case mata sarhab

36
LAPORAN KASUS KONJUNGTIVITIS VIRUS Pembimbing: dr. Agah Gadjali, SpM dr. Gartati Ismail, SpM dr. Henry A. W, SpM dr. Hermansyah, SpM dr. Mustafa K. Shahab, SpM Disusun oleh: Syahirah Shahab 1102010274 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO PERIODE 3 AGUSTUS 2015 – 4 SEPTEMBER 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 1

Upload: silpi-hamidiyah

Post on 11-Dec-2015

37 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

RS POLRI

TRANSCRIPT

Page 1: Case Mata SarHab

LAPORAN KASUS

KONJUNGTIVITIS VIRUS

Pembimbing:

dr. Agah Gadjali, SpM

dr. Gartati Ismail, SpM

dr. Henry A. W, SpM

dr. Hermansyah, SpM

dr. Mustafa K. Shahab, SpM

Disusun oleh:

Syahirah Shahab

1102010274

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 3 AGUSTUS 2015 – 4 SEPTEMBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

1

Page 2: Case Mata SarHab

I. IDENTITAS PASIENNo. Rekam Medis: 660522

Nama : An. A

Umur : 3 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : 30 Maret 2012

Agama : Islam

Bangsa / Suku : Indonesia / Jawa

Pendidikan : Belum sekolah

Pekerjaan : Belum bekerja

Alamat : Komp. Polri EX SPN RT 03 / 05 No. 14, JakTim

Status : Belum menikah

Tanggal pemeriksaan : Jumat, 07 Agustus 2015

II. ANAMNESA (Alloanamnesis dengan ibu pasien pada 07 Agustus 2015)

Keluhan Utama : Mata kanan merah dan kelopak bawah mata kanan bengkak sejak 1 hari SMRS

Keluhan tambahan : Mata kanan dan kiri berair

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien diantar oleh ibunya datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan mata kanan merah dan bengkak pada kelopak bawah mata kanan sejak 1 hari sebelum datang ke RS. Sebelumnya pasien mengatakan kepada orang tuanya bahwa mata kanan pasien seperti ada debu didalamnya. Menurut orang tua pasien, pasien sering “mengucek” matanya dan mata kanan dan kiri selalu berair. Cairan yang keluar berwarna bening seperti air mata. Orang tua pasien sudah mencoba untuk mencuci mata pasien dengan menggunakan air bersih, namun tidak ada perbaikan. Menurut orang tua pasien jika pasien melihat jauh pasien tidak memicingkan mata, dan jika menonton tv pasien tidak menonton dari jarak yang dekat. Pasien tidak mengeluh nyeri pada sekitar mata atau pun sakit kepala sampai muntah.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal

2

Page 3: Case Mata SarHab

Riwayat penyakit hipertensi disangkal

Riwayat mengalami benturan atau trauma benda lain disangkal

Riwayat menggunakan kacamata disangkal

Riwayat sakit serupa (-)

Riwayat alergi makanan disangkal

Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluarga dengan sakit yang sama disangkal

Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal

Riwayat penyakit hipertensi disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis:

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Tekanan darah : -

Nadi : 100 kali/menit

Respirasi : 24 kali/menit

Suhu : afebris (36.5 °C)

Pembesaran KGB retroaurikular dan preaurikular (-)

3

Page 4: Case Mata SarHab

IV. STATUS OFTALMOLOGI

INSPEKSI

OD OS

Posisi Hirschberg Ortoforia

Gerakan bola mata

Visus Kesan ada Kesan ada

4

Page 5: Case Mata SarHab

TIO Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Palpebra superior Edema (-), Hiperemis (+) Edema (-), hiperemis (-)

Palpebra inferior Edema (+), hiperemis (+) Edema (-), hiperemis (-)

Konjungtiva tarsalis superior Hiperemis (-), papil (-),

folikel (-)

Hiperemis (-), papil (-),

folikel (-)

Konjungtiva tarsalis inferior Hiperemis (+), papil (-),

folikel (-), epifora (+)

Hiperemis (-), papil (-),

folikel (-), epifora (+)

