bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 gambaran...

24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Tidore Masyarakat Tidore pada umumnya merupakan suku asli Tidore dengan struktur pemerintahan berbentuk kerajaan yang dipimpin oleh seorang Kolano (sultan), kebiasaan yang sangat menonjol dalam tata pergaulan masyarakat Tidore adalah gotong-royong yang merupakan satu sikap mental yang hidup dan terpelihara sampai sekarang yang merupakan peninggalan masa lalu seperti Nampak pada kebiasaan yang bersifat sosial antara lain : Mayae (bentuk tolong menolong dalam berbagai hal seperti membangun rumah dan lain sebagainya. Bari dan Maong (bentuk tolong menolong dalam hal pembersihan kebun) Berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat menggunakan bahasa Tidore yang tergolong dalam rumpun non-Astronesia. Bahasa ini pula, masyarakat kemudian mengembangkan sastra lisan dan tulisan. Bentuk sastra lisan yang populer adalah dola bololo semacam peribahasa atau pantun kilat, dalil tifa (ungkapan filosofis yang diiringi alat tifa atau gendang), dan kabata merupakan sastra lisan yang dipertunjukan oleh dua regu dalam jumlah yang banyak, argumennya dalam bentuk syair, gurindam dan bidal). Mata pencaharian masyarakat Tidore bervariasi, penduduk yang mendiami daerah pedesaan pedesaan pada umumnya bekerja sebagai petani tahunan (cingkeh dan pala), dan wiraswasta. Disamping itu juga bekerja di Lembaga Pemerintahan Kota Tidore Kepulauan. Kebudayaan tidak terlepas dengan latar belakang historis yang panjang dan berpengaruh terhadap budaya dan adat-istiadat di daerah ini.

Upload: doanduong

Post on 03-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Masyarakat Tidore

Masyarakat Tidore pada umumnya merupakan suku asli Tidore dengan struktur

pemerintahan berbentuk kerajaan yang dipimpin oleh seorang Kolano (sultan), kebiasaan yang

sangat menonjol dalam tata pergaulan masyarakat Tidore adalah gotong-royong yang merupakan

satu sikap mental yang hidup dan terpelihara sampai sekarang yang merupakan peninggalan

masa lalu seperti Nampak pada kebiasaan yang bersifat sosial antara lain :

Mayae (bentuk tolong menolong dalam berbagai hal seperti membangun rumah dan lain

sebagainya.

Bari dan Maong (bentuk tolong menolong dalam hal pembersihan kebun)

Berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat menggunakan bahasa Tidore

yang tergolong dalam rumpun non-Astronesia. Bahasa ini pula, masyarakat kemudian

mengembangkan sastra lisan dan tulisan. Bentuk sastra lisan yang populer adalah dola bololo

semacam peribahasa atau pantun kilat, dalil tifa (ungkapan filosofis yang diiringi alat tifa atau

gendang), dan kabata merupakan sastra lisan yang dipertunjukan oleh dua regu dalam jumlah

yang banyak, argumennya dalam bentuk syair, gurindam dan bidal).

Mata pencaharian masyarakat Tidore bervariasi, penduduk yang mendiami daerah

pedesaan pedesaan pada umumnya bekerja sebagai petani tahunan (cingkeh dan pala), dan

wiraswasta. Disamping itu juga bekerja di Lembaga Pemerintahan Kota Tidore Kepulauan.

Kebudayaan tidak terlepas dengan latar belakang historis yang panjang dan berpengaruh

terhadap budaya dan adat-istiadat di daerah ini.

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

4.1.2 Keadaan Geografis

Kota Tidore Kepulauan sebelumnya sebagai Ibukota (Kota Administratif) Kabupaten

Halmahera Tengah. Kota Tidore Kepulauan dideklarasikan melalui Undang-Undang (UU) No.

01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku Utara dan diresmikan

pada tanggal 31 Mei tahun 2003. Dengan luas wilayah 13.862,86 km2, berada pada posisi 3

lintang utara dan 3 lintang selatan serta 124-129 bujur timur.

Kota Tidore memiliki keunikan lokal diantaranya memiliki berbagai jenis tradisi upacara

adat, tarian daerah dan lain sebagainya. Dimana keunikan lokal tersebut mempunyai peranan

dalam menentukan arahan pengembangan Kota Tidore Kepulauan dimasa mendatang khususnya

disektor pariwisata. Oleh karena itu, perlu mempertimbangkan aspek tersebut, sehingga Kota

Tidore Kepulauan mempunyai posisi tawar terhadap daerah lain.

Dari hasil Observasi lapangan dan langsung wawancara dengan masyarakat setempat, maka

kota Tidore Kepulauan memiliki keunikan lokal yakni : Adat istiadat dan budaya yang unik yang

terkenal dengan upacara adat (Ritual Kesultanan) yakni : Lufu Kie, Legu Gam, dengan tarian

Soya – Soya dan Dana – Dana, selain itu terdapat pulau – pulau kecil yang memiliki Nilai

sejarah dengan panorama alam yang eksotik dan potensial pengembangan wisata bahari/pantai.

Selain itu, secara geografis, letak kota Tidore kepulauan berada hampir di tengah – tengah

wilayah Propinsi Maluku Utara sehingga memiliki aksesibilitas yang hamper merata keseluruh

kawasan Propinsi Maluku Utara, Kota Tidore Kepulauan terdapat pusat pemerintahan propinsi,

yang berpusat dikelurahan Sofifi. Sebagian besar sarana dan prasarana perkantoran pemerintah

Propinsi diarahkan pembanggunanya dikawasan tersebut. Kedekatan dengan Kota Ternate di

Pulau Ternate juga mempemudah aksesbilitas dari Tidore ke Ternate yang terdapat sejumlah

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

sentra jasa dan perdagangan serta pelabuhan dan Bandar udara yang memadai untuk pelayanan

dalam skala nasional (Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Tidore Kepulauan).

