bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 gambaran...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Pinogaluman
Pinogaluman merupakan suatu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah ini merupakan suatu
kecamatan yang menjadi sampel penelitian penulis (masyarakat Sanger dan Lokal).
Penduduk (masyarakat) yang mendiami kecamatan ini terdiri atas berbagai macam
suku namun yang menjadi sasaran dari penelitian ini adalah masyarakat Sanger dan
Lokal yang mempunyai kebiasaan dan latar belakang yang berbeda yang merupakan
perbedaan secara horizontal.
a. Letak Geografis Pinogaluman
Secara geografis Kecamatan Pinogaluman terletak di sebelah Barat dengan
jarak sekitar 19 KM dari ibu kota kabupaten Bolaang Mongondow Utara Propinsi
Sulawesi Utara, yakni Boroko. Sementara posisi wilayah Kecamatan Pinogaluman
berbatasan langsung dengan :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi
- Sebalah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kaidipang
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango Propinsi
Gorontalo
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara Propinsi
Gorontalo.
Pinogaluman secara administratif terbagi kedalam 21 Desa. Dengan luas
wilayah mencapai 115,59 KM2 atau 6,23 persen dari total luas wilayah Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara. Terdapat 2 gunung di Pinogaluman yang tertinggi di
antara desa Dengi dan batutajam yaitu gunung Inobula dengan ketinggian 954 M,
sedangkan yang paling rendah adalah gunung Basurapa dengan ketinggian 187 M,
keduanya terletak di Pinogaluman.
Bentuk topografi wilayah Kecamatan Pinogaluman dapat diklasifikasi
menjadi :
- Keadaan tanahnya datar sampai berombak sekitar 75%
- Berombak sampai berbukit 10 %
- Berbukit sampai bergunung 15 % dari seluruh wilayah Kecamatan Pinogaluman
Kecamatan yang ada di Bolaang Mongondow Utara memiliki ketinggian dari
permukaan laut hampir merata Sementara kecamatan lainnya yang berbatasan
langsung dengan pantai memiliki ketinggian hanya satu meter dari permukaan laut.
Ini tidak berarti seluruh wilayah yang ada memiliki letak yang sama, pada beberapa
desa tekstur alamnya yang bergunung-gunung dan berbukit-bukit. (Sumber BPS
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2011)
b. Kondisi Geografis
Kecamatan Pinogaluman dipengaruhi oleh pegunungan, sungai, serta laut
karena sebagian wilayah Kecamatan di pesisir pantai dan sebagian pegunungan.
Keadaan suhu sekitar 32oC sampai 22
oC dan umumnya sangat dipengaruhi oleh alam
tropis yang beriklim tipe B.
Jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak 150 hari dan banyaknya curah
hujan 200 mm pertahun. Musim penghujan jatuh pada bulan Oktober sampai dengan
bulan Februari dan musim peralihan (musim hujan ke musim kemarau) jatuh pada
bulan Maret, sehingga musim panas mulai pada bulan April sampai pada bulan Juli.
Sebaliknya peralihan dari musim panas ke musim hujan terjadi pada bulan Agustus
sampai September. (Jawatan Meteorologi dan Geofisika dalam stastistika
pinogaluman)
Akan tetapi intensitas atau curah hujan yang tinggi tidaklah mendukung
masyarakat di sektor kelautan sebab pendapatan baik secara banyaknya tangkapan
maupun hasil penjualan sangat berkurang jika musim penghujan tiba, sehingga
banyak masyarakat Kecamatan Pinogaluman yang dulunya hanya mengandalkan laut
sebagai sumber mata pencarian, saat ini telah memperlebar sayap dengan menambah
objek untuk dijadikan sumber mata pencaharian. (Sumber BPS Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara 2011)
Tabel 1 : Luas Wilayah Menurut Desa di Kecamatan Pinogaluman
No. Desa Luas KM2 Presentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Busato
Kayuogu
Batubantayo
Tontulow
Tontulow Utara
Tombulang
Tombulang Pantai
Tombulang Timur
Buko
Buko Utara
Buko Selatan
Dalapuli Barat
Dalapuli
7,45
5,57
3,30
2,17
2,21
1,90
1,09
0,41
1,70
1,00
1,60
6,00
7,50
6,92
5,18
3,07
2,02
2,05
1,77
1,01
0,38
1,58
0,93
1,49
5,58
6,97
14
15
16
17
18
19
20
21
Dalapuli Timur
Batu Tajam
Dengi
Duini
Tuntung
Tuntung Timur
Komus Satu
Tanjung Sidupa
5,55
20,11
9,76
11,75
5,50
2,28
10,34
8,49
5,16
18,69
9,07
10,92
5,11
2,12
9,61
7,27
Jumlah 115,59 100,00
Sumber : Statistik Kecamatan Pinogaluman Tahun 2011
Dari tabel diatas dapat dilihat luas wilayah masing –masing desa yang ada di
Kecamatan Pinogaluman dari sini juga dapat di pastikan bahwa dari 21 Desa yang
ada Desa Batu Tajam yang merupakan desa yang memiliki Luas Wilayah yang paling
besar mencapai 20,11 Km2
sedangkan desa yang luas wilayahnya paling kecil adalah
Desa Buko Utara sebanyak 1,00 Km2.
