disolusi kel 5 acc

38
PERCOBAAN VII DISOLUSI A. Tujuan Untuk mengukur serta mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam medium pelarut yang diketahui konsentrasi dan volumenya pada waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu yang di design untuk uji parameter disolusi. B. Dasar teori Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep (Martin, 2008). Laju disolusi suatu obat adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi terlarut dalam medianya setiap waktu tertentu. Jadi disolusi menggambarkan kecepatan obat larut dalam media disolusi (Moechtar, 1990). Laju disolusi bahan obat dapat mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi.Untuk bahan

Upload: hendro-virdana-kusuma

Post on 03-Jan-2016

297 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Disolusi Kel 5 Acc

PERCOBAAN VII

DISOLUSI

A. Tujuan

Untuk mengukur serta mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam

medium pelarut yang diketahui konsentrasi dan volumenya pada waktu tertentu

dengan menggunakan alat tertentu yang di design untuk uji parameter disolusi.

B. Dasar teori

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan

padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi

ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke

dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus

diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau

salep (Martin, 2008).

Laju disolusi suatu obat adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat

menjadi terlarut dalam medianya setiap waktu tertentu. Jadi disolusi

menggambarkan kecepatan obat larut dalam media disolusi (Moechtar, 1990).

Laju disolusi bahan obat dapat mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat

yang diabsorpsi.Untuk bahan obat yang mudah larut dalam air, disolusi cenderung

lebih cepat, namun kemampuan obat untuk menembus membran sel tidak cepat.

Sebagai tahap penentu laju adalah absorpsi melalui membran pencernaan. Untuk

obat yang tidak larut dalam air, mudah larut dalam lemak maka obat tersebut lebih

mudah menembus membran sel, kecepatan absorbsinya dibatasi oleh suatu

kecepatan disolusi dari obat yang tidak larut dari bentuk sediaan. Terdapat empat

klasifikasi biofarmasetika obat berdasarkan kelarutan dan permeabilitas yaitu

kelas A memiliki kelarutan tinggi dan permeabilitas yang tinggi, kelas B memiliki

kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi, kelas C memiliki kelarutan tinggi dan

permeabilitas yang rendah, sedangkan kelas D memiliki kelarutan yang rendah

dan permeabilitas yang rendah. (Moechtar, 1990).

Page 2: Disolusi Kel 5 Acc

Untuk menguji disolusi tablet maka diperlukan medium yang sesuai. Medium

yang digunakan dalam disolusi merupakan pelarut dengan karakteristik tertentu

dan merupakan suatu medium pembanding bagaimana suatu zat aktif bekerja

dalam tubuh. Air merupakan medium pelarut yang bersifat netral, dan dapar

posfat dengan pH tertentu digunakan untuk memperkirakan nasib suatu obat di

dalam usus (Effendy, 2011).

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam

cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara

oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-

partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus.

Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau

medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan

dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Moechtar, 1990).

Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukan ke dalam beaker glass

yang berisi air atau dimasukan ke dalam saluran cerna (Saluran gastrointestinal),

obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padanya. Kalau tablet

tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi

granul-granul, dan granul-granul mengalami pemecahan menjadi partikel halus.

Disintegrasi, deagregrasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan

melepasnya suatu obat di tempat obat tersebut diberikan (Martin, 2008).

Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorpsi sistemik

agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi dari

granul-granul tersebut (Martin, 2008).

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika

obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju

obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus

pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat,

misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan ,

proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam

proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada

suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau

Page 3: Disolusi Kel 5 Acc

dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian oral, karena

batasan waktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus

halus (Moechtar, 1990).

Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada kenyataan

bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan dengan

tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur hanya

waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan

lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-

partilkel tersebut akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang

seharusnya (Moechtar, 1990).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi yaitu:

1. Sifat fisikokimia obat.

a. Karakteristik fase padat.

Laju disolusi dipengaruhi oleh bentuk amorf dan kristal. Dari beberapa

penelitian menunjukkan bahwa bentuk amorf dari obat lebih memberikan

kelarutan yang lebih besar dan laju disolusi yang lebih tinggi daripada bentuk

kristal karena dalam bentuk kristal energi yang dibutuhkan untuk melepas hidrat

dalam kisi-kisi kristal lebih besar (Martin, 2008).

b. Polimorfisme.

