan
onset dari suatu penyakit, karena episode
tersebut sering memberikan suatu data yang
penting mengenai peristiwa-peristiwa
pencetus, kemungkinan-kemungkinan diagnosis
dan kemampuan untuk mengatasi penyakit
47
tersebut. Mengingat pada riwayat medis,
seorang psikiatri seharusnya mendapatkan
tinjauan medis mengenai gejala dan mencatat
tiap penyakit medis atau bedah dan trauma
berat, khususnya yang memerlukan perawatan
di rumah sakit yang dialami oleh pasien.
e) Riwayat Pribadi
Dalam rangka untuk mempelajari penyakit
pasien sekarang dan situasi kehidupan saat
ini, seorang psikiater membutuhkan
pemahaman yang menyeluruh mengenai masa
lalu dari pasien dan hubungannya dengan
masalah mental sekarang. Disini dicatat
setiap perubahan emosi dari setiap periode
kehidupan. Riwayat pribadi terdiri dari
saat :
- Riwayat Prenatal dan Perinatal
Seorang psikiatri harus
memperhitungkan keadaan dan situasi
rumah di mana pasien dilahirkan dan
apakah pasien adalah anak yang
direncanakan dan diinginkan untuk
dilahirkan. Keadaan persalinan juga
harus ditanyakan apakah cukup bulan atau
tidak, macam persalinan (spontan atau
cesarian), obat yang diminum selama
kehamilan, ada / tidaknya komplikasi
48
saat lahir dan defek saat bayi lahir.
Hal- hal di atas adalah pertanyaan yang
harus ditanyakan oleh psikiatri untuk
mengetahui riwayat pribadi pasien pada
saat kelahiran.
- Masa Anak-Anak Awal (sejak lahir sampai
usia 3 tahun)
Periode ini merupakan masa anak-
anak awal yang terdiri dari 3 tahun
pertama kehidupan pasien. Pada masa ini
hal-hal yang perlu diamati adalah
mengenai hubungan antara ibu dan anak
(interaksi melalui pemberian makanan dan
pengajaran ke toilet), ada / tidaknya
gangguan dalam hal tidur dan makan,
bagaimana sifat anak tersebut (pemalu,
overaktif, menarik diri, senang
belajar , takut-takut, senang bepergian,
ramah / tidak), perilaku yang aneh ada /
tidak (membenturkan kepala ke tembok),
ada / tidaknya pengasuh yang lain selain
ibu kandung, dan perkembangan awal baik
dalam hal berjalan, berbicara,
berbahasa, perkembangan fisik,
perkembangan motorik, pola tidur, dan
sebagainya.
49
- Masa Anak-Anak Pertengahan (usia 3 tahun
- 11 tahun)
Pada masa ini psikiater dapat
memusatkan perhatian pada hal-hal
penting antara lain bagaimana cara
pemberian hukuman pada pasien di rumah,
bagaimana proses identifikasi jenis
kelamin, ada tidaknya riwayat sakit dan
trauma serta pengalaman tentang sekolah
awal dari pasien, khususnya bagaimana
pasien pertama kali berpisah dengan
ibunya. Hal penting lainnya yang tidak
boleh dilupakan adalah bagaimana cara
dia bergaul dan membawakan peran dalam
pergaulannya, apakah dia sebagai seorang
pemimpin, pemalu, lebih gemar bermain
sendirian, serta popularitasnya di
kalangan teman-teman sepermainannya.
Perilaku anak tersebut juga harus
diperhatikan apakah suka menyiksa hewan,
mimpi malam yang buruk, fobia, ngompol,
tindakan yang menimbulkan bahaya
kebakaran, dan riwayat masturbasi yang
harus digali.
- Masa Anak-Anak Akhir (pubertas sampai
masa remaja)
50
Selama masa ini, anak-anak
cenderung untuk mengembangkan
kemandirian dari orang tua mereka
(pemisahan diri) yang ditunjukkan dalam
hubungan dengan teman sebaya, dan di
dalam aktivitas kelompok bermain. Pada
fase ini anak-anak biasanya mempunyai
sosok figur yang diidolainya dan hal ini
perlu untuk diketahui oleh dokter. Hal-
hal yang perlu diperhatikan pada masa
ini adalah onset dari pubertas, prestasi
akademik, bagaimana aktivitas diluar
sekolah (olah raga dan klub), jenis
kegiatan yang diminatinya, keterlibatan
hal-hal seksual, ketertarikannya pada
lawan jenis dan pengalaman seksual
(masturbasi, berhubungan seks dan mimpi
basah), pengalaman bekerja, riwayat
penggunaan alkohol dan penggunaan zat
psikoaktif serta ada / tidaknya gejala-
gejala pada saat puber (mood,
ketidakteraturan dalam makan dan tidur,
bagaimana dia bertengkar dan
berargumentasi).