c. Keadaan Penduduk
Sebagai salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara Propinsi Sulawesi Utara dengan jumlah penduduk Kecamatan Pinogaluman
berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 9.898 jiwa, masyarakat
Pinogaluman mayoritas beragama Islam (98%) dan sisanya beragama Kristen
Protestan (1,5%), Hindu dan Budha (0,5%) dengan perimbangan antara laki-laki
sebanyak 5.086 jiwa atau 50,75 persen dan penduduk perempuan sebanyak 4.812
jiwa atau 49,25 persen yang tersebar di 21 desa yaitu Desa Busato, Desa Kayuogu,
Desa Batubantayo, Desa Tontolow, Desa Tontulow Utara, Desa Tombolang, Desa
Tombulang Pantai, Desa Tombulang Timur, Desa Buko, Desa Buko Selatan, Desa
Buko Utara, Desa Dalapuli Barat, Desa Dalapuli, Desa Dalapuli Timur, Desa
Batutajam, Desa Dengi, Desa Duini, Desa Tuntung, Desa Tuntung Timur, Desa
Komus I, dan Desa Tanjung Sidupa. (Sumber BPS Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara 2011)
Sex ratio secara umum di atas seratus. Keadaan tahun 2010 sex ratio sebesar
105,69 persen dan jika dilihat per desa maka ada 5 (lima) desa sex ratio di bawah 100
yang berarti penduduk laki – laki lebih sedikit dari penduduk perempuan.
Tingkat kepadatan masih relatif rendah, yaitu sebesar 85 penduduk per KM2.
Desa dengan penduduk terbesar adalah desa Kayuogu yaitu sebanyak 737 jiwa dan
terendah adalah desa Komus satu yaitu sebanyak 257 jiwa.
Angka Penduduk per rumah tangganya menunjukkan tingkat kelahiran yang
terjadi. Penduduk per rumah tangga tahun 2010 sebesar 4,08. Ini menunjukan tingkat
kelahiran di Kecamatan Pinogaluman relatif rendah.
Mayoritas masyarakat pinogaluman bermata pencaharian sebagai nelayan dan
petani sawah, hal ini ditunjang oleh strategisnya wilayah pinogaluman yang berada
tepat di depan laut sulawesi dan luas lahan persawahan yang ada di sepanjang
kecamatan pinogaluman, dengan banyaknya kultur serta budaya yang ada di
kecamatan pinogaluman beragam pula tata cara masyarakat dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari utamanya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sedangkan
sisanya bermata pencaharian sebagai petani ladang kering dan sebagian kecil lainnya
lagi berprofesi sebagai wirausaha dan PNS. (Sumber BPS Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara 2011)
Kondisi masyarakat yang multikultur tersebut menambah dinamika dalam
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan mata pencaharian di Kecamatan Pinogaluman,
dan dari hal – hal semacam inilah dapat melihat adanya perubahan – perubahan yang
mendasar pada masyarakat Kecamatan Pinogaluman yang secara ekonomis dapat
digolongkan sebagai kelompok masyarakat yang berada pada kelompok masyarakat
yang baru belajar untuk mandiri.
Tabel 2 : Perkembangan Jumlah Penduduk
Kecamatan Pinogaluman
2008 – 2010
No Desa 2008 2009 2010
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Busato
Kayuogu
Batubantayo
Tontulow
Tontulow Utara
Tombulang
Tombulang Pantai
Tombulang Timur
Buko
Buko Utara
660
837
526
721
525
479
342
348
732
547
647
821
516
706
515
470
336
341
718
535
427
737
531
729
512
459
363
300
476
499
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Buko Selatan
Dalapuli Barat
Dalapuli
Dalapuli Timur
Batu Tajam
Dengi
Duini
Tuntung
Tuntung Timur
Komus Satu
Tanjung Sidupa
496
599
416
512
306
402
460
451
554
274
377
486
587
408
502
298
394
451
442
543
269
369
781
523
431
451
376
394
457
380
525
257
290
Jumlah 10564 10.355 9.898
Sumber : Statistika Kecamatan Pinogaluman 2011
Tabel di atas dapat di lihat dengan jelas bahwa di Kecamatan Pinogaluman
pertumbuhan penduduk di tiga tahun terakhir mengalami penurunan pada tahun 2008
angka pertumbuhan penduduk mencapai 10.564, Tahun 2009 terjadi penurunan
pertumbuhan penduduk yaitu 10.355 dan di Tahun 2010 tarjadi penurunan yang
fantastik dengan angka mencapai 9.898 Jiwa.
Penurunan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Pinogaluman ini di
akibatkan oleh beberapa faktor dintaranya adalah penggalangan serta sosialisasi
pehak pemerintah baik Kecamatan maupun Kabupaten untuk mengikuti program
keluarga berencana (KB). Maupun perpindahan masyarakat yang manikah dan
mengikuti pasangan hidup untuk menetap di luar Kecamatan Pinogaluman.
d. Kondisi Ekonomi Kecamatan Pinogaluman
Kehidupan masyarakat Pinogaluman, sebagian besar menitik beratkan kepada
sektor pertanian dan kelautan, sehingga masyarakatnya bermata pencaharian sebagai
petani dan nelayan. Jenis tanah di Pinogaluman sebagian besar adalah tanah kering
yang digunakan sebagai areal pemukiman, bangunan, pekarangan, hutan, perkebunan
dan sawah tada hujan. Kegiatan pertanian masyarakat adalah pertanian sawah dan
perkebunan.
Pertanian tanaman pangan untuk wilayah Pinogaluman lebih rendah kalau
dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Hal
tersebut disebabkan oleh kondisi lahan pertaniannnya yang sebahagiannya kering dan
terpengaruh pada keadaan iklim yang kurang mendukung, khususnya untuk lahan
sawah/padi, yang sebagian besar adalah sawah tadah hujan. Pertanian perkebunan
cukup bagus terutama pada tanaman keras/tanaman tahunan seperti kelapa, cokleat,
cengkeh, kopi dan sebagian telah dikembangkan tanaman lada. Sektor yang
mendukung perekonomian masyarakat Pinogaluman selain sektor pertanian adalah
dibidang perdagangan dan jasa. Pengembangan sektor perkebunan dan perikanan juga
cukup baik. Masyarakat Pinogaluman juga mempunyai pekerjaan sambilan lainnya.
