adam subrata (055108012)(ok) (1)
TRANSCRIPT
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 1
GEOLOGI DAN ANALISIS GERAKAN TANAH DAERAH CIBEUREUM DAN
SEKITARNYA KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN,
PROPINSI JAWA BARAT
Oleh
Adam Subrata1)
, Djauhari Noor 2)
dan Denny Sukamto Kadarisman 3)
Abstrak
Secara administratif daerah pemetaan mencakup daerah Cibeureum dan sekitarnya kecamatan
Larangan dan Ketanggungan Cibingbin Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Dengan luas ±
77𝑘𝑚2. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejarah geologi daerah penelitian yang
mencakup sejarah perkembangan cekungan Sejarah perkembangan tektonik dan sejarah
perkembangan bentangalam serta menganalisis potensi gerakan tanah pada daerah Cibeureum dan
sekitarnya. Metoda penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, penelitian lapangan dan analisis
studio dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS, yang keseluruhanya dituangkan dalam sebuah
laporan tugas akhir.
Secara geomorfologi memberikan kenampakkan bentang alam dalam 3 (tiga) satuan geomorfologi,
yaitu : Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan, Satuan Geomorfologi Dataran Lipat Patahan
dan Satuan Geomorfologi Dataran Alluvial. Sementara pola aliran sungai yang dijumpai dan
berkembang adalah pola aliran sungai trelis dan rektangular dengan jentera geomorfik muda, dewasa
dan tua.
Tatanan batuan penyusun sejarah pengendapan daerah kajian dari tua ke muda di bagi menjadi 3
satuan batuan yakni ; Satuan Batuan Napal Sisipan Batupasir Formasi Pemali, Satuan Batuan
Batupasir Selang-Seling Batulempung Sisipan Breksi Formasi Halang dan Endapan Alluvial. Satuan
Napal Sisipan Batupasir Formasi Pemali (N8-N13), diendapkan pada lingkungan laut dangkal dan
mempunyai hubungan startigrafi yang selaras dengan Satuan Batupasir Selang-Seling Batulempung
Sisipan Breksi Formasi Halang (N14-N18) yang diendapkan pada laut dalam. Pada kala Resen, satuan
alluvial sungai menutupi satuan – satuan yang lebih tua yang tersingkap di daerah penelitian.
Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur kekar, lipatan dan patahan.
Struktur kekar yang dijumpai berupa kekar gerus (shear joint), kekartarik (tensional joint) dan kekar
tekan (release joint). Struktur perlipatan berupa antiklin Bantarpanjang, Margamukti, dan
Tanjungkerta, serta struktur sinklin Cimahi, Cibeureum, dan Cimara. Struktur sesar yang dijumpai
adalah sesar anjak Cibayawak dan sesar geser jurus Cimulya, Dukuhbadag dan Sukadana.
Keseluruhan struktur yang ada di daerah penelitian terjadi dalam satu perioda tektonik, yaitu pada
kala Pliosen Akhir(N19) dengan arah gaya utama Baratdaya – Timurlaut atau N 2150 E.
Jenis gerakan tanah yang terdapat di daerah penelitan berupa jatuhan rombakan, luncuran rombakan ,
aliran material tanah , jatuhan batuan, luncuran batuan dan nendatan. Hasil kajian potensi
gerakantanah yang terdapat di daerah penelitian disebabkan oleh faktor internal berupa variasi jenis
batuan, struktur geologi, kelerengan, kerapatan sungai, tutupan lahan serta faktor eksternal berupa
curah hujan (hidrologi), seismisitas, dan aktifitas manusia. Berdasarkan hasil analisis dari faktor-
faktor yang mempengaruhi gerakan tanah di daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 3 wilayah
yang berpotensi terjadi gerakan tanah, yaitu wilayah dengan potensi longsoran tanah rendah, wilayah
dengan potensi longsoran tanah sedang dan wilayah dengan potensi longsoran tanah tinggi.
Kata-kata kunci : Cibeureum, Kuningan, Formasi Pemali, Formasi Halang, gerakan Tanah.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 2
1. UMUM
Melihat dari sejarah sedimentasi dan akibat
dari proses tektonik yang terjadi pada daerah
Cibeureum dan sekitarnya Kecamatan
Cibingbin Kabupaten Kuningan dengan
kawasan berupa perbukitan yang berada pada
Zona Antiklinorium Bogor dirasakan cukup
menarik untuk dilakukan penelitian mengenai
geologi dan analisis gerakan tanah. Daerah
penelitian dapat dicapai dengan menggunakan
roda empat dari Bogor menuju Kuningan
dengan jarak tempuh ±6 jam.
2. KONDISI GEOLOGI
2.1. Geomorfologi
Berdasakan letak dan ciri-ciri dari pembagian
fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949),
maka daerah penelitian termasuk ke dalam
Zona Antiklinorium Bogor.
Gambar 1. Fisiografi Jawa Barat
Morfologi daerah penelitian berupa
perbukitan, lembah dan dataran (Thornbury
W.D, 1969) yang meliputi aspek struktur,
proses dan tahapan maka geomorfologi daerah
penelitian dikelompokan menjadi 3 (tiga)
satuan Geomorfologi yaitu:
A.Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat
Patahan.
