bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum lokasi...
TRANSCRIPT
103
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di wilayah kerja UPT Puskesmas
Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, yang terdiri dari 6 kelurahan
yaitu Kelurahan Pasirkaliki, Kelurahan Pamoyanan, Kelurahan Arjuna, Kelurahan
Husein Sastranegara dan Kelurahan Sukaraja. Penelitian ini dilaksanakan dari
tanggal 28 Maret 2012 sampai dengan 24 Mei 2012. Subyek penelitian adalah
seluruh pasien Diabetes Melitus yang berkunjung dan tercatat dalam laporan LB1
di UPT Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung pada tahun 2011.
4.2 Hasil Penelitian
Penelitian telah dilakukan terhadap 72 responden beserta anggota keluarga
yang dekat dan tinggal serumah dengan responden dan bersedia menjadi
responden penelitian. Responden dibagi ke dalam dua kelompok dengan cara
pengocokan koin yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok
intervensi mendapatkan program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga dan
tindak lanjut selama 3 minggu, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan
pendidikan kesehatan berbasis keluarga pasca penelitian. Metode pendidikan
kesehatan menggunakan modul tentang perilaku perawatan kaki sebagai alat bantu
penyampaian materi dengan 2 kali kunjungan masing-masing 30 menit. Tindak
104
lanjut dilakukan dengan metode tindak lanjut melalui telpon 1 kali, dan kunjungan
rumah sebanyak 3 kali.
Hasil penelitian dibagi menjadi analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisis univariat menggambarkan (1) data karakteristik responden, (2) data
karakteristik klinis responden, (3) data karakteristik keluarga. Analisis bivariat
menggambarkan uji perbedaan rata – rata pada sebelum dan sesudah program
edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol, uji perbedaan
rata – rata pada sebelum dan sesudah program edukasi berbasis keluarga pada
kelompok intervensi, pengaruh dari program edukasi perawatan kaki berbasis
keluarga terhadap pengetahuan, kepercayaan diri (self-efficacy) dan perilaku
perawatan kaki pada kelompok kontrol dan intervensi.
4.2.1 Analisis Univariat
Hasil analisis menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia,
jenis kelamin, status, suku, pekerjaan, tingkat pendidikan dan agama.
4.2.1.1 Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 4.1, sebagian besar subjek pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol (66.7%) berusia di rentang 40 - 59 tahun, dengan jenis
kelamin perempuan pada kelompok intervensi (72.2%) dan kelompok kontrol
(75%) dan status menikah pada kelompok intervensi (83.3%) dan kelompok
kontrol (75%) adalah menikah. Hampir seluruh responden pada kelompok
intervensi (86.1%) dan kelompok kontrol (91.7%) merupakan suku Sunda.
Sebagian besar responden pada kelompok intervensi (61.1%) dan kelompok
kontrol (72.2%) tidak bekerja. Tingkat pendidikan sebagian dari responden pada
105
kelompok intervensi (44.4%) dan kelompok kontrol (38.9%) adalah Sekolah
Dasar. Dari tabel 4.1, variabel usia, jenis kelamin, status pernikahan, suku,
tingkat pendidikan, pekerjaan menunjukkan nilai p > 0.05. Hal ini mengandung
arti bahwa keenam variabel tersebut pada kelompok intervensi dan kontrol adalah
homogen.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Analisis Uji Homogenitas KarakteristikResponden pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di wilayahPuskesmas Pasirkaliki Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)
No Variabel Intervensi(n=36)
Kontrol(n=36)
X2 Nilai p
f % f %1. Usia
40 - 59 tahun 24 66.7 24 66.7 0.000a 1.00059 – 69 tahun 12 33.3 12 33.3
2. Jenis KelaminLaki-laki 10 27.8 9 25 0.071a 0.789Perempuan 26 72.2 27 75
3. StatusMenikah 30 83.3 27 75 0.758a 0.384Janda/duda 6 16.7 9 25
4. SukuSunda 31 86.1 33 97.1 0.236b 1.000Jawa 5 13.9 2 5.6Minang 0 0 1 2.8
5. PekerjaanTidak bekerja 22 61.1 26 72.2 0.471b 0.979Wiraswasta 11 30.6 7 19.4Lain-lain 3 8.3 3 8.3
6. Tingkat pendidikanTidak tamat SD 3 8.3 1 2.8 0.471b 0.979SD 16 44.5 14 38.9SMP 9 25 11 30.6SMA 8 22.2 9 25Perguruan Tinggi 0 0 1 2.8
Catatan : a = Chi-Square, b = Kolmogorov-Smirnov Z
106
4.2.1.2 Karakteristik Klinis Responden
Tabel 4.2 menggambarkan karakteristik klinis dari responden. Sebagian
dari responden kelompok kontrol (58.3%) dan kelompok intervensi (55.6 %)
mempunyai lama diabetes ≥ 3 tahun. Olahraga yang dijalankan oleh sebagian
besar responden kelompok intervensi (61.1 %) dan kelompok kontrol (69.4 %)
adalah berjalan kaki. Sebagian besar dari kelompok intervensi (69.4 %) dan
kelompok kontrol (58.3 %) tidak pernah merokok.
