bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 gambaran...

31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Pinogaluman Pinogaluman merupakan suatu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah ini merupakan suatu kecamatan yang menjadi sampel penelitian penulis (masyarakat Sanger dan Lokal). Penduduk (masyarakat) yang mendiami kecamatan ini terdiri atas berbagai macam suku namun yang menjadi sasaran dari penelitian ini adalah masyarakat Sanger dan Lokal yang mempunyai kebiasaan dan latar belakang yang berbeda yang merupakan perbedaan secara horizontal. a. Letak Geografis Pinogaluman Secara geografis Kecamatan Pinogaluman terletak di sebelah Barat dengan jarak sekitar 19 KM dari ibu kota kabupaten Bolaang Mongondow Utara Propinsi Sulawesi Utara, yakni Boroko. Sementara posisi wilayah Kecamatan Pinogaluman berbatasan langsung dengan : - Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi - Sebalah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kaidipang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango Propinsi

Upload: doandiep

Post on 15-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Pinogaluman

Pinogaluman merupakan suatu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten

Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah ini merupakan suatu

kecamatan yang menjadi sampel penelitian penulis (masyarakat Sanger dan Lokal).

Penduduk (masyarakat) yang mendiami kecamatan ini terdiri atas berbagai macam

suku namun yang menjadi sasaran dari penelitian ini adalah masyarakat Sanger dan

Lokal yang mempunyai kebiasaan dan latar belakang yang berbeda yang merupakan

perbedaan secara horizontal.

a. Letak Geografis Pinogaluman

Secara geografis Kecamatan Pinogaluman terletak di sebelah Barat dengan

jarak sekitar 19 KM dari ibu kota kabupaten Bolaang Mongondow Utara Propinsi

Sulawesi Utara, yakni Boroko. Sementara posisi wilayah Kecamatan Pinogaluman

berbatasan langsung dengan :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi

- Sebalah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kaidipang

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango Propinsi

Gorontalo

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara Propinsi

Gorontalo.

Pinogaluman secara administratif terbagi kedalam 21 Desa. Dengan luas

wilayah mencapai 115,59 KM2 atau 6,23 persen dari total luas wilayah Kabupaten

Bolaang Mongondow Utara. Terdapat 2 gunung di Pinogaluman yang tertinggi di

antara desa Dengi dan batutajam yaitu gunung Inobula dengan ketinggian 954 M,

sedangkan yang paling rendah adalah gunung Basurapa dengan ketinggian 187 M,

keduanya terletak di Pinogaluman.

Bentuk topografi wilayah Kecamatan Pinogaluman dapat diklasifikasi

menjadi :

- Keadaan tanahnya datar sampai berombak sekitar 75%

- Berombak sampai berbukit 10 %

- Berbukit sampai bergunung 15 % dari seluruh wilayah Kecamatan Pinogaluman

Kecamatan yang ada di Bolaang Mongondow Utara memiliki ketinggian dari

permukaan laut hampir merata Sementara kecamatan lainnya yang berbatasan

langsung dengan pantai memiliki ketinggian hanya satu meter dari permukaan laut.

Ini tidak berarti seluruh wilayah yang ada memiliki letak yang sama, pada beberapa

desa tekstur alamnya yang bergunung-gunung dan berbukit-bukit. (Sumber BPS

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2011)

b. Kondisi Geografis

Kecamatan Pinogaluman dipengaruhi oleh pegunungan, sungai, serta laut

karena sebagian wilayah Kecamatan di pesisir pantai dan sebagian pegunungan.

Keadaan suhu sekitar 32oC sampai 22

oC dan umumnya sangat dipengaruhi oleh alam

tropis yang beriklim tipe B.

Jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak 150 hari dan banyaknya curah

hujan 200 mm pertahun. Musim penghujan jatuh pada bulan Oktober sampai dengan

bulan Februari dan musim peralihan (musim hujan ke musim kemarau) jatuh pada

bulan Maret, sehingga musim panas mulai pada bulan April sampai pada bulan Juli.

Sebaliknya peralihan dari musim panas ke musim hujan terjadi pada bulan Agustus

sampai September. (Jawatan Meteorologi dan Geofisika dalam stastistika

pinogaluman)

Akan tetapi intensitas atau curah hujan yang tinggi tidaklah mendukung

masyarakat di sektor kelautan sebab pendapatan baik secara banyaknya tangkapan

maupun hasil penjualan sangat berkurang jika musim penghujan tiba, sehingga

banyak masyarakat Kecamatan Pinogaluman yang dulunya hanya mengandalkan laut

sebagai sumber mata pencarian, saat ini telah memperlebar sayap dengan menambah

objek untuk dijadikan sumber mata pencaharian. (Sumber BPS Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara 2011)

Tabel 1 : Luas Wilayah Menurut Desa di Kecamatan Pinogaluman

No. Desa Luas KM2 Presentase

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Busato

Kayuogu

Batubantayo

Tontulow

Tontulow Utara

Tombulang

Tombulang Pantai

Tombulang Timur

Buko

Buko Utara

Buko Selatan

Dalapuli Barat

Dalapuli

7,45

5,57

3,30

2,17

2,21

1,90

1,09

0,41

1,70

1,00

1,60

6,00

7,50

6,92

5,18

3,07

2,02

2,05

1,77

1,01

0,38

1,58

0,93

1,49

5,58

6,97

14

15

16

17

18

19

20

21

Dalapuli Timur

Batu Tajam

Dengi

Duini

Tuntung

Tuntung Timur

Komus Satu

Tanjung Sidupa

5,55

20,11

9,76

11,75

5,50

2,28

10,34

8,49

5,16

18,69

9,07

10,92

5,11

2,12

9,61

7,27

Jumlah 115,59 100,00

Sumber : Statistik Kecamatan Pinogaluman Tahun 2011

Dari tabel diatas dapat dilihat luas wilayah masing –masing desa yang ada di

Kecamatan Pinogaluman dari sini juga dapat di pastikan bahwa dari 21 Desa yang

ada Desa Batu Tajam yang merupakan desa yang memiliki Luas Wilayah yang paling

besar mencapai 20,11 Km2

sedangkan desa yang luas wilayahnya paling kecil adalah

Desa Buko Utara sebanyak 1,00 Km2.