Polimorf merupakan bentuk kristal obat yang terdiri lebih dari satu bentuk

kristal. Polimorf menunjukkan kinetika pelarut yang berbeda meskipun memiliki

struktur kimia yang identik. Beberapa laporan menunjukkan bahwa polimorfisme

dalam bentuk hidrat, solvat atau kompleks secara nyata mempengaruhi

karakteristik disolusi dan obat (Martin, 2008).

c. Karakteristik partikel.

Laju disolusi secara langsung berhubungan dengan permukaan obat. Jika

daerah permukaan diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel, laju disolusi

menjadi tinggi disebabkan pengurangan ukuran partikel (Martin, 2008).

Page 4: Disolusi Kel 5 Acc

2. Faktor formulasi

a. Bahan tambahan.

Laju disolusi suatu obat murni dapat berubah secara bermakna saat dicampur

dengan berbagai bahan tambahan selama proses pencetakan bentuk sediaan.

Bahan tambahan ini antara lain bahan pengisi, pengikat, penghancur, pelicin, dan

sebagainya (Martin, 2008).

b. Ukuran partikel.

Untuk meningkatkan laju disolusi dipilih ukuran partikel optimal yaitu cukup

kecil untuk memberikan luas permukaan spesifik yang berarti, tetapi tidak terlalu

kecil agar kesulitan pembasahan yang disebabkan oleh muatan partikel yang

terjadi selama penggerusan dapat dihindari (Martin, 2008).

Tujuan uji disolusi tablet yaitu untuk menentukan kesesuaian dengan

persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi (misal

Farmakope) untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan

bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul

gelatin lunak kecuali bila dinyatakan lain yaitu biasanya masing-masing dalam

suatu monografi (Martin, 2008).

Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang

diuji sesuai dengan table penerimaan.Lanjutkan pengujian sampai 3 tahap kecuali

bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif

yang terlarut seperti tertera pada masing-masing monografi, dinyatakan dalam

persentasi kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam tablet adalah persentasi

dari kadar pada suatu etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan

Q (Hutagaol, 2010).

Kriteria penerimaan dalam uji disolusi dapat diuraikan sebagai berikut:

Tahap Jumlah yang diuji Kriteria penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5 %

S2 6

Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama

dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu

unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15 %

S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah

Page 5: Disolusi Kel 5 Acc

sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak

lebih dari dua unit Q – 15 % dan tidak satu

unit pun yang lebih kecil dari Q – 25 %

Sejumlah metode untuk menguji disolusi dari tablet dan granul secara in vitro

dapat digunakan metode keranjang dan dayung (Martin, 2008).

1. Apparatus 1 (metode keranjang)

Metode keranjang terdiri atas keranjang silinder yang ditahan oleh tangkai

motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang

berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu zat yang bersuhu

konstan 370C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi

rangkaian syarat khusus dalam uap yang terakhir beredar. Tersedia standar

kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat

operasi telah dipenuhi (Shargel, 2004).

2. Apparatus 2 (metode dayung)

Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus yang berfungsi

melapisi turbelensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara

vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali.

Tablet atau kapsul dicelupkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga

berfungsi untuk memperkecil turbelensi dari media pelarutan. Alat yang

disemprotkan dalam suatu bak air yang bersuhu 37oC. Posisi kesejajaran dayung

ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung

pada beberapa produk obat kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastic

dapat mempengaruhi hasil dari pelarutan. Standar kalibrasi dari pelarutan yang

sama digunakan untuk memeriksa peralatan uji sebelum uji tersebut dapat

dilaksanakan (Shargel, 2004).

3. Apparatus 3

Desain dari USP apparatus 3, didasarkan pada uji disintegrasi, selain itu

menggabungkan fitur hidrodinamik dari metode botol berputar dan menyediakan

kemampuan pengadukan dan perubahan komposisi media selama menjalankan

serta otomatisasi penuh dari prosedur. Sangh vietal.15 telah melakukan upaya

untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan USP apparatus 3 dan USP

Page 6: Disolusi Kel 5 Acc

apparatus 1 dan 2. Apparatus 3 dapat sangat berguna dalam kasus-kasus di mana

satu atau lebih pH/penyangga perubahan yang diperlukan dalam prosedur

pengujian disolusi misalnya, enteric-coated/ sustained bentuk sediaan

rilis(Shargel, 2004).

