bab v hempel

Upload: jorganizer-hamdani

Post on 06-Jul-2015

290 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

BAB 5 HUKUM DAN PERANNYA DI DALAM EKSPLANASI ILMIAH 5.1. Dua prasyarat dasar bagi eksplanasi ilmiah Menjelaskan fenomena dunia fisik merupakan salah satu tujuan utama ilmu alam. Sebenarnya, hampir semua pengkajian ilmiah yang berlaku sebagai ilustrasi dalam babbab sebelumnya dimaksdukan bukan untuk mengetahui fakta partikular melainkan untuk mencapai insight eksplanatori; mereka berkaitan dengan masalah seperti bagaimana demam karena persalinan itu berjangkit, mengapa daya angkat air pompa memiliki keterbatasan khusus, mengapa transmisi cahaya sesuai dengan hukum optik geometris, dan sebagainya. Dalam bab ini dan bab yang berikutnya, kita akan mengkaji secara terperinci karakter eksplanasi ilmiah dan jenis insight yang mereka tawarkan. Bahwa manusia sudah sejak lama dan secara terus-menerus berkeinginan untuk mencapai pengertian atas berbagai kejadian dunia di sekitarnya yang beragam, sering membingungkan, dan adakalanya mengancam yang ditunjukkan oleh berbagai macam mitos dan metafor yang digunakan dalam usaha untuk menerangkan eksistensi dunia dan dirinya sendiri, untuk hidup dan kematian, untuk gerakan badan langit, untuk perubahan siang dan malam yang teratur, untuk musim yang berubah, kilat dan petir, sinar matahari dan hujan. Beberapa ide eksplanatori ini didasarkan atas konsep antropomorfik tentang kekuatan alam, yang lain meminta kekuatan atau pelaku tersembunyi, yang lain lagi mengacu kepada rencana atau takdir Tuhan yang gaib. Hal semacam inilah secara tidak terelakkan memberi kepada penanya makna untuk mencapai pengertian; mereka mungkin mengatasi kebingungannya sendiri dan dalam arti ini menjawab pertanyaannya. Akan tetapi pemuasan jawaban ini mungkin secara psikologis, mereka tidak memadai untuk tujuan ilmu, bagaimana pun juga, berkaitan dengan pengembangan konsep tentang dunia yang memiliki hubungan jelas, logis dengan pengalaman kita dan dengan demikian merupakan kemampuan uji objektif. Eksplanasi ilmiah, karena alasan ini harus memenuhi dua syarat sistematik, yang akan disebut syarat relevan eksplantori dan syarat testabilitas.

Astronom Francesco Sizi memberikan argumen untuk menunjukkan mengapa, berbeda dengan pemikir sezamannya, Galileo, menyatakan telah melihat melalui teleskopnya, bahwa tidak ada satelit yang mengitari Jupiter: Ada tujuh jendela di kepala, dua lubang hidung, dua telinga, dua mata dan satu mulut; demikian juga di langit ada dua bintang yang menyenangkan, dua yang tidak menyenangkan, dua yang berkilauan, dan Merkurius sendiri tidak dapat dipastikan dan tidak menarik. Dari situ dan banyak fenomena alam lain yang sama seperti tujuh logam, dan sebagainya, yang membosankan untuk dihitung satu per satu, kita menghitung banhwa jumlah semua planet itu mesti tujuh. . . Selebihnya, satelit yang tidak terlihat oleh mata telanjang dan dengan demikian tidak berpengaruh pada bumi dan dengan itu tidak berguna dan dengan demikian tidak ada.1 Kelemahan krusial argumen ini adalah jelas: fakta dikemukakan, bahkan seandainya pun diterima tanpa persoalan, sama sekali tidak relevan dengan inti persoalannya; mereka tidak memberikan alasan yang jelas bagi asumsi bahwa Jupiter itu tidak memiliki satelit; pernyataan relevansi yang disampaikan oleh sejumlah kata oleh karena itu, kemudian, dan secara niscaya sepenuhnya palsu. Sebaliknya, lihatlah eksplanasi fisik tentang pelangi. Eksplanasi tersebut menunjukkan bahwa fenomenon yang muncul sebagai akibat dari pantulan dan refraksi cahaya putih matahari dalam droplet speris sebagaimana adanya yang terjadi di awan. Dengan mengacu kepada hukum optik yang relevan, keterangan ini menunjukkan bahwa kemunculan pelangi dapat diharapkan manakala embun atau uap air disinari oleh cahaya putih yang kuat di belakang pengamat. Jadi, seandainya kita belum pernah melihat pelangi, informasi eksplanatori yang diberikan oleh pemikiran fisik akan merupakan dasar untuk mengharapkan atau mempercayai bahwa pelangi akan muncul dalam keadaan tertentu. Kita akan mengacu karakteristik ini dengan mengatakan bahwa eksplanasi fisik memenuhi syarat relevansi eksplanatori: informasi eksplanatori memberikan dasar yang baik untuk mempercayai bahwa fenomenon tersebut telah atau sedang benar-benar terjadi. Kondisi ini harus dipenuhi jika kita harus mengatakan: Itulah penjelasannya-fenomenon tersebut sungguh-sungguh dapat diharapkan pada keadaan tertentu! Adanya syarat merupakan kondisi yang diperlukan bagi eksplanasi yang memadai (adequate), namun bukan semata-mata mencukupi (sufficient). Misalnya, sejumlah data yang luas menunjukkan sinar-merah dalam spektra dari galaksi yang jauh memberikan1

Dari Holton dan Roller, Foundations of Modern Physical Science, p. 160.

dasar yang kuat untuk percaya bahwa galaksi tersebut menyusut dari tempat kita dengan kecepatan sangat tinggi, sekali pun hal itu tidak menjelaskan mengapa. Untuk mengemukakan syarat dasar kedua bagi eksplanasi ilmiah, marilah kita bahas sekali lagi konsep tentang daya tarik gravitasional sebagai manifestasi kecenderungan alamiah mendekati cinta. Sperti yang kita catat sebelumnya, konsep ini tidak memiliki implikasi uji apa pun. Oleh karena itu,tidak ada temuan empiris yang yang mungkin dapat membenarkan atau pun menyalahkannya. Keberadaannya yang kosong dari isi empiris, konsep tersebut sesungguhnya tidak memberikan dasar untuk mengharapkan fenomena daya tarik gravitasional yang khas: ia tidak memiliki kemampuan eksplanatori objektif. Komentar yang sama berlaku bagi eksplanasi dalam kaitannya dengan nasib yang tidak dapat dimengerti: berharap pada ide seperti itu bukan untuk mencapai insight yang sangat mendalam, melainkan sama sekali menyerahkan usaha eksplanasi. Sebaliknya, pernyataan yang di situ eksplanasi fisik tentang pelangi didasarkan memiliki berbagai implikasi uji; hal ini, berkaitan misalnya dengan kondisi yang di situ pelangi akan terlihat di langit, dan urutan warna di dalamnya; penampakan fenomena pelangi di dalam percikan gelombang yang memecah di atas batu dan di dalam kabut yang memercik di rerumputan; dan sebagainya. Contoh ini mengilustrasikan syarat kedua bagi eksplanasi ilmiah, yang akan kita sebut dengan syarat testabilitas: pernyataan yang merupakan eksplanasi ilmiah harus dapat diuji secara empiris. Telah dikemukakan bahwa karena konsep tentang gravitasi dalam kaitannya dengan afinitas universal yang mendasari tidak memiliki implikasi uji, ia tidak dapat memiliki kemampuan eksplanatori: ia tidak dapat memberikan dasar pengharapan bahwa gravitasi universal akan terjadi, daya tarik gravitasional akan menunjukkan sifat khas sedemikian ruap; karena ia mengimplikasikan konsekuensi tersebut baik secara deduktif atau bahkan dalam arti yang lebih lemah, secara induktif-probabilistik, maka ia akan dapat diuji dengan mengacu pada konsekuensi tersebut. Sebagaimana yang ditunjukkan contoh ini, dua syarat yang baru saja disebutkan memiliki saling hubungan: eksplanasi yang dikemukakan memenuhi syarat relevansi dan juga syarat testabilitas. (Yang sebaliknya jelas-jelas tidak berlaku.) Sekarang marilah kita melihat bagaimana bentuk eksplanasi ilmiah itu, dan bagaimana mereka memenuhi kedua syarat tersebut.