c. Keadaan Penduduk

Sebagai salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow

Utara Propinsi Sulawesi Utara dengan jumlah penduduk Kecamatan Pinogaluman

berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 9.898 jiwa, masyarakat

Pinogaluman mayoritas beragama Islam (98%) dan sisanya beragama Kristen

Protestan (1,5%), Hindu dan Budha (0,5%) dengan perimbangan antara laki-laki

sebanyak 5.086 jiwa atau 50,75 persen dan penduduk perempuan sebanyak 4.812

jiwa atau 49,25 persen yang tersebar di 21 desa yaitu Desa Busato, Desa Kayuogu,

Desa Batubantayo, Desa Tontolow, Desa Tontulow Utara, Desa Tombolang, Desa

Tombulang Pantai, Desa Tombulang Timur, Desa Buko, Desa Buko Selatan, Desa

Buko Utara, Desa Dalapuli Barat, Desa Dalapuli, Desa Dalapuli Timur, Desa

Batutajam, Desa Dengi, Desa Duini, Desa Tuntung, Desa Tuntung Timur, Desa

Komus I, dan Desa Tanjung Sidupa. (Sumber BPS Kabupaten Bolaang Mongondow

Utara 2011)

Sex ratio secara umum di atas seratus. Keadaan tahun 2010 sex ratio sebesar

105,69 persen dan jika dilihat per desa maka ada 5 (lima) desa sex ratio di bawah 100

yang berarti penduduk laki – laki lebih sedikit dari penduduk perempuan.

Tingkat kepadatan masih relatif rendah, yaitu sebesar 85 penduduk per KM2.

Desa dengan penduduk terbesar adalah desa Kayuogu yaitu sebanyak 737 jiwa dan

terendah adalah desa Komus satu yaitu sebanyak 257 jiwa.

Angka Penduduk per rumah tangganya menunjukkan tingkat kelahiran yang

terjadi. Penduduk per rumah tangga tahun 2010 sebesar 4,08. Ini menunjukan tingkat

kelahiran di Kecamatan Pinogaluman relatif rendah.

Mayoritas masyarakat pinogaluman bermata pencaharian sebagai nelayan dan

petani sawah, hal ini ditunjang oleh strategisnya wilayah pinogaluman yang berada

tepat di depan laut sulawesi dan luas lahan persawahan yang ada di sepanjang

kecamatan pinogaluman, dengan banyaknya kultur serta budaya yang ada di

kecamatan pinogaluman beragam pula tata cara masyarakat dalam menjalankan

kehidupan sehari-hari utamanya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sedangkan

sisanya bermata pencaharian sebagai petani ladang kering dan sebagian kecil lainnya

lagi berprofesi sebagai wirausaha dan PNS. (Sumber BPS Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara 2011)

Kondisi masyarakat yang multikultur tersebut menambah dinamika dalam

pemenuhan kebutuhan ekonomi dan mata pencaharian di Kecamatan Pinogaluman,

dan dari hal – hal semacam inilah dapat melihat adanya perubahan – perubahan yang

mendasar pada masyarakat Kecamatan Pinogaluman yang secara ekonomis dapat

digolongkan sebagai kelompok masyarakat yang berada pada kelompok masyarakat

yang baru belajar untuk mandiri.

Tabel 2 : Perkembangan Jumlah Penduduk

Kecamatan Pinogaluman

2008 – 2010

No Desa 2008 2009 2010

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Busato

Kayuogu

Batubantayo

Tontulow

Tontulow Utara

Tombulang

Tombulang Pantai

Tombulang Timur

Buko

Buko Utara

660

837

526

721

525

479

342

348

732

547

647

821

516

706

515

470

336

341

718

535

427

737

531

729

512

459

363

300

476

499

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

Buko Selatan

Dalapuli Barat

Dalapuli

Dalapuli Timur

Batu Tajam

Dengi

Duini

Tuntung

Tuntung Timur

Komus Satu

Tanjung Sidupa

496

599

416

512

306

402

460

451

554

274

377

486

587

408

502

298

394

451

442

543

269

369

781

523

431

451

376

394

457

380

525

257

290

Jumlah 10564 10.355 9.898

Sumber : Statistika Kecamatan Pinogaluman 2011

Tabel di atas dapat di lihat dengan jelas bahwa di Kecamatan Pinogaluman

pertumbuhan penduduk di tiga tahun terakhir mengalami penurunan pada tahun 2008

angka pertumbuhan penduduk mencapai 10.564, Tahun 2009 terjadi penurunan

pertumbuhan penduduk yaitu 10.355 dan di Tahun 2010 tarjadi penurunan yang

fantastik dengan angka mencapai 9.898 Jiwa.

Penurunan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Pinogaluman ini di

akibatkan oleh beberapa faktor dintaranya adalah penggalangan serta sosialisasi

pehak pemerintah baik Kecamatan maupun Kabupaten untuk mengikuti program

keluarga berencana (KB). Maupun perpindahan masyarakat yang manikah dan

mengikuti pasangan hidup untuk menetap di luar Kecamatan Pinogaluman.

d. Kondisi Ekonomi Kecamatan Pinogaluman

Kehidupan masyarakat Pinogaluman, sebagian besar menitik beratkan kepada

sektor pertanian dan kelautan, sehingga masyarakatnya bermata pencaharian sebagai

petani dan nelayan. Jenis tanah di Pinogaluman sebagian besar adalah tanah kering

yang digunakan sebagai areal pemukiman, bangunan, pekarangan, hutan, perkebunan

dan sawah tada hujan. Kegiatan pertanian masyarakat adalah pertanian sawah dan

perkebunan.