4. Apparatus 4

Aliran-melalui-sel terdiri dari reservoir untuk medium disolusi dan pompa

yang memaksa medium disolusi melalui sel tahanan sampel uji. Laju alir berkisar

4-16 mL / menit. Enam sampel diuji selama pengujian disolusi, dan menengah

dipertahankan pada 37°C. Aparatus 4 dapat digunakan untuk bentuk sediaan

modified-release yang mengandung bahan aktif yang memiliki kelarutan sangat

terbatas (Shargel, 2004).

Ada banyak variasi dari metode ini. Pada dasarnya, sampel dipegang dalam

posisi tetap sementara medium disolusi dipompa melalui pemegang sampel,

sehingga melarutkan obat.Aliran laminar medium dicapai dengan menggunakan

pompa pulseless. Peristaltik pompa sentrifugal atau tidak dianjurkan.Laju aliran

biasanya dipertahankan antara 10 dan 100 mL / menit. Medium disolusi mungkin

diresirkulasi. Dalam kasus media ini, laju disolusi setiap saat dapat diperoleh,

sedangkan di dayung resmi atau metode keranjang, tingkat pelarutan kumulatif

dimonitor. Keuntungan utama dari aliran melalui metode ini adalah mudah

pemeliharaan kondisi wastafel untuk pembubaran. Sebuah volume besar medium

disolusi juga dapat digunakan, dan modus operasi mudah disesuaikan dengan

peralatan otomatis (Shargel, 2004).

5. Apparatus 5

Aparatatus 5 terdiri dari pemegang sampel atau perakitan disk yang

memegang produk.Seluruh persiapan ditempatkan dalam labu disolusi yang diisi

media tertentu dipertahankan pada 32 ° C. Dayung ditempatkan langsung di atas

perakitan disk. Sampel diambil di tengah antara permukaan media disolusi dan

bagian atas pisau dayung pada waktu yang ditentukan. Mirip dengan pembubaran

pengujian dengan kapsul dan tablet, unit enam diuji selama masing-masing

berjalan. Kriteria penerimaan dapat dinyatakan dalam monografi obat individu

(Shargel, 2004).

Page 7: Disolusi Kel 5 Acc

6. Apparatus 6 (metode silinder)

Metode silinder (Apparatus 6) untuk menguji persiapan transdermal

dimodifikasi dari metode keranjang (Apparatus 1). Di tempat keranjang, sebuah

silinder stainless steel digunakan untuk menyimpan sampel. Sampel dipasang ke

cuprophan (bahan selulosa berpori lembab) dan seluruh menganut sistem untuk

silinder. Pengujian dipertahankan pada 32 ° C. Sampel diambil di tengah antara

permukaan media disolusi dan bagian atas silinder yang berputar untuk dapat

analisis (Shargel, 2004).

7. Apparatus 7 (metode piringan bolak balik)

Metode piringan bolak balik untuk pengujian produk transdermal, drive

perakitan motor (Apparatus 7) digunakan untuk membalas sistem vertikal, dan

sampel ditempatkan pada pemegang berbentuk cakram menggunakan cuprophan

mendukung. Tes ini juga dilakukan pada 32 ° C, dan frekuensi reciprocating

adalah sekitar 30 siklus per menit. Kriteria penerimaan tercantum dalam monograf

obat individu (Shargel, 2004).

Page 8: Disolusi Kel 5 Acc

Ada dua sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk

menunjukkan :

1. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%

2. Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju

penglepasan dari batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas dan efektif secara

klinis (Ansel, 1989).

Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan

kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran

cerna, maka terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif

tersebut, yaitu :

- Zat aktif mula-mula harus larut

- Zat aktif harus dapat melewati membran saluran cerna

(Martin, 2008).