Batas wilayah Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara adalah sebagai berikut :

- Sebelah utara berbatasan dengan Pulau Ternate dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten

Halmahera Barat.

- Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur

dan Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah.

- Sebelah selatan berbatsan dengan Kecamatan Gane Barat Kabuten Halmahera Selatan dan

Kecamatan Pulau Moti Kota Ternate.

- Sebelah barat berbatasan dengan perairan Maluku Utara.

Tidore merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari pulau Tidore dan beberapa pulau

kecil serta sebagian daratan pulau Halmahera bagian barat. Pulau Tidore tergolong besar,

disamping sebagian di daratan pulau Halmahera dan pulau-pulau kecil seperti pulau Maitara,

pulau Mare, pulau Failonga, ulau Woda dan pulau Radja. Kondisi lain kota tidore kepulauan

terkait dengan daerah administrative adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan Tidore Pulau, dengan jumlah Desa sebanyak 2 desa dan 8 Kelurahan;

2. Kecamatan Tidore Selatan, dengan jumlah Desa sebanyak 2 Desa dan 6 Kelurahan;

3. Kecamatan Tidore Utara, dengan jumlah Desa sebanyak 2 Desa dan 6 Kelurahan;

4. Kecamatan Tidore Timur, dengan jumlah Desa 3 Desa dan 7 Kelurahan

5. Kecamatan Oba, dengan jumlah Desa sebanyak 7 Desa, Kecamatan Oba Utara 8 Desa,

Kecamatan Oba Tengah 7 Desa dan 5 kelurahan, dan Kecamatan Oba Selatan dengan jumlah

Desa sebanyak 8 Desa.

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

4.1.3 Kondisi Sosial Budaya dan Agama

Laiman Saleh (wawancara 10 April 2012) Kebudayaan Kota tidak terlepas dengan latar

belakang historis yang panjang dan berpengaruh terhadap budaya dan adat istiadat di daerah ini.

Kerjaan Moloku Kie Raha (Tidore, Ternate, Bacan, dan Jailolo) pada dasarnya mempunyai

budaya yang sama yang sering dikenal dengan budaya Moloku Kie Raha, hal ini karena empat

kerajaan yang dipimpin oleh sultan yang mempunyai satu garis keturunan atau kakak beradik

dalam sejarah mempunyai satu keturunan bangsa Arab, berkaitan dengan hal tersebut masuknya

agama Islam di Maluku juga turut mempengaruhi budaya serta adat istiadat di daerah ini

sehingga sering kita dengar satu bahasa kiasan ”Adat bersendikan agam agama bersendikan

kitabullah”.

Kuatnya relasi antara masyarakat Tidore dengan Islam tersimbol dalam ungkapan adat

mereka: Adat ge mauri Syara, Syara mauri Kitabullah Perpaduan ini berlangsung harmonis

hingga saat ini. Masyarakat di Tidore merupakan penganut agama Islam yang taat, dan Tidore

sendiri telah menjadi pusat pengembangan agama Islam di kawasan kepulauan timur Indonesia

sejak dulu kala. Karena kuatnya pengaruh agama Islam dalam kehidupan mereka, maka para

ulama memiliki status dan peran yang penting di masyarakat.

Berkenaan dengan garis kekerabatan, masyarakat Tidore menganut sistem matrilineal.

Namun, tampaknya terjadi perubahan ke arah patrilineal seiring dengan menguatnya pengaruh

Islam di Tidore. Klen patrilineal yang terpenting mereka sebut soa. Dalam usaha untuk menjaga

keharmonisan dengan alam, masyarakat Tidore menyelenggarakan berbagai jenis upacara adat.

Di antara upacara tersebut adalah upacara Legu Gam Adat Negeri, upacara Lufu Kie daera se

Toloku (mengitari wilayah diiringi pembacaan doa selamat), upacara Ngam Fugo, Dola Gumi,

Joko Hale dan sebagainya.

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Kebudayaan sebagai olahan dari rasa cipta dan karsa manusia, tenyata tidak sekedar

memenuhi kebutuhan fisik, lahiriah, semata tetapi ia juga ikut, membentuk dan menumbuhkan

rasa percaya diri, kemampuan dan kemauan para pelaku kebudayaan itu. Untuk berkomunikasi

dalam kehidupan sehari-hari, Masyarakat Tidore menggunakan bahasa Tidore yang tergolong

dalam rumpun non-Austronesia. Bahasa yang digunakan ini kemudian digunakan masyarakat

Tidore dalam mengembangkan sastra lisan dan tulisan.

Bentuk sastra lisan yang populer adalah dola bololo (semacam peribahasa atau pantun

kilat), dalil tifa (ungkapan filosofis yang diiringi alat tifa atau gendang), kabata (sastra lisan yang

dipertunjukkan oleh dua regu dalam jumlah yang genap, argumennya dalam bentuk syair,

gurindam, bidal dsb). Sebagian di antara sastra lisan ini disampaikan dan dipertunjukkan dengan

iringan alat tifa, sejenis gendang. Sasra tulisan juga cukup baik berkembang di Tidore, hal ini

bisa dilihat dari peninggalan manuskrip kesultanan Tidore yang masih tersimpan di Museun

Nasional Jakarta. Dan boleh jadi, manuskrip-manuskrip tersebut masih banyak tersebar di tangan

masyarakat secara individual.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, orang-orang Tidore banyak yang bercocok

tanam di ladang. Tanaman yang banyak ditanam adalah padi, jagung, ubi jalar dan ubi kayu.

