case mata alyssa

61
1 Laporan Kasus Mata – Manuel GP DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA STATUS PASIEN Dokter Muda Nama Dokter muda Manuel Gideon Polatu Tanda tangan NIM 406147013 Tanggal 16 Mei 2016 Rumah Sakit RS Bhayangkara Semarang Gelombang Periode 2 Mei 2016 – 3 Juni 2016 Nama Pasien Tn S Umur 58 tahun Alamat Semarang Jenis Kelamin Laki-laki Pekerjaan Polisi Agama Kristen Katolik Pendidikan SMA Status Pernikahan Menikah No. RM 05-07-007705 Diagnosis ODS Presbiopia, OS Miopia, ODS Anisometropia, OD Ptosis ec trauma. ANAMNESIS (Autoanamnesa dari pasien pada 16 Mei 2016 pukul 10:30 WIB) Keluhan Utama Pandangan kedua mata buram saat membaca. Keluhan Tambahan Pandangan kedua mata buram saat melihat jauh dan sering merasa pusing. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS Bhayangkara Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Upload: widyasari-wuwungan

Post on 08-Jul-2016

64 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

aaaa

TRANSCRIPT

Page 1: Case Mata Alyssa

1Laporan Kasus Mata – Manuel GP

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

STATUS PASIENDokter Muda

Nama Dokter muda Manuel Gideon Polatu Tanda tangan

NIM 406147013

Tanggal 16 Mei 2016

Rumah Sakit RS Bhayangkara Semarang

Gelombang Periode 2 Mei 2016 – 3 Juni 2016

Nama Pasien Tn S

Umur 58 tahun

Alamat Semarang

Jenis Kelamin Laki-laki

Pekerjaan Polisi

Agama Kristen Katolik

Pendidikan SMA

Status Pernikahan Menikah

No. RM 05-07-007705

DiagnosisODS Presbiopia, OS Miopia, ODS Anisometropia, OD Ptosis ec

trauma.

ANAMNESIS (Autoanamnesa dari pasien pada 16 Mei 2016 pukul 10:30 WIB)

Keluhan Utama Pandangan kedua mata buram saat membaca.

Keluhan

Tambahan

Pandangan kedua mata buram saat melihat jauh dan sering merasa

pusing.

Riwayat Penyakit

Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang dengan

keluhan pandangan buram pada kedua mata saat membaca, sehingga

memerlukan waktu yang lama untuk membaca. Pasien mengaku

keluhan ini mulai dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Pasien kemudian

membeli kacamata baca dipinggir jalan dan keluhan teratasi. Sejak 3

tahun yang lalu, pasien merasa pandangannya kembali buram saat

membaca maupun saat melihat jauh. Bahkan saat melihat jauh pasien Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 2: Case Mata Alyssa

2Laporan Kasus Mata – Manuel GP

sering merasa pusing. Pasien kemudian membeli kacamata di optik

dengan ukuran untuk jarak dekat add +2,50 D namun ukuran untuk

jarak jauh lupa. Keluhan teratasi dengan kacamata baru pasien. Sejak

1 bulan yang lalu pasien merasa tidak nyaman saat menggunakan

kacamatanya, saat melihat jauh pasien merasa pusing sehingga pasien

memutuskan untuk berobat ke dokter mata. Pasien menyangkal

pandangan ganda, berkabut, silau, mata merah, mual dan muntah.

Riwayat Penyakit

Dahulu

Riwayat trauma pada mata (+) ( kecelakaan motor luka sekitar

mata kanan) luka dibiarkan sembuh sendiri.

Riwayat HT sejak lama terkontrol obat.

Riwayat DM sejak lama terkontrol obat.

Riwayat Penyakit

Keluarga

Kedua orang tua menggunakan kacamata (pasien tidak mengetahui

ukuran kacamata)

Kebiasaan /

Lingkungan

Pasien suka membaca buku dan menonton TV sambil tiduran.

Pasien sering mengkonsumsi buah-buahan sebagai pengganti

makan malam.

Anamnesis Sistem

1. Cerebrospinal Dalam batas normal

2. Cor Riwayat hipertensi (+), TD 140/80 mmHg

3. Respirasi /

PulmoDalam batas normal

4. Abdomen Dalam batas normal

5. Urogenital Dalam batas normal

6. Extremitas /

MusculoskeletalDalam batas normal

Kesimpulan AnamnesisKepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 3: Case Mata Alyssa

3Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Penglihatan ODS buram saat membaca yang sudah dirasakan 5 tahun yang lalu, pasien

dapat melihat jelas jika menggunakan kacamata yang dibeli dipinggir jalan.

Sejak 3 tahun yang lalu, pasien merasa pandangannya kembali buram saat membaca

maupun saat melihat jauh, bahkan saat melihat jauh pasien sering merasa pusing.

Riwayat trauma pada mata (+) ( kecelakaan motor luka sekitar mata kanan) luka dibiarkan

sembuh sendiri.

Riwayat HT (+) dan DM (+) terkontrol obat

Kedua orang tua menggunakan kacamata (pasien tidak mengetahui ukuran kacamata)

Pasien suka membaca buku dan menonton TV sambil tiduran.

PEMERIKSAAN SUBYEKTIF ( Dilakukan pada tanggal pada 16 Mei 2016 pukul 10:30)

Pemeriksaan OD OS Penilaian

Dikerjakan Tidak

Visus Jauh 0,7 1,0 √

Refraksi Sph – 1,00 D - √

Koreksi 0,8 NBC - √

Visus Dekat Add + 3,00 D Add + 3,00 D √

Proyeksi sinar √

Persepsi Warna

(Merah, Hijau)√

Pusing (-) Distorsi (-)

ACT OD = OS

PEMERIKSAAN OBYEKTIF(Dilakukan pada tanggal 28 Desember 2015, pukul 11:00)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 4: Case Mata Alyssa

4Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Pemeriksaan OD OS Penilaian

Dikerjakan Tidak

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 5: Case Mata Alyssa

5Laporan Kasus Mata – Manuel GP

1. Posisi mata Ortoforia 00 Ortoforia 00 √

2. Gerakan bola mata

3. Lapang pandang Tidak ada

penyempitan.

Tidak ada

penyempitan.√

4. Kelopak mata

(Superior et Inferior)

S I S I

Benjolan - - - - √

Edema - - - - √

Hiperemis - - - - √

Ptosis + - - - √

Lagophthalmos - - - - √

Ectropion - - - - √

Entropion - - - - √

Marginal Reflex

Distance

2,5 mm 4,5 mm √

5. Bulu mata

Trikiasis - - √

Madarosis - - √

Krusta - - √

6. Aparatus Lakrimalis

Sakus lakrimal

Hiperemis - - √

Edem - - √

Fistel - - √

Punctum lakrimal

Eversi - - √

Discharge - - √

7. Konjungtiva

K. Bulbi Sekret (-) Sekret (-)

Warna Transparan Transparan √

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 6: Case Mata Alyssa

6Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Vaskularisasi - - √

Nodul - - √

Edema - - √

K. Tarsal superior

Hiperemis - - √

Folikel - - √

Korpus alineum - - √

K. Tarsal inferior

Hiperemis - - √

Folikel - - √

Papillae - - √

Korpus alineum - - √

8. Sklera

Warna Putih Putih √

Inflamasi - - √

9. Kornea

Kejernihan Jernih Jernih √

Ukuran 12 mm 12 mm √

Permukaan Licin Licin √

Limbus Arcus senilis (+) Arcus senilis (+) √

Infiltrat - - √

Defek - - √

Edema - - √

10. Camera oculi

anterior

Kedalaman Cukup Cukup √

Hifema - - √

Hipopion - - √

11. Iris

Warna Hitam kecoklatan Hitam kecoklatan √

Sinekia - - √

Iridodonesis - - √

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 7: Case Mata Alyssa

7Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Neovaskularisasi - - √

12. Pupil

Ukuran 3 mm 3 mm √

Bentuk Bulat Bulat √

Tepi Rata Rata √

Simetris Simetris Simetris √

Refleks direk + + √

Refleks indirek + + √

13. Lensa

Kejernihan Jernih Jernih √

Luksasio - - √

Afakia - - √

IOL - - √

14. Reflek fundus + + √

15. Korpus vitreum Jernih Jernih √

16. Tekanan intra okuler

dengan palpasiNormal Normal

17. Optic Disc Bentuk Bulat,

Batas Tegas,

Warna kuning

kemerahan, C/D

0,3, A/V 2/3.