Pekerjaan sambilan adalah pekerjaan yang dilakukan bila pekerjaan disawah sudah
selesai artinya menunggu waktu bersawah yang akan datang atau menunggu waktu
panen tiba.
Adapun pekerjaan sambilan yang dilakukan oleh masyarakat petani kecamatan
Pinogaluman adalah beternak dan berdagang yang biasanya dilakukan seminggu
sekali yaitu di Pasar Desa Buko Kecamatan Pinogaluman, dan lain-lain.
Para petani ini biasanya menghentikan aktivitas pertaniannya pada hari pasaran
Senin. Pada hari itu mereka melakukan kegiatan ekonomi di Pasar Pinogaluman,
untuk menjual hasil pertaniannya. (wawancara, Amin 28 Maret 2012) Keadaan
perekonomian masyarakat Pinogaluman dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3 : Luas Wilayah menurut penggunaan lahan
di Kecamatan Pinogaluman
No Penggunaan Lahan Luas (Ha)
1. Lahan Bukan Sawah
- Pekarangan/Lahan Untuk Bangunan & Halaman Sekitarnya
552
2.
- Tegal/Kebun
- Ladang/Huma
- Padang Rumput
- Tambak
- Kolam/Tebat/Empang
- Rawa-rawa
- Lahan yang sementara tidak diolah
- Lahan untuk tanaman kayu-kayuan
- Perkebunan Rakyat
- Perkebunan negara/swasta
- Hutan Negara
- Lainnya
Lahan Sawah
- Sawah Irigasi Teknis
- Sawah Irigasi Semi Teknis
- Sawah Irigasi Sederhana/Desa/Non PU
- Tadah Hujan
- Pasang Surut lainnya.
1.895
1.860
255
-
3
-
375
-
1.150
1.839
1.905
420
S
715
-
-
610
-
Jumlah
Sumber : Statistika Kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2010
Penggunaan lahan bukan sawah dari tabel diatas yang paling terbesar di
Kecamatan Pinogaluman adalah digunakan untuk perkebunan/Ladang dengan besaran
mencapai 1.895 Ha. Sedangkan penggunaan Lahan Sawah hanya sebesar 715 Ha. Hal
ini menunjukan bahwa masyarakat Pinogaluman dalam memenuhi kabutuhan hidup
sehari-hari dengan berkebun dan bertani sawah.
e. Pendidikan
Kualitas sumber daya manusia salah satunya dapat dilihat dari tingkat
pendidikan yang dimiliki. Keadaan tahun 2009 menunjukkan bahwa ada sebanyak
97,78 persen penduduk yang memiliki pendidikan SLTA kebawah sedang yang tamat
Perguruan Tinggi ada 2,22 persen.
Keberadaan sekolah menurut tingkat pendidikan yang ada tahun 2010 tercatat
ada sebanyak 8 sekolah Taman Kanak-kanak yang terdiri dari 2 TK negeri dan 6 TK
swasta, Sekolah Dasar ada 16 SD Negeri dan 1 SD swasta, SLTP ada 3 sekolah
Negeri dan tingkat SLTA ada terdapat 1 Sekolah Negeri serta 1 Sekolah Swasta.
Tabel 4 : Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan
Di Kecamatan Pinogaluman
No. Tingkat Pendidikan Banyaknya Presentasi (%)
1
2
3
4
5
6
Tidak / Belum Sekolah /
Belum Tamat SD
SD
SLTP
SLTA
DI / DII
SI / S2 / S3
4.732
3.185
1.258
951
146
84
45,69
30,76
12,15
9,18
1,41
0,81
Jumlah Total 10,356 100,00
Sumber : Statistik Kecamatan Pinogaluman tahun 2011
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa tingkat pendidikan atau masyarakat
yang memiliki pendidikan masih sangatlah kurang sebab masih ada sekitar 45,69
persen masyarakat yang belum mengenyam pendidikan baik SD, SMP maupun SMA.
Hal ini di karenakan oleh kurangnya kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak,
ditambah lagi dengan kondisi ekonomi pasca reformasi semakin sulit untuk
memenuhi kebutuhan hidup, sehingga masyarakat lebih condong untuk mencari
kabutuhan makan minum ketimbang manyekolahkan anak.
f. Sosial Budaya
Tatanan masyarakat Pinogaluman yang beragam suku dan kebudayaan tidak
menyurutkan sikap toleransi di antara satu dengan yang lain, hal demikian dapat
digambarkan oleh kondisi masyarakat yang begitu kondusif dan saling menghargai
antara suku yang satu dengan suku yang lain, Kecamatan Pinogaluman juga dapat
dikatakan sebagai tempat berkumpulnya suku-suku, karena ragamnya suku yang ada
di pinogaluman.
Di mulai dari suku Kaidipang, Bolangitang, Bintauna, Mongondow, Sanger
sampai suku Gorontalo ada di kecamatan ini, suku kaidipang pernah mengklaim
sebagai suku asli. Hal ini tidak lepas dari catatan sejarah keberadaan daerah
pinogaluman sebelum menjadi kecamatan sendiri, atau dengan kata lain masih
dibawah naungan kecamatan Kaidipang.
Masyarakat Pinogaluman juga terdapat tatanan masyarakat adat atau biasa
disebut hukum adat, dengan beragam suku dan kebudayaan yang ada bukan berarti
pinogaluman tidak memiliki hukum adat yang biasa dipakai pada kegiatan-kagiatan
tertentu atau kegiatan besar keagamaan serta kebudayaan. Adat yang biasa digunakan
pada kegiatan disesuaikan dengan kepentingan kegiatan dan suku yang melaksanakan
kegiatan tersebut, berdasarkan hasil musyawarah yang difasilitasi oleh pihak
pemerintah kecamatan.