Berdasarkan tabel 4.2, seluruh responden belum pernah mendapat program
edukasi perawatan kaki berbasis keluarga. Sebagian besar kelompok intervensi
dan kelompok kontrol (69.4 %) mempunyai keluhan neuropati seperti baal.
Sebagian besar dari kelompok intervensi (75 %) dan kelompok kontrol (66.7 %)
mempunyai penyakit penyerta selain penyakit Diabetes Melitus. Hampir
seluruhnya responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol kedua
denyut nadi pada kaki kanan dan kaki kiri dapat diraba. Sebagian besar dari
kelompok intervensi (72.2 %) dan control (80.6 %) rangsang monofilament pada
kaki kanan dan kaki kiri memiliki sensasi baik. Hampir seluruh responden pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (94.4 %) tidak pernah mempunyai
riwayat kaki diabetik sebelumnya. Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat hasil uji
homogenitas pada 11 variabel menunjukkan nilai p > 0.05. Hal ini mengandung
arti bahwa 11 variabel tersebut pada kelompok intervensi dan kontrol adalah
homogen.
107
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Analisis Uji Karakteristik Klinis RespondenKelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja PuskesmasPasirkaliki Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)
No Variabel Intervensi(n = 36)
Kontrol(n = 36)
X2 Nilai p
f % f %1. Lama Diabetes ≤ 3 tahun 16 44.4 15 41.7 0.057a 0.812 ≥ 3 tahun 20 55.6 21 58.3 2. Olahraga
Tidak pernah 7 19.4 6 16.7 0.236b 1.000Berjalan 22 61.1 25 69.4Lari 1 2.8 0 0Senam 5 13.9 4 11.1Bersepeda 1 2.8 1 2.8
3. Riwayat merokokTidak pernah 25 69.4 21 58.3 0.964b 0.617Pernah merokoktapi sudah berhenti
8 22.2 11 30.6
Masih merokok 3 8.3 4 11.14. Program edukasi
perawatan kakiPernah 0 0 0 0 0.000a 1.000Tidak pernah 36 100 36 100
5. Keluhan neuropatiAda 25 69.4 25 69.4 0.000a 1.000Tidak ada 11 30.6 11 30.6
6. Penyakit penyertaAda 27 75 24 66.7 0.605a 0.437Tidak ada 9 25 12 33.3
7. Denyut nadi kakikananKedua teraba 29 80.6 26 72.2 0.354b 1.000Satu teraba 6 16.7 9 25tidak teraba semua 1 2.8 1 2.8
8. Denyut nadi kakikiriKedua teraba 30 83.3 30 83.3 0.118b 1.000Satu teraba 5 13.9 6 16.7Tidak teraba semua 1 2.8 0 0
Catatan : a = Chi-Square, b = Kolmogorov-Smirnov Z
108
Lanjutan Tabel 4.2 Analisis Uji Karakteristik Klinis Responden KelompokKontrol dan Kelompok Intervensi di wilayah Kerja Puskesmas PasirkalikiBandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)
No Variabel Intervensi(n = 36)
Kontrol(n = 36)
X2 Nilai p
F % f %9. Monofilamen pada
kaki kananSensasi baik 26 72.2 29 80.6 0.693a 0.405Sensasi tidak baik 10 27.8 7 19.4
10. Monofilamen padakaki kiriSensasi baik 26 72.2 29 80.6 0.693a 0.405Sensasi tidak baik 10 27.8 7 19.4
11. Riwayat kakidiabetikTidak pernah 34 94.4 34 94.4 0.000c 1.000Pernah 2 5.6 2 5.6
Catatan : a = Chi-Square, b = Kolmogorov-Smirnov Z, c = Fisher-Exact
Tabel 4.3 menunjukkan hasil gula darah terakhir sebelum program edukasi
perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok intervensi dengan rata – rata
nilai 239.28 (101.45) dan kelompok kontrol dengan rata – rata nilai236.31
(87.53). Analisis uji homogenitas pada variabel gula darah adalah p > 0.05,
artinya variabel gula darah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
adalah homogen.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Analisis Uji Homogenitas Gula darah padaKelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja PuskesmasPasirkaliki Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)
Variabel Kelompok
Intervensi
Mean (SD)
Kelompok
Kontrol
Mean (SD)
t Nilai p
Gula darah 239.28 (101.45) 236.31 (87.53) -0.133a 0.894
Catatan : a = independent t-test
109
4.2.1.3 Karakteristik Keluarga Responden
Tabel 4.4 menunjukkan karakteristik keluarga responden. Sebagian besar
keluarga yang dilibatkan pada kelompok intervensi (55.6 %) adalah anak
kandung, sedangkan pada kelompok kontrol (52.8 %) adalah suami atau istri.
Berdasarkan keluarga yang dilibatkan dalam program edukasi perawatan kaki
berbasis keluarga, lebih dari setengahnya anggota keluarga pada kelompok
kontrol (72.2 %) dan setengahnya pada kelompok intervensi (50 %) adalah
perempuan. Hampir seluruh keluarga pada kelompok intervensi dan kontrol (88.9
%) masing-masing mempunyai status sudah menikah.