Bentuk Bulat,

Batas Tegas,

Warna kuning

kemerahan, C/D

0,3, A/V 2/3.

18. Retina Tidak ada

( Pendarahan,

eksudat, sikatrik,

ablasio,

neoruvaskularisasi)

Tidak ada

( Pendarahan,

eksudat, sikatrik,

ablasio,

neoruvaskularisasi)

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

4,5 mm2,5 mm

Page 8: Case Mata Alyssa

8Laporan Kasus Mata – Manuel GP

OD

VOD = 0,7 Ph 0,7

Koreksi: Sph -1,00 D

Visus menjadi 0,8 NBC

Add Sph +3,00 D

Ptosis (MRD 2,5 mm)

Limbus : Arkus Senilis

OS

VOS = 1.0 (Tidak laten)

Add Sph +3,00 D

Limbus : Arcus Senilis

Resume:

Telah diperiksa seorang pasien pria berusia 58 tahun yang datang ke Poliklinik Mata RS

Bhayangkara dengan keluhan pandangan buram pada kedua mata saat membaca. Pasien

mengaku keluhan ini mulai dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Pasien kemudian membeli

kacamata baca dipinggir jalan dan keluhan teratasi. Sejak 3 tahun yang lalu, pasien merasa

pandangannya kembali buram saat membaca maupun saat melihat jauh. Bahkan saat melihat

jauh pasien sering merasa pusing. Pasien kemudian membeli kacamata di optik dengan

ukuran untuk jarak dekat add +2,50 D namun ukuran untuk jarak jauh lupa. Keluhan teratasi

dengan kacamata baru pasien. Sejak 1 bulan yang lalu pasien merasa tidak nyaman saat

menggunakan kacamatanya, saat melihat jauh pasien merasa pusing sehingga pasien

memutuskan untuk berobat ke dokter mata. Riwayat trauma pada mata (+) ( kecelakaan

motor luka sekitar mata kanan) luka dibiarkan sembuh sendiri. Riwayat HT (+) dan DM (+)

terkontrol obat Kedua orang tua menggunakan kacamata (pasien tidak mengetahui ukuran

kacamata). Pasien suka membaca buku dan menonton TV sambil tiduran.

Diagnosis kerja:

ODS Presbiopia

OD Miopia

ODS Anisometropia

Diagnosis Tambahan:

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 9: Case Mata Alyssa

9Laporan Kasus Mata – Manuel GP

OD Ptosis ec Trauma

Terapi:

Farmako : -

Non farmako :

o Resep Kacamata : OD : S -1,00 D Add +3,00 D

OS : Add +3,00 D

o Edukasi mengenai penyakit dan terapi

o Kacamata selalu dipakai saat melakukan aktivitas sehari – hari.

o Menyarankan untuk mengontrol HT dan DM agar mencagah komplikasi.

o Menyarankan agar membaca dengan jarak yang normal dan jangan sambil

tiduran dan pencahayaan yang cukup

o Menyarankan pasien untuk makan buah yang berwarna merah, kuning, orange,

ungu dan sayuran hijau yang mengandung antioksidan.

o Dirujuk spM untuk direncanakan operasi ptosis.

Prognosis:

Ad visam : ODS Dubia ad bonam

Ad vitam : Ad Bonam

Ad sanationam :Dubia ad bonam

Ad fungtionam :Dubia ad bonam

Ad kosmetikam :Dubia ad bonam

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 10: Case Mata Alyssa

10Laporan Kasus Mata – Manuel GP

TINJAUAN PUSTAKA

Presbiopia

1. Definisi Presbiopia

Presbiopia merupakan gangguan penglihatanyang berkaitan dengan usia.Hilangnya

daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang disebut

presbiopia. Seseorang dengan mata emetrop (tanpa kesalahan refraksi) akan mulai merasakan

ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang terletak

berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun.1 Gagal penglihatan dekat akibat usia, berhubungan

dengan penurunan amplitudo akomodasi atau peningkatan punctum proximum.2,4,5

2. Epidemiologi Presbiopia

Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang

tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan langsung

dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya. Walaupun sulit untuk melakukan

perkiraan insiden presbiopia karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden

tertinggi presbiopia terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 2006

menunjukkan 112 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopia.2

3. Etiologi Presbiopia

Etiologi dari presbiopia adalah kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak

kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.2,4

4. Patofisiologi Presbiopia

Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan ( refraksi ) ketika melalui kornea dan

struktur-struktur lain dari mata ( kornea, humor aqueus, lensa, humor vitreus ) yang

mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina.2

Mata mengatur ( akomodasi ) sedemikian rupa ketika melihat objek yang jaraknya

bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Penglihatan dekat memerlukan

kontraksi dari cilliary body, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi cilliary body

yang diikuti relaksasi ligament pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya dapat

terfokuskan pada retina.2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 11: Case Mata Alyssa

11Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi atau

lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya, menyebabkan kurang bisa mengubah

bentuk lensa untuk memfokuskan mata saat melihat. Akibat gangguan tersebut bayangan

jatuh di belakang retina. Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin

menjauh.2

Akomodasi suatu proses aktif yang memerlukan usaha otot, sehingga dapat lelah.

Jelas musculus cilliary salah satu otot yang terlazim digunakan dalam tubuh. Derajat

kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan jelas terbatas dan sinar cahaya dari suatu objek

yang sangat dekat individu tak dapat dibawa ke suatu focus di atas retina, bahkan dengan

usaha terbesar. Titik terdekat dengan mata, tempat suatu objek dapat dibawa ke fokus jelas

dengan akomodasi dinamai titik dekat penglihatan. Titik dekat berkurang selama hidup,

mula-mula pelan-pelan dan kemudian secara cepat dengan bertambanya usia, dari sekitar 9

cm pada usia 10 tahun sampai sekitar 83 cm pada usia 60 tahun. Pengurangan ini terutama

karena peningkatan kekerasan lens, dengan akibat kehilangan akomodasi karena penurunan

terus-menerus dalam derajat kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan. Dengan berlalunya

waktu, individu normal mencapai usia 40-45 tahun, biasanya kehilangan akomodasi, telah

cukup menyulitkan individu membaca dan pekerjaan dekat.2,4

5. Faktor Resiko Presbiopia

Usia merupakan faktor resiko utama penyebab presbiopia. Namun pada kondisi

tertentu dapat terjadi presbiopia prematur sebagai hasil dari faktor-faktor seperti trauma,

penyakit sistemik, penyakit jantung, atau efek samping obat.2

a. Usia, terjadi pada atau setelah usia 40 tahun.

b. Penyakit atau trauma pada mata, kerusakan pada lensa, zonula, atau otot siliar.

c. Penyakit sistemik : diabetes mellitus, multiple sklerosis, kejadian kardiovaskular,

anemia, Influenza, campak.

d. Obat-obatan, penurunan akomodasi adalah efeksamping dari obatnonprescription dan

prescription (contoh : alkohol, klorprozamin, hidroklorotiazid, antidepresan, antipsikotik,

antihistamin, diuretik).

e. Lain-lain : Kurang gizi, penyakit dekompresi.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 12: Case Mata Alyssa

12Laporan Kasus Mata – Manuel GP

6. Klasifikasi Presbiopia2

a. Presbiopia insipient

Presbiopia insipient merupakan tahap awal di mana gejala atau temuan klinis

menunjukkan beberapa kondisi efek penglihatan dekat. Pada presbiopia insipient

dibutuhkan usaha ekstra untuk membaca cetakan kecil. Biasanya, pasien membutuhkan

tambahan kacamata atau adisi, tetapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes dan pasien

lebih memilih untuk menolak diberikan kacamata baca.

b. Presbiopia Fungsional

Ketika dihadapkan dengan amplitude akomodasi yang berangsur – angsur menurun,

pasien dewasa akhirnya melaporkan adanya kesulitan melihat dan akan didapatkan

kelainan ketika diperiksa.

c. Presbiopia Absolut

Sebagaiakibat dari penurunan akomodasi yang bertahap dan terus menerus, dimana

presbiopi fungsional berkembang menjadi presbiopia absolut. Presbiopia absolut adalah

kondisi di mana sesungguhnya tidak ada sisa kemampuan akomodatif.

d. Presbiopia Prematur

Pada presbiopia prematur, kemampuan akomodasi penglihatan dekat menjadi berkurang

lebih cepat dari yang diharapkan.Presbiopia ini terjadi dini pada usia sebelum 40 tahun.