Selain itu, juga banyak ditanam cengkeh, pala dan kelapa. Inilah rempah-rempah yang

menjadikan Tidore terkenal, dikunjungi para pedagang asing Cina, India dan Arab, dan akhirnya

menjadi rebutan para kolonial kulit putih.

4.1.4 Keadaaan Demografi

Berdasarkan hasil registrasi dapat dilihat bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak

ketimbang perempuan. Berikut ini dapat digambarkan tabel jumlah penduduk berdasarkan jenis

kelamin.

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Tabel 1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

di Kota Tidore Kepulauan

No Skala Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

0-4

5-9

10-14

15-19

20-14

25-29

30-34

35-39

40-44

45-49

50-54

55-59

60-64

65-69

70-74

75 Tahun ke atas

2278

5155

5335

5113

4831

4813

4403

3806

3228

2770

2018

1700

1053

795

532

633

2159

5072

4774

4614

4688

5019

4604

3726

3296

2610

1915

1529

980

821

531

741

4437

10227

10108

9727

9519

9832

9007

7532

9528

5380

3933

3229

2033

1616

1063

1374

Total 95541

(Kantor catatan cipil dan keluarga berencana kota tidore kepulauan 2012)

Penduduk adalah salah satu faktor penunjang keberhasilan suatu pembangunan, Karena

penduduk merupakan modal utama pembangunan nasional dan daerah yaitu sumber daya manusi

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

yang handal. Penduduk akan menjadi sumber daya manusia yang menentukan keberhasilan

pembangunan jika memiliki kualitas yang baik.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Dinamika Tradisi Legu Gam dari Perspektif Masyarakat Tidore

Legu Gam diselenggarakan peralatannya menurut tata cara meliputi seluruh peradaban

dan kebudayaan daerah yang tergolong dalam adat istiadat daerah karena semua kebesaran

kesultanan turut sertakan. diadakan dengan keadaannya sama dan melebih lagi dari peralatan

kesultanan (Sultan di Soa sio/Tidore). Perosesi pelaksanaan tradisi ini diuraikan sebagai berikut:

4.2.1.1 Perlengkapan Legu Gam

Sebelum prosesi upacara dilakukan perlu adanya persiapan berbagai perlengkapan yang

diperlukan/digunakan pada saat upacara. Oleh karena itu sebelum sampai pada puncaknya

seluruh masyarakat berpartisipasi untuk menyiapkan segala perlengkapannya.

Menurut Informan bahwa bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membangu rumah sibua

tidak sembarang memotong dan mengambil karena upacara serimonial dan sangat sakral.

Pemotongan bahan bangunan harus dengan doa dan serimonial yang dibawakan oleh Imam

Togubu dan dipotong oleh Kipu (tukang) sampai pada pembuatan rumah sibua atau diistilakan

dengan kadato selama 1 minggu, karena Imam Togubu adalah tuan tanah atau orang yang

menjaga seluk-beluk di pulau Tidore. (wawancara Yunus Elake 13 April 2012).

Benda-benda yang dinamakan kebesaran terdiri dari :

1. Salawaku (Perisai)

2. Hito (Dapur)

3. Gaku (Talam)

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

4. Peta (Kain Tyorak merah dan putih)

5. Kucu (Tanah)

6. Dofo-dofo (Keris)

7. Tolu Bata (Tudung Yorak)

8. Goa-Goa (Kipas)

4.2.1.2 Arti dan Makna Peralatan Legu Gam

Segala sesuatu yang digunakan dalam pelaksanaan upacara Legu Gam, mempunyai arti

dan makna. Menurut Samsul Abdulah (wawancara 28 Mei 2012) bahwa semua benda

perlengkapan yang dinamakan kebesaran dalam pelaksanaan Legu Gam masyarakat Tidore

mempunyai arti dan maknanya sebagai berikut :

1. Ruangan atau tempat yang cukup luas yang dapat manampung para Bobato Legu diatur

sesuai adat.

2. Rumah Sibua adalah bangunan atau ruang yang berbentuk segi empat terbuat dari bambu

yang di dalamnya tedapat peralatan Legu.

Makna eralatan yang disebut pada poin 2 tersebut adalah sebagai berikut:

Hito atau tempat untuk membakar kemenyan barmakna kehidupan manusia.

Salawaku (Perisai) sebagai perisai dipakai pada waktu penyambuntan sultan dengan

tarian soya-soya.

Kucu (Mangkuk yang berisi tanah) maknanya tubuh manusia terbuat dari tanah.

Gaku (Mahkota) maknanya sebagai simbol kekuasaan

Dofo-dofo,keris (Tombak) maknanya sebagai pelindung diri.

Tolu Bata (Mahkota Sultan)maknanya simbol kepemimpinan kesultanan

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Peta/Kain Troyak ( pakaian adat merah dan putih) maknanya darah yang mengalir dalam

tubuh manusia dan putih berarti suci.

4.2.1.3 Prosesi Pelaksanaan Legu Gam

Menurut Ade Ahmad Tosofu (wawancara 18 Mei 2012) bahwa untuk melestarikan

peninggalan-peninggalan Nenek-Moyang melalui beberapa kegiatan yang dilaksanakan, salah

satunya adalah”Legu Gam” dimana dalam upacara ini mempunyai nilai yaitu: (1) Ungkapan rasa

syukur kepada Allah SWT. (2) Sebagai wujud kebersamaan dalam suatu masyarakat. (3)

Mencerminkan rasa cinta kepada budaya sendiri atau budaya local. (4) Sebagai bentuk akulturasi

antar kelompok masyarakat.

