control system design with swarm model for making flocking on unmanned small scale helicopter

11
CONTROL SYSTEM DESIGN WITH SWARM MODEL FOR MAKING FLOCKING ON UNMANNED SMALL SCALE HELICOPTER Albert Sagala Computer Engineering Department, Politeknik Informatika Del Jl.Sisimagangaraja Desa Sitoluama Kec.Laguboti, TOBASA,Sumut [email protected] Abstrak: Fenomena alam, seperti pola kerumunan ikan di laut atau pola sekelompok burung yang bergerak bersama dalam rangka bermigrasi ke daerah yang lebih nyaman untuk hidup telah menjadi perhatian para peneliti untuk waktu yang lama. Berdasarkan pendekatan yang diambil, gerakan individu dipengaruhi oleh tiga faktor, 1) tarikan antara agen karena jarak antar agen yang jauh, 2) tolakan antara agen karena jarak yang terlalu dekat, dan 3) daya tarik ke daerah yang lebih menguntungkan ( atau penolakan dari daerah tidak menguntungkan). Dalam penelitian ini, dilakukan perancangan dan simulasi pada perilaku kawanan n-agen (agen yang dipilih adalah helikopter skala kecil nir awak) dan diasumsikan bahwa semua sifat dinamis dari semua agen adalah seragam. Model dinamis swarm digunakan untuk menghasilkan lintasan yang akan dilacak oleh Wahana Udara Nir Awak (WUNA). Pergerakan dinamis WUNA didasarkan pada jarak antara WUNA serta kondisi lingkungan. Kata Kunci: UAV, Small scale helicopter, WUNA, Swarm Intelligence,helicopter flocking, 1. Introduction Swarming atau agregasi dari sekumpulan individu dalam suatu grup dapat ditemukan secara alamiah pada berbagai organisme, mulai dari organisme sederhana (bakteri) sampai kepada organisme yang kompleks seperti mamalia [1]. Perilaku tersebut dapat muncul karena berbagai mekanisme, misalnya, suatu individu akan merespon terhadap kondisi lingkungan disekitarnya, misalnya saja suatu area di mana terkandung nutrisi yang melimpah atau terdapat distribusi bahan kimia yang ditinggalkan oleh organisme lainnya. Proses ini disebut dengan chemotaxis dan dipergunakan oleh suatu organisme seperti bakteri dan serangga sosial. Evolusi dari perilaku swarming dikendalikan oleh suatu keuntungan akan kebersamaan dan perilaku terkoordinasi untuk menghindari pemangsa dan juga untuk meningkatkan peluang mencari sumber makanan. Sebagai contoh, pada [1] [2] Passino dan Gazy menjelaskan bagaimana social forager sebagai suatu group sukses untuk melakukan chemotaxis pada suatu daerah yang buruk jika dibandingkan dengan melakukannya sendirian. Dengan kata lain, suatu individu cenderung untuk bisa melakukan lebih baik jika melakukan suatu pekerjaan secara kolektif. 2. Latar Belakang (Related Work) Pada penelitian beberapa tahun belakangan ini, terdapat ketertarikan yang sangat signifikan untuk pengontrolan pergerakan agen yang bergerak membentuk suatu formasi tertentu atau melakukan suatu pekerjaan yang terkoordinasi [2] [3] [4] [7] [8] [9]. Hal ini dikarenakan banyak keuntungan yang diperoleh jika sistem terkoordinasi dilakukan, misalnya saja dapat melakukan suatu pekerjaan yang sulit dilaksanakan apabila jika hanya dilakukan oleh satu agen tunggal. Beberapa aplikasi yang cocok untuk sistem terkoordinasi adalah pencarian bersama dengan multi-agen, kontrol lalu lintas di udara, kontrol formasi satelit, misi penjelajahan di bawah laut atau ruang angkasa. Helikopter tanpa awak saat ini banyak dipakai untuk melakukan berbagai misi, misalnya saja suatu helikopter, Wahana Udara Nir Awak (WUNA) yang dipakai untuk memonitor suatu wilayah pasca terjadinya suatu gempa atau beberapa helikopter tanpa awak yang diinginkan untuk bisa memonitor disuatu wilayah perbatasan negara. Model swarm menginspirasi para peneliti untuk diterapkan dalam bidang rekayasa, sehingga berbagai keuntungan yang dihasilkan dalam model swarm bisa diimplementasikan dalam bidang rekayasa. Wahana dapat bergerak membentuk formasi sesuai dengan yang ditentukan, untuk melakukan suatu misi pekerjaan [3][4][5]. Misalnya, beberapa wahana yang dikirim ke tempat terjadinya bencana, di sana wahaha ditugaskan untuk mengumpulan data, sehingga bisa diambil langkah strategis untuk pemulihan setelah bencana terjadi. 3. Model Dinamika Helikopter Yamaha R-50 Helikopter Yamaha R-50 pada awalnya adalah helikopter skala kecil yang dipasarkan secara komersial untuk kepentingan pertanian. Gambar 1 dan Tabel 1 memberikan beberapa karakteristik fisis.