Konjungtiva bulbi Injeksi Konjungtiva (+) Tenang

Kornea Jernih Jernih

Bilik mata depan Sedang, jernih Sedang, jernih

Iris Coklat (+), radier (+), kripti

(+)

Coklat (+), radier (+), kripti

(+)

Pupil Bulat, sentral, RCL (+),

RCTL (+), diameter 3 mm

Bulat, sentral, RCL (+),

RCTL (+), diameter 3 mm

Lensa Jernih Jernih

Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

V. RESUME

Pasien diantar oleh ibunya datang ke Poliklinik Mata RS Polri dengan keluhan mata kanan merah dan bengkak pada kelopak bawah mata kanan sejak 1 hari sebelum datang ke RS. Sebelumnya pasien mengatakan kepada orang tuanya bahwa

5

Page 6: Case Mata SarHab

mata kanan pasien seperti ada debu didalamnya. Menurut orang tua pasien, pasien sering “mengucek” matanya dan mata kanan dan kiri selalu berair. Cairan yang keluar berwarna bening seperti air mata. Orang tua pasien sudah mencoba untuk mencuci mata pasien dengan menggunakan air bersih, namun tidak ada perbaikan. Menurut orang tua pasien jika pasien melihat jauh pasien tidak memicingkan mata, dan jika menonton tv pasien tidak menonton dari jarak yang dekat. Pasien tidak mengeluh nyeri pada sekitar mata atau pun sakit kepala sampai muntah.

Pada pemeriksaan fisik :

Palpebra Inferior OD :

Edema (+) Hiperemis (+)

Konjungtiva tarsalis inferior ODS:

Hiperemis (+) Epifora (+)

Konjungtiva Bulbi OD :

Injeksi Konjungtiva (+)

VI. DIAGNOSIS KERJA

Konjungtivitis Virus ODS

VII. DIAGNOSIS BANDING

Konjungtivitis Bakteria ODS

VIII. PENATALAKSANAAN

Farmakologi :- Dexamethasone sodium phosphate 1 mg/mL, polymixin b sulfate 10000

iu/mL, neomycin sulfate 3,5 mg/mL (Polydex) 4 x 1 tetes ODS

Monitor

Visus, tanda – tanda peradangan dan tanda – tanda infeksi

Edukasi

o Menggunakan obat secara teratur

6

Page 7: Case Mata SarHab

o Dilarang menggosok mata dengan tangan

o Segera cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan mata, terutama

sebelum dan sesudah membersihkan mata dan memakai obat à menjaga

higiene untuk mencegah penularan

o Jika tidur menghadap ke arah mata yang sakit

IX. PROGNOSIS

- Quo Ad Vitam : Ad Bonam - Quo Ad Fungsionam : Ad Bonam- Quo Ad Sanactionam : Ad bonam- Quo Ad Cosmetican : Ad Bonam

7

Page 8: Case Mata SarHab

TINJAUAN PUSTAKA

KONJUNGTIVA

Anatomi

Gambar 1. Bagian depan struktur orbita

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera

(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak

(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. 2 Konjungtiva terdiri dari tiga

bagian:

1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)

2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)

3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian

posterior palpebra dan bola mata) 1

8

Page 9: Case Mata SarHab

Gambar 2. Bagian-bagian konjungtiva

Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat

ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices

superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. 1

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat

berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan

konjungtiva sekretorik. Duktus-duklus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal

superior. Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm),

konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Lipatan

konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di

kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur

epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika

semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran

mukosa. 1

Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan

dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan, juga

mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah

terjadi bila terdapat peradangan mata. 1

Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal,

tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal. 2

Fungsi

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan  kebutuhan

oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata, dengan mekanisme

pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah.

Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast,

leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA. 3

9

Page 10: Case Mata SarHab

Histologi

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder

bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula

dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel

skuamosa.1 Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang

mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi

lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat

daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. 1

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan

fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan

limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur

semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan

adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2

atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis

inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan

mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa

tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada

lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi

papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun

longgar pada bola mata.1

Gambar 3. Struktur histologi

konjungtiva beserta penyebaran selnya

10

Page 11: Case Mata SarHab

Kelenjar Konjungtiva

Pada konjungtiva terdapat dua jenis kelenjar :

1. Mucin secretoty glands: Merupakan sel goblet (kelenjar uniselullar yang terletak di dalam

epithelium), crypts of henle (terdapat di konjungtiva tarsal) dan kelenjar manz (terdapat di

limbal konjungtiva). Kelenjar ini menghasilkan mukus yang beguna untuk membasahi kornea

dan konjungtiva.5

2. Kelenjar airmata asesori, meliputi:

Kelenjar Krause (terdapat di jaringan

subkonjungtiva fornik, dimana terdapar

42 kelenjar di fornik atas, dan 8 kelenjar

di fornik bawah)

Kelenjar Wolfring (terdapat di sepanjang

bagian atas dari tasus superior maupun

inferior).5

Gambar 4. Gambar konjungtiva beserta tempat

kelenjar di sekitarnya

Pendarahan, Inervasi, Limfe Konjungtiva

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri

ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti

pola arterinya-membentuk jaringan–jaringan vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh

limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superficial dan lapisan profundus dan bersambung dengan

pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva

menerima persarafan dari percabangan (oflalmik) pertama Nervus V (N. Trigeminus). Saraf ini hanya

relatif sedikit mempunyai serat nyeri.2, 3

11

Page 12: Case Mata SarHab

Gambar 5. Blood Supply of Conjunctiva5

KONJUNGTIVITIS

Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan membran mukosa yang membungkus permukaan bagian

anterior mata (sklera) dan permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) yang

disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia

dan berkaitan dengan penyakit sistemik.2 Reaksi inflamasi ini ditandai dengan dilatasi vaskular,

infiltrasi seluler dan eksudasi. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala,

salah satunya adalah mata merah.2, 3

Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia,

Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain

adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe 1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang

ditularkan secara seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan

Neisseria gonorrhoeae.1

Epidemiologi

Konjungtivitis adalah diagnosa yang mencakup bermacam-macam kelompok penyakit yang terjadi di

seluruh dunia dan mengenai semua umur, semua status sosial dan kedua gender.4 Meskipun tidak ada

tokoh yang dapat dipercaya yang mendata insidensi atau prevalensi dari konjungtivitis, kondisi ini

telah disebutkan sebagai salah satu penyebab paling sering dari pasien untuk memeriksakan sendiri

dirinya.1 Konjungtivitis jarang menyebabkan kehilangan penglihatan yang permanen atau kerusakan

struktur, tapi dampak ekonomi dari penyakit ini dalam hal kehilangan waktu kerja, meskipun tidak

terdokumentasi, sangat tidak diragukan lagi. Sekitar 2% dari seluruh kunjungan ke dokter adalah

12

Page 13: Case Mata SarHab

untuk pemeriksaan mata dengan 54% nya adalah antara konjungtivitis atau abrasi kornea. 4 Untuk

konjuntivitis yang infeksius, 42% sampai 80% adalah bakterial, 3% chlamydial, dan 13% sampai 70%

adalah viral. Konjungtivitis viral menggambarkan hingga 50% dari seluruh konjungtivitis akut di poli

umum. Occular cicatrical pemphigoid dan konjungtivitis neoplasma jarang tampak. 4

Klasifikasi

1. Berdasarkan waktu:

Akut

Kronis

2. Berdasarkan penyebabnya: 1

Konjungtivitis Bakteri

Konjungtivitis bakteri hiperakut (N gonorrhoeae, N meningitidis, N kochii)

Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal)

Konjungtivitis difteri

Konjungtivitis folikuler

Konjungtivitis angular

Blefarokonjungivitis

Konjungtivitis akut viral

Keratokonjungtivitis epidemika

Demam faringokonjungtiva

Keratokonjungtivitis herpetik

Keratokonjungtivitis New Castle

Konjungtivitis hemoragik akut à pendarahan subkonjungtiva (+)

Konjungtivitis Klamidia

Trakoma

Konjungtivitis Inklusi

Konjungtivitis akut jamur

Konjungtivitis imunologik (alergika)

