adam subrata (055108012)(ok) (1)

13
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 1 GEOLOGI DAN ANALISIS GERAKAN TANAH DAERAH CIBEUREUM DAN SEKITARNYA KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN, PROPINSI JAWA BARAT Oleh Adam Subrata 1) , Djauhari Noor 2) dan Denny Sukamto Kadarisman 3) Abstrak Secara administratif daerah pemetaan mencakup daerah Cibeureum dan sekitarnya kecamatan Larangan dan Ketanggungan Cibingbin Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Dengan luas ± 77 2 . Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejarah geologi daerah penelitian yang mencakup sejarah perkembangan cekungan Sejarah perkembangan tektonik dan sejarah perkembangan bentangalam serta menganalisis potensi gerakan tanah pada daerah Cibeureum dan sekitarnya. Metoda penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, penelitian lapangan dan analisis studio dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS, yang keseluruhanya dituangkan dalam sebuah laporan tugas akhir. Secara geomorfologi memberikan kenampakkan bentang alam dalam 3 (tiga) satuan geomorfologi, yaitu : Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan, Satuan Geomorfologi Dataran Lipat Patahan dan Satuan Geomorfologi Dataran Alluvial. Sementara pola aliran sungai yang dijumpai dan berkembang adalah pola aliran sungai trelis dan rektangular dengan jentera geomorfik muda, dewasa dan tua. Tatanan batuan penyusun sejarah pengendapan daerah kajian dari tua ke muda di bagi menjadi 3 satuan batuan yakni ; Satuan Batuan Napal Sisipan Batupasir Formasi Pemali, Satuan Batuan Batupasir Selang-Seling Batulempung Sisipan Breksi Formasi Halang dan Endapan Alluvial. Satuan Napal Sisipan Batupasir Formasi Pemali (N8-N13), diendapkan pada lingkungan laut dangkal dan mempunyai hubungan startigrafi yang selaras dengan Satuan Batupasir Selang-Seling Batulempung Sisipan Breksi Formasi Halang (N14-N18) yang diendapkan pada laut dalam. Pada kala Resen, satuan alluvial sungai menutupi satuan satuan yang lebih tua yang tersingkap di daerah penelitian. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur kekar, lipatan dan patahan. Struktur kekar yang dijumpai berupa kekar gerus (shear joint), kekartarik (tensional joint) dan kekar tekan (release joint). Struktur perlipatan berupa antiklin Bantarpanjang, Margamukti, dan Tanjungkerta, serta struktur sinklin Cimahi, Cibeureum, dan Cimara. Struktur sesar yang dijumpai adalah sesar anjak Cibayawak dan sesar geser jurus Cimulya, Dukuhbadag dan Sukadana. Keseluruhan struktur yang ada di daerah penelitian terjadi dalam satu perioda tektonik, yaitu pada kala Pliosen Akhir(N 19 ) dengan arah gaya utama Baratdaya Timurlaut atau N 215 0 E. Jenis gerakan tanah yang terdapat di daerah penelitan berupa jatuhan rombakan, luncuran rombakan , aliran material tanah , jatuhan batuan, luncuran batuan dan nendatan. Hasil kajian potensi gerakantanah yang terdapat di daerah penelitian disebabkan oleh faktor internal berupa variasi jenis batuan, struktur geologi, kelerengan, kerapatan sungai, tutupan lahan serta faktor eksternal berupa curah hujan (hidrologi), seismisitas, dan aktifitas manusia. Berdasarkan hasil analisis dari faktor- faktor yang mempengaruhi gerakan tanah di daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 3 wilayah yang berpotensi terjadi gerakan tanah, yaitu wilayah dengan potensi longsoran tanah rendah, wilayah dengan potensi longsoran tanah sedang dan wilayah dengan potensi longsoran tanah tinggi. Kata-kata kunci : Cibeureum, Kuningan, Formasi Pemali, Formasi Halang, gerakan Tanah.

Upload: undip

Post on 18-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 1

GEOLOGI DAN ANALISIS GERAKAN TANAH DAERAH CIBEUREUM DAN

SEKITARNYA KECAMATAN CIBINGBIN KABUPATEN KUNINGAN,

PROPINSI JAWA BARAT

Oleh

Adam Subrata1)

, Djauhari Noor 2)

dan Denny Sukamto Kadarisman 3)

Abstrak

Secara administratif daerah pemetaan mencakup daerah Cibeureum dan sekitarnya kecamatan

Larangan dan Ketanggungan Cibingbin Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Dengan luas ±

77𝑘𝑚2. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejarah geologi daerah penelitian yang

mencakup sejarah perkembangan cekungan Sejarah perkembangan tektonik dan sejarah

perkembangan bentangalam serta menganalisis potensi gerakan tanah pada daerah Cibeureum dan

sekitarnya. Metoda penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, penelitian lapangan dan analisis

studio dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS, yang keseluruhanya dituangkan dalam sebuah

laporan tugas akhir.

Secara geomorfologi memberikan kenampakkan bentang alam dalam 3 (tiga) satuan geomorfologi,

yaitu : Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan, Satuan Geomorfologi Dataran Lipat Patahan

dan Satuan Geomorfologi Dataran Alluvial. Sementara pola aliran sungai yang dijumpai dan

berkembang adalah pola aliran sungai trelis dan rektangular dengan jentera geomorfik muda, dewasa

dan tua.

Tatanan batuan penyusun sejarah pengendapan daerah kajian dari tua ke muda di bagi menjadi 3

satuan batuan yakni ; Satuan Batuan Napal Sisipan Batupasir Formasi Pemali, Satuan Batuan

Batupasir Selang-Seling Batulempung Sisipan Breksi Formasi Halang dan Endapan Alluvial. Satuan

Napal Sisipan Batupasir Formasi Pemali (N8-N13), diendapkan pada lingkungan laut dangkal dan

mempunyai hubungan startigrafi yang selaras dengan Satuan Batupasir Selang-Seling Batulempung

Sisipan Breksi Formasi Halang (N14-N18) yang diendapkan pada laut dalam. Pada kala Resen, satuan

alluvial sungai menutupi satuan – satuan yang lebih tua yang tersingkap di daerah penelitian.

Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur kekar, lipatan dan patahan.

Struktur kekar yang dijumpai berupa kekar gerus (shear joint), kekartarik (tensional joint) dan kekar

tekan (release joint). Struktur perlipatan berupa antiklin Bantarpanjang, Margamukti, dan

Tanjungkerta, serta struktur sinklin Cimahi, Cibeureum, dan Cimara. Struktur sesar yang dijumpai

adalah sesar anjak Cibayawak dan sesar geser jurus Cimulya, Dukuhbadag dan Sukadana.

Keseluruhan struktur yang ada di daerah penelitian terjadi dalam satu perioda tektonik, yaitu pada

kala Pliosen Akhir(N19) dengan arah gaya utama Baratdaya – Timurlaut atau N 2150 E.

Jenis gerakan tanah yang terdapat di daerah penelitan berupa jatuhan rombakan, luncuran rombakan ,

aliran material tanah , jatuhan batuan, luncuran batuan dan nendatan. Hasil kajian potensi

gerakantanah yang terdapat di daerah penelitian disebabkan oleh faktor internal berupa variasi jenis

batuan, struktur geologi, kelerengan, kerapatan sungai, tutupan lahan serta faktor eksternal berupa

curah hujan (hidrologi), seismisitas, dan aktifitas manusia. Berdasarkan hasil analisis dari faktor-

faktor yang mempengaruhi gerakan tanah di daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 3 wilayah

yang berpotensi terjadi gerakan tanah, yaitu wilayah dengan potensi longsoran tanah rendah, wilayah

dengan potensi longsoran tanah sedang dan wilayah dengan potensi longsoran tanah tinggi.

Kata-kata kunci : Cibeureum, Kuningan, Formasi Pemali, Formasi Halang, gerakan Tanah.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 2

1. UMUM

Melihat dari sejarah sedimentasi dan akibat

dari proses tektonik yang terjadi pada daerah

Cibeureum dan sekitarnya Kecamatan

Cibingbin Kabupaten Kuningan dengan

kawasan berupa perbukitan yang berada pada

Zona Antiklinorium Bogor dirasakan cukup

menarik untuk dilakukan penelitian mengenai

geologi dan analisis gerakan tanah. Daerah

penelitian dapat dicapai dengan menggunakan

roda empat dari Bogor menuju Kuningan

dengan jarak tempuh ±6 jam.

2. KONDISI GEOLOGI

2.1. Geomorfologi

Berdasakan letak dan ciri-ciri dari pembagian

fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949),

maka daerah penelitian termasuk ke dalam

Zona Antiklinorium Bogor.

Gambar 1. Fisiografi Jawa Barat

Morfologi daerah penelitian berupa

perbukitan, lembah dan dataran (Thornbury

W.D, 1969) yang meliputi aspek struktur,

proses dan tahapan maka geomorfologi daerah

penelitian dikelompokan menjadi 3 (tiga)

satuan Geomorfologi yaitu:

A.Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat

Patahan.

Satuan ini berbentuk punggungan punggungan

bukit dan lembah yang berarah Baratlaut–

Tenggara dan berada pada ketinggian antara

100 – 500 mdpl serta mempperlihatkan relief

landai, bergelombang hingga sangat curam,

terdapat gawir-gawir yang merupakan bentuk

hasil dari struktur lipatan dan patahan dengan

Kelerengan berkisar antara 7% - 100% (Van

Zuidam,1985), stadia geomorfik satuan ini

digolongkan dalam stadia dewasa. Penyebaran

satuan ini mencakup 71,4% dari luas daerah

penelitian tersebar mulai di Desa Cimahi, Desa

Gunungsari, Desa Cimulya dan Desa

Margamukti, Desa Randusari yang terletak

pada bagian Utara, Desa Cibeureum dan Desa

Sumurwiru di tengah serta Desa Ciangir di

daerah Selatan penelitian.

B.Satuan Geomorfologi Dataran Lipat

Patahan.

Satuan Geomorfologi ini memperlihatkan

relief datar sampai landai dan berada pada

ketinggian antara 50 – 125 mdpl dengan

kelerengan berkisar antara 2% - 7% namun

dikontrol oleh pola struktur lipatan dan

patahan dengan penyebaran mencakup 9%

dari luas daerah penelitian. Proses erosi pada

satuan ini berada pada tahap lanjut sehingga

membuat satuan ini yang pada awalnya

berbentuk bukit kini menjadi dataran dengan

demikian jentera geomorfik pada satuan

dataran lipat patahan masuk dalam tahapan

tua.

C. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial

Satuan geomorfologi dataran aluvial ini

menempati sekitar +11.6% dari luas daerah

penelitian. Keberadaan dataran aluvial

dikarenakan wilayah yang datar yaitu dengan

persen kemiringan < 5% sehingga menjadi

tempat akumulasi pasokan sedimen yang

berukuran lempung, pasir, krikil, krakal hingga

bongkah di sekitar sungai. Satuan

Geomorfologi ini berada interval kontur ±50-

100 mdpl. Dataran aluvial ini berada di tengah

sampai Timur peta Geomorfo, memanjang

dengan arah Baratdaya-Timurlaut yaitu

mengikuti Sungai Cikaro dan Sungai

Cijalengkok.

2.2 Stratigrafi

Stratigrafi regional Jawa Barat bagian timur

menurut Soejono Martodjojo (1984) mulai dari

yang tertua adalah Formasi Pemali dengan

lingkungan pengendapan laut dangkal,

Formasi Halang di lingkungan laut dalam,

Formasi Cinambo di lingkungan laut dalam,

Formasi Cantayan di lingkungan laut dalam,

Formasi Subang di lingkungan laut dangkal,

Formasi Kaliwangu di lingkungan transisi,

Formasi Citalang di lingkungan darat, Formasi

Gunung Api Kuarter di lingkungan darat dan

aluvial di lingkungan darat.