Berhubungan dengan lingkungan, gizi, penyakit atau obat – obatan, hipermetropia yang

tidak terkoreksi, premature sklerosis dari cristaline lensa, glaukoma simple kronik.

e. Presbiopian octurnal

Presbiopian okturnal adalah kondisi dimana terjadi kesulitan untuk melihat dekat

disebabkan oleh penurunan amplitudo akomodasi di cahaya redup. Peningkatan ukuran

pupil, dan penurunan kedalaman menjadi penyebab berkurangnya jarak penglihatan

dekat dalam cahaya redup.

7. Gejala Presbiopia

Presbiopia terjadi secara bertahap. Penglihatan yang kabur, dan ketidak mampuan

melihat benda – benda yang biasanya dapat dilihat pada jarak dekat merupakan gejala dari

presbiopia. Gejala lain yang umumnya terjadi pada presbiopia adalah:2,4,5

- keterlambatan saat memfokuskan pada jarak dekat

- mata terasa tidak nyaman, berair, dan sering terasa pedas

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 13: Case Mata Alyssa

13Laporan Kasus Mata – Manuel GP

- sakit kepala

- astenopia karena kelelahan pada otot siliar

- menyipitkan mata saat membaca

- kelelahan atau mengantuk saat membaca dekat

- membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk membaca.

Kesulitan melihat pada jarak dekat yang biasa dilakukan dan mengubah atau

mempertahankan fokus disebabkan oleh penurunan amplitudo akomodasi. Penggunaan

cahaya terang untuk membaca pada pasien menyebabkan penyempitan pupil, sehingga

peningkatan kedalaman fokus. Kelelahan dan sakit kepala berhubungan dengan kontraksi otot

orbicularis atau bagian dari otot occipito frontalis dan diduga berhubungan dengan

ketegangan dan frustrasi atas ketidakmampuan untuk mempertahankan

jelas penglihatan dekat. Mengantuk dikaitkan dengan upaya fisik dikeluarkan untuk

akomodasi selama beberapa waktu.2,4,5

8. Diagnosa Presbiopia2,4

a. Anamnesa

Anamnesa gejala – gejala dan tanda presbiopi. Keluhan pasien terkait presbiopi dapat

bermacam-macam, misalnya pasien merasa hanya mampu membaca dalam waktu

singkat, merasa cetakan huruf yang dibaca kabur atau ganda, kesulitan membaca tulisan

huruf dengan cetakan kualitas rendah, saat membaca membutuhkan cahaya yang lebih

terang atau jarak yang lebih jauh, saat membaca merasa sakit kepala dan mengantuk.

b. Pemeriksaan Oftamologi

- Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan Kartu Snellen.

Cara :

Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan satu mata ditutup.

Pasien diminta membaca huruf yang tertulis di kartu, mulai dari baris paling atas

ke bawah, dan ditentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca seluruhnya

dengan benar.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 14: Case Mata Alyssa

14Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ), maka dilakukan uji

hitung jari dari jarak 6 m.

Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka jarak dapat

dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien satu meter.

Jika pasien tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari jarak satu

meter.

Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji dengan arah

sinar.

Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka dikatakan

penglihatannya adalah nol (0) atau buta total.

Penilaian :

Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca seluruh

huruf dalam kartu snellen dengan benar.

Bila baris yang dapat dibaca seluruhnya bertanda 30, maka dikatakan tajam

penglihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 m yang oleh orang

normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 m.

Bila dalam uji hitung jari, pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah

jari yang diperlihatkan pada jarak 3 m, maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60.

Jari terpisah dapat dilihat orang normal pada jarak 60 m.

Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 m. Bila

mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam

penglihatan adalah 1/300.

Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat lambaian tangan,

maka dikatakan sebagai 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak

tidak berhingga.

- Pemeriksaan Presbiopia

Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan dengan pemeriksaan

presbiopia.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 15: Case Mata Alyssa

15Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Cara :

Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan refraksi bila terdapat

myopia, hipermetropia, atau astigmatisma, sesuai prosedur di atas.

Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm ( jarak baca)

Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil

pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.

Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu.

9. Penatalaksanaan Presbiopia

Presbiopia dikoreksi dengan ,menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya fokus

otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk

membaca dekat yang berkekuaan tertentu:2,4

+ 1.0 D untuk usia 40 tahun

+ 1.5 D untuk usia 45 tahun

+ 2.0 D untuk usia 50 tahun

+ 2.5 D untuk usia 55 tahun

+ 3.0 D untuk usia 60 tahun

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa positif

terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu

disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat

subjektif sehingga angka – angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.2,4

Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh aperture kacamata sehingga

kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda-benda jauh menjadi kabur.

Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kacamata yang bagian atasnya terbuka dan

tidak terkoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakukan hal serupa tetapi

memungkinkan untuk koreksi kalainan refraksi yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi

penglihatan jauh disegmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat

di segmen bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh tetapi

dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.1

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 16: Case Mata Alyssa

16Laporan Kasus Mata – Manuel GP

MIOPIA

I. Definisi

Myopia adalah bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada

mata yang tidak berakomodasi.1

Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan

retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi

refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh di

depan retina, tanpa akomodasi. Myopia berasal dari bahasa yunani “ muopia” yang memiliki

arti menutup mata. Myopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya

adalah "nearsightedness. Myopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis

kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau

kelengkungan kornea yang terlalu cekung.3

II. Fisiologi penglihatan normal

Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan

sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya

dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous , lensa, dan humor vitreus. Kedua,

akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek

yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstniksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil

agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila

cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi

mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu

pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah

objek yang sedang dilihat.2

Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata

memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina yang

dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi: (1)

perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara permukaan

posterior kornea dan udara, (3) perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior

lensa kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous.

Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1, kornea

1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34.2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 17: Case Mata Alyssa

17Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan

sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan skemanya

sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan sederhana.

Pada reduced eye dibayangkan hanya terdapat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan

retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh. Daya bias mata

bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior kornea. Alasan

utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda dari indeks bias

udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara normal bersinggungan dengan

cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira

sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila lensa ini diambil dari mata dan

kemudian lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab

dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang

tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena

lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya

“akomodasi”.3

Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa kaca

pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan

ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda tetap dalam

keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih

menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.3

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 18: Case Mata Alyssa

18Laporan Kasus Mata – Manuel GP

III. Penglihatan pada miopia

Myopia adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk ke bolamata titik

fokusnya jatuh di depan retina. 2

Kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat

(tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina

IV. Patofisiologi

Myopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk

panjangnya bola mata akibat:

1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior

yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia

aksial.

2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu

cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut

miopia kurvatura/refraktif.

3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.

Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks

4. Miopi Karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior,

misalnya pasca operasi glaukoma.3

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 19: Case Mata Alyssa

19Laporan Kasus Mata – Manuel GP

V. Klasifikasi Miopia

Klasifikasi miopi berdasarkan laju perubahan besarnya derajat refraksi anomaly

secara klinik, antara lain :

a) Miopia simplex / stasioner / fisiologik

Biasanya timbul pada usia yang masih muda kemudian berhenti. Tetapi dapat juga

naik sedikit kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit pada masa puber sampai

sekitar umur 20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari Spheris –5.00 Dioptri atau

Spheris –6.00 Dioptri. Tetapi jika dikoreksi dengan lensa yang sesuai dapat mencapai

tajam penglihatan normal

b) Miopia progresif

Ditemukan pada segala umur. Pada keadaan ini terjadi kelainan fundus yang khas

unutk myopia tinggi ( myopia lebih dari Spheris –6.00 D ).

c) Miopia maligna Disebut juga myopia patologis/degeneratif karena disertai penuaan

dari koroid dan bagian lain dalam bola mata ( lensa kristalin, coroid, badan siliar ).5

Klasifikasi myopia berdasarkan faktor penyebab dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Miopia\axial

Myopia axial ini dapat terjadi sejak lahir oleh karena faktor herediter,

komplikasi penyakit lain seperti gondok, TBC, dan campak maupun karena

konginetal. Selain itu juga bisa karena anak biasa membaca dalam jarak yang terlalu

dekat sehingga mata luar dan polus posterior yang paling lemah dari bolamata

memanjang. Orang yang berwajah lebar karena akan menyebabkan konvergensi

berlebihan saat melakukan pekerjaan dekat, bendungan karena peradangan atau

melemahnya lapisan yang mengelilingi bolamata disertai tekanan yang tinggi. Myopia

ini dapat bertambah terus sampai dewasa.5

Miopia axial merupakan suatu keadaan dimana jarak fokus media refrakta

lebih pendek dibanding sumbu orbitnya. Namun dalam hal ini jarak fokus media

refrakta normal ( 2.6 mm ) sedangkan jarak sumbu orbitnya > 22,6 mm. Menurut

Plempius (1622) bahwa memanjangnya sumbu orbit bolamata disebabkan karena

kelainan anatomis. Sedangkan Donders (1864) berpendapat bahwa memanjangnya

sumbu orbit bolamata itu disebabkan oleh karena sering mendapatkan tekanan otot

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 20: Case Mata Alyssa

20Laporan Kasus Mata – Manuel GP

pada saat konvergensi. Sedangkan menurut Levinshon (1925) dikemukakan bahwa

memanjangnya sumbu orbit bolamata itu disebabkan oleh karena sering melihat

kebawah pada saat bekerja diruang tertutup sehingga terjadi peregangan pada

bolamata, ini berkaitan dengan faktor gravitasi bumi.3

2) Myopia refraktif

Pada myopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti

terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga

pembiasan lebih kuat.3

Menurut Albert E. Sloane, myopia refraktif dapat terjadi karena :

Kornea terlalu melengkung.

Lensa kristalin terlalu cembung karena terlalu banyak cairan mata yang masuk ke

lensa kristalin sehingga lensa keruh seperti katarak immatura, sehingga sinar yang

masuk dibiaskan terlalu kuat.

Peningkatan index bias cairan bolamata (pada penderita Diabetus Melitus).

Menurut ilmu kedokteran bahwa myopia dapat disebabkan karena kurang gizi,

kegemukan, gangguan endokrin, alergi, kekurangan zat kimia (seperti kalsium dan

vitamin), over koreksi pada kacamata, dan memakai kacamata yang tidak sesuai

dengan hasil pemeriksaan/koreksi anomaly refraksi.4

Klasifikasi myopia berdasarkan besarnya derajat refraksi anomaly, yaitu :

Myopia ringan : Spheris -0.25 Dioptri – Spheris -3.00 Dioptri

Myopya sedang: Spheris -3.25 Dioptri – Spheris -6.00 Dioptri

Myopia tinggi/berat : > Spheris -6.00 Dioptri

VI. Gejala klinis

Menurut Albert E. Sloane dalam buku Manual of Refraction, bahwa gejala

myopia adalah sebagai berikut :

a) Gejala tunggal paling penting myopia adalah penglihatan jauh yang

buram.

b) Sakit kepala jarang dialami meskipun ditunjukkan bahwa koreksi kesa-

lahan myopia yang rendah membantu mengurangi sakit kepala akibat

asthenopia (mata cepat lelah).

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 21: Case Mata Alyssa

21Laporan Kasus Mata – Manuel GP

c) Ada kecenderungan pasien untuk memicingkan mata jika ia ingin

melihat jauh, efek pinhole dari celah palpebra membuat ia melihat lebih

jelas.

d) Penderita rabun jauh biasanya suka membaca karena mudah bagi mereka

sebagai spekulasi yang menarik.

Menurut Prof. Dr. Sidharta Ilyas dalam bukunya Kelainan Refraksi dan

Kacamata, bahwa gejala myopia adalah: :

a) Bahwa penderita myopia yang dikatakan sebagai rabun jauh akan

mengatakan penglihatannya kabur juka melihat jauh dan hanya akan

jelas jika pada jarak dekat.2

Gejala myopia secara umum :

Pada saat membaca selalu mendekatkan benda yang dilihatnya dan

saat melihat jauh selalu menyipitkan matanya.

Saat dilakukan test dengan uji bikromatik unit pasien akan melihat

obyek dengan warna dasar merah lebih terang.

Bola mata agak menonjol

Biasanya penderita akan melihat titik-titik hitam atau benang-

benang hitam (disebut floter) di lapang pandangnya .

Mata cepat lelah, berair, pusing, cepat mengantuk, atau biasanya

disebut dengan asthenopia (mata cepat lelah).

COA ( Camera oculi anterior ) dalam, karena jarang dipakainya

otot-otot akomodasi.

Pupil relatif lebih lebar akibat kurangnya akomodasi ( medriasis ).

Corpus vitreum cenderung keruh.

Kekeruhan di polus posterior lensa.

Menjulingkan mata.

Stafiloma posterior fundus tigroid di polus posterior retina

Pendarahan pada corpus vitreum.

Predisposisi untuk ablasi retina.

Atropi berupa kresen myopia.

Ekspresi melotot.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 22: Case Mata Alyssa

22Laporan Kasus Mata – Manuel GP

VII. Diagnosa

Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada

mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:

Refraksi Subyektif

Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif, metode

yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/

20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa

satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan

masing-masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan

lensa sferis negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka

pasien dikatakan menderita myopia, apabila dengan pemberian lensa sferis negatif menambah

kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis positif memberikan tajam

penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita hipermetropia.3

Refraksi Obyektif

Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa mengamati

refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against

movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.3

Autorefraktometer (komputer)

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan

komputer.3

VIII. Komplikasi

- Ablasio retin a terutama pada myopia yang tinggi.

- Sranbismus

- Ambliopia.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 23: Case Mata Alyssa

23Laporan Kasus Mata – Manuel GP

IX. Penatalaksanaan

1. Pemberian lensa spheris concave ( - )

Penderita myopia dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa spheris concave (

- ) yang terkecil/terlemah agar dapat menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Karena dengan

koreksi lensa spheris concave (-) terkecil orang myopia akan dapat membiaskan sinar sejajar

tepat diretina tanpa akomodasi.3

Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat

bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan

refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia, kelebihan daya bias

ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.4

Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia ditentukan

dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan

kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam

penglihatan yang terbaik. 5

Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang

memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -

3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri,

maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat mata dengan

baik setelah dikoreksi.5

2. Pemakaian lensa kontak Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 24: Case Mata Alyssa

24Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standar medis dan pemeriksaan secara

medis. Karena resiko pemakaian lensa kontak cukup tinggi.1

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari

satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.

Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Tergantung dari respon

individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan myopia sampai

dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata penurunan yang dilaporkan dalam

penelitian adalah 0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan ini terjadi antara 4-6 bulan

pertama dari program orthokeratology, kornea dengan kelengkungan terbesar memiliki

beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam membuat pemerataan kornea secara

menyeluruh. Dengan followup yang cermat, orthokeratology akan aman dengan prosedur

yang efektif. Meskipun myopia tidak selalu kembali pada level dasar, pemakaian lensa

tambahan pada beberapa orang dalam beberapa jam sehari adalah umum, untuk

keseimbangan dalam memperbaiki refraksi.6

3. Pembedahan/operatif

a) Radial Keratotomy

Merupakan upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan

cara membuat sayatan pada kornea.

b) Photorefractive Keratectomy

Yaitu upaya untuk mengurangi kelengkungan kornea dengan cara

memotong permukaan depan kornea. Hal ini dilakukan dengan

menggunakan alat yang disebut Excimer Laser.

c) LASIK

Singkatan dari Laser Assistet In-situ Keratomeuleosis, pada Lasik ini

sebenarnya sama tujuannya dengan operasi yang lainnya yaitu

mengurangi kelengkungan daripada kornea hanya saja berbeda dalam

tehnis, yaitu lebih sempurna dengan menggunakan tehnis laser secara

mutlak.1

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 25: Case Mata Alyssa

25Laporan Kasus Mata – Manuel GP

ANISOMETROPIA

A. Definisi

Isometropia merupakan keadaan dimana kedua mata memiliki kekuatan refraksi yang

sama. Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu keadaan

dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1 Anisometropria dengan perbedaan

antara kedua mata lebih dari atau sama dengan 2,5 dioptri akan menyebabkan perbedaan

bayangan sebesar 5% atau lebih. Perbedaan bayangan antara kedua mata sebesar 5% atau

lebih pada umumnya akan menimbulkan gejala aniseikonia.1,2

B. Etiologi2

1. Kongenital dan anisometropia karena pertumbuhan, yaitu muncul disebabkan oleh

perbedaan pertumbuhan dari kedua bola mata

2. Anisometropia didapat, yaitu mungkin disebabkan oleh aphakia uniokular setelah

pengangkatan lensa pada katarak atau disebabkan oleh implantasi lensa intra okuler

dengan kekuatan yang salah

Anisometropia dapat terjadi apabila:2

1. mata yang satu hipermetropia sedangkan yang lain miopia (antimetropia)

2. mata yang satu hipermetropia atau miopia atau astagmatisma sedangkan yang lain

emetropia

3. mata yang satu hipermetropia dan yang lain juga hipermetropia, dengan derajat

refraksi yang tidak sama

4. mata yang satu miopia dan yang lain juga miopia dengan derajat refraksi yang tidak

sama

5. mata yang satu astigmatisma dan yang lain juga astigmatisma dengan derajat yang

tidak sama

C. Klasifikasi Anisometropia3

1. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal (emetropia) dan mata

yang lainnya miopia (simple miopia anisometropia) atau hipermetropia (simple

miopia anisometropia).

2. Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia (coumpound

hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound miopia anisometropia), tetapi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 26: Case Mata Alyssa

26Laporan Kasus Mata – Manuel GP

sebelah mata memiliki gangguan refraksi lebih tinggi dari pada mata yang satunya

lagi.

3. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi

hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.

4. Simple astigmmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang lainnya baik

simple miopia atau hipermetropi astigamatisma.

5. Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata merupakan

astigmatism tetapi berbeda derajatnya.

Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu:3

1. anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5 D

2. anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D

3. anisometropia besar, beda refraksi lebih besar dari 2,5 D

D. Gejala Anisometropia3

Gejala anisometropia sangat bervariasi. Menurut Friedenwald gejala anisometropia

muncul apabila terdapat perbedaan bayangan yang diterima pada kedua retina (aniseikonia).

Gejala anisometropia pada umumnya sakit kepala, pada kedua mata merasa tidak enak,

panas, tegang. Gejala yang spesifik pada anisometropia yaitu pusing, mual-mual, kadang-

kadang melihat ganda, kesulitan memperkirakan jarak suatu benda, melihat lantai yang

bergelombang.

E. Kelainan Klinik akibat Anisometropia3

1) akibat perbedaan visus

adanya perbedaan visus kedua mata berakibat gangguan fusi, sehingga orang

tersebut akan menggunakan mata yang lebih baik, sedangkan mata yang kurang

visusnya akan disupresi. Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan dapat terjadi

strabismus, dan apabila terjadi pada anak-anak yang masih mengalami perkembangan

visus binokular, dapat mengakibatkan ambliopia.

2) akibat perbedaan bayangan

perbedaan bayangan meliputi perbedaan ukuran dan bentuk. Adanya

perbedaan bayangan disebut aniseikonia. Pada aniseikonia selalu terjadi gangguan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 27: Case Mata Alyssa

27Laporan Kasus Mata – Manuel GP

penglihatan binokular. Gangguan penglihatan binokular ini diakibatkan oleh

ketidaksamaan rangsangan untuk penglihatan stereoskopik.

Secara klinik praktis aniseikonia yang terjadi akibat anisometropia dapat diketahui dari

kelainan distorsi dan kelainan stereoskopik yang muncul.7

F. Aniseikonia

Aniseikonia adalah suatu kelainan penglihatan binokuler dimana bayangan yang

terbentuk tidak sama ukuran, bentuk atau keduanya.7

Aniseikonia fisiologis adalah aniseikonia dengan perbedaan besarnya bayangan antara

mata yang satu dengan yang lain, masih jatuh pada Panum fusional area. Pada aniseikonia

fisiologis belum muncul gejala dan tanda dari gangguan penglihatan binokular.7

Aniseikonia abnormal (aniseikonia klinik) yang pada akhirnya disebut sebagai

aniseikonia. Pada aniseikonia klinik ini terdapat perbedaan bayangan yang diterima oleh

kedua mata, sehingga timbul gejala aniseikonia.7 Gejala aniseikonia pada umumnya

diakibatkan oleh karena terganggunya penglihatan binokular yang berupa gangguan

steroskopik, distorsi, proses selanjutnya dapat terjadi gangguan fusi yang berupa diplopia

yang dapat berlanjut terjadi supresi pada mata yang visusnya kurang baik bahkan akan

mengakibatkan ambliopia. Disamping terjadinya ambliopia, supresi dapat mengakibatkan

deviasi bola mata atau strabismus.7 Sebagian besar penyebab aniseikonia adalah

anisometropia. Penyebab lainnya yaitu tersebarnya sel-sel fotoreseptor yang tidak merata

pada retina (misal pada miopia degenerative), gangguan fungsi pusat penerimaan pada akhir

dari bayangan pada korteks serebri (misal pada epilepsi parsial somato sensori).7

Beberapa pemeriksaan aniseikonia antara lain:

1. Pemeriksaan tes aniseikonia (menurut sidarta ilyas)6

Untuk menilai perbedaan bayangan pada mata kanan dan mata kiri. Penderita

dengan penglihatan binokular normal akan dapat membedakan ukuran benda bila

bayangan berbeda 0,25% sampai 0,50%

Metode pemeriksaan:

Pemeriksa berdiri 2 meter di depan penderita

Pemeriksa membentangkan tangannya ke samping

Penderita menentukan perbandingan panjang tangan pemeriksaan

Pemeriksa memajukan tangannya kedepan dengan jari terbuka

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 28: Case Mata Alyssa

28Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Penderita kembali menentukan perbandingan panjang tangan pemeriksa

Bila ada aniseikonia horizontal maka tangan pada kedudukan pertama terlihat

lebih pendek dan tangan pada kedudukan kedua lebih panjang

2. Pemeriksaan stereopsis dengan menggunakan tes lang two pencil6

Merupakan suatu uji untuk stereopsis. Pemeriksa memegang pensil vertikal di

depan pasien, pasien diminta untuk memegang pensil lain menyentuhkan

ujungnya ke ujung pensil pemeriksa, menyentuhkannya dari atas dan

dilakukannya dengan cepat, pengujian dikerjakan beberapa kali. Pada pengujian

dengan kedua mata terbuka, pasien dapat melakukan tugasnya dengan baik, tetapi

apabila salah satu mata ditutup, maka pasien tidak dapat melakukan pengujian

tersebut dengan baik. Hal ini menunjukkan adanya steropsis dalam keadaan

binokular secara kasar.