Upload: independent

Post on 20-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

CONTROL SYSTEM DESIGN WITH SWARM MODEL FOR MAKING

FLOCKING ON UNMANNED SMALL SCALE HELICOPTER Albert Sagala

Computer Engineering Department, Politeknik Informatika Del

Jl.Sisimagangaraja Desa Sitoluama Kec.Laguboti, TOBASA,Sumut

[email protected]

Abstrak: Fenomena alam, seperti pola kerumunan ikan di laut atau pola sekelompok burung yang bergerak bersama dalam

rangka bermigrasi ke daerah yang lebih nyaman untuk hidup telah menjadi perhatian para peneliti untuk waktu yang lama.

Berdasarkan pendekatan yang diambil, gerakan individu dipengaruhi oleh tiga faktor, 1) tarikan antara agen karena jarak antar

agen yang jauh, 2) tolakan antara agen karena jarak yang terlalu dekat, dan 3) daya tarik ke daerah yang lebih menguntungkan (

atau penolakan dari daerah tidak menguntungkan).

Dalam penelitian ini, dilakukan perancangan dan simulasi pada perilaku kawanan n-agen (agen yang dipilih adalah helikopter

skala kecil nir awak) dan diasumsikan bahwa semua sifat dinamis dari semua agen adalah seragam. Model dinamis swarm

digunakan untuk menghasilkan lintasan yang akan dilacak oleh Wahana Udara Nir Awak (WUNA). Pergerakan dinamis WUNA

didasarkan pada jarak antara WUNA serta kondisi lingkungan.

Kata Kunci: UAV, Small scale helicopter, WUNA, Swarm Intelligence,helicopter flocking,

1. Introduction

Swarming atau agregasi dari sekumpulan individu dalam

suatu grup dapat ditemukan secara alamiah pada berbagai

organisme, mulai dari organisme sederhana (bakteri)

sampai kepada organisme yang kompleks seperti mamalia

[1]. Perilaku tersebut dapat muncul karena berbagai

mekanisme, misalnya, suatu individu akan merespon

terhadap kondisi lingkungan disekitarnya, misalnya saja

suatu area di mana terkandung nutrisi yang melimpah atau

terdapat distribusi bahan kimia yang ditinggalkan oleh

organisme lainnya. Proses ini disebut dengan chemotaxis

dan dipergunakan oleh suatu organisme seperti bakteri dan

serangga sosial.

Evolusi dari perilaku swarming dikendalikan oleh suatu

keuntungan akan kebersamaan dan perilaku terkoordinasi

untuk menghindari pemangsa dan juga untuk meningkatkan

peluang mencari sumber makanan. Sebagai contoh, pada

[1] [2] Passino dan Gazy menjelaskan bagaimana social

forager sebagai suatu group sukses untuk melakukan

chemotaxis pada suatu daerah yang buruk jika

dibandingkan dengan melakukannya sendirian. Dengan

kata lain, suatu individu cenderung untuk bisa melakukan

lebih baik jika melakukan suatu pekerjaan secara kolektif.

2. Latar Belakang (Related Work)

Pada penelitian beberapa tahun belakangan ini, terdapat

ketertarikan yang sangat signifikan untuk pengontrolan

pergerakan agen yang bergerak membentuk suatu formasi

tertentu atau melakukan suatu pekerjaan yang terkoordinasi

[2] [3] [4] [7] [8] [9]. Hal ini dikarenakan banyak

keuntungan yang diperoleh jika sistem terkoordinasi

dilakukan, misalnya saja dapat melakukan suatu pekerjaan

yang sulit dilaksanakan apabila jika hanya dilakukan oleh

satu agen tunggal. Beberapa aplikasi yang cocok untuk

sistem terkoordinasi adalah pencarian bersama dengan

multi-agen, kontrol lalu lintas di udara, kontrol formasi

satelit, misi penjelajahan di bawah laut atau ruang angkasa.

Helikopter tanpa awak saat ini banyak dipakai untuk

melakukan berbagai misi, misalnya saja suatu helikopter,

Wahana Udara Nir Awak (WUNA) yang dipakai untuk

memonitor suatu wilayah pasca terjadinya suatu gempa

atau beberapa helikopter tanpa awak yang diinginkan untuk

bisa memonitor disuatu wilayah perbatasan negara.

Model swarm menginspirasi para peneliti untuk diterapkan

dalam bidang rekayasa, sehingga berbagai keuntungan

yang dihasilkan dalam model swarm bisa

diimplementasikan dalam bidang rekayasa. Wahana dapat

bergerak membentuk formasi sesuai dengan yang

ditentukan, untuk melakukan suatu misi pekerjaan

[3][4][5]. Misalnya, beberapa wahana yang dikirim ke

tempat terjadinya bencana, di sana wahaha ditugaskan

untuk mengumpulan data, sehingga bisa diambil langkah

strategis untuk pemulihan setelah bencana terjadi.

3. Model Dinamika Helikopter Yamaha R-50

Helikopter Yamaha R-50 pada awalnya adalah helikopter

skala kecil yang dipasarkan secara komersial untuk

kepentingan pertanian. Gambar 1 dan Tabel 1 memberikan

beberapa karakteristik fisis.

