diskresi oleh administrator publik

12
Diskresi Oleh Administrator Publik Administrator publik menjadi serius untuk dibicarakan ketika apa yang dilakukannya itu banyak menyentuh ruang politik. Sebenarnya apa hubungan antara administrator publik dengan politik itu sendiri. Apakah ada perbedaan dan pertentangan antara wilayah administrasi publik dan politik? Apakah peran dari masing-masing ruang ini? Apakah ada perbedaan pandangan antara teori dan tataran praktik administrasi publik itu? Inilah pertanyaan besar yang menjadi tantangan bagi para adminisrator untuk mendefinisikannya secara tepat. Dalam perkembangan ilmu adminsitrasi publik, begitu banyak dinamika yang timbul, mulai dari peran dari administrasi publik yang terpisah sama sekali dengan dunia politik. Pemahaman selanjutnya yang kemudian muncul bahwa adminsitrasi itu adalah bagian dari politik. Paradigma yang muncul adalah “when politic ends administration begins ”. Pemahaman- pemahaman inilah yang kemudian memunculkan banyak pendapat baik dari kalangan ilmuwan ataupun praktisi untuk menggali kembali esensi dari ilmu administrasi publik. Proses Pemahaman Baik para ilmuwan ataupun praktisi administrasi publik telah memahami bahwa dinamika yang terjadi pada masyarakat itu sedemikian cepatnya bergerak melebihi dari kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Jika menganggap bahwa administrasi publik itu berbeda sama sekali dengan politik, membuat pemahaman ini menjadi rancu, karena didalam pengambilan kebijakan publik,

Upload: nomaini

Post on 27-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ADm negara

TRANSCRIPT

Page 1: Diskresi Oleh Administrator Publik

Diskresi Oleh Administrator Publik

Administrator publik menjadi serius untuk dibicarakan ketika apa yang dilakukannya

itu banyak menyentuh ruang politik. Sebenarnya apa hubungan antara administrator publik

dengan politik itu sendiri. Apakah ada perbedaan dan pertentangan antara wilayah

administrasi publik dan politik? Apakah peran dari masing-masing ruang ini? Apakah ada

perbedaan pandangan antara teori dan tataran praktik administrasi publik itu? Inilah

pertanyaan besar yang menjadi tantangan bagi para adminisrator untuk mendefinisikannya

secara tepat.

Dalam perkembangan ilmu adminsitrasi publik, begitu banyak dinamika yang timbul,

mulai dari peran dari administrasi publik yang terpisah sama sekali dengan dunia politik.

Pemahaman selanjutnya yang kemudian muncul bahwa adminsitrasi itu adalah bagian dari

politik. Paradigma yang muncul adalah “when politic ends administration begins”.

Pemahaman-pemahaman inilah yang kemudian memunculkan banyak pendapat baik dari

kalangan ilmuwan ataupun praktisi untuk menggali kembali esensi dari ilmu administrasi

publik.

Proses Pemahaman

Baik para ilmuwan ataupun praktisi administrasi publik telah memahami bahwa

dinamika yang terjadi pada masyarakat itu sedemikian cepatnya bergerak melebihi dari

kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Jika menganggap bahwa administrasi publik itu

berbeda sama sekali dengan politik, membuat pemahaman ini menjadi rancu, karena didalam

pengambilan kebijakan publik, unsur politik tentu saja mendominasi. Terkait dengan

pemahaman selanjutnya bahwa administrasi itu muncul setelah adanya proses politik, dapat

juga dinyatakan tidak tepat, karena dalam kenyataanya seorang administrator publik tidak

hanya menjalankan kebijakan saja. Ia juga bisa bertindak secara langsung terhadap suatu

kebijakan.

Administrator publik seringkali menjadi cenderung untuk salah melangkah karena

kekakuannya untuk hanya mengikuti dari peraturan yang ada. Gejolak untuk mengembangkan

konsep baru ilmu administrasi publik menjadi suatu kebutuhan. Terdapat kritik yang tajam

yang dialamatkan terutama terhadap pandangan ilmiah para sarjana administrasi publik yang

dianggap kurang mampu mengakomodasikan pandangan-pandangan dan isu-isu baru yang

berkembang dalam masyarakat. Kecenderungan untuk mengembangan konsepsi baru yang

diharapkan mampu menjawab isu-isu yang bermunculan dipanggung politik dan kehidupan

sosial mulai berpengaruh sangat kuat. Kehendak untuk memperbaiki dan menyempurnakan

Page 2: Diskresi Oleh Administrator Publik

konsepsi lama dengan mengembangkan konsep baru dari Ilmu Administrasi Publik terus

berlangsung sejalan dengan perkembangan perubahan paradigma yang sekarang menjadi

current issues dalam ilmu administrasi publik. (Thoha, 2003).