Daerah penelitian

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 3

Tabel 1. Kolom Stratigrafi Regional menurut

Martojoyo

Stratigrafi Daerah Penelitian terdiri atas 3

(tiga) satuan batuan, di mulai dari tua ke muda

yaitu sebagai berikut :

A. Satuan Napal sisipan Batupasir Formasi

Pemali

Satuan Napal sisipan Batupasir ini tersingkap

di bagian utara yaitu di Sungai Cibayawak,

dengan penyebaran 5% dari luas daerah

penelitian .

Kondisi singkapan kurang baik karena dalam

zona hancuran dan sulit ditemukan perlapisan

karena pada umumnya batuan ini masif dan

Batupasir pada satuan ini hanya tersingkap di

satu lokasi pengamatan saja.

Secara megaskopis Napal memiliki ciri

berwarna abu-abu, tekstur masif, komposisi

mineral tersusun dari mineral lempung dengan

karbonatan 40% serta kekerasan sedang.

Sedangkan Batupasir berwarna abu-abu terang

ukuran butir pasir sedang bentuk butir

menyudut tanggung hingga membulat

tanggung, terpilah sedang, kemas tertutup.

Berdasarkan analisis petrografi maka nama

batuannya yaitu Arkosik Wecke (Gilbert,

1954).

Arah jurus lapisan batuanya N106°E dengan

kemiringan 41º yang didapat dari sisipan

batupasir. Berdasarkan rekonstruksi

penampang geologi, ketebalan dari satuan ini

diperkirakan adalah > 400 meter. Umur satuan

batuan ini diperkirakan pada N8 – N14 atau

pada kala Miosen Tengah dengan kisaran

lingkungan pengendapan pada Neritik Tengah

yaitu 30 – 100 m.

B. Satuan Batupasir selang-seling

Batulempung sisipan Breksi

Selaras diatas satuan napal sisipan batupasir

diendapkan satuan batupasir selang-seling

batulempung sisipan breksi. Satuan batuan ini

tersingkap hampir di seluruh daerah penelitian

dengan luas 83% dari luas daerah penelitian

secara umum, kondisi singkapan segar dengan

perlapisan yang mudah diukur. Struktur

sedimen yang dijumpai berupa paralel

laminasi, convolute dan graded bedding.

Satuan Batupasir ini terdiri dari perselingan

antara batupasir selang – seling batulempung

dengan sisipan breksi. Di bagian bawah di

dominasi oleh batu pasir selang-seling

lempung dengan dominasi pasir lalu di atasnya

terdapat batupasir masif menipis ke atas

batuan tersebut di endapkan batu pasir selang

seling lempung dengan dominasi batulempung

dan semakin ke atas terdapat batu breksi masif.

Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat dua

kali proses pengendapan dengan mekanisme

turbidit.

Secara megaskopis batupasir pada satuan

memiliki ciri berwarna abu-abu terang, dengan

ukuran butir pasir sedang, bentuk butir

membulat tanggung, pemilahan baik dengan

kemas tertutup, karbonatan. Batulempung

dengan ciri berwarna abu-abu, bersifat

karbonatan dan Breksi berwarna abu-abu

kehitaman, masif, dengan masa dasar pasir

halus - sedang , ukuran fragmen berkisar

antara 2- 40 cm berupa fragmen batuan beku

endesit, bentuk butir menyudut tanggung,

kemas terbuka, pemilahan buruk, semen

karbonat. .Kedudukan satuan batuan ini

berarah relatif Baratlaut-Tenggara dengan

kemiringan lapisan batuannya yang bervariasi

berkisar antara 6o sampai 88

o.

Berdasarkan analisis petrografi nama sayatan

batuan pasir ini adalah Chiefly Volcanic

Wecke(Gilbert, 1954). Umur satuan batuan ini

diperkirakan pada kala Miosen Akhir yaitu

pada N14 – N18. Adapun kisaran lingkungan

pengendapan dengan mekanisme turbidit pada

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 4

suatu sistem lingkungan Kipas Laut dalam.

Ketebalan yang diperoleh berdasarkan hasil

pengukuran pada penampang geologi

diperoleh ketebalan diatas 1745 meter.

C. Satuan Endapan Alluvial

Penyebaran satuan ini kurang lebih 12 % dari

seluruh luas daerah penelitian, menyebar di

sepanjang sungai utama daerah penelitian

yaitu Sungai Cikaro, dan Sungai Cijangkelok.

Satuan alluvial ini menempati Satuan

Geomorfologi Dataran Aluvial. Ketebalan

dari satuan ini dari 0,5 meter hingga 3 meter

di daerah penelitian, merupakan hasil dari

rombakan batuan sebelumnya. Endapan ini di

daerah penelitian merupakan material lepas

berukuran lempung, pasir, kerikil, kerakal,

berangkal sampai bongkah, dengan bentuk

membulat tanggung sampai membulat, dan

komposisinya terdiri dari batuan beku dan

batupasir. Endapan alluvial sungai ini

menutupi satuan batuan yang ada dibawahnya

berupa bidang erosi.

Tabel 2. Stratigrafi daerah penelitian

2.3 Struktur Geologi

Struktur Regional menurut “Pulunggono dan

Martojoyo (1949)”, di Pulau Jawa dikenal ada

tiga pola struktur dominan, antara lain Pola

Meratus, Pola Sunda dan Pola Jawa. Ketiga

pola tersebut terbentuk pada waktu yang

berbeda dan menghasilkan kondisi tektoni k

yang berbeda pula.

Gambar 2. Struktur Regional Pulau Jawa

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di

daerah penelitian dijumpai struktur geologi

berupa kekar, perlipatan dan sesar.