Gambar 1 Dimensi Helikopter Yamaha R-50

Tabel 1 Parameter Fisik Yamaha R-50

Rotor Speed 850 r.min-1

Tip Speed 449 ft/s

Dry weight 97 lb.

Instrumented 150lb.

Engine Single cylinder, 2-stroke

Flight autonomy 30 minutes

Model Ruang Keadaaan Dinamika R-50

4. Model Swarm

Misalkan ada M individu anggota swarm dalam sebuah

ruang Euclidean dengan dimensi-n. Dimodelkan masing-

masing individu sebagai titik dan mengabaikan dimensinya.

Posisi dari anggota i disimbolkan sebagai n

i Rx .

Diasumsikan gerak synchronous dan tidak ada waktu jeda,

semua anggota swarm bergerak secara simultan dan

masing-masing mengetahui posisi relatif dari anggota

lainnya. Gerak dinamis berevolusi secara kontinyu.

Persamaan gerak dari individu i diberikan oleh persamaan

.,...,1,)()(,1

MixxgxxxM

ijj

jiiii

Pers. 1

Pada suku pertama, dimisalkan nn RR:

merepresentasikan profile dari attractant/repellent atau

-profile, yang mana bisa sebagai profile dari adanya suatu

sumber makanan atau bahan kimia beracun. Diasumsikan

bahwa suatu area yang memilikni nilai minimum adalah

suatu area yang menarik bagi anggota swarm, maka

0)(y melambangkan attractant atau area dengan

nutrisi yang banyak dan 0)(y melambangkan

repellent atau suatu area dengan kandungan beracun, dan

0)(y melambangkan suatu wilayah netral. (.)

dapat mewakili beberapa kombinasi dari beberapa profile

attractant dan repellent.

Sehingga suku )( ii xx melambangkan gerak

individu menuju suatu wilayah dengan kandungan nutrisi

yang tinggi dan menjauhi suatu wilayah dengan wilayah

dengan kandungan racun tinggi.

Pada suku kedua, (.)g merepresentasikan fungsi tarikan

dan tolakan yang terjadi diantara anggota-anggota. Dengan

kata lain, arah dan besar gerak masing-masing anggota

ditentukan oleh penjumlahan fungsi tarikan dan tolakan

dari masing-masing anggota yang terlibat.

Fungsi tarikan dan tolakan yang dipakai adalah seperti pada

persamaan di bawah

)]||||

exp([)(2

c

ybayyg

Pers. 2

di mana a,b,dan c adalah konstanta positif, b>a, dan

yyy T|||| . Untuk kasus 1Ry dengan nilai a=1,

b=20, dan c=0.2, fungsi yang dihasilkan seperti pada

gambar di bawah.

Gambar 2 Fungsi Tarikan dan Tolakan

Pada Gambar 2 terlihat bahwa, fungsi tarikan dominan

pada jarak antara individu yang jauh dan sebaliknya fungsi

tolakan dominan pada jarak antara individu yang dekat.

Dengan mempersamakan 0)(yg , dapat dilihat bahwa

)(yg berubah tanda pada suatu jarak yang didefinisikan

sebagai

a

bcyatauyy ln||||0

Pers. 3

5. Pemodelan dan Formasi Kontrol Terbang

Pada penelitian ini dirancang sistem kontrol dua lup. Disain

sistem kontrol lup pertama pada model swarm untuk

menghasilkan penjejakan dan disain kontrol lup kedua pada

WUNA agar mampu melakukan penjejakan pada lintasan

yang dikeluarkan oleh model swarm. Pada disain kontrol

lup pertama, dilakukan disain dengan pendekatan kontrol

proporsional dan turunan, dengan memperhitungkan

kesalahan yang terdapat pada kesalahan posisi

i

p

i

p

i

p dee , kesalahan kecepatan i

v

i

v

i

v dee dan

kesalahan pada fungsi potensial buatan i

fip dxJ )( .

Pada disain kontrol lup kedua, mempergunakan model

dinamis helikopter ),()()()()( tutBtxtAtx

disain kontrol dengan pendekatan Regulator Linear

Kuadratik diskrit.

5.1 Perancangan Sistem Kontrol Model Swarm

Pada penelitian ini, model swarm yang dikembangkan

adalah suatu model yang memiliki ciri bahwa tidak ada

pemimpin di antara anggota swarm. Persamaan dinamika

anggota swarm dimodelkan seperti pada persamaan

ixxgxxxM

ijj

jiiii ,)()(,1

Pers. 4

Pada penelitian ini, protokol kontrol untuk agent

dimodelkan sbb:

.)(||||

exp)(,1

ipf

j

p

i

p

N

jii

j

p

i

p

iv

i

vb

i

pai

xJkeec

eeba

vkekeku

Pers. 5

Blok Diagram Sistem Kontrol yang disain adalah

Gambar 3 Blok Desain Kontrol Model Swarm

Pada pengontrol P , terdapat 3 buah Penguatan controller

proporsional, yakni rba kkk ,, . Sedangkan penguatan

vk dan penguatan fk secara berturut-turut adalah

koefisien redaman kecepatan dan penguatan untuk

mengikuti profile pergerakan agen yang diinginkan.