Dalam perjalanan akhirnya saat ini, ilmu adminstrasi publik terjadi pergeseran titik

tekan dari Administration of Public dimana Negara sebagai agen tunggal implementasi fungsi

Negara / Pemerintahan; Administration for public yang menekankan fungsi Negara /

Pemerintahan yang bertugas dalam Public Service; ke Administration by Public yang

berorientasi bahwa public demand are differentiated, dalam arti fungsi Negara / Pemerintah

hanyalah sebagai fasilitator, katalisator yang bertitik tekan pada putting the customers in the

driver seat. Dalam hal ini sesungguhnya telah terjadi perubahan makna Public sebagai

Negara, menjadi Public sebagai Masyarakat. (Utomo, 2005).

Kepentingan Publik

Perubahan dan tuntutan masyarakat yang sedemikian besar mengakibatkan seorang

administrator publik harus segera mengubah paradigma berfikirnya. Peraturan yang dibuat itu

seberapa pun cepatnya tidak akan mampu menjawab tantangan dan perubahan yang terjadi

pada masyarakat. Karena perubahan yang terjadi pada masyarakat itu begitu cepat, dan tidak

semua perubahan yang terjadi itu termuat dalam aturan. Dalam menghadapi perubahan tidak

mungkin seorang administrator “do nothing”. Persoalan haruslah dapat diselesaikan dengan

segera, menunggu sampai dibuatnya aturan muncul sama saja menghambat terjadinya

perubahan pada masyarakat dan lebih parahnya lagi masyarakat akan membuat aturan sendiri.

Akhirnya birokrasi harus memainkan peran ganda, bahkan jamak, tidak hanya sebagai

eksekutor atau implementor kebijakan melainkan juga sebagai formulator dan sekaligus

evaluator kebijakan. (Wibawa, 2005).

Untuk menjalankan fungsi sebagai administrator publik yang tidak hanya sebagai

implementor tetapi juga sebagai formulator kebijakan, administrator harus mengetahui peran

dan fungsinya secara tepat. Pertanggungjawaban seorang administrator adalah untuk

kepentingan publik, maka pelayanan publik yang dilakukan haruslah akuntabel, responsif dan

efisien. Pengertian akuntabel disini berarti bahwa suatu pelayanan publik itu benar dan sesuai

dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berkembang pada masyarakat. Artinya, suatu

pelayanan itu dilihat dari puas atau tidaknya masyarakat yang dilayani dan kesesuaian dengan

apa yang mereka inginkan.

Untuk menjawab tantangan yang ada, dan untuk menciptakan pelayanan yang

responsif, akuntabel serta efisien, maka administrator publik dituntut untuk melakukan hal

Page 3: Diskresi Oleh Administrator Publik

yang terbaik bagi publik. Kepatuhan seorang administrator terhadap aturan-aturan yang dibuat

oleh pemerintah adalah wujud ketaatan yang benar, namun juga wajib dipahami bahwa

aturan-aturan itu juga merupakan buatan manusia. Sebagai manusia biasa yang yang memiliki

keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), para perumus kebijakan dan aturan-aturan

yang dibuat tentu saja tidak mampu memahami semua pokok kepentingan yang diharapkan

masyarakat. Oleh karena itu perilaku administrator publik dalam memberikan pelayanan tidak

hanya berdasar pada rule driven. Perlakuan seperti ini akan membuat pelayanan menjadi kaku

dan semakin lamban, yang pada akhirnya menjadikan pelayanan itu tidak memuaskan

masyarakat.