Hampir sebagian besar keluarga dari kelompok intervensi dan kontrol
(41.7 %) berusia 18 – 36 tahun. Lebih dari setengahnya pekerjaan anggota
keluarga pada kelompok intervensi (55.7 %) dan hampir sebagian besar pada
kelompok kontrol (38.9 %) adalah tidak bekerja. Hampir sebagian besar tingkat
pendidikan pada kelompok intervensi (44.4 %) dan kelompok kontrol (36.1 %)
adalah SMA. Tipe keluarga pada kelompok intervensi dan kontrol (61.1 %)
sebagian besar merupakan keluarga besar (extended family). Analisis uji
homogenitas dari variabel hubungan dengan responden, jenis kelamin, status, usia
anggota keluarga, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan tipe keluarga dengan nilai p
> 0.05. Hal ini mengandung arti bahwa semua variabel tersebut pada kelompok
intervensi dan kontrol adalah homogen.
110
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Analisis Uji Karakteristik Keluarga padaKelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja PuskesmasPasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)
No Variabel Intervensi Kontrol X2 Nilai pf % f %
1. Hubungan denganrespondenSuami/Istri 14 38.9 19 52.8 0.589a 0.878Anak kandung 20 55.6 14 38.9Lain-lain 2 5.6 3 8.3
2. Jenis KelaminLaki-laki 18 50 10 27.8 3.740b 0.053Perempuan 18 50 26 72.2
3. StatusMenikah 32 88.9 32 88.9 0.118a 1.000Belum menikah 4 11.1 3 8.3Janda/duda 0 0 1 2.8
4. Usia anggotakeluarga18-36 tahun 15 41.7 15 41.7 4.202b 0.12236-54 tahun 15 41.7 8 22.254-70 tahun 6 16.7 13 36.1
5. PekerjaanTidak bekerja 20 55.7 14 38.9 0.707a 0.699Buruh 1 2.8 4 11.1PNS 2 5.5 3 8.3Pegawai swasta 2 5.5 10 27.8Wiraswasta 9 25 4 11.1Lain-lain 2 5.5 1 2.8
6. Tingkat pendidikanSD 6 16.7 13 36.1 4.667b 0.198SMP 10 27.8 5 13.9SMA 16 44.4 13 36.1Perguruan Tinggi 4 11.1 5 13.9
7. Tipe keluargaKeluarga inti 14 38.9 14 38.9 0.000b 1.000Keluarga besar 22 61.1 22 61.1
Catatan : a = Kolmogorov-Smirnov Z, b = Chi-Square
111
4.2.2 Analisis Bivariat
4.2.2.1 Uji Perbedaan Rata – rata Pengetahuan Perawatan Kaki Sebelum
dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol
Tabel 4.5 menggambarkan uji beda rata – rata variabel pengetahuang
sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol. Nilai rata-rata
pengetahuan perilaku perawatan kaki pada kelompok kontrol sebelum dilakukan
intervensi adalah 10.97 (SD = 2.10), sedangkan setelah dilakukan intervensi
adalah 11.22 (2.47). Selisih antara nilai rata - rata sebelum dengan sesudah
intervensi program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga adalah sebesar 0.25.
Nilai rata-rata pengetahuan tentang perawatan kaki sebelum dan sesudah
intervensi pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan bermakna, dengan
nilai p = 0.405.
Tabel 4.5 Perbedaan Rata-rata Pengetahuan tentang Perawatan Kaki Sebelum danSesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja PuskesmasPasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)
Variabel Kelompok Kontrol t Nilai pSebelum
Mean (SD)Sesudah
Mean (SD)Pengetahuanperawatan kaki
10.97 (2.10) 11.22 (2.47) -0.8.43 0.405
Catatan : t = paired t-test, df = 35
4.2.2.2 Uji Perbedaan Rata – Rata Kepercayaan Diri (Self-Efficacy) Sebelum
dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol
Nilai rata-rata self-efficacy responden kelompok kontrol dalam melakukan
perawatan kaki sebelum intervensi dilakukan adalah 43.39 (SD = 4.88),
112
sedangkan sesudah intervensi dilakukan adalah 42.56 (3.71). Selisih nilai rata –
rata kepercayaan diri (self-eeficacy) antara sebelum dan sesudah program edukasi
perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol adalah – 0.83. Nilai rata-
rata kepercayaan diri (self-efficacy) dalam perawatan kaki sebelum dan sesudah
intervensi program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga tidak terdapat
perbedaan bermakna pada kelompok kontrol, dengan nilai p = 0.193.
Tabel 4.6 Perbedaan Rata-rata Kepercayaan Diri (self-efficacy) tentang PerawatanKaki Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol di Wilayah KerjaPuskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012(N=72)
Variabel Kelompok Kontrol t Nilai pSebelum
Mean (SD)Sesudah
Mean (SD)Kepercayaan diri(Self-efficacy)
43.39 (4.88) 42.56 (3.71) 1.327 0.193
Catatan : t = paired t-test, df = 35
4.2.2.3 Uji Perbedaan Rata – Rata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care
Behavior) Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol
Nilai rata-rata perilaku perawatan kaki pada kelompok kontrol sebelum
dilakukan intervensi adalah 51.33 (SD = 8.58), sedangkan sesudah dilakukan
intervensi adalah 49.50 (SD = 9.40). Selisih nilai rata – rata kepercayaan diri
perilaku perawatan kaki antara sebelum dan sesudah program edukasi perawatan
kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol adalah – 1.83. Berdasarkan tabel
4.7, dapat diambil simpulan, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam perilaku
113
perawatan kaki pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi, dengan p
= 0.219.