4.2 Sejarah Singkat Suku Sanger di Kecamatan Pinogaluman
Suku bangsa sanger sering di kenal sebagai orang sanger atau sangihe, nenek
moyang orang sanger datang dari cina, masuk ke kepulauan ini melalui utara.
Keberadaan suku sanger sampai di Kecamatan Pinogaluman yaitu ketika
gunung karangetang di pulau siau meletus pada tahun 1943 dan menimbulkan banyak
korban dan kerusakan, secara spontan penduduk yang tertimpah musibah ada yang
pindah ke beberapa pulau dan daerah Bolang Mongondow.
Dahulu di kenal dengan kolonisasi yang sekarang di kenal dengan
transmigrasi, akibat meletusnya gunung karengetang tersebut sehingga kolonisasi
suku sanger terjadi. Kolonisasi di daerah pinogaluman sebenarnya tujuannya ke
marisa di desa londoun popayato. Karena perjalanan waktu itu lewat laut, dahulu
yang mereka gunakan bukan kapal mesin sekarang yang di kenal kapal motor, dulu
mereka berlayar dari pulau siau hanya menggunakan kapal layar. Dari pulau siau
berlayar karena perjalanan cukup jauh maka mereka singgah untuk beristirahat di
daerah pinogaluman, Raja pontoh atau raja kaidipang masi ada hubunganya dengan
sangir mendapat kabar bahwa orang sanger berada di daerah pinogaluman maka di
berikanlah lokasih untuk orang sanger. Kolonisasi tersebut di tempatkan dengan
jumlah kepala keluarga 41, dan 230 jiwa, yang merupakan kolonisasi golombang
pertama. Kemudian pada tanggal 19 agustus 1943 terjadi lagi kolonisasi gelombang
kedua dengan jumlah kepala keluarga 49 dan jumlah 235 jiwa. Dengan jumlah kepala
keluarga 90 dan 465 jiwa. Dengan bertambahnya jumlah penduduk orang sanger yang
mendiami loaksih yang di berikan raja Pontoh maka berdirilah desa batubiluntu pada
tahun 1944 untuk masyarakat sanger yang ada di Pinogaluman (wawancara Karel
Ulundeda 13 April 2013).
4.3 Sejarah Singkat Masyarakat Lokal di Kecamatan Pinogaluman
Kata Pinogaluman berasal dari bahasa Mongondow “Poyogalumon” dan
bahasa Kaidipang “Pinohogolumo” yang berarti penggabungan, hal ini tidak terlepas
dari keberadaan Kecamatan Pinogaluman sebelum dimekarkan dari kecamatan
Kaidipang Kabupaten Bolaang Mongondow. Arti penggabungan pada kata
pinogaluman diambil dari suku dan budaya yang ada di Kecamatan Pinogaluman
yang beragam yang kemudian menyatu dan hidup berdampingan di satu daerah atau
tempat yaitu Pinogaluman (wawancara Ritmon Amala 12 April 2013).
Di bagian barat kecamatan kaidipang pada tahun 1961 pernah berdiri
kecamatan perwakilan Buko sesuai dengan rekomendasi Gubernur Sulawesi Utara,
rekomendasi tersebut dikeluarkan atas desakan tokoh – tokoh masyarakat yang di
perkarakan oleh :
-. B. Matta
-. H. Mardani
-. A. Gobel
-. H. Usman Razak
-. I. Saidi
-. Hendrik T.
-. Awad Umar
-. Zaid Fray
-. Dedi Dumbela
-. Konstan Dumendehe
-. Yusuf Hakeu
-. A.K. Dalanggo
Sehingga terbentuklah Kecamatan perwakilan Buko yang beribu kota di Desa
Buko dengan membawahi 7 (tujuh) desa masing – masing : Kayuogu, Tontulow,
Buko, Dalapuli, Batu Tajam, Tuntung dan Komus. Berdasarkan atas rekomendasi
Gubernur tersebut sehingga Bupati Bolaang Mongondow langsung menghunjuk
Bapak B. Matta menjadi pembantu camat di wilayah Buko. Dan di ikuti pembuatan
pos kepolisian dan koramil. Yang masing – masing di jabat oleh Bapak Sersan Said
dan Serma Mohamad Muktar (Sumber : Arsip Kantor Kecamatan Pinogaluman).
Seiring dengan bergulirnya waktu maka tokoh – tokoh masyarakat yang ada di
wilayah barat Kecamatan Kaidipang ingin memisahkan diri dari kecamatan induk
menjadi sebuah kecamatan. Ini cukup beralasan karena mengingat jarak tempuh yang
masih tempuh yang masih cukup jauh antara wilayah kecamatan Kaidipang di bagian
barat dengan pusat pemerintahan Kecamatan Kaidipang tepatnya berada di desa
Boroko. Tentu hal ini akan berimplikasi pada pelayanan kepada masyarakat. Selain
itu dengan melihat potensi yang ada seperti luas wilayah, jumlah penduduk
sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam memungkinkan untuk di mekarkan
menjadi sebuah otonomi baru, atas dasar itu maka pada tanggal 10 Februari 2001
tokoh-tokoh masyarakat bermusyawarah di rumahnya Zaid Fray untuk membicarakan
tentang keinginan masyarakat yang ingin memisahkan diri kecamatan kaidipang.
Hasil pertemuan itu kemudian dilaporkan secara lisan kepada Camat Kaidipang dan
memdapat respon positif. Pada tanggal 15 Maret 2001 atas dukungan seluruh sangadi
dan tokoh – tokoh masyarakat maka terbentuklah presidium pemekaran kecamatan
buko dengan susunan presidium sebagaimana yang terlampir.