Satuan ini berbentuk punggungan punggungan
bukit dan lembah yang berarah Baratlaut–
Tenggara dan berada pada ketinggian antara
100 – 500 mdpl serta mempperlihatkan relief
landai, bergelombang hingga sangat curam,
terdapat gawir-gawir yang merupakan bentuk
hasil dari struktur lipatan dan patahan dengan
Kelerengan berkisar antara 7% - 100% (Van
Zuidam,1985), stadia geomorfik satuan ini
digolongkan dalam stadia dewasa. Penyebaran
satuan ini mencakup 71,4% dari luas daerah
penelitian tersebar mulai di Desa Cimahi, Desa
Gunungsari, Desa Cimulya dan Desa
Margamukti, Desa Randusari yang terletak
pada bagian Utara, Desa Cibeureum dan Desa
Sumurwiru di tengah serta Desa Ciangir di
daerah Selatan penelitian.
B.Satuan Geomorfologi Dataran Lipat
Patahan.
Satuan Geomorfologi ini memperlihatkan
relief datar sampai landai dan berada pada
ketinggian antara 50 – 125 mdpl dengan
kelerengan berkisar antara 2% - 7% namun
dikontrol oleh pola struktur lipatan dan
patahan dengan penyebaran mencakup 9%
dari luas daerah penelitian. Proses erosi pada
satuan ini berada pada tahap lanjut sehingga
membuat satuan ini yang pada awalnya
berbentuk bukit kini menjadi dataran dengan
demikian jentera geomorfik pada satuan
dataran lipat patahan masuk dalam tahapan
tua.
C. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial
Satuan geomorfologi dataran aluvial ini
menempati sekitar +11.6% dari luas daerah
penelitian. Keberadaan dataran aluvial
dikarenakan wilayah yang datar yaitu dengan
persen kemiringan < 5% sehingga menjadi
tempat akumulasi pasokan sedimen yang
berukuran lempung, pasir, krikil, krakal hingga
bongkah di sekitar sungai. Satuan
Geomorfologi ini berada interval kontur ±50-
100 mdpl. Dataran aluvial ini berada di tengah
sampai Timur peta Geomorfo, memanjang
dengan arah Baratdaya-Timurlaut yaitu
mengikuti Sungai Cikaro dan Sungai
Cijalengkok.
2.2 Stratigrafi
Stratigrafi regional Jawa Barat bagian timur
menurut Soejono Martodjojo (1984) mulai dari
yang tertua adalah Formasi Pemali dengan
lingkungan pengendapan laut dangkal,
Formasi Halang di lingkungan laut dalam,
Formasi Cinambo di lingkungan laut dalam,
Formasi Cantayan di lingkungan laut dalam,
Formasi Subang di lingkungan laut dangkal,
Formasi Kaliwangu di lingkungan transisi,
Formasi Citalang di lingkungan darat, Formasi
Gunung Api Kuarter di lingkungan darat dan
aluvial di lingkungan darat.
Daerah penelitian
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 3
Tabel 1. Kolom Stratigrafi Regional menurut
Martojoyo
Stratigrafi Daerah Penelitian terdiri atas 3
(tiga) satuan batuan, di mulai dari tua ke muda
yaitu sebagai berikut :
A. Satuan Napal sisipan Batupasir Formasi
Pemali
Satuan Napal sisipan Batupasir ini tersingkap
di bagian utara yaitu di Sungai Cibayawak,
dengan penyebaran 5% dari luas daerah
penelitian .
Kondisi singkapan kurang baik karena dalam
zona hancuran dan sulit ditemukan perlapisan
karena pada umumnya batuan ini masif dan
Batupasir pada satuan ini hanya tersingkap di
satu lokasi pengamatan saja.
Secara megaskopis Napal memiliki ciri
berwarna abu-abu, tekstur masif, komposisi
mineral tersusun dari mineral lempung dengan
karbonatan 40% serta kekerasan sedang.
Sedangkan Batupasir berwarna abu-abu terang
ukuran butir pasir sedang bentuk butir
menyudut tanggung hingga membulat
tanggung, terpilah sedang, kemas tertutup.
Berdasarkan analisis petrografi maka nama
batuannya yaitu Arkosik Wecke (Gilbert,
1954).
Arah jurus lapisan batuanya N106°E dengan
kemiringan 41º yang didapat dari sisipan
batupasir. Berdasarkan rekonstruksi
penampang geologi, ketebalan dari satuan ini
diperkirakan adalah > 400 meter. Umur satuan
batuan ini diperkirakan pada N8 – N14 atau
pada kala Miosen Tengah dengan kisaran
lingkungan pengendapan pada Neritik Tengah
yaitu 30 – 100 m.
B. Satuan Batupasir selang-seling
Batulempung sisipan Breksi
Selaras diatas satuan napal sisipan batupasir
diendapkan satuan batupasir selang-seling
batulempung sisipan breksi. Satuan batuan ini
tersingkap hampir di seluruh daerah penelitian
dengan luas 83% dari luas daerah penelitian
secara umum, kondisi singkapan segar dengan
perlapisan yang mudah diukur. Struktur
sedimen yang dijumpai berupa paralel
laminasi, convolute dan graded bedding.
Satuan Batupasir ini terdiri dari perselingan
antara batupasir selang – seling batulempung
dengan sisipan breksi. Di bagian bawah di
dominasi oleh batu pasir selang-seling
lempung dengan dominasi pasir lalu di atasnya
terdapat batupasir masif menipis ke atas
batuan tersebut di endapkan batu pasir selang
seling lempung dengan dominasi batulempung
dan semakin ke atas terdapat batu breksi masif.
Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat dua
kali proses pengendapan dengan mekanisme
turbidit.
Secara megaskopis batupasir pada satuan
memiliki ciri berwarna abu-abu terang, dengan
ukuran butir pasir sedang, bentuk butir
membulat tanggung, pemilahan baik dengan
kemas tertutup, karbonatan. Batulempung
dengan ciri berwarna abu-abu, bersifat
karbonatan dan Breksi berwarna abu-abu
kehitaman, masif, dengan masa dasar pasir
halus - sedang , ukuran fragmen berkisar
antara 2- 40 cm berupa fragmen batuan beku
endesit, bentuk butir menyudut tanggung,
kemas terbuka, pemilahan buruk, semen
karbonat. .Kedudukan satuan batuan ini
berarah relatif Baratlaut-Tenggara dengan
kemiringan lapisan batuannya yang bervariasi
berkisar antara 6o sampai 88
o.
Berdasarkan analisis petrografi nama sayatan
batuan pasir ini adalah Chiefly Volcanic
Wecke(Gilbert, 1954). Umur satuan batuan ini
diperkirakan pada kala Miosen Akhir yaitu
pada N14 – N18. Adapun kisaran lingkungan
pengendapan dengan mekanisme turbidit pada
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 4
suatu sistem lingkungan Kipas Laut dalam.
Ketebalan yang diperoleh berdasarkan hasil
pengukuran pada penampang geologi
diperoleh ketebalan diatas 1745 meter.
C. Satuan Endapan Alluvial
Penyebaran satuan ini kurang lebih 12 % dari
seluruh luas daerah penelitian, menyebar di
sepanjang sungai utama daerah penelitian
yaitu Sungai Cikaro, dan Sungai Cijangkelok.
Satuan alluvial ini menempati Satuan
Geomorfologi Dataran Aluvial. Ketebalan
dari satuan ini dari 0,5 meter hingga 3 meter
di daerah penelitian, merupakan hasil dari
rombakan batuan sebelumnya. Endapan ini di
daerah penelitian merupakan material lepas
berukuran lempung, pasir, kerikil, kerakal,
berangkal sampai bongkah, dengan bentuk
membulat tanggung sampai membulat, dan
komposisinya terdiri dari batuan beku dan
batupasir. Endapan alluvial sungai ini
menutupi satuan batuan yang ada dibawahnya
berupa bidang erosi.
Tabel 2. Stratigrafi daerah penelitian
2.3 Struktur Geologi
Struktur Regional menurut “Pulunggono dan
Martojoyo (1949)”, di Pulau Jawa dikenal ada
tiga pola struktur dominan, antara lain Pola
Meratus, Pola Sunda dan Pola Jawa. Ketiga
pola tersebut terbentuk pada waktu yang
berbeda dan menghasilkan kondisi tektoni k
yang berbeda pula.
Gambar 2. Struktur Regional Pulau Jawa
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di
daerah penelitian dijumpai struktur geologi
berupa kekar, perlipatan dan sesar.
A. Struktur kekar
Kekar yang di dapat pada daerah penelitian
yaitu Kekar gerus yang mempunyai arah
umum Utara-Selatan dan Timur-Barat, kekar
gash/tension dengan arah umum Timurlaut-
Baratdaya dan kekar release dengan arah
umum Baratlaut- Tenggara.
B. Struktur lipatan
I. Antiklin Bantarpanjang
Antiklin ini melewati daerah Bantarpanjang
yang terletak dibagian Timurlaut daerah
penelitian, arah sumbu hampir Baratlaut-
Tenggara dengan panjang sumbu ± 1 Km.
Dimana kedudukan lapisan pada sayap
Timurlaut N220oE/68º dan sayap bagian
Baratdaya N112°E/75° Struktur Antiklin
Bantarpanjang dapat diklasifikasikan sebagai
Antiklin Asimetri.
II. Sinklin Cimahi
Sinklin ini berada di Utara daerah penelitian
memanjang dari Desa Cimahi melewati Desa
Gunung sari sampai Desa sukamaju dengan
panjang sekitar 9 km. Dimana kemiringan
lapisan pada sayap Timurlaut 14°-60° dengan
arah jurusnya N128ºE-106ºE (hampir
Baratlaut-Tenggara) sedangkan pada sayap
bagian Baratdaya14°-65° dengan arah
jurusnya N272ºE-N284ºE. Struktur sinklin
Cimahi dapat diklasifikasikan sebagai Sinklin
Simetri.
III. Antiklin Margamukti
Antiklin ini dinamakan Antiklin Margamukti
karena sumbu antiklinnya melalui desa
Margamukti memanjang dari Baratlaut ke
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 5
Tenggara sepanjang ± 9,3 Km hingga desa
Sindangjawa. Pada sayap bagian Timurlaut
kemiringannya berkisar 23o-64
odan jurus
lapisannya berkisar antara N286oE – N326
oE,
sedangkan sayap bagian Baratdaya
kemiringannya sekitar 25o – 66
o dan jurusnya
berkisar antara N103oE – N130
oE.
Berdasarkan perbedaan kemiringan yang
hampir sama pada kedua sayapnya maka
antiklin ini diklasifikasikan sebagai Antiklin
Simetri.
