case varisela rotasi ii.print
DESCRIPTION
laporan kasus varisela rotasi IITRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. Defenisi
Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya terjadi
padaanak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella
Zostermenyerang kulit dan mukosa. Secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan
kulit polimorf, terutama di bagian sentral tubuh. Varicella padaanak, mempunyai
tanda yang khas berupa masa prodromal yang pendek bahkan tidak adadan
dengan adanya bercak gatal disertai dengan papul, vesikel, pustula, dan
pada akhirnya crusta, walaupun banyak juga lesi kult yang tidak
berkembang sampai vesikel.Normalnya pada anak, gejala sistemik biasanya
ringan. Komplikasi yang serius biasanya terjadi padadewasa dan pada anak
dengan defisiensi imunitas seluler, dimana penyakit dapatbermanifestasi klinis berupa,
erupsi sangat luas, gejala konstitusional berat, dan pneumonia.Terdapat kemungkinan
fatal jika tidak ada terapi antivirus yang diberikan.
I I . E p i d e m i o l o g i
Sebelum pengenalan vaksin pada tahun 1995, varisella merupakan
penyakit infeksi pa l i ng s e r i ng pada anak -anak d i USA. Kebanyakan
anak t e r i n f eks i pada umur 15 t ahun , dengan persentasi dibawah 5%
pada orang dewasa. Epidemik Varicella terjadi pada musim dingin dan musim
semi, tercatat lebih dari 4 juta kasus, 11.000 rawat inap, dan 100 kematian t i ap
t ahunnya . Va r i ce l l a me rupakan penyak i t s e r i u s dengan pe r sen t a s i
kompl ika s i dan kematian tinggi pada balita, dewasa, dan dengan orang imun yang
terkompromi. Pada rumah tangga, persentasi penularan dari virus ini berkisar 65%-
86%.
Manusia merupakan host alami yang diketahui untuk VZV, dimana dikaitkan
dengan dua ben tuk ke sak i t an yang ben tuk p r ime r s ebaga i va r i s e l a
( ch i ckenpox) dan ben tuk sekunder sebagai herpes zoster. VZV merupakan
infeksi yang sangat menular dan menyebar biasanya dari oral udara atau sekresi
respirasi atau terkadang melalui transfer langsung dari lesi kulit melalui
transmisi fetomaternal. Serangan sekunder meningkat pada kontak rumah yang rentan
melebihi 85%.
1
Meskipun infeksi primer asimptomatik adalah jarang, studi serologis
mendukung bahwa reinfeksi subklinis adalah sering. Jarangnya, pasien
dengan imunokompeten dapat menga l ami ep i sode kedua da r i va r i c e l l a .
Va r i ce l l a da l am ik l im t empe ra tu r l eb ih s e r i ng timbul pada usia
sebelum sekolah dan anak usia sekolah kurang dari usia 10 tahun dengan
insidensi tertinggi pada kelompok usia 3-6 tahun. Disamping prevalensi varisela pada
anak-anak , bebe rapa o r ang pada i k l im t empe ra tu r dapa t menena i
o r ang dewasa t anpa adanya papa ran : s ebuah s t ud i r ek ru t m i l i t e r d i
Un i t ed S t a t e s pada e r a p r evaks in menun jukkan bahwa 8% tentara
yang direkrut adalah seronegatif, dengan peningkatn angka seronegative
pada non kulit putih dan lebih tinggi angka seronegative pada tentara yang
asalnya di luar United States.
I I I . E t i o l o g i
Varicella disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV) yang
termasuk kelompok He rpes V i ru s dengan d i ame te r k i r a -k i r a 150–200
nm. In t i v i ru s d i s ebu t c aps id yang berbentuk icosahedral, terdiri dari
protein dan DNA yang mempunyai rantai ganda yaitu rantai pendek (S) dan
rantai panjang (L) dan merupakan suatu garis dengan berat molekul 100 juta
dan disusun dari 162 capsomer. Lapisan ini bersifat infeksius. Va r i ce l l a Zos t e r
V i ru s dapa t menyebabkan va r i c e l l a dan he rpe s zos t e r .