Prosesi pelaksanaan Legu Gam dilakukan atas dasar najar atau niat sultan dan

masyarakat, maka sebagai penembus niat atau najar maka di adakan Legu Gam yang

dilangsungkan di Gamtufkange, tata caranya dinyatakan sebagai berikut:

Hari Minggu mulai hiaskan dan dilengkapi keperluan-keperluan rumah tempat peralatan

Bobato Legu (Ketua) untuk dijadikan kadaton / istana.

Dan hari Senin koro (mengundang) kepada „Sowohi Jou Tina’( penguasa) datang di

kadaton/istana dengan membawah alat-alat atau benda-benda kebesaran.

Pada hari Selasa mulai menghiaskan dan lengkapi keperluan – keperluan pada rumah-

rumah dari soa-soa (marga) yang bersangkutan yaitu sebagai berikut :

1. Rumah dari soa fola Sowohi

2. Rumah dari soa fola Toduho

3. Rumah dari soa fola Mahifa

4. Rumah dari soa fola Tosofu Malamo

5. Rumah dari soa fola Tosofu Nakene

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

6. Rumah dari soa Kipu

7. Rumah dari soa Tambula

8. Rumah dari soa Sautu

9. Rumah dari soa Tomagoba

10. Rumah dari soa Tuguwaji

11. Rumah dari soa Tobaru

12. Rumah dari soa Goto dan

13. Rumah dari soa Ngosi

Dan pada malamnya mulai bunyikan tifa, bahasa kage sibua dinyatakan dengan satu kali

tembakan senapan tanda beri hormat peringatan memulai Bonofo Legu’ (acara pembukaan).

Serimonial pada hari rabu mulai diadakanya kota uku ( antar kemenyan ) sebagai berikut:

a. Uku ( kemenyan ) dari Sri Sultan Tidore di letakan dalam satu baki atau dulang dengan

penutup yang di bawah oleh pihak adat dan syaraa dari Soasio.

b. Dari peralatan Legu Gam menjemput uku (kemenyan) ini di bawah dari Soasio ke

Gamtufkange di Kananga Mabopo Soa Tina (Perbatasan kampung) dan menunda/bawa

ketempat peralatan.

c. Uku (kemenyan) ini dibawa langsung kerumah Sibua di pimpin oleh Sowohi Djou-

Tina (ketua/kepala rombongan) dengan bobato (anggota) dan menerimanya menurut cara

yang ditetapkan.

d. Sri Sultan dengan pehaknya dipersilahkan duduk, dan sementara waktu kurang lebih 1 jam,

lalu minta diri dan seri sultan dengan pihaknya kembali.

Menurut Amien Faroek (wawancara 29 April 2012) dalam prosesi serimonial kota uku

dilaksanakan pada Jam 8 pagi kota uku (kemenyan) dari sultan dan diletakan dalam 1 baki dan

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

dibawa oleh pihak adat dan syaraa dari Soasio. Dan di sambut dengan soya-soya maliga

gamtufkange (tarian) diperbatasan buku Podo-podo (Soa-sio dan Gamtufkange), sampai pada

sibua dan di terima oleh sowohi dan Sri Sultan.

Kamis Jam 5 pagi, Rombongan dari peralatan kepada pegunungan Kiye Matiti, Kie

Matubu ( puncak gunung).Tempat pemujaan untuk dilakukan upacara pembakaran

kemenyan dan lain-lain. Rombongan meninggalkan tempat peralatan(Kedaton da Sibua).

Dibunyikan tembakan Senapan 1 kali beri tanda Rombongan tiba pada tempat-tempat

yang dipudja yaitu :

1. Sowohi Kie Matiti (pemimpin) dengan Bobatonya (anggotanya) terdiri dari

Fomanyira Tambula (marga) dan Imam Togubu ke kadaton Kie Dou Tina

(gunung).

2. Sowohi Sahabati (pemimpin) dengan bobatonya (anggotanya) terdiri dari

Fomanyira Ngosi, Fomanyira Goto dan Khatib Goto dan Khatib Tosofu Lamo ke

Goya Sahabati (gunung) .

3. Sowohi Kie Kitji (pemimpin) dengan bobatonya terdiri dari Fomanyira Tuguwaji,

Fomanyira Sautu dan Khatib Toduho ke buku Podo-podo (gunung).

4. Sowohi Kapita Kie (Pemimpin) dengan bobatonya (anggotanya) terdiri dari

fomanyira Tomangoba dan Imam Ngosi ke Kie Matubu (gunung Tidore)

Sesudahnya masing – masing rombongan tiba pada tempat-tempat yang diyatakan diatas

lalu membersikan tempat-tempat pemujaan itu dan mendengar dan mendengar bunyi tembakan

senapan dari kadaton / istana di Jou Tina pengunungan ini (dalam hutan kayu),maka semua

sowohi-sowohi (kepala rombongan dari tiap-tiap tempat pemujaan), membakar kemenyaan dan

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

membaca doa dan mantra menurut Caranya sampai kepada meriwayatkan sejarah kejadian

Maluku Kie Raha”(Tidore, Ternate, Bacan dan Jailolo) dengan daerah takluknya.

Setengah hari rombongan kembali ke kampung Gamsung Gamtufkange tempat peralatan

Legu Gam. Djam tiga sore, seri Sultan Tidore Zainal Abidin Syah dan permaisurinya Boki Nurul

Syafaa diiringi oleh pihak Bobato Yade Soa-Sio (Adat dan Syara). Beserta yaya se goa (keluarga

besar) mengunjungi Djou-Tina untuk mengambil berkat lazim/bobato-bobato Adat dan Syara

gamtufkange serta yaya se Goanyapun turut mengambil barkat bersama-sama.