- Masa Dewasa
Riwayat pekerjaan
51
Pada bagian ini seorang psikiatri
mendeskripsikan pilihan pekerjaan
pasien, keperluan pelatihan dan
persiapannya, konflik yang
berhubungan dengan kerja, dan ambisi
serta tujuan jangka panjang.
Psikiatri juga harus menggali
perasaan pasien terhadap pekerjaan
yang dilakukannya sekarang apakah ia
merasa senang, terpaksa, jenuh
ataupun tidak puas atas pilihan
pekrjaannya tersebut. Disamping itu
perlu juga ditanyakan riwayat
pekerjaannya , lama ia bekerja,
apakah pernah pindah kerja, bila ya
tanyakan juga alasannya, frekuensinya
serta hubungannya dengan teman
sekerjanya.
Riwayat perkawinan dan persahabatan.
Di dalam bagian ini dokter
menggambarkan setiap status
pernikahan, sah /sesuai dengan hukum
adat yang berlaku. Hubungan yang
bermakna yang terjalin antara dokter
dengan pasiennya juga haruslah
ditanyakan. Riwayat perkawinan atau
hubungan jangka panjang yang
52
dideskripsikan haruslah memberikan
gambaran tentang perkembangan
hubungan, dimulai saat pasien baru
menikah sampai keadaan pasien saat
ini.
Riwayat agama
Seorang psikiater juga perlu
untuk menggali lebih dalam mengenai
latar belakang agama kedua orang tua
pasien, pasien sendiri serta
bagaimana pelaksanaannya di dalam
keluarga. Sikap pasien dan
keluarganya tersebut apakah longgar,
ketat, dan apakah terdapat konflik
keagamaan antara orang tua pasien dan
pasien sendiri dan bagaimana mereka
mengatasinya.
Aktivitas sosial
Dokter psikiatrik haruslah
menggambarkan kehidupan sosial pasien
dan sifat persahabatan, dengan
penekanan pada kualitas kedalaman
hubungan manusia. Jenis hubungan yang
dimiliki pasien bersama teman-
temannya, apa kegiatan mereka selama
ini dan apakah terdapat saling
perhatian diantara mereka.
53
f) Riwayat psikoseksual
Seorang dokter psikiatri perlu untuk
menanyakan riwayat seksual dari pasien. Hal
ini diperlukan untuk mengetahui apakah
adanya kelainan dari perkembangan seksual
pasien sampai pada saat ini. Banyak riwayat
seksual infantil yang tidak diungkapkan
pemeriksaan psikiatri yang disebabkan oleh
tidak diperhatikannya riwayat tersebut,
karena kesulitan mendapatkan informasi.
Juga perlu ditanyakan riwayat seksual
contohnya pertama kali melakukan onani /
masturbasi, apakah memperoleh kepuasan atau
tidak, frekuensinya, kualitas hubungan
seksnya dan apakah ia puas dengan itu atau
terdapat penyimpangan dari perilaku
seksualnya. Semua hal tersebut perlu digali
secara mendalam sebab seringkali memberikan
arti yang penting dalam hal pengumpulan
data psikiatri dan penyimpulan diagnosis
dari suatu pasien.
g) Riwayat Keluarga
Sebuah laporan yang singkat dan jelas
mengenai tiap penyakit psikiatrik,
perawatan keluarga di rumah sakit serta
54
pengobatan anggota keluarga dekat pasien
harus dimasukkan ke dalam bagian dari
laporan ini juga. Perlu ditanyakan juga ada
atau tidaknya riwayat penggunaan alkohol
atau zat-zat yang lain ataupun perilaku
antisosial yang terdapat dalam keluarga. Di
samping itu riwayat keluarga juga harus
memberikan gambaran mengenai riwayat
psikiatrik, kesehatan umum dan penyakit
genetik pada ayah, ibu, dan kerabat yang
lainnya. Perlu juga ditanyakan mengenai
sikap keluarga terhadap keadaan sakit
pasien, apakah mereka mendukung terhadap
pengobatan pasien atau tidak. Kalau perlu
ditanyakan keadaan finansial keluarga,
siapa yang bekerja dan apakah cukup untuk
keluarga.