3. Pemeriksaan Distorsi6

Penderita disuruh berjalan dan melihat kebawah dengan menggunakan

penglihatan binokular dengan kacamata yang sudah dilakukan koreksi refraksi

subjektif monokuler.

Apabila penderita merasakan tidak enak menggunakan ukuran kacamatanya

atau merasakan pusing maka berarti distorsi (+), apabila setelah dilakukan

pengurangan kekuatanlensa secara bertahap dan kacamatanya dirasakan nyaman

(tidak pusing) maka distorsi (-).

4. Pemeriksaan Eikonometer Standar6

Eikonometer standar adalah alat khusus yang dirancang untuk mengukur

aniseikonia. Penderita memakai filter floroid didepan matanya untuk melihat

proyektor dengan target yang memiliki elemen-elemen tertentu yang terpolarisasi

sehingga antara mata yang satu dengan mata yang lain dapat melihat target yang

berbeda secara bersamaan. Dengan alat ini dapat diukur aniseikonia vertikal

maupun horizontal.

G. Diagnosis Anisometropia

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 29: Case Mata Alyssa

29Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Diagnosis anisometropia dapat dibuat setelah pemeriksaan retinoskopi pada pasien

yang penglihatannya berkurang.7 Pada pemeriksaan retinoskopi dinilai refleks fundus dan

dengan ini bisa diketahui apakah seseorang menderita hipermetropia, miopia atau

astigmatisma. Kemudian baru ditentukan berapakah perbedaan kekuatan refraksi antara

kedua bola mata dan ditentukan besar kecilnya derajat anisometropia.

H. Penatalaksanaan7

Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu keadaan

dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi, sehingga penatalaksanaan

anisometropia adalah memperbaiki kekuatan refraksi kedua mata. Adapun beberapa

penatalaksanan baik menggunakan alat maupun tindakan, yaitu:

1. Kaca mata. Kacamata koreksi bisa mentoleransi sampai maksimum perbedaan

refraksi kedua mata 4D. lebih dari 4D koreksi dengan menggunakan kacamata dapat

menyebabkan munculnya diplopia.

2. Lensa kontak. Lensa kontak disarankan untuk digunakan untuk anisometropia yang

tingkatnya lebih berat.

3. Kacamata aniseikonia. Hasil kliniknya sering mengecewakan.

4. Modalitas lainnya dari pengobatan, termasuk diantaranya:

a) Implantasi lensa intraokuler untuk aphakia uniokuler

b) Refractive cornea surgery untuk miopia unilateral yang tinggi, astigmata,

dan hipermetropia

c) Pengangkatan dari lensa kristal jernih untuk miopia unilateral yang sangat

tinggi (operasi fucala)

I. Komplikasi7

Komplikasi pertama yang muncul akibat anisometropia adalah diplopia, ambliopia

dan strabismus sebagai kompensasi mata terhadap perbedaan kekuatan refraksi kedua

mata dan yang paling ditakuti adalah kebutaan monokular.

PTOSISKepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 30: Case Mata Alyssa

30Laporan Kasus Mata – Manuel GP

1. Anatomi dan Histologi

Secara garis besar palpebra superior terbagi menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan

anterior (kulit dan otot orbikularis) dan lapisan posterior (tarsus, aponeurotik levator, otot

muller dan konjungtiva).2

1. Kulit

Palpebra memiliki kulit yang tipis ± 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit

disini sangat halus dan mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar sebaseanya,

juga terdapat sejumlah kelenjar keringat.3

Gambar 1. Potongan sagital mata

2. Otot orbikularis

Otot skelet yang berfungsi untuk menutup mata. Otot ini terdiri dari lempeng yang

tipis yang serat-seratnya berjalan konsentris. Otot ini dipersarafi oleh nervus fasialis

yang kontraksinya menyebabkan gerakan mengedip, disamping itu otot ini juga

dipersarafi oleh saraf somatik eferen yang tidak dibawah kesadaran.3

3. Tarsus

Jaringan ikat fibrous ± 25 mm, merupakan rangka dari palpebra. Didalamnya terdapat

kelenjar meibom yang membentuk “oily layer” dari air mata.4

4. Septum Orbita

Terletak di bawah otot orbikularis post septalis pada kelopak mata atas dan bawah.

Septum orbita ini adalah jaringan ikat yang tipis, merupakan perluasan dari rima

orbita.4

5. Otot levator dan aponeurotik levator palpebraKepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 31: Case Mata Alyssa

31Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Merupakan “major refractor”  untuk kelopak mata atas. M. levator palpebra, yang

berorigo pada anulis foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian

menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. M. levator

palpebra dipersarafi oleh nervus okulomotoris, yang berfungsi untuk mengangkat

kelopak mata atau membuka mata.4

Gambar 2. Potongan sagital palpebra superior4

2. Definisi

Ptosis adalah istilah medis untuk suatu keadaan dimana kelopak mata atas (palpebra

superior) turun di bawah posisi normal saat membuka mata yang dapat terjadi unilateral atau

bilateral.2,3,4 Posisi normal palpebra superior adalah 2 mm dari tepi limbus atas dan palpebra

inferior  berada tepat pada tepi limbus bawah. Kelopak mata yang turun akan menutupi

sebagian pupil sehingga penderita mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara menaikkan

alis matanya atau menghiperekstensikan kepalanya. Bila ptosis menutupi pupil secara

keseluruhan maka keadaan ini akan mengakibatkan ambliopia. Pada ptosis kongenital, selain

menyebabkan ambliopia, juga dapat menimbulkan strabismus.2

3. Etiologi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 32: Case Mata Alyssa

32Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Dalam kebanyakan kasus ptosis kongenital, penyebabnya adalah idiopatik. Secara

histologi, otot levator dari pasien dengan ptosis kongenital mengalami distropi. Otot

levator dan jaringan aponeurosis tampaknya disusupi atau digantikan oleh jaringan lemak

dan berserat. Pada kasus yang berat, otot lurik sedikit atau tidak dapat diidentifikasi pada

saat operasi. Hal ini menunjukkan bahwa ptosis kongenital adalah sekunder untuk cacat

perkembangan lokal dalam struktur otot. Ptosis kongenital dapat terjadi melalui

pewarisan dominan autosomal. Kejadian familial umum menunjukkan bahwa cacat

genetik atau kromosom mungkin.

4. Insidensi

Frekuensi ptosis kongenital di Amerika Serikat belum dilaporkan secara resmi.Namun,

pada sekitar 70% dari kasus yang diketahui, ptosis kongenital mempengaruhi hanya satu

mata. Ptosis kongenital dapat mengenai seluruh ras, angka kejadian ptosis sama antara

pria dan wanita. Ptosis kongenital biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada

tahun pertama kelahiran.3

5. Patofisiologi

Kelopak mata diangkat oleh kontraksi m. Levator superioris palpebrae. Dalam

kebanyakan kasus ptosis kongenital, sebuah hasil kelopak mata droopy dari disgenesis

miogenik lokal. Daripada serat otot normal, jaringan berserat dan lemak yang hadir di

dalam otot, mengurangi kemampuan m. Levator untuk kontraksi dan relaksasi. Oleh

karena itu, kondisi ini biasa disebut ptosis kongenital myogenic. Ptosis kongenital juga

dapat terjadi ketika inervasi untuk m. Levator terganggu melalui disfungsi neurologis

atau neuromuscular junction.