Pertanian tanaman pangan untuk wilayah Pinogaluman lebih rendah kalau

dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Hal

tersebut disebabkan oleh kondisi lahan pertaniannnya yang sebahagiannya kering dan

terpengaruh pada keadaan iklim yang kurang mendukung, khususnya untuk lahan

sawah/padi, yang sebagian besar adalah sawah tadah hujan. Pertanian perkebunan

cukup bagus terutama pada tanaman keras/tanaman tahunan seperti kelapa, cokleat,

cengkeh, kopi dan sebagian telah dikembangkan tanaman lada. Sektor yang

mendukung perekonomian masyarakat Pinogaluman selain sektor pertanian adalah

dibidang perdagangan dan jasa. Pengembangan sektor perkebunan dan perikanan juga

cukup baik. Masyarakat Pinogaluman juga mempunyai pekerjaan sambilan lainnya.

Pekerjaan sambilan adalah pekerjaan yang dilakukan bila pekerjaan disawah sudah

selesai artinya menunggu waktu bersawah yang akan datang atau menunggu waktu

panen tiba.

Adapun pekerjaan sambilan yang dilakukan oleh masyarakat petani kecamatan

Pinogaluman adalah beternak dan berdagang yang biasanya dilakukan seminggu

sekali yaitu di Pasar Desa Buko Kecamatan Pinogaluman, dan lain-lain.

Para petani ini biasanya menghentikan aktivitas pertaniannya pada hari pasaran

Senin. Pada hari itu mereka melakukan kegiatan ekonomi di Pasar Pinogaluman,

untuk menjual hasil pertaniannya. (wawancara, Amin 28 Maret 2012) Keadaan

perekonomian masyarakat Pinogaluman dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3 : Luas Wilayah menurut penggunaan lahan

di Kecamatan Pinogaluman

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1. Lahan Bukan Sawah

- Pekarangan/Lahan Untuk Bangunan & Halaman Sekitarnya

552

2.

- Tegal/Kebun

- Ladang/Huma

- Padang Rumput

- Tambak

- Kolam/Tebat/Empang

- Rawa-rawa

- Lahan yang sementara tidak diolah

- Lahan untuk tanaman kayu-kayuan

- Perkebunan Rakyat

- Perkebunan negara/swasta

- Hutan Negara

- Lainnya

Lahan Sawah

- Sawah Irigasi Teknis

- Sawah Irigasi Semi Teknis

- Sawah Irigasi Sederhana/Desa/Non PU

- Tadah Hujan

- Pasang Surut lainnya.

1.895

1.860

255

-

3

-

375

-

1.150

1.839

1.905

420

S

715

-

-

610

-

Jumlah

Sumber : Statistika Kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2010

Penggunaan lahan bukan sawah dari tabel diatas yang paling terbesar di

Kecamatan Pinogaluman adalah digunakan untuk perkebunan/Ladang dengan besaran

mencapai 1.895 Ha. Sedangkan penggunaan Lahan Sawah hanya sebesar 715 Ha. Hal

ini menunjukan bahwa masyarakat Pinogaluman dalam memenuhi kabutuhan hidup

sehari-hari dengan berkebun dan bertani sawah.

e. Pendidikan

Kualitas sumber daya manusia salah satunya dapat dilihat dari tingkat

pendidikan yang dimiliki. Keadaan tahun 2009 menunjukkan bahwa ada sebanyak

97,78 persen penduduk yang memiliki pendidikan SLTA kebawah sedang yang tamat

Perguruan Tinggi ada 2,22 persen.

Keberadaan sekolah menurut tingkat pendidikan yang ada tahun 2010 tercatat

ada sebanyak 8 sekolah Taman Kanak-kanak yang terdiri dari 2 TK negeri dan 6 TK

swasta, Sekolah Dasar ada 16 SD Negeri dan 1 SD swasta, SLTP ada 3 sekolah

Negeri dan tingkat SLTA ada terdapat 1 Sekolah Negeri serta 1 Sekolah Swasta.

Tabel 4 : Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan

Di Kecamatan Pinogaluman

No. Tingkat Pendidikan Banyaknya Presentasi (%)

1

2

3

4

5

6

Tidak / Belum Sekolah /

Belum Tamat SD

SD

SLTP

SLTA

DI / DII

SI / S2 / S3

4.732

3.185

1.258

951

146

84

45,69

30,76

12,15

9,18

1,41

0,81

Jumlah Total 10,356 100,00

Sumber : Statistik Kecamatan Pinogaluman tahun 2011

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa tingkat pendidikan atau masyarakat

yang memiliki pendidikan masih sangatlah kurang sebab masih ada sekitar 45,69

persen masyarakat yang belum mengenyam pendidikan baik SD, SMP maupun SMA.

Hal ini di karenakan oleh kurangnya kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak,

ditambah lagi dengan kondisi ekonomi pasca reformasi semakin sulit untuk

memenuhi kebutuhan hidup, sehingga masyarakat lebih condong untuk mencari

kabutuhan makan minum ketimbang manyekolahkan anak.

f. Sosial Budaya

Tatanan masyarakat Pinogaluman yang beragam suku dan kebudayaan tidak

menyurutkan sikap toleransi di antara satu dengan yang lain, hal demikian dapat

digambarkan oleh kondisi masyarakat yang begitu kondusif dan saling menghargai

antara suku yang satu dengan suku yang lain, Kecamatan Pinogaluman juga dapat

dikatakan sebagai tempat berkumpulnya suku-suku, karena ragamnya suku yang ada

di pinogaluman.