5.2. Eeksplanasi nomologis-deduktif Lihatlah sekali lagi temuan Prier dalam ekeperimen Puy-de-Dme, bahwa panjang kolom mercury di dalam barometer Toricelli menurun dengan meningkatnya ketinggian. Ide Toricelli maupun Pascal tentang tekanan atmosferik memberikan eksplanasi bagi fenomenon ini; secara agak lebih ilmiah, ia dapat diterangkan sebagai berikut: a) Pada satu lokasi, tekanan kolom mercury di dalam batang tertutup alat Toricelli mendesak pada mercury di bawah sama dengan tekanan yang mendesak pada permukaan mercury di dalam bejana terbuka oleh kolom udara di atasnya. b) c) d) Tekanan yang didesak oleh kolom mercury dan udara adalah proporsional dengan beratnya; dan semakin pendek kolom, semakin kecil beratnya. Karena Prier membawa alat tersebut ke puncak bukit, kolom udara di atas bejana yang terbuka menjadi terus memendek. (Oleh karena itu) kolom mercury di dalam bejana yang tertutup terus semakin memendek selama pendakian. Dirumuskan secara demikian, eksplanasi tersebut merupakan argumen kira-kira berarti bahwa fenomenon tersebut dijelaskan, sebagaimana yang diperikan oleh kalimat (d) adalah apa yang seharusnya diharapkan dengan mengingat fakta eksplanatori yang disajikan (a), (b), dan (c); dan bahwa sebenarnya, (d) mengikuti secara deduktif dari pernyataan eksplanatori. Yang terakhir dengan dua jenis; (a) dan (b) memiliki karakter hukum umum yang mengungkapkan hubungan empiris seragam; sedangkan (c) memerikan fakta partikular tertentu. Jadi, pemendekan klom mercury di sini dijelaskan dengan menunjukkan bahwa hal itu terjadi sesuai dengan hukum alam tertentu, sebagai akibat dari keadaan partikular tertentu. Eksplanasi tersebut sesuai dengan fenomenon yang dijelaskan dalam pola keseragaman dan menunjukkan bahwa kejadiannya seharusnya diharapkan, memberikan hukum yang khas dan keadaan partikular yang berhubungan. Fenomenon tersebut diterangkan oleh eksplanasi dengan demikian juga diacu sebagai fenomenon eksplanandum; kalimat tersebut memerikannya, sebagai kalimat

eksplanandum. Ketika konteks tersebut menunjukkan yang dimaksudkan, mereka juga akan disebut eksplanandum. Kalimat tersebut menspesifikasikan informasi eksplanatori-(a), (c) di dalam contoh kita--akan disebut kalimat eksplanan; dengan digabungkan mereka akan dikatakan untuk membentuk eksplanan. Sebagai contoh kedua, lihatlah eksplanasi dengan karakteristik pembentukan citra melalui refleksi di dalam cermin bulat; yakni, bahwa secara umum 1/u + 1/v = 2/r, di sini u dan v merupakan jarak titik-objek dan titik-citra dari cermin, dan r adalah radius kurvatur cermin. Dalam optik geometris, keseragaman ini dijelaskan dengan bantuan hukum dasar pemantulan di dalam cermin datar, dengan mengarahkan pantulan sorotan sinar pada satu titik cermin bulat sebagai kasus pemantulan dalam sebuah persinggungan datar dengan permukaan yang bulat. Hasil eksplansi dapat dirumuskan sebagai sebuah argumen deduktif yang kesimpulannya merupakan kalimat eksplanandum, dan premisnya mencakup hukum dasar pemantulan dan perambatan garis lurus, maupun pernyataan bahwa permukaan cermin berbentuk segmen dari sebuah bidang.2 Argumen yang sama, yang premisnya lagi-lagi mencakup hukum pemantulan di dalam cermin datar, memberikan eksplanasi tentang bagaimana cahaya dari sumber cahaya yang kecil pada fokus dar sebuah cermin yang berbentuk parabola yang dipantulkan dalam sebuah pancaran yang sejajar dengan sumbu parabola tersebut (prinsip yang secara teknologis diterapkan dalam konstruksi lampu depan mobil, lampu sorot, dan peralatan lain). Eksplanasi tersebut dapat dimengerti, sebagai argumen deduktif yang kesimpulannya merupakan kalimat eksplanandum, E, dan himpunan premisnya, eksplanan, terdiri atas hukum umum, L1, L2, . . .Lr dan pernyataan lain, C1, C2, .... Ck, yang membuat pernyataan tentang fakta partikular. Bentuk argumen tersebut, yang dengan demikian merupakan salah satu jenis eksplanasi ilmiah, dapat digambarkan dengan skema berikut: D-N2

L1, L2, . . . . .Lr }

Derivasi hukum pemantulan untuk permukaan garis diacu dalam contoh ini dan di dalam contoh yang kemudian secara sederhana dan jernih dikemukakan di dalam Bab 17 dari karya Morris Kline, Mathematics and the Physical World (New York: Thomas Y. Crowell Company, 1959).

} Kalimat eksplanan C1, C2, . . . . Ck } E Kalimat eksplanandum Cerita eksplanatori dengan jenis ini akan disebut dengan eksplanasi yang digolongkan sebagai eksplanasi deduktif di bawah hukum umum, atau eksplanasi deduktif-nomologis. (Akar kata nomologis adalah kata Yunani nomos, yang berarti hukum.) Hukum yang digunakan di dalam eksplanasi ilmiah juga disebut dengan Covering law untuk fenomenon eksplanandum, dan argumen eksplanatori akan digolongkan sebagai eksplanandum di bawah hukum tersebut. Fenomenon eksplanandum di dalam eksplanasi deduktif-nomologis mungkin merupakan peristiwa yang terjadi pada satu tempat dan waktu tertentu, seperti hasil eksperimen Prier. Atau mungkin beberapa keteraturan yang ditemukan di dalam alam, seperti karakteristik tertentu yang ditunjukkan oleh pelangi; atau keseragaman yang diungkapkan oleh hukum empiris seperti hukum Galileo atau Kepler. Eksplanasi deduktif tentang keseragaman seperti itu kemudian akan menggunakan hukum dengan lingkup yang lebih luas, seperti hukum pemantulan dan refraksi, atau hukum Newton tentang gerak dan gravitasi. Sebagaimana pemakaian hukum Newton ini mengilustrasikan, hukum empiris sering dijelaskan dengan menggunakan prinsip teoritis yang mengacu pada struktur dan proses yang mendasari keseragaman tersebut. Kita akan kembali pada eksplansi tersebut dalam bab berikutnya. Eksplanasi deduktif-nomologis memenuhi syarat relevansi eksplanatori dalam arti yang mungkin paling kuat: informasi eksplanatori yang mereka berikan mengimplikasikan kalimat eksplanandum secara deduktif dan dengan demikian memberikan dasar meyakinkan secara logis mengapa fenomenon eksplanandum harus diharapkan. (Kita segera akan mengetengahkan eksplanasi ilmiah yang lain, yang memenuhi syarat hanya dalam arti yang lebih lemah, yaitu eksplanasi induktif.) Dan syarat testabilitas juga terpenuhi, karena eksplanan mengimplikasikan antara lain sesuatu yang berada di bawah kondisi yang dispesifikasi, fenomenon eksplanandum terjadi. Beberapa eksplanasi ilmiah sesuai dengan pola (D.N) secara ketat. Hal ini demikian, terutama ketika unsur kuantitatif tertentu fenomenon dieksplanasikan melalui derivasi matematis dari hukum umum yang memayungi, seperti di dalam kasus refleksi di

dalam cermin bulat dan parabola. Atau eksplanasi yang terkenal, yang dikemukakan oleh Leverrier (dan secara independen oleh Adams), tentang ketidakteraturan yang khas di dalam gerakan planet Uranus, yang menurut teori Newton tidak dapat diterangkan dengan daya tarik gravitasional planet lain yang telah diketahui. Leverrier menduga bahwa mereka dihasilkan dari tarikan gravitasional dari planet terluar yang tidak terdeteksi sampai sekarang, dan dia menghitung posisi, massa, dan karakteristik lain yang harus dimiliki planet tersebut untuk menerangkan rincian kuantitatif bagi ketidakteraturan yang teramati. Eksplanasinya sangat didukung oleh penemuan, pada lokasi yang diprediksikan, planet baru Neptunus, yang memiliki karakteristik kuantitatif yang dihubungkan dengannya oleh Leverrir. Lagi-lagi di sini, eksplanasi tersebut memiliki karakter argumen deduktif yang premisnya mencakup hukum umum--terutama, hukum Newton tentang gravitasi dan gerak--pernyataan tersebut juga menspesifikasikan berbagai partikular kuantitatif tentang planet yang mengganggu. Akan tetapi, bukannya tidak sering, eksplanasi deduktif-nomologis itu dinyatakan dalam bentuk yang melingkar: mereka mengindari untuk menyebut asumsi tertentu yang dikemukakan oleh eksplanasi tersebut selain hanya dengan menganggap benar di dalam konteks tertentu. Eksplanasi seperti itu seringkali diungkapkan dalam bentuk E karena C, E merupakan kejadian yang dieksplanasikan dan C merupakan beberapa kejadian atau peristiwa objektif anteseden atau yang serupa. Misalnya pernyataan: Lumpur salju di trotoar tetap cair selama terjadinya beku karena karena lumpur tersebut mengandung garam. Eksplanasi ini tidak secara eksplisit menyebut hukum, tetapi hal itu secara implisit setidaknya mengasumsikan satu hukum: bahwa titik beku air berkurang bila garam dimasukkan ke dalamnya. Sebenarnya, hal itu tepatnya berdasarkan atas hukum ini bahwa penyebaran garam memerlukan eksplanatori, dan terutama bersifat kausatif, peran eliptis pernyataan-sebab yang dikenakan kepadanya. Pernyataan tersebut secara kebetulan, juga eliptis dalam hal yang lain; misalnya, ia secara implisit menganggap benar, dan tidak mau menyebutkan, asumsi tertentu tentang kondisi fisik yang sedang berlangsung, misalnya suhu tidak turun pada titik yang sangat rendah. Dan jika asumsi nomik dan yang lain dihindari maka ditambahkan pernyataan bahwa garam menyebar di dalam lumpur salju, kita mencapai premis untuk eksplanasi deduktif-nomologis tentang fakta bahwa lumpur salju tetap cair.