Kon t ak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena
itu varicella dikatakan infeksi akut primer, sedangkan bila penderita varicella
sembuh atau dalam bentuk laten dan kemudian terjadi serangan kembali maka yang
akan muncul adalah Herpes Zoster.
I V . P a t o g e n e s i s
Vi rus Va r i ce l l a Zoos t e r masuk da l am mukosa na f a s a t au
o ro fa r i ng , kemud ian replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah
dan limfe ( viremia pertama ) kemudian berkembang biak di sel retikulo
endhotellial setelah itu menyebar melalui pembuluh darah (v i r emia ke
dua ) maka t imbu l l ah demam dan ma la i s e . Pe rmu laan ben tuk l e s i
pada ku l i t mungkin infeksi dari kapiler endothelial pada lapisan papil
dermis menyebar ke sel epitel pada epidermis, folikel kulit dan glandula sebacea
2
dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang
berkembang cepat menjadi papula, vesikel dan akhirnya menjadi crusta. Jarang lesi
yang menetap dalam bentuk makula dan papula saja.
Vesikel ini akan berada pada lapisan sel dibawah kulit. Dan
membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya
adalah lapisan yang lebih dalam. Degenarasi sel akan diikuti dengan
terbentuknya sel raksasa berinti banyak, dimana kebanyakan dari sel
tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A. Penularan secara
airborne droplet. Virus dapat menetap dan laten pada sel syaraf. Lalu dapat
terjadi reaktivitas maka dapat terjadi herpes Zooster.
V. Geja la Kl in i s
Gejala mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi pada anak-anak
yang berusia diatas 10 tahun, gejala awalnya berupa sakit kepala demam
sedang dan rasa tidak enak badan, gejala tersebut biasanya tidak ditemukan pada
anak-anak yang lebih muda. Pada permulaannya, penderita akan merasa sedikit
demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan l e m a h . G e j a l a - g e j a l a i n i
k h a s u n t u k i n f e k s i v i r u s . P a d a k a s u s y a n g l e b i h b e r a t , b i s a
didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian
timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di
sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul di anggota gerak dan wajah.
Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan
dengan dinding t i p i s . Ruam ku l i t i n i mungk in t e r a sa agak nye r i a t au
ga t a l s eh ingga dapa t t e rga ruk t ak s enga j a . J i ka l en t i ng i n i
d ib i a rkan maka akan s ege ra menge r ing memben tuk ke ropeng (krusta)
yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih
gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa
waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.
Lain halnya jika lenting cacar air tersebut dipecahkan. Krusta akan
segera terbentuk lebih dalam sehingga akan mengering lebih lama. kondisi
ini memudahkan infeksi bakteri terjadi pada bekas luka garukan tadi. Setelah
mengering bekas cacar air tadi akan menghilangkan bekas yang dalam. Terlebih
lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa muda, bekas cacar air akan lebih
sulit menghilang.
3
Papu l a d i mu lu t c epa t pecah dan memben tuk l uka t e rbuka
(u lkus ) , yang s e r i ng menyebabkan gangguan menelan. Ulkus juga dapat
ditemukan di kelopak mata, saluran pernapasan bagian atas, rectum dan vagina.
Papula pada pita suara dan saluran pernapasan atas kadang menyebabkan
gangguan pada pernapasan. Bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening dileher
bagian samping. Cacar air jarang menyebabkan pembentukan jaringan parut,
kalaupun ada hanya berupa lekukan kecil di sekitar mata. Luka cacar air
bisa terinfeksi akibat garukan dan biasanya disebabkan oleh staphylococcus.