Semua penjelasan singkat tersebut
diatas adalah hal-hal mengenai riwayat
psikiatri pasien yang perlu ditanyakan
secara lengkap, detail sehingga dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai
pasien dan keadaan kehidupannya serta saat
sakitnya. Hal ini akan membantu kita
sebagai seorang psikiater untuk memahami
seorang pasien sebagai seorang manusia
secara utuh baik jasmani maupun fisik.
55
Hal lain yang dapat membantu mengenai
pemahaman kita akan keadaan sakit pasien
adalah dengan melakukan pemeriksaan mental
yang kemudian dicatat dalam status
pemeriksaan mental. Status pemeriksaan
mental adalah bagian dari pemeriksaan
klinis yang menggambarkan jumlah total
observasi pemeriksa dan kesan atau impresi
tentang pasien psikiatri saat wawancara.
Pada status mental ini kita melakukan
pemeriksaan terhadap koordinat psikiatri /
fungsi mental / fungsi kepribadian yaitu
kesadaran, alam pikiran, alam perasaan dan
perilaku pasien. Untuk melakukannya dan
mendapatkan hasil yang optimal diperlukan
observasi secara cermat dan menyeluruh
mengenai pasien juga tidak dilupakan adalah
teknik wawancara yang digunakan untuk
menemukan kelainan-kelainan dalam fungsi
mental pasien.
d. Pemeriksaan Status Mental
1) Gambaran Umum
Adalah gambaran tentang penampilan pasien
dan kesan fisik secara keseluruhan yang
dicerminkan oleh sikap, postur perawakan,
pakaian, perawatan diri dan dandanan. Hal lain
56
yang perlu dinilai adalah apakah tampak sesuai
usia, tampak sehat atau sakit, tenang,
bingung, tidak ramah, kekanak-kanakan, sikap
saat berbicara, kesadarannya baik secara
neurologis (compos mentis sampai koma),
psikologis (menciut atau berubah) ataupun
kesadaran secara sosial (baik atau tidak) dan
tingkah laku saat wawancara (terdapatnya tik,
stereotipi, mannerisme, agitasi, melawan,
hiper/hipoaktivitas, stupor, dsb.). Semua hal
diatas haruslah diperhatikan saat wawancara
dengan melakukan observasi terhadap pasien
secara teliti.
2) Keadaan afektif dan Hidup Emosi
Keadaan afektif didefinisikan sebagai emosi
yang menetap, berlangsung lama, internal, dan
mempengaruhi persepsi / perilaku seseorang
tentang dunia sekitarnya. Secara objektif
dapat dilihat dari cara berbicaranya, ekspresi
wajahnya, gerak-gerik tubuhnya, nada suaranya
apakah euthym, dysthym, hiperthym, hipothym,
dsb.
Hidup emosi adalah respons emosional secara
eksternal, yang tampak pada saat wawancara,
emosi yang sesaat / jangka pendek; tampak dari
reaksi yang timbul setelah membicarakan
sesuatu hal. Pemeriksaan hidup emosi ini
57
didasarkan observasi pada stabilitas,
pengendalian, empati, echt / unecht, dalam /
dangkal, skala diferensiasi, dan serasi /
tidaknya.
3) Bicara
Bicara adalah gagasan, pikiran, perasaan
yang diekspresikan melalui bahasa; komunikasi
melalui penggunaan kata-kata dan bahasa.
Bagian ini adalah bagian dari laporan
psikiatri yang menggambarkan karakteristik
saat pasien berbicara. Yang dinilai dalam hal
bicara ini adalah baik dalam kuantitas maupun
kualitatifnya. Secara kuantitas yang dimaksud
adalah dari jumlah pembicaraannya apakah
pasien banyak atau sedikit pembicaraan yang
terjadi khususnya pasien, sedangkan secara
kualitas adalah dapat dilihat dari isi
bicaranya, apakah memberikan informasi yang
banyak atau sedikit. Disamping itu juga perlu
diperhatikan adanya gangguan dalam berbicara
misalnya : disartria, dypsoprody, gagap,
gangguan pada afasia ,dsb.
4) Gangguan persepsi
Persepsi adalah daya mengenal kualitas,
hubungan serta perbedaan suatu benda, melalui
proses mengamati, mengetahui dan mengartikan.