Diskresi sebagai solusi

Agar pelayanan menjadi sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat, untuk itu

perlu dilakukan kebijakan operasional yang dapat dipandang sebagi suatu diskresi, yakni

upaya untuk menyesuaikan kebijaksanaan dengan situasi yang telah berkembang (Wibawa,

2005). Diskresi secara konseptual merupakan suatu langkah yang ditempuh adminitrator

untuk menyelesaikan suatu kasus yang tidak atau belum diatur dalam suatu regulasi yang

baku. Dalam konteks tersebut, diskresi dapat berarti suatu bentuk kelonggaran pelayanan yang

diberikan oleh administrator kepada pengguna jasa. Dalam implementasinya, tindakan

diskresi diperlukan sebagai kewenangan untuk menginterpretasikan kebijakan yang ada atas

suatu kasus yang belum atau tidak diatur dalam satu ketentuan yang baku (Dwiyanto, 2006).

Diskresi seolah menjadi hal yang terabaikan didalam memberikan pelayanan, padahal

dalam periode masyarakat yang terus berkembang dan semakin dinamis ini, diskresi sudah

menjadi suatu keharusan. Sekalipun disatu pihak hal ini menunjukkan kreativitas dan daya

tanggap birokrasi terhadap lingkungannya, di lain pihak diskresi sangat rentan bagi

berlangsungnya penyimpangan (Wibawa, 2005). Namun prisipnya adalah sepanjang tindakan

yang diambil tetap pada koridor visi dan misi organisasi serta tetap dalam kerangka

pencapaian tujuan organisasi, maka pelanggaran atau tindakan penyimpangan prosedur ini

tidak perlu terlalu dipermasalahkan. (Dwiyanto, 2006).

Saat ini dapat dicermati bahwa diskresi pelayanan yang diberikan oleh instansi

pemerintah demikian rendah. Adapun berdasarkan identifikasi yang dilakukan terdapat

beberapa faktor penyebab terjadinya hal demikian, yaitu :

1. Gaya manajemen yang terlalu berorientasi kepada tugas (task-oriented) menyebabkan

pegawai menjadi tidak termotivasi untuk menciptakan hasil yang nyata dan kualitas

pelayanan yang prima. Formalitas dalam rincian tugas organisasi menuntut

Page 4: Diskresi Oleh Administrator Publik

keseragaman yang tinggi. Akibatnya para pegawai menjadi takut berbuat salah dan

cenderung menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya sesuai dengan petunjuk

pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis), walaupun keadaan yang ditemui

dalam kenyataan sangat jauh berbeda dengan peraturan-peraturan teknis tersebut

(Kumorotomo, 2005). Adanya ketakutan administrator publik untuk mengambil

tindakan yang berbeda dari yang telah digariskan oleh aturan yang ada menjadi alasan

yang kuat kenapa diskresi tidak dilakukan. Tidak seperti di negara lain yang lebih

maju sistem administrasi publiknya. Negara Indonesia masih belum mengenal konsep

sunset rule dan reinvention laboratory. Sehingga walaupun peraturan yang sudah ada

itu sudah usang dan tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan zaman,

bagaimanapun peraturan itu harus tetap diikuti. Akibatnya ruang kreasi dan inovasi

dari administrator publik menjadi hilang, suatu kesalahan yang besar jika tidak

mengikuti aturan yang telah ada, atau malahan dapat dikenai hukuman penjara.

2. Budaya patron-klien yang masih melingkupi pelaksanaan tugas dari administrator

publik. Budaya biriokrasi di Indonesia banyak mengadopsi budaya jawa yang

hierarkis, tertutup, sentralistis, dan mempunyai nilai untuk menempatkan pimpinan

sebagai pihak yang harus dihormati. Dalam konteks demokrasi pelayanan publik di

Indonesia, hubungan tersebut diterjemahkan oleh bawahan sebagai mendahulukan

kepentingan pimpinan diatas segalanya. (Kusumasari, 2005). Sesuai dengan akar

budaya lama, raja adalah segalanya dan masyarakat adalah abdi. Dalam konteks

budaya paternalistik adalah berupa atasan yang memiliki kekuasaan yang besar dan

sanggup memberikan apapun bagi bawahannya, sehingga bawahan akan memberikan

apapun loyalitas dan pengabdian yang penuh bagi atasannya. Sehingga loyalitas yang

seharusnya diberikan kepada masyarkat menjadi milik atasan. Ini sangat berpengaruh

baik terhadap atasan maupun bawahan dalam memberikan pelayanan kepada publik.