Anak-anak biasanya sembuh dari cacar air tanpa masalah. Tetapi pada orang
dewasa maupun penderita gangguan sistem kekebalan, infeksi ini bisa berat
atau bahkan berakibat fatal. Pada anak sehat yang sebelumnya normal, penyakit
ini secara umum dan biasanya jinak, dengan komplikasi yang paling sering
adalah infesi sekunder bakteri dari lesi kul it. Jaringan parut merupakan
komplikasi lain yang sering. Komplikasi neurologis meliputi encephalitis
dan ataxia cerebellar akut. Varisela encephalitis dengan insiden 0,1% secara
umum tampak mengalami nyeri kepala, kejang, pola pemikiran yang terganggu, dan
muntah, dengan angka mortalitas sebesar 5 hingga 20%. Ataxia serebelar
akut sedikit lebih jarang (0,025% insidensi) dibandingkan ensefalitis dan secara
umum tampak dalam 1 minggu ruam dengan a t ax i a , mun tah , pembica raan
yang t e rganggu , ve r t i go , dan a t au t r emor , dengan resolusi dalam 2
hingga 4 minggu.
Pada anak defisiensi imun atau kurang gizi yang tidak ditangani
dengan asiklovir i n t r avena , angka kema t i an be rk i s a r an t a r a 15 h ingga
18%. Kasus i n i d ika r ak t e r i s t i kan dengan penyebaran, dengan
pneumonia, miokarditis, artritis, hepatitis, perdarahan, dan ensefalopaty
(ataxia serebelar lebih sering). Super infeksi lesi kulit dengan
Staphylococcusaureus atau Streptococcus pyogenes dapat menyebabkan
pioderma, impetigo, erysipelas, nephritis, gangrene, atau sepsis. Pada tropis
Amerika, varisella pada anak usia muda, anak kekurangan gizi dapat
berkomplikasi menjadi diare berat.
Orang dewasa tampak mempunyai penyakit yang lebih berat
dibandingkan dengan anak-anak. Dengan peningkatan 15 kali lipat pada
mortalitasnya. Varisella onset dewasa lebih sering berkomplikasi dengan
pneumonitis dan ensefalitis, dengan secara klinis pneumonitis lebih dari 15 % kasus.
4
Orang dari area tropis yang pindah ke area temperatur berada dalam
resiko untuk va r i s e l a onse t dewasa , t e ru t ama j i ka kon t ak dengan
anak u s i a muda . Va r i s e l a i bu pada ge s t a s i awa l men imbu lkan
s eca ra j a r ang ke s i nd rom va r i s e l a kongen i t a l yang d i t anda i dengan
defek kulit, atrofi ekstremitas, dan disfungsi sistem otonom. Maternal varisela pada
gestasi akhir dapat menimbulkan varisela neonatus, dengan angka mortalitas sama
tingginya dengan 30% pada bayi yang tidak diterapi.
Infeksi VZV rekuren bermanifestasi sebagai herpes zoster (shingles), sebuah
penyakit yang biasanya terlihat pada orang dewasa dengan usia lebih dari
50 tahun. Data menunjukkan perbedaan rasial dalam resiko timbulnya
zoster, dengan orang tua kulit putih lebih sering berada dalam resiko
dibandingkan dengan orang tua berkulit hitam. Zoster jugadapat timbul jarang pada
anak-anak. Zoster pada pasien imunnocompromise dapat menjadi lebih berat.
