disolusi

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia kefarmasian para apoteker dan pakar-pakar kimia senantiasa merancang sediaan obat supaya mampu menrancang terobosan baru dalam menciptakan suatu produk yang berkualitas, baik dari segi kesetabilan obat maupun efek yang ditimbulkan. Sudah sepantasnya, Sebagai seorang farmasis kita harus selalu menggali informasi terkini mengenai teknologi obat dari berbagai segi. Yang paling ditekankan yaitu pada preformulasi. Preformulasi merupakan metode perancangan suatu riset dalam rangka menyusun konsep baru yang nantinya harus mampu menghasilkan suatu maha karya yang bernilai. DISOLUSI Page 1

Upload: muhammad-asry

Post on 04-Aug-2015

443 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: disolusi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam  dunia  kefarmasian para  apoteker  dan  pakar-pakar kimia 

senantiasa merancang sediaan obat  supaya mampu menrancang

terobosan baru dalam menciptakan suatu produk yang berkualitas,

baik dari segi kesetabilan  obat maupun efek yang ditimbulkan.

Sudah sepantasnya, Sebagai seorang farmasis kita harus selalu 

menggali informasi terkini mengenai teknologi obat dari berbagai segi.

Yang  paling  ditekankan  yaitu  pada  preformulasi. Preformulasi

merupakan metode perancangan suatu  riset dalam rangka  menyusun 

konsep  baru  yang  nantinya harus mampu menghasilkan suatu maha

karya yang bernilai. Dibutuhkan kearifan dan kecerdasan  yang 

mumpuni  dalam  menyusun  preformulasi suatu  sediaan.

 Terutama dalam mengenal monografi, spesifikasi mencakup sifat-

sifat  suatu  zat dan reaksi yang mungkin terjadi apabila bercampur

dengan zat lain saat dikombinasikan. Diantara semua sifat dan reaksi

yang penting untuk kita ketahui bersama  yang  paling  kami  soroti 

disini yaitu mengenai disolusi suatu zat. Dimana ini meerupakan suatu

DISOLUSI Page 1

Page 2: disolusi

tahapan yang yang sangat berperan penting dalam menentukan hasil

suatu efek obat dalam tubuh manusia.

Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif

tidak larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi.

Obat-obat tersebutumumnya mengalami proses disolusi yang lambat

demikian pula laju absorpsinya. Dalam hal ini partikel obat terlarut akan

diabsorpsi pada laju rendah atau bahkan tidak diabsorpsi

seluruhnya. Dengan demikian absorpsi obat tersebut menjadi

tidak sempurna

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang disebut dengan Disolusi?

2. Apa saja yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi?

3. Bagaimana metode penentuan kecepatan disolusi?

4. Bagaiman perhitungan dalam menentukan kecepatan disolusi?

5. Bagaimana aplikasi pengaruh disolusi zat erhadap obat ?

1.3. Tujuan Makalah

Sesuai dengan rumusan makalah di atas makalah ini disusun

untuk mengetahui

1. Apa yang disebut dengan Disolusi?

2. Apa saja yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi?

DISOLUSI Page 2

Page 3: disolusi

3. Bagaimana metode penentuan kecepatan disolusi?

4. Bagaiman perhitungan dalam menentukan kecepatan disolusi?

5. Bagaimana aplikasi pengaruh disolusi zat erhadap obat ?

1.4. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dapat memberikan manfaat. baik secara teoritis

maupun secara praktis. Dimaksudkan juga untuk pengembangan

konsep penelitian khususnya  bagi dunia kefarmasiaan

1.5. Prosedur Makalah

Makalah ini disusun dengan pendekatan kuantitatif . metoda yang

digunakanadalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan

menguraikan secara jelas permasalahan dan komprehensif. Data

dikumpulkan dengan teknik studi pustakaartinya penulis mengambil data

melalui membaca literature, kemudian data tersebutdiolah menjadi

sebuah makalah.

DISOLUSI Page 3

Page 4: disolusi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Definisi

Disolusi didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat

kimia atau senyawa  obat dari  sediaan  padat  ke  dalam  suatu 

medium  tertentu.  Uji disolusi berguna  untuk  mengertahui 

seberapa  banyak  obat  yang melarut dalam medium asam atau

basa (lambung dan usus halus) (Ansel, 1989)

Laju disolusi suatu obat adalah kecepatan perubahan dari

bentuk padat menjaditerlarut dalam medianya setiap waktu tertentu.