Page 9: Disolusi Kel 5 Acc

1. Uraian Uji Disolusi Tablet Acyclovir

Nama tablet : Tablet acyclovir

Apparatus : Metode dayung( Aparatus 2)

Medium disolusi : HCl 0,1 N

Waktu : 45 menit

Kecepatan : 50 rpm

Prosedur analisis : Di uji dengan alat uji dosolusi degan menggunakan 6

buah tabung dengan menggunakan apparatus 2 yaitu

metode dayung medium yang digunakan Hcl 0,1 N dengan

kecepatan 50 rpm selama 45 menit

Batas penerimaan : Tablet acyclovir tidak kurang 80% terdisolusi.

(Ditjen Pom, 1995)2. Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar

atau konsentrasi suatu zat dalam suatu sampel dengan mengukur absorbansi atau

banyaknya cahaya yang diserap sampel pada panjang gelombang tertentu. Maka,

banyaknya cahaya yang diserap oleh sampel sebanding dengan kadar suatu zat

dalam sampel. Setelah didapatkan absorbansi Panjang gelombang maksimum

adalah panjang gelombang dimana nilai serapan yang dihasilkan juga maksimum

atau absorbansinya maksimum(Anief, 1997).

Page 10: Disolusi Kel 5 Acc

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Alat uji disolusi

b. Apparatus 2 (paddle)

c. Gelas kimia

d. Holder filter

e. Labu takar

f. Kertas saring

g. Kuvet

h. Pipet volume

i. Pro pipet

j. Spektrofotometer uv-vis

k. Spoid

l. Stopwatch

m. Termometer

2. Bahan

a. Air suling

b. HCl 0,1N, 900 ml

c. Tablet acyclovir 200 mg

D. Prosedur Kerja

1. Penentuan panjang gelombang maksimum acyclovir

a. Diisi kuvet bersih dengan larutan acyclovir

b. Diisi kuvet blanko dengan aquadest

c. Dibaca absorbansi (A) larutan acyclovir pada kisaran panjang gelombang 254

nm. Pada setiap pergantian panjang gelombang, absorbansi dinolkan dengan

larutan blanko

2. Pembuatan kurva baku acyclovir

a. Dibuat seri konsentrasi larutan acyclovir

b. Dibaca absorbansi (A) pada panjang gelombang maksimum

Page 11: Disolusi Kel 5 Acc

c. Di plotkan data absorbansi yang didapat pada grafik dengan sumbu y adalah

absorbansi sedangkan sumbu x adalah konsentrasi (ppm)

d. Ditentukan persamaan garis lurus dan nilai R2

3. Pengujian disolusi

a. Disediakan alat disolusi yang mempunyai 6 buah labu disolusi dan 6 buah

apparatus 2 (paddle)

b. Dimasukkan 900 ml media disolusi HCl 0,1N, pH 1,2 pada masing-masing

gelas disolusi

c. Dihidupkan alat disolusi, ditunggu media disolusi hingga mencapai suhu 370C

± 0,50C

d. Keenam tablet acyclovir dimasukkan pada masing-masing labu disolusi

e. Dijalankan alat tersebut dijalankan dengan kecepatan 50 rpm selama 45 menit

f. Diambil filtrat sampel pada menit ke 5, 10, 15, 20, 30 dan 45

g. Diukur absorbansi (A) pada panjang gelombang maksimum sebanyak 3 kali

pengulangan

h. Dihitung konsentrasi (ppm) sampel dan rata-rata konsentrasi (ppm)

i. Dikonversikan nilai rata-rata konsentrasi (ppm) tiap waktu ke dalam bentuk

persen jumlah terdisolusi dari tablet yang mengandung acyclovir 200 mg

4. Pembuatan profil disolusi tablet acyclovir

a. Diplotkan data yang diperoleh dalan grafik profil disolusi dengan sumbu y

adalah persen terdisolusi dan sumbu x adalah waktu (menit)

Page 12: Disolusi Kel 5 Acc

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan

a. Penentuan Panjang Gelombang Tablet Acyclovir

Panjang Gelombang (nm) Absorbansi

253 0,440

254 0,445

255 0,432

256 0,432

257 0,434

Jadi panjang gelombang maksimumnya adalah 254 nm

b. Pembuatan Kurva Baku Tablet Acyclovir

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

4 0,269

6 0,401

8 0,507

10 0,623

12 0,745

Jadi Persamaan garis lurusnya adalah y=bx+a

y=0,0587x +0,0394

c. Pengujian Disolusi

Waktu

(menit)