Memindahkan stimuli fisik menjadi informasi
58
psikologik, sehiingga stimulus sensoris berada
dalam genggamannya. Gangguan ini dapat berupa
distorsi sensorik dan desepsi sensorik.
Bentuk-bentuk distorsi sensorik antara lain
terjadi perubahan intensitas, perubahan
kualitas, perubahan bentuk / dismegalopsia.
Sedangkan desepsi sensorik adalah gangguan
sensorik berupa munculnya persepsi baru dengan
atau tanpa objek luar, contohnya adalah
halusinasi dan ilusi. Gangguan ini dapat
melibatkan berbagai sistem sensorik dalam
tubuh kita antara lain penglihatan, pembauan,
pendengaran, taktil dan penciuman. Keadaan
halusinasi dan onset dari halusinasi terjadi
adalah penting karena itu wajib untuk digali
dan diketahui oleh para dokter psikiatri yang
bersangkutan.
5) Pikiran
Pikiran adalah suatu aliran gagasan,
asosiasi dan symbol yang mengarah pada tujuan,
dimulai dari adanya masalah atau tugas dan
mengarah pada kesimpulan yang berorientasi
kenyataan serta terjadi dalam urutan yang
logis. Disini, gangguan pada pikiran dibagi
menjadi 2 yaitu gangguan proses pikir / bentuk
pikir dan gangguan isi pikir. Contoh gangguan
pada proses berpikir adalah adanya gangguan
59
dalam hal produktivitas, kontinuitas pikiran
dan hendaya berbahasa. Sedangkan gangguan pada
isi pikir adalah terdapatnya preokupasi dan
waham. Pada bagian ini pemeriksa dapat
menemukan adanya gangguan dalam hal berpikir
antara lain terdapatnya waham yang biasanya
sering muncul pada orang dengan gangguan jiwa,
juga dapat diketemukan pula adanya pembicaraan
yang tak berujung pangkal atau juga adanya
suatu ketidaksinambungan antara jawaban pasien
dengan pertanyaan yang diberikan oleh kita
sebagai seorang psikiatri. Pasien juga dapat
memberikan penjelasan seolah-olah bahwa
pikirannya dapat dibaca orang lain, sepreti
disiarkan atau juga disedot sehingga
pikirannya menjadi kosong. Macam-macam
keanehan ini dapat diperoleh oleh psikiatri
dengan cara mengadakan wawancara dan melakukan
obsevasi dengan baik.
6) Orientasi
Orientasi adalah kemampuan pasien untuk
mengenali dirinya dan keadaan sekitarnya.
Terdiri dari :
a) Orientasi Waktu, Yaitu kemampuan pasien untuk
mengenal waktu sekarang ini.
60
b) Orientasi terhadap Orang, Yaitu kemampuan pasien
untuk mengenali orang-orang yang ada
disekitarnya.
c) Orientasi Tempat, Yaitu kemampuan pasien untuk
mengenali tempat keberadaan pasien
7) Informasi Umum dan Daya Ingat
Informasi umum didapatkan dengan cara
menanyakan pasien pertanyan-pertanyaan
spesifik berdasar topik yang ada sekarang ini,
seperti nama-nama lima presiden terakhir,
kejadian-kejadian aktual, ataupun informasi
tentang sejarah atau geografi. Untuk
mendapatkan informasi umum dari pasien
haruslah disesuaikan dengan tingkat pendidikan
pasien. Pemeriksaan ini penting untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya demensia
pada pasien.
Fungsi daya ingat (memori) biasanya dibagi
menjadi empat bidang : ingatan jauh (remote
memory), daya ingat masa lalu yang belum lama
(recent memory), dan penyimpanan daya ingat
segera (immediate retention and recall).1
Daya ingat yang baru saja dapat diperiksa
dengan bertanya pada pasien tentang bagaimana
nafsu makan mereka selanjutnya bertanya pada
pasien apa yang mereka makan sabagai sarapan
atau makan malam pada kemarin malam. Meminta
61
pasien untuk mengulangi enam angka maju dan
selanjutnya mundur untuk pemeriksaan daya
ingat segera.
Daya ingat jauh dapat diperiksa dengan
bertanya pada pasien tentang informasi masa
kanak-kanak mereka selanjutnya dapat
diperjelas. Mintalah pada pasien untuk
mengingat peristiwa-peristiwa baru yang
penting dari beberapa bulan terakhir untuk
menilai daya ingat masa lalu yang belum lama.