I. Sinklin Cibeureum
Sinklin ini berada di tengah daerah penelitian
memanjang dari desa Cileuya melewati Desa
Cibeureum hingga Desa Cipondok dengan
panjang 9,3Km. Dimana arah kemiringan
lapisan pada sayap Timurlaut kemiringannya
250 – 68
0dan arah jurus antara N98
oE - N117
oE
sedangkan pada sayap bagian Baratdaya
kemiringannya sekitar 24o – 83
odan arah jurus
berkisar antara N298oE – N318
oE. Struktur
sinklin Cibeureum dapat diklasifikasikan
sebagai Sinklin Simetri.
II. Antiklin Tanjungkerta
Antiklin ini dinamakan Antiklin Tanjungkerta
karena sumbu antiklinnya melalui desa
Tanjungkerta, memanjang di Selatan daerah
penelitian memanjang dari Desa Tanjungkerta
hingga Desa Ciangir dengan panjang ± 7 Km..
Pada sayap bagian Timurlaut kemiringannya
berkisar 24o-50
odan jurus lapisannya berkisar
antara N280oE – N298
oE, sedangkan sayap
bagian Baratdaya memiliki kemiringan 20o –
56o dan jurusnya berkisar antara N103
oE –
N128oE. Berdasarkan konstruksi penampang,
antiklin ini diklasifikasikan sebagai Antiklin
Asimetri.
III. Sinklin Cimara
Sinklin Cimara terletak di Baratlaut daerah
penelitian dekat dengan Desa Cimara dengan
panjang sumbu sekitar 2,6 Km. Dimana arah
kemiringan lapisan pada sayap Timurlaut
sekitar 320-70
0dan arah jurus antara N98
oE-
N118oE sedangkan pada sayap bagian
Baratdaya kemiringannya 85° dengan jurus
N311oE. Berdasarkan kemiringan serta
rekonstruksi penampang Struktur sinklin
Cimara diklasifikasikan sebagai Sinklin
Asimetri.
C. Struktur Sesar
I. Sesar Naik Cibayawak
Penamaan sesar naik Cibayawak dikarenakan
sesar ini terletak di Sungai Cibayawak
yangada di sebelah Utara daerah penelitian.
Arah sesar ini memanjang dari Baratlaut-
Tenggara searah dengan pola lipatan yang ada
di daerah penelitian. Adapun indikasi adanya
sesar naik Cibayawak di lapangan adalah:
a) Adanya ketidak selarasan yaitu batuan
yang lebih muda(formasi halang) berada
di bawah batuan yang lebih tua (formasi
pemali)
b) Milonit pada batulempung yang dijumpai
pada LP73 dengan arah N140°E
c) Longsoran yang dijumpai pada T04
dengan arah N230°E
d) Zona hancuran padabatulempung yang
dijumpai di LP110 dengan arah N120°E
e) Gores garis pada batulempung di LP60
dengan kedudukan N320°E/86, pitch 87°,
plunge 85°, N 46°E
II. Sesar Mendatar Cimulya
Penamaan sesar mendatar Cimulya
dikarenakan indikasi sesar ini berada disekitar
desa Cimulya, pada peta geologi sesar ini
terletak di Utara daerah penelitiaan
memanjang sekitar 3,4 km dengan arah hampir
Utara Selatan. Gejala struktur geologi yang
mengindikasikan sesar mendatar dilapangan
adalah:
a) Longsoran yang dijumpai pada T05 di
sungai Cibayawak dengan arah N80°E
b) Gores garis pada batulempung yang
dijumpai pada T45 dengan kedudukan
N355°E/87, pitch 2°, plunge 3°, N 177°E
c) Breksiasi yang dijumpai pada T44 di anak
sungai Cibayawak dengan arah umum
N10°E
d) Pembelokan sungai secara tiba-tiba di
sungai Cibayawak
Berdasarkan pergerakan relatifnya, sesar
mendatar Cimulya mempunyai pergerakan
menganan (dextral).
III. Sesar Mendatar Dukuhbadag
Penamaan sesar mendatar Dukuhbadag
didasarkan tempat ditemukannya gejala
struktur sesar disekitar Desa Dukuhbadag
Sesar ini terdapat disebelah Timur daerah
penelitian, dengan panjang sesar mencapai
±10km. Indikasi-indikasi sesar geser jurus
yang dijumpai dilapangan adalah:
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 6
a) Terdapatnya longsoran pada T11di sungai
Cibayawak dengan arah N100ºE
b) Kedudukan batuan yang tidak teratur di
lokasi LP 97, LP 95 dan LP147.
c) Kelurusan sungai pada sungai Cikaracak
dan pembelokan sungai secara tiba-tiba di
sungai Cijangkelok
d) Breksiasi yang dijumpai pada T43 di sungai
Cijangkelok dengan arah umum 320º
e) Dijumpainya mata air pada LP 18
Berdasarkan pergerakan relatifnya, sesar
mendatar Dukuhbadag mempunyai pergerakan
menganan (dextral).
IV. Sesar Mendatar Sukadana
Penamaan sesar mendatar Sukadana
didasarkan tempat ditemukannya gejala
struktur sesar disekitar Desa Sukadana. Sesar
ini memanjang dari Desa Bantarpanjang
melewati Desa Sukadana sampai ke Desa
Sukasari, dengan panjang sesar mencapai
±8km. Indikasi-indikasi sesar geser jurus yang
dijumpai dilapangan adalah:
a) Ditemukanya longsoran pada T06 di dekat
Desa Bantarpanjang dengan arah N320ºE
dan T15 di dekat DesaTanjungkerta dengan
arah N130ºE
b) Dijumpai offset (pergeseran) dengan arah
N45°E pada batupasir selang-seling
batulempung pada LP83 di sungai
Cibarengkok dengan kedudukan N50ºE/72°
(foto 11)
c) Zona hancuran yang dijumpai pada LP123
didekat Randusari
Berdasarkan pergerakan relatifnya, sesar
mendatar Sukadana mempunyai pergerakan
mengiri (sinistral).