AbsorbansiPengenceran

1 2 3

0 0 0 0 0×

5 0,532 0,521 0,533 10×

10 0,528 0,530 0,525 20×

15 0,625 0,630 0,624 20×

20 0,653 0,655 0,669 20×

30 0,659 0,660 0,661 20×

45 0,667 0,670 0,664 20×

1) Perhitungan konsentrasi berdasarkan persamaan linear

Page 13: Disolusi Kel 5 Acc

Waktu

(menit)

Absorbansi Rata-rata

konsentrasi

(ppm)1 2 3

0 0 0 0 0

5 83,918 82,044 84,088 83,350

10 166,474 167,155 165,451 166,360

15 199,523 201,226 199,182 199,977

20 209,063 209,744 214,514 211,107

30 211,107 211,448 211,788 211,447

45 213,833 214,855 212,810 213,832

2) Faktor koreksi

Konsentrasi rata-rata Faktor Koreksi

0 0

83,350 83,350

166,360 167,289

199,977 202,751

211,107 216,103

211,447 218,789

213,832 223,523

4. Persen disolusi

Waktu (menit) Jumlah Disolusi (%)

0 0

5 37,507

10 75,279

15 91,239

20 97,247

30 98,456

45 100,586

Page 14: Disolusi Kel 5 Acc

2. Perhitungan

a. Konsentrasi Tablet Acyclovir

Persamaan Linear y=bx+a

y=0,0587 x +0,0394

x=y-0,03940,0587

1) Menit ke-5

Konsentrasi 1

x=y-0,03940,0587

=0,532-0,03940,0587

×10

=83,918 ppm

Konsentrasi 2

x=y-0,03940,0587

=0,521-0,03940,0587

×10

=82,044 ppm

Konsentrasi 3

x=y-0,03940,0587

=0,533-0,03940,0587

×10

=84,088 ppm

Rata-rata Konsentrasi=K 1+ K2 +K3

3

=83,918+82,044+84,0883

=83,350 ppm

2) Menit ke-10

Konsentrasi 1

x=y-0,03940,0587

Page 15: Disolusi Kel 5 Acc

=0,528-0,03940,0587

×20

=166,474 ppm

Konsentrasi 2

x=y-0,03940,0587

=0,530-0,03940,0587

×20

=167,155 ppm

Konsentrasi 3

x=y-0,03940,0587

=0,525-0,03940,0587

×20

=165,451 ppm

Rata-rata Konsentrasi=K 1+ K2 + K3

3

=166,474+167,155+165,4513

=166,360ppm

3) Menit ke-15

Konsentrasi 1

x=y-0,03940,0587

=0,625-0,03940,0587

×20

=199,523 ppm

Konsentrasi 2

x=y-0,03940,0587

=0,630-0,03940,0587

×20

=201,226 ppm

Page 16: Disolusi Kel 5 Acc

Konsentrasi 3

x=y-0,03940,0587

=0,624-0,03940,0587

×20

=199,182 ppm

Rata-rata Konsentrasi=K 1+ K2 +K3

3

=199,523+201,226+199,1823

=199,977ppm

4) Menit ke-20Konsentrasi 1

x=y-0,03940,0587

=0,653-0,03940,0587

×20

=209,063 ppm

Konsentrasi 2

x=y-0,03940,0587

=0,655-0,03940,0587

×20

=209,744 ppm

Konsentrasi 3

x=y-0,03940,0587

=0,669-0,03940,0587

×20

=214,514 ppm

Rata-rata Konsentrasi=K 1+ K2 + K3

3

=209,063+209,744+214,5143

=211,107ppm

Page 17: Disolusi Kel 5 Acc

5) Menit ke-30

Konsentrasi 1

x=y-0,03940,0587

=0,659-0,03940,0587

×20

=211,107 ppm

Konsentrasi 2

x=y-0,03940,0587

=0,660-0,03940,0587

×20

=211,448 ppm

Konsentrasi 3

x=y-0,03940,0587

=0,661-0,03940,0587

×20

=211,788 ppm

Rata-rata Konsentrasi=K 1+ K2 +K3

3

=211,107+211,448+211,7883

=211,447ppm

6) Menit ke-45

Konsentrasi 1

x=y-0,03940,0587

=0,667-0,03940,0587

×20

=213,833 ppm

Konsentrasi 2

x=y-0,03940,0587

Page 18: Disolusi Kel 5 Acc

=0,670-0,03940,0587

×20

=214,855 ppm

Konsentrasi 3

x=y-0,03940,0587

=0,664-0,03940,0587

×20

=212,810 ppm

Rata-rata Konsentrasi=K 1+ K2 +K3

3

=213,833+214,855+212,8103