A. Struktur kekar

Kekar yang di dapat pada daerah penelitian

yaitu Kekar gerus yang mempunyai arah

umum Utara-Selatan dan Timur-Barat, kekar

gash/tension dengan arah umum Timurlaut-

Baratdaya dan kekar release dengan arah

umum Baratlaut- Tenggara.

B. Struktur lipatan

I. Antiklin Bantarpanjang

Antiklin ini melewati daerah Bantarpanjang

yang terletak dibagian Timurlaut daerah

penelitian, arah sumbu hampir Baratlaut-

Tenggara dengan panjang sumbu ± 1 Km.

Dimana kedudukan lapisan pada sayap

Timurlaut N220oE/68º dan sayap bagian

Baratdaya N112°E/75° Struktur Antiklin

Bantarpanjang dapat diklasifikasikan sebagai

Antiklin Asimetri.

II. Sinklin Cimahi

Sinklin ini berada di Utara daerah penelitian

memanjang dari Desa Cimahi melewati Desa

Gunung sari sampai Desa sukamaju dengan

panjang sekitar 9 km. Dimana kemiringan

lapisan pada sayap Timurlaut 14°-60° dengan

arah jurusnya N128ºE-106ºE (hampir

Baratlaut-Tenggara) sedangkan pada sayap

bagian Baratdaya14°-65° dengan arah

jurusnya N272ºE-N284ºE. Struktur sinklin

Cimahi dapat diklasifikasikan sebagai Sinklin

Simetri.

III. Antiklin Margamukti

Antiklin ini dinamakan Antiklin Margamukti

karena sumbu antiklinnya melalui desa

Margamukti memanjang dari Baratlaut ke

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 5

Tenggara sepanjang ± 9,3 Km hingga desa

Sindangjawa. Pada sayap bagian Timurlaut

kemiringannya berkisar 23o-64

odan jurus

lapisannya berkisar antara N286oE – N326

oE,

sedangkan sayap bagian Baratdaya

kemiringannya sekitar 25o – 66

o dan jurusnya

berkisar antara N103oE – N130

oE.

Berdasarkan perbedaan kemiringan yang

hampir sama pada kedua sayapnya maka

antiklin ini diklasifikasikan sebagai Antiklin

Simetri.

I. Sinklin Cibeureum

Sinklin ini berada di tengah daerah penelitian

memanjang dari desa Cileuya melewati Desa

Cibeureum hingga Desa Cipondok dengan

panjang 9,3Km. Dimana arah kemiringan

lapisan pada sayap Timurlaut kemiringannya

250 – 68

0dan arah jurus antara N98

oE - N117

oE

sedangkan pada sayap bagian Baratdaya

kemiringannya sekitar 24o – 83

odan arah jurus

berkisar antara N298oE – N318

oE. Struktur

sinklin Cibeureum dapat diklasifikasikan

sebagai Sinklin Simetri.

II. Antiklin Tanjungkerta

Antiklin ini dinamakan Antiklin Tanjungkerta

karena sumbu antiklinnya melalui desa

Tanjungkerta, memanjang di Selatan daerah

penelitian memanjang dari Desa Tanjungkerta

hingga Desa Ciangir dengan panjang ± 7 Km..

Pada sayap bagian Timurlaut kemiringannya

berkisar 24o-50

odan jurus lapisannya berkisar

antara N280oE – N298

oE, sedangkan sayap

bagian Baratdaya memiliki kemiringan 20o –

56o dan jurusnya berkisar antara N103

oE –

N128oE. Berdasarkan konstruksi penampang,

antiklin ini diklasifikasikan sebagai Antiklin

Asimetri.

III. Sinklin Cimara

Sinklin Cimara terletak di Baratlaut daerah

penelitian dekat dengan Desa Cimara dengan

panjang sumbu sekitar 2,6 Km. Dimana arah

kemiringan lapisan pada sayap Timurlaut

sekitar 320-70

0dan arah jurus antara N98

oE-

N118oE sedangkan pada sayap bagian

Baratdaya kemiringannya 85° dengan jurus

N311oE. Berdasarkan kemiringan serta

rekonstruksi penampang Struktur sinklin

Cimara diklasifikasikan sebagai Sinklin

Asimetri.

C. Struktur Sesar

I. Sesar Naik Cibayawak

Penamaan sesar naik Cibayawak dikarenakan

sesar ini terletak di Sungai Cibayawak

yangada di sebelah Utara daerah penelitian.

Arah sesar ini memanjang dari Baratlaut-

Tenggara searah dengan pola lipatan yang ada

di daerah penelitian. Adapun indikasi adanya

sesar naik Cibayawak di lapangan adalah:

a) Adanya ketidak selarasan yaitu batuan

yang lebih muda(formasi halang) berada

di bawah batuan yang lebih tua (formasi

pemali)

b) Milonit pada batulempung yang dijumpai

pada LP73 dengan arah N140°E

c) Longsoran yang dijumpai pada T04

dengan arah N230°E

d) Zona hancuran padabatulempung yang

dijumpai di LP110 dengan arah N120°E

e) Gores garis pada batulempung di LP60

dengan kedudukan N320°E/86, pitch 87°,

plunge 85°, N 46°E

II. Sesar Mendatar Cimulya

Penamaan sesar mendatar Cimulya

dikarenakan indikasi sesar ini berada disekitar

desa Cimulya, pada peta geologi sesar ini

terletak di Utara daerah penelitiaan

memanjang sekitar 3,4 km dengan arah hampir

Utara Selatan. Gejala struktur geologi yang

mengindikasikan sesar mendatar dilapangan

adalah:

a) Longsoran yang dijumpai pada T05 di

sungai Cibayawak dengan arah N80°E

b) Gores garis pada batulempung yang

dijumpai pada T45 dengan kedudukan

N355°E/87, pitch 2°, plunge 3°, N 177°E

c) Breksiasi yang dijumpai pada T44 di anak

sungai Cibayawak dengan arah umum

N10°E

d) Pembelokan sungai secara tiba-tiba di

sungai Cibayawak

Berdasarkan pergerakan relatifnya, sesar

mendatar Cimulya mempunyai pergerakan

menganan (dextral).