Keseluruhan struktur yang ada di daerah
penelitian terjadi dalam satu perioda tektonik,
yaitu pada kala Pliosen Akhir(N19) dengan
arah gaya utama Baratdaya – Timurlaut atau N
2150 E.
3. POTENSI GERAKAN TANAH
3.1. Pengertian Gerakan tanah
Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi
fenomena dinamis alam untuk mencapai
kondisi baru akibat gangguan keseimbangan
lereng yang terjadi, baik secara alamiah
maupun akibat ulah manusia. Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya longsoran
terbagi menjadi 2 yaitu:
Faktor internal :
a) Kondisi geologi, batuan dan tanah
b) Kelerengan
c) Hidrologi
d) Struktur geologi
Faktor eksternal :
a) Curah hujan
b) Tutupan lahan
c) Getaran gempa
d) Aktifitas manusia
Terdapat 37 lokasi gerakan tanah yang ada di
daerah penelitian, berdasarkan jenis
gerakannya dan material yang bergerak maka
gerakan tanah tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
A. Debris fall
Adalah jenis gerakan tanah yang bergerak
rotasi dengan gerakan yang cepat, jenis
materialnya yaitu berupa bahan rombakan
yang berbutir kasar berukuran pasir sampai
bongkah, terjadi disekitar tebing – tebing
sungai dan tebing – tebing perbukitan. Faktor
– faktor penyebab utama gerakan tanah jenis
ini adalah sudut lereng curam dan struktur
geologi, sedangkan faktor pendukung lainnya
berupa jenis batuan, kandungan air dan
kegempaan. Terdapat 10 Lokasi gerakan tanah
jenis Debris Fall yaitu T4, T7, T16, T19, T21,
T22, T23, T24, T31 dan T34.
Foto 1. longsoran pada T16 di tepi sungai
Cikaro
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 7
B. Debris Slide
Adalah jenis gerakan tanah yang bergerak
planar berupa longsoran yang membawa
material rombakan. Faktor – faktor penyebab
gerakan tanah jenis ini kandungan air,
pelapukan, sudut lereng, tutupan lahan, jenis
batuan dan struktur geologi. Faktor utama
pemicu gerakan tanah jenis ini adalah sudut
lereng, tingkat kandungan air dan pelapukan. Terdapat 7 Lokasi gerakan tanah jenis Debris
Slide yaitu T9, T18, T20, T27, T28, T32 dan
T35.
Foto 2. longsoran pada T35 di tepi sungai Ciangir
C. Earth Flow
Adalah jenis gerakan tanah yang melibatkan
bahan – bahan yang lepas dimana materialnya
terdiri dari tanah yang jenuh air yang bergerak
mengikuti lereng yang lebih landai akibat gaya
gravitasi. Faktor – faktor penyebab gerakan
tanah jenis ini adalah kandungan air,
pelapukan, tutupan lahan dan sudut lereng.
Faktor utama pemicu gerakan tanah jenis ini
adalah tingkat kandungan air yang tinggi dan
sudut lereng yang tidak begitu terjal. Terdapat
5 Lokasi gerakan tanah jenis Earth flow yaitu
T6, T8, T13, T15 dan T17.
D. Rock Fall
Adalah luncuran jatuh bebas dari block batuan
pada lereng-lereng yang sangat terjal. Faktor –
faktor penyebab gerakan tanah jenis ini adalah
kemiringan yang terjal, jenis batuan dan
struktur geologi. Faktor utama pemicu gerakan
tanah jenis ini adalah struktur geologi dan
gempa. Terdapat 6 Lokasi gerakan tanah jenis
Rock Fall yaitu T3, T11, T26, T29, T36 dan
T37.
Foto 4. longsoran pada T11 di tepi sungai
Cibayawak
E. Rock Slide
Adalah luncuran dari masa batuan melalui
bidang perlapisan, kekar, atau permukaan
patahan/sesar . Faktor – faktor penyebab
gerakan tanah jenis ini adalah kemiringan
lereng, struktur geologi dan pelapukan. Faktor
utama pemicu gerakan tanah jenis ini yaitu
adanya bidang glincir dan tingkat kandungan
air. Terdapat 3 Lokasi gerakan tanah jenis
Rock slide yaitu T05, T10 dan T14.
Foto 5. longsoran pada T14 di tepi anak
sungai Cikaro
Foto 3. longsoran pada T15 di tepi sungai Cikaro
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 8
F. Slump
Adalah nendatan atau luncuran ke bawah dari
satu atau beberapa bagian debris batuan,
umumnya membentuk gerakan rotasional.
Faktor – faktor penyebab gerakan tanah jenis
ini adalah, tingkat kandungan air, struktur
geologi, kemiringan lereng, tutupan lahan dan
pelapukan. Faktor utama pemicu gerakan
tanah jenis ini yaitu kemiringan lereng dan
tingkat kandungan air. Terdapat 6 Lokasi
gerakan tanah jenis Slump yaitu T1, T2, T12,
T25, T30 dan T33.