Tabel 4.7 Perbedaan Rata-rata Perilaku Perawatan Kaki Sebelum dan SesudahIntervensi pada Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki KotaBandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)
Variabel Kelompok Kontrol t Nilai pSebelum
Mean (SD)Sesudah
Mean (SD)Perilaku perawatanKaki
51.33 (8.58) 49.50 (9.40) 1.251 0.219
Catatan : t = paired t-test, df = 35
4.2.2.4 Uji Perbedaan Rata – rata Pengetahuan tentang Perawatan Kaki
Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan tabel 4.8, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan
perilaku perawatan kaki pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi
program edukasi berbasis keluarga adalah 11.19 (SD = 2.68), sedangkan setelah
dilakukan intervensi adalah 16.69 (0.77). Selisih nilai rata – rata pengetahuan
antara sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga
pada kelompok intervensi adalah 5.5. Menurut tabel 4.8, dapat diketahui terdapat
perbedaan yang bermakna antara nilai rata-rata pengetahuan tentang perilaku
perawatan kaki sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi, dengan
nilai p = 0.000.
114
Tabel 4.8 Perbedaan Rerata Pengetahuan tentang perilaku Perawatan KakiSebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi di Wilayah KerjaPuskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012(N=72)
Variabel Kelompok Intervensi t Nilai pSebelum
Mean (SD)Sesudah
Mean (SD)Pengetahuanperawatan kaki
11.19 (2.68) 16.69 (0.79) -12.790 0.000
Catatan : t = paired t-test, df = 35
4.2.2.5 Uji Perbedaan Rata – rata Self-Efficacy dalam Perawatan Kaki
Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan tabel 4.9, dapat diketahui rata-rata nilai self-efficacy
responden kelompok intervensi dalam melakukan perawatan kaki sebelum
intervensi dilakukan adalah 44.83 (SD = 10.77), sedangkan sesudah intervensi
dilakukan adalah 73.64 (1.53). Selisih rata – rata kepercayaan diri (self-eeficacy)
antara sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga
pada kelompok intervensi adalah 28.81. Berdasarkan tabel 4.9, dapat diketahui
terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai rata-rata pengetahuan tentang
perilaku perawatan kaki sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok
intervensi, dengan nilai p = 0.000.
Tabel 4.9 Perbedaan Rerata kepercayaan diri (Self-Efficacy) Sebelum dan SesudahIntervensi pada Kelompok Intervensi di Wilayah Kerja Puskesmas PasirkalikiKota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (n=72)
Variabel Kelompok Intervensi t Nilai pSebelum
Mean (SD)Sesudah
Mean (SD)Self-efficacy 45.97 (9.26) 73.64 (1.53) -16.575 0.000Catatan : t = paired t-test, df = 35
115
4.2.2.6 Uji Perbedaan Rata - rata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care
Behavior) Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata nilai perilaku
perawatan kaki pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi adalah
48.31 (SD = 10.36), sedangkan sesudah dilakukan intervensi adalah 84.69 (SD =
4.49). Selisih nilai rata – rata perilaku perawatan kaki antara sebelum dan sesudah
program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol adalah
36.38. Berdasarkan hasil uji statistik maka dapat diambil simpulan yaitu terdapat
perbedaan bermakna rata-rata perilaku perawatan kaki pada kelompok intervensi
(p = 0.000).
Tabel 4.10 Perbedaan Rerata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care Behavior)Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi di Wilayah KerjaPuskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012(N=72)
Variabel Kelompok Intervensi t Nilai pSebelum
Mean (SD)Sesudah
Mean (SD)Perilaku perawatanKaki
48.31 (10.36) 84.69 (4.49) -25.407 0.000
Catatan : t = paired t-test, df = 35
4.2.2.7 Uji Perbedaan Rata-rata Pengetahuan tentang Perawatan Kaki
Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok
Intervensi
Rata – rata nilai pengetahuan perawatan kaki sebelum intervensi pada
kelompok intervensi adalah 11.19 (SD = 2.68), sedangkan pada kelompok kontrol
10.97 (SD = 2.10). Rata – rata nilai pengetahuan perawatan kaki sebelum
116
dilakukan intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak
terdapat perbedaan bermakna (p = 0.697). Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui,
terdapat perbedaan signifikan pada pengetahuan sesudah program edukasi
perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok intervensi (Mean = 16.69, SD =
0.77) dan kelompok kontrol (Mean = 11.22, SD = 2.47) dengan p = 0.000.