Jadi disolusi menggambarkankecepatan obat larut dalam media

disolusi.Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan

banyaknyasuatu zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan

waktu. Suatu hubunganyang umum menggambarkan proses disolusi

zat padat telah dikembangkanoleh Noyes dan Whitney dalam

bentuk persamaan berikut (Astuti,2008) :

dMdt

=DSh

(Cs−C)

DISOLUSI Page 4

Page 5: disolusi

Keterangan:

dM.dt-1 : kecepatan disolusi

D : koefisien difusi

S : luas permukaan zat

Cs : kelarutan zat padat

C : konsentrasi zat dalam larutan pada waktu

h : tebal lapisan difusi

Dalam teori disolusi atau perpindahan massa, diasumsikan

bahwa selama proses disolusi berlangsung pada permukaan

padatan terbentuk suatu lapisan difusi air atau lapisan tipis cairan

yang stagnan dengan ketebalan h. Bila konsentrasi zat terlarut di

dalam larutan (C) jauh lebih kecil dari pada kelarutan zat tersebut

(Cs) sehingga dapat diabaikan, maka harga (CsC) dianggap  sama 

dengan Cs.  Jadi,  persamaan  kecepatan  disolusi dapat disederhan

akan menjadi:

dMdt

=DSCsh

Dari persamaan tersebut di atas tampak beberapa

DISOLUSI Page 5

Page 6: disolusi

2.1.2 Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusisuatu

zat, yaitu:

1. Suhu

Meningginya suhu umumnya memperbesar

kelarutan (Cs) suatu zat yang  bersifat  endotermik  serta 

memperbesar harga  koefisien  difusi  zat. Menurut Einstein,

koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut

(Astuti,2008):

D= kT6ήr

Keterangan :

D : koefisien difusi

R : jari-jari molekul

K : konstanta Boltzman

ή : viskosita pelarut

T : suhu

2. Viskositas

Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar

kecepatan disolusi suatu zat  sesuai  dengan  persamaan 

Einstein. Meningginya  suhu  juga menurunkan  viskositas  dan 

memperbesar  kecepatan disolusi (Astuti,2008).

DISOLUSI Page 6

Page 7: disolusi

3. pH Pelarut 

pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-

zat yang bersifat asam atau basa lemah.

Untuk asam lemah

dcdt

=K .C .Cs¿

kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat.

Dengan demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat.

Untuk basa lemah

dcdt

=K .C .Cs¿

besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat.

Dengan demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.

(Astuti,2008)

4. Pengadukan

Kecepatan  pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan

difusi (h). jika  pengadukan  berlangsung  cepat,  maka  tebal 

lapisan  difusi  akan cepat berkurang (Astuti,2008).

5. Ukuran Partikel

DISOLUSI Page 7

Page 8: disolusi

Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan

efektif menjadi besar sehingga kecepatan disolusi meningkat

(Astuti,2008).

6. Polimorfisme

Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya

polimorfisme. Struktur  internal zat  yang  berlainan  dapat 

memberikan tingkat kelarutan yang berbeda juga. Kristal meta

stabil umumnya lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya,

sehingga kecepatan disolusinya besar (Astuti,2008).

7. Sifat Permukaan Zat

Pada umumnya zat-zat  yang  digunakan  sebagai  bahan 

obat  bersifat hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam

pelarut, tegangan permukaan antar  partikel  zat  dengan 

pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan

kecepatan disolusinya bertambah (Astuti,2008).

DISOLUSI Page 8

Page 9: disolusi

2.1.3 Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhibeberapa factor

Berikut dapat kita ketahui :

1. Sifat fisika kimia obat.

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap

kinetika disolusi. Luas permukaan efektif dapat diperbesar

dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akan

diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaansolut.

Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi.

Obat berbentuk garam, pada  umumnya  lebih  mudah  larut 

dari  pada obat  berbentuk  asam  maupun  basa bebas. Obat 

dapat  membentuk  suatu  polimorfi  yaitu  terdapatnya

beberapa  kinetika  pelarutan yang berbeda meskipun memiliki

struktur kimia yang identik. Obat bentuk Kristal secara  umum 

lebih  keras,  kaku  dan  secara  termodinamik lebih stabil

daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk

amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal.

2. Faktor alat dan kondisi lingkungan.

Adanya  perbedaan  alat  yang  digunakan  dalam  uji 

disolusi  akan menyebabkan  perbedaan  kecepatan  pelarutan 

obat.  Kecepatan  pengadukan akan mempengaruhi kecepatan

DISOLUSI Page 9

Page 10: disolusi

pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan

medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan 

kecepatan  pelarutan.  Selain itu temperatur, viskositas  dan

komposisi  dari  medium,  serta  pengambilan  sampai juga 

dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.