Sejak terbentuk presidium maka tugas dan tanggung jawab mulai nampak
dengan kerja keras para presidium serta dukungan dari masyarakat beberapa kali
mengadakan aksi damai ke kabupaten Bolaang Mongondow baik kepada Bupati
maupun ke DPRD serta pada satuan kerja perangkat daerah lainnya. Dan
Alhamdulillah wacana pemekaran mendapat respon dari pemerintah daerah
Kabupaten Bolaang Mongondow dan DPRD. Respon tersebut di buktikan dengan
turunnya anggota DPRD kabupaten Bolaang Mongondow meninjau langsung wilayah
pemekaran Kecamatan Buko.
Pada tanggal 7 Mei 2002 Bupati Bolaang Mongondow berkunjung ke mesjid
besar boroko, kedatangan Bupati Bolaang Mongondow tersebut diketahui oleh
presidium sehingga itu juga Zainudin Dalanggo, S.Pd dan Sarjono Inggrina pergi ke
Boroko untuk menyampaikan permintaan masyarakat sekitar Buko kiranya bupati
bolaang mongondow dapat berkunjung ke kecamatan persiapan Buko. Kedatangan
Bupati Bolaang Mongondow disambut antusias oleh masyarakat sekitar Buko di
lapangan desa Buko.
Sejalan dengan itu, karena kuatnya desakan masyarakat sehingga pada tanggal
25 Mei 2002 presidium telah mengadakan rapat dan dihadiri oleh tokoh – tokoh
masyarakat, seluruh sangadi (Kepala Desa), tokoh pemuda, tokoh agama, organisasi
masyrakat dan berbagai elemen masyarakat lainnya.
Rapat tersebut membicarakan tentang kedudukan ibu kota kecamatan serta
pemberian nama ibu kota kecamatan. Melalui forum tersebut disepakati bahwa ibu
kota kecamatan terletak di Desa Buko karena dianggap cukup strategis untuk menjadi
pusat pemerintahan kecamatan, selain itu, didukung oleh pasilitas lainnya. Kemudian
untuk penentuan dari pada nama kecamatan masih menimbulkan pro dan kontra,
sebahagian masyarakat menginginkan agar nama kecamatan menjadi Kecamatan
Buko, sebahagian lainnya menginginkan nama kecamatan menjadi Kecamatan
Kaidipang Barat.
Karena masih adanya pro dan kontra tentang pemberian nama kecamatan
sehingga pada tanggal 12 Juli 2002 presidium pemekaran menghadap Bupati Bolaang
Mongondow (Marlina Moha Siahaan) untuk meminta saran dan petunjuk Bupati
Bolaang Mongondow tentang pemberian nama kecamatan, atas dasar petunjuk dan
saran Bupati Bolaang Mongondow agar nama kecamatan menjadi kecamatan
Pinogaluman dalam artian perkumpulan berbagai etnis, suku dan agama, dan tanpa
komentar langsung disetujui oleh presidium yang ada.
Sekembalinya para pejuang pemekaran ke kampung halaman langsung
disambut dengan baik oleh seluruh elemen masyarakat, semua bersuka cita dan
bersyukur kepada Allah SWT. Atas terbentuknya Kecamatan Pinogaluman menjadi
daerah otonom baru.
Pada tanggal 16 Oktober tahun 2002 melalui sidang paripurna DPRD
kabupaten Bolaang Mongondow yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Daerah
Nomor 17 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Dan Pemekaran Kecamatan Kaidipang
menjadi dua kecamatan masing – masing Kecamatan Kaidipang dan Kecamatan
Pinogaluman.
Tanggal 3 Nopember 2002 tepatnya hari minggu dilakukan pengresmian dan
pelantikan oleh pejabat Wakil Bupati Bolaang Mongondow Bapak S. Mokoginta
sekaligus melantik camat pertama Kecamatan Pinogaluman Bapak Abdul Wahab
Razak, S.IP di lapangan Buko yang sekarang bernama lapangan alun – alun
Pinogaluman (Sumber : Arsip Kantor Kecamatan Pinogaluman).
4.4 Pembahasan
4.4.1 Awal Terjadinya Pembauran Budaya Antara Masyarakat Sangir dan
Masyarakat Lokal
Masyarakat Kecamatan Pinogaluman merupakan suatu masyarakat yang
plural dimana terdiri dari berbagai macam kelompok etnis / suku yang telah diuraikan
pada gambaran umum masyarakat Kecamatan Pinogaluman.
Keberagaman merupakan benih konflik yang sewaktu-waktu akan timbul,
sehingga fenomena ini merupakan penghambat bagi segala aspek kehidupan
masyarakat itu sendiri. Adanya kesadaran masyarakat tentang kehidupan yang ada,
perlu di jaga untuk kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri, dimana hubungan
sosial yang harus dijaga itu adalah pembauran budaya antara satu kelompok dengan
kelompok yang lain secara kondusif.
Salah satu aspek yang di pengaruhi oleh adanya keberagaman adalah
pembauran budaya masyarakat sangir dan masyarakat lokal. Pembauran budaya telah
mengalami perkembangan, hal ini terjadi karena adanya interaksi sosial ekonomi.
Interaksi ini telah melahirkan kerja sama dalam rangaka untuk memenuhi pemenuhan
kebutuhan materi pada khususnya.