Tabel 4.11 Perbedaan Rata-rata Pengetahuan tentang Perilaku Perawatan KakiSebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan KelompokIntervensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periodepenelitian Maret – Mei 2012 (N=72)
Variabel
Pengetahuan
Kelompok
Intervensi
Kelompok
Kontrol
t Nilai p
Mean (SD) Mean (SD)
Sebelum 11.19 (2.68) 10.97 (2.10) -0.391 0.697Sesudah 16.69 (0.77) 11.22 (2.47) -12.65 0.000Catatan : t = independent t-test, df = 70
4.2.2.8 Uji Perbedaan Rata – rata kepercayaan diri (Self-Efficacy) Sebelum
dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi
Rata – rata nilai kepercayaan diri sebelum intervensi (self-efficacy) pada
kelompok intervensi adalah 44.83 (SD = 10.77), sedangkan pada kelompok
kontrol 43.39 (SD = 4.88). Rata – rata nilai kepercayaan diri (self-efficacy) dalam
perawatan kaki sebelum dilakukan intervensi pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0.467). Berdasarkan
tabel 4.12 dapat diketahui, terdapat perbedaan bermakna kepercayaan diri (self-
efficacy) sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada
117
kelompok intervensi (M = 73.64, SD = 1.53) dan kelompok kontrol (Mean =
41.72, SD = 4.68) dengan p = 0.000.
Tabel 4.12 Perbedaan Rata-rata Kepercayaan diri (Self-Efficacy) Sebelum danSesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi di WilayahKerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012(N=72)
Variabel
Self-efficacy
Kelompok
Intervensi
Kelompok
Kontrol
t Nilai p
Mean (SD) Mean (SD)
Sebelum 44.83 (10.77) 43.39 (4.88) -0.733 0.467Sesudah 73.64 (1.53) 41.72 (4.68) -46.493 0.000Catatan : t = independent t-test, df = 70
4.2.2.9 Uji Perbedaan Rata-rata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care
Behavior) Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok Intervensi
Rata – rata nilai perilaku perawatan kaki sebelum intervensi pada
kelompok intervensi adalah 48.31 (SD = 10.36), sedangkan pada kelompok
kontrol adalah 51.33 (8.58). Rata – rata nilai perilaku perawatan kaki sebelum
dilakukan intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak
terdapat perbedaan bermakna (p = 0.181). Berdasarkan tabel diatas dapat
diketahui, terdapat perbedaan yang bermakna pada perilaku perawatan kaki
sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol (p = 0.000).
118
Tabel 4.13 Perbedaan Rata-rata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care Behavior)Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan KelompokIntervensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periodepenelitian Maret – Mei 2012 (N=72)
Variabel
Perawatan Kaki
Kelompok
Intervensi
Kelompok
Kontrol
t Nilai p
Mean (SD) Mean (SD)
Sebelum 48.31 (10.36) 51.33 (8.58) 1.350 0.181Sesudah 84.69 (4.49) 49.50 (9.40) -20.264 0.000Catatan : t = independent t-test, df = 70
4.3 Pembahasan
4.3.1 Analisis Karakteristik Responden
Bila diamati berdasarkan usia dari responden pada kelompok intervensi,
lebih dari setengahnya (66.7%) berada pada rentang usia 40 – 59 tahun. Sama
dengan penelitian Vatankhah et al (2009), lebih dari setengah responden berusia
diatas 50 tahun. Responden pada penelitian Kurniawan et al (2011) berada pada
rata – rata usia 53.54 (SD = 7.33). Hampir setengahnya dari responden kelompok
perlakuan dari penelitian Susanti dkk (2012) berada pada rentang usia 53 – 65
tahun (48.5 %).
Hal ini sesuai dengan karakteristik responden pada penelitian Hastuti
(2007), jumlah kasus terjadinya ulkus diabetik terjadi pada usia 56 – 60 tahun
(36.1 %) dan lebih dari 60 tahun (41.7 %). Usia menjadi salah satu faktor resiko
terjadinya kaki diabetik, karena fungsi fisiologis tubuh menurun sehingga terjadi
penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin sehingga pengendalian gula darah
yang tinggi kurang optimal.
119
Berdasarkan jenis kelamin, lebih dari setengahnya responden pada
kelompok intervensi adalah perempuan (72.2 %). Hal ini didukung dengan
beberapa penelitian sebelumnya, bahwa pasien Diabetes Melitus yang dijadikan
responden lebih banyak perempuan (Vatankhah et al, 2009; Kurniawan et al,
2011). Berbeda dengan karakteristik responden penelitian Salmani dan Hosseini
(2010), rasio perempuan dan laki – laki adalah sama.
Berdasarkan tingkat pendidikan, hampir sebagian besar responden pada
kelompok intervensi telah lulus dari sekolah dasar (44.5 %). Hal ini berbeda
dengan karakteristik responden pada penelitian Kurniawan et al (2011), lebih dari
setengahnya dari responden kelompok intervensi (51.43 %) mempunyai tingkat
pendidikan perguruan tinggi.
Berdasarkan lama penyakit Diabetes Melitus yang telah diderita, lebih dari
setengah responden pada kelompok intervensi (55.6 %) lebih dari 3 tahun telah
menderita penyakit Diabetes Melitus. Karakteristik responden pada penelitian
Kurniawan et al (2011) mempunyai rata – rata durasi Diabetes Melitus 6.70 (SD =
5.28). Sama dengan penelitian Vatankhah et al (2009), lebih dari setengah
responden penelitian sudah menderita Diabetes Melitus ≤ 10 tahun (60.8 %).
