case mata sarhab
DESCRIPTION
RS POLRITRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
KONJUNGTIVITIS VIRUS
Pembimbing:
dr. Agah Gadjali, SpM
dr. Gartati Ismail, SpM
dr. Henry A. W, SpM
dr. Hermansyah, SpM
dr. Mustafa K. Shahab, SpM
Disusun oleh:
Syahirah Shahab
1102010274
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 3 AGUSTUS 2015 – 4 SEPTEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
1
I. IDENTITAS PASIENNo. Rekam Medis: 660522
Nama : An. A
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 30 Maret 2012
Agama : Islam
Bangsa / Suku : Indonesia / Jawa
Pendidikan : Belum sekolah
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Komp. Polri EX SPN RT 03 / 05 No. 14, JakTim
Status : Belum menikah
Tanggal pemeriksaan : Jumat, 07 Agustus 2015
II. ANAMNESA (Alloanamnesis dengan ibu pasien pada 07 Agustus 2015)
Keluhan Utama : Mata kanan merah dan kelopak bawah mata kanan bengkak sejak 1 hari SMRS
Keluhan tambahan : Mata kanan dan kiri berair
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien diantar oleh ibunya datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan mata kanan merah dan bengkak pada kelopak bawah mata kanan sejak 1 hari sebelum datang ke RS. Sebelumnya pasien mengatakan kepada orang tuanya bahwa mata kanan pasien seperti ada debu didalamnya. Menurut orang tua pasien, pasien sering “mengucek” matanya dan mata kanan dan kiri selalu berair. Cairan yang keluar berwarna bening seperti air mata. Orang tua pasien sudah mencoba untuk mencuci mata pasien dengan menggunakan air bersih, namun tidak ada perbaikan. Menurut orang tua pasien jika pasien melihat jauh pasien tidak memicingkan mata, dan jika menonton tv pasien tidak menonton dari jarak yang dekat. Pasien tidak mengeluh nyeri pada sekitar mata atau pun sakit kepala sampai muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
2
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat mengalami benturan atau trauma benda lain disangkal
Riwayat menggunakan kacamata disangkal
Riwayat sakit serupa (-)
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga dengan sakit yang sama disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis:
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : -
Nadi : 100 kali/menit
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : afebris (36.5 °C)
Pembesaran KGB retroaurikular dan preaurikular (-)
3
IV. STATUS OFTALMOLOGI
INSPEKSI
OD OS
Posisi Hirschberg Ortoforia
Gerakan bola mata
Visus Kesan ada Kesan ada
4
TIO Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Palpebra superior Edema (-), Hiperemis (+) Edema (-), hiperemis (-)
Palpebra inferior Edema (+), hiperemis (+) Edema (-), hiperemis (-)
Konjungtiva tarsalis superior Hiperemis (-), papil (-),
folikel (-)
Hiperemis (-), papil (-),
folikel (-)
Konjungtiva tarsalis inferior Hiperemis (+), papil (-),
folikel (-), epifora (+)
Hiperemis (-), papil (-),
folikel (-), epifora (+)
Konjungtiva bulbi Injeksi Konjungtiva (+) Tenang
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Sedang, jernih Sedang, jernih
Iris Coklat (+), radier (+), kripti
(+)
Coklat (+), radier (+), kripti
(+)
Pupil Bulat, sentral, RCL (+),
RCTL (+), diameter 3 mm
Bulat, sentral, RCL (+),
RCTL (+), diameter 3 mm
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
V. RESUME
Pasien diantar oleh ibunya datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan mata kanan merah dan bengkak pada kelopak bawah mata kanan sejak 1 hari sebelum datang ke RS. Sebelumnya pasien mengatakan kepada orang tuanya bahwa
5
mata kanan pasien seperti ada debu didalamnya. Menurut orang tua pasien, pasien sering “mengucek” matanya dan mata kanan dan kiri selalu berair. Cairan yang keluar berwarna bening seperti air mata. Orang tua pasien sudah mencoba untuk mencuci mata pasien dengan menggunakan air bersih, namun tidak ada perbaikan. Menurut orang tua pasien jika pasien melihat jauh pasien tidak memicingkan mata, dan jika menonton tv pasien tidak menonton dari jarak yang dekat. Pasien tidak mengeluh nyeri pada sekitar mata atau pun sakit kepala sampai muntah.
