bahan kegawatdaruratan medis.docx
TRANSCRIPT
APAKAH ITU KERACUNAN MAKANAN? Keracunan makanan ialah penyakit yang berlaku selepas memakan makanan yang tercemar dengan kuman atau bahan kimia. Banyak kes keracunan makanan berlaku dan boleh mengakibatkan maut.
Tanda–tanda keracunan makanan:
- Memulas dan sakit perut
- diare
- Lemas dan muntah
- Demam dan
- kematian
Gejala yang dialami berbeza dari seseorang ke seseorang yang lain bergantung kepada:
-Ketahanan seseorang
-Jenis racun
-Jumlah racun yang termakan
- Umur seseorang
Racun dalam makanan dapat berasal dari :
1) racun alami, berbagai bahan makanan baik nabati maupun hewani yang mengandung racun yang pada umumnya sudah di kenal oleh masyarakat, yaitu : Singkong yang mengandung HCN, cendawan dapat mengandung muskarin, biji bengkuangmengandung pakpakrizida, jengkol mengandung asam jengkol;
2) racun yang berasal dari luar makanan, misalnya sayuran yang terkontaminasi oleh insektisida racun yang berbentuk bubuk di sangka tepung;
3) racun yang disebabkan karena mikro organisme yang terdapat pada makanan, misalnya Clostridium botulium, mengeluarkan toxin yang menyerang saraf, Streptococcus, menyebabkan diarrhea, Trichinella spiralis pada daging sapi dan babi yang sakit.
Ada 3 macam bentuk keracunan yaitu :
(1) keracunan akut , timbul setelah pemberian bahan sebanyak 1 kali dosis besar;
(2) keracunan subakut, timbul setelah pemberian bahan berulang-ulang dalam jangka waktu pendek, dan
(3) keracunan kronis, yang timbul dalam waktu yang lama dengan interval berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama dengan dan dalam dosis yang kecil.
Pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita keracunan pada dasarnya terdiri atas :
1) mencegah masuknya atau absorbsi racun lebih lanjut ke dalam tubuh dengan cara : menimbulkan muntah dengan spatel atau air garam, kumbah lambung (gastric lavage) untuk keracunan yang tidak lebih dari 4 jam, pemberian laxantia jika keracunan lebih dari 4 jam, dan jika racun menyerang kulit, segera bersihkan dengan air;
2) mengeluarkan racun yang telah masuk/diabsorbsi tubuhdengan pemberian diuresis atau hemodialisa untuk memperbesar ekskresi ginjal, pemberian CO2 untuk mempercepat respirasi, enterolysis, memperbanyak keluarnya keringat;
3) pemberian antidote : antidote mekanis dengan melapisi mukosa lambung, misalnya memberi susu, telur, lemak, atau dengan mekanisme menyerap racun misalnya dengan pemberian bubuk charcoal; antidote chemis misalnya memberi ferry hidroksida untuk keracunan As2O3, antidote Fisiologis yang berfungsi untuk melawan kerja racun yang telah diabsorbsi, misalnya Amphetamine sulfat untuk keracunan barbiturate, sulfasatropin untuk keracunan parathion;
4) perawatan umum;
5) terapi simptomatis, misalnya bila nyeri diberikan morphine, bila kejang diberikan barbiturate short acting, bila terjadi cardiac collaps diberi caffeine
masalah keracunan makanan ini adalah dengan pencegahan seperti yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu:
1. Cuci tangan bersih-bersih sebelum mengolah makanan dan setelah setiap istirahat
2. Menghindari kontak antara bahan mentah dan makanan matang, karena makanan matang yang aman dapat menjadi tercemar lewat kontak dengan bahan makan mentah.
3. Memasak makanan sampai matang, karena banyak bahan makanan yang tercemar oleh organisme penyebab penyakit.
4. Makan makan yang dimasak segera. Jika makanan dingin pada suhu ruangan maka mikroba dapat berkembang biak.
5. Menyimpanan makanan yang sudah dimasak dengan hati-hati, karena makanan yang disiapkan lebih cepat atau sisa harus disimpan baik dalam keadaan panas atau dingin.
6. Memanaskan kembali makanan sepenuhnya, karena cara ini merupakan perlindungan paling baik terhadap mikroba yang mungkin berkembang biak selama penyimpanan.
7. Menjaga agar semua peralatan dapur selalu bersih.
Trauma Tumpul Abdomen
Definisi
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Etiologi:Cedera tumpul terbagi atas :
1. Benturan benda tumpul, dgn akibat :1.1 Perforasi pada organ visera berongga.1.2 Perdarahan pada organ visera padat.
2. Cedera kompresi, dgn akibat :2.1 Robekan dan hematom pada organ visera padat.2.2 Ruptur pada organ visera berongga, krn peningkatan tekanan intra luminer.