=213,832 ppm

b. Jumlah Tablet Acyclovir Terdisolusi

Konsentrasi Acyclovir dalam tubuh =200 mg900 mL

=222,22 ppm

1) Menit ke-5

Faktor koreksi A ' =A

=83,350

Jumlah tablet terdisolusi=83,350 ppm222,22 ppm

×100%

=37,507 %

2) Menit ke-10

Faktor koreksi B' =B + {10900

× ( A )}=166,360 + {10

900×(83,350)}

=166,360+0,926

=167,286

Jumlah tablet terdisolusi=167,286222,22

×100%

=75, 279%

Page 19: Disolusi Kel 5 Acc

3) Menit ke-15

Faktor koreksi C' =C +{10900

× (A+B )}=199,977 + {10

900×(83,350 + 166,360)}

=199,977+2,774

=202,751

Jumlah tablet terdisolusi=202,751222,22

×100%

=91,239%

4) Menit ke-20

Faktor koreksi D' =D + {10900

× ( A+B+C )}=211,107 +{10

900×(83,350 + 166,360+199,977)}

=211,107+4,996

=216,103

Jumlah tablet terdisolusi=216,103222,22

×100%

=97,247%

5) Menit ke-30

Faktor koreksi E'=E + {10900

× ( A+B+C+D )}=211,447 +{10

900×(83,350 + 166,360+199,977 +211,107)}

=211,447+7,342

=218,789

Jumlah tablet terdisolusi=218,789222,22

×100%

=98,456%

6) Menit ke-45

Faktor koreksi F'=F + {10900

× ( A+B+C+D +E )}

Page 20: Disolusi Kel 5 Acc

=213,832 + {10900

×(83,350 + 166,360+199,977 +211,107+ 211,447)}=213,832+9,691

=223,523

Jumlah tablet terdisolusi=223,523222,22

×100%

=100,586%

3. Grafik

a. Kurva Baku

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 130

0.10.20.30.40.50.60.70.8

f(x) = 0.0587 x + 0.0394R² = 0.999040301536677

Kurva Baku Acyclovir

Konsentrasi (ppm)

Ab

sorb

ansi

Page 21: Disolusi Kel 5 Acc

b. Profil Disolusi Tablet Disolusi

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500

20000

40000

60000

80000

100000

120000

Disolusi Tablet Acyclovir

Waktu (menit)

Jum

lah

dis

olu

si (

%)

Page 22: Disolusi Kel 5 Acc

F. Pembahasan

Disolusi adalah proses ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan

masuk ke dalam fase larutan. Disolusi merupakan sebuah proses yang dimulai dari

beberapa tahap yaitu dimulai dari proses desintegrasi yang merupakan proses

pelepasan zat aktif dari sediaannya yang membentuk granul-granul yang

kemudian akan mengalami lagi proses deagregasi yaitu proses penghalusan

granul-granul tersebut menjadi partikel-partikel yang lebih kecil yang kemudian

akan mengalami proses disolusi dari bentuk partikel-partikel padat yang melarut

dalam suatu pelarut dan berubah menjadi bentuk yang sama dengan pelarutnya.

Proses pelarutan yang cepat dari zat aktif tersebut akan menimbulkan efek yang

cepat pula dan begitu juga sebaliknya. Bila pelarutan suatu obat lambat, maka

efek yang ditimbulkan dari obat tersebut juga akan lambat. Maka apabila proses

disolusi atau pelarutan suatu obat lambat, maka hal ini akan mengakibatkan proses

absorpsi yang dihasilkan juga akan lambat. Sehingga ketersediaan obat didalam

cairan dan jaringan tubuh juga akan sedikit. Proses absorpsi obat yaitu proses

masuknya obat dan zat aktifnya ke dalam sirkulasi darah yang kemudian akan

didistribusikan ke seluruh cairan dan jaringan tubuh.