8) Fungsi Intelektual
Bagian dari pemeriksaan status mental ini
mencari petunjuk fungsi organ organik,
intelegensia pasien, kapasitas berpikir
abstrak dan tilikan dan perkembangan. Disini
dinilai antara lain daya ingat pasien,
pengetahuan pasien, gambaran dia berpikir
abstrak serta bagaimana kemampuan dia dalam
menolong dirinya sendiri. Disini seorang
psikiatri dapat melakukan tes dengan cara
memberikan pertanyaan yang sederhana dan
biasanya berkaitan dengan kehidupan sehari-
hari pasien. Dapat juga dilakukan tes IQ
dengan bantuan psikiatri bila kita curigai
adanya gangguan pada perkembangan mental pada
pasien tersebut. Konsentrasi dan perhatian
pada pasien ini juga perlu diuji, contohnya
62
dengan menggunakan seven serial tes. Sedangkan
untuk daya berpikir abstrak maka pasien dapat
dinilai dari gambar yang diberikan oleh kita
kepada pasien untuk dilukis dan kemudian kita
minta pasien untuk menginterpretasikan gambar
hasil lukisan tersebut.
9) Pertimbangan dan Tilikan
Selama proses menggali riwayat penyakit,
dokter psikiatrik harus mampu menilai banyak
aspek kemampuan pasien dalam hal pertimbangan
sosial. Maksudnya adalah apakah pasien dapat
mengerti akibat perilaku atau perbuatannya
terhadap orang lain. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan memberikan contoh pengandaian
suatu keadaan ,mis : “bila di taman ada orang
yang pingsan apa yang akan kamu lakukan?”
pertanyaan ini akan memancing pendapat dari
pasien dan hal inilah yang akan kita nilai.
Tilikan adalah derajat kesadaran dan
pengertian pasien bahwa mereka sakit. Pasien
mungkin menunjukkan penyangkalan penyakitnya
sama sekali atau mungkin menunjukkan kesadaran
bahwa mereka sakit tetapi melemparkan
kesalahan pada orang lain, faktor eksternal
atau bahkan faktor organik yang lain.Tilikan
dibagi menjadi 6 derajat, yaitu:
63
a) tilikan derajat 1 menyangkal bahwa dirinya
sakit
b) tilikan derajat 2 Mengakui dan menyangkal
bahwa dirinya sakit pada saat yang
bersamaan.
c) tilikan derajat 3 menyalahkan orang
lain/faktor eksternal sebagai penyebab
sakitnya
d) tilikan derajat 4 sadar bahwa sakitnya
disebabkan oleh sesuatu yang tidak
diketahui dalam dirinya
e) tilikan derajat 5 sadar bahwa dirinya sakit
tetapi tidak bisa menerapkan dalam
mengatasinya (tilikan intelektual)
f) tilikan derajat 6 sadar bahwa dirinya sakit
dan sudah bisa menerapkannya sampai
kesembuhannya (tilikan emosional sejati)
10) Reliabilitas
Bagian ini adalah bagian terakhir dari
status pemeriksaan mental. Bagian ini
menyimpulkan kesan dokter psikiatrik terhadap
reliabilitas pasien dan kemampuan pasien untuk
melaporkan situasi dan keadaannya dengan
tepat. Bagian ini merupakan penilaian dokter
terhadap pada kebenaran dan kejujuran pasien.
Karena itu dokter psikiatri harus berhati-hati
pada kasus-kasus tertentu yang memungkinkan
64
pasien untuk lebih sering berbohong baik
karena malu ataupun tidak ingin keburukannya
diketahui orang lain.
Dari kedua buah laporan diatas kita dapat
memperoleh sebagian besar informasi yang kita
perlukan untuk memperoleh suatu diagnosa.
Tetapi untuk lebih memastikan suatu diagnosis
dan menyingkirkan diagnosa pembanding dapat
pula dilakukan pemeriksaan laboratorium
contohnya : foto roentgen, tes obat-obatan,
dll yang dilakukan sesuai dengan indikasi yang
diharapkan. Juga perlu dilakukan pula
pemeriksaan fisik pada pasien untuk mengetahui
ada / tidaknya hubungan sakit mental pada
pasien dengan sakitnya secara fisik, contohnya
pada penyakit typhus dapat timbul suatu
keadaan yang disebut dengan delirium, keadaan
ini adalah suatu penurunan kesadaran yang
disertai dengan gejala mirip gejala pada
penyakit gangguan mental.
e. Diagnosis
Klasifikasi diagnostik dibuat menurut edisi
empat “American Psychiatric Association’s Diagnosis dan
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV)”. DSM-IV
menggunakan suatu skema klasifikasi multiaksial
65
yang terdiri dari lima aksis, masing-masing harus
dicantumkan dalam diagnosis.