Jam lima sore, keluarkan sajian dari lima buah pandanga namanya Raja yang diisi dengan

makanan campuran ini diadakan oleh :

1. Soa Toduho

2. Soa Mahifa

3. Soa Tosofu lamo

4. Soa Tosofu kene

5. Soa Sowohi

Pandanga raja ini dibaca Sadaka dan doa oleh imam Togubu Abd. Rahman bin Ali. Selesai

dan bubar.

I. Jumat Rombak tempat (Tola Guba)

II. Sabtu Djou-Tina kembali ke kampung Gura Banga/ dikenal sekarang dengan

kampung Gura Bunga.

Sowohi-sowohi lain dan kepala-kepala serta rakyat yang datang dari pedalaman,kembali

kekampung halamannya. Selesai peralatan Legu Gam dngan upacara-upacaraya

Menurut catatan Gimalaha Tomanyou oleh Umar Jumati Toduho dalam penjelasannya adalah

:

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

a) Sowohi Djou Tina, bernama salasa alias Ismail Bin Duhadji Bin Husen yang disebut Djou

Tina adalah Sultan Tidore yang menghilang diri (Gaib), menjadi Djin/dewa dan sewaktu-

waktu di mana perlu memasuki Rohnya (manjelma) pada dirinya sowohi (Djou Tina).

b) Bobato dari soa-soa yang turut serta pada peralatan Legu Gam menurut penetapan terdiri

dari :

1. Gimalaha Togubu

2. Gimalaha Kalaodi

3. Famanyira Tomayala

4. Famanyira Failuku

5. Imam Togubu.

c) Rumah Sabuah tempat peralatan Legu Gam, sesudahnya selesai peralatan rumah sabua ini

tidak dibolehkan merobah dan memindahkan,melainkan dibiarkan sampai binasa sendiri

atau roboh sendiri.

Suatu proses interaksi yang terjadi pada kehidupan masyarakat dengan latar belakang

yang berbeda hidup bersama dan berkesinambungan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan

saling ketergantungan antara satu sama lainnya. Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

berbagai macam persoalan yang timbul, baik bersifat homogen dan heterogen. Sehingga dengan

berbagai dinamika sosial budaya yang terjadi baik itu dalam aspek pendidikan , adat istiadat,

agama, dan gotong ronyong. Pada aspek ini belum mampu melakukan yang terbaik untuk

mencari jalan keluar dari dilematis dan problematika yang terjadi. Masyarakat Tidore jauh

sebelum kedatangan bangsa-bangsa Asia berdasarkan sumber sejarah mengindikasikan memiliki

akar budaya kuat dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan kecil dengan Kolano sebangai

pengusahanya.

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Kebudayaan Kota Tidore tidak terlepas dengan latar belakang historis yang panjang dan

berpengaruh terhadap budaya dan adat istiadat di daerah ini. Kerjaan Moloku Kie Raha (Tidore,

Ternate, Bacan, dan Jailolo) pada dasarnya mempunyai budaya yang sama yang sering dikenal

dengan budaya Moloku Kie Raha, hal ini karena empat kerajaan yang dipimpin oleh sultan yang

mempunyai satu garis keturunan atau kakak beradik dalam sejarah mempunyai satu keturunan

bangsa Arab.

Pelaksanaan tradisi Legu Gam sebagai upacara sukuran dan niat dari sultan beserta

masyarakat maka masyarakat mengetahui kembali sejarah terbentuknya Tidore dari masa

penjajahan sampai masa sekarang. Sehingga Upacara ini dikatakan sangat sakral dan hanya

dilakukan sekali selama masa pemerintahan sultan yang berkuasa dan memimpin kerajaan

Tidore.

Menurut Amin Faroek (Wawancara 16 April 2012) Apabila Sultan, kesultanan tidore

dilantik maka sultan akan melaksanakan upacara Legu Gam atau niat/ najar sultan. Selain sultan

mempunyai niat masyarakat berhak mempunyai niat apabilah mendapat rahmat dan kesejahtraan

maka sultan dan rakyatnya melakukan tradisi Legu Gam sebagai sukuran dan menceritakan asal

muasal negeri ini dan tradisi ini di perankan oleh Nyili Gamtufkange.

Upacara ini dikomandani oleh Gimalaha Tomayou. Tetapi yang paling berperan adalah

Soa Ramtoha Tomayou artinya 5 Soa di bukit yakni: Toduho, Mahifa, Tosofu Malamo, Tosofu

Nakene, dan Soa Sowohi. Sultan hanya hadir dalam pelaksanaan upacara ini dan memohon

berkat.

4.2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Dinamika Legu Gam Dalam Masyarakat

Tidore.

4.2.2.1 Legu Gam

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Legu Gam secara historis merupakan manifestasi kebudayaan daerah yang dilakukan

sebagai tradisi adat istiadat Maluku Kie Raha (Maluku Utara) yang melibatkan pihak kerajaan /

kesultanan sebagai pranata sosial masyarakat adat. Berkaitan dengan hal tersebut masuknya

agama Islam di Maluku juga turut mempengaruhi budaya serta adat istiadat di daerah ini

sehingga sering kita dengar satu bahasa kiasan ”Adat bersendikan agam agama bersendikan

kitabullah”. Sehingga dampak dalam kehidupan masyrakat di Kota Tidore Kepulauan ini adalah

budaya dipengaruhi oleh adat. Perpaduan ini berlangsung harmonis hingga saat ini.