3. Faktor  formulasi.

Berbagai  macam  bahan  tambahan  yang  digunakan 

pada  sediaan  obat dapat  mempengaruhi  kinetika pelarutan 

obat  dengan  mempengaruhi tegangan muka antara medium

tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi

secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan

tambahan  yang  bersifat  hidrofob  seperti  magnesium 

stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan

medium disolusi. Beberapa  bahan  tambahan  lain  dapat 

membentuk kompleks  dengan  bahan  obat, misalnya kalsium

karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak 

larut  dengan  tetrasiklin.  Hal ini menyebabkan  jumlah obat

terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap

jumlah obat yang diabsorpsi.

DISOLUSI Page 10

Page 11: disolusi

2.1.4 Penentuan kecepatan disolusi suatu zat dapatdilakukan

melalui metode:

1. Metode Suspensi

Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa

pengontrolan eksak  terhadap  luas  permukaan  partikelnya. 

Sampel  diambil  pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat

yang larut ditentukan dengan carayang sesuai.

2. Metode Permukaan Konstan

Zat ditempatkan dalam suatu wadah  yang diketahui

luasnya  sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif

dapat diabaikan. Umumnya zat diubah menjadi tablet terlebih

dahulu, kemudian ditentukan seperti pada metode suspensi.

Penentuan  dengan  metode  suspensi  dapat  dilakukan 

dengan menggunakan alat uji disolusi tipe dayung seperti yang

tercantum pada USP. Sedangkan untuk  metode  permukaan 

tetap,  dapat  digunakan  alat  seperti diusulkan oleh Simonelli

dkk sebagai berikut. 

DISOLUSI Page 11

Page 12: disolusi

Gambar Alat disolusi (Farmasi Fisik Martin 2008)

Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan disolusi

suatu  zat perlu dilakukan karena  kecepatan  disolusi 

merupakan  salah  satu  faktor  yang mempengaruhi absorbsi

obat di dalam tubuh. Penentuan kecepatan disolusi suatu zat

aktif dapat dilakukan pada beberapa tahap pembuatan suatu

sediaan obat, antara lain:

1. Tahap Pra Formulasi

Pada tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan

terhadap bahan  baku  obat  dengan  tujuan  untuk  memilih 

sumber  bahan  baku  dan memperoleh informasi tentang

bahan baku tersebut.

2. Tahap Formulasi

Pada tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan

untuk memilih formula sediaan yang terbaik.

DISOLUSI Page 12

Page 13: disolusi

3. Tahap Produksi

Pada tahap ini kecepatan disolusi dilakukan untuk

mengendalikan kualitassediaan obat yang diproduksi.

Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi

oleh prosesabsorpsi dan kadar obat dalam darah ini menentukan

efek sistemiknya. Obatdalam bentuk sediaan padat mengalami

berbagai tahap pelepasan dari bentuk  sediaan  sebelum 

diabsorpsi. Tahapan tersebut meliputi disintegrasi,deagregasi dan

disolusi. Kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi dalam proses

disintegrasi, disolusi dan absorpsi, ditentukan oleh tahap yang

palinglambat dari rangkaian di atas yang disebut dengan rate

limiting step .

Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk

absorpsi sistemik agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari

bentuk sediaan dan deagregasi dari granul-granul tersebut. Tetapi

yang biasanya lebih penting adalah laju disolusi dari obat

padat tersebut. Seringkali disolusi merupakan tahapan yang

membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorpsi obat-obat 

yang  mempunyai  kelarutan  rendah,  karena  tahapan  ini  sering

kali merupakan  tahapan  yang  paling  lambat  dari  berbagai 

tahapan  yang ada dalam penglepasan obat dari bentuk

DISOLUSI Page 13

Page 14: disolusi

sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik

(Martin,2008).

Supaya partikel padat terdisolusi maka molekul solut

pertama-tamaharus memisahkan diri dari  permukaan  padat,

kemudian bergerak menjauhi  permukaan  memasuki  pelarut. 

Tergantung  pada  kedua  proses  ini dan bagaimana cara proses

transpor berlangsung maka perilaku disolusi dapatdigambarkan

secara fisika. Dari segi kecepatan disolusi yang terlibat dalamzat

murni, ada tiga dasar model fisika yang umum, yaitu:

a. Model lapisan difusi (diffusion layer model).

Model  ini  pertama  kali  diusulkan  oleh  Nerst  dan  Brunner.

Pada   permukaan padat terdapat satu lapis tipis cairan dengan

ketebalan ℓ , merupakan komponen kecepatan negatif dengan arah

yang berlawanan dengan permukaan padat. Reaksi pada

permukaan padat-cair berlangsung cepat. Begitu model solut

melewati antar muka “liquid film – bulk film”,  pencampuran  secara 

cepat  akan  terjadi  dan  gradien  konsentrasi  akan hilang.