3. Cedera perlambatan (deselerasi), dgn akibat :3.1 Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/ penyokong.
Penatalaksanaan:
1. Survei PrimerSurvei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit.
1.1 AirwayMenilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dgn bebas ?
Jika ada obstruksi, lakukan :
Chin lift/ Jaw thrust Suction Guedel Airway Intubasi trakea
1.2 BreathingBila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Beri oksigen1.3 Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
Hentikan perdarahan external bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G) Beri infus cairan
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil1.4 Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah psn sadar, hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari semua cidera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka immobilisasi in line harus dikerjakan.
PENGELOLAAN JALAN NAFAS
Prioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas dan mempertahankannya agar tetap
bebas.
1. Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan nafasnya bebas.
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan dan bantuan pernafasan.
Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke
belakang. Jika ada cedera kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi trakhea
tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-line.
2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung nafas ( selfinvlating)
3. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas antara lain :
Suara berkumur
Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
Pasien gelisah karena hipoksia
Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks
Sianosis
Waspada adanya benda asing di jalan nafas.
Jangan memberikan obat sedativa pada pasien seperti ini.
4. Menjaga stabilitas tulang leher
5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Indikasi tindakan ini adalah :
Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
Apnea
Hipoksia
Trauma kepala berat
Trauma dada
Trauma wajah / maxillo-facial
Obstruksi jalan nafas harus segera diatasi
PENGELOLAAN NAFAS (VENTILASI )
Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
Adakah hal-hal berikut : Sianosis Luka tembus dada Flail chest Sucking wounds Gerakan otot nafas tambahanPalpasi / raba (FEEL)
Pergeseran letak trakhea Patah tulang iga Emfisema kulit Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraksAuskultasi / dengar (LISTEN)
Suara nafas, detak jantung, bising usus Suara nafas menurun pada pneumotoraks Suara nafas tambahan / abnormalTindakan Resusitasi
Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari udara dan darah dengan
memasang drainage toraks segera tanpa menunggu pemeriksaan sinar X.
Jika diperlukan intubasi trakhea tetapi sulit, maka kerjakan krikotiroidotomi.
Catatan Khusus
Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera dilakukan dengan
jarum besar yang ditusukkan menembus rongga pleura sisi yang cedera. Lakukan
pada ruang sela iga kedua (ICS 2) di garis yang melalui tengah klavikula.
Pertahankan posisi jarum hingga pemasangan drain toraks selesai. Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka kerjakan krikotiroidotomi.
Tentu hal ini juga tergantung pada kemampuan tenaga medis yang ada dan
kelengkapan alat.
Jangan terlalu lama mencoba intubasi tanpa memberikan ventilasi
PENGELOLAAN SIRKULASI
Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai.
‘Syok’ adalah keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Pada pasien
trauma keadaan ini paling sering disebabkan oleh hipovolemia.
Diagnosa syok didasarkan tanda-tanda klinis :
Hipotensi, takhikardia, takhipnea, hipothermi, pucat, ekstremitas dingin, melambatnya
pengisian kapiler (capillary refill) dan penurunan produksi urine. (lihat Appendix-3)
Jenis-jenis syok :
Syok hemoragik (hipovolemik): disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan
tubuh. Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada
trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa :
Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura. Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 2 (dua) liter. Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2 liter
Syok kardiogenik : disebabkan berkurangnya fungsi jantung, antara lain akibat :
Kontusioo miokard Tamponade jantung
Pneumotoraks tension Luka tembus jantung Infark miokardPenilaian tekanan vena jugularis sangat penting dan sebaiknya ECG dapat direkam.
Syok neurogenik : ditimbulkan oleh hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum
tulang belakang (spinal cord). Gambaran klasik adalah hipotensi tanpa diserta
takhikardiaa atau vasokonstriksi.
Syok septik : Jarang ditemukan pada fase awal dari trauma, tetapi sering menjadi
penyebab kematian beberapa minggu sesudah trauma (melalui gagal organ ganda). Paling
sering dijumpai pada korban luka tembus abdomen dan luka bakar.
Hipovolemia adalah keadaan darurat mengancam jiwa
Yang harus dikenali dan diatasi secara agresif
Langkah-langkah resusitasi sirkulasi
Tujuan akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan.
Karena penyebab gangguan ini adalah kehilangan darah maka resusitasi cairan merupakan
prioritas
1. Jalur intravena yang baik dan lancar harus segera dipasang. Gunakan kanula besar
(14 - 16 G). Dalam keadaan khusus mungkin perlu vena sectie
2. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sampai suhu tubuh karena hipotermia
dapat menyababkan gangguan pembekuan darah.
3. Hindari cairan yang mengandung glukose.
4. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan darah.
Urine
Produksi urine menggambarkan normal atau tidaknya fungsi sirkulasi jumlah seharusnya
adalah > 0.5 ml/kg/jam. Jika pasien tidak sadar dengan syok lama sebaiknya dipasang
kateter urine.
Transfusi darah
Penyediaan darah donor mungkin sukar, disamping besarnya risiko ketidak sesuaian
golongan darah, hepatitis B dan C, HIV / AIDS. Risiko penularan penyakit juga ada
meski donornya adalah keluarga sendiri.
Transfusi harus dipertimbangkan jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah
mendapat cukup koloid / kristaloid. Jika golongan darah donor yang sesuai tidak tersedia,
dapat digunakan darah golongan O (sebaiknya pack red cel dan Rhesus negatif.