Berdasarkan kondisi kaki, ada atau tidaknya keluhan neuropati, lebih dari
setengahnya responden pada kelompok kontrol dan intervensi (69.4 %)
mempunyai keluhan neuropati. Hal ini sama dengan karakteristik dari responden
penelitian Kurniawan et al (2011), lebih banyak responden yang mempunyai
riwayat gejala neuropati.
120
Berdasarkan pernah mendapat edukasi perawatan kaki, semua responden
pada kelompok kontrol dan intervensi tidak pernah mendapat edukasi perawatan
kaki. Hal ini sesuai juga dengan karakteristik responden pada penelitian Salmani
& Hosseini (2010) dan Kurniawan et al (2011), hampir seluruh responden pada
kelompok intervensi tidak pernah mendapatkan edukasi perawatan kaki.
4.3.2. Pengaruh Program Edukasi Perawatan Kaki Berbasis Keluarga
terhadap Pengetahuan tentang Perawatan Kaki pada Pasien Diabetes
Melitus
Hasil penelitian menunjukkan uji beda rata – rata tingkat pengetahuan
sebelum dan sesudah intervensi program edukasi perawatan kaki berbasis
keluarga pada kelompok intervensi menyimpulkan perbedaan yang siginifikan.
Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa
ada peningkatan pengetahuan perawatan kaki pada responden setelah diadakan
program edukasi (Corbett, 2003; Vatankhah et al, 2009; Kurniawan et al, 2011).
Hasil dari pengetahuan responden ini akan sesuai dengan perilaku perawatan kaki
dari responden, karena menurut Khamseh et al, (2007). Pasien Diabetes Melitus
yang kurang dalam pengetahuan perawatan kaki biasanya juga kurang dalam
perilaku perawatan kaki.
Pengetahuan tentang perawatan kaki yang diukur pada sebelum dan
sesudah intevensi meliputi pemeriksaan kaki, kebersihan kaki, perawatan kuku,
pemilihan alas kaki yang sesuai, pencegahan cedera dan pengelolaan jika cedera
pada kaki terjadi menggunakan kuesioner yang digunakan dalam penelitian
121
Kurniawan et al (2011). Hanya saja ada beberapa pernyataan ditambahkan pada
komponen pencegahan cedera dan pengelolaan cedera. Beberapa yang
ditambahkan dalam komponen pencegahan cedera adalah senam kaki, menjauhi
rokok dan mengurangi melipat kaki terlalu lama. Pernyataan yang ditambahkan
dalam komponen pengelolaan cedera adalah penggunaan kasa jika terjadi luka
pada kaki.
Pernyataan yang dijawab benar oleh semua responden pada kelompok
intervensi adalah pemeriksaan kaki, kebersihan kaki yang meliputi mencuci kaki
dan mengeringkan sampai ke sela jari kaki, pencegahan cedera yang meliputi
hindari merokok dan melipat kaki serta senam kaki secara rutin. Berdasarkan
pernyataan tentang menggosok kaki, hanya sebagian kecil dari kelompok
intervensi yang menjawab dengan benar (30.6%). Hal ini dikarenakan masih
banyak responden yang menggosok kaki dan sela kaki menggunakan tangan pada
saat mencuci kaki. Selain itu, lebih dari setengah responden pada kelompok
intervensi (77.8 %) masih mengira bahwa kesemutan merupakan hal yang normal
pada pasien Diabetes Melitus, walaupun sudah disampaikan pada semua
responden dan keluarga saat edukasi berlangsung.
Hasil pengetahuan perawatan kaki ini didukung oleh tingkat pendidikan
dari responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, nilai pengetahuan
dari responden di atas rata – rata kelompok intervensi (lampiran 11).
Penelitian ini merupakan aplikasi penerapan model pendidikan kesehatan
dalam program edukasi berbasis keluarga telah dilakukan peneliti sesuai dengan
teori yang mendasari, yang mana peneliti berperan sebagai perawat komunitas
122
yang menjalankan perannya sebagai edukator. Peran perawat sebagai edukator
diabetes merupakan salah satu bidang spesialisasi keperawatan komunitas yang
memiliki peran sebagai instruktur pendidikan kesehatan dalam mengelola
penyakit diabetes secara mandiri salah satunya untuk mencegah terjadinya kaki
diabetik. Tugas perawat edukator diabetes adalah (1) memberikan pendidikan
kesehatan mengenai pengelolaan secara mandiri dan berkala, (2) intervensi
perilaku, (3) konseling & coaching pengelolaan diabetes secara mandiri (Mensing
et al, 2007).
Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Jack et al (2004) yang
menemukan bahwa intervensi Diabetes Self-Management Education (DSME)
dengan menggunakan metode, pedoman, konseling dan intervensi perilaku dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai Diabetes Melitus dan meningkatkan
keterampilan individu dan keluarga dalam mengelola penyakit Diabetes Melitus.