Komentar yang sama berlaku bagi eksplanasi Semmelweis bahwa demam persalinan disebabkan oleh bangkai hewan yang membusuk yang memasuki aliran darah melalui permukaan luka yang terbuka. Dirumuskan secara demikian, eksplanasi tidak menyebut hukum umum; namun hal itu mengasumsikan bahwa kontaminasi aliran darah pada umumnya membawa kepada keracunan darah yang disertai dengan gejala khas demam persalinan, karena hal ini diimplikasikan oleh pernyataan bahwa kontaminasi tersebut menyebabkan demam persalinan. Generalisasi tersebut tidak diragukan dianggap benar oleh Semmelweis, orang yang melihat penyakit fatal Kolletschka tidak menampilkan persoalan etiologis: dengan menentukan bahwa materi penyebab infeksi masuk ke dalam aliran darah, mengakibatkan keracunan darah. (Kollettschka tidak berarti orang yang pertama meninggal akibat keracunan darah karena terluka oleh pisau bedah yang terinfeksi. Dan oleh ironi yang tragis, Semmelweis sendiri mengalami nasib yang sama.) Namun sekali premis implisit dibuat eksplisit, eksplanasi terlihat melibatkan acuan kepada hukum umum. Sebagaimana yang diilustrasikan oleh contoh yang sebelumnya, hukum umum yang sesuai senantiasa diasumsikan oleh pernyataan eksplanatori kurang lebih berarti bahwa kejadian partikular dengan jenis tertentu G (misalnya, ekspansi gas di bawah tekanan yang konstan; aliran listrik dalam gulungan kabel) disebabkan oleh kejadian dengan jenis yang lain, F (misalnya pemanasan gas; gerakan gulungan menyeberangi bidang magnetik). Untuk melihat hal ini, kita tidak perlu memasuki ramifikasi yang rumit tentang pengertian sebab; cukuplah dengan mencatat bahwa maksim umum Sebabnya sama, akibatnya juga sama, bila diberlakukan untuk pernyataan eksplanatori tersebut, menghasilkan pernyataan yang berimplikasi bahwa bilamana kejadian dengan jenis F terjadi, hal tersebut diikuti oleh kejadian dengan jenis G. Mengatakan bahwa eksplanasi didasarkan atas hukum umum tidaklah mengatakan bahwa penemuannya memerlukan penemuan hukum. Insight baru yang krusial yang dicapai melalui eksplanasi seringkali akan terletak di dalam penemuan beberapa fakta partikular (misalnya, kehadiran planet luar yang tidak terdeteksi: materi penyebab infeksi yang menempel di tangan dokter yang melakukan perawatan) yang, karena hukum umum yang diterima sebagai anteseden, menerangkan fenomenon eksplanandum. Dalam kasus yang lain, misalnya tentang garis di dalam spektrum hidrogen, pencapaian eksplanatori

terletak di dalam penemuan hukum yang memayungi (Balmer) dan akhirnya penemuan teori eksplanatori (misalnya Bohr); di dalam kasus yang lain lagi, pencapaian utama eksplanasi mungkin terletak di dalam menunjukkan bahwa, dan tepatnya bagaimana, fenomenon eksplanandum dapat diterangkan dengan mengacu pada hukum dan data tentang fakta partikular yang telah tersedia: hal ini diilustrasikan oleh derivasi eksplanatori tentang hukum refleksi untuk cermin bulat dan parabola dari hukum dasar optik geometris dalam hubungannya dengan pernyataan tentang karakteristik geometris cermin. Persoalan eksplanatori dirinya sendiri tidak menentukan jenis penemuan macam apa yang diperlukan dari solusinya. Demikianlah, deviasi yang ditemukan Leverrier dari cara yang diharapkan secara teoritis juga di dalam gerakan planet Mercury; dan seperti dalam kasus Uranus, dia berusaha untuk menjelaskan hal ini sebagai yang dihasilkan oleh daya tarik gravitasional atas planet yang belum terdeteksi, Vulcan, yang akan menjadi objek yang sangat kecil dan sangat padat di antara matahari dan Mercury. Namun planet tersebut tidak ditemukan, dan penjelasan yang memuaskan hanya diberikan jauh di kemudian hari oleh teori umum relativitas, yang menerangkan ketidakteraturan bukan dengan mengacu pada faktor partikular yang mengganggu, melainkan dengan menggunakan sistem hukum yang baru. 5.3. Hukum universal dan generalisasi aksidental Seperti yang kita lihat, hukum memainkan peranan yang sangat penting di dalam eksplanasi deduktif-nomologis. Hukum memberikan hubungan yang dengan itu keadaan partikular (yang diperikan oleh C1, C2, . . .. Ck) dapat berlaku untuk menjelaskan terjadinya peristiwa tertentu. Dan apabila eksplanandum bukan merupakan kejadian partikular, melainkan keseragaman seperti yang digambarkan oleh karakteristik yang disebutkan sebelumnya tentang cermin bulat dan parabola, hukum eksplanatori menunjukkan sistem tentang keseragaman yang lebih komprehensif, di situ yang disampaika ntidak lain merupakan kasus khusus. Hukum yang diperlukan bagi eksplanasi deduktif-nomologis memeiliki karakteristik: mereka, sebagaimana yang akan kita katakan, pernyataan dengan bentuk universal. Dalam arti luas, pernyataan semacam ini menyatakan keseragaman hubungan

antara fenomena empiris yang berbeda-beda atau antara aspek fenomenon empiris yang berbeda-beda. Terdapat pernyataan yang menerangkan bahwa manakala dan bilamana kondisi dengan jenis F yang khusus terjadi, maka akan terjadi, senantiasa dan tanpa kecuali, kondisi tertentu dengan jenis lain, G. (Tidak semua hukum ilmiah dengan jenis ini. Dalam sesi yang berikutnya kita akan membahas hukum dengan bentuk probabilistik, dan eksplanasi yang didasarkan atasnya.) Ada beberapa contoh tentang pernyataan dengan bentuk universal: bilamana suhu gas meningkat sementara tekanan tetap konstan, volumenya meningkat; bilamana benda padat larut menjadi cairan, titik beky zat cair meningkat; manakala sinar cahaya terpantul pada permukaan cermin datar, sudut pantulan sama dengan sudut timbulnya sinar; manakala batang besi magnetik pecah menjadi dua, potongan itu juga merupakan magnet; manakala badan jatuh secara bebas dari tempat dalam kevakuman di dekat permukaan tanah, jarak yang ia tempuh t detik adalah 16t kaki. Kebanyakan hukum ilmi alam bersifat kuantitatif: mereka menyatakan hubungan matematis spesifik antara karakteristik kuantitatif yang berbeda-beda dari sistem fisik (misalnya, antara volume, suhu, dan tekanan gas) atau tentang proses (misalnya, antara waktu dan jarak dalam hukum Galileo tentang benda yang jatuh dengan bebas; antara periode revolusi planet dan jarak reratanya dari matahari, di dalam hukum Kepler yang ketiga; antara sudut asal kejadian dan refraksi dalam hukum Snel). Tegasnya, pernyataan yang menyatakan hubungan seragam akan dipandang sebagai hukum hanya jika ada alasan untuk menganggapnya sebagai benar: kita tidak akan secara normal berbicara tentang hukum alam yang salah. Namun jika syarat ini teramati secara ketat, maka pernyataan yang secara umum diacu sebagai hukum Galileo dan Kepler tidak akan dikualifikasikan sebagai hukum; karena menurut pengetahuan fisik yang ada sekarang, mereka hanya berlaku secara kurang lebih; dan seperti yang akan kita lihat kemudian, teori fisis menjelaskan mengapa hal ini demikian. Pernyataan yang analog berlaku bagi hukum optik geometris. Misalnya, meski pun dalam medium yang homogen, sinar tidak bergerak secara ketat dalam bentuk garis lurus: ia dapat membelok di seputar sudut. Oleh karena itu kita akan menggunakan kata hukum secara agak bebas, menerapkan istilah tersebut juga pada pernyataan dengan jenis tertentu yang diacu di sini, yang menurut dasar teoritis, dikenal berlaku hanya secara kurang lebih dan

dengan kualifikasi tertentu. Kita akan kembali pada masalah ini, dalam bab berikutnya, ketika kita membahas eksplanasi hukum dengan teori. Kita melihat bahwa hukum yang digunakan di dalam eksplanasi deduktifnomologis memiliki bentuk dasar: Dalam semua kasus bila kondisi dengan jenis F terpenuhi, kondisi dengan jenis G juga akan terealisasikan. Namun, secara menarik, tidak semua pernyataan dengan bentuk universal ini, bahkan seandainya pun benar, dapat dikualifikasikan sebagai hukum alam. Misalnya, kalimat Semua batu dalam kotak ini mengandung besi memiliki bentuk universal (F merupakan kondisi keberadaan batu di dalam kotak, G kandungan besinya); senadainya pun benar, hal itu tidak akan dipandang sebagai hukum, namun sebagai pernyataan tentang sesuatu yang terjadi sebagaimana adanya, sebagai sebuah generalisasi aksidental. Atau pertimbangkanlah pernyataan: Semua benda yang terdiri atas emas murni memiliki massa lebih kecil daripada 100.000 kilogram. Tidak diragukan semua badan emas yang pernah diteliti oleh manusia sesuai dengan itu; jadi, terdapat bukti kesesuaian yang besar untuk itu dan tidak ada hal yang tidak sesuai yang diketahui. Sebenarnya, adalah sangat mungkin bahwa tidak pernah di dalam sejarah alam semesta yang di sana telah atau akan ada badan emas murni dengan massa 100.000 kilogram atau lebih. Dalam kasus ini, generalisasi yang dikemukakan bukan hanya akan terkonfirmasikan dengan baik, melainkan juga benar. Dan malahan, kita agaknya akan memandang kebenarannya sebagai kebetulan, atas dasar bahwa tidak ada sesuatu di dalam hukum alam sebagaimana yang dimengerti di dalam ilmu kontemporer menghalangi kemungkinan akan keberadaannya--atau bahkan mungkin kita yang menghasilkan--objek emas yang solid dengan massa melampaui 100.000 kilogram. Jadi, hukum ilmiah tidak dapat secara memadai didefinisikan sebagai pernyataan yang benar dengan bentuk universal: karakterisasi ini mengungkapkan kondisi yang niscaya, namun tidak memadai bagi hukum dengan jenis ini yang kita bicarakan. Apa yang membedakan hukum yang sejati dngan generalisasi aksidental? Persoalan yang mengundang minat ini telah menjadi bahan pembicaraan selama tahauntahun terakhir. Marilah kita melihat secara singkat beberapa ide pokok yang mungcul dari perdebatan, yang masih akan terus berlanjut.