Masyarakat Tidore meyakini bahwa tradisi Legu Gam mengandung makna dan nilai

tertinggi dalam pemenuhan dan keberkataan sehingga diadatkan secara turun-temurun.Tradisi ini

juga terdapat sebuah tarian yaitu Soya-Soya atau juga di sebut sebagai salai jin. Secara umum

Legu Gam dapat diartikan sebagai suatu tradisi ritual yang dilakukan oleh pihak kesultanan dan

masyarakat Tidore sebagai upacara sukuran untuk mendapatkan rahmat dan kesejahteraan, maka

sultan dan rakyatnya melakukan tradisi Legu Gam sebagai sukuran dan sekaligus menceritakan

asal muasal negeri ini.

Dari penjelasan diatas, maka dapat diketahui maksud dari pelaksanaan tradisi Legu Gam,

berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi tradisi Legu gam dilakukan dilihat dari perspektif

masyarakat Tidore :

a. Keanggupan bagi rakyat yang bersangkutan dari kemurahan ( hasi-hasil kebun dan lain-

lain cukup lebih dari biasa)

b. Dan atas niat dan najar dari rakyat dan pemerintah ( pemerintah di sini adalah seri sultan

Tidore )

c. Niat dan najar masyarakat dan pemerintah (Kesultanan Tidore) agar selamat dari bala

bencana dan bahaya yang dihadapi oleh masyarakat.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Legu Gam adalah peralatan keselamatan terhadap sultan tidore yang menghilang (Gaib)

menjelma menjadi Djin/Dewa yang dipuja ( dipuji ) oleh penduduk tidore sejak dari dulu dan

sultan tidore yang menghilang diri digelarkan namanya „DJOU TINA‟ atau Sowohi Kie Matiti’.

(wawancara Amin Faroek, tanggal 2 Mei 2012) .

Disamping itu juga menurut ( Wawancara Bakri Dano, 15 April 2012) bahwa tradisi Legu

Gam dilaksanakan karena bala bencana yang dialami oleh masyarakat Tidore dan belum ada

yang mampu mencari solusi/jalan keluar maka dengan bala bencana yang terjadi di Tidore maka

dari pihak Kesultanan bernazar untuk melaksanakan tradisi Legu Gam dengan tujuan mengatasi

bala bencana yang di alami oleh Masyarakat Tidore dan merupakan adat/kebiasaan yang

dilaksanakan secara turun-temurun.

Menurut (Wawancara Ade Ahmad Tosofu, tanggal 22 April 2012) bahwa tradisi Legu Gam

merupakan suatu acara adat istiadat dan kebudayaan Kesultanan Tidore Legu Gam ini tidak

dilaksanakan secara rutin melainkan dilaksanakan tergantung pada Niat atau Najar yang

dilafalakan oleh masyarakat yang berada dalam bingkai Kesultanan Tidore.

Kemudian diperoleh keterangan lebih lanjut (Wawancara Samsul Abdullah, tanggal 29

April) bahwa tradisi Legu Gam harus dilakukan apabilah bobato Adat, dan Pihak Kesultanan

Tidore dalam keadaan darurat seperti bala bahaya yang dating dari luar dan juga Rizki dan

Rahmat yang diberikan ole Allah SWT secara belimpah.

Yunus Elake, 29 Mei 2012) yaitu maksud dari pelaksanaan Legu Gam ini adalah untuk

(1) mengembangkan dan melestarikan tradisi-tradisi leluhur secara turun temurun, (2) sebagai

sukuran terhadap penobatan sultan, (3) untuk menanamkan nilai-nilai budaya lokal terhadap

masyarakat , dan dalam pelaksanaan Legu Gam ini dalaksanakan sekali dalam masa

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

pemerintahan sultan yang berkuasa. Pelaksanaannya selama tujuh hari dan bertempat di Nyili

Gamtufkage, yang melibatkan seluruh masyarakat.

Sedangkan menurut Laeman Saleh ( wawancara 29 April 2012) yaitu tradisi dalam

pelaksanaan berbagai macam upacara adat berdasarkan hukum adat kesultanan Tidore “Adat

bersendikan agama , Agama bersendikan Kitabullah “ maksud dari kiasan ini adalah adat istiadat

dilakukan sesuai dengan ajaran agama, dan ajaran agama dilakukan sesuai dengan Al-Quran dan

Hadist. Sehingga dampak dalam kehidupan masyarakat di Kota Tidore ini adalah budaya

dipengaruhi oleh adat. Lebih lanjut Laeman Saleh mengutarakan bahwa yang menjadi faktor

dilaksanakannya Legu Gam masyarakat Tidore yaitu sukuran dalam arti bersukur kepada tuhan

yang Maha Esa atas kelimpahan rahmat karunia sehingga negeri ini bisa jadi negeri yang aman

dan sejahtera.

Berdasarkan hasil wawancara yang dijelaskan diatas maka (Van Paursen, 1976: 10 )

berpendapat bahwa kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan sekelompok orang dalam

menentukan hari depannya dan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan.

Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan yang terjadi bukan saja

berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan budaya manusia. Budaya dipandang

sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok, budaya lahir karena kemampuan

manusia mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak ditinggali waktu demi waktu.

Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan.

4.2.2.2 Respon Masyarakat

Dari hasil penelitian lapangan pelaksanaan tradisi Legu Gam ini sangat direspon oleh

masyarakat. Hal ini demikian perlu di apresiasi yang positif karena masyarakat di Kota Tidore

sangat menjunjung tinggi adat istiadat, tradisi kebudayaan secara turun temurun. Dinamika

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Kondisi masyarakat Tidore dengan berbagai macam bentuk tradisi upacara adat dan selalu

mempertahankan hidup berdampingan antara suku dan bahkan pemukiman – pemukiman yang

ada memiliki perbedaan yang satu dengan yang lain. Legu Gam merupakan salah satu tradisi

upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Tidore.