Penelitian lain yang memperkuat hasil penelitian ini yaitu penelitian Dorresteijn et
al (2010) yang menyimpulkan dalam review yang dilakukannya bahwa
pengetahuan perawatan kaki dan perilaku perawatan kaki dapat berpengaruh
dengan edukasi pada rentang yang pendek.
Keterlibatan keluarga juga mempunyai peran penting dalam mengingatkan
dan memperbaiki pengetahuan responden. Hal ini berdasarkan hasil penelitian
dari Armour et al (2005), hasil penelitian menyarankan bahwa intervensi yang
melibatkan keluarga secara efektif meningkatkan pengetahuan responden yang
berkaitan dengan Diabetes. Selain itu, adanya modul yang diberikan kepada
responden, sehingga responden dapat membaca ulang lagi bersama keluarga. Hal
123
ini menjadikan adanya proses diskusi antara keluarga dan responden. Proses
diskusi ini yang menambah dan memperbarui pengetahuan dan informasi dari
responden tentang perawatan kaki. Informasi merupakan bagian dari kekuatan
untuk merubah sikap individu yang akan membuka pikiran seseorang melalui
penalaran, pemikiran dan pemahaman lebih mendalam (Sarafino, 1998).
4.3.3 Pengaruh Program Edukasi Perawatan Kaki Berbasis Keluarga
terhadap Self-Efficacy untuk Melakukan Perawatan Kaki pada Pasien
Diabetes Melitus
Hasil penelitian menunjukkan uji beda rata – rata tingkat kepercayaan diri
(self-efficacy) sebelum dan sesudah intervensi program edukasi perawatan kaki
berbasis keluarga pada kelompok intervensi menyimpulkan hasil perbedaan yang
siginifikan. Ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Corbett (2003) dan Perrin et al (2009). Kepercayaan diri (Self-efficacy) juga
mempunyai kontribusi penting dalam meningkatkan perilaku perawatan kaki pada
responden. Hal ini sesuai dengan teori self-efficacy dari Bandura, dengan adanya
keyakinan terhadap kemampuan dirinya, responden dapat mengatur atau
menunjukkan perilaku yang dianggap sebagai tujuan (Passer & Smith, 2004).
Strategi program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga ini
menggunakan modul. Setelah pemberian edukasi selesai, responden dan keluarga
diarahkan untuk membuat perencanaan aktivitas untuk melakukan perilaku
perawatan kaki, dengan keluarga sebagai pengingat. Tujuan utama dari
perencanaan aktivitas yang ditentukan responden dan keluarga adalah
124
meningkatkan kepercayaan diri (self-efficacy) dari responden agar responden
dapat mencapai perilaku yang sehat (Bodenheimer et al, 2007).
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi kepercayaan diri menurut rata – rata
kelompok (lampiran 11), lebih dari setengahnya dari responden pada kelompok
intervensi mencapai nilai diatas rata – rata nilai kelompok. Hal ini menunjukkan
bahwa program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga dapat meningkatkan
kepercayaan diri dalam melakukan perawatan kaki dari pasien Diabetes Melitus
secara signifikan.
Berdasarkan hasil pada tabel 3 (lampiran 14), dapat diketahui peningkatan
nilai tertinggi pada kepercayaan diri responden dalam melakukan perilaku
pencegahan cedera yaitu percaya diri melakukan senam kaki secara rutin,
menjauhi dari merokok, mengurangi melipat kaki terlalu lama. Komponen lain
yang mencapai peningkatan cukup tinggi adalah kepercayaan diri responden
dalam kebersihan kaki (M sebelum = 8.36, M sesudah = 14.72). Hal ini diperkuat
lagi dengan latar belakang seluruh responden yaitu islam, yang mana minimal 5
kali dalam sehari responden membersihkan kaki, mencuci kaki sampai sela jari
kaki dan mengeringkan kaki sampai ke sela jari kaki.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Perrin et al (2009) yang mana ada hubungan positif antara kepercayaan diri (self-
efficacy) dan perilaku pencegahan dalam perawatan kaki. Penelitian lain tentang
kepercayaan diri lainnya adalah hasil penelitian King et al (2010) yang mana
melaporkan bahwa suatu intervensi seharusnya fokus pada meningkatkan
125
kepercayaan diri (self-efficacy), pemecahan masalah dan dukungan sosial-
lingkungan dapat meningkatkan perawatan diri dalam penyakit diabetes.
Dukungan keluarga sangat penting dalam meningkatkan kepercayaan diri
(self-efficacy) responden dalam melakukan perawatan kaki setiap hari. Dukungan
sosial yang bertujuan meningkatkan kepercayaan diri (self-efficacy) yang
diberikan keluarga berupa dukungan emosional dan dukungan harga diri. Setelah
diberikan program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga, antara responden
dan keluarga terjadi proses pelaksanaan fungsi keluarga. Salah satu fungsi
keluarga yang dijalankan adalah pemberian ekspresi yang mencakup empati,
kepedulian dan perhatian yang diberikan orang yang dekat dengan responden
kepada responden. Dukungan yang diberikan juga mencakup seperti memberikan
motivasi melakukan perawatan kaki, membantu mengingatkan untuk
mengeringkan kaki setelah kaki dicuci atau membantu menggunting kuku kaki
secara lurus sehingga diabetisi merasa ada yang memberikan perhatian pada
kondisi penyakitnya.