Konjungtivitis vernal

Konjungtivitis flikten

Konjungtivitis neonatorum

Konjungtivitis Rickettsia

Konjungtivitis parasit

13

Page 14: Case Mata SarHab

Konjungtivitis akibat penyakit autoimun

Konjungtivitis kimia atau iritatif

Konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui

Konjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik

3. Berdasarkan onset / waktu terjadinya penyakit 5 :

1) Konjungtivitis Hiperakut

a. Noenatorum Gonoroe Conjunctivitis

b. Chemical Conjunctivitis

c. Adult Gonoroe Conjunctivitis

2) Konjungtivitis Akut

a. Cataralis Acute Conjunctivitis

b. Adult Inclusion Conjunctivitis

c. Blennorhoe Inclusion Conjunctivitis

d. Acute Follicular Conjunctivitis

- Pharyngo Conjunctival Fever (PCF)

- Epidemic Kerato Conjunctivitis (EKC)

- Herpes Simpleks Conjunctivitis (HSC)

- New Castle Conjunctivitis (NCC)

- Acute Haemorrhagic Conjunctivitis (AHC)

- Inclusion Conjunctivitis

- Other Clamidya Conjunctivitis

3) Konjungtivits Kronik

a. Konjungtivitis Trakoma

b. Konjungtivitis Non-Trakoma

Temuan klinis dan

sitologi

Viral Bakterial Klamidial Alergik

Gatal - - - ++

14

Page 15: Case Mata SarHab

Hiperemis + ++ + +

Eksudasi Minimal Berlebihan Berlebihan Minimal

Sekret Serous mucous Purulen, kuning,

krusta

Purulen, kuning,

krusta

Viscous

Kemosis ± ++ + ++

Lakrimasi ++ + + ±

Folikel + - + +

Papil - + + +

Pseudomembran ± ± ± -

Pembesaran KGB ++ + + -

Panus - - + -

Bersamaan dengan

keratitis

± ± ± -

Adenopati

periaurikuler

Umum Tidak umum Umum hanya pada

konjungtivitis

inklusi

Tidak ada

Pewarnaan

terhadap eksudat

dan kerokan

Monosit Bakteri, PMN PMN, sel plasma,

badan inklusi

Eosinofil

Sakit tenggorokan

dan demam yang

menyertai

Kadang-kadang Kadang-kadang Tidak pernah Tidak pernah

15

Page 16: Case Mata SarHab

Tabel 1. Perbedaan macam-macam tipe dari konjungtivitis 1,2

Berikut algoritma yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis dengan keluhan mata

merah, termasuk konjungtivitis virus 4 :

Gambar 6. Algoritma keluhan mata merah

Konjungtivitis Virus

Definisi dan Etiologi

16

Page 17: Case Mata SarHab

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini mengacu pada

peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang beragam. Virus merupakan agen infeksi yang

umum ditemukan selain konjungtivitis bakterial, alergi, dan lan-lain.3

Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab konjungtivitis. Adenoviral

merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis virus. Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus

antara lain demam faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata primer oleh

karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya menimbulkan konjungtivitis

folikuler. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh HSV tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula

menyebabkan konjungtivitis terutama pada neonatus.

Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster (VZV), pikornavirus

(enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum kontagiosum, vaccinia), serta Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi oleh pikornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragika

akut yang secara klinis mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih parah dan hemoragik.

Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis kronis yang terjadi akibat shedding

partikel virus dari lesi ke dalam sakus konjungtiva. Infeksi oleh virus Vaccinia saat ini sudah jarang

ditemukan seiring dengan menurunnya insiden infeksi smallpox. Infeksi HIV pada pasien AIDS pada

umumnya menyebabkan abnormalitas pada segmen posterior, namun infeksi pada segmen anterior

juga pernah dilaporkan. Konjungtivitis yang terjadi pada pasien AIDS cenderung lebih berat dan lama

daripada individu lain yang immunokompeten. Konjungtivitis juga kadang dapat ditemukan pada

periode terinfeksi virus sistemik seperti virus influenza, Epstein-Barr virus, paramyxovirus (measles,

mumps, Newcastle) atau Rubella.1,3

Patofisiologi

Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi permukaan mata (konjungtiva bulbi),

kemudian melipat untuk membentuk bagian dalam palpebra (konjungtiva palpebra). Konjungtiva

melekat erat dengan sklera pada bagian limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan kornea.