Sebagaimana Koentjaraningrat (1987 : 127) menjelaskan bahwa salah satu unsur budaya

menyangkut sistem religi, upacara adat , keagamaan merupakan salah satu tata nilai kebudayaan

yang erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat suatu kelompok tertentu yang sangat sulit

mengalami perubahan. Hal ini karena kebiasaan turun-temurun yang melekat erat dalam benak

pengikutnya.

Dari Uraian diatas, pelaksanaan tradisi ini mempunyai dua dampak yakni positif dan

negatif.

a. Dampak Poitif

Komunitas masyarakat Tidore melaksanakan tradisi ini masih bersifat tradisional. Apabila

dilihat dari tingkat ilmu pengetahuan dan tekhnologi sudah sangat maju namun mereka masih

mempertahankan tradisi ini melalui garis keturunan nenek moyang merek sehingga mempunyai

dampak positif yaitu sebagai berikut :

Memperkuat identitas local sebagai upaya filterisasi terhadap dampak negative dari

globalisasi.

Melestarikan kebudayaan sendiri sebagai budaya nasional.

Mempererat tali silaturahim antar masyarakat kota Tidore Kepulauan.

Peningkatan jenis budaya tertentu

Mengurangi konflik antar masyarakat, dan

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Meningkatkan stabilitas peradaban

b. Dampak Negatif

Sebagian masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi ini yaitu kelompok yang antipasti

dan tergolong memiliki tingkat pengetahuan dan tingkat penghayatan yang tinggi dan

berorientasi pada masa depan disbanding melihat ke masa lampau karena mengaggap sudah

punah sehingga timbul dampak negative. Berikut uraian dampak negatifnya:

Tidak melestarikan budaya daerah sebagai kebudayaan nasional.

Kehidupan bermasyarakat diletakan atas prinsip efesiensi baik yang bersifat teknis

maupun ekonomis.

Telupakannya kebudayaan daerah

Berorientasi pada masa depan

Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas maka penulis berasumsi bahwa sesuai dengan

keadaan geografis Tidore yang ada di Propinsi Maluku Utara merupakan daerah yang

mempunyai masyarakat yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisional atau tradisi yang

turun temurun dari nenek moyang mereka. Sehingga merupakan faktor yang yang sangat

menentukan dalam perubahan pola pikir masyarakat, yang tingkat pemahamannya masah rendah,

terlalu sulit bagi mereka untuk membedakan perilaku-perilaku sebagai tuntutan dasar agama

yang dianutnya, dengan tradisi-tradisi yang di tinggalkan oleh para leluhurnya/nenek

moyangnya.

Perubahan pola pikir masyarakat akan cepat bila ditunjang dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi terutama teknologi komunikasi dan transportasi sebagai alat

perhubungan budaya . Sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat Tidore yang sangat

lamban dalam perkembangannya karena pada masyarakat Tidore kurangnya mendapat akses

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

komunikasi dan transportasi yang menghubungkan karena itulah masyarakat ini sulit menerima

perubahan dan tetap mempertahankan budaya tradisi turun-temurun dari nenek monyang mereka.

Patut diakui bahwa, untuk menghilangkan suatu budaya yang sudah berakar, tudak cukup

menggunakan waktu yang pendek. Apalagi bagi masyarakat yang tingkat pemahaman dan

penghayatan agama masih rendah, terlalu sulit bagi mereka untuk membedakan perilaku-perilaku

sebagai tuntunan dasar agama yang dianutnya, dengan praktek-praktek agama dan budaya dari

leluhurnya.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Dinamika Tradisi Legu Gam dari Perspektif Masyarakat Tidore

Masyarakat Tidore mempunyai kebudayaan dan kesenian (tradisi) yang berdasarkan adat

istiadat daerah, sehingga dalam pelaksanaannya terdapat peralatan resmi dan upacara-upacara

resmi susunanya menurut adat-istiadat kesultanan. Masyarakat Tidore sebagai masyarakat yang

mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya serta selalu mempunyai pandangan

ataupun pemahaman yang berbeda. Hal ini dilihat beberapa indikator tentang pandangan

masyarakat terhadap proses pelaksanaan tradisi Legu Gam.

Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, terkait dengan

pelaksanaan tradisi Legu Gam, segelintir masyarakat menganggap bahwa rtradisi Legu Gam

hanya merupakan milik masyarakat tertentu saja yang hidup di zamannya. Oleh sebab itu,

kesadaran untuk memiliki dan melaksanakan tradisi Legu Gam bagi sebagian masyarakat yang

hidup pada zaman sekarang sangatlah rendah. Selain itu, sebagian masyarakat yang hidup di

zaman sekarang mengaggap bahwa tradisi Legu Gam ini perlu dilaksanakan dan dilestarikan

karena merupakan salah satu adat yang diwariskan secara turun temurun.

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Pelaksanaan tradisi Legu Gam pada masyarakat Tidore merupakan puncak acara adat

kesultanan yang ditandai dengan pembakaran kemenyaan (Uku) dan membaca doa dan mantra

menurut caranya sampai kepada meriwayatkan sejarah kejadian terbentuknya kesultanan Tidore

(Kie Raha) dengan daerah taklukannya sampai pada pengambilan berkat oleh Sultan Tidore.

Sebelum melaksanakan prosesi Legu Gam tersebut ada beberapa perlengkapan yang

harus dipersiapkan dalam tradisi tersebut berupa : (1) Salawaku (Parisai), (2) Gaku (Talam), (3)

Peta (Kain Tyorak), (4) Kucu, (5) Dofo-dofo (Keris), (6) Tolu Bata (Tudung Yorak), (7) Goa-

Goa (Kipas) dan (8) pakaian adat.