Pen ingka t an i n s idens i zo s t e r pada u s i a s ama ha lnya dengan
pa s i en imunocompromised dikarenakan penurunan anti-VZV cell-mediated
immunity. Menariknya,ada bukti bahwa paparan pada orang yang seropositive
terhadap varisela terlindungi dari perkembangan zoster, terutama dengan
menambah respon imunnya. Setelah infeksi primer,VZV (seperti HSV)
timbul pada keadaan latent dengan ganglia saraf kranial dan spinal. Stimuli
non spesifik seperti stress, imunodefisiensi atau malignansi dapat mengaktivasi virus
laten dengan keterlibatan distribusi saraf yang disalurkan melalui ganglion
yang terkena. He rpes zos t e r t imbu l s e t e l ah 3 - t o 4 -day ge j a l a
p rod roma l demam, l e su , dan gangguan gastrointestinal dan erupsi vesikular
kutaneus yang nyeri pada distribusi dermatomal. Ruam biasanya unilateral dan
sepanjang hanya satu dermatom. Pada kasus yang berat, erupsi dapat menjadi lebih
umum dan variseliform. Vesikel sembuh dalam 5 hari, tetapi post
herpeticneuralgia dapat saja ada. Postherpetic neuralgia, terlihat pada lebih
dari 50% pasien diatas 50 tahun, didefinisikan sebagai nyeri konstan atau
intermiten lebih dari durasi satu bulan pada a r ea yang me l iba tkan
de rma tom. In f eks i da r i ma t a , He rpes zos t e r ophthalmicus merupakan
kondisi yang serius karena dapat menyebabkan kebutaan. Sindroma Ramsay Hun t
d ide f i n i s i kan s ebaga i ke t e r l i ba t an t r i a s da r i mea tu s aud i t o r i u s
eks t e rna l , hilangnya rasa pada lidah dan palsy fasialis ipsilateral.
5
Keterlibatan dari medula spinalis dapat menyebabkan kelumpuhan atau palsy
saraf kranial.
Resiko dari ensefalitis meningkat pada orang tua dengan keterlibatan
saraf kranial dan pada pasien AIDS. Post zoster ensefalitis dapat timbul
dalam 3 bentuk : infark yangdikarenakan vaskulitis pembuluh darah besar, leuko
ensefalopati multifokal dan ventrikulitis.
V I . D I A G N O S I S
A. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Varisela biasanya mudah untuk didiagnosis berdasarkan lesi kulit yang timbul,
terutama bila ada riwayat terpajan varisela 2-3 minggu sebelumnya. Diagnosis klinis
dapat didasarkan atas adanya :
1. Erupsi papulovesikular yang dapat disertai demam dan gejala konstitusi
ringan yang dapat didahului oleh gejala prodormal.
2. Lesi kulit timbul dalam jumlah banyak dan dengan distribusi sentral
3. Lesi kulit berkembang cepat, mulai dari makula menjadi papul, vesikel,
pustul, dan terakhir menjadi krusta
4. Terdapat semua stadium lesi secara bersamaan pada satu saat dalam suatu
daerah anatomik
5. Terdapat lesi di mukosa mulut.
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin tidak membantu dan tidak diperlukan untuk
menegakkan diagnosis varisela.
Pemeriksaan dengan pulasan tzanck test terhadap kerokan dasar vesikel
menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung badan
inklusi intarnuklear yang asidofilik (efek sitopatik VVZ). Tetapi hasil tersebut juga
ditemukan pada pada infeksi virus herpes simpleks (VHS). Gambaran histopatologik
maupun pemeriksaan dengan mikroskop elektron juga tidak bebeda dengan infeksi
VHS.
6
Diagnosis pasti adalah dengan mengisolasi VVZ pada kultur sel yang
diinokulasi dengan cairan vesikel, darah, cairan serebrospinal, atau jaringan yang
terinfeksi, waalupun hanya 30-60 % positif. Selain itu dapat juga mengidentifikasi
antigen VVZ dari jaringan tersebut, antara lain dengan pemeriksaan imunofluoresen,
pewarnaan imunoperoksidase, countercurren imunoelektroforesis (CIE), enzyme
immunoassay, atau antibodi monoklonal.
VII. D i f f erens ia l D iagnos i s
Di f f e r ens i a l d i agnos i s da r i i n f eks i va r i c e l l a s end i r i t e rmasuk
i n f eks i yang dapa t menimbulkan vesikular exanthema, seperti infeksi
herpes secara umum, hand-foot-mouth i n f ec t i on dan exan thema
en t e rov i r a l l a i nnya . Dahu lu , va r i o l a dan vacc in i a me rupakan
differensial diagnosis yang penting namun infeksi ini sudah sangat jarang ditemukan.