Pada pemeriksaan fisik :
Palpebra Inferior OD :
Edema (+) Hiperemis (+)
Konjungtiva tarsalis inferior ODS:
Hiperemis (+) Epifora (+)
Konjungtiva Bulbi OD :
Injeksi Konjungtiva (+)
VI. DIAGNOSIS KERJA
Konjungtivitis Virus ODS
VII. DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis Bakteria ODS
VIII. PENATALAKSANAAN
Farmakologi :- Dexamethasone sodium phosphate 1 mg/mL, polymixin b sulfate 10000
iu/mL, neomycin sulfate 3,5 mg/mL (Polydex) 4 x 1 tetes ODS
Monitor
Visus, tanda – tanda peradangan dan tanda – tanda infeksi
Edukasi
o Menggunakan obat secara teratur
6
o Dilarang menggosok mata dengan tangan
o Segera cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan mata, terutama
sebelum dan sesudah membersihkan mata dan memakai obat à menjaga
higiene untuk mencegah penularan
o Jika tidur menghadap ke arah mata yang sakit
IX. PROGNOSIS
- Quo Ad Vitam : Ad Bonam - Quo Ad Fungsionam : Ad Bonam- Quo Ad Sanactionam : Ad bonam- Quo Ad Cosmetican : Ad Bonam
7
TINJAUAN PUSTAKA
KONJUNGTIVA
Anatomi
Gambar 1. Bagian depan struktur orbita
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. 2 Konjungtiva terdiri dari tiga
bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)
3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata) 1
8
Gambar 2. Bagian-bagian konjungtiva
Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat
ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. 1
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat
berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Duktus-duklus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal
superior. Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm),
konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Lipatan
konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di
kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur
epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran
mukosa. 1
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan
dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan, juga
mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah
terjadi bila terdapat peradangan mata. 1
Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal,
tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal. 2
Fungsi
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan
oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata, dengan mekanisme
pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah.
Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast,
leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA. 3
9
Histologi
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula
dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel
skuamosa.1 Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi
lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. 1
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan
limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur
semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan
adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2
atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis
inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan
mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa
tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi
papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun
longgar pada bola mata.1
Gambar 3. Struktur histologi
konjungtiva beserta penyebaran selnya
10
Kelenjar Konjungtiva
Pada konjungtiva terdapat dua jenis kelenjar :
1. Mucin secretoty glands: Merupakan sel goblet (kelenjar uniselullar yang terletak di dalam
epithelium), crypts of henle (terdapat di konjungtiva tarsal) dan kelenjar manz (terdapat di
limbal konjungtiva). Kelenjar ini menghasilkan mukus yang beguna untuk membasahi kornea
dan konjungtiva.5
2. Kelenjar airmata asesori, meliputi:
Kelenjar Krause (terdapat di jaringan
subkonjungtiva fornik, dimana terdapar
42 kelenjar di fornik atas, dan 8 kelenjar
di fornik bawah)
Kelenjar Wolfring (terdapat di sepanjang
bagian atas dari tasus superior maupun
inferior).5
Gambar 4. Gambar konjungtiva beserta tempat
kelenjar di sekitarnya
Pendarahan, Inervasi, Limfe Konjungtiva
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri
ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti
pola arterinya-membentuk jaringan–jaringan vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh
limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superficial dan lapisan profundus dan bersambung dengan
pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva
menerima persarafan dari percabangan (oflalmik) pertama Nervus V (N. Trigeminus). Saraf ini hanya
relatif sedikit mempunyai serat nyeri.2, 3
11
Gambar 5. Blood Supply of Conjunctiva5
KONJUNGTIVITIS
Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan membran mukosa yang membungkus permukaan bagian
anterior mata (sklera) dan permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) yang
disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia
dan berkaitan dengan penyakit sistemik.2 Reaksi inflamasi ini ditandai dengan dilatasi vaskular,
infiltrasi seluler dan eksudasi. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala,
salah satunya adalah mata merah.2, 3
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain
adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe 1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang
ditularkan secara seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan
Neisseria gonorrhoeae.1
Epidemiologi
Konjungtivitis adalah diagnosa yang mencakup bermacam-macam kelompok penyakit yang terjadi di
seluruh dunia dan mengenai semua umur, semua status sosial dan kedua gender.4 Meskipun tidak ada
tokoh yang dapat dipercaya yang mendata insidensi atau prevalensi dari konjungtivitis, kondisi ini
telah disebutkan sebagai salah satu penyebab paling sering dari pasien untuk memeriksakan sendiri
dirinya.1 Konjungtivitis jarang menyebabkan kehilangan penglihatan yang permanen atau kerusakan
struktur, tapi dampak ekonomi dari penyakit ini dalam hal kehilangan waktu kerja, meskipun tidak
terdokumentasi, sangat tidak diragukan lagi. Sekitar 2% dari seluruh kunjungan ke dokter adalah
12
untuk pemeriksaan mata dengan 54% nya adalah antara konjungtivitis atau abrasi kornea. 4 Untuk
konjuntivitis yang infeksius, 42% sampai 80% adalah bakterial, 3% chlamydial, dan 13% sampai 70%
adalah viral. Konjungtivitis viral menggambarkan hingga 50% dari seluruh konjungtivitis akut di poli
umum. Occular cicatrical pemphigoid dan konjungtivitis neoplasma jarang tampak. 4
Klasifikasi
1. Berdasarkan waktu:
Akut
Kronis
2. Berdasarkan penyebabnya: 1
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri hiperakut (N gonorrhoeae, N meningitidis, N kochii)
Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal)
Konjungtivitis difteri
Konjungtivitis folikuler
Konjungtivitis angular
Blefarokonjungivitis
Konjungtivitis akut viral
Keratokonjungtivitis epidemika
Demam faringokonjungtiva
Keratokonjungtivitis herpetik
Keratokonjungtivitis New Castle
Konjungtivitis hemoragik akut à pendarahan subkonjungtiva (+)
Konjungtivitis Klamidia
Trakoma
Konjungtivitis Inklusi
Konjungtivitis akut jamur
Konjungtivitis imunologik (alergika)
Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis flikten
Konjungtivitis neonatorum
Konjungtivitis Rickettsia
Konjungtivitis parasit
13
Konjungtivitis akibat penyakit autoimun
Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui
Konjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik
3. Berdasarkan onset / waktu terjadinya penyakit 5 :
1) Konjungtivitis Hiperakut
a. Noenatorum Gonoroe Conjunctivitis
b. Chemical Conjunctivitis
c. Adult Gonoroe Conjunctivitis
2) Konjungtivitis Akut
a. Cataralis Acute Conjunctivitis
b. Adult Inclusion Conjunctivitis
c. Blennorhoe Inclusion Conjunctivitis
d. Acute Follicular Conjunctivitis
- Pharyngo Conjunctival Fever (PCF)
- Epidemic Kerato Conjunctivitis (EKC)
- Herpes Simpleks Conjunctivitis (HSC)
- New Castle Conjunctivitis (NCC)
- Acute Haemorrhagic Conjunctivitis (AHC)
- Inclusion Conjunctivitis
- Other Clamidya Conjunctivitis
3) Konjungtivits Kronik
a. Konjungtivitis Trakoma
b. Konjungtivitis Non-Trakoma
Temuan klinis dan
sitologi
Viral Bakterial Klamidial Alergik
Gatal - - - ++
14
Hiperemis + ++ + +
Eksudasi Minimal Berlebihan Berlebihan Minimal
Sekret Serous mucous Purulen, kuning,
krusta
Purulen, kuning,
krusta
Viscous
Kemosis ± ++ + ++
Lakrimasi ++ + + ±
Folikel + - + +
Papil - + + +
Pseudomembran ± ± ± -
Pembesaran KGB ++ + + -
Panus - - + -
Bersamaan dengan
keratitis
± ± ± -
Adenopati
periaurikuler
Umum Tidak umum Umum hanya pada
konjungtivitis
inklusi
Tidak ada
Pewarnaan
terhadap eksudat
dan kerokan
Monosit Bakteri, PMN PMN, sel plasma,
badan inklusi
Eosinofil
Sakit tenggorokan
dan demam yang
menyertai
Kadang-kadang Kadang-kadang Tidak pernah Tidak pernah
15
Tabel 1. Perbedaan macam-macam tipe dari konjungtivitis 1,2
Berikut algoritma yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis dengan keluhan mata
merah, termasuk konjungtivitis virus 4 :
Gambar 6. Algoritma keluhan mata merah
Konjungtivitis Virus
Definisi dan Etiologi
16
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini mengacu pada
peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang beragam. Virus merupakan agen infeksi yang
umum ditemukan selain konjungtivitis bakterial, alergi, dan lan-lain.3
Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab konjungtivitis. Adenoviral
merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis virus. Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus
antara lain demam faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata primer oleh
karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya menimbulkan konjungtivitis
folikuler. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh HSV tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula
menyebabkan konjungtivitis terutama pada neonatus.
Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster (VZV), pikornavirus
(enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum kontagiosum, vaccinia), serta Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi oleh pikornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragika
akut yang secara klinis mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih parah dan hemoragik.
Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis kronis yang terjadi akibat shedding
partikel virus dari lesi ke dalam sakus konjungtiva. Infeksi oleh virus Vaccinia saat ini sudah jarang
ditemukan seiring dengan menurunnya insiden infeksi smallpox. Infeksi HIV pada pasien AIDS pada
umumnya menyebabkan abnormalitas pada segmen posterior, namun infeksi pada segmen anterior
juga pernah dilaporkan. Konjungtivitis yang terjadi pada pasien AIDS cenderung lebih berat dan lama
daripada individu lain yang immunokompeten. Konjungtivitis juga kadang dapat ditemukan pada
periode terinfeksi virus sistemik seperti virus influenza, Epstein-Barr virus, paramyxovirus (measles,
mumps, Newcastle) atau Rubella.1,3
Patofisiologi
Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi permukaan mata (konjungtiva bulbi),
kemudian melipat untuk membentuk bagian dalam palpebra (konjungtiva palpebra). Konjungtiva
melekat erat dengan sklera pada bagian limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan kornea.
Glandula lakrima aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet yang terdapat pada konjungtiva
bertanggung jawab untuk mempertahankan lubrikasi mata. Seperti halnya membrane mukosa lain,
agen infeksi dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan menimbulkan gejala
kinis seperti mata merah, iritasi serta fotofobia. Pada umumnya konjungtivitis merupakan proses yang
dapat menyembuh dengan sendirinya, namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan infeksi dan
komplikasi yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus tersebut.3
Gejala dan Tanda Klinis
Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan sembuh sendiri
hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.
a. Demam faringokonjungtival
17
Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe 4 dan 7. Demam
faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis pada
satu atau dua mata. Folikel sering mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring.
Penyakit ini dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering terjadi,
dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit kekeruhan di daerah subepitel.
Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan
pada pasien mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam,
faringitis, dan konjungtivitis).1,2
b. Keratokonjungtivitis epidemika:
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe 8, 19, 29, dan 37.
Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan sering pada satu mata kemudian
menyebar ke mata yang lain. Mata pertama biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri
sedang dan berair mata, diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel, dan
kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra, kemosis, dan hiperemia
konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang
dapat terbentuk pseudomembran ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar
ataupun symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan epitel terjadi
di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa disertai parut.1,2
c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)
Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan luar biasa yang
ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai sekret mukoid, dan fotofobia.
Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata.
Sering disertai keratitis herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri
yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang bercabang banyak
(dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler namun dapat juga pseudomembranosa.
Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada
palpebra. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk konjungtivitis
HSV.1,2
d. Konjungtivitis hemoragika akut
Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan kadang-kadang oleh
virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis tipe ini adalah masa inkubasi yang
pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa
sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema palpebra, dan
perdarahan subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul kemosis. Perdarahan subkonjungtiva
yang terjadi umumnya difus, namun dapat diawali oleh bintik-bintik perdarahan. Perdarahan
berawal dari konjungtiva bulbi superior menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus,
didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelia. Pada beberapa
18
kasus dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala demam, malaise, dan mialgia. Transmisi terjadi
melalui kontak erat dari orang ke orang melalui media sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi,
dan air.1,2
Konjungtivitis virus menahun meliputi:
a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum
Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan infiltrasi mononuclear
dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non
radang. Nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan
konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin
menyerupai trachoma.1
b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster
Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan konjungtivitis infiltratif
yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang
oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk
folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal perjalanan
penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang nyeri tekan. Selanjutnya dapat
terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat
terbentuk di bagian tepi ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut.
Sering timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas (kecuali pada
limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahap-
tahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah
pembuluh darahnya.1
c. Keratokonjungtivitis morbili.
Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal konjungtiva nampak
seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda
Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret
mukopurulen. Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan timbul bercak-bercak koplik
pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. Keratitis epithelial dapat terjadi pada
anak-anak dan orang tua.1
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat penting dalam
menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini, pasien akan mengeluhkan gejala-gala
yang berkaitan dengan proses infeksi (bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan
muncul infiltrasi di bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah
kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari pasien akan
mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian depan telinga (preaurikula).
Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan pemeriksaan bagian depan
19
mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian bawah kelopak
mata pada konjungtiva.2
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah kultur dengan
pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang menahun dan sering mengalami
kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap
pengobatan yang diberikan sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan. Pada konjungtivitis
virus ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik pemeriksaan dengan
memaparkan organism penyebab kepada tubuh manusia untuk memproduksi kekebalan terhadap
penyakit itu. Deteksi terhadap antigen virus dan klamidia dapat dipertimbangkan. Polymerase chain
reaction (PCR) merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan pada
fase akut.2
1. Konjungtivitis viral akut
a. Demam faringokonjungtiva
Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis maupun
laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa
dan di identifikasi dengan uji netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di
diagnosis secara serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun, diagnosis
klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada kerokan konjungtiva
didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri yang tumbuh pada biakan.
b. Keratokonjuntivitis epidemika
Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan uji netralisasi.
Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuklear primer. Bila terbentuk
pseudomembran, juga tampak neutrofil yang banyak.
c. Konjungtivitis herpetik
Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya
terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear (karena adanya marginasi kromatin)
tampak dalam sel-sel konjungtiva dan kornea dengan fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou,
tetapi tidak tampak dalam pulasan giemsa. Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus
memiliki nilai diagnostik. Pada konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis biasanya
ditegakkan dengan ditemukan sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus, dan sel
inklusi intranuklear.
d. Konjungtivitis New castle
Diagnosis dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan juga gambaran klinisnya.
e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut
Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.
2. Konjungtivitis Viral Kronis
a. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
20
Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi sitoplasma sel yang
rusak, mendesak inti ke satu sisi.
b. Blefarokonjungtivitis varicella zooster
Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya mengandung sel raksasa dan
banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan dari konjungtiva pada varicella dan dari vesikel
konjungtiva pada zooster dapat mengandung sel raksasa dan monosit
c. Blefarokonjungtivitis campak
Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika ada pseudomembran
atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa menampilkan sel-sel raksasa
Sementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan konjungtivitis yang lain dan
penyakit mata merah lainnya terkait dengan penatalaksanaannya. Secara klinis bedasarkan keluhan
subyektif dan obyektif perbedaan konjungtivitis virus dengan konjungtivitis yang lain serta diagnosis
mata merah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan Subjektif dan
Obyektif.2
Gejala
subyektif
dan obyektif
Glaukoma
akut
Uveitis
akut
Keratitis K Bakteri K. virus K. alergi
PenurunanVi
sus
+++ +/++ +++ - - -
Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -
Fotofobia + +++ +++ - - -
Halo ++ - - - - -
Eksudat - - -/++ +++ ++ +
Gatal - - - - - ++
Demam - - - - -/++ -
Injeksi siliar + ++ +++ - - -
Injeksi
konjungtiva
++ ++ ++ +++ ++ +
Kekeruhan
kornea
+++ - +/++ - -/+ -
Kelainan
pupil
Midriasis
nonrekatif
Miosis
iregular
Normal/
miosis
N N N
Kedalaman Dangkal N N N N N
21
COA
Tekanan
intraokular
Tinggi Rendah N N N N
Sekret - + + ++/+++ ++ +
Kelenjar
preaurikular
- - - - + -
Komplikasi
Komplikasi dari konjungtivitis viral, antara lain3:
Infeksi pada kornea (keratitis) dan apabila tidak ditangani bisa menjadi ulkus kornea
Penatalaksanaan
Konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi simptomatis, belum ada bukti
yang menunjukkan keefektifan penggunaan antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman
dengan pemberian cairan pelembab. Kompres dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga dikatakan dapat
membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan konjungtivitis viral
harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi.
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis virus dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Konjungtivitis viral akut1,2
a. Demam faringokonjungtiva
Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif karena dapat sembuh
sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi, sedangkan pada kasus yang berat dapat
diberikan antibiotik dengan steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan pemberian
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Keratokonjungtivitis epidemika
Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan kortikosteroid dapat
memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut sehingga harus dihindari. Anti bakteri
harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.
c. Konjungtivitis herpetik
Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas satu tahun atau pada
orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus topikal atau sistemik harus doberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika
terjadi ulkus kornea, harus dilakukan debridement korneadengan mengusap ulkus
menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan obat anti virus, dan penutupan mata
selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin
22
setiap 2 jam sewaktu bangun. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias
memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengubah penyakit dari suatu proses singkat
yang sembuh sendiri menjadi infeksi berat yang berkepanjangan. Pada konjungtivitis
varicella zooster pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat
acyclovir 400 mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga
steroid dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan penyebaran sistemik.
Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada
kelainan peermukaan dapat diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1%
diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.
d. Konjungtivitis new castle
Pengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat simtomatik.
e. Konjungtivitis hemorhagik epidemik akut
Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik. Pengobatan
antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat digunkan untuk mencegah infeksi sekunder.
Penyembuhan dapat terjadi dalam 5-7 hari.
2. Konjungtivitis viral kronik1
a. Konjungtivitis Molluscum Contagiosum
Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi yang memasukinya
atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis. Pada kondisi ini eksisi nodul juga
menyembuhkan konjungtivitisnya.
b. Blefarokonjungtivitis varicella zoster
Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral 5x selama 10 hari)
c. Keratokonjungtivitis campak
Tidak ada terapi yang spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali ada
infeksi sekunder.
Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya cukup tinggi,
sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan
bahkan ke tenaga kesehatan yang memeriksa pasien. Langkah – langkah pencegahan yang perlu
diperhatikan adalah mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong,
serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan pasien lain. Dalam
penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan untuk menghindari kontak dengan
orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah dalam 1 – 2 minggu, juga menghindari pemakaian
handuk bersama.2
Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-
limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.
23
PEMBAHASAN
Mengapa diagnosis pasien konjungtivitis virus ODS?
Berdasarkan anamnesa:
Keluhan pada ODS :
- Mata merah
- Epifora
- Sekret bening
- Rasa mengganjal
- Edema palpebra à kelopak mata terasa berat
- Gangguan visus (-)
- Gatal (-), fotofobia (-)
Berdasarkan hasil pemeriksaan status oftalmologi :
- Palpebra Inferior Dextra : Hiperemis (+), Edema (+)
- Konjungtiva Bulbi Dextra : Injeksi Konjungtiva (+)
Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
Seharusnya pasien diberikan antibiotik topikal spektrum luas selama 3–5 hari untuk mencegah adanya
infeksi sekunder.
Bagaimana prognosis pasien ini?
Prognosis pada pasien ini adalah baik, Konjungtivitis virus hampir selalu sembuh sendiri Tanpa
diobati atau self limiting disease. Infeksi dapat berlangsung selama 5-12 hari.
24
Teori Pasien
Epidemiologi
Gejala
Tatalaksana
• Terjadi pada semua usia
• Pembengkakan.
• Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata.
• Epifora
• Rasa mengganjal
• Gatal
• Kompres air dingin pada mata 3 – 4 x / hari untuk mengurangi gatal
• Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
• Anak usia 3 tahun
• Pembengkakan pada kelopak mata kanan bawah
• Rasa mengganjal
• Epifora
• Gatal
• Antibiotik + antiinflamasi
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum, 2000. Widia Meka. Jakarta
2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. 2012. FK UI. Jakarta
3. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006
4. https://online.epocrates.com/u/291168/Acute+conjunctivitis/Summary/Highlights
5. Perdami.Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran ed-2. Jakarta:
Sagung Seto. 2002.
6. Morrow, Gary L.; Abbott, Richard L. Conjunctivitis. In: American Family Physician.
February 15, 1998. Published by American Academy of Family Physicians. Available in:
www.aafp.org/afp/980251/morrow.html. Accessed on August 9, 2015.
7. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4 edition. New Delhi: New Age International
2007
8. Skuta, Gregory L.; Cantor, Louis B.; Weiss, Jayne S. Basic and Cliniccal Science Cources :
External Disease dan Cornea, Section 8, 2008-2009. 2008. Singapore : American Academy
of Ophthalmology; p.169-71.
9. Lang, Gerhard K.; Lang, Gabriele E. Conjunctiva. In: Gerhard K.Lang, Ed. Ophthalmology:
A Pocket Textbook Atlas, 2nd Edition. 2006. New York: Thieme; p.67-83.
10. Quinn CJ, Mathews DE, et al. Care of the patient with conjunctivitis. Lindbergh Blvd:
American Optometric Association 2002
26