III. Sesar Mendatar Dukuhbadag

Penamaan sesar mendatar Dukuhbadag

didasarkan tempat ditemukannya gejala

struktur sesar disekitar Desa Dukuhbadag

Sesar ini terdapat disebelah Timur daerah

penelitian, dengan panjang sesar mencapai

±10km. Indikasi-indikasi sesar geser jurus

yang dijumpai dilapangan adalah:

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 6

a) Terdapatnya longsoran pada T11di sungai

Cibayawak dengan arah N100ºE

b) Kedudukan batuan yang tidak teratur di

lokasi LP 97, LP 95 dan LP147.

c) Kelurusan sungai pada sungai Cikaracak

dan pembelokan sungai secara tiba-tiba di

sungai Cijangkelok

d) Breksiasi yang dijumpai pada T43 di sungai

Cijangkelok dengan arah umum 320º

e) Dijumpainya mata air pada LP 18

Berdasarkan pergerakan relatifnya, sesar

mendatar Dukuhbadag mempunyai pergerakan

menganan (dextral).

IV. Sesar Mendatar Sukadana

Penamaan sesar mendatar Sukadana

didasarkan tempat ditemukannya gejala

struktur sesar disekitar Desa Sukadana. Sesar

ini memanjang dari Desa Bantarpanjang

melewati Desa Sukadana sampai ke Desa

Sukasari, dengan panjang sesar mencapai

±8km. Indikasi-indikasi sesar geser jurus yang

dijumpai dilapangan adalah:

a) Ditemukanya longsoran pada T06 di dekat

Desa Bantarpanjang dengan arah N320ºE

dan T15 di dekat DesaTanjungkerta dengan

arah N130ºE

b) Dijumpai offset (pergeseran) dengan arah

N45°E pada batupasir selang-seling

batulempung pada LP83 di sungai

Cibarengkok dengan kedudukan N50ºE/72°

(foto 11)

c) Zona hancuran yang dijumpai pada LP123

didekat Randusari

Berdasarkan pergerakan relatifnya, sesar

mendatar Sukadana mempunyai pergerakan

mengiri (sinistral).

Keseluruhan struktur yang ada di daerah

penelitian terjadi dalam satu perioda tektonik,

yaitu pada kala Pliosen Akhir(N19) dengan

arah gaya utama Baratdaya – Timurlaut atau N

2150 E.

3. POTENSI GERAKAN TANAH

3.1. Pengertian Gerakan tanah

Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi

fenomena dinamis alam untuk mencapai

kondisi baru akibat gangguan keseimbangan

lereng yang terjadi, baik secara alamiah

maupun akibat ulah manusia. Faktor-faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya longsoran

terbagi menjadi 2 yaitu:

Faktor internal :

a) Kondisi geologi, batuan dan tanah

b) Kelerengan

c) Hidrologi

d) Struktur geologi

Faktor eksternal :

a) Curah hujan

b) Tutupan lahan

c) Getaran gempa

d) Aktifitas manusia

Terdapat 37 lokasi gerakan tanah yang ada di

daerah penelitian, berdasarkan jenis

gerakannya dan material yang bergerak maka

gerakan tanah tersebut dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

A. Debris fall

Adalah jenis gerakan tanah yang bergerak

rotasi dengan gerakan yang cepat, jenis

materialnya yaitu berupa bahan rombakan

yang berbutir kasar berukuran pasir sampai

bongkah, terjadi disekitar tebing – tebing

sungai dan tebing – tebing perbukitan. Faktor

– faktor penyebab utama gerakan tanah jenis

ini adalah sudut lereng curam dan struktur

geologi, sedangkan faktor pendukung lainnya

berupa jenis batuan, kandungan air dan

kegempaan. Terdapat 10 Lokasi gerakan tanah

jenis Debris Fall yaitu T4, T7, T16, T19, T21,

T22, T23, T24, T31 dan T34.

Foto 1. longsoran pada T16 di tepi sungai

Cikaro

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 7

B. Debris Slide

Adalah jenis gerakan tanah yang bergerak

planar berupa longsoran yang membawa

material rombakan. Faktor – faktor penyebab

gerakan tanah jenis ini kandungan air,

pelapukan, sudut lereng, tutupan lahan, jenis

batuan dan struktur geologi. Faktor utama

pemicu gerakan tanah jenis ini adalah sudut

lereng, tingkat kandungan air dan pelapukan. Terdapat 7 Lokasi gerakan tanah jenis Debris

Slide yaitu T9, T18, T20, T27, T28, T32 dan

T35.

Foto 2. longsoran pada T35 di tepi sungai Ciangir

C. Earth Flow

Adalah jenis gerakan tanah yang melibatkan

bahan – bahan yang lepas dimana materialnya

terdiri dari tanah yang jenuh air yang bergerak

mengikuti lereng yang lebih landai akibat gaya

gravitasi. Faktor – faktor penyebab gerakan

tanah jenis ini adalah kandungan air,

pelapukan, tutupan lahan dan sudut lereng.

Faktor utama pemicu gerakan tanah jenis ini

adalah tingkat kandungan air yang tinggi dan

sudut lereng yang tidak begitu terjal. Terdapat

5 Lokasi gerakan tanah jenis Earth flow yaitu

T6, T8, T13, T15 dan T17.

D. Rock Fall

Adalah luncuran jatuh bebas dari block batuan

pada lereng-lereng yang sangat terjal. Faktor –

faktor penyebab gerakan tanah jenis ini adalah

kemiringan yang terjal, jenis batuan dan

struktur geologi. Faktor utama pemicu gerakan

tanah jenis ini adalah struktur geologi dan

gempa. Terdapat 6 Lokasi gerakan tanah jenis

Rock Fall yaitu T3, T11, T26, T29, T36 dan

T37.