Herpes simpleks dapat dibedakan dari pengelompokan vesikelnya, lokasi, dan tes
immunoflorescent atau kultur, jika perlu. Tes Tzanck dapat membantu membedakan
varicella dengan enteroviral penyebab exanthem lainnya dengan
memperlihatkan multinucleated giant cell pada infeksi Herpes zoster.
VIII. Penatalaksanaan
Pengobatan umum.
- Pada anak normal biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
- Untuk mengatasi rasa gatal dapat diberikan kompres dingin atau lotion
kalamin dan anti histamin oral.
- Bila lesi masih vesikuler dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah, dapat
ditambahkan antipruritus didalamnya, misalnya mentol 0,25-0,5 %.
- Bila vesikel sudah pecah atau sudah berbentuk krusta dapat diberikan salep
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder bakterial.
- Mandi rendam dengan air hangat yang diberi antiseptik, dapat mengurangi
gatal dan mencegah infeksi bakterial sekunder pada kulit.
- Kadang diperlukan antipiretik, tetapi golongan salisilat sebaiknya dihindari
karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindrom Reye.
- Kuku jari tangan harus dipotong dan dijaga kebersihannya untuk mencegah
infeksi sekunder dan parut yang terjadi karena garukan
7
Obat antivirus :
1. Asiklovir.
Pengobatan dini varisela (dalam 24 jam setelah timbul erupsi kulit) pada anak
imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis 4 x 20 mg / kg BB/ hari
selama 5 hari, memperpendek masa sakit, meringankan derajat varisela, dan
menurunkan demam lebih cepat. Hal yang sama juga didapatkan pada
pengobatan varisela pada pubertas dengan dosis 5x800mg / hari selama 5 hari.
Pada orang dewasa imunokompeten, pengobatan dini (dalam 24 jam setelah
timbul erupsi kulit) dengan dosis 5x800mg / hari selama 7 hari, mengurangi
masa krustasi lesi kulit, luas penyakit, lamanya gejala, dan demam.
Pada anak pubertas imunokompeten, varisela relatif ringan sehingga umumnya
tidak memerlukan pengobatan antivirus, sedangkan pada orang dewasa yang
imunokompeten anti virus sebaiknya diberikan karena gejala varisela lebih
berat dan komplikasi lebih sering terjadi.
2. Valasiklovir dan Famsiklovir
Merupakan prodrug asiklovir yang mempunyai bioavailability oral lebih baik
daripada asiklovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan frekuensi
pemberian obat berkurang.
Pada valasiklofir kadar plasma yang tinggi dapat dicapai dengan dosis 3x1 g/
hari, mendekati kadar asiklovir secara intravena 5 mg/kg BB setiap jam.
Famsiklofir 3x 500mg / hari juga dapat mencapai kadar yang tinggi
dalam plasma. Oleh karena itu Valasiklofir dan famsiklofir dapat
dipertimbangkan digunakan utuk varisela pada orang dewasa, namun kedua
obat tersebut belum ada formulasinya untuk anak-anak.
3. Vidarabin
Suatu analog nukleosida purin, difosforilasi oleh kinase seluler menjadi
vidarabin trifosfat yang menghambat polimerase DNA virus lebih banyak
daripada polimerase DNA selular. Tetapi vidarabin bukan inhibitor selektif
terhadap replikasi virus sehingga berpotensi untuk menjadi sitotoksik, karena
itu sekarang jarang digunakan.
8
4. Foskarnet
VVZ mutan yang resisten terhadap Asiklovir biasanya terdapat pada pasien
imunokompromais, dapat diberikan Foskarnet 40 mg / kg BB intravena setiap
8 jam sampai sembuh. Infeksi dengan VVZ mutan yang resisten terhadap
asiklovir biasanya menyebabkan resistensi silang terhadap valasiklofir,
famsiklofir, dan pensiklofir serta tidak responsif terhadap vidarabin.