Demikian halnya keberadaan suku sangir yang mendiami beberapa desa yang
berada di kecamatan pinogaluman khusus orang-orang sanger itu sendiri. Masyarakat
lokal yang terdiri dari beberapa suku / etnis, namun dalam penelitian ini penulis lebih
memfokuskan pada hubungan sosial masyarakat sanger dan masyarakat lokal dimana
terjadinya pembauran budaya dan mengakibatkan terjadinya suatu komunitas yang
tergabung menjadi suatu kesatuan walaupun pada dasarnya berbeda latar belakang
budayanya. Adapun etnis yang hidup dalam satu kesatuan wilayah di Kecamatan
Pinogaluman tersebut adalah suku Bugis, dan Gorontalo merupakan suku pendatang,
sedangkan keberadaan suku Sanger merupakan suku asing (pendatang), dalam
wilayah Pinogaluman, dalam hasil wawancara masyarakat sangir.
Menurut Karel Ulundeda (wawancara 13 April 2013), Kami merasa bahwa
keberadaan kami sampai di daerah Kabupaten Bolaang Mongondow utara dan
tepatnya di wilayah kecamatan Pinogaluman, yaitu ketika gunung karangetang
di pulau siau meletus pada tahun 1943 dan menimbulkan banyak korban dan
kerusakan. Dahulu di kenal dengan kolonisasi yang sekarang di kenal dengan
transmigrasi, akibat meletusnya gunung karengetang tersebut sehingga
kolonisasi suku sangir terjadi. Kolonisasi di daerah pinogaluman sebenarnya
tujuannya ke marisa di desa londoun popayato. Karena perjalanan mereka
waktu itu lewat laut, dulu yang mereka gunakan bukan kapal mesin yang
sekarang yang di kenal kapal motor, mereka berlayar dari pulau siau hanya
menggunakan kapal layar. Dari pulau siau berlayar karena perjalanan cukup
jauh maka mereka singgah untuk beristirahat di daerah pinogaluman, Raja
pontoh atau raja kaidipang masi ada hubunganya dengan sangir mendapat
kabar bahwa orang sangir berada di daerah pinogaluman maka di berikanlah
lokasih tempat tinggal untuk orang-orang sangir.
Selanjutnya dari kejadian tersebut kami orang-orang sanger melanjutkan
hidup di daerah yang di berikan oleh raja pontoh tepatnya di Kecamatan
Pinogaluman. Selanjutnya untuk masyarakat lokal merupakan penduduk asli
dari wilayah tersebut yang telah berbaur dengan etnis lain, dan awal
keberadaan kami di kabupaten ini sampai dengan saat ini adalah orang
mongondow.
Dari pernyataan diatas dapatlah kita mengetahui bahwa komunitas masyarakat
sanger dan lokal terbentuk oleh hubungan dan perpaduan satu kelompok dengan
kelompok lain, yang pada umumnya adalah masyarakat sanger, jika dilihat dari latar
belakang sejarahnya sebagai suku asing dan dikatakan sebagai pendatang, dan
penduduk asli adalah masyarakat Lokal yang merupakan penduduk setempat. Maka
terjadilah proses pembauran dalam berbagai aspek kehidupan seperti: Aspek sosial,
dan Aspek Budaya.
a) Aspek Sosial
Secara umum manusia merupakan mahluk yang menghendaki adanya
kebersamaan dan hidup berdampingan dalam suatu komunitas. Sebagai mahluk sosial
tidak mampu bertahan tanpa bantuan orang lain atau sesamanya guna pengembangan
potensi yang di miliki, maka yang bersangkutan jelaslah harus menciptakan suasana
kondusif bersama manusia dengan kehidupan di sekitarnya.
Hal tersebut dapat kita lihat dalam masyarakat sanger dan masyarakat lokal,
yang mana dalam kehidupan kesehariannya mereka telah mencerminkan adanya suatu
bentuk pembauran / percampuran di antara mereka yang berlatar belakang etnis
budaya yang berbeda, sehingga sangat berdampak positif terhadap kehidupan sosial
budaya masyarakat sanger dan masyarakat lokal yang hidup berdampingan dalam
satu komunitas. Kenyataan ini terjadi pada kedua etnis tersebut, dan berikut
penjelasan dari salah satu masyarakat sanger.
Menurut Petrus Ulundeda (Wawancara 15 April 2013), Pada awal penyatuan /
pembauran ini terjadi yaitu kami masyarakat sanger adalah suku pendatang
lalu berbaur dengan masyarakat lokal dan berarti kami harus menyesuaikan
dengan masyarakat setempat dalam budaya dan adat istiadat yang ada di
masyarakat lokal. Misalnya dalam acara hajat di masyarakat lokal kami
masyarakat sanger menghargai undangan yang di berikan kepada kami.
Proses pembauran juga sangat cepat terjadi diantara keduanya melalui seni
alat musik seperti musik bambu, karena dia menggunakan alat musik ada alat
musik yang cepat memebaur ada juga yang tidak cepat membaur oleh
masyarakat lokal.
Selanjutnya dari proses seni musik tersebut mulai terjadi hubungan sosial
tersebut, terjadi hubungan yang baik yang menimbulkan keakraban atau
persaudaraan sesama dalam lingkungan kecamatan pinogaluman dan tidak ada
perbedaan agama dalam pergaulan sehari-hari. Sehingga dari pergaulan yang
begitu akrab itu menimbulkan satu kemajuan diantaranya. Contoh dekat
seperti gotong royong orang sanger jika mengadakan pesta dan mengundang
beberapa masyarakat lokal maka yang membuat makanan oleh masyarakat
lokal adalah dari orang muslim, karena kita ketahui bahwa masyarakat sanger
keseluruhannya beragama Kristen sedangkan masyarakat lokal beragama
islam. Begitu juga jika masyarakat lokal mengadakan pesta maka tak lupa
mereka mengundang masyarakat sanger sehingga perbedaan tidak begitu
terlihat.