Atasan akhirnya tidak memahami apa realitas sebenarnya yang terjadi pada

masyarakat, pelayanan seperti apa yang mereka inginkan. Karena informasi yang

masuk kepadanya hanya berupa informasi yang baik-baik saja dari bawahan agar

atasan menjadi senang. Sedangkan bagi bawahan, menjadikan atasan sebagai patron

akan membuatnya tidak berani mengambil tindakan, rasa pakewuh, takut melangkahi

dan akhirnya tidak melakukan tindakan apapun. Dalam pelayanan publik sikap

menganggap atasan sebagai segalanya menjadikan pelayanan menjadi tidak efisien.

Tidak hanya menghabiskan energi waktu saja, dari segi biaya semakin besar rupiah

yang harus dikeluarkan masyarakat.

Page 5: Diskresi Oleh Administrator Publik

3. Reward yang tidak jelas dari administrator publik ketika ia mampu melaksanakan

pekerjaannya dengan baik. Reward disini dapat berupa penghargaan ataupun bentuk

penghormatan, namun dapat juga diartikan sebagai mendapatkan insentif. Tidak

adanya sistem insentif yang secara efektif mampu mendorong para pejabat birokrasi

untuk bekerja secara efisien dan profesional ikut memberikan kontribusi terhadap

kegagalan birokrasi dalam membangun kinerja yang baik. (Kusumasari, 2005). Dalam

diskresi beban berat yang pasti muncul terlebih dahulu adalah tidak sesuai dengan

aturan. Apapun bentuknya yang dilakukan oleh administrator publik ketika kebijakan

yang dia buat itu menghasilkan kebijakan yang akuntabel dan efisien terhadap

pengguna jasanya, namun hal tersebut tidak sesuai dengan aturan yang telah ada, yang

dia lakukan adalah salah. Inilah pemahaman yang selalu muncul dalam benak para

administrator ketika ia ingin melakukan diskresi, jangankan mendapatkan

penghargaan atas hasil kerjanya. Yang paling minimal ia akan mendapat sikap yang

tidak enak dari teman sejawat ataupun dimarahi oleh atasan. Yang lebih parah lagi

ketika diskresi yang dilakukan oleh seorang administrator publik itu membawanya ke

pintu penjara. Hal yang sangat naif, ketika seorang memang berbuat untuk publik yang

sebenarnya bukan malahan mendapat reward. Sedangkan adminsitrator yang dalam

tugasnya banyak “melindungi atasan” dan memperjuangkan kepentingan tertentu saja

tidak mendapatkan punishment dari negara ini.

4. Rendahnya kualitas pendidikan dari para administrator publik sangat berpengaruh

terhadap pelayanan yang ia berikan. Diskresi itu penting untuk dilakukan jika

administrator memahami apa yang ia lakukan. Untuk itu wacana keilmuan dari

administrator baik melalui pendidikan formal ataupun informal juga merupakan suatu

keharusan. Kebijakan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) aparat

birokrasi melalui dukungan pada studi lanjut aparat ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi, seperti S1 dan S2, perlu mendapatkan prioritas sebagai bagian dari komitmen

pengembangan pegawai. Selain itu, dengan mengikutsertakan pegawai pada program-

program pelatihan mengenai dasar-dasar manajemen organisasi terbuka,

kepemimpinan dan penerapan model organisasi adaptif diharapkan dapat

meningkatkan penguasaan mereka akan konsep-konsep pelayanan publik yang baik.

(Dwiyanto, 2001).

Page 6: Diskresi Oleh Administrator Publik

Islam dan Fleksibilitasnya

Islam itu selalu mengajarkan umatnya untuk selalu berfikir, orang yang berilmu

memiliki derajat yang tinggi, ayat pertama yang turun pun mengajarkan kita untuk membaca.

Bagaimana relevansi antara ruang praktik administrator publik dengan Islam. Dalam Al

Qur’an disebutkan bahwa :

Wahai orang-orang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan

Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu………..(An-Nisa : 59)

Ayat diatas mengajarkan kepada kita untuk wajib taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Demikian juga kepada pemimpin, pemegang kekuasaan, undang-undang ataupun peraturan.