Perbedaan yangdikemukakan dan mengesankan, dicatat oleh Nelson Goodman,3 adalah begini: hukum, sedangkan generalisasi aksidental tidak, dapat berlaku untuk menopang kondisional kounterfaktual (counterfactual conditionals), yaitu pernyataan dengan bentuk Jika A ada sebagaimana adanya, maka B akan (akan) ada sebagaimana adanya, bila dalam kenyataannya A bukan ada sebagaimana adanya. Jadi, pernyataan Jika lilin parafin ini dimasukkan ke dalam ketel dengan air yang mendidih, lilin tersebut akan meleleh dapat didukung dengan menambahkan hukum bahwa parafin itu akan mencair pada suhu 60 derajat pada termometer dengan skala 100 (dan faktanya bahwa titik didih air adalah pada suhui100 derajat). Namun pernyataan Semua batu di dalam kotak ini mengandung besi tidak dapat digunakan sama untuk menopang pernyataan konterfaktual Jika kerikil ini dimasukkan ke dalam kotak, ia akan mengandung besi. Sama halnya, hukum, berbeda dengan generalisasi yang benar secara aksidental, dapat menopang kondisi subjungktif, yaitu, pernyataan dengan jenis Jika A harus lulus, maka demikian juga B, di situ tetap terbuka apakah A dalam kenyataannya akan lulus atau tidak. Pernyataan Jika lilin parafin ini dimasukkan ke dalam air mendidih maka lilin tersebut akan mencair sebagai contohnya. Sangat erat berhubungan dengan perbedaan ini ada sesuatu yang lain, yang sangat menarik buat kita: hukum dapat, sedangkan generalisasi aksidental tidak dapat, berlaku sebagai dasar eksplanasi. Jadi, pencairan lilin parafin tertentu yang dimasukkan ke dalam air yang mendidih dapat dijelaskan, sesuai dengan skema (D-N), dengan mengacu kepada fakta partikular yang baru saja disebutkan dan kepada hukum bahwa parafin mencair bila suhunya berada di atas 60 derajat centrigrade. Namun kenyataannya bahwa batu khusus di dalam kotak mengandung besi tidak dapat secara analog dijelaskan dengan mengacu pada pernyataan umum bahwa semua batu di dalam kotak mengandung besi. Tampak masuk akal untuk mengatakan, dengan cara yang jauh lebih khas, bahwa pernyataan yang terakhir hanya berlaku sebagai formulasi singkat yang menyenangkan akan konjungsi tertentu semacam ini: Batu r1 mengandung besi, dan batu r2 mengandung besi, . . . dan batu r63 mengandung besi, sedangkan generalisasi tentang Dalam esainya, The Problem of Counterfactual Conditionals, dicetak ulang sebagai bab pertama dari bukunya, Fact, Fiction, and Forecast, 2nd ed. (Indianapolis: The BobbsMerrill Co, Inc., 1965). Karya ini menimbulkan persoalanmendasar yang sangat menarik berkaitan dengan hukum, pernyataan kounterfaktual, dan penalaran induktif, dan pengkajiannya dari sudut pandang analitik yang lanjut.3

parafin mengacu kepada sejumlah kasus partikular yang tidk terbatas secara potensial dan dengan demikian tidak dapat diparafrasekan oleh konjungsu terbatas pernyataan yang memerikan hal individual. Pembedaan ini mengesankan, namun hal itu terlalu berlebihan. Karena dimulai dengan, generalisasi Semua batu dalam kotak ini mengandung besi dalam kenyataannya tidak mengatakan kepada kita berapa banyak batu yang ada di dalam kotak tersebut, hal itu juga bukan nama bagi batu partikular r1, r2, dan seterusnya. Oleh karena itu, kalimat umum tersebut tidak secara logis ekuivalens dengan konjungsi terbatas dengan jenis yang baru saja disebutkan. Untuk merumuskan konjungsi yang lebih tepat, kita membutuhkan informasi tambahan, yang mungkin diperoleh dengan menghitung dan melabeli batu di dalam kotak. Di samping itu, generalisasi kita Semua badan emas murni memiliki massa kurang daripada 100.000 kilogram akan diperhitungkan sebagai hukum seandainya pun ada banyak badan emas yang tidak terbatas di dunia. Jadi, kriteria yang kita pertimbangkan gagal karena beberapa dasar. Akhirnya, marilah kita mencatat bahwa pernyataan dengan bentuk universal mungkin dikualifikasikan sebagai hukum seandainya pernyataan tersebut sungguhsungguh tidak memiliki isi apa pun. Sebagai contoh, lihatlah kalimat: Pada salah satu badan langit yang memiliki radius yang sama dengan bumi namun dua kali massanya, jatuh bebas dari tempatnya sesuai dengan rumus s = 32 t. Di sana mungkin tidak ada objek langit sama sekali di seluruh alam semesta yang memiliki ukuran dan massa seperti itu, dan malahan pernyataan tersebut memiliki karakter sebagai hukum. Karena hal itu (atau agaknya, perkiraan yang dekat dengan itu, seperti di dalam kasus hukum Galileo) sesuai dengan teori gravitasi dan gerak Newton dalam hubungannya dengan pernyataan bahwa akselerasi jatuh bebas di atas bumi adalah 32 kaki per detik per detik; jadi, hal itu memiliki dukungan teoritis yang kuat, seperti halnya hukum kita yang lebih awal tentang jatuh bebas di bulan. Hukum, kita catat, dapat menopang pernyataan kondisional subjungtif dan kondisional tentang hal potensial, yaitu tentang kasus partikular yang mungkin terjadi, atau yang mungkin harus terjadi tetapi tidak terjadi. Dengan cara yang sama, teori Newton menopang pernyataan umum kita dalam versi subjungtif yang menyatakan statusnya yang mirip-hukum, yakni: Pada salah satu badan langit yang di sana mungkin memiliki ukuran yang sama dengan bumi namun massanya dua kali, jatuh bebas akan

sesuai dengan rumus s = 32t. Sebaliknya, generalisasi tentang batu tidak dapat diparafrasekan sebagai pernyataan bahwa batu yang mungkin berada di dalam kotak akan mengandung besi, tentu saja yang terakhir ini juga tidak menyatakan memiliki dukungan teoritis. Demikian juga, kita tidak akan menggunakan generalisasi kita tentang massa badan emas--marilah kita sebut dengan H--untuk menopang pernyataan seperti ini: Dua badan emas murni yang massa individualnya lebih daripada 100.000 kilogram tidakdapat digabungkan untuk membentuk satu badan; atau jika penggabungan itu mungkin, maka massa dari badan yang menghasilkan akan kurang daripada 100.000 kg karena teori fisika dan kimia dasar tentang materi yang sekarang ini diterima tidak menghalangi jenis penggabungan (fusi) yang dibahas di sini, dan mereka tidak mengimplikasikan bahwa di sana akan terjadi massa yang hilang dengan jenis yang diacu di sini. Oleh karena itu, seandainya pun generalisasi H harus benar, yaitu, jika tidak ada perkecualian untuknya akan pernah terjadi, hal ini akan merupakan kebetulan atau kemiripan saja sebagaimana yang dipertimbangkan oleh teori yang ada dewasa ini, yang memungkinkan terjadinya perkecualian bagi H. Jadi, apakah pernyataan dengan bentuk universal diperhitungkan sebagai hukum akan tergantung sebagian pada teori ilmiah yang diterima pada waktu itu. Hal ini tidaklah berarti bahwa generaliasi empiris--pernyataan dengan bentuk universal yang secara empiris dikonfirmasikan dengan baik tetapi tidak memiliki basis teori--tidak pernah dikualifikasikan sebagai hukum: Hukum Galileo, Kepler, Boyle, misalnya, diterima sebagaimana adanya sebelum mereka menerima dasar teoritis. Relevansi teori agaknya adalah begini: pernyataan dengan bentuk universal, baik secara empiris terkonfirmasi atau belum teruji, akan dikualifikasikan sebagai hukum jika teori tersebut diimplikasikan oleh teori yang telah diterima (pernyataan dengan jenis ini sering diacu sebagai hukum teoritis); tetapi seandainya pun ia secara empiris terkonfirmasikan dengan baik dan agaknya benar dalam kenyataannya, ia tidak akan dikualifikasikan sebagai hukum jika ia menolak kejadian hipotetis tertentu (misalnya fusi dua badan emas dengan massa yang menghasilkan lebih daripada 100.000 kilogram, dalam kasus generalisasi H kita) teori yang diterima mengkualifikasikannya sebagai mungkin.4 Untuk analisis yang lebih utuh tentang konsep hukum, dan untuk acuan bibliografi lebih lanjut, lihat E. Nagel, The Structure of Science (New York: Harcourt, Brace & World,4