1) Aksis I, terdiri dari semua sindroma klinis
(contoh : gangguan suasana perasaan,
skizofrenia, gangguan kecemasan umum) dan
kondisi lain yang merupakan pusat perhatian
klinis.
2) Aksis II, terdiri dari ganguan kepribadian dan
retardasi mental.
3) Aksis III, terdiri dari tiap penyakit medis
( contoh : epilepsi, penyakit kardiovaskuler,
penyakit gastrointestinal, gangguan
endokrin).
4) Aksis IV, dimaksudkan pada masalah psikologi
dan lingkungan ( contoh : perceraian,
kematian orang yang dicintai,dll).
5) Aksis V, berhubungan dengan penilaian global
yang ditunjukkan oleh pasien selama wawancara
(contoh : fungsi sosial, pekerjaan, dan
psikologis): digunakan skala ranking yang
berurutan dari 100 (berfungsi superior) sampai
1 (fungsi sangat terganggu).
3. Penatalaksanaan pada kasus
a. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
66
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba
beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan
obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-
benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan
terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mngobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat
antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics,
dan Clozaril (Clozapine).
1) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama
penggunannya disebut antipsikotik
konvensional. Walaupun sangat efektif,
antipsikotik konvensional sering menimbulkan
efek samping yang serius. Contoh obat
antipsikotik konvensional antara lain :
a) Haldol (haloperidol)
b) Stelazine ( trifluoperazine)
c) Mellaril (thioridazine)
d) Thorazine ( chlorpromazine)
e) Navane (thiothixene)
f) Trilafon (perphenazine)
g) Prolixin (fluphenazine)
67
Akibat berbagai efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan
newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok
konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah
mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa
efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien
mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam
jangka waktu yang lama (long acting) dengan
interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat
disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu
dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer
atypic antipsycotic
2) Newer Atypcal Antipsycotic3,4,5,6
Obat-obat yang tergolong kelompok ini
disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping
bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical
antipsycotic yang tersedia, antara lain :
68
a) Risperdal (risperidone)
b) Seroquel (quetiapine)
c) Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-
obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan
Skizofrenia.
3) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990,
merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang
tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang
(1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel
darah putih yang berguna untuk melawan
infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat
Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah
putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila
paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang
lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
69
Cara penggunaan
a) Pada dasarnya semua obat anti psikosis
mempunyai efek primer (efek klnis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan
terutama pada efek samping sekunder.
b) Pemilihan jenis obat anti psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian
obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
c) Apabila obat anti psikosis tertentu tidak
memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang
memadai, dapat diganti dengan obat psikosis
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak
sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama.
d) Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti
psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan
70
ditolerir dengan baik efek sampingnya,
dapat dipilih kembali untuk pemakaian
sekarang
e) Dalam pengaturan dosis perlu
mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) :
sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) :
sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2
kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk
mengurangi dampak efek samping (dosis
pagi kecil, dosis malam lebih besar)
sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran,
dinaikkan setiap 2-3 hari. sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan
sindroma psikosis). Dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan - dosis
optimal, dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi). Diturunkan setiap
2 minggu, dosis maintanance lalu
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu),
71
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) stop.
Untuk pasien dengan serangan sndroma
psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat dibarikan palong
sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif
berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir yang masih
mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian oabt psikosis
sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala
psikosis mereda sama sekali. Untuk
psikosis reaktif singkat penuruna obat
secara bertahap setelah hilangnya gejala
dalam kueun waktu 2 minggu – 2 bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan
gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama,
sehingga potensi ketergantungan obat
kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat
timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare,
pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan
ini akan mereda dengan pemberian
72
anticholinergic agent (injeksi sulfas
atrofin 0,25 mg IM dan tablet
trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting
(perenteral) sangat berguna untuk pasien
yang tidak mau atau sulit teratur makan
obat ataupun yang tidak efektif terhadap
medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5
cc setiap 2 minggu pada bulan pertama
baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap
bulan. Pambarian anti psikosis long
acting hanya untuk terapi stabilisasi
dan pemeliharaan terhadap kasus
skizofrenia.