Uji disolusi digunakan untuk berbagi alasan dalam industri farmasi seperti

dalam pengembangan produk baru, untuk pengawasan mutu, dan untuk membantu

menentukan kesetaraan hayati.

Obat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu acyclovir yang merupakan

obat yang berada dalam bentuk sediaan tablet. Acyclovir merupakan obat yang

digunakan sebagai obat yang membantu pengobatan bagi infeksi virus herpes

simplex, dimana absorbansi secara peroralnya yaitu sekitar 15-30 %.

Peralatan disolusi terdiri dari beberapa tipe yang digunakan yang disesuaikan

dengan jenis sediaan obat yang akan diujikan. Peralatan disolusi dinamakan

dengan apparatus yang terdiri dari apparatus 1 hingga apparatus 7 yang berbeda

metode dan penggunaannya. Pengujian disolusi tablet dapat menggunakan

apparatus 1 dan 2. Dalam pengujian kali ini menggunakan apparatus 2, apparatus

2 merupakan metode dayung yang menggunakan pengaduk, terdiri dari batang

dan daun pengaduk. Batang pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak

Page 23: Disolusi Kel 5 Acc

lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan

halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga

dasar batang dan daun rata, dengan spesifikasi jarak 29 mm ± 2 mm dayung

dengan bagian dalam wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung.

Menurut USP, uji disolusi untuk tablet acyclovir digunakan medium HCl

dengan kensentrasi 0,1 N, dan pH 1,2 serta volume yang digunakan sebanyak 900

mL. Penggunaan HCl dengan pH 1,2 dikarenakan untuk menyesuaikan dengan

kondisi pelepasan obat di dalam lambung, selain itu volume yang digunakan

sebanyak 900 mL didasarkan karena volume maksimal lambung adalah 1000 mL.

Kecepatan pengadukan yang digunakan pada alat untuk uji ini adalah 50 rpm

selama 45 menit, hal ini setara dengan gerakan motilitas lambung. Selain itu, batas

minimum sediaan tablet acyclovir terdisolusinya selama 45 menit adalah tidak

kurang dari 80 %.

Pada percobaan ini, mula-mula diisi bak disolusi dengan air suling. Bak ini

berfungsi untuk memanaskan labu disolusi yang berisi medium untuk melarutkan

acyclovir. Kemudian diatur suhunya 38º C dan setelah tercapai suhu tersebut

maka dimasukkan medium disolusi ke dalam labu disolusi dan diukur suhunya.

Alasan digunakan suhu 38º C pada bak disolusi yakni diharapkan nantinya suhu

pada medium disolusi dapat berada pada kisaran 37°C ± 0,5°C sehingga

pengkondisian suhu ekuivalen dengan suhu tubuh. Selanjutnya digunakan 6 buah

labu disolusi yang berisi medium HCl 0,1 N untuk tablet Acyclovir dan satu buah

tabung disolusi berisi stok medium yaitu HCl 0,1 N, selanjutnya dimasukkan

tablet Acyclovir 200 mg kedalam 6 buah labu disolusi yang digunakan. Diambil

5-10 mL pada menit ke 5, 10, 15, 20, 30, dan 45. Pengambilan 5-10 mL dilakukan

untuk menghindari dari kepekatan sampel yang akan diukur absorbansi nya,

sehingga dapat dilakukan pengenceran. Setiap pengambilan, volume medium

dalam labu disolusi dicukupkan kembali menjadi 900 ml. Pengambilan dilakukan

dengan holder filter yang telah di pasangkan dengan spoid dan kertas saring.

Kertas saring bertujuan untuk menghindari molekul-molekul acyclovir yang

belum larut turut terambil.

Page 24: Disolusi Kel 5 Acc

Prosedur selanjutnya yaitu dilakukan penentuan panjang gelombang

maksimum dengan menggunakan alat spektrofotometer dimana menurut literatur

yang digunakan yaitu USP menyebutkan panjang gelombang maksimum untuk

sediaan obat tablet Acyclovir yaitu pada 254 nm, sehingga dalam penentuan

panjang gelombang maksimum ini dilakukan pada rentang panjang gelombang

253-257 nm, selanjutnya diukur absorbansi maksimum pada masing-masing

panjang gelombang. Didapatkan data pada panjang gelombang 253 absorbansinya

yaitu 0,440, pada panjang gelombang 254 nilai absorbansinya yaitu 0,445,

panjang gelombang 255 nm absorbansinya 0,435, panjang gelombang 256 nm

absorbansinya 0,432, dan panjang gelombang 257 nm absorbansinya 0,434.