4. Dasar-dasar eksplanasi probabilistik Tidak semua eksplanasi ilmiah didasarkan atas hukum universal yang ketat. Demikianlah, Jim kecil menderita cacar air mungkin dijelaskan denga nmengatakan bahwa dia tertular penyakit tersebut dari saudaranya, yang telah menderita cacar air dengan parah beberapa hari sebelumnya. Hal ini lagi-lagi menghubungkan kejadian eksplanandum dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, Jim yang kedapatan terkena cacar air; yang belakangan dikatakan memberikan eksplanasi karena di sana ada hubungan antara kedapatan terkena cacar air dan terjangkit cacar air. Sekali pun demikian, hubungan tersebut tidak dapat diungkapkan dengan hukum yang bentuk universal, karena tidak setiap kasus kedapatan terkena cacar air menghasilkan penularan. Apa yang dapat dinyatakan hanyalah bahwa orang yang terkena cacar air akan menularkan penyakit tersebut dengan kemungkinan yang tinggi, yaitu dalam persentase yang tinggi untuk semua kasus. Pernyataan umum semacam ini, yang akan segera kita kaji lebih cermat, akan disebut hukum dengan bentuk propbabilistik atau singkatnya, hukum probabilistik. Argumen eksplanatori yang dihasilkan dapat diskemakansebagai berikut: Kemungkinan orang terkena cacar air untuk mengidap penyakit tersebut adalah tinggi. Jim terkena cacar air. __________________ __________________ (membuat sangat mungkin) Jim mengidap cacar air. Dalam presentasi yang umum atas argumen deduktif, yang digunakan, misalnya, dalam skema (D-N) di atas, kesimpulan dipisahkan dari premis oleh sebuah garis tunggal, yang berlaku untuk menunjukkan bahwa premis secara logis mengimplikasikan kesimpulan. Garis ganda yang digunakan di dalam skema kita yang terakhir dimaksudkan untuk menunjukkan secara analog bahwa premis (eksplanan) membuat kesimpulan (kalimat eksplanandum) kurang lebih mungkin; tingkat probabilitas yang dikemukakan oleh notasi dalam kurung. Inc, 1961), Bab 4.

Argumen semacam ini akan disebut eksplanasi probabilistik. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh diskusi kita, eksplanasi probabilistik atas kejadian partikular memiliki karakteristik dasar tertentu dengan jenis eksplanasi deduktif-nomologis yang sesuai. Dalam kedua kasus tersebut, kejadian tertentu dieksplanasikan dengan mengacu pada yang lain, yang dengan itu kejadian eksplanandum dihubungkan oleh hukum. Namun dalam satu kasus, hukum tersebut memiliki bentuk universal; dalam kasus yang lain, berbentuk probabilistik. Dan sementara itu eksplanasi deduktif menunjukkan bahwa, menurut informasi yang terkandung di dalam eksplanan, eksplanandum diharapkan dengan kepastian deduktif, eksplanasi induktif hanya menunjukkan bahwa, menurut informasi yang terkandung di dalam eksplanan, eksplanandum diharapkan dengan probabilitas yang tinggi, dan mungkin dengan kepastian praktis; dengan cara inilah argumen yang terakhir memenuhi syarat relevansi eksplanatori. 5.5. Probabilitas statistik dan hukum probabilistik Sekarang kita harus melihat secara lebih cermat dua sifat yang membedakan eksplanasi probabilistik yang baru saja dicatat: hukum probabilistik yang mereka miliki dan jenis khusus implikasi probabilistik yang menghubungkan eksplanan dengan eksplanandum. Anggaplah bahwa dari sebuah keranjang yang berisi banyak bola dengan ukuran dan massa yang sama, namun tidak mesti dengan warna yang sama, penarikan yang berurutan dibuat. Pada setiap penarikan, satu bola disingkirkan, dan warnanya dicatat. Kemudian bola tersebut dikembalikan ke dalam keranjang, isinya bercampur baur sebelum penarikan yang kemudian berlangsung. Hal ini merupakan contoh tentang apa yang disebut dengan proses random atau eksperimen random, konsep yang akan segera dikarakterisasikan secara lebih rinci. Marilah kita acu prosedur yang baru saja kita perikan sebagai eksperimen U, untuk masing-masing penarikan sebagai satu hasil dari U, dan pada warna yang dihasilkan oleh penarikan tertentu sebagai hasil pertunjukan tersebut. Jika semua bola di dalam keranjang itu berwarna putih, maka pernyataan dengan bentuk universal secara ketat tetap benar sebagai akibat yang dihasilkan oleh hasil U: setiap penarikan dari keranjang menghasilkan bola putih, atau membuahkan hasil W,

singkatnya. Jika hanya beberapa bola--katakanlah 600 di antaranya--adalah putih, sedangkan yang lain--katakanlah 400--berwarna merah, maka pernyataan umum dengan bentuk probabilistik tetap benar bagi eksperimen tersebut: probabilitas untuk sebuah hasil (performance) U menghasilkan bola putih, atau hasil W, adalah .6; dalam simbol: 5a) P (W,U) = .6 Demikian juga, probabilitas untuk mencapai gambar burung sebagai akibat dari eksperimen random C dengan menggunakan sebuah mata uang logam ditentukan dengan 5b) P (H,C) = .5

dan probabilitas untuk mencapai kartu as sebagai akibat dari eksperimen random D dengan memutar mata dadu secara teratur adalah 5c) P (A,D) = 1/6 Apa yang dimaksudkan dengan pernyataan probabilits tersebut? Menurut salah satu pandangan yang umum, yang seringkali disebut dengan konsep probabilitas klasik, pernyataan (5a) harus diinterpretasikan sebagai berikut: setiap hasil eksperimen U mengakibatkan pilihan satu dari 1.000 kemungkinan dasar, atau alternatif dasar, masingmasin diwakili oleh satu bola di dalam keranjang; tentang pilihan kemungkinan ini, 600 adalah menguntungkan untuk hasil W; dan probabilitas penarikan sebuah bola putih hanyalah merupakan rasio jumlah pilihan yang menguntungkan atas jumlah dari semua pilihan yang mungkin, yaitu 600/1.000. Interpretasi klasik atas pernyataan probabilitas (5b) dan (5c) mengikuti alur yang sama. Sekali pun karakterisasi ini tidak memadai; karena jika sebelum setiap penarikan, 400 bola merah di dalam keranjang ditempatkan di atas bola putih, maka di dalam jenis eksperimen keranjang baru ini--marilah kita sebut U--rasio yang menguntungkan bagi alternatif dasar yang mungkin akan tetap sama, namun probabilitas penarikan bola putih akan lebih kecil daripada dalam eksperimen U, yang di situ bola sungguh-sungguh tercampur sebelum setiap penarikan. Konsep klasik menerangkan kesulitan ini dengan mensyaratkan bahwa alternatif dasar yang diacu dalam definisi probabilitasnya haruslah

equipossible atau equiprobable (berkemungkinan sama)--syarat yang agaknya dilanggar dalam kasus eksperimen U. Syarat tambahan ini menimbulkan persoalan tentang bagaimana harus menentukan equiposibilitas atau equiprobabilitas. Kita akan meninggalkan kesulitan yang serius dan persoalan yang kontroversial ini, karena--sekali pun dengan asumsi bahwa equiprobabilitas dapat dikarakterisasikan secara memuaskan--konsep klasik masih tidak akan memadai, karena probabilitas yang ditetapkan juga pada hasil eksperimen random tidak ada cara yang logis yangdiketahui untuk menadai equiprobable alternatif dasar. Jadi, untuk eksperimen random D tentang pemutaran mata dadu yang teratur, enam muka dipandang mewakili alternatif equiprobabel tersebut; namun kita menghubungkan probabilitas dengan hasil pemutaran sebuah dadu, atau jumlah poin gasal,dan sebagainya, juga di dalam kasus pelemparan dadu, meskipun tidak ada hasil dasar equiprobabel yang dapat ditandai di sini. Demikian juga--dan hal ini sangat penting--ilmu menetapkan probabilitsa hasil eksperimen random atau proses random tertentu di dalam alam, misalnya kehancuran langkah demi langkah atom dengan substansi radioaktif, atau transisi atom dari satu keadaan energi ke energi yang lain. Lagi-lagi, di sini kita tidak menemukan alternatif dasar equiprobabel yang dalam kaitannya dengan probabilitas tersebut mungkin ditentukan dan dihitung secara klasik. Untuk sampai pada uraian yang lebih memuaskan tentang pernyataan probabilitas, marilah kita lihat bagaimana orang akan memastikan probabilitas pelemparan satu as dengan dadu tertentu yang tidak diketahui sebagai teratur. Hal ini akan secara jelas dilakukan dengan membuat sejumlah besar lemparan dengan dadu dan memastikan frekuensi relatif, yaitu proporsi, kasus yang di situ kartu as dibuka. Jika, misalnya, eksperimen D dadu yang dilemparkan dilakukan 300 kali dan as yang terbuka 62 kasus, maka frekuensi relatifnya 62/300, akan dipadang sebagai nilai perkiraan probabilitas p (A,D) atas lemparan as dengan dadu tertentu. Prosedur yang analog akan digunakan untuk memperkirakan probabilitas yang berhubungan dengan hancurnya radioaktif, dengan transisi antara keadaan energi atom yang berbeda-beda, dengan proses genetik, dan sebagainya, ditentukan oleh pemastian frekuensi relatif yang sesuai; bagaimana pun, hal ini sering dilakukan dengan cara yang sangat tidak langsunglebih daripada dengan