Di mulai dari suku Kaidipang, Bolangitang, Bintauna, Mongondow, Sanger

sampai suku Gorontalo ada di kecamatan ini, suku kaidipang pernah mengklaim

sebagai suku asli. Hal ini tidak lepas dari catatan sejarah keberadaan daerah

pinogaluman sebelum menjadi kecamatan sendiri, atau dengan kata lain masih

dibawah naungan kecamatan Kaidipang.

Masyarakat Pinogaluman juga terdapat tatanan masyarakat adat atau biasa

disebut hukum adat, dengan beragam suku dan kebudayaan yang ada bukan berarti

pinogaluman tidak memiliki hukum adat yang biasa dipakai pada kegiatan-kagiatan

tertentu atau kegiatan besar keagamaan serta kebudayaan. Adat yang biasa digunakan

pada kegiatan disesuaikan dengan kepentingan kegiatan dan suku yang melaksanakan

kegiatan tersebut, berdasarkan hasil musyawarah yang difasilitasi oleh pihak

pemerintah kecamatan.

4.2 Sejarah Singkat Suku Sanger di Kecamatan Pinogaluman

Suku bangsa sanger sering di kenal sebagai orang sanger atau sangihe, nenek

moyang orang sanger datang dari cina, masuk ke kepulauan ini melalui utara.

Keberadaan suku sanger sampai di Kecamatan Pinogaluman yaitu ketika

gunung karangetang di pulau siau meletus pada tahun 1943 dan menimbulkan banyak

korban dan kerusakan, secara spontan penduduk yang tertimpah musibah ada yang

pindah ke beberapa pulau dan daerah Bolang Mongondow.

Dahulu di kenal dengan kolonisasi yang sekarang di kenal dengan

transmigrasi, akibat meletusnya gunung karengetang tersebut sehingga kolonisasi

suku sanger terjadi. Kolonisasi di daerah pinogaluman sebenarnya tujuannya ke

marisa di desa londoun popayato. Karena perjalanan waktu itu lewat laut, dahulu

yang mereka gunakan bukan kapal mesin sekarang yang di kenal kapal motor, dulu

mereka berlayar dari pulau siau hanya menggunakan kapal layar. Dari pulau siau

berlayar karena perjalanan cukup jauh maka mereka singgah untuk beristirahat di

daerah pinogaluman, Raja pontoh atau raja kaidipang masi ada hubunganya dengan

sangir mendapat kabar bahwa orang sanger berada di daerah pinogaluman maka di

berikanlah lokasih untuk orang sanger. Kolonisasi tersebut di tempatkan dengan

jumlah kepala keluarga 41, dan 230 jiwa, yang merupakan kolonisasi golombang

pertama. Kemudian pada tanggal 19 agustus 1943 terjadi lagi kolonisasi gelombang

kedua dengan jumlah kepala keluarga 49 dan jumlah 235 jiwa. Dengan jumlah kepala

keluarga 90 dan 465 jiwa. Dengan bertambahnya jumlah penduduk orang sanger yang

mendiami loaksih yang di berikan raja Pontoh maka berdirilah desa batubiluntu pada

tahun 1944 untuk masyarakat sanger yang ada di Pinogaluman (wawancara Karel

Ulundeda 13 April 2013).

4.3 Sejarah Singkat Masyarakat Lokal di Kecamatan Pinogaluman

Kata Pinogaluman berasal dari bahasa Mongondow “Poyogalumon” dan

bahasa Kaidipang “Pinohogolumo” yang berarti penggabungan, hal ini tidak terlepas

dari keberadaan Kecamatan Pinogaluman sebelum dimekarkan dari kecamatan

Kaidipang Kabupaten Bolaang Mongondow. Arti penggabungan pada kata

pinogaluman diambil dari suku dan budaya yang ada di Kecamatan Pinogaluman

yang beragam yang kemudian menyatu dan hidup berdampingan di satu daerah atau

tempat yaitu Pinogaluman (wawancara Ritmon Amala 12 April 2013).

Di bagian barat kecamatan kaidipang pada tahun 1961 pernah berdiri

kecamatan perwakilan Buko sesuai dengan rekomendasi Gubernur Sulawesi Utara,

rekomendasi tersebut dikeluarkan atas desakan tokoh – tokoh masyarakat yang di

perkarakan oleh :

-. B. Matta

-. H. Mardani

-. A. Gobel

-. H. Usman Razak

-. I. Saidi

-. Hendrik T.

-. Awad Umar

-. Zaid Fray

-. Dedi Dumbela

-. Konstan Dumendehe

-. Yusuf Hakeu

-. A.K. Dalanggo

Sehingga terbentuklah Kecamatan perwakilan Buko yang beribu kota di Desa

Buko dengan membawahi 7 (tujuh) desa masing – masing : Kayuogu, Tontulow,

Buko, Dalapuli, Batu Tajam, Tuntung dan Komus. Berdasarkan atas rekomendasi

Gubernur tersebut sehingga Bupati Bolaang Mongondow langsung menghunjuk

Bapak B. Matta menjadi pembantu camat di wilayah Buko. Dan di ikuti pembuatan

pos kepolisian dan koramil. Yang masing – masing di jabat oleh Bapak Sersan Said

dan Serma Mohamad Muktar (Sumber : Arsip Kantor Kecamatan Pinogaluman).

Seiring dengan bergulirnya waktu maka tokoh – tokoh masyarakat yang ada di

wilayah barat Kecamatan Kaidipang ingin memisahkan diri dari kecamatan induk

menjadi sebuah kecamatan. Ini cukup beralasan karena mengingat jarak tempuh yang

masih tempuh yang masih cukup jauh antara wilayah kecamatan Kaidipang di bagian

barat dengan pusat pemerintahan Kecamatan Kaidipang tepatnya berada di desa

Boroko. Tentu hal ini akan berimplikasi pada pelayanan kepada masyarakat. Selain

itu dengan melihat potensi yang ada seperti luas wilayah, jumlah penduduk

sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam memungkinkan untuk di mekarkan

menjadi sebuah otonomi baru, atas dasar itu maka pada tanggal 10 Februari 2001

tokoh-tokoh masyarakat bermusyawarah di rumahnya Zaid Fray untuk membicarakan

tentang keinginan masyarakat yang ingin memisahkan diri kecamatan kaidipang.