Foto 6. longsoran pada T12 di tepi sungai
Cibayawak
3.2. Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan perangkat
lunak SIG. Metode ini mengidentifikasi
wilayah rawan longsor dengan cara meng-
overlay beberapa peta, yaitu Peta Kemiringan
Lereng, Peta Satuan Batuan, Peta Buffering
struktur geologi, Peta tutupan Lahan dan Peta
densitas sungai.
Pembuatan peta-peta yang berkaitan dengan
gerakan tanah berisikan bobot dengan besaran
yang berbeda-beda tergantung pengaruhnya
terhadap gerakan tanah.
a) Peta kemiringan lereng dengan bobot 5
b) Peta satuan batuan dengan bobot 5
c) Peta buffering struktur dengan bobot 3
d) Peta tutupan lahan dengan bobot 4
e) Peta densitas sungai dengan bobot 4.
Disamping pemberian bobot, pada peta
tersebut diberikan skoring sesuai dengan
kecenderungan terhadap gerakan tanah.
a) sangat rendah = 1
b) rendah = 2
c) sedang = 3
d) tinggi = 4
e) sangat tinggi = 5
setelah pemerian skoring pada masing-masing
peta, nilai skoring tersebut dikalikan nilai
bobot peta maka dihasilkan nilai NKB (nilai
kali bobot). Nilai ini yang nantinya menjadi
acuan untuk pembuatan Peta Potensi Gerakan
Tanah.
Analisis Peta Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng pada daerah penelitian
dibagi menjadi 5 bagian (disadur dan di
sederhanakan dari Van Zuidam, 1985).
Kemiringan diperoleh dari data kontur, lalu
dengan menggunakan program slope maka
didapat daerah dengan kemiringan yang
berbeda-beda, semakin besar kemiringan
lereng maka nilai kemampuan akan semakin
besar. Pemerian bobot 5 pada kemiringan
lereng ini dikarenakan kelerengan sangat
berpengaruh terhadap gerakan tanah akibat
dari gaya gravitasi yang membuat masa tanah
dan batuan bergerak cenderung ke arah
vertikal. Namun dibeberapa tempat terdapat
longsoran yang terjadi pada daerah yang
landai, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan
faktor lain disamping kemiringan lereng.
Analisis Peta Satuan Batuan
Pembagian nilai kemampuan ini berdasarkan
karakter dari satuan. Satuan napal sisipan batu
pasir memiliki nilai kemampuan 4 karena
batuan tersebut mudah hancur bila di banding
satuan satuan batupasir selang-seling
batulempung sisipan breksi yang memiliki
nilai kemampuan 2, sedangkan nilai alluvial
paling rendah karena karakter endapan
tersebut yang biasanya berada di dataran,
namun dibeberapa tempat terdapat longsoran
pada satuan ini dikarenakan karakter satuan ini
yang bersifat lepas dan mudah menyerap air
sebagai pemberat. Pemerian bobot 5 pada
satuan batuan ini dikarenakan satuan batuan
adalah aspek penting pada gerakan tanah,
dimana karakter batuan menjadi pengendali
dalam gerakan tanah.
Analisis Peta Buffer Struktur Geologi
Berdasarkan peta geologi daerah penelitian
terdapat srtuktur perlipatan dan patahan,
struktur tersebut mempengaruhi kestabilan
wilayah pada daerah penelitian, semakin dekat
dengan zona struktur maka wilayah tersebut
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 9
semakin tidak stabil. Pemeria bobot 3 pada
struktur dikarenakan struktur itu sendiri
merupakan zona dan sebenarnya tersebar pada
daerah penelitian, namun terdapat struktur
utama yang sangat berpengaruh yang dapat di
petakan sehingga menjadi acuan untuk
buffering.
Analisis Peta Tutupan Lahan
Tutupan lahan daerah penelitian berupa
perkebunan, ladang, pemukiman dan sawah.
Nilai kemampuan pada peta ini di dasarkan
atas karakteristiknya seperti sawah memiliki
nilai besar dikarenakan area ini memiliki
kejenuhan air yang tinggi, sedangkan kebun
memiliki nilai yang rendah karena area ini
ditumbuhi pepohonan yang relatif besar dan
memiliki akar yang masuk jauh kedalam tanah
yang menjaga kestabilan wilayah agar tetap
baik, berbeda dengan ladang yang ditumbuhi
pepohonan yang relatif besar dan memiliki
akar yang masuk jauh kedalam tanah yang
menjaga kestabilan wilayah agar tetap baik,
berbeda dengan ladang yang ditumbuhi
tanaman yang relatif kecil dimana akarnya
hanya ada di permukaan saja. Pemukiman
diberi nilai rendah karena manusia mendirikan
bangunan dengan pondasi agar area
pemukiman stabil. Pemerian bobot 4 pada
tutupan lahan didasarkan pada pengaruh
tutupan lahan terhadap gerakan tanah sebagai
pengontrol rembesan air, pelapukan dan
penguat lereng.
Analisis Peta kerapatan Sungai
Kerapatan sungai dibedakan berdasarkan
panjang sungai per satuan luas (1km x 1km),
pembagianya yaitu jika panjang sungai lebih
dari 2,5 km maka termasuk densitas halus dan
memiliki nilai tinggi, jika panjang sungai
2,5km-1km termasuk densitas sedang dengan
nilai kemampuan sedang, sedangkan jika
panjang sungai < 1km maka termasuk densitas
kasar. Pemerian bobot 4 pada densitas sungai
dikarenakan sungai merupakan pengontrol
erosi dan rembesan air kedalam tanah dan
batuan.