Foto 4. longsoran pada T11 di tepi sungai

Cibayawak

E. Rock Slide

Adalah luncuran dari masa batuan melalui

bidang perlapisan, kekar, atau permukaan

patahan/sesar . Faktor – faktor penyebab

gerakan tanah jenis ini adalah kemiringan

lereng, struktur geologi dan pelapukan. Faktor

utama pemicu gerakan tanah jenis ini yaitu

adanya bidang glincir dan tingkat kandungan

air. Terdapat 3 Lokasi gerakan tanah jenis

Rock slide yaitu T05, T10 dan T14.

Foto 5. longsoran pada T14 di tepi anak

sungai Cikaro

Foto 3. longsoran pada T15 di tepi sungai Cikaro

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 8

F. Slump

Adalah nendatan atau luncuran ke bawah dari

satu atau beberapa bagian debris batuan,

umumnya membentuk gerakan rotasional.

Faktor – faktor penyebab gerakan tanah jenis

ini adalah, tingkat kandungan air, struktur

geologi, kemiringan lereng, tutupan lahan dan

pelapukan. Faktor utama pemicu gerakan

tanah jenis ini yaitu kemiringan lereng dan

tingkat kandungan air. Terdapat 6 Lokasi

gerakan tanah jenis Slump yaitu T1, T2, T12,

T25, T30 dan T33.

Foto 6. longsoran pada T12 di tepi sungai

Cibayawak

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan perangkat

lunak SIG. Metode ini mengidentifikasi

wilayah rawan longsor dengan cara meng-

overlay beberapa peta, yaitu Peta Kemiringan

Lereng, Peta Satuan Batuan, Peta Buffering

struktur geologi, Peta tutupan Lahan dan Peta

densitas sungai.

Pembuatan peta-peta yang berkaitan dengan

gerakan tanah berisikan bobot dengan besaran

yang berbeda-beda tergantung pengaruhnya

terhadap gerakan tanah.

a) Peta kemiringan lereng dengan bobot 5

b) Peta satuan batuan dengan bobot 5

c) Peta buffering struktur dengan bobot 3

d) Peta tutupan lahan dengan bobot 4

e) Peta densitas sungai dengan bobot 4.

Disamping pemberian bobot, pada peta

tersebut diberikan skoring sesuai dengan

kecenderungan terhadap gerakan tanah.

a) sangat rendah = 1

b) rendah = 2

c) sedang = 3

d) tinggi = 4

e) sangat tinggi = 5

setelah pemerian skoring pada masing-masing

peta, nilai skoring tersebut dikalikan nilai

bobot peta maka dihasilkan nilai NKB (nilai

kali bobot). Nilai ini yang nantinya menjadi

acuan untuk pembuatan Peta Potensi Gerakan

Tanah.

Analisis Peta Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng pada daerah penelitian

dibagi menjadi 5 bagian (disadur dan di

sederhanakan dari Van Zuidam, 1985).

Kemiringan diperoleh dari data kontur, lalu

dengan menggunakan program slope maka

didapat daerah dengan kemiringan yang

berbeda-beda, semakin besar kemiringan

lereng maka nilai kemampuan akan semakin

besar. Pemerian bobot 5 pada kemiringan

lereng ini dikarenakan kelerengan sangat

berpengaruh terhadap gerakan tanah akibat

dari gaya gravitasi yang membuat masa tanah

dan batuan bergerak cenderung ke arah

vertikal. Namun dibeberapa tempat terdapat

longsoran yang terjadi pada daerah yang

landai, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan

faktor lain disamping kemiringan lereng.

Analisis Peta Satuan Batuan

Pembagian nilai kemampuan ini berdasarkan

karakter dari satuan. Satuan napal sisipan batu

pasir memiliki nilai kemampuan 4 karena

batuan tersebut mudah hancur bila di banding

satuan satuan batupasir selang-seling

batulempung sisipan breksi yang memiliki

nilai kemampuan 2, sedangkan nilai alluvial

paling rendah karena karakter endapan

tersebut yang biasanya berada di dataran,

namun dibeberapa tempat terdapat longsoran

pada satuan ini dikarenakan karakter satuan ini

yang bersifat lepas dan mudah menyerap air

sebagai pemberat. Pemerian bobot 5 pada

satuan batuan ini dikarenakan satuan batuan

adalah aspek penting pada gerakan tanah,

dimana karakter batuan menjadi pengendali

dalam gerakan tanah.

Analisis Peta Buffer Struktur Geologi

Berdasarkan peta geologi daerah penelitian

terdapat srtuktur perlipatan dan patahan,

struktur tersebut mempengaruhi kestabilan

wilayah pada daerah penelitian, semakin dekat

dengan zona struktur maka wilayah tersebut

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 9

semakin tidak stabil. Pemeria bobot 3 pada

struktur dikarenakan struktur itu sendiri

merupakan zona dan sebenarnya tersebar pada

daerah penelitian, namun terdapat struktur

utama yang sangat berpengaruh yang dapat di

petakan sehingga menjadi acuan untuk

buffering.

Analisis Peta Tutupan Lahan

Tutupan lahan daerah penelitian berupa

perkebunan, ladang, pemukiman dan sawah.

Nilai kemampuan pada peta ini di dasarkan

atas karakteristiknya seperti sawah memiliki

nilai besar dikarenakan area ini memiliki

kejenuhan air yang tinggi, sedangkan kebun

memiliki nilai yang rendah karena area ini

ditumbuhi pepohonan yang relatif besar dan

memiliki akar yang masuk jauh kedalam tanah

yang menjaga kestabilan wilayah agar tetap

baik, berbeda dengan ladang yang ditumbuhi

pepohonan yang relatif besar dan memiliki

akar yang masuk jauh kedalam tanah yang

menjaga kestabilan wilayah agar tetap baik,

berbeda dengan ladang yang ditumbuhi

tanaman yang relatif kecil dimana akarnya

hanya ada di permukaan saja. Pemukiman

diberi nilai rendah karena manusia mendirikan

bangunan dengan pondasi agar area

pemukiman stabil. Pemerian bobot 4 pada

tutupan lahan didasarkan pada pengaruh

tutupan lahan terhadap gerakan tanah sebagai

pengontrol rembesan air, pelapukan dan

penguat lereng.