Hasil pertemuan itu kemudian dilaporkan secara lisan kepada Camat Kaidipang dan

memdapat respon positif. Pada tanggal 15 Maret 2001 atas dukungan seluruh sangadi

dan tokoh – tokoh masyarakat maka terbentuklah presidium pemekaran kecamatan

buko dengan susunan presidium sebagaimana yang terlampir.

Sejak terbentuk presidium maka tugas dan tanggung jawab mulai nampak

dengan kerja keras para presidium serta dukungan dari masyarakat beberapa kali

mengadakan aksi damai ke kabupaten Bolaang Mongondow baik kepada Bupati

maupun ke DPRD serta pada satuan kerja perangkat daerah lainnya. Dan

Alhamdulillah wacana pemekaran mendapat respon dari pemerintah daerah

Kabupaten Bolaang Mongondow dan DPRD. Respon tersebut di buktikan dengan

turunnya anggota DPRD kabupaten Bolaang Mongondow meninjau langsung wilayah

pemekaran Kecamatan Buko.

Pada tanggal 7 Mei 2002 Bupati Bolaang Mongondow berkunjung ke mesjid

besar boroko, kedatangan Bupati Bolaang Mongondow tersebut diketahui oleh

presidium sehingga itu juga Zainudin Dalanggo, S.Pd dan Sarjono Inggrina pergi ke

Boroko untuk menyampaikan permintaan masyarakat sekitar Buko kiranya bupati

bolaang mongondow dapat berkunjung ke kecamatan persiapan Buko. Kedatangan

Bupati Bolaang Mongondow disambut antusias oleh masyarakat sekitar Buko di

lapangan desa Buko.

Sejalan dengan itu, karena kuatnya desakan masyarakat sehingga pada tanggal

25 Mei 2002 presidium telah mengadakan rapat dan dihadiri oleh tokoh – tokoh

masyarakat, seluruh sangadi (Kepala Desa), tokoh pemuda, tokoh agama, organisasi

masyrakat dan berbagai elemen masyarakat lainnya.

Rapat tersebut membicarakan tentang kedudukan ibu kota kecamatan serta

pemberian nama ibu kota kecamatan. Melalui forum tersebut disepakati bahwa ibu

kota kecamatan terletak di Desa Buko karena dianggap cukup strategis untuk menjadi

pusat pemerintahan kecamatan, selain itu, didukung oleh pasilitas lainnya. Kemudian

untuk penentuan dari pada nama kecamatan masih menimbulkan pro dan kontra,

sebahagian masyarakat menginginkan agar nama kecamatan menjadi Kecamatan

Buko, sebahagian lainnya menginginkan nama kecamatan menjadi Kecamatan

Kaidipang Barat.

Karena masih adanya pro dan kontra tentang pemberian nama kecamatan

sehingga pada tanggal 12 Juli 2002 presidium pemekaran menghadap Bupati Bolaang

Mongondow (Marlina Moha Siahaan) untuk meminta saran dan petunjuk Bupati

Bolaang Mongondow tentang pemberian nama kecamatan, atas dasar petunjuk dan

saran Bupati Bolaang Mongondow agar nama kecamatan menjadi kecamatan

Pinogaluman dalam artian perkumpulan berbagai etnis, suku dan agama, dan tanpa

komentar langsung disetujui oleh presidium yang ada.

Sekembalinya para pejuang pemekaran ke kampung halaman langsung

disambut dengan baik oleh seluruh elemen masyarakat, semua bersuka cita dan

bersyukur kepada Allah SWT. Atas terbentuknya Kecamatan Pinogaluman menjadi

daerah otonom baru.

Pada tanggal 16 Oktober tahun 2002 melalui sidang paripurna DPRD

kabupaten Bolaang Mongondow yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Daerah

Nomor 17 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Dan Pemekaran Kecamatan Kaidipang

menjadi dua kecamatan masing – masing Kecamatan Kaidipang dan Kecamatan

Pinogaluman.

Tanggal 3 Nopember 2002 tepatnya hari minggu dilakukan pengresmian dan

pelantikan oleh pejabat Wakil Bupati Bolaang Mongondow Bapak S. Mokoginta

sekaligus melantik camat pertama Kecamatan Pinogaluman Bapak Abdul Wahab

Razak, S.IP di lapangan Buko yang sekarang bernama lapangan alun – alun

Pinogaluman (Sumber : Arsip Kantor Kecamatan Pinogaluman).

4.4 Pembahasan

4.4.1 Awal Terjadinya Pembauran Budaya Antara Masyarakat Sangir dan

Masyarakat Lokal

Masyarakat Kecamatan Pinogaluman merupakan suatu masyarakat yang

plural dimana terdiri dari berbagai macam kelompok etnis / suku yang telah diuraikan

pada gambaran umum masyarakat Kecamatan Pinogaluman.

Keberagaman merupakan benih konflik yang sewaktu-waktu akan timbul,

sehingga fenomena ini merupakan penghambat bagi segala aspek kehidupan

masyarakat itu sendiri. Adanya kesadaran masyarakat tentang kehidupan yang ada,

perlu di jaga untuk kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri, dimana hubungan

sosial yang harus dijaga itu adalah pembauran budaya antara satu kelompok dengan

kelompok yang lain secara kondusif.

Salah satu aspek yang di pengaruhi oleh adanya keberagaman adalah

pembauran budaya masyarakat sangir dan masyarakat lokal. Pembauran budaya telah

mengalami perkembangan, hal ini terjadi karena adanya interaksi sosial ekonomi.

Interaksi ini telah melahirkan kerja sama dalam rangaka untuk memenuhi pemenuhan

kebutuhan materi pada khususnya.