Rejimen pengobatan varisela pada pasien imunokompeten berdasarkan kelompok pasien.
Kelompok pasien Rejimen pengobatan
Neonatus Asiklovir 500 mg / m2 setiap 8 jam selama 10 hari
Anak Hanya simptomatik atau dengan Asiklovir 4x20 mg / kg BB
per oral selama 5 hari
Pubertas, dewasa Asiklovir 5x800 mg / hari per oral selama 7 hari, atau
Valasiklovir 3x1 g/ hari per oral selama 7 hari, atau famsiklofir
3x500mg / hari per oral selama 7 hari
Kehamilan, pneumonia Asiklovir 5x800 mg /hari per oral selama 7 hari atau Asiklovir
10 mg / kg BB intravena setiap 8 jam selama 7 hari.
XI. Pencegahan
Oleh karena infeksi VVZ pada individu imunokompeten menyebabkan imunitas
seumur hidup, infeksi pada masa anak tidak akan menimbulkan masalah terjadinya
varisela pada saat dewasa. Oleh karena itu pada anak imunokompeten yang telah
terpajan varisela tidak diperlukan pencegahan. Namun pada golongan beresiko tinggi
untuk menjadi fatal, yaitu neonatus dan orang dewasa normal, perlu dilakukan
pencegahan atau meringankan gejala varisela. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
imunisasi pasif, imunisasi aktif, kemoprofilaksis, atau mencegah pajanan.
9
Imunisasi pasif dengan varisela zooster imunoglobulin (VZIG) yang diberikan
dalam waktu 3 hari setelah terpajan VVZ pada anak imunokompeten terbukti dapat
mencegah varisela. Pada individu imunokompromise, pemberian VZIG tersebut dapat
meringankan gejala varisela. VZIG dapat diberikan pada individu imunokompeten,
yaitu :
1. Anak berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varisela atau herpes
zooster.
2. Usia pubertas dan dewasa imunokompeten (usia > 15 tahun) yang belum pernah
menderita varisela atau herpes zooster dan tidak mempunyai antibodi terhadap
VVZ (diketahui melalui pemerikasaan imunologi)
3. Orang yang terpajan melalui kontak dengan penderita varisela atau herpes zooster,
yaitu kontak serumah, teman bermain (terutama lebih dari 1 jam bermain dalam
rumah), kontak di rumah sakit (antar pasien atau tenaga medis / paramedis), dan
kontak intrauterin.
Perlindungan yang didapat dari pemberian VZIG bersifat sementara, sedangkan
individu yang rentan akan terpajan berulang- ulang dengan VVZ. Pemberian VZIG
berulangkali setiap satu atau dua bulan tidak praktis dan mahal.
Imunisasi aktif (vaksinasi) dengan vaksin VVZ anak imunokompeten (oka strain)
terbukti dapat menyebabkan angka serokonversi yang tinggi (95%) setelah pemberian
satu kali pada anak sehat berusia 1-12 tahun dan 60-80 % pada pubertas dan dewasa
setelah pemberian dua kali. Selain itu kekebalan yang didapat dari vaksin tersebut
dapat bertahan selama 10 tahun. Pada orang normal yang telah divaksinasi, hanya
sedikit sekali yang menderita varisela ringan setelah terpajan VVZ dan hanya 0,3 %
anak normal yang telah divaksinasi menderita herpes zooster.
Pada anak sehat usia 1-12 tahun yang belum pernah menderita varisela, dapat
diberikan dosis tunggal vaksin oka secara sub kutan. Pada pubertas diatas 12 tahun
dan dewasa yang rentan, diberikan 2 dosis dengan jarak waktu 1 bulan.
Asiklovir terbukti efektif sebagai kemoprofilaksis untuk mencegah penularan
varisela dalam rumah tangga. Namun waktu pemberian harus tepat, ada kemungkinan
kekebalan tidak tercapai, dan ada ketakutan timbulnya galur resisten disebabkan
10
karena penggunaan asiklovir berlebihan. Oleh karena itu kemoprofilaksis dengan
asiklovir tidak dianjurkan.