Penalaan penguatan P dan D dilakukan secara manual,

seperti pada hasil yang diperoleh pada Bab berikutnya.

5.2 Perancangan Sistem Kontrol Helikopter Yamaha R-

50

Rancang blok sistem control helicopter Yamaha R-50

seperti pada gambar di bawah.

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

Fungsi Tarikan Tolakan

Jarak Antar Individu

Intensitas Tarikan Tolakan

Gambar 4 Blok diagram Kontrol WUNA

Persamaan Regulator Kuadratik Linear

Persamaan linear regulator dalam teori kontrol optimal

merepresentasikan kelas permasalahan dimana plane

dinamis adalah linear dan bentuk quadratik untuk kriteria

performansi yang dipergunakan. Persamaan dinamika

linear (dapat juga waktu berubah), dituliskan sbb:

),()()()()( tutBtxtAtx

Pers. 6

dan biaya adalah kuadratik dalam bentuk

,)]()()()()()([2

1)()(

2

1

0

dttutRtutxtQtxtfHxtfxJ Tt

t

Tf

Pers. 7

Dimana kebutuhan untuk matriks pembobotan diberikan

oleh

,0THH

0)()(

,0)()(

T

T

tRtR

tQtQ

Pers. 8

Tidak ada batasan dan nilai dari f adalah tetap. Hukum

kontrol optimal umpan balik keadaan diperoleh dengan

persamaan Hamiltonian-Jacoby-Bellman (HJB).

].,),(),([ ** tJtutxHH x , untuk persoalan di atas, H

dituliskan seperti di bawah.

)].()()()()[,()()()(2

1)()()(

2

1 * tutBtxtAtxJtutRtutxtQtxH x

TT

Pers. 9

, diminimalkan terhadap u, diperoleh

0)(

)(),()()(

2

2

*

tRdu

Hd

tBtxJtRtudu

dHx

Pers. 10

Kontrol optimal diperoleh dengan kondisi stasioner,

diselesaikan untuk u.

T

x

T txJtBtRtu ),()()()( *1*

Pers. 11

Persamaan Hamiltonian selanjutnya dituliskan menjadi

.),()()()(),(2

1)()()(

2

1)()(),( *1** T

x

T

x

T

x txJtBtRtBtxJtxtQtxtxtAtxJH

Pers. 12

Dari [12], persamaan HJB diturunkan, dengan nilai

perubahan penguatan 0K , menghasilkan Persamaan

Aljabar Riccati,

0)( 1 TTTT KBKBRKAtKAQ

Pers. 13

Agar K(t) memenuhi aljabar Riccati maka, persamaan

kontrol optimal yang dihasilkan adalah

).()( 1* tKxBRtu T

Pers. 14

Persamaan di atas adalah persamaan umpan balik keadaaan

untuk persoalan kontinyu LQR. Sedangkan pada penelitian

ini dilakukan diskritisasi dengan mempergunakan fungsi

lqrd untuk memperoleh penguatan K diskrit yang telah

disedikan oleh MATLAB.

5.3 Formulasi Penjejakan Lintasan

Penggunaan desain LQR untuk penjejakan lintasan, maka

permasalahan regulator harus dikonversi menjadi persoalan

penjejakan. Dalam masalah penjejakan, nilai keluaran y

dibandingkan dengan nilai y referensi. Tujuan yang ingin

diperoleh adalah kesalahan antara nilai referensi dan nilai

keluaran menuju nol, biasanya dengan menambahkan

sebuah integrator pada kesalahan sinyal dan selanjutnya

meminimalkan. Alternatif pendekatan lainnya adalah

dengan mempergunakan turunan dari kesalahan sinyal.

Misalkan diasumsikan diperoleh pengukuran yang

sempurna, maka kesalahan sistem dituliskan dalam bentuk

)()()( txtxtxy referrorerror

Pers. 15

Turunan terhadap waktu, diperoleh persamaan

)()()( txtxtx referror

Pers. 16

Jika referensi didefinisikan tetap, maka 0)(txref ,

dihasilkan )()( txtxerror .Maka hukum lintasan

penjejakan dapat mempergunakan persamaan umum di

bawah

)()( txtxerror

Pers. 17

,

dimana adalah konstanta bebas yang akan menentukan

bobot dari performansi penjejakan dalam fungsi biaya.

Dalam bentuk matriks, persamaan di atas dapat ditulis

menjadi

)(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

tz

ty

tx

tz

ty

tx

tx

error

error

error

error

Pers. 18

Substitusi wzvyux ,, , maka persamaan di

atas dapat dituliskan menjadi

)(

)(

)(

)(

)(

)(

)(

tw

tv

tu

tz

ty

tx

tx

error

error

error

error

Pers. 19

Pada perancangan sistem kontrol untuk model WUNA

yang dipakai, model matriks A10x10 diperluas menjadi

matriks A14x14 dan matriks B10x4 diperluas menjadi B14x4,

sehingga lebih memudahkan untuk melakukan penjejakan

dalam orientasi NEA (North East Altitude).