Demikian halnya keberadaan suku sangir yang mendiami beberapa desa yang

berada di kecamatan pinogaluman khusus orang-orang sanger itu sendiri. Masyarakat

lokal yang terdiri dari beberapa suku / etnis, namun dalam penelitian ini penulis lebih

memfokuskan pada hubungan sosial masyarakat sanger dan masyarakat lokal dimana

terjadinya pembauran budaya dan mengakibatkan terjadinya suatu komunitas yang

tergabung menjadi suatu kesatuan walaupun pada dasarnya berbeda latar belakang

budayanya. Adapun etnis yang hidup dalam satu kesatuan wilayah di Kecamatan

Pinogaluman tersebut adalah suku Bugis, dan Gorontalo merupakan suku pendatang,

sedangkan keberadaan suku Sanger merupakan suku asing (pendatang), dalam

wilayah Pinogaluman, dalam hasil wawancara masyarakat sangir.

Menurut Karel Ulundeda (wawancara 13 April 2013), Kami merasa bahwa

keberadaan kami sampai di daerah Kabupaten Bolaang Mongondow utara dan

tepatnya di wilayah kecamatan Pinogaluman, yaitu ketika gunung karangetang

di pulau siau meletus pada tahun 1943 dan menimbulkan banyak korban dan

kerusakan. Dahulu di kenal dengan kolonisasi yang sekarang di kenal dengan

transmigrasi, akibat meletusnya gunung karengetang tersebut sehingga

kolonisasi suku sangir terjadi. Kolonisasi di daerah pinogaluman sebenarnya

tujuannya ke marisa di desa londoun popayato. Karena perjalanan mereka

waktu itu lewat laut, dulu yang mereka gunakan bukan kapal mesin yang

sekarang yang di kenal kapal motor, mereka berlayar dari pulau siau hanya

menggunakan kapal layar. Dari pulau siau berlayar karena perjalanan cukup

jauh maka mereka singgah untuk beristirahat di daerah pinogaluman, Raja

pontoh atau raja kaidipang masi ada hubunganya dengan sangir mendapat

kabar bahwa orang sangir berada di daerah pinogaluman maka di berikanlah

lokasih tempat tinggal untuk orang-orang sangir.

Selanjutnya dari kejadian tersebut kami orang-orang sanger melanjutkan

hidup di daerah yang di berikan oleh raja pontoh tepatnya di Kecamatan

Pinogaluman. Selanjutnya untuk masyarakat lokal merupakan penduduk asli

dari wilayah tersebut yang telah berbaur dengan etnis lain, dan awal

keberadaan kami di kabupaten ini sampai dengan saat ini adalah orang

mongondow.

Dari pernyataan diatas dapatlah kita mengetahui bahwa komunitas masyarakat

sanger dan lokal terbentuk oleh hubungan dan perpaduan satu kelompok dengan

kelompok lain, yang pada umumnya adalah masyarakat sanger, jika dilihat dari latar

belakang sejarahnya sebagai suku asing dan dikatakan sebagai pendatang, dan

penduduk asli adalah masyarakat Lokal yang merupakan penduduk setempat. Maka

terjadilah proses pembauran dalam berbagai aspek kehidupan seperti: Aspek sosial,

dan Aspek Budaya.

a) Aspek Sosial

Secara umum manusia merupakan mahluk yang menghendaki adanya

kebersamaan dan hidup berdampingan dalam suatu komunitas. Sebagai mahluk sosial

tidak mampu bertahan tanpa bantuan orang lain atau sesamanya guna pengembangan

potensi yang di miliki, maka yang bersangkutan jelaslah harus menciptakan suasana

kondusif bersama manusia dengan kehidupan di sekitarnya.

Hal tersebut dapat kita lihat dalam masyarakat sanger dan masyarakat lokal,

yang mana dalam kehidupan kesehariannya mereka telah mencerminkan adanya suatu

bentuk pembauran / percampuran di antara mereka yang berlatar belakang etnis

budaya yang berbeda, sehingga sangat berdampak positif terhadap kehidupan sosial

budaya masyarakat sanger dan masyarakat lokal yang hidup berdampingan dalam

satu komunitas. Kenyataan ini terjadi pada kedua etnis tersebut, dan berikut

penjelasan dari salah satu masyarakat sanger.

Menurut Petrus Ulundeda (Wawancara 15 April 2013), Pada awal penyatuan /

pembauran ini terjadi yaitu kami masyarakat sanger adalah suku pendatang

lalu berbaur dengan masyarakat lokal dan berarti kami harus menyesuaikan

dengan masyarakat setempat dalam budaya dan adat istiadat yang ada di

masyarakat lokal. Misalnya dalam acara hajat di masyarakat lokal kami

masyarakat sanger menghargai undangan yang di berikan kepada kami.

Proses pembauran juga sangat cepat terjadi diantara keduanya melalui seni

alat musik seperti musik bambu, karena dia menggunakan alat musik ada alat

musik yang cepat memebaur ada juga yang tidak cepat membaur oleh

masyarakat lokal.

Selanjutnya dari proses seni musik tersebut mulai terjadi hubungan sosial

tersebut, terjadi hubungan yang baik yang menimbulkan keakraban atau

persaudaraan sesama dalam lingkungan kecamatan pinogaluman dan tidak ada

perbedaan agama dalam pergaulan sehari-hari. Sehingga dari pergaulan yang

begitu akrab itu menimbulkan satu kemajuan diantaranya. Contoh dekat

seperti gotong royong orang sanger jika mengadakan pesta dan mengundang

beberapa masyarakat lokal maka yang membuat makanan oleh masyarakat

lokal adalah dari orang muslim, karena kita ketahui bahwa masyarakat sanger

keseluruhannya beragama Kristen sedangkan masyarakat lokal beragama

islam. Begitu juga jika masyarakat lokal mengadakan pesta maka tak lupa

mereka mengundang masyarakat sanger sehingga perbedaan tidak begitu

terlihat.