Namun ketaatan seperti apa yang harus kita lakukan? Menurut para ulama tafsir, yang wajib

kita lakukan adalah jika pemimpin ataupun peraturan itu sesuai dengan Kitab Allah dan

Sunnah Rasul. Jika pemegang kekuasan atau peraturan yang dibuatnya tersebut tidak sesuai

dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul, maka kita boleh tidak mengikutinya. Inilah landasan

bagi administrator publik untuk melakukan diskresi.

Seringkali didalam pembuatan Peraturan-peraturan itu tidak sesuai dengan esensinya

yaitu untuk kepentingan publik, bisa juga karena keberpihakan terhadap pihak

kepentingannya ataupun hal ini bisa terjadi karena keterbatasan kemampuannya sebagai

manusia biasa. Untuk itu seorang administrator publik jika menyikapi hal yang seperti ini, ia

dapat melakukan diskresi. Salahkah apa yang dilakukannya? Pertama kita harus melihat

esensi dari dibuatnya suatu peraturan. Suatu peraturan pastilah dibuat untuk kepentingan

publik, maka jika suatu peraturan yang keberpihakannya tidak menyentuh ruang publik,

diskresi dapat dilakukan. Kedua seorang administrator harus mampu memahami secara bijak

dan tepat tugasnya sebagai pelayan bagi rakyat, maka yang harus didahulukan tentu saja

adalah kepentingan rakyat. Ketiga, tendensi kepentingan harus bersih. Tidak jarang seorang

administrator mengambil kebijakan atasa nama publik, namun dalam kenyataannya hanya

segolongan pihak tertentu yang diinginkan. Oleh karena itu seorang administrator publik

benar-benar memfokuskan kerjanya untuk kepentingan publik.

Bagaimana jika diskresi yang dilakukan oleh seorang administrator publik itu

dinyatakan sebagai “malpraktek”, dianggap tidak mengikuti peraturan, menyalahi undang-

undang, padahal tindakan yang dilakukannya itu sudah benar. Seorang administrator publik

juga harus menyadari bahwa setelah didunia ini akan ada kehidupan selanjutnya yang lebih

kekal. Pertanggungjawaban kerja bukan hanya terhadap atasan dan peraturan saja, ada

pertanggungjawan yang lebih besar dari itu semua. Pertanggungjawaban seorang hamba

Page 7: Diskresi Oleh Administrator Publik

kepada Khalik-nya. Oleh karena itu sebagai insan yang harus dilakukannya itu bekerja saja.

Kita menyebutnya sebagai proses, sedangkan hasilnya bukan kita yang menilai. Inilah yang

kemudian dapat kita ambil dalam ayat-Nya :

Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu

juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu kamu akan dikembalikan kepada

(Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada

kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (At-Taubah :105)

Begitu besarnya pertanggungjawaban seorang administrator publik, hingga dia tidak

hanya bertanggungjawab di dunia ini saja, perhitungan di akhirat menjadi alasan penting

untuknya dalam bertindak. Sehingga administrator publik selain ia mempunyai kemampuan

akademik yang baik, memiliki daya kreasi dan inovasi, yang terpenting ia memiliki keimanan.

Administrator publik terus berproses sebaik-baiknya bagi kepentingan publik, tentu saja

penilaian dari sisi duniawi lebih banyak menonjolkan sisi subyektivitas. Tentu administrator

akan lebih memilih keputusan yang paling objektif terhadap segala tindakan dan kebijakan

yang telah dilakukanya. Keputusan di akhirat nanti menjadi pilihan.

- Wallahu ‘alam-

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Qur’an dan terjemahannya, 2004. PT. Syaamil Cipta Media.

2. Agus Purwanto, Erwan dan Wahyudi Kumorotomo, dkk. 2005. Birokrasi Publik dalam

Sistem Politik Semi-Parlementer. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

3. Dwiyanto, Agus, dkk. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

4. Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

5. Dwiyanto, Agus dan Bevaola Kusumasari. 2001. Policy Brief : Diskresi Dalam Pemberian

Pelayanan Publik. Yogyakarta: Center for Population and Policy Studies, UGM.

6. Thoha, Miftah. 2005. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

7. Utomo, Warsito. 2006. Administrasi Publik Baru Indonesia, Perubahan Paradigma dari

Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

8. Wibawa, Samodra. 2004. Reformasi Administrasi, Bunga Rampai Pemikiran Adminstrasi

Negara/Publik. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.