secara sederhana menghitung kejadian atomik individual atau kejadian lain dengan jenis yang relevan. Interpretasi dalam kaitannya dengan frekuensi relatif berlaku juga untuk pernyataan probabilitas misalnya (5b) dan (5c), yang berkaitan dengan hasil pelemparan uang logam yang fair atau pelemparan dadu secara teratur (homogen dan berbentuk kubik): apa yang menjadi perhatian ilmuwan (penjudi, untuk hal ini) dalam membuat pernyataan probabilitas adalah frekuensi relatif yang dengan itu hasil O tertentu dapat diharapkan Penghitungan dalam serangkaian dasar O bagi panjang pengulangan dan di eksperimen antara alat random mereka heuristik R. yang untuk alternatif equiprobabel dipandang

menguntungkan

mungkin

sebagai

memperkirakan frekuensi relatif O. Dan sebenarnya bila dadu reguler atau mata uang yang fair dilemparkan berkali-kali, muka yang berbeda-beda cenderung untuk mucul dengan frekuensi yang sama. Orang mungkin mengharapkan hal ini atas dasar pertimbangan simetri jenis yang seringkali digunakan di dalam membentuk hipotesis fisis, karena pengetahuan empiris kita tidak memberikan dasar untuk mengharapkan salah satu muka yang disenangi atas muka yang lain. Namun pertimbangan tersebut berguna secara heuristik, mereka harus dipandng sebagai kebenaran yang pasti atau sebagai kebenaran yang-jelas-dengan-sendirinya: beberapa asumsi simetri yang logis, misalnya prinsip paritas, telah ditemukan tidak memuaskan secara umum pada level subatomik. Asumsi tentang equiprobabilitas dengan demikian senantiasa menjadi sasaran koreksi dipandang dari sudut data empiris berkaitan dengan frekuensi relatif aktual fenomena tersebut. Hal ini diilustrasikan juga oleh teori statistik tentang gas yang dikembangkan oleh Bose dan Einstein, oleh Fermi dan Dirac, yang didasarkan atas asumsi yang berbeda berkaitan dengan distribusi partikel apa atas satu fase ruang yang equiprobabel. Probabilitas yang dispesifikasikan di dalam hukum probabilistik, dengan demikian, menggambarkan frekuensi relatif. Sekali pun demikian, mereka tidak didefisikan secara ketat sebagai frekuensi relatif dalam serangkaian pengulangan yang panjang atas eksperimen random yang relevan. Karena proporsi, katakanlah, tentang kartu as ysng diperoleh dalam pelemparan dadu sksn berubah, jika mungkin hanya sedikit, karena rangkaian pelemparan diperluas, dan bahkan dalam dua rangkaian yang panjangnya tepat sama, jumlah as biasanya akan berbeda. Akan tetapi, kita menemukan

bahwa seraya jumlah pelemparan meningkat, frekuensi relatif masing-masing hasil yang berbeda cenderung berubah semakin kecil, sekali pun hasil lemparan yang terus-menerus mengalami perubahan dengan cara yang tidak teratur dan tidak dapat diprediksikan. Inilah apa yang secara umum dikarakterisasikan sebagai eksperimen random R dengan hasil O1, O2, . . .On: hasil yang terus-menerus dari R atau hasil yang lain dengan cara yang tidak teratur; namun frekuensi relatif hasil cenderung menjadi stabil seraya jumlah hasil meningkat. Dan probabilitas hasilnya, p(O1,R), p(On, R), mungkin dipandang sebagai nilai ideal yang frekuensi idealnya cenderung diasumsikan karena mereka kestabilannya semakin meningkat. Untuk konviniensi matematis, probabilitas seringkali didefinisikan limit matematis yang ke arah itu frekuensi relatif menyebar sebagai jumlah performansi yang meningkat secara tidak terbatas. Namun definisi ini memiliki kelemahan tertentu, dan di dalam beberapa studi matematis yang mutakhir atas pokok soal tersebut, arti empiris yang dimaksudkan dari konsep probabilitas dengan sengaja, dan karena alasan yang baik, dikarakterisasikan secara lebih samar dengan apa yang dinamakan interpretasi satatistik probablistik sebagai berikut:5 Pernyataan p (O,R) = r berarti bahwa di dalam seri performansi yang panjang eksperimen random R, proporsi kasus dengan hasil O hampir pasti mendekati r. Konsep probabilitas statistik dengan demikian dikarakterisasikan harus secara hati-hati dibedakan dengan konsep probabilitas induktif atau logis, yang kita bahas dalam sesi 4.5. Probabilitas logis merupakan relasi logis kuantitatif antara pernytaan tertentu; kalimat c(H,K) = r menyatakan bahwa hipotesis H didukung, atau dibuat mungkin, hingga derajat r oleh bukti yang diformulasikan dalam pernyataan K. Probabilitas statistik merupakan sebuah relasi kuantitatif antara jenis kejadian yang dapat berulang: satu jenis hasil tertentu, O, dan merupakan jenis proses random tertentu, R; hal itu menggambarkan, secara kasar, Perincian lebih lanjut tentang konsep probabilitas statistik dan definisi-limit maupun kelemahannya akan ditemukan dalam monografi E. Nagel, Principles of the Theory of Probability (Chicago: Chicago University Press, 1939).Fersi kita tentang interpretasi statistik mengikuti yang disampaikan oleh H. Cramer pada pp. 148-9dari bukunya, Mathematical Methods of Statictics (Princeton: Princeton University Press, 1946)5

frekuensi relatif yang dengan itu hasil O cenderung terjadi dalam seri performansi R yang panjang. Apakah kedua konsep tersebut memiliki kesamaan karakteristik matematisnya: keduanya memenuhi prinsip dasar teori probabilitas matematis: a) Nilai numeris yang mungkin dari kedua probabilitas berkisar dari 0 hingga 1: 0p(O,R)1 0c(H,K)1 b) Probabilitas untuk satu atau dua hasil R yang saling eksklusif harus terjadi sama dengan jumlah probabilitas hasil yang dilihat secara terpisah; probabilitas, dengan evidensi K, karena satu atau yang lain dari dua hipotesis yang saling eksklusif diperoleh jumlah masing-masing probabilitasnya: Jika 01, 02, saling eksklusif, maka p(01 atau 02,R) = p (01,R) + p(02,R) Jika H1, H2 sebagai hipotesis eksklusif secara logis, maka c(H1 atau H2,K) = c(H1,K) + c(H2,K) c) Probabilitas dari satu hasil yang secara niscaya terjadi dalam semua kasus-misalnya O atau bukan O--adalah 1; probabilitas, menurut evidensi, dari sebuah hipotesis yang benar secara logis (dan dalam arti niscaya), misalnya H atau bukan H, adalah 1: p(0 atau bukan 0, R) = 1 c(H atau bukan H,K) = 1 Hipotesis ilmiah dalam bentuk pernyataan probabilitas statistik, dapat diuji dengan melihat fekuensi relatif hasilnya; dan konfirmasi bagi hiipotesis tersebut dengan demikian dipertimbangkan, dalam arti luas, dengan mengingat kedekatan kesesuaian antara probabilitas hipotetis dan frekuensi yang diamati. Akan tetapi, logika pengujian tersebut menggambarkan persoalan khusus yang mengundang perhatian, yang setidaknya memerlukan pengkajian singkat. Lihatlah hipotesis, H, bahwa probabilitas berputarnya kartu as dengan sebuah dadu tertentu adalah .15; atau singkatnya, bahwa p(A,D) = .15, D adalah eksperimen random tentang putaran dadu tertentu. Hipotesis H tidak secara deduktif mengimplikasikan implikasi uji yang menspesifikasikan berapa banyak kartu as yang akan keluar dalam serangkaian pelemparan dadu. Hal itu tidaklah berarti, misalnya,