Transfusi harus diberikan jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah.
Prioritas pertama : hentikan perdarahan
Cedera abdomen
Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin bila resusitasi
cairan tidak dapat mempertahankan tekanan sistolik antara 80-90 mmHg. Pada waktu
DC laparatomy, dilakukan pemasangan kasa besar untuk menekan dan menyumbat
sumber perdarahan dari organ perut (abdominal packing). Insisi pada garis tengah
hendaknya sudah ditutup kembali dalam waktu 30 menit dengan menggunakan
penjepit (towel clamps). Tindakan resusitasi ini hendaknya dikerjakan dengan
anestesia ketamin oleh dokter yang terlatih (atau mungkin oleh perawat untuk rumah
sakit yang lebih kecil). Jelas bahwa teknik ini harus dipelajari lebih dahulu namun
jika dikerjakan cukup baik pasti akan menyelamatkan nyawa.
Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia dengan ketamin.
Infus cairan pengganti harus dihangatkan karena proses pembekuan darahberlangsung paling baik pada suhu 38,5 C. Hemostasis sukar berlangsung baik pada
suhu dibawah 35 C. Hipotermia pada pasien trauma sering terjadi jika evakuasi pra
rumah sakit berlangsung terlalu lama (bahkan juga di cuaca tropis). Pasien mudah
menjadi dingin tetapi sukar untuk dihangatkan kembali, karena itu pencegahan
hipotermia sangat penting. Cairan oral maupun intravena harus dipanaskan 40-42 C.
Resusitasi cairan hipotensif : Pada kasus-kasus dimana penghentian perdarahan tidakdefinitive atau tidak meyakinkan volume diberikan dengan menjaga tekanan sistolik
antara 80 - 90 mmHg selama evakuasi.
Cairan koloid keluar, cairan elektrolit masuk ! Hasil penelitian terbaru dengankelompok kontrol menemukan sedikit efek negatif dari penggunaan koloid
dibandingkan elektrolit untuk resusitasi cairan.
Resusitasi cairan lewat mulut (per-oral) cukup aman dan efisien jika pasien masihmemiliki gag reflex dan tidak ada cedera perut. Cairan yang diminum harus rendah
gula dan garam. Cairan yang pekat akan menyebabkan penarikan osmotik dari
mukosa usus sehingga timbullah efek negatif. Diluted cereal porridges yang
menggunakan bahan dasar lokal/setempat sangat dianjurkan.
Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis berulang 0,2mg/kg. Obat ini mempunyai efek inotropik positif dan tidak mengurangi gag reflex, sehingga sesuai untuk evakuasi pasien trauma berat.
SURVEI SEKUNDER
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil
Bila sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi PRIMARY SURVEY.
Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila ada
trauma wajah
Periksa dubur (rectal toucher), menilai:
I. Tonus sfinkter anus
II. Integritas dinding rektum
III. Darah dalam rektum
IV. Posisi prostat.
Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemukan adanya darah atau
cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya
alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sbb.:
Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya Trauma pada bagian bawah dari dada Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang) Patah tulang pelvisKontra indikasi relatif melakukan DPL sbb.:
Hamil Pernah operasi abdominal Operator tidak berpengalaman Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaanProblem spesifik lain pada trauma abdominal :
Patah tulang pelvis sering disertai cedera urologis dan perdarahan masif.
Pemeriksaan rektum penting untuk mengetahui posisi prostat dan adanya darahatau laserasi rektum atau perineum.
Foto ronsen pelvis ( bila diagnosaklinis sulit ditegakkan).Penata-laksanaan patah tulang pelvis termasuk :
Resusitasi (ABC) Transfusi Imobilisasi dan penilaian untuk operasi AnalgesikPatah tulang pelvis sering menyebabkan perdarahan masif
Trauma akibat benda tajam
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
1. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua (Swearingen & Kose, 1999), yaitu :
1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :1. NyeriNyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.2. Darah dan cairanAdanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.3. Cairan atau udara dibawah diafragmaNyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.4. Mual dan muntah5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
PEMERIKSAAN PENUNJANG (semua jenis trauma abdomen)A. Pemeriksaan diagnostik1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegakMemperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
1. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnyao Trauma pada bagian bawah dari dadao Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelaso Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)o Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)o Patah tulang pelvis2. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :o Hamilo Pernah operasi abdominalo Operator tidak berpengalamano Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
B. Pemeriksaan khusus1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan LaparoskopiDilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.Penatalaksanaan Medis1. Abdominal paracentesisMenentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.2. Pemeriksaan laparoskopiMengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.3. Pemasangan NGTMemeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.4. Pemberian antibiotikMencegah infeksi.5. Laparotomi
Penangan prehospital sama dengan trauma tumpul (abcde)
Penetrasi (trauma tajam)1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut
kecuali dengan adanya tim medis.2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada
daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan
kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.7. Kirim ke rumah sakit.
Trauma penetrasiBila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgenFoto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT ScanningIni di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d. SistografiIni digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :
o fraktur pelviso trauma non-penetrasi