Berdasarkan data yang telah diperoleh didapatkan data absorbansi maksimum obat

Acyclovir yaitu pada panjang gelombang 254 nm. Prinsip dari spektrofotometer

sendiri adalah mengubah sinar polikromatik yang jatuh pada sampel berwarna

menjadi sinar monokromatik dilakukan oleh monokromator, kemudian sinar

monokromatik ini ada yang diserap sebagai absorban dan ada juga yang

diteruskan sebagai transmitan. Jumlah atau banyaknya absorbansi inilah yang

terbaca oleh detektor dan menjadi dasar untuk menghitung konsentrasi dari

acyclovir. Pada umumnya, digunakan panjang gelombang maksimum karena

perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar

dan kesalahan yang ditimbulkan akan semakin kecil. Panjang gelombang

maksimum adalah panjang gelombang dimana nilai serapan yang dihasilkan juga

maksimum atau absorbansinya maksimum. Prinsip kerja dari metode ini adalah

jumlah cahaya yang diabsorbsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi sampel

yang diuji dalam larutan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari hasil absorbansi didapatkan dengan

melakukan pengenceran pada menit ke-5 yaitu sebanyak 10x. Sedangkan pada

rentang waktu selanjutnya sampai menit ke 45, pengenceran dilakukan sebanyak

20x. Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dihitung ke dalam bentuk

konsentrasi yang kemudian dikonversikan ke dalam jumlah persen yang

ditetapkan sebagai persen terdisolusi dari obat tersebut. Sehingga diperoleh pada

menit ke-5 persen terdisolusi sebanyak 37,507 %. Menit ke-10 persen terdisolusi

Page 25: Disolusi Kel 5 Acc

sebanyak 75,279 %. Menit ke-15 sebanyak 91,239 %. Menit ke-20 sebanyak

97,247 %. Menit ke-30 sebanyak 98,456 %. Menit ke-45 sebanyak 100,586 %.

Dari hasil ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu yang digunakan, maka

semakin semakin banyak juga jumlah obat yang dapat terdisolusi. Walaupun

demikian kenaikan lebih terlihat pada menit ke 10 yaitu dari 37,507 % ke 75,279

% dan pada menit ke 15 yaitu dari 75,279 % ke 91,239 %. Selanjutnya kenaikan

hanya terjadi sedikit (relatif konstan) yaitu pada menit ke 20, 30, 45.

Page 26: Disolusi Kel 5 Acc

G. Kesimpulan Berdasarkan data hasil pengamatan dari percobaan yang dilakukan, maka

dapat disimpulkan bahwa:

1. Persentase tablet acyclovir yang terdisolusi yaitu pada menit ke-5 yaitu

37,507 %, menit ke-10 75,279 5, menit ke-15 91,239 %, menit ke-20

97,247 %, menit ke-30 98,456 %, dan menit ke-45 100,586%

2. Semakin lama waktunya, maka tablet acyclovir yang terlarut dan

terdisolusi semakin tinggi, naik pada menit ke 5, 10 dan 15, serta relatif

konstan pada menit ke 20, 30 dan 45.

3.

Page 27: Disolusi Kel 5 Acc

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1997. Ilmu Meracik ObatTeori dan Praktik. Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta.

Ansel, C. H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Effendy, Putra. 2011. Pengujian Disolusi Pada Tablet dengan Metode Keranjang. Jurnal Farmasi volume 3 nomor 2

Hutagaol, Lungguk. 2010. Disolusi Kapsul Teofilin dalam Model Resep Dokter. Jurnal Farmasi Indonesia volume 5 nomor 1

Martin, A. 2008. Farmasi Fisik Dua. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Moechtar. 1990. Farmasi Fisika. Universitas Gadjah Mada Press: Yogyakarta.

Shargel, Leon. 2004. Apptied Biopharmaceutic dan Pharmacokinetic Edisi Kelima