Jalinan baik bagi kehidupan sosial antara masyarakat Sanger dan Lokal karena

awal keberadaan etnis Sanger sampai dengan saat ini, hidup berdampingan dalam

ragam tingah laku individu atau kelompok masyarakat akan mempunyai akibat positif

apabila diwujudkan dalam proposi yang serasi.

Artinya seseorang semestinya berusaha menyelaraskan kebutuhan akan

inklusif, control dan afeksif. Ketidak serasian akan menimbulkan akibat negatif

dalam pergaulan hidup yang tidak mustahil dapat terjadi apabila ada kejanggalan

dalam penyesuain diri di dalam proses hubungan sosial tersebut di dorong atau di

sebabkan oleh beberapa faktor perkawinan.

b) Aspek Budaya

Menurut Iganatius Ulundeda (Wawancara 17 April 2013), Perkembangan

kebudayaan yang ada di Kecamatan Pinogaluman dapat berjalan dengan baik.

Hal ini dilihat dari berbagai kegiatan yang diikuti oleh Kecamatan

Pinogaluman ketika ada acara pentas seni budaya maka untuk budaya dari

masyarakat Sanger tidak pernah ketinggalan dan selalu berperan dalam acara

seni budaya tersebut contohnya menampilkan tarian khas suku Sanger yaitu

tarian pato-pato dan tarian dana-dana untuk suku lokal. Biasanya pula ketika

ada etnis Lokal yang kawin dengan etnis Sanger maka pakaian adat yang

merupakan ciri khas dari adat budaya mereka pula di pakai.

Masyarakat Sanger dan masyarakat Lokal yang hidup dalam satu komunitas

dan hidup berdampingan saling menjaga keselarasan hubungan sosialnya, sehingga

kedua etnis tersebut saling memahami nilai-nilai dari masing-masing budayanya,

yang secara umum manusia merupakan mahluk yang menghendaki adanaya

kebersamaan dan hidup berdampingan dalam suatu komunitas.

Keberadaan hubungan ini, sehingga dalam pelestarian dari masing-masing

budaya kedua etnis masyarakat ini saling mendukung satu sama lain dengan sering di

tampilkannya kedua tari-tarian yang merupakan cirri khas dari masing-masing budaya

dengan keberadaan dua etnis masyarakat yang berbeda konsep budayanya, mereka

dapat menerima dan saling mengisi dalam perkembangan kebudayaan di daerah

tersebut.

4.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembauran Budaya Masyarakat

Proses kehidupan sosial akan berjalan dengan baik apabila di antara manusia

yang satu dengan yang lain dapat saling memahami. Proses tersebut sangat di

pengaruhi oleh interaksi atau saling pengaruh individu atau dengan kelompok sosial

lain. Manusia tidak pernah hidup sendiri, dia dilahirkan oleh orang tua yang

memelihara dirinya sendiri. Sebagai anak ia bermain dengan sejawatnya disekolah ia

belajar dengan anak-anak yang lain dengan bimbingan gurunya, sebagai orang

dewasa ia kawin mempunyai anak-anak bekerjasama dengan orang lain dalam

lingkungan sekitarnya.

Selanjutnya untuk mencapai bermacam-macam tujuannya ia menjadi macam-

macam angota organisasi. Sebagai warga Negara ia menyertai kehidupan negaranya.

Jadi selama hidup manusia dengan berbagai jalan mempunyai hubungan dengan

orang lain, dari pola tingkah laku dasar manusia semacam inilah yang mendorong

manusia hingga melakukan interaksi dengan manusia lain guna pemenuhan

kebutuhan kehidupannya baik secara biologis maupun secara material.

Pola interaksi ini tentu sangat didorong oleh faktor-faktor tertentu, kesatuan

kebudayaan yang besar sendiripun adalah kombinasi dari berbagai sistem kebudayaan

yang berbeda-beda, dengan mengakui bahwa integrasi tidak ada gunanya dalam

membicarakan kesatuan-kesatuan kebudayaan, karena dalam kebudayaan yang tidak

berintegrasi sekalipun masih bekerja tenaga-tenaga integrasi dalam super sistem

maupun dalam kesatuan yang sangat kecil.

Terjadinya kontak dan komunikasi antara individu dengan individu, individu

dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok, karena adanya dorongan-

dorongan untuk pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun fsikhis. Hubunagn sosial

merupakan hubungan timbal balik antara individu dengan individu, antara kelompok

dengan kelompok, dan antara kelompok dengan individu. Proses tersebut didasarkan

pada berbagai kebutuhan, oleh karena kebutuhan tersebut terwujud dalam tingkah

laku manusia apabila berhubungan dengan sesamanya. Berdampingan dengan mereka

adalah etnis-etnis tersebut begitu juga sebaliknya. Entah masyarakat sanger maupun

masyarakat Lokal.

a) Faktor Ekonomi

Di tinjau dari aspek ekonomi sehinnga terjadinya interaksi sosial ekonomi di

mana interaksi ini telah melahirkan kerja sama dalam rangka untuk memenuhi

pemenuhan kebutuhan materi pada umumnya. Diman kita ketahui masyarakat sanger

yang pada umumnya banyak yang bekerja sebagai nelayan di samping mengelolah

tanah-tanah petanian, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan barang yang lainnya.

Faktor yang mendorong bagi suku / etnis Sanger dan Lokal berdomisilih hidup

berdampingan dalam satu wilayah Kecamatan Pinogaluman, maka sumberdaya alam

yang tersedia sangat menunjang dalam pemenuhan kebutuhan pokok mereka.