X . Prognosis
Perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene akan memberikan prognosis
baik.
11
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta : 2005
2. Mehta, Parang. Varicella. Emedicine from WebMD. Sept 2007
3. Rampengan, T.H. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta : 2005
4. Schachner, Lawrence. Pediatric Dermatology Third Edition. Mosby. 2003
5. von Bakay J: Über den aetiologischen Zusammenhang der Varizelllen met
gewissenFällen von Herpes zoster. Wien Klin Wochenschr 22:1323, 1909.
6. Kundratitz K: Experimentelle Übertagungen von Herpes zoster auf Menschen and
dieBeziehungen von Herpes zoster zu Varizellen. Z Kinderheilkol 39:379, 1925.
7. Weller TH, Witton HM, Bell EJ: The etiologic agents of varicella and herpes zoster.
JExp Med 108:843, 1958.
8. Straus SE, Reinhold W, Smith HA, et al: Endonuclease analysis of viral DNAs
fromvaricella and subsequent zoster infections in the same patient. N Engl J Med
311:1362,1984.
9. Davison AJ, Scott J: The complete DNA sequence of varicella-zoster virus. J Gen
Virol67:1759, 1986.
10. Davison AJ, Wilkie NM: Location and orientation of homologous sequences in
thegenomes of five herpesviruses. J Gen Virol 64:1927, 1983.
11. Grose C: Glycoproteins of varicella-zoster virus and their herpes simplex virus
homologs.Rev Infect Dis 13:S960, 1991.
12. Hope-Simpson RE: Infectiousness of communicable diseases in the household
(measles,chickenpox, and mumps). Lancet 2:549, 1952.
12
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Tn. J/ Laki-Laki / 30 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Buruh bangunan / SMP
c. Alamat : Jalan Durian Tarung Kecamatan Kuranji Rt. 04
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak/Saudara : 4 orang / 4 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : Kurang, penghasilan pasien Rp. 700.000/bulan,
sebagai seorang buruh bangunan dan istri pasien
seorang pedagang nasi dengan penghasilan Rp.
300.000/hari.
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
- Rumah semi permanen, pekarangan cukup luas
- Lantai rumah dari semen, ventilasi udara dan sirkulasi udara kamar kurang baik,
pencahayaan kamar kurang.
- Listrik ada
- Sumber air (mandi, mencuci): air tanah
- Sumber air minum : air gallon.
- WC ada 1 buah, di dalam rumah
- Dapur dekat dengan WC.
- Sampah di kumpulkan dan dibakar di depan perkarangan rumah.
- Jumlah kamar : 3
- Jumlah penghuni 5 orang: pasien, istri pasien, dan 3 orang anak pasien.
- Kesan : higiene dan sanitasi kurang baik.
13
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup padat penduduk
3. Aspek Psikologis di keluarga
- Pasien tinggal bersama istri dan 3 orang anaknya.
- Hubungan dengan keluarga dan tetangga baik
4. Riwayat penyakit sekarang:
Keluhan utama : Gelembung-gelembung berisi cairan yang gatal di tubuh, tangan dan
kaki sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Gelembung-gelembung berisi cairan yang gatal di tubuh, tangan dan kaki sejak 2
hari yang lalu.
Awalnya pasien demam tidak tinggi, tidak menggigil dan tidak berkeringat,
kemudian timbulgelembung-gelembung berisi cairan bening, ukuran sebesar
kepala jarum pentul, berdinding tipisdan terasa gatal. Awal nya gelembung
muncul di punggung kemudian menyebar di wajah,leher, dada,tangan dan kaki.
nyeri tidak ada.
Badan terasa lemas, nafsu makan tidak ada, nyeri-nyeri di persendian sejak 2 hari
yang lalu.