Penggunaan CPZ injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik pada
waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha
adrenergik blokade). Tindakan
mengatasinya dengan injeksi nor
adrenalin (effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma
parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-
0,75 mg/hari
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
73
Newer atypical antipsycoic merupakn terapi
pilihan untuk penderita Skizofrenia episode
pertama karena efek samping yang ditimbulkan
minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia
lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu
beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum
diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan
diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan
mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali
lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum
obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui
alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena
efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut.
Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan
dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau
mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena
alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral
dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan
tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi
lebih simpel dalam penerapannya.
74
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah
mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini
merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya
dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik
konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic
atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan
antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat
menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap
mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien
yang behenti minum obat setelah episode petama
Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia
episode pertama tetap mendapat obat antipskotik
selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan
dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih
dari satu episode, atau balum sembuh total pada
episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih
lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan
merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin
beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat
dalam jangka waktu yang lama, sangat penting
75
untuk menghindari dan mengatur efek samping yang
timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering
bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-
otot yang disebut juga Efek samping Ekstra
Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi
lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku
penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu,
dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor
pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat
memberikan obat antikolinergik (biasanya
benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik
untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah
tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut
yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan
facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping
ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis
efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila
penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter
biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional
dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat
menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga
banyak penderita yang menghentikan sendiri
76
pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan
dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih
sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi
pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal
ini sering terjadi pada penderita yang
menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah
raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah
neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat
kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-
penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan
penanganan yang segera.
b. Terapi Psikososial
1) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi
dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan
memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif
adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan,
seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah
77
sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat,
dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
2) Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien
skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat
namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas
didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Seringkali, anggota keluarga, didalam cara
yang jelas mendorong sanak saudaranya yang
terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas
teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan
tentang keparahan penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan
pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian
telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah
efektif dalam menurunkan relaps. Didalam
penelitian terkontrol, penurunan angka relaps
78
adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa
terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 %
dengan terapi keluarga.
3) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya
memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan
dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau
suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin
dengan cara suportif, bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia.
4) Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek
psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi
alah membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam
psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang
dialami pasien sebagai aman. Pengalaman
tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya
ahli terapi, jarak emosional antara ahli
79
terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah
berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan,
atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang
prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak
tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha
untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
c. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah
untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi,
keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang
harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara
80
pasien dan sistem pendukung masyarakat.
Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada
perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter
harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta
keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada
pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas
harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan
tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.
Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan
hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus
diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas
perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat
perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang
membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada
juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit
yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini
diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963).
Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi
ini belum diketahui secara pasti. Alat yang
digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran
listrik sinusoid sehingga penderita meneriman
aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang
81
digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-
3 detik. Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan
persiapan sebagai berikut:
Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
Penderita harus puasa
Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
Gigi palsu , dan benda benda metal perlu
dilepaskan.
Penderita berbaring telentang lurus di atas
permukaan yang datar dan agak keras.
Bagian kepala yang akan dipasang elektroda
( antara os prontal dan os temporalis)
dibersihkan.
Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan
di suruh agar pasien menggigitnya.
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari
keadaan penderita dapat diberi:
2 - 4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih
ringan
Maintenance tiap 2-4 minggu
Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-
20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien
skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena
alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan
82
antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah
pemberian antipsikotik.
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi
adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta,
penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi
dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien
dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra
indikasi mutlak adalah tumor otak.
Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi
luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra,
Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue,
amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.
83
DAFTAR PUSTAKA
Grebb, Jack A. Kaplan, Harold I, Sadock, Benjamin J :
Kaplan and Sadock. Behavioural Sciences Clinical
psychiatry, Seven edition, William & Wilkins 428
East Preston Street, Baltimore, Maryland
21202,USA 1994.
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, fourth
edition,American Psychiatric Association,
Washington DC.
W.F Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:
Penerbit Airlangga University Press, 2005.
Irwan, M. ; Indrayana, M dkk. 2008. Penatalaksanaan
Skizofrenia. Fakultas Kedokteran Riau RSJ Tampan,
Pekan baru