Karena  itu  kecepatan  disolusi  ditentukan  oleh  difusi  gerakan

Brown dari molekul dalam liguid film.

DISOLUSI Page 14

Page 15: disolusi

b. Model barrier antar muka (interfacial barrier model ).

Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan

padat dan dalam  hal  ini  terjadi  difusi  sepanjang  lapisan  tipis 

cairan. Sebagaihasilnya, tidak dianggap adanya kesetimbangan

padatan-larutan, dan halini harus dijadikan pegangan dalam

membahas model ini. Proses pada antar muka padat-cair sekarang

menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari proses transpor.

Transpor yang relatif cepat terjadi secara difusi melewatilapisan

tipis statis (stagnant).

c. Model Dankwert (Dankwert model ).

Model ini beranggapan bahwa  transport solut  menjauhi 

permukaan  padat terjadi  melalui  cara  paket  makroskopik 

pelarut  mencapai  antar  muka  padat-cair karena terjadi pusaran

difusi secara acak.

Tahap- tahap disintegrasi deagregasi dan disolusi ketika obat

meningggalkan suati tablet atau matrik granular

DISOLUSI Page 15

Page 16: disolusi

2.1.5 Contoh Perhitungan Disolusi

Sediaan granul dengan berat 0.55g dan luas permukaannya 0,28

m2 (0,28x 104 cm2) dibiarkan melarut dalam 500ml air pada 250C.

Sesudah menit pertama, jumlah yang ada dalam larutan adalah

0,76mg. Jika kelarutan Cs dariobat tersebut adalah 15 mg/ml pada

250C, berapakah konstanta laju disolusi k atau D/h ? M berubah

secara linier dengan t awal!

JAWAB :

dMdt

=DSh

(Cs−C)

dMdt

= 760mg60 detik

=¿ 12,67 mg/detik  

12,67 mg/detik = k x 0,28 x 15 mg/cm

k = 3,02 x 10-4 cm/detik 

Dalam contoh diatas 0,760 g larutan dalam 500 ml air

selama 1 menitatau760/500 = 1,5 mg/ cm. harga ini satu

persepuluh dalam dalam kelarutan  obat  dan  dibuang  dari 

persamaan (15) tanpa menimbulkan  kesalahan yang berarti

yang dapat dilihat dengan persamaan (15)

K =  12,67 mg/detik (0,28 x 104 cm2) (15 mg/ cm – 1,5 mg/cm )

DISOLUSI Page 16

Page 17: disolusi

K = 3,35 x 10-4 cm/detik

2.1.6 Aplikasi disolusi pada obat

Disolusi suatu obat dari suatu matriks padat ( Martin dkk

farmasi fisik 2008)

Disolusi suatu sediaan obat akan terjadi pada suatu mukosa

untuk kemudian dilanjutkan ke proses absorpsi. Absorpsi obat

setelah  penggunaan  melalui mulut  dapat  terjadi  pada  rongga

mulut  dan  anus.  Umumnya  hal penting yang diharapkan dan

sebagian  besar  contoh  adalah  semakin  besar  absorbsi  maka

semakin baik. Maka dari itu peran disolusi akan

mempengaruhi proses absorpsi.

DISOLUSI Page 17

Page 18: disolusi

BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

1. Lepasnya suatu obat dari system pemberian meliputi Disolusi

danDifusi

2. Pelepasan suatu obat dipengaruhi oleh laju disolusi

3. Factor yang dapat mempengaruhi laju disolusi yaitu Suhu,Viskositas, p

H pelarut, Pengadukan, Ukuran partikel,Polimorfisme, Sifat permukaan

zat.

3.2Saran

1. Dalam menentukan preformulasi Hendaklah memperhatikan disolusi

suatu zat.

2. Senantiasa  melakukan  penelitian  lebih lanjut  mengenai disolusi

sehingga dengan penemuan reset terbaru itu bisa bermanfaat bagi

para penyusun preformulasi sediaan obat.

DISOLUSI Page 18

Page 19: disolusi

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard c. 1989. Pengantar Sediaan Farmas Edisi ke Empat. Jakarta : UI pres

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan RI

Martin, Alfred dkk. 2008. Dasar - dasar  Farmasi  Fisik  Dalam  Ilmu  Farmasetik. Jakarta : UI PRESS

Sulistia G. dkk.1995.Farmakologi dari Terapi Edisi IV Farmakologi Jakarta:

Badan Penerbit FKUI.

DISOLUSI Page 19