Perlengkapan yang digunakan dalam pelaksanaan tradisi tersebut dianggap penting oleh

masyarakat Tidore. Prosesi pelaksanaan tradisi Legu Gam diantaranya sebagai berikut : (1)

Bonofo Legu’ (acara pembukaan) diadakanya kota Uku ( antar kemenyan ) disertai dengan

pembakaran kemenyan sekaligus membaca doa dan mantra menurut caranya sampai kepada

meriwayatkan sejarah kejadian terbentuknya kesultanan Tidore (Kie Raha) dengan daerah

taklukannya , (2) Dari peralatan Legu Gam menjemput uku (kemenyan) ini di bawah dari Soasio

ke Gamtufkange di Kananga Mabopo Soa Tina dan menunda/bawa ketempat peralatan diiringi

dengan tarian soya-soya maliga, (3) Uku (kemenyan) ini dibawa langsung kerumah Sibua disana

oleh Sowohi Djou-Tina dengan Bobato dan menerimanya menurut cara yang ditetapkan. (4)

Pengambilan berkat oleh Sri Sultan Tidore.

Pelaksanaan tradisi Legu Gam sebagai upacara sukuran dan niat dari sultan beserta

masyarakat maka masyarakat mengetahui kembali sejarah terbentuknya Tidore dari masa

penjajahan sampai masa sekarang. Sehingga Upacara ini dikatakan sangat sakral dan hanya

dilakukan sekali selama masa pemerintahan sultan yang berkuasa dan memimpin kerajaan

Tidore.

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Tradisi Legu Gam merupakan warisan dari kehidupan manusia zaman dahulu sehingga

masyarakat masih memperthankan hingga saat ini. Dinamika tradisi yang telah diwariskan secara

turun-temurun dalam kehidupan terdahulu yang sampai saat ini masih dipertahankan dan

merupakan bagian dari kehidupan, karena dapat membentuk sebagian perilaku masyarakat dalam

menjawab berbagai permasalahan yang bersifat kritis dan hal ini ada upaya-upaya untuk

mempertahankan sebagai pelengkap dalam kehidupan masyarakat dalam menjembatani hal-hal

yang bersifat rasional dan abstrak.

4.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dinamika Legu Gam dalam Masyarakat

Tidore

Berdasarkan hsil penelitian yang dilakukan peneliti bahwa Masyarakat Tidore adalah

masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, tradisi dan budaya yang beraneka

rangam serta selalu mempunyai pandangan ataupun pemahaman yang berbeda. Hal ini dapat di

lihat dari beberapa pandangan atau pemahaman masyarakat terhadap tradisi Legu Gam yang

dilakukan secara turun-temurun.

Perspektif masyarakat terhadap pelaksanakan tradisi Legu Gam ini pada masyarakat

yang menentang, ternyata pernah melakukan tradisi ini . Oleh karena itu, akibat dari

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi , maka terjadi perubahan pola piker dan

intensitas peribatan yang tergolong tinggi terhadap ajaran agama, sehingga menyebabkan

msyarakat tersebut enggan melaksanakan tradisi tersebut, sedangkan komunitas masyarakat yang

bertahan dalam artian masih menjunjung tinggi nilai adat budaya tersebut terdapat pada

masyarakat yang masih mempunyai tingkat penghayatan serta intensitas peribadatan yang

sederhana dan tradisional.

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Manusia merupakan mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Sebagai mahluk individu,

manusia selalu berusaha memenuhi kepentingan pribadinya. Sebagai mahluk sosial manusia pun

berusaha untuk mengadakan hubungan sosial dengan sesamanya demi pemenuhan hasrat

hidupnya. Konsep tersebut menunjukan bahwa manusia tak dapat berkembang dengan sempurna

tanpa adanya interaksi sosial dengan sesamanya.

Perubahan pola pikir masyarakat akan cepat bila ditunjang dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi terutama teknologi komunikasi dan transportasi sebagai alat

perhubungan budaya . Masyarakat Tidore selalu melaksanakan tradisi Legu Gam yang

diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyangnya. Hal ini dilihat dalam pelaksanaan Legu

Gam yang merupakan budaya daerah yang selalu dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat

Tidore.

Sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat Tidore yang sangat lamban dalam

perkembangannya karena pada masyarakat Tidore kurangnya mendapat akses komunikasi dan

transportasi yang menghubungkan karena itulah masyarakat ini sulit menerima perubahan dan

tetap mempertahankan budaya tradisi turun-temurun dari nenek monyang mereka.

Tradisi Legu Gam yang bertaraf lokal dan merupakan warisan dan budaya leluhur yang

mempunyai pengaruh terhadap tata cara dan perkembangan pola piker masyarakat Tidore itu

sendiri. Dari hasil penelitian, diuraikan pula bahwa dalam pelaksanaan tradisi ini juga

mempunyaiberbagai dampak positif bagi yang melaksanakan, mereka beranggapan bahwa

dengan adanya tradisi ini mereka saling mempererat tali silaturahim antar masyarakat Tidore

serta dampak negatif bagi yang tidak melaksanakan tradisi ini tidak melestarikan adat budaya

daerah setempat karena mereka lebih berorientasi ke masa depan dan menganggap tradisi

tersebut sudah punah.

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/4095/9/2012-1-87201-231408022-bab4... · 01 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Kehidupan bermasyarakat bukan sekedar kumpulan manusia semata-mata tanpa ikatan

akan tetapi memiliki identitas dan hubungan fungsional antara satu sama lainnya sehingga dapat

membentuk kepribadian dari suatu individu yang didasarkan atas kebiasaan yang hidup dalam

masyarakat tersebut. kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks,yang di dalamnya

terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, huku, adat istiadat dan kemempuan

yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.