Jalinan baik bagi kehidupan sosial antara masyarakat Sanger dan Lokal karena
awal keberadaan etnis Sanger sampai dengan saat ini, hidup berdampingan dalam
ragam tingah laku individu atau kelompok masyarakat akan mempunyai akibat positif
apabila diwujudkan dalam proposi yang serasi.
Artinya seseorang semestinya berusaha menyelaraskan kebutuhan akan
inklusif, control dan afeksif. Ketidak serasian akan menimbulkan akibat negatif
dalam pergaulan hidup yang tidak mustahil dapat terjadi apabila ada kejanggalan
dalam penyesuain diri di dalam proses hubungan sosial tersebut di dorong atau di
sebabkan oleh beberapa faktor perkawinan.
b) Aspek Budaya
Menurut Iganatius Ulundeda (Wawancara 17 April 2013), Perkembangan
kebudayaan yang ada di Kecamatan Pinogaluman dapat berjalan dengan baik.
Hal ini dilihat dari berbagai kegiatan yang diikuti oleh Kecamatan
Pinogaluman ketika ada acara pentas seni budaya maka untuk budaya dari
masyarakat Sanger tidak pernah ketinggalan dan selalu berperan dalam acara
seni budaya tersebut contohnya menampilkan tarian khas suku Sanger yaitu
tarian pato-pato dan tarian dana-dana untuk suku lokal. Biasanya pula ketika
ada etnis Lokal yang kawin dengan etnis Sanger maka pakaian adat yang
merupakan ciri khas dari adat budaya mereka pula di pakai.
Masyarakat Sanger dan masyarakat Lokal yang hidup dalam satu komunitas
dan hidup berdampingan saling menjaga keselarasan hubungan sosialnya, sehingga
kedua etnis tersebut saling memahami nilai-nilai dari masing-masing budayanya,
yang secara umum manusia merupakan mahluk yang menghendaki adanaya
kebersamaan dan hidup berdampingan dalam suatu komunitas.
Keberadaan hubungan ini, sehingga dalam pelestarian dari masing-masing
budaya kedua etnis masyarakat ini saling mendukung satu sama lain dengan sering di
tampilkannya kedua tari-tarian yang merupakan cirri khas dari masing-masing budaya
dengan keberadaan dua etnis masyarakat yang berbeda konsep budayanya, mereka
dapat menerima dan saling mengisi dalam perkembangan kebudayaan di daerah
tersebut.
4.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembauran Budaya Masyarakat
Proses kehidupan sosial akan berjalan dengan baik apabila di antara manusia
yang satu dengan yang lain dapat saling memahami. Proses tersebut sangat di
pengaruhi oleh interaksi atau saling pengaruh individu atau dengan kelompok sosial
lain. Manusia tidak pernah hidup sendiri, dia dilahirkan oleh orang tua yang
memelihara dirinya sendiri. Sebagai anak ia bermain dengan sejawatnya disekolah ia
belajar dengan anak-anak yang lain dengan bimbingan gurunya, sebagai orang
dewasa ia kawin mempunyai anak-anak bekerjasama dengan orang lain dalam
lingkungan sekitarnya.
Selanjutnya untuk mencapai bermacam-macam tujuannya ia menjadi macam-
macam angota organisasi. Sebagai warga Negara ia menyertai kehidupan negaranya.
Jadi selama hidup manusia dengan berbagai jalan mempunyai hubungan dengan
orang lain, dari pola tingkah laku dasar manusia semacam inilah yang mendorong
manusia hingga melakukan interaksi dengan manusia lain guna pemenuhan
kebutuhan kehidupannya baik secara biologis maupun secara material.
Pola interaksi ini tentu sangat didorong oleh faktor-faktor tertentu, kesatuan
kebudayaan yang besar sendiripun adalah kombinasi dari berbagai sistem kebudayaan
yang berbeda-beda, dengan mengakui bahwa integrasi tidak ada gunanya dalam
membicarakan kesatuan-kesatuan kebudayaan, karena dalam kebudayaan yang tidak
berintegrasi sekalipun masih bekerja tenaga-tenaga integrasi dalam super sistem
maupun dalam kesatuan yang sangat kecil.
Terjadinya kontak dan komunikasi antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok, karena adanya dorongan-
dorongan untuk pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun fsikhis. Hubunagn sosial
merupakan hubungan timbal balik antara individu dengan individu, antara kelompok
dengan kelompok, dan antara kelompok dengan individu. Proses tersebut didasarkan
pada berbagai kebutuhan, oleh karena kebutuhan tersebut terwujud dalam tingkah
laku manusia apabila berhubungan dengan sesamanya. Berdampingan dengan mereka
adalah etnis-etnis tersebut begitu juga sebaliknya. Entah masyarakat sanger maupun
masyarakat Lokal.
a) Faktor Ekonomi
Di tinjau dari aspek ekonomi sehinnga terjadinya interaksi sosial ekonomi di
mana interaksi ini telah melahirkan kerja sama dalam rangka untuk memenuhi
pemenuhan kebutuhan materi pada umumnya. Diman kita ketahui masyarakat sanger
yang pada umumnya banyak yang bekerja sebagai nelayan di samping mengelolah
tanah-tanah petanian, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan barang yang lainnya.
Faktor yang mendorong bagi suku / etnis Sanger dan Lokal berdomisilih hidup
berdampingan dalam satu wilayah Kecamatan Pinogaluman, maka sumberdaya alam
yang tersedia sangat menunjang dalam pemenuhan kebutuhan pokok mereka.
Masyarakat sanger yang pada umumnya tinggal dan hidup tidak jauh dari
pantai yang merupakan lahan mata pencaharian mereka sebagai nelayan tetapi
sebagian besar adalah petani, melihat kondisi ini tidak bisa dipungkiri bahwa
penduduknya masih banyak di bawah garis kemiskinan dan pengangguran
sedangkan untuk masyarakat lokal yang merupakan penduduk asli (pribumi) dari
wilayah tersebut dan lahan pertanian merupakan bagian dari kehidupan mereka.