bahwa secara pasti 75 di antara 500 lemparan pertama akan menghasilkan as, jumlah as bahkan juga tidak akan berkisar antara 50 dan 100, misalnya. Oleh karena itu, jika proporsi as sungguh-sungguh dicapai dalam sejumlah besar lemparan jauh berbeda dari . 15, ini tidaklah membantah H dalam arti sebagai hipotesis dengan bentuk universal yang ketat, misalnya Semua angsa berbulu putih, dapat dibantah, ditinjau dari sudut argumen modus tollens, dengan acuan kepada satu hal-yang-melawan, misalnya seekor angsa berbulu hitam. Demikian juga, lemparan dalam jangka panjang atas dadu tertentu menghasilkan satu proporsi as sangat mendekati .15, hal ini tidak mengkonfirmasikan H dalam arti di situ hipotesis dikonfirmasikan oleh dengan penemuan bahwa satu kalimat uji I sehingga hal itu secara logis mengimplikasikan sebagai kenyataan yang benar. Karena dalam kasus yang belakangan ini, hipotesis menyatakan I melalui implikasi logis, dengan demikian pengujian menghasilkan konfirmatori dalam arti menunjukkan bahwa bagian tertentu dari apa yang dinyatakan hipotesis sesungguhnya adalah benar; namun tidak secara ketat analog dengan dengan menunjukkan untuk H melalui data frekuensi konfirmatori; karena H tidak menyatakan melalui implikasi bahwa frekuensi as dalam jangka waktu yang panjang akan sangat mendekati .15. Namun sementara H tidak secara logis menghalangi kemungkinan bahwa proporsi as yang diperoleh dalam serangkaian pelemparan dadu tertentu mungkin sangat menyimpang dari .15, hal itu tidak secara logis mengimplikasikan bahwa penyimpangan tersebut sangat tidak mungkin dalam arti statistik; yaitu, bahwa jika eksperimen dengan melakukan serangkaian panjang pelemparan (katakanlah, 1.000 dadu per seri) diulang dengan jumlah waktu yang banyak, maka hanya satu proporsi kecil dari rangkaian yang panjang itu akan menghasilkan proporsi as yang jauh berbeda dari .15. Untuk kasus pelemparan dadu, biasanya diasumsikan bahwa hasil pelemparan yang terus-menerus itu independen secara statistik; secara kasar ini berarti bahwa probabilitas perolehan as dalam sekali lemparan dadu tidak tergantung pada hasil lemparan yang sebelumnya. Analisis matematis menunjukkan bahwa dalam hubungannya dengan asumsi independensi ini, hipotesis kita H secara deduktif menentukan probabilitas stattistik untuk proporsi as yang diperoleh di dalam n lemparan berbeda dari .15 dengan tidak lebih daripada jumlah yang dispesifikasikan. Misalnya, H mengimplikasikan bahwa untuk serangkaian 1000 lemparan dadu yang dibahas di sini, probabilitasnya kurang lebih .976

sehingga proporsi as akan berkisar antra .125 dan .175; dan demikian juga, bahwa untuk 10000 kali lemparan probabilitasnya kurang lebih .995 sehingga proporsi as akan berkisar antara .14 dan .16. Demikianlah, kita mungkin mengatakan bahwa jika H adalah benar, maka sangatlah pasti bahwa dalam pelemparan yang panjang proporsi yang as yang teramati akan berbeda sangat kecil dari nilai probabilitas hipotetis .15. Oleh karena itu, jika frekuensi jangka panjang yang teramati atas suatu hasil tidak mendekati probabilitas yang ditetapkan untuknya lewat hipotesis probabiliastik tertentu, maka hipotesis tersebut sangat mungkin keliru. Dalam kasus ini, frekuensi data diperhitungkan sebagai mendiskonfirmasikan hipotesis, atau mengurangi kredibilitasnya; dan jika evidensi yang mendiskonfirmasi cukup kuat ditemukan, hipotesis tersebut akan dipandang secara paraktis, meskipun tidak secara logis, terbantah dan oleh karena itu akan ditolak. Demikian juga, keseuaian yang dekat antara probabilitas hipotetis dan frekuensi yang teramati akan cenderung mengkonfirmasikan hipotesis probabilistik dan mungkin mengarah kepada penerimaannya. Jika hipotesis probabilistik harus diterima atau ditolak atas dasar evidensi statitik berkaitan dengan frekuensi yang teramati, maka dibutuhkan standar yang tepat. Standar ini akan menentukan (a) apakah deviasi frekuensi yang teramati dari probabilitas tersebut yang dinyatakan oleh hipotesis harus diperhitungkan sebagai dasar untuk menolak hipotesis tersebut, dan (b) seberapa dekat kesesuaian antara frekuensi yang teramati dan probabilitas hipotetis harus diperlukan sebagai syarat untuk menerima hipotesis tersebut. Syarat tersebut dapat dibuat kurang lebih ketat, dan spesifikasinya hanya merupakan masalah pilihan. Ketatnya standar pilihan biasanya beragam sesuai dengan konteks dan tujuan riset. Pada umumnya, hal itu akan tergantung pada kepentingan yang mengikat, dalam konteks tertentu, untuk menghindari dua jenis kesalahan yang mungkin dilakukan: dengan menolak hipotesis yang diuji meskipun hipotesis tersebut benar, dan menerimanya meskipun hipotesis tersebut salah. Sangat jelas bahwa sangat penting ketika penerimaan atau penolakan hipotesis memperhatikan keefektivan yang mungkin dan keselamatan dengan vaksin baru, maka keputusan akan penerimaannya harus memperhitngkan bukan hanya seberapa baik hasil uji statistik sesuai dengan probabilitas yang dispesifikasikan oleh hipotesis tersebut, namun juga seberapa serius konsekuensi penerimaan hipotesis dan bekerja dengan mendasarkan hipotesis tersebut (misalnya,

penyuntikan vaksin pada anak) bila dalam kenyataannya hipotesis tersebut keliru, dan penolakan hipotesis dan berbuat atas dasar hipotesis tersebut (misalnya, dengan menghancurkan vaksin dan mengubah atau menghentikan proses manufaktur) ketika dalam kenyataannya hipotesis tersebut benar. Persoalan yang rumit yang timbul dalam konteks ini merupakan pokok soal teori uji dan keputusan statistik, yang telah dikembangkan dalam beberapa dasawarsa terakhir dengan mendasarkan atas teori matematis tentang probabilitas dan statistik.6 Banyak hukum dan prinsip teoretis yang penting dalam ilmu alam memiliki karakter probabilistik, meskipun mereka sering memiliki bentuk lebih rumit daripada pernyataan probabilitas sederhana yang telah kita diskusikan. Misalnya, menurut teori fisika yang mutakhir, penghancuran radioaktif sebagai fenomenan random di situ atom dari setiap unsur radioaktif memiliki probabilitas karakteristik untuk berdesintegrasi selama periode waktu tertentu. Hukum probabilistik yang sesuai biasanya dirumuskan sebagai pernyataan yang diberikan setengah-umur(half-life) berkaitan dengan unsur yang dikenainya. Jadi, pernyataan bahwa setengah-umur radium226 adalah 1.620 tahun polonium 218 adalah 3,05 menit adalah hukum yang kira-kira bahwa probabilitas atom radium hancur dalam 1.620 tahun, danuntuk atom polonium218 hancur dalam 3,05 menit, hukum ini mengimplikasikan bahwa sejumlah besar atom radium226 atau polonium218 ditentukan pada suatu waktu tertentu, sangat dekat dengan satu setengah-umur yang masih ada 1.620 tahun, atau 3,05 menit, kemudian; yang lain terdisintegrasikan oleh kehancuran radioaktif. Lagi-lagi, dalam teori kinetik berbagai keseragaman dalam perilaku gas, termasuk hukum termodinamika klasik, yang dieksplanasikan dengan menggunakan asumsi tertentu tentang molekul pentusunny; dan beberapa hipotesis probabilistik ini berkaitan dengan keteraturan statistik di dalam gerakan dan benturan molekul ini. Beberapa pernyataan tambahan berkaitan dengan pengertian tentang hukum probabilistik telah ditunjukkan. Mungkin tampaklah bahwa semua hukum ilmiah itu seharusnya dikualifikasikan bersifat probabilistik karena bukti yang mendukung yang kita miliki untuk mereka senantiasa merupakan satu badan penemuan yang terbatas dan . Mengenai masalah ini, lihat R.D. Luce dan H.Raiffa, Games and Decisions (New York: John Wiley & Sons, Inc., 1957).6

tidak meyakinkan secara logis, yang dapat memberi mereka hanya probabilitas yang bersifat kurang lebih tinggi. Namun argumen ini tidak menangkap inti bahwa perbedaan antara hukum dengan bentuk universal dan hukum dengan bentuk probabilistik itu tidak mengacu pada kekuatan dukungan evidensial untuk dua jenis pernyataan tersebut, namun mengacu kepada bentuk mereka, yang mencerminkan karakter logis pernyataan yang mereka buat. Sebuah hukum dengan bentuk universal secara mendasar merupakan pernyataan yang kira-kira dalam semua kasus ketika kondisi dengan jenis F terpenuhi, kondisi jenis G terpenuhi juga; sebuah hukum dengan bentuk probabilistik, pada dasarnya, menyatakan bahwa pada kondisi tertentu, dengan dilakukannya eksperimen random R, jenis hasil tertentu akan terjadi dalam persentasi kasus yang dispesifikasikan. Tidak soal apakah benar atau salah, dukungannya kuat atau lemah, dua jenis pernyataan ini memiliki karakter logis yang berbeda, dan atas perbedaan inilah pembedaan kita didasarkan. Seperti yang kita lihat sebelumnya, sebuah hukum dengan bentuk universal Manakala F maka G sama sekali tidak berarti ekuivalen singkat, diterobos dari laporan yang menyatakan untuk masing-masing kejadian F yang sejauh ini diteliti sehingga ia berhubungan dengan kejadian G. Agaknya, ia mengimplikasikan juga untuk semua kasus F yang tidak diteliti, di masa lampau, masa kini, dan masa depan; ia juga mengimplikasikan kounterfaktual dan kondisional hipotetis yang berbicara, dapat dikatakan kejadian yang mungkin dari F: dan hanya karakteristik ini yang memberi hukum kekuatan eksplanatorinya. Hukum dengan bentuk probabilistik memiliki status yang analog. Hukum menyatakan bahwa peleburan radioaktif radium226 merupakan proses random dengan separuh umur 1.620 tahun secara jelas tidak sama dengan laporan tentang tingkat peleburan yang teramati dalam sampel radium226 tertentu. Hal itu berbicara proses peleburan badan radium226--masa lampau, masa kini, dn masa depan; dan hal itu mengimplikasikan kondisional subjungtif dan kounterfaktual, seperti: jika dua gumpalan radium226 harus digabungkan menjadi satu, tingkat peleburan akan tetap sama seolah-olah gumpalan tersebut tetap terpisah. Lagi-lagi, karakteristik inilah yang memberi hukum probabilistik kekuatan prediktif dan eksplanatorinya. 5.6. Karakter induktif eksplanasi probabilistik