Dan dari hasil penalaan terhadap penguatan LQR, saat ini

diperoleh penguatan Q dan dan penguatan R sbb.

200000000000000

020000000000000

002000000000000

000200000000000

000020000000000

000002000000000

000000200000000

000000020000000

000000002000000

000000000200000

000000000020000

000000000001000000

00000000000020000

00000000000002000

Q

Pers. 20

Dan matriks R=

1000

0100

0010

0001

Pers. 21

Penguatan pembobotan keadaan x,y,z diberikan tinggi

karena akan dilakukan penjejakan terhadap x,y,z.

Sedangkan nilai pembobotan untuk keadaan z lima kali

lebih besar dari pada x dan y, hal ini karena pada simulasi

diperoleh bahwa z sangat sensitive terhadap perubahan

lintasan, sehingga berakibat kesalahan lebih besar jika

dibandingkan dengan lintasan x dan y.

Agar hasil simulasi dapat dengan mudah diinterpretasikan

secara fisis, maka dilakukan transformasi dari body frame

ke inertial frame, dengan transformasi matriks seperti di

bawah

cccssscsscsc

csccssssccss

ssccc

T B

I

Pers. 22

Di mana cos(.),(.)c dan sin(.).(.)s Dengan

transformasi ini, maka hasil akhir dari simulasi yang akan

dijalankan akan dalam bentuk koordinat inertial frame.

Persamaan terkait untuk posisi dan kecepatan dalam

kerangka inersia adalah:

TB

I

T zyxTAEN ],,[],,[

Pers. 23

TB

I

T

zyx wvuTVVV ],,[],,[

Pers. 24

6. Simulasi Formasi Terbang

Hasil penjejakan lintasan yang dihasilkan pada program

simulasi Matlab adalah sbb:

1. Penjejakan Lintasan Kotak

Gambar 5 Penjejakan Lintasan Kotak

Gambar 6 Penjejakan Lintasan Kotak 3D

Gambar 7 dlat,dped,dlong,dcoll penjejakan

lintasan kotak

Gambar 8 Kecepatan Vx,Vy,Vz lintasan kotak

Pada penjejakan lintasan kotak yang diberikan Gambar 5

sd. Gambar 8, diperoleh bahwa disain kontrol yang

dirancang mampu melakukan penjejakan dengan kesalahan

rata-rata yang kecil, seperti terlihat pada tabel di bawah.

Tabel 2 Kesalahan RMS (Root Mean Square) Kesalahan

Penjejakan Lintasan Kotak

Kesalahan sb-x 0.2313 m

Kesalahan sb-y 0.0470 m

Kesalahan sb-z 9.0350e-004 m

Dari Tabel 2 Kesalahan RMS (Root Mean Square)

Kesalahan Penjejakan Lintasan Kotak, terlihat kesalahan

penjejakan sangat kecil, lebih kecil dari 0.25m untuk

masing-masing sumbu-sumbu, bahkan kesalahan pada

sumbu-z sangat kecil sekali, yakni 9.0350e-004 m.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-500

0

500

Waktu-second

posi

si x

(m)

Posisi Helicopter

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-500

0

500

posi

si y

(m)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-0.2

0

0.2

posi

si z

(m)

-200

0

200

400

600 -200

0

200

400

600-1

-0.5

0

0.5

1

Altitude(m

)

Posisi 3D Helicopter

North(m)East(m)

referensi

Keluaran

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-0.5

0

0.5

dcoll

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-0.5

0

0.5

dlo

ng

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-0.5

0

0.5

dped

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-0.5

0

0.5

dla

t

0 50 100-40

-20

0

20

40

Kecepata

n V

x(m

/s)

Waktu, detik

Kecepatan

0 50 100-20

-10

0

10

20

Kecepata

n V

y(m

/s)

Waktu, detik)

Kecepatan

0 50 100-10

-5

0

5

10

Kecepata

n V

z(m

/s)

Waktu, detik

Kecepatan

0 50 1000

10

20

30

40

Kecepata

n V

(m/s

)Waktu, detik

Kecepatan V

Penjejakan Lintasan lingkar

Gambar 9 Penjejakan Lintasan Lingkar

Gambar 10 Penjejakan Lintasan Lingkar 3D

Gambar 11 dcoll,dlatt,dlong,dcoll penjejakan

lintasan lingkar 3D

Gambar 12 Kecepatan Vx,Vy,Vz Lintasan

Lingkar

Pada penjejakan lintasan lingkar yang diberikan Gambar 9

Penjejakan Lintasan Lingkar sd. Gambar 12 Kecepatan

Vx,Vy,Vz Lintasan Lingkar, diperoleh bahwa disain kontrol

yang dirancang mampu melakukan penjejakan dengan

kesalahan rata-rata yang kecil, seperti terlihat pada tabel di

bawah.

Tabel 3 Kesalahan RMS (Root Mean Square)

Penjejakan Lintasan Lingkar

Kesalahan sb-x 0.8887 m

Kesalahan sb-y 0.3067 m

Kesalahan sb-z 0.8949 m

Dari Tabel 3 Tabel 3 Kesalahan RMS (Root Mean Square)

Penjejakan Lintasan Lingkar terlihat kesalahan penjejakan

sangat kecil, lebih kecil dari 0.25m untuk masing-masing

sumbu-sumbu, bahkan kesalahan pada sumbu-z sangat

kecil sekali, yakni 9.0350e-004 m.