Kemudian jika melihat dari latar belakang sehingga terjadinya hubungan yang erat
dari kedua etnis tersebut berawal dari bidang ekonomi, dan sesuai pernyataan dari
informan dari suku Lokal berikut:
Anton Samin (Wawancara 15 April 2013), Sejak awal hubungan antara
masyarakat sanger dan Lokal sudah terjalin sejak berpuluh-puluh tahun yang
lalu sampai sekarang ini, hubungan tersebut berjalan sangat baik oleh kedua
suku yang menimbulkan keakraban atau persaudaraan sesama dalam
lingkungan Kecamatan Pinogaluman. Pergaulan sehari-hari begitu akrab
menimbulkan satu kemajuan diantaranya gotong royong.
Dari penuturan informan diatas maka jelaslah bahwa hubungan sosial ini
dilakukan karena dari kedua suku ini saling berinteraksi antara satu dengan yang
lainnya. Jadi dapat dilihat dari faktor ekonomi tersebut yang merupakan awal proses
terjadinya pembauran budaya tersebut membawa kedua konsep masyarakat yang
berbeda latar belakangnya dapat menyatukan mereka dari berbagai macam aspek
kehidupan. Karena mereka menyadari bahwa awal keberadaan dan hidup suatu
komunitas adalah etnis Lokal, berikut hasil wawancara dengan masyarakat Lokal.
Anton Samin (Wawancara 16 April 2013), Hubungan kita dengan suku
Sanger merupakan hubungan persaudaraan sehingga hubungan ini berjalan
dengan baik dan tidak pernah terjadi konflik diantara kita karena kami telah
menganggap mereka adalah bagian dari keluarga kita.
Jadi proses interaksi antara masyarakat Sanger dan Lokal dengan keberadaan
kedua etnis masyarakat ini menjadikan hubungan kekeluargaan dengan melihat awal
keberadaan masyarakat Sanger dari latar belakang sejarahnya dan masyarakat Lokal
sebagai penduduk pribumi menyatu menjadi satu dalam satu kesatuan dan keluarga
yang besar sehingga dari kedua etnis tersebut tidak membeda-bedakan sukunya
melainkan bagi mereka adalah satu. Sampai saat ini pula tidak pernah terjadinya
konflik antara kedua etnis tersebut karena dengan adanya rasa persaudaraan yang
besar.
b) Faktor Sosial Budaya
Hubungan sosial budaya yang diawali dengan pola perilaku mencerminkan
etika dan moralitas akann melahirkan simpati dan kerukunan pergaulan hidup.
Menurut Iganatius Ulundeda (Wawancara 17 April 2013), Melihat dari latar
belakang sejarah dan sampai dengan saat ini hubungan yang terpelihara sejak
dahulu kala oleh leluhur kami dan sampai dengan saat ini kami sebagai
penerusnya menjaga dengan baik hubungan ini. Terjalin hubungan kerja sama
yang baik dan juga kerja sama antara agama menimbulkan satu kemajuan
dalam berbaur. Pembauran ini terjadi melalui seni yang paling cepat berbaur
antara kedua suku tersebut.
Hal ini dikarenakan pola pergaulan yang ramah kami tunjukan kepada mereka
sehingga mereka telah menganggap kita sebagai bagian dari keluarga mereka,
awal keberadaan kami sampai dengan saat ini tidak pernah terjadi gesekan
atau konflik.
Pada umumnya etnis Sanger yang keseluruhanya menganut agama
Kristen namun tidak menjadi penghalang dan dengan adat sopan santunnya sehingga
mempermudah interaksi di antara mereka.
Hubungan sosial masyarakat Sanger dan masyarakat Lokal di lihat pada
bidang sosial dilihat dari kedua konsep etnis tersebut dengan adanya hubungan
keakraban dan persaudaraan dari masyarakat Lokal terhadap masyarakat Sanger,
kgiatan-kegiatan keseharian dari kedua masyarakat tersebut terjadi saling bantu
membantu hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum antara lain seperti
membantu selokan, bekrja bakti,membantu rumah warga, sekolah dan lain-lain.
c) Faktor Perkawinan
Faktor perkawinan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan
sosial budaya masyarakat, secara kodrati manusia di ciptakan berpasang-pasangan
untuk saling memenuhi kebutuhan antara laki-laki dan perempuan dan guna menjaga
generasi, maka manusia melakukan perkawinan guna perkembangan biaknya.
Setelah hidup dalam satu komunitas masyarakat maka memungkinkan terjadi
perkawinan antara etnis yang berbeda latar belakang budayanya, hal ini pula terjadi
pada masyarakat Sanger dan masyarakat Lokal sesuai dengan penuturan informan
berikut ini.
Menurut Anton Samin (Wawancara 18 April 2013), Kami masyarakat Lokal
setelah sekian lama hidup berdampingan walaupun pada umumnya kita
berbeda latar belakang budaya akan tetapi telah banyak anak-anak kami yang
telah kawin mawin dengan masyarakat Sanger, dan inilah kami warga sudah
merasa satu keluarga besar.
Terjadi perkawinan antara etnis pribumi dengan yang lainnya, telah
melahirkan keakraban dan hubungan yang sangat mendasarkarena secara
emosional antara anak laki-laki dan perempuan telah membawa kedua
keluarga yang berbeda etnis kedalam satu ikatan keluarga besar, sehingga
muncullah upayah dari tiap individu atau kelompok keluarga untuk saling
memahami pola tingkah laku sosial budaya antara masyarakat Sanger dan
Lokal.