Masyarakat sanger yang pada umumnya tinggal dan hidup tidak jauh dari

pantai yang merupakan lahan mata pencaharian mereka sebagai nelayan tetapi

sebagian besar adalah petani, melihat kondisi ini tidak bisa dipungkiri bahwa

penduduknya masih banyak di bawah garis kemiskinan dan pengangguran

sedangkan untuk masyarakat lokal yang merupakan penduduk asli (pribumi) dari

wilayah tersebut dan lahan pertanian merupakan bagian dari kehidupan mereka.

Kemudian jika melihat dari latar belakang sehingga terjadinya hubungan yang erat

dari kedua etnis tersebut berawal dari bidang ekonomi, dan sesuai pernyataan dari

informan dari suku Lokal berikut:

Anton Samin (Wawancara 15 April 2013), Sejak awal hubungan antara

masyarakat sanger dan Lokal sudah terjalin sejak berpuluh-puluh tahun yang

lalu sampai sekarang ini, hubungan tersebut berjalan sangat baik oleh kedua

suku yang menimbulkan keakraban atau persaudaraan sesama dalam

lingkungan Kecamatan Pinogaluman. Pergaulan sehari-hari begitu akrab

menimbulkan satu kemajuan diantaranya gotong royong.

Dari penuturan informan diatas maka jelaslah bahwa hubungan sosial ini

dilakukan karena dari kedua suku ini saling berinteraksi antara satu dengan yang

lainnya. Jadi dapat dilihat dari faktor ekonomi tersebut yang merupakan awal proses

terjadinya pembauran budaya tersebut membawa kedua konsep masyarakat yang

berbeda latar belakangnya dapat menyatukan mereka dari berbagai macam aspek

kehidupan. Karena mereka menyadari bahwa awal keberadaan dan hidup suatu

komunitas adalah etnis Lokal, berikut hasil wawancara dengan masyarakat Lokal.

Anton Samin (Wawancara 16 April 2013), Hubungan kita dengan suku

Sanger merupakan hubungan persaudaraan sehingga hubungan ini berjalan

dengan baik dan tidak pernah terjadi konflik diantara kita karena kami telah

menganggap mereka adalah bagian dari keluarga kita.

Jadi proses interaksi antara masyarakat Sanger dan Lokal dengan keberadaan

kedua etnis masyarakat ini menjadikan hubungan kekeluargaan dengan melihat awal

keberadaan masyarakat Sanger dari latar belakang sejarahnya dan masyarakat Lokal

sebagai penduduk pribumi menyatu menjadi satu dalam satu kesatuan dan keluarga

yang besar sehingga dari kedua etnis tersebut tidak membeda-bedakan sukunya

melainkan bagi mereka adalah satu. Sampai saat ini pula tidak pernah terjadinya

konflik antara kedua etnis tersebut karena dengan adanya rasa persaudaraan yang

besar.

b) Faktor Sosial Budaya

Hubungan sosial budaya yang diawali dengan pola perilaku mencerminkan

etika dan moralitas akann melahirkan simpati dan kerukunan pergaulan hidup.

Menurut Iganatius Ulundeda (Wawancara 17 April 2013), Melihat dari latar

belakang sejarah dan sampai dengan saat ini hubungan yang terpelihara sejak

dahulu kala oleh leluhur kami dan sampai dengan saat ini kami sebagai

penerusnya menjaga dengan baik hubungan ini. Terjalin hubungan kerja sama

yang baik dan juga kerja sama antara agama menimbulkan satu kemajuan

dalam berbaur. Pembauran ini terjadi melalui seni yang paling cepat berbaur

antara kedua suku tersebut.

Hal ini dikarenakan pola pergaulan yang ramah kami tunjukan kepada mereka

sehingga mereka telah menganggap kita sebagai bagian dari keluarga mereka,

awal keberadaan kami sampai dengan saat ini tidak pernah terjadi gesekan

atau konflik.

Pada umumnya etnis Sanger yang keseluruhanya menganut agama

Kristen namun tidak menjadi penghalang dan dengan adat sopan santunnya sehingga

mempermudah interaksi di antara mereka.

Hubungan sosial masyarakat Sanger dan masyarakat Lokal di lihat pada

bidang sosial dilihat dari kedua konsep etnis tersebut dengan adanya hubungan

keakraban dan persaudaraan dari masyarakat Lokal terhadap masyarakat Sanger,

kgiatan-kegiatan keseharian dari kedua masyarakat tersebut terjadi saling bantu

membantu hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum antara lain seperti

membantu selokan, bekrja bakti,membantu rumah warga, sekolah dan lain-lain.

c) Faktor Perkawinan

Faktor perkawinan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan

sosial budaya masyarakat, secara kodrati manusia di ciptakan berpasang-pasangan

untuk saling memenuhi kebutuhan antara laki-laki dan perempuan dan guna menjaga

generasi, maka manusia melakukan perkawinan guna perkembangan biaknya.

Setelah hidup dalam satu komunitas masyarakat maka memungkinkan terjadi

perkawinan antara etnis yang berbeda latar belakang budayanya, hal ini pula terjadi

pada masyarakat Sanger dan masyarakat Lokal sesuai dengan penuturan informan

berikut ini.

Menurut Anton Samin (Wawancara 18 April 2013), Kami masyarakat Lokal

setelah sekian lama hidup berdampingan walaupun pada umumnya kita

berbeda latar belakang budaya akan tetapi telah banyak anak-anak kami yang

telah kawin mawin dengan masyarakat Sanger, dan inilah kami warga sudah

merasa satu keluarga besar.

Terjadi perkawinan antara etnis pribumi dengan yang lainnya, telah

melahirkan keakraban dan hubungan yang sangat mendasarkarena secara

emosional antara anak laki-laki dan perempuan telah membawa kedua

keluarga yang berbeda etnis kedalam satu ikatan keluarga besar, sehingga

muncullah upayah dari tiap individu atau kelompok keluarga untuk saling

memahami pola tingkah laku sosial budaya antara masyarakat Sanger dan

Lokal.