Keluhan mata dan telinga tidak ada.
Riwaya keluarga, tetangga, dan teman kerja dengan keluhan yang sama (-).
Riwayat di gigit serangga (-),alergi obat dan makanan (-)
5. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
6. Riwayat penyakit keluarga/ atopi/ alergi :
• Pasien dan keluarga tidak ada riwayat bersin-bersin di pagi hari dan bersin-bersin bila
terpapar debu.
• Pasien dan keluarga tidak ada riwayat nafas menciut.
14
• Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi makanan sebelumnya.
• Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi obat sebelumnya.
• Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi serbuk bunga
• Pasien dan keluarga tidak ada riwayat mata merah berair.
• Pasien dan keluarga tidak ada riwayat hidung berair.
• Pasien dan keluarga tidak ada yang menderita galigato
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CMC
Nadi : 79x/ menit
Nafas : 19x/menit
TD : 110/80 mmHg
Suhu : 37,80
TB : 168 cm
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit baik , sianosis (-)
Dada :
Paru : Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : LSD Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )
Perkusi : Timpani
15
A u s k u l t a s i : B U ( + ) N
Anggota gerak : reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-, Oedem tungkai -/-
Kulit :
Status dermatologikus:
• Lokasi: perut, punggung, kedua lengan.
• Distribusi: generalisata
• Bentuk: bulat seperti tetesan embun
• Susunan: tidak khas
• Batas: tegas
• Ukuran: millier-lentikuler
• Efloresensi: papul eritem, vesikel, krusta kehitaman.
Gambar :
16
Status venereologikus : tidak ada kelainan
Kelainan selaput lendir : tidak ditemukan kelainan.
Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan.
Kelainan rambut : tidak ada kelainan.
Kelainan kelenjar limfe (KGB): tidak ditemukan pembesaran
9. Laboratorium Anjuran : Pemeriksaan Tzanck test
10. Diagnosis Kerja : Varicela
11. Diagnosis Banding : Variola
12. Manajemen
a. Preventif :
Istirahat yang cukup dan makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya
tahan tubuh agar penyakit dapat dikendalikan dengan baik.
Menjaga kebersihan kuku dan tidak menggaruk lesi.
Jangan memecahkan gelembung atau vesikel dan jaga kebersihan agar tidak
menjadi infeksi sekunder.
Mandi dengan air hangat dan antiseptik untuk mengurangi gatal–gatal dan
mencegah infeksi sekunder.
Mengurangi kontak dengan orang sekitar agar tidak menularkan penyakit.
Perbanyak konsumsi makanan yang bergizi , sayur sayuran, dan buah-buahan.
b. Promotif :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa varicela adalah penyakit kulit
yang menular sehingga pasien harus diisolasi minimal hingga 5 hari setelah gejala
kulit muncul untuk mencegah penularan infeksi kepada orang lain.
Memberikan informasi tentang komplikasi yang bisa terjadi, karena bisa
menyebabkan kelumpuhan saraf wajah.
17
c. Kuratif :
Sistemik : - Asyclovir tablet 400mg 5x2 tab.
- Paracetamol tablet 500mg 3x1 tab
- CTM tablet 4mg 3x1 tab
Topikal : - Bedak salisil talk.
d. Rehabilitatif :
Kontrol ke Puskesmas secara teratur untuk menilai hasil pengobatan.
18
19
Dinas Kesehatan Kota Padang
Puskesmas Seberang Padang
Dokter :Widya Zulma
Tanggal : 11 Desember 2012
R/ Asiklovir tab 400 mg No. L
S5 dd tab II £
R/ Paracetamol tab 500 mg No. XV
Sprn tab I max 3 dd £
R/ CTM tab 4 mg No. XV
S3 dd tab 1 £
R/ Salicyl talk No. II
S u e ( dioleskan pada bintil berair yang belum pecah )
Pro : Tn. J
Umur : 30 tahun
Alamat : Jalan Durian Tarung Padang