Hasil penjejakan yang diperoleh pada lintasan kotak dan

lurus (kesalahan yang kecil) memberikan jaminan bahwa

wahana akan mampu melakukan penjejakan terhadap

lintasan yang akan diberikan oleh model swarm.

Disain Percobaan Melakukan Flocking pada WUNA

Dua buah desain kontrol yang dikembangkan diterapkan

kepada suatu group WUNA dengan jumlah agen N. Dalam

masing-masing simulasi, kondisi awal agen diberikan

melalui satu set posisi awal secara acak (distribusi seragam

pada area (100x100), dengan kecepatan awal agen

diberikan secara acak. Namun pada beberapa simulasi,

posisi awal agen ditentukan untuk mempermudah analsis,

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-20

0

20

Waktu-second

posis

i x(m

)

Posisi Helicopter

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-20

0

20

posis

i y(m

)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-2000

0

2000

posis

i z(m

)

-20

-10

0

10

20 -20

-10

0

10

200

500

1000

1500

2000

East(m)

Posisi 3D Helicopter

North(m)

Altitude(m

)

referensi

Keluaran

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-0.5

0

0.5

dcoll

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-0.5

0

0.5

dlo

ng

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-0.5

0

0.5

dped

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100-0.5

0

0.5

dla

t

0 50 100-10

0

10

20

30

Kecepata

n V

x(m

/s)

Waktu, detik

Kecepatan

0 50 100-5

0

5

10

15

Kecepata

n V

y(m

/s)

Waktu, detik)

Kecepatan

0 50 100-100

0

100

200

300

Kecepata

n V

z(m

/s)

Waktu, detik

Kecepatan

0 50 1000

100

200

300

Kecepata

n V

(m/s

)

Waktu, detik

Kecepatan V

misalnya melihat pengaruh dari faktor perubahan nilai

penguatan tarikan atau tolakan.

7. Hasil dan Pembahasan

Skenario 1

Sebelas agen terpisah pada posisi yang sembarang,

melakukan swarm secara otomatis, hanya dipengaruhi oleh

jarak antara agen.

Gambar 13 Simulasi Kerumunan Agen Swarm

Penjelasan

Pada hasil simulasi yang diperoleh dari Gambar 13

Simulasi Kerumunan Agen Swarm, dapat ditarik beberapa

analisis sebagai berikut.

-Anggota swarm bergerak cepat untuk membentuk suatu

kohesi yang sempurna dengan waktu hanya kurang dari 10

detik, terlihat juga bahwa besar kecepatan berkurang

sampai akhirnya menuju nol. Dari Gambar 13, terlihat

bahwa flocking telah dilakukan oleh ke sebelas anggota

sebelum pada akhirnya masing-masing anggota swarm

memiliki kecepatan nol. Dari hasil studi literatur, diketahui

bahwa kecepatan akhir bisa saja tidak nol, hal ini terjadi

apabila dikenakan gangguan pada swarm yang berakibat

masing-masing member swarm terus bergerak menuju

keadaan setimbang namun belum tercapai karena adanya

gangguan.

Skenario 2

Tiga WUNA bergerak pada posisi yang sudah ditentukan,

Trajektori Helikopter diperoleh dari model swarm. Kondisi

tidak ada attractant/repellent, jadi dinamika pergerakan

anggota WUNA hanya dipengaruhi oleh posisi agen relatif

terhadap anggota WUNA lainnya.

(N=3,a=1,b=20,c=2,kv=0.1,k1=k2=1,kf=0)

Gambar 14 Gerak Dinamis 3 WUNA tanpa ada

Attractant/Repellent

Pada Gambar 14, posisi awal WUNA dilambangkan oleh x

dan o melambangkan posisi akhir (Lambang ini akan

dipakai pada semua gambar simulasi yang dilakukan). Pada

posisi akhir WUNA, dapat dilihat WUNA membentuk

formasi segitiga dengan koordinat akhir pada H1(7.7,7.2),

H2( 6.4,9.6), H3(8.4,8.6).

Skenario 3

Tiga Helikopter bergerak pada posisi yang sudah

ditentukan, lintasan WUNA diperoleh dari model swarm.

Pada skenario ini terdapat attractant/repellent, jadi

dinamika pergerakan anggota WUNA juga dipengaruhi

oleh posisi relative terhadap anggota WUNA lainnya.

(N=3,a=1,b=20,c=5,kv=0.1,k1=k2=1,kf=0.1). H1(40,0),

H2(70,80), H3(100,100), GOAL(60,60).