6. Gambaran Klinik

Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak mata atas

dengan atau tanpa riwayat trauma lahir, paralisis n. III, horner syndrom ataupun penyakit

sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya disertai dengan ambliopia sekunder.3

Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang karena

mata bagian atas tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus lain, beberapa orang

(utamanya pada anak-anak) keadaan ini akan dikompensasi dengan cara memiringkan

kepalanya ke belakang (hiperekstensi) sebagai usaha untuk dapat melihat dibalik

palpebra superior yang menghalangi pandangannya. Biasanya penderita juga

mengatasinya dengan menaikkan alis mata (mengerutkan dahi). Ini biasanya terjadi pada

ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup seluruhnya, dapat terjadi ambliopia.1

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 33: Case Mata Alyssa

33Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara perlahan-lahan tapi

progresif yang akhirnya menjadi komplit.1

Ptosis pada myasthenia gravis onsetnya perlahan-lahan, timbulnya khas yaitu

pada malam hari disertai kelelahan, dan bertambah berat sepanjang malam. Kemudian

menjadi permanen. Ptosis bilateral pada orang muda merupakan tanda awal myasthenia

gravis.5,15

Pada ptosis kongenital seringkali gejala muncul sejak penderita lahir, namun

kadang pula manifestasi klinik ptosis baru muncul pada tahun pertama kehidupan.

Kebanyakan kasus ptosis kongenital diakibatkan oleh suatu disgenesis miogenic lokal.

Bila dibandingkan dengan otot yang normal, terdapat serat dan jaringan adipose di dalam

otot, sehingga akan mengurangi kemampuan otot levator untuk berkontraksi dan

relaksasi. Kondisi ini disebut sebagai miogenic ptosis kongenital.3

Symptom/ gejala ptosis:

- Jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.

- Kesulitan membuka mata secara normal.

- Peningkatan produksi air mata.

- Adanya gangguan penglihatan.

- Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata.

- Pada anak akan terlihat gulirab kepala ke arah belakang untuk mengangkat kelopak

mata agar dapat melihat jelas.

Berdasarkan jarak jatuhnya palpebra superior, ptosis diklasifikasikan atas 3

derajat :1

Amount Ptosis Classification

less than or equal to 2mm Mild

3mm Moderate

greater than or equal to 4mm Severe

Pada kepustakaan lain digambarkan juga perbedaan klinik antara congenital

myogenic and neurogenic ptosis dan congenital aponeurotic ptosis. 3

Gejala congenital myogenic and

neurogenic ptosis

congenital aponeurotic

ptosis.

Jarak fissura palpebra Ringan sampai berat Ringan sampai berat

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 34: Case Mata Alyssa

34Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Lipatan kelopak mata

atas

Lemah atau tidak terdapat

lipatan pada posisi normal

Lebih tinggi dari posisi

normal

Fungsi levator Berkurang Normal

Pandangan atas-bawah Kelopak mata mengikuti

arah pandangan

Kelopak mata jatuh

7. Cara Pemeriksaan

Pemeriksaan fisis pada pasien ptosis dimulai dengan empat pemeriksaan klinik :1

1. Palpebra Fissure Height

Jarak ini diukur pada posisi celah terlebar antara kelopak bawah dan kelopak

atas pada saat pasien melihat benda jauh dengan pandangan primer.4

Fissura pada palpebra diukur pada posisi utama (orang dewasa biasanya 10-12

mm dengan kelopak mata teratas menutup 1 mm dari limbus). Jika ptosis unilateral,

pemeriksa harus membedakan dengan artifak strabismus vertikal (hipotropia) atau

retraksi kelopak mata kontralateral. Kelopak mata harus dieversi untuk

menyingkirkan penyebab lokal ptosis misalnya konjungtivitis papilar raksasa. Jika

ptosis asimetris, khususnya bila kelopak mata atas mengalami retraksi – dokter harus

secara manual mengangkat kelopak yang ptosis untuk melihat jika terjadi jatuhnya

kelopak atas pada mata lain.4

2. Margin-reflex distance

Jarak ini merupakan jarak tepi kelopak mata dengan reflek cahaya kornea pada

posisi primer, normalnya ± 4 mm. Refleks cahaya dapat terhalang pada kelopak mata

pada kasus ptosis berat dimana nilainya nol atau negatif. Bila pasien mengeluh

terganggu pada saat membaca maka jarak refleks-tepi juga harus diperiksa.3

3. Upper lid crease

Jarak dari lipatan kelopak atas dengan tepi kelopak diukur. Lipatan kelopak

atas sering dangkal atau tidak ada pada pasien dengan ptosis kongenital. 3

4. Levator function

Untuk mengevaluasi fungsi otot levator, pemeriksa mengukur penyimpangan

total tepi kelopak mata, dari penglihatan ke bawah dan ke atas, sambil menekan

dengan kuat pada alis mata pasien untuk mencegah kerja otot frontalis. Penyimpangan

normal kelopak atas adalah 14-16 mm. Sebagai tambahan, jarak refleks kornea -

kelopak mata dan jarak tepi kelopak atas-lipatan kelopak atas diukur. 2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 35: Case Mata Alyssa

35Laporan Kasus Mata – Manuel GP

5. Bells Phenomenon

Penderita disuruh menutup/memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa

membuka kelopak mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells

Phenomenon (+).

Palpebra Fissure Height 9,5 7,5

Margin-Reflex Distance +4 +2

Upper Lid Crease 8 11

Levator Function 15 14

Example of ptosis data sheet 1

        Jarak penyimpangan fungsi kelopak mata :1

- Baik : lebih dari 8 mm

- Sedang : 5-8 mm

- Buruk : kurang dari 5 mm

8. Diagnosis

Diagnosis ptosis tidak sulit untuk ditegakkan. Berdasarkan pada anamnesa dan

pemeriksaan yang tepat maka selain diagnosis, juga dapat diketahui causa dari ptosis dan

derajat beratnya ptosis sehingga dapat ditentukan tindakan dan penanganan yang tepat.

Pada pasien ptosis umumnya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Namun untuk

mengetahui adanya kelainan sistemik yang dapat mengakibatkan keadaan tersebut

kiranya dapat dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan

mata dibutuhkan misalnya bila untuk melihat adanya massa tumor yang menyebabkan

terjadinya ptosis, dan pada pasien yang ditemukan adanya kelainan neurologik lainnya

misalnya pada pupil yang abnormal. 3

9. Penatalaksanaan

Apabila ptosisnya ringan, tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat

kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik

dibiarkan saja dan tetap diobservasi.1,3

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 36: Case Mata Alyssa

36Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Penanganan ptosis pada umumnya adalah pembedahan. Pada anak-anak dengan

ptosis tidak memerlukan pembedahan secepatnya namun perlu tetap diobservasi secara

periodik untuk mencegah terjadinya ambliopia. Bila telah terjadinya ambliopia,

pembedahan dapat direncanakan secepatnya. Namun jika hanya untuk memperbaiki

kosmetik akibat ptosis pada anak, maka pembedahan dapat ditunda hingga anak berumur

3-4 tahun.8

Indikasi pembedahan8

1. Fungsional

Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai ptosis pada

anak-anak.

2. Kosmetik

Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi pandangan hanya

mungkin jika fungsi levator tidak terganggu.

Kontra Indikasi pembedahan8

1. Kelainan permukaan kornea

2. Bells Phenomenon negatif

3. Paralisa nervus okulomotoris

4. Myasthenia gravis

Prinsip-Prinsip Pembedahan

Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup dengan anestesi lokal. Pada

ptosis ringan, jaringan kelopak mata yang dibuang jumlahnya sedikit. Prinsip dasar

pembedahan ptosis yaitu memendekkan otot levator palpebra atau menghubungkan kelopak

mata atas dengan otot alis mata. Koreksi ptosis pada umumnya dilaksanakan hanya setelah

ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat bahwa pembedahan memiliki

banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan sebelumnya dengan ahli bedah yang akan

menangani pasien tersebut.8

Beberapa Pembedahan Ptosis

Reseksi levator eksternal8

Reseksi levator eksternal diindikasikan pada kasus ptosis moderat sampai berat

dengan fungsi kelopak yang buruk. Ptosis kongenital termasuk kategori tersebut.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 37: Case Mata Alyssa

37Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Pedoman yang dianjurkan Beard :

1. Ptosis kongenital ringan (1,5-2 mm) dengan fungsi levator yang masih baik (8 mm

atau lebih) : reseksi 10 – 13 mm.