Salah satu jenis eksplanasi probabilistik yang paling sederhana yang diilustrasikan oleh contoh yang sebelumnya tentang James yang terkena cacar air. Bentuk umum argumen eksplanatori dapat dinyatakan demikian: p(O,R) mendekati 1 i merupakan kasus dari R _____________________(membuat sangat probabel) ______________________ i merupakan kasus dari O Sekarang probabilitas yang tinggi, seperti yang ditunjukkan di dalam kurung, eksplanan memberikan eksplanandum probabilitas yang sesungguhnya tidak statistik, karena jika ia mengkarakterisasikan hubungan di antara kalimat, bukan di anatara (jenis) kejadian. Dengan menggunakan istilah yang dikemukakan dalam Bab 4, kita mungkin mengatakan bahwa probabilitas tersebut menggambarkan kredibilitas rasional eksplanandum, menentukan informasi yang diberikan oleh eksplanans; dan seperti yang kita catat sebelumnya, sejauh pengertian ini dapat ditafsirkan sebagai probabilitas, hal itu menggambarkan probabilitas logis atau induktif. Dalam beberapa kasus yang sederhana, terdapat cara pengungkapan yang almiah dan jelas bahwa probabilitas itu dalam arti numeris. Dalam argumen yang baru saja dipertimbangkan, jika nilai numeris p (O,R) dispesifikasikan, maka logis untuk mengatakan bahwa yang diberikan eksplanans pada eksplanandum memiliki nilai numeris yang sama. Hasil eksplanasi probabilistik tersebut memeiliki bentuk: p(O,R) = r i merupakan kasus dari R ____________________ ( r ) ____________________ i merupakan kasus dari O Jika eksplanans lebih rumit, determinasi probabilitas induktif yang sesuai bagi eksplanandum menimbulkan persoalan yang sulit, yang sebagian masih belum terselesaikan. Namun apakah mungkin atau tidak untuk menentukan probabilitas numeris yang pasti untuk semua eksplananasi tersebut, pertimbangan sebelumnya menunjukkan bahwa ketika kejadian dieksplanasikan dengan mengacu pada hukum probabilistik,

eksplanans hanya memberikan dukungan induktif yang kurang lebih kuat pada eksplanandum. Jadi, kita mungkin membedakan eksplanasi deduktif-nomologis dari eksplanasi probabilistik dengan mengatakan bahwa deduktif-nomologis itu mempengaruhi penggolongan deduktif di bawah hukum dengan bentuk universal, eksplanasi probabilistik mempengaruhi eksplanasi induktif di bawah hukum dengan bentuk probabilistik. Seringkali dikatakan bahwa secara tepat karena karakter induktifnya, keterangan probabilistik tidak mengeksplansikan terjadinya satu peristiwa, karena eksplanans tidak secara logis menghalangi ketidakjadiannya. Namun yang penting, semakin luas peran yang dimainkan oleh hukum dan teori probabilistik di dalam ilmu dan aplikasinya, membuatnya lebih baik untuk memandang pertimbangan yang didasarkan atas prinsip tersebut juga memberikan eksplanasi, meskipun dengan jenis yang kurang ketat dibandingkan dengan eksplanasi dengan bentuk deduktif-nomologis. Ambillah misalnya, peleburan radioaktif dengan sampel satu miligram polonium218. Anggaplah bahwa apa yang tersisa dari jumlah awal ini setelah 3,05 menit ditemukan memiliki massa yang jatuh di dalam batas interval dari .499 hingga .501 miligram. Temuan ini dapat dieksplanasikan dengan hukum probabilistik tentang leburnya polonium218, probabilitas hasil yang dispesifikasikan adlah sangat besar, sehingga dalam kasus khusus kejadiannya dapat diharapkan dengan kepastian praktis. Atau pertimbangkanlah eksplanasi yang diberikan oleh teori kinetik gas untuk generalisasi yang ditetapkan secara empiris yang disebut hukum defusi Graham. Hukum tersebut menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan tetap, tingkatan yang di situ gas yang berbeda-beda dalam sebuah wadah melepaskan diri, atau menyebar, melalui dinding tipis yang menyerap berbanding terbalik secara proporsional dengan akar kuadrat berat molekulnya; sehingga jumlah gas yang yang menyebar melalui dinding per detik akan menjadi lebih besar, semakin ringan molekulnya. Eksplanasi tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa massa dari gas tertentu yang menyebar melalui dinding per detik akan proporsional dengan kecepatan rata-rata molekulnya, dan bahwa hukum Graham dengan demikian akan dieksplansikan jika ia dapat menunjukkan bahwa rata-rata kecepatan molekul dari gas yang berbeda-beda proporsional berbanding terbalik dengan akar kuadrat berat molekulnya. Untuk menunjukkan hal ini, teori tersebut membuat

asumsi yang pasti secara luas kira-kira bahwa satu gas yang terdiri atas jumlah yang sangat besar molekul bergerak secara random pada kecepatan yang berbeda-beda yang seringkali berubah sebagai akibat dari benturan, dan bahwa perilaku random ini menunjukkan keseragaman probabilistik tertentu--terutama, di antara molekul dari satu gas tertentu pada suhu dan tekanan yang telah ditentukan, kecepatan yang berbeda akan terjadi dengan probabilitis yang pasti dan berbeda. Asumsi ini memungkinkan untuk memperhitungkan nilai yang diharapkan secara probabilistik--atau, seperti yang mungkin kita katakan secara singkat, nilai yang paling probabel--bahwa kecepatan rata-rata dari gas yang berbeda akan memiliki suhu dan tekanan yang sama. Nilai rata-rata yang paling probabel, teori tersebut menunjukkan, sebenarnya berbanding terbalik secara proporsional dengan akar kuadrat berat molekuler gas tersebut. Namun tingkat penyebaranm aktual, yang diukur secara eksperimental dan merupakan subjek hukum Graham, akan tergantung pada nilai aktual yang memiliki kecepatan rata-rata di dalam jumlah besar namun sejumlah molekul yang terbatas itulah yang membentuk badan gas tertentu. Dan nilai rata-rata aktual harus dihubungkan dengan nilai yang diperkirakan secara probablistik, atau nilai yang paling probabel dengan cara yang pada dasarnya analog dengan hubungan antara proporsi as yang terjadi dalam rangkaian besar pelemparan atas satu dadu tertentu dan probabilitas pelemparan as dengan dadu itu. Dari kesimpulan yang diturunkan secara teoretis berkaitan dengan estimasi probabilistik, kemudian hanyalah bahwa dengan mengingat jumlah molekul yang sangat besar yang terlibat, sangatlah probabel bahwa pada suatu waktu tertentu kecepatan rata-rata aktual akan memiliki nilai yang sangat dekat dengan estimasi probabilitasnya, dan dengan demikian, hal itu pasti secara praktis bahwa mereka akan, seperti yang kemudian, berbanding terbalik secara proporsional dengan akar kuadrat massa molekulernya, dengan demikian memenuhi hukum Graham.7 Kecepatan rata-rata yang diacu di sini didefinisikan secara teknis sebagai kecepatan akar-rata-rata kuadrat. Nilainya tidak berbeda jauh dengan nilai kecepatan rata-rata dalam arti yang umum dari rata-rata aritmatik. Sketsa singkat tentang eksplanasi teoretis hukum Graham dapat ditemukan di dalam bab 25 karya Holton dan Roller, Foundations of Modern Physical Science. Pembedaan, tidak secara khusus disebutkan di dalam presentasi tersebut, antara nilai rata-rata kuantitas untuk sejumlah kasus tertentu dan nilai yang diestimasikan secara probabilistik atau yang diharapkan atas kuantitas yang secara singkat dibicarakan di dalam Bab 6 (khususnya sesi 4) dari karya R.P. Feyman, R. B. Leighton, dan M. Sands, The Feyman Lectures on Physics (Reading, Mass: Addison7

Tampaklah masuk akal untuk mengatakan bahwa uraian ini memberikan eksplanasi, sekali pun hanya dengan probabilitas yang sangat tinggi asosiasinya, tentang bagaimana gas menunjukkan keseragaman yang diungkapkan ole hukum Graham; dan dalam teks dan buku fisika, uraian teoritis tentang jenis probabilistik ini sebenarnya secara sangat luas diacu sebagai eksplanasi.

Wesley Publishing Co., 1963).