Glandula lakrima aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet yang terdapat pada konjungtiva

bertanggung jawab untuk mempertahankan lubrikasi mata. Seperti halnya membrane mukosa lain,

agen infeksi dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan menimbulkan gejala

kinis seperti mata merah, iritasi serta fotofobia. Pada umumnya konjungtivitis merupakan proses yang

dapat menyembuh dengan sendirinya, namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan infeksi dan

komplikasi yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus tersebut.3

Gejala dan Tanda Klinis

Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan sembuh sendiri

hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.

a. Demam faringokonjungtival

17

Page 18: Case Mata SarHab

Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe 4 dan 7. Demam

faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis pada

satu atau dua mata. Folikel sering mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring.

Penyakit ini dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering terjadi,

dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit kekeruhan di daerah subepitel.

Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan

pada pasien mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam,

faringitis, dan konjungtivitis).1,2

b. Keratokonjungtivitis epidemika:

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe 8, 19, 29, dan 37.

Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan sering pada satu mata kemudian

menyebar ke mata yang lain. Mata pertama biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri

sedang dan berair mata, diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel, dan

kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra, kemosis, dan hiperemia

konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang

dapat terbentuk pseudomembran ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar

ataupun symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan epitel terjadi

di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa disertai parut.1,2

c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)

Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan luar biasa yang

ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai sekret mukoid, dan fotofobia.

Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata.

Sering disertai keratitis herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri

yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang bercabang banyak

(dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler namun dapat juga pseudomembranosa.

Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada

palpebra. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk konjungtivitis

HSV.1,2

d. Konjungtivitis hemoragika akut

Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan kadang-kadang oleh

virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis tipe ini adalah masa inkubasi yang

pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa

sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema palpebra, dan

perdarahan subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul kemosis. Perdarahan subkonjungtiva

yang terjadi umumnya difus, namun dapat diawali oleh bintik-bintik perdarahan. Perdarahan

berawal dari konjungtiva bulbi superior menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus,

didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelia. Pada beberapa

18

Page 19: Case Mata SarHab

kasus dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala demam, malaise, dan mialgia. Transmisi terjadi

melalui kontak erat dari orang ke orang melalui media sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi,

dan air.1,2

Konjungtivitis virus menahun meliputi:

a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum

Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan infiltrasi mononuclear

dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non

radang. Nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan

konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin

menyerupai trachoma.1

b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster

Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan konjungtivitis infiltratif

yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang

oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk

folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal perjalanan

penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang nyeri tekan. Selanjutnya dapat

terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat

terbentuk di bagian tepi ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut.

Sering timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas (kecuali pada

limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahap-

tahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah

pembuluh darahnya.1

c. Keratokonjungtivitis morbili.

Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal konjungtiva nampak

seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda

Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret

mukopurulen. Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan timbul bercak-bercak koplik

pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. Keratitis epithelial dapat terjadi pada

anak-anak dan orang tua.1

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat penting dalam

menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini, pasien akan mengeluhkan gejala-gala

yang berkaitan dengan proses infeksi (bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan

muncul infiltrasi di bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah

kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari pasien akan

mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian depan telinga (preaurikula).

Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan pemeriksaan bagian depan

19

Page 20: Case Mata SarHab

mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian bawah kelopak

mata pada konjungtiva.2

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah kultur dengan

pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang menahun dan sering mengalami

kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap

pengobatan yang diberikan sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan. Pada konjungtivitis

virus ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik pemeriksaan dengan

memaparkan organism penyebab kepada tubuh manusia untuk memproduksi kekebalan terhadap

penyakit itu. Deteksi terhadap antigen virus dan klamidia dapat dipertimbangkan. Polymerase chain

reaction (PCR) merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan pada

fase akut.2

1. Konjungtivitis viral akut

a. Demam faringokonjungtiva

Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis maupun

laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa

dan di identifikasi dengan uji netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di

diagnosis secara serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun, diagnosis

klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada kerokan konjungtiva

didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri yang tumbuh pada biakan.

b. Keratokonjuntivitis epidemika

Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan uji netralisasi.

Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuklear primer. Bila terbentuk

pseudomembran, juga tampak neutrofil yang banyak.

c. Konjungtivitis herpetik

Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya

terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear (karena adanya marginasi kromatin)

tampak dalam sel-sel konjungtiva dan kornea dengan fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou,

tetapi tidak tampak dalam pulasan giemsa. Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus

memiliki nilai diagnostik. Pada konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis biasanya

ditegakkan dengan ditemukan sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus, dan sel

inklusi intranuklear.

d. Konjungtivitis New castle

Diagnosis dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan juga gambaran klinisnya.

e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut

Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.

2. Konjungtivitis Viral Kronis

a. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

20

Page 21: Case Mata SarHab

Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi sitoplasma sel yang

rusak, mendesak inti ke satu sisi.

b. Blefarokonjungtivitis varicella zooster

Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya mengandung sel raksasa dan

banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan dari konjungtiva pada varicella dan dari vesikel

konjungtiva pada zooster dapat mengandung sel raksasa dan monosit

c. Blefarokonjungtivitis campak

Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika ada pseudomembran

atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa menampilkan sel-sel raksasa

Sementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan konjungtivitis yang lain dan

penyakit mata merah lainnya terkait dengan penatalaksanaannya. Secara klinis bedasarkan keluhan

subyektif dan obyektif perbedaan konjungtivitis virus dengan konjungtivitis yang lain serta diagnosis

mata merah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan Subjektif dan

Obyektif.2

Gejala

subyektif

dan obyektif

Glaukoma

akut

Uveitis

akut

Keratitis K Bakteri K. virus K. alergi

PenurunanVi

sus

+++ +/++ +++ - - -

Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -

Fotofobia + +++ +++ - - -

Halo ++ - - - - -

Eksudat - - -/++ +++ ++ +

Gatal - - - - - ++

Demam - - - - -/++ -

Injeksi siliar + ++ +++ - - -

Injeksi

konjungtiva

++ ++ ++ +++ ++ +

Kekeruhan

kornea

+++ - +/++ - -/+ -

Kelainan

pupil

Midriasis

nonrekatif

Miosis

iregular

Normal/

miosis

N N N

Kedalaman Dangkal N N N N N

21

Page 22: Case Mata SarHab

COA

Tekanan

intraokular

Tinggi Rendah N N N N

Sekret - + + ++/+++ ++ +

Kelenjar

preaurikular

- - - - + -

Komplikasi

Komplikasi dari konjungtivitis viral, antara lain3:

Infeksi pada kornea (keratitis) dan apabila tidak ditangani bisa menjadi ulkus kornea

Penatalaksanaan

Konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi simptomatis, belum ada bukti

yang menunjukkan keefektifan penggunaan antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman

dengan pemberian cairan pelembab. Kompres dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga dikatakan dapat

membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan konjungtivitis viral

harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi.

Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis virus dapat diuraikan

sebagai berikut :

1. Konjungtivitis viral akut1,2

a. Demam faringokonjungtiva

Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif karena dapat sembuh

sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi, sedangkan pada kasus yang berat dapat

diberikan antibiotik dengan steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan pemberian

antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

b. Keratokonjungtivitis epidemika

Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi

beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan kortikosteroid dapat

memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut sehingga harus dihindari. Anti bakteri

harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.

c. Konjungtivitis herpetik

Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas satu tahun atau pada

orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,

antivirus topikal atau sistemik harus doberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika

terjadi ulkus kornea, harus dilakukan debridement korneadengan mengusap ulkus

menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan obat anti virus, dan penutupan mata

selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin

22

Page 23: Case Mata SarHab

setiap 2 jam sewaktu bangun. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias

memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengubah penyakit dari suatu proses singkat

yang sembuh sendiri menjadi infeksi berat yang berkepanjangan. Pada konjungtivitis

varicella zooster pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat

acyclovir 400 mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga

steroid dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan penyebaran sistemik.

Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada

kelainan peermukaan dapat diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1%

diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.

d. Konjungtivitis new castle

Pengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan antibiotik untuk

mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat simtomatik.

e. Konjungtivitis hemorhagik epidemik akut

Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik. Pengobatan

antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat digunkan untuk mencegah infeksi sekunder.

Penyembuhan dapat terjadi dalam 5-7 hari.

2. Konjungtivitis viral kronik1

a. Konjungtivitis Molluscum Contagiosum

Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi yang memasukinya

atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis. Pada kondisi ini eksisi nodul juga

menyembuhkan konjungtivitisnya.

b. Blefarokonjungtivitis varicella zoster

Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral 5x selama 10 hari)

c. Keratokonjungtivitis campak

Tidak ada terapi yang spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali ada

infeksi sekunder.

Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya cukup tinggi,

sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan

bahkan ke tenaga kesehatan yang memeriksa pasien. Langkah – langkah pencegahan yang perlu

diperhatikan adalah mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong,

serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan pasien lain. Dalam

penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan untuk menghindari kontak dengan

orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah dalam 1 – 2 minggu, juga menghindari pemakaian

handuk bersama.2

Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-

limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.

23

Page 24: Case Mata SarHab

PEMBAHASAN

Mengapa diagnosis pasien konjungtivitis virus ODS?

Berdasarkan anamnesa:

Keluhan pada ODS :

- Mata merah

- Epifora

- Sekret bening

- Rasa mengganjal

- Edema palpebra à kelopak mata terasa berat

- Gangguan visus (-)

- Gatal (-), fotofobia (-)

Berdasarkan hasil pemeriksaan status oftalmologi :

- Palpebra Inferior Dextra : Hiperemis (+), Edema (+)

- Konjungtiva Bulbi Dextra : Injeksi Konjungtiva (+)

Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?

Seharusnya pasien diberikan antibiotik topikal spektrum luas selama 3–5 hari untuk mencegah adanya

infeksi sekunder.

Bagaimana prognosis pasien ini?

Prognosis pada pasien ini adalah baik, Konjungtivitis virus hampir selalu sembuh sendiri Tanpa

diobati atau self limiting disease. Infeksi dapat berlangsung selama 5-12 hari.

24

Page 25: Case Mata SarHab

Teori Pasien

Epidemiologi

Gejala

Tatalaksana

• Terjadi pada semua usia

• Pembengkakan.

• Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata.

• Epifora

• Rasa mengganjal

• Gatal

• Kompres air dingin pada mata 3 – 4 x / hari untuk mengurangi gatal

• Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder

• Anak usia 3 tahun

• Pembengkakan pada kelopak mata kanan bawah

• Rasa mengganjal

• Epifora

• Gatal

• Antibiotik + antiinflamasi

25

Page 26: Case Mata SarHab

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum, 2000. Widia Meka. Jakarta

2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. 2012. FK UI. Jakarta

3.  American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San

Fransisco: MD Association, 2005-2006

4. https://online.epocrates.com/u/291168/Acute+conjunctivitis/Summary/Highlights

5. Perdami.Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran ed-2. Jakarta:

Sagung Seto. 2002.

6. Morrow, Gary L.; Abbott, Richard L. Conjunctivitis. In: American Family Physician.

February 15, 1998. Published by American Academy of Family Physicians. Available in:

www.aafp.org/afp/980251/morrow.html. Accessed on August 9, 2015.

7. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4 edition. New Delhi: New Age International

2007

8. Skuta, Gregory L.; Cantor, Louis B.; Weiss, Jayne S. Basic and Cliniccal Science Cources :

External Disease dan Cornea, Section 8, 2008-2009. 2008. Singapore : American Academy

of Ophthalmology; p.169-71.

9. Lang, Gerhard K.; Lang, Gabriele E. Conjunctiva. In: Gerhard K.Lang, Ed. Ophthalmology:

A Pocket Textbook Atlas, 2nd Edition. 2006. New York: Thieme; p.67-83.

10. Quinn CJ, Mathews DE, et al. Care of  the patient with conjunctivitis. Lindbergh Blvd:

American Optometric Association 2002

26