Jenis analisis
Jenis informasi nilai
kemampuan bobot NKB
Sudut lereng
0° - 2° 1
5
5
2° - 4° 2 10
4° - 8° 3 15
8° - 16° 4 20
16° - 55° 5 25
Satuan batuan
alluvial 1
5
5
batupasir selang seling batu
lempung sisipan breksi 2 10
napal sisipan batupasir 4 20
Buffering struktur geologi
100 m 5
3
15
100m- 250m 4 12
250m- 400m 3 9
400m - 600m 2 6
>600m 1 3
Tutupan lahan
kebun 1
4
4
Ladang 3 12
pemukiman 2 8
Sawah 4 16
Densitas sungai
sedang 3 4
12
halus 5 20
Tabel 1. Nilai Potensi Dari Seluruh Kelas Informasi
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 10
3.3. Analisis Peta Potensi Gerakan Tanah
Peta potensi gerakan tanah merupakan hasil
akhir dari overlay peta-peta sebelumnya yang
mencangkup seluruh nilai yang ada pada peta-
peta tersebut. Pembagian area pada peta ini
didasarkan atas nilai NKB, berikut
perhitungannya
Daerah dengan potensi rendah
a. Sudut lereng 2° - 4° dengan NKB 10
b. Satuan endapan aluvial dengan NKB 5
c. Buffering struktur geologi 400m-600m
dengan NKB 6
d. Tutupan lahan pemukiman dengan NKB 8
e. Densitas sungai sedang dengan NKB 12
Total NKB adalah 41, dengan demikian area
pada peta potensi gerakan tanah dengan nilai
kurang dari 41 masuk dalam kategori potensial
rendah.
Daerah dengan potensi sedang
a. Sudut lereng 4° - 8° dengan NKB 15
b. Satuan batuan batupasir selang-seling
batulempung sisipan breksi dengan NKB
10
c. Buffering struktur geologi 250m-400m
dengan NKB 9
d. Tutupan lahan ladang dengan NKB 12
e. Densitas sungai sedang dengan NKB 12
Total NKB adalah 58, dengan demikian area
pada peta potensi gerakan tanah dengan nilai
kurang dari 58 dan lebih dari 41 masuk dalam
kategori potensial sedang.
Daerah dengan potensi tinggi
a. Sudut lereng 16° - 55° dengan NKB 25
b. Satuan batuan napal sisipan batupasir
dengan NKB 20
c. Buffering struktur geologi < 100 m dengan
NKB 15
d. Tutupan lahan sawah dengan NKB 16
e. Densitas sungai sedang dengan NKB 20
Total NKB adalah 96, dengan demikian area
pada peta potensi gerakan tanah dengan nilai
kurang dari 96 dan lebih dari 58 masuk dalam
kategori potensial tinggi.
Berdasarkan bukti di lapangan dengan jumlah
longsoran 37 titik, 90% yaitu 33 titik longsor
berada pada area potensi tinggi, dan 10% yaitu
4 titik longsor berada di area potensi sedang.
3.4. Penanggulangan Gerakan Tanah
Berikut ini beberapa saran untuk
mengantisipasi terjadinya tanah longsor :
a. Sistem drainase yang tepat pada lereng
Tujuan dari pengaturan sistem drainase adalah
untuk menghindari air hujan banyak meresap
masuk dan terkumpul pada lereng yang rawan
longsor. Dengan demikian perlu dibuat
drainase permukaan yang mengalirkan air
limpasan hujan menjauh dari lereng rawan
bencana longsor, dan drainase bawah
permukaan yang berfungsi untuk menguras
atau mengalirkan air hujan yang meresap
masuk ke lereng.
b. Sistem perkuatan lereng untuk
menambah gaya penahan gerakan tanah
pada lereng
Perkuatan kestabilan lereng dapat dilakukan,
dengan menggunakan salah satu atau
kombinasi dari beberapa konstruksi meliputi :
Tembok/Dinding Penahan; Angkor; Paku
Batuan (Rock Bolt ); Tiang Pancang; Jaring
Kawat Penahan Jatuhan Batuan; dan Bronjong.
c. Meminimalkan pembebanan pada lereng
Penetapan batas beban yang dapat diterapkan
dengan aman pada lereng perlu dilakukan
dengan menyelidiki struktur tanah/batuan pada
lereng, sifat-sifat keteknikan, serta melakukan
analisis kestabilan lereng dan daya dukung.
d. Memperkecil kemiringan lereng
Upaya memperkecil kemiringan lereng
dilakukan untuk meminimalkan pengaruh
gaya-gaya penggerak dan sekaligus
meningkatkan pengaruh gaya penahan gerakan
pada lereng.
e. Mengupas material gembur (yang tidak
stabil) pada lereng
Pengupasan material dapat memperkecil beban
pada lereng, yang berarti meminimalkan
besarnya gaya penggerak pada lereng, dan
efektif diterapkan pada lereng yang curam.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 11
f. Mengosongkan lereng dari kegiatan
manusia
Apabila gejala awal terjadinya gerakan
tanah/longsoran telah muncul, terutama pada
saat hujan lebat atau hujan tidak lebat tetapi
berlangsung terus menerus mulai pagi hingga
siang dan sore/malam, segera kosongkan
lereng dari kegiatan manusia.