Analisis Peta kerapatan Sungai

Kerapatan sungai dibedakan berdasarkan

panjang sungai per satuan luas (1km x 1km),

pembagianya yaitu jika panjang sungai lebih

dari 2,5 km maka termasuk densitas halus dan

memiliki nilai tinggi, jika panjang sungai

2,5km-1km termasuk densitas sedang dengan

nilai kemampuan sedang, sedangkan jika

panjang sungai < 1km maka termasuk densitas

kasar. Pemerian bobot 4 pada densitas sungai

dikarenakan sungai merupakan pengontrol

erosi dan rembesan air kedalam tanah dan

batuan.

Jenis analisis

Jenis informasi nilai

kemampuan bobot NKB

Sudut lereng

0° - 2° 1

5

5

2° - 4° 2 10

4° - 8° 3 15

8° - 16° 4 20

16° - 55° 5 25

Satuan batuan

alluvial 1

5

5

batupasir selang seling batu

lempung sisipan breksi 2 10

napal sisipan batupasir 4 20

Buffering struktur geologi

100 m 5

3

15

100m- 250m 4 12

250m- 400m 3 9

400m - 600m 2 6

>600m 1 3

Tutupan lahan

kebun 1

4

4

Ladang 3 12

pemukiman 2 8

Sawah 4 16

Densitas sungai

sedang 3 4

12

halus 5 20

Tabel 1. Nilai Potensi Dari Seluruh Kelas Informasi

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 10

3.3. Analisis Peta Potensi Gerakan Tanah

Peta potensi gerakan tanah merupakan hasil

akhir dari overlay peta-peta sebelumnya yang

mencangkup seluruh nilai yang ada pada peta-

peta tersebut. Pembagian area pada peta ini

didasarkan atas nilai NKB, berikut

perhitungannya

Daerah dengan potensi rendah

a. Sudut lereng 2° - 4° dengan NKB 10

b. Satuan endapan aluvial dengan NKB 5

c. Buffering struktur geologi 400m-600m

dengan NKB 6

d. Tutupan lahan pemukiman dengan NKB 8

e. Densitas sungai sedang dengan NKB 12

Total NKB adalah 41, dengan demikian area

pada peta potensi gerakan tanah dengan nilai

kurang dari 41 masuk dalam kategori potensial

rendah.

Daerah dengan potensi sedang

a. Sudut lereng 4° - 8° dengan NKB 15

b. Satuan batuan batupasir selang-seling

batulempung sisipan breksi dengan NKB

10

c. Buffering struktur geologi 250m-400m

dengan NKB 9

d. Tutupan lahan ladang dengan NKB 12

e. Densitas sungai sedang dengan NKB 12

Total NKB adalah 58, dengan demikian area

pada peta potensi gerakan tanah dengan nilai

kurang dari 58 dan lebih dari 41 masuk dalam

kategori potensial sedang.

Daerah dengan potensi tinggi

a. Sudut lereng 16° - 55° dengan NKB 25

b. Satuan batuan napal sisipan batupasir

dengan NKB 20

c. Buffering struktur geologi < 100 m dengan

NKB 15

d. Tutupan lahan sawah dengan NKB 16

e. Densitas sungai sedang dengan NKB 20

Total NKB adalah 96, dengan demikian area

pada peta potensi gerakan tanah dengan nilai

kurang dari 96 dan lebih dari 58 masuk dalam

kategori potensial tinggi.

Berdasarkan bukti di lapangan dengan jumlah

longsoran 37 titik, 90% yaitu 33 titik longsor

berada pada area potensi tinggi, dan 10% yaitu

4 titik longsor berada di area potensi sedang.

3.4. Penanggulangan Gerakan Tanah

Berikut ini beberapa saran untuk

mengantisipasi terjadinya tanah longsor :

a. Sistem drainase yang tepat pada lereng

Tujuan dari pengaturan sistem drainase adalah

untuk menghindari air hujan banyak meresap

masuk dan terkumpul pada lereng yang rawan

longsor. Dengan demikian perlu dibuat

drainase permukaan yang mengalirkan air

limpasan hujan menjauh dari lereng rawan

bencana longsor, dan drainase bawah

permukaan yang berfungsi untuk menguras

atau mengalirkan air hujan yang meresap

masuk ke lereng.

b. Sistem perkuatan lereng untuk

menambah gaya penahan gerakan tanah

pada lereng

Perkuatan kestabilan lereng dapat dilakukan,

dengan menggunakan salah satu atau

kombinasi dari beberapa konstruksi meliputi :

Tembok/Dinding Penahan; Angkor; Paku

Batuan (Rock Bolt ); Tiang Pancang; Jaring

Kawat Penahan Jatuhan Batuan; dan Bronjong.

c. Meminimalkan pembebanan pada lereng

Penetapan batas beban yang dapat diterapkan

dengan aman pada lereng perlu dilakukan

dengan menyelidiki struktur tanah/batuan pada

lereng, sifat-sifat keteknikan, serta melakukan

analisis kestabilan lereng dan daya dukung.

d. Memperkecil kemiringan lereng

Upaya memperkecil kemiringan lereng

dilakukan untuk meminimalkan pengaruh

gaya-gaya penggerak dan sekaligus

meningkatkan pengaruh gaya penahan gerakan

pada lereng.