Gambar.15 Pergerakan WUNA akibat adanya

Attractant/Repellent

0 2 4 6 8 10 12 14 16 180

5

10

15

x

y

Swarm agent position trajectories

agent1

agent2

agent3

agent4

agent5

agent6

agent7

agent8

agent9

agent10

agent11

Awal

Akhir

2 4 6 8 10 12 14 16-2

0

2

4

6

8

10

12

posisi sb-x

posis

i sb-y

Posisi 2D Helicopter

posisi sb-x

posis

i sb-y

Posisi 2D Helicopter

0 20 40 60 80 100

0

20

40

60

80

100

Gambar.16 Masukan Kontrol Pergerakan WUNA

akibat adanya Attractant/Repellent

Dari Gambar 15 dan Gambar 16, WUNA bergerak menuju

koordinat tujuan (60,60) setelah sebelumnya berhasil

melakukan flocking. Sinyal kontrol masukan un,uan, dan ubn

bervariasi, hal ini tergantung dari posisi awal WUNA yang

diberikan. Sehingga ketiga WUNA berhasil melakukan

flocking sejak dari koordinat (70,60) sambil menghindari

adanya tumbukan di antara WUNA.

Skenario 4

Pada pengujian kali ini, diujicobakan pengaruh gerakan

dinamis WUNA terhadap adanya rintangan dan tarikan-

tolakan antar individu agen. Pada gambar terlihat bahwa

gerakan individu lebih kuat dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan ( fungsi tujuan dan fungsi rintangan lebih aktif

dari pada fungsi atraksi-tolakan antar individu).

Parameter Simulasi:

H1(20,10,0), H2(40,20,0), H3(40,0,0), Q=20I14, R=I4,

k1=k2=kv=kf=1 ,a=1, b=20,c=8, Goal(15,20,0), T=40 detik.

Gambar.17 Lintasan WUNA karena Faktor

Lingkungan

Pada Gambar 17, WUNA bergerak dari posisi awal yang

diberikan H1(20,10,0), H2(40,20,0), H3(40,0,0). Lintasan

yang ditempuh oleh tiga WUNA menuju koordinat tujuan

(15,20,0) seperti pada garis lintas berwarna merah, hijau

dan biru. Terlihat bahwa ketiga WUNA bergerak menuju

tujuan (attractant) sambil menghindari rintangan

(repellent).

Lintasan ketiga WUNA dapat dilihat pada Gambar 19,

terlihat bahwa ketiga WUNA pada waktu menuju posisi

akhir tetap mampu menghindari adanya tumbukan diantara

WUNA. Hal ini akan disimulasikan lebih lanjut untuk

melihat faktor yang paling dominan pada model swarm

agar tumbukan bisa terhindar.

Gambar.18 Lintasan x,y,z WUNA karena Faktor

Lingkungan

10 20 30 40 50 60 70 80

-0.1

0

0.1

0.2sin

yal kontr

ol(un)

Waktu, detik)

sinyal kontrol

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5-4-2024

sin

yal kontr

ol(uan)

Waktu, detik)

sinyal kontrol(uan)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

-2

0

2

sin

yal kontr

ol(ubn)

Waktu, detik)

sinyal kontrol

North

Posisi Helicopter 3D, Q=20I14

,R=I4

East

-5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 5 10 15 20 25 30 35 40

20

40

Trayektori Posisi UAV, dimensi x

Waktu, dtk

0 5 10 15 20 25 30 35 400

10

20

30Trayektori Posisi UAV, dimensi y

Waktu, dtk.

0 5 10 15 20 25 30 35 40-10

0

10Trayektori Posisi UAV, dimensi z

Waktu, dtk.

rintangan

Gambar.19 Pergerakan Pusat Swarm karena Faktor

Lingkungan

Gambar.20 Kecepatan WUNA karena Faktor

Lingkungan

Gambar.21 Sudut Gerak WUNA

Pengujian juga dilakukan untuk melihat pengaruh dari

parameter a, b, c, kv, kf, k1 dan k2. Hasil dari pengujian

tersebut dapat dilihat pada bagian kesimpulan dari tulisan

ini.

8. Kesimpulan dan Saran

8.1 Kesimpulan

Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat ditarik

beberapa kesimpulan sbb:

(1) Model pergerakan swarm dapat dipakai menjadi acuan

lintasan dari model WUNA yang dipakai, (2) Parameter

yang sangat berpengaruh pada bentuk formasi adalah

parameter c, nilai c akan sangat berpengaruh pada jarak

antara agen, yang akan menentukan bentuk formasi yang

akan dibuat, (3) Pada uji simulasi yang dilakukan, WUNA

berhasil dengan baik melakukan penjejakan lintasan dengan

adanya posisi tujuan akhir dan rintangan ketika menuju

tujuan akhir, dengan nilai parameter terbaik (untuk

penelitian ini) diberi nilai k1=0.1, k2=1,kf=1,kv=0.1, a=1,

b=40 dan c=9.

8.2 Saran

Arah penelitian lebih lanjut yang bisa dilakukan, terkait

dengan penelitian ini adalah:

Pada penelitian ini, tidak ada waktu jeda ketika

informasi dikirimkan dari satu agen menuju agen

lainnya. Tentunya pada keadaan nyata, waktu

jeda akan selalu ada karena dibatasi oleh jalur

transmisi data yang dipakai. Tentunya akan

menarik jika penjejakan model swarm melibatkan

waktu jeda.