2. Ptosis kongenital sedang (3 mm) :

- fungsi levator baik (8 mm atau lebih) : dipotong 14 – 17 mm;

- fungsi yang kurang (5-7 mm) : direseksi 13 – 22 mm

- fungsi yang buruk (0-4 mm): reseksi 22 mm atau lebih.

3. Ptosis kongenital berat (4 mm atau lebih) dengan fungsi yang kurang sampai buruk :

reseksi 22 mm atau lebih atau lakukan sling frontalis

10. Prognosis

Prognosis tergantung pada tingkat ptosisnya dan etiologinya.3

1. Ptosis kongenital tipe mild dan moderate dapat mengalami perbaikan seiring dengan

waktu tanpa komplikasi yang berat.

2. Ptosis yang menyebabkan ambliopia membutuhkan terapi “Patching”

3. Ptosis kongenital yang menyebabkan hambatan penglihatan sebaiknya segera

ditangani dengan pembedahan

11. Komplikasi8

- Underkoreksi

Merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada operasi ptosis.Underkoreksi ini

dapat dicegah dengan mengukur jumlah reseksiaponeurosis levator yang tepat

sebelum ujung aponeurosis dipotong dandijahit pada pinggir tarsus. Koreksi ulang

apabila dijumpai underkoreksidapat dilakukan dalam minggu pertama setelah operasi

atau pada saat pasienmasih dirawat di rumah sakit. Dalam hal ini harus dapat

dibedakanunderkoreksi karena edema setelah operasi dengan underkoreksisebenarnya.

- Overkoreksi

Dapat disertai dengan keratitis eksposure dan dry eyes.

PEMBAHASANTelah diperiksa seorang pasien pria berusia 58 tahun yang datang ke Poliklinik Mata

RS Bhayangkara dengan keluhan pandangan buram pada kedua mata saat membaca sehingga

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 38: Case Mata Alyssa

38Laporan Kasus Mata – Manuel GP

memerlukan waktu yang lama untuk membaca. Pasien mengaku keluhan ini mulai dirasakan

sejak 5 tahun yang lalu. Pasien kemudian membeli kacamata baca dipinggir jalan dan

keluhan teratasi. Sejak 3 tahun yang lalu, pasien merasa pandangannya kembali buram saat

membaca maupun saat melihat jauh. Bahkan saat melihat jauh pasien sering merasa pusing.

Pasien kemudian membeli kacamata di optik dengan ukuran untuk jarak dekat add +2,50 D

namun ukuran untuk jarak jauh lupa. Keluhan teratasi dengan kacamata baru pasien. Sejak 1

bulan yang lalu pasien merasa tidak nyaman saat menggunakan kacamatanya, saat melihat

jauh pasien merasa pusing sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke dokter mata.

Riwayat trauma pada mata (+) ( kecelakaan motor luka sekitar mata kanan) luka dibiarkan

sembuh sendiri. Riwayat HT (+) dan DM (+) terkontrol obat Kedua orang tua menggunakan

kacamata (pasien tidak mengetahui ukuran kacamata). Pasien suka membaca buku dan

menonton TV sambil tiduran.

OD

VOD = 0,7 Ph 0,7

Koreksi: Sph -1,00 D

Visus menjadi 0,8 NBC

Add Sph +3,00 D

Ptosis (MRD 2,5 mm)

Limbus : Arkus Senilis

OS

VOS = 1.0 (Tidak laten)

Add Sph +3,00 D

Limbus : Arcus Senilis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan visus, pemeriksaan fisik mata yang

dilakukan, pasien ini didiagnosis dengan ODS Presbiopia, OS Miopia, ODS Anisometropia,

OD Ptosis ec trauma.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

4,5 mm2,5 mm

Page 39: Case Mata Alyssa

39Laporan Kasus Mata – Manuel GP

Diagnosis ODS Presbiopia diambil dari hasil anamnesis yaitu pandangan buram pada

kedua mata saat membaca sehingga memerlukan waktu yang lama untuk membaca. Sesuai

usia pasien 58 tahun, pasien juga diberi lensa addisi Sph +3,00 D pada kedua mata dan

pasien merasa lebih jelas dan nyaman untuk membaca.

Diagnosis OS Miopia dan ODS Anisometropia diambil dari hasil anamnesis yaitu

pandangan buram pada kedua mata saat melihat jauh dan sering merasa pusing. Dari

pemeriksaan visus didapatkan hasil visus dasar mata kanan 0,7 dan kiri 1,0. Dan dikoreksi

dengan lensa S – 1,00 D pada mata kanan dan mata kiri tidak dikoreksi, pasien merasa lebih

nyaman dan pandangan lebih tajam untuk melihat jauh. Terdapat perbedaan kekuatan

dioptri pada kedua mata.

Diagnosis OD Ptosis ec trauma diambil dari hasil pemeriksaan fisik mata yaitu

pengukuran Marginal reflex distance (MDR) yaitu jarak antara tepi kelopak mata bagian

atas dengan refleks cahaya yaitu 2,5 mm. Dan dari anamnesis yaitu terdapat riwayat trauma

kecelakaan motor yang menyabakan luka pada daerah mata kanan pasien.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 40: Case Mata Alyssa

40Laporan Kasus Mata – Manuel GP

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan visus, pemeriksaan fisik mata dan funduskopi

pada tanggal 16 Mei 2016 serta ditambah dengan tinjauan pustaka yang ditemukan, maka

didapatkan diagnosis bahwa pasien ini menderita ODS Presbiopia, OS Miopia, ODS

Anisometropia, OD Ptosis ec trauma.

Saat berobat pasien diberikan kacamata sferis negatif pada mata kanan untuk melihat

jauh dan ditambah lensa addisi sferis positif untuk membaca pada kedua mata. Pasien diberi

edukasi mengenai penyakit dan terapi, kacamata selalu dipakai saat melakukan aktivitas

sehari – hari. Menyarankan untuk mengontrol HT dan DM agar mencagah komplikasi.

Menyarankan agar membaca dengan jarak yang normal dan jangan sambil tiduran dan

pencahayaan yang cukup Menyarankan pasien untuk makan buah yang berwarna merah,

kuning, orange, ungu dan sayuran hijau yang mengandung antioksidan. Dirujuk spM untuk

direncanakan operasi ptosis.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 41: Case Mata Alyssa

41Laporan Kasus Mata – Manuel GP

DAFTAR PUSTAKA

1. Whitcher JP, Paul RE. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC. 2009;

20:392-393.

2. American Optometric Association. Care of the patient with presbyopia. USA: AOA,

2010.p.3-37.

3. Hartono, Hernowo AT, Sasongko MB, Nugroho A. Anatomi mata dan fisiologi

penglihatan. Dalam: Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2012.h.1-16.

4. Hartono, Yudono HR, Indrawati SG. Refraksi. Dalam: Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan

mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada, 2012.h.145, 153-5.

5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. 1:

3-74.

6. Ilyas Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:FKUI,

2009

7. Micheal DD. Anisometropia, Anisophoria, and Aniseikonia In: Visual Optics and

Refraction, Saint Louis, the CV. Mosby Company, 1975: 343-61

8. Doyle, Martin. Disease Of The Eyelid. Dalam A Synopsis Of Ophthalmology. A John

Wright & Sons LTD Publication. Chicago. 1975; hal : 147

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016

Page 42: Case Mata Alyssa

42Laporan Kasus Mata – Manuel GP

SAJIAN KASUSODS Presbiopia

OD Miopia

ODS Anisometropia

OD Ptosis ec Trauma

Pembimbing :

dr. Hayati, Sp.M

Oleh :

Manuel Gideon Polatu (406147013)

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata

Universitas Tarumanagara

Rumah Sakit Bhayangkara Semarang

Periode 2 Mei 2016 – 3 Juni 2016

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata RS BhayangkaraFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 2 Mei 2016 - 3 Juni 2016