e. Mengupas material gembur (yang tidak

stabil) pada lereng

Pengupasan material dapat memperkecil beban

pada lereng, yang berarti meminimalkan

besarnya gaya penggerak pada lereng, dan

efektif diterapkan pada lereng yang curam.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 11

f. Mengosongkan lereng dari kegiatan

manusia

Apabila gejala awal terjadinya gerakan

tanah/longsoran telah muncul, terutama pada

saat hujan lebat atau hujan tidak lebat tetapi

berlangsung terus menerus mulai pagi hingga

siang dan sore/malam, segera kosongkan

lereng dari kegiatan manusia.

g. Penanaman vegetasi dengan jenis dan

pola tanam yang tepat

Kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi dan

mengalami penggundulan hutan, dapat

diupayakan untuk ditanami kembali, dengan

jenis tanaman budidaya yang dapat bermanfaat

bagi masyarakat.

h. Perlu diterapkan sistem terasering dan

drainase yang tepat pada lereng

4. KESIMPULAN DAN DISKUSI

Kuningan, JawaBarat dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Geomorfologi daerah penelitian secara

morfogenesa dapat dikelompokan menjadi

3 (tiga) satuan geomorfologi, yaitu Satuan

Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan,

Dataran Lipat Patahan dan Satuan

Geomorfologi Dataran Aluvial Sungai.

Pola aliran sungaiyang berkembang di

daerah penelitian adalah rektangular yang

dikendalikan oleh struktur perlipatan dan

patahan. Adapun stadia sungai dan jentera

geomorfik berada dalam tahapan muda dan

dewasa.

2. Tatanan batuan yang terdapat di daerah

penelitian secara litostratigrafi dapat

dikelompokan menjadi 3 (tiga) satuan

stratigrafi, yaitu dari yang tertua hingga

termuda adalah satuan batuan Batunapal

sisipan Batupasir (Formasi Pemali) yang

diendapkan di lingkungan laut dangkal

pada kala Akhir Miosen Awal – Miosen

Tengah (N8 – N13). Selaras diatas satuan ini

yaitu pada kala Miosen Akhir (N14-N18)

diendapkan satuan batuan Batupasir selang-

seling Batulempung dan sisipan Breksi

pada lingkungan laut dalam dengan

mekanisme arus turbit pada facies Kipas

Tengah. Satuan termuda yang terdapat di

daerah penelitian berupa satuan Aluvial

Sungaiberumur Holosen dan tersusun dari

material lepas lempung hingga bongkah

dan dijumpai menutupi satuan-satuan

batuan yang lebih tua secara tidak selaras.

3. Struktur geologi yang berkembang di

daerah penelitian adalah struktur kekar,

lipatan dan patahan. Struktur kekar yang

dijumpai berupa kekar gerus (shear joint),

kekartarik (tensional joint) dan kekar tekan

(release joint). Struktur perlipatan berupa

antiklin Bantarpanjang,Margamukti,dan

Tanjungkerta, serta struktur sinklin Cimahi,

Cibeureum, dan Cimara. Struktur sesar

yang dijumpai adalah sesar anjak

Cibayawak dan sesar geser jurus Cimulya,

Dukuhbadag dan Sukadana. Keseluruhan

struktur yang ada di daerah penelitian

terjadi dalam satu perioda tektonik, yaitu

pada kala Pliosen Akhir(N19) dengan arah

gaya utama Baratdaya – Timurlaut atau N

2150 E.

PUSTAKA

1) Bemmelen, R.W. van, 1949, The Geology

of Indonesia, The Hague Martinus

Nijhoff, Vol. 1A, Netherlands.

2) Billings, Marlan P., 1960, Structural

Geology, Second Edition, Prentice – Hall

Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, 514

p.

3) Mulyawan, Iwan, 2011, Kajian Longsor

Kabupaten Kuningan . Diperoleh 10-26-

2013 dari

https://www.academia.edu/4273907/Kajia

n_Longsor_Kabupaten_Kuningan

4) Kadarisman, D.S, 1997, Pedoman

Praktikum Petrografi, Laboratorium

Petrografi, Program Studi Geologi,

Fakultas Teknik Universitas Pakuan,

Bogor.

5) Luthfi, Mustafa, 2010, Prinsip –

Prinsip Sedimentologi, Jurusan

Geologi, Fakultas Teknik, Universitas

Pakuan, Bogor.

6) Mark, P, 1957, Stratigraphic Lexicon of

Indonesia, Geological Research and

Development Center, Bandung.

7) Martodjojo, Soejono, 1984, Evolusi

Cegungan Bogor Jawa Barat, Fakultas

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 12

Pasca Sarjana, Institut Teknologi

Bandung.

8) Noor, Djauhari, 2010, Geomorfologi,

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas

Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.

9) Noor, Djauhari, 2010, Analisa Stratigrafi,

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas

Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.

10) Putro, R.D, 1996, Sandi Stratigrafi

Indonesia Edisi 1996, revisi SSI 1973,

Jakarta, IAGI.

11) Schuster dan Krizek, 1978, klasifikasi

longsoran Berdasarkan jenis gerakannya

dan material yang bergerak

12) Syahrulyati, Teti dan Karmadi, M. A,

1994, Pedoman Praktikum

Mikropaleontologi, Laboratorium

Mikropaleontologi, Jurusan Teknik

Geologi, Fakultas Teknik Universitas

Pakuan, Bogor.

13) Thornbury, William D., Principles of

Geomorphology, Second Edition, John

Willey and Sons Inc., New York, London,

Sydney, Toronto, 594 p.

Penulis

1) Adam Subrata, ST., Alumni (2014)

Program Studi Teknik Geologi,

FakultasTeknik Unversitas Pakuan.

2) Ir. Djauhari Noor , MSc., Dosen

Program Studi Teknik Geologi,

FakultasTeknik Unversitas Pakuan.

3) Ir. Denny Sukamto Kadarisman, MT.,

Dosen Program Studi Teknik Geologi,

Fakultas Teknik, Universitas Pakuan.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik - Unpak 13