Pada penelitian ini, informasi posisi dan

kecepatan yang diterima oleh agen i tidak

terkandung adanya kesalahan. Tentunya akan

lebih menarik jika lintasan yang dihasilkan

terkandung kesalahan, sehingga menurut penulis

waktu yang diperlukan untuk melakukan flocking

akan lebih lama dari pada waktu yang penulis

peroleh pada penelitian ini. Dan ini masih harus

dibuktikan melalui ujicoba dengan adanya

gangguan.

Pada penelitian ini, yang menjadi target atau

posisi akhir dari agen adalah tetap. Perlu

1520

2530

3540

5

10

15

20-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

posisi sb-x(North)

Orientasi Pergerakan Pusat Swarm

posisi sb-y(East)

posis

i sb-z

(Altitude)

0 10 20 30 40-10

0

10

20

Kecepata

n V

x(m

/s)

Waktu, detik

Kecepatan

0 10 20 30 40-10

-5

0

5

10

Kecepata

n V

y(m

/s)

Waktu, detik

Kecepatan

0 10 20 30 40-2

0

2

4

Kecepata

n V

z(m

/s)

Waktu, detik

Kecepatan

0 10 20 30 400

5

10

15

20

Resultan K

ecepata

n V

(m/s

)

Waktu, detik

Kecepatan V

0 5 10 15 20 25 30 35 40-5

0

5

Roll(

deg)

Waktu, detik

Roll

0 5 10 15 20 25 30 35 40-0.2

0

0.2

Pitch(d

eg)

Waktu, detik

Pitch

0 5 10 15 20 25 30 35 40-0.5

0

0.5

Yaw

(deg)

Waktu, detik

Yaw

diujicobakan, bagaimanakah perilaku model

swarm jika diberikan target bergerak. Misalnya

target bergerak dengan suatu lintasan g(t)=2t+3,

dengan t adalah waktu.

Pada penelitian ini, hanya dilakukan simulasi

dengan MATLAB, tentunya akan lebih menarik

jika pada penelitian berikutnya dilakukan

eksperimen nyata yang melibatkan WUNA atau

model lain seperti robot swarm.

Daftar Pustaka

[1] Kevin M. Passino, “Biomimicry for optimization,

control and automation”, Springer 2008.

[2] V.Gazy and Kevin M.Passino,”Stability Analysis

of Social Foraging Swarms”, IEEE Transactions on

System, Man and Cybernetics Vol.34 No 1 February

2004.

[3] Yang Ji-Chen and u Qi,” Flocking of multi-agent

system following virtual leader with time-varying

velocity”, Chin.Phys.LETT Vol.26, No. 2(2009)

020501.

[4] V.Gazy,”Formation Control of a Multi-Agent

System Using Nonlinear Servomechanism”,xxxxxxxx

[5] Xiaorui and Eyad H.A,”New formation control

designs with virtual leaders”, taken from

iopscience.iop.org, download on 12/08/2010 at 08:14.

[6] E.Joelianto,Maryami E, A.Budiyono,A,

Penggalih,DR “Model Predictive Control System

Design for a small scale Autonomous Helicopter”,

submitted to AEAT, 2010.

[7] V.Gazy and K.M.Passino,”Stability Analysis of

Swarms”, IEEE Transaction on Automatic Control,

VOl. 48 No. 4, April 2003.

[8] Xiaohai Li, Z.Cai and J.Xiao,”Stable Swarming by

Mutual Interactions of

Attraction/Alignment/Repulsion:Fixed Topology”,

Proceeding of the 17th World Congress The

International Federation of Automatic Control,

Seoul,Korea, July 6-11,2008.

[9] V.Gazy and K.M. Passino,”Stability Analysis of

Social Foraging Swarms: Combined Effects of

Attractant/Repellent Profiles”, Proceeding of the 41st

IEEE Conference on Decision and Control Las Vegas,

Nevada USA, December 2002

[10] H.Y Sutarto, A.Budiono, E.Joelianto, Go Tiau

Hiong, “Switched Linear Control of a Model

Helicopter”, Int. Conf. Control, Automation, Robotics

and Vision Singapore, 5-8th December 2006.

[11] F.Cucker and J. Dong,”Avoiding Collisions in

Flocks”, IEEE Transaction on Automatic Control VOl.

55 No. 5 May 2010.

[12] V.Gazy and K.M.Passino,” Decentralized output

regulation of a class of nonlinear system”,

International Journal of Control, VOl. 79 No. 12,

December 2006, pp. 1512-1522.

[13] J.Ghommam, H. Mehrjerdi, M.Saad and F.

Mnif,”Formation path following control of unicycle-

type mobile robots

[14] Xiaorui and Eyad H.A,” Formation Control With

Virtual Leaders and Reduced Communications”,

Proceeding of the 44th IEEE Conference on Decision

and Control, and the European Control Conference

Spain, 2005.

[15] Budiyono dan Wibowo, “Optimal Tracking

Control Design for a small scale helicopter”, JBE 4

pp.271-280, 2007

[16] Naidu, D. S.,(2002), Optimal Control System,

Idaho State University, CRC Press.