g. Penanaman vegetasi dengan jenis dan
pola tanam yang tepat
Kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi dan
mengalami penggundulan hutan, dapat
diupayakan untuk ditanami kembali, dengan
jenis tanaman budidaya yang dapat bermanfaat
bagi masyarakat.
h. Perlu diterapkan sistem terasering dan
drainase yang tepat pada lereng
4. KESIMPULAN DAN DISKUSI
Kuningan, JawaBarat dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Geomorfologi daerah penelitian secara
morfogenesa dapat dikelompokan menjadi
3 (tiga) satuan geomorfologi, yaitu Satuan
Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan,
Dataran Lipat Patahan dan Satuan
Geomorfologi Dataran Aluvial Sungai.
Pola aliran sungaiyang berkembang di
daerah penelitian adalah rektangular yang
dikendalikan oleh struktur perlipatan dan
patahan. Adapun stadia sungai dan jentera
geomorfik berada dalam tahapan muda dan
dewasa.
2. Tatanan batuan yang terdapat di daerah
penelitian secara litostratigrafi dapat
dikelompokan menjadi 3 (tiga) satuan
stratigrafi, yaitu dari yang tertua hingga
termuda adalah satuan batuan Batunapal
sisipan Batupasir (Formasi Pemali) yang
diendapkan di lingkungan laut dangkal
pada kala Akhir Miosen Awal – Miosen
Tengah (N8 – N13). Selaras diatas satuan ini
yaitu pada kala Miosen Akhir (N14-N18)
diendapkan satuan batuan Batupasir selang-
seling Batulempung dan sisipan Breksi
pada lingkungan laut dalam dengan
mekanisme arus turbit pada facies Kipas
Tengah. Satuan termuda yang terdapat di
daerah penelitian berupa satuan Aluvial
Sungaiberumur Holosen dan tersusun dari
material lepas lempung hingga bongkah
dan dijumpai menutupi satuan-satuan
batuan yang lebih tua secara tidak selaras.
3. Struktur geologi yang berkembang di
daerah penelitian adalah struktur kekar,
lipatan dan patahan. Struktur kekar yang
dijumpai berupa kekar gerus (shear joint),
kekartarik (tensional joint) dan kekar tekan
(release joint). Struktur perlipatan berupa
antiklin Bantarpanjang,Margamukti,dan
Tanjungkerta, serta struktur sinklin Cimahi,
Cibeureum, dan Cimara. Struktur sesar
yang dijumpai adalah sesar anjak
Cibayawak dan sesar geser jurus Cimulya,
Dukuhbadag dan Sukadana. Keseluruhan
struktur yang ada di daerah penelitian
terjadi dalam satu perioda tektonik, yaitu
pada kala Pliosen Akhir(N19) dengan arah
gaya utama Baratdaya – Timurlaut atau N
2150 E.
PUSTAKA
1) Bemmelen, R.W. van, 1949, The Geology
of Indonesia, The Hague Martinus
Nijhoff, Vol. 1A, Netherlands.
2) Billings, Marlan P., 1960, Structural
Geology, Second Edition, Prentice – Hall
Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, 514
p.
3) Mulyawan, Iwan, 2011, Kajian Longsor
Kabupaten Kuningan . Diperoleh 10-26-
2013 dari
https://www.academia.edu/4273907/Kajia
n_Longsor_Kabupaten_Kuningan
4) Kadarisman, D.S, 1997, Pedoman
Praktikum Petrografi, Laboratorium
Petrografi, Program Studi Geologi,
Fakultas Teknik Universitas Pakuan,
Bogor.
5) Luthfi, Mustafa, 2010, Prinsip –
Prinsip Sedimentologi, Jurusan
Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Pakuan, Bogor.
6) Mark, P, 1957, Stratigraphic Lexicon of
Indonesia, Geological Research and
Development Center, Bandung.
7) Martodjojo, Soejono, 1984, Evolusi
Cegungan Bogor Jawa Barat, Fakultas
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 12
Pasca Sarjana, Institut Teknologi
Bandung.
8) Noor, Djauhari, 2010, Geomorfologi,
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.
9) Noor, Djauhari, 2010, Analisa Stratigrafi,
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.
10) Putro, R.D, 1996, Sandi Stratigrafi
Indonesia Edisi 1996, revisi SSI 1973,
Jakarta, IAGI.
11) Schuster dan Krizek, 1978, klasifikasi
longsoran Berdasarkan jenis gerakannya
dan material yang bergerak
12) Syahrulyati, Teti dan Karmadi, M. A,
1994, Pedoman Praktikum
Mikropaleontologi, Laboratorium
Mikropaleontologi, Jurusan Teknik
Geologi, Fakultas Teknik Universitas
Pakuan, Bogor.
13) Thornbury, William D., Principles of
Geomorphology, Second Edition, John
Willey and Sons Inc., New York, London,
Sydney, Toronto, 594 p.
Penulis
1) Adam Subrata, ST., Alumni (2014)
Program Studi Teknik Geologi,
FakultasTeknik Unversitas Pakuan.
2) Ir. Djauhari Noor , MSc., Dosen
Program Studi Teknik Geologi,
FakultasTeknik Unversitas Pakuan.
3) Ir. Denny Sukamto Kadarisman, MT.,
Dosen Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Pakuan.