4.3.4 Pengaruh Program Edukasi Perawatan Kaki Berbasis Keluarga
terhadap Perilaku Perawatan Kaki pada Pasien Diabetes Melitus
Hasil penelitian menunjukkan uji beda rata – rata tingkat perilaku
perawatan kaki sebelum dan sesudah intervensi program edukasi perawatan kaki
berbasis keluarga pada kelompok intervensi menyimpulkan hasil perbedaan yang
siginifikan. Program edukasi berbasis keluarga secara signifikan memberikan nilai
126
perubahan yang lebih baik terhadap perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes
Melitus.
Pasien Diabetes memiliki peranan penting dalam manajemen diri selain
didukung oleh tim kesehatan, keluarga, maupun orang-orang di sekitarnya. ADA
(2012) telah mencatat perubahan perilaku yang diharapkan dari adanya edukasi
yaitu tingkat pengetahuan, sikap dan keyakinan, status psikologis, kondisi fisik,
serta pola hidup yang sehat. Perilaku perawatan kaki responden pada kelompok
intervensi menjadi bertambah dengan melalui proses memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis serta mengevaluasi secara terus-
menerus sehingga perilaku perawatan kaki menjadi meningkat lebih baik.
Perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus sangat penting
dalam mencegah terjadinya kaki diabetik. Ada beberapa hal yang dapat
meningkatkan perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus setelah
program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga selesai dilakukan. Beberapa
hal tersebut adalah 1) dasar dari program edukasi perawatan kaki berbasis
keluarga, 2) metode edukasi, 3) dukungan keluarga dan partnership, 4)
keterlibatan aktif dari responden, 5) tindak lanjut program.
Pertama, dasar dari program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga
ditopang oleh Interaction Model of Client Health Behavior yang diadaptasi dari
Corbett (2003). Selain itu, dasar penelitian ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya bahwa program edukasi perawatan kaki dapat meningkatkan perilaku
perawatan kaki pasien Diabetes Melitus (Corbett, 2003; Lincoln et al, 2008;
Vatankhah et al, 2009; Kurniawan et al, 2011). Hasil penelitian sebelumnya
127
melaporkan peningkatan perilaku perawatan kaki pada 5 minggu (Kurniawan et
al), 6 dan 12 minggu (Corbett), 6 bulan (Vatankhah et al), 12 bulan (Lincoln et al)
setelah intervensi dilakukan. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan perilaku
perawatan kaki hanya dengan 4 minggu setelah intervensi program edukasi
perawatan kaki berbasis keluarga dilakukan.
Hal ini sesuai dengan teori yang mendasari penelitian ini bahwa Diabetes-
Self Management Education (DSME) yang merupakan dasar dari program edukasi
berbasis keluarga merupakan proses pendidikan kesehatan yang dilakukan secara
terus-menerus untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan yang
diperlukan untuk perawatan mandiri diabetes (Funnel et al, 2004). Hal ini juga
didukung oleh ADA (2012) yang menyatakan bahwa edukasi kepada pasien
Diabetes Melitus merupakan komponen yang penting. Pendidikan kesehatan pada
pasien Diabetes Melitus secara terus-menerus sangat efektif pada akhirnya akan
terjadi perubahan perilaku perawatan kaki pasien Diabetes Melitus (Dorresteijn et
al, 2010).
Kedua, program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga ini dilakukan
pada pasien Diabetes Melitus menggunakan bahan edukasi yaitu modul yang
berisi tentang perilaku perawatan kaki yang disertai gambar. Menurut Sudiharto
(2007), bahwa penyediaan bahan edukasi yang informatif dan menarik, sebagai
pendukung yang sangat kuat dalam memberikan edukasi. Bahan edukasi
perawatan kaki yang menarik, akan meningkatkan dan merangsang pasien dan
keluarga untuk bertanya dan waktu yang dibutuhkan untuk memberikan
pendidikan kesehatan juga menjadi lebih singkat. Beberapa penelitian yang
128
sebelumnya melaporkan, penggunaan modul pada saat sesi pendidikan kesehatan
efektif meningkatkan pengetahuan dan perilaku pada 5 minggu (Kurniawan et al,
2011) dan pada 6 bulan (Vatankhah et al, 2009). Responden diberikan modul yang
dapat dibaca setiap saat baik oleh responden sendiri dan keluarga. Selain itu,
setelah diberikan edukasi perawatan kaki, responden dan keluarga diarahkan
untuk mengambil keputusan merencanakan perilaku perawatan kaki yang sesuai
dengan kemampuan responden.
Selain itu, di dalam modul terdapat self-report tentang perawatan kaki
yang diisi oleh responden atau keluarga responden jika telah menjalani perawatan
kaki. Self-report dibuat peneliti agar responden dan keluarga responden dapat
meningkatkan kesadaran untuk melakukan perawatan kaki walaupun tidak
disupervisi langsung setiap hari oleh peneliti. Pengisian self-report dimudahkan
oleh peneliti, sehingga responden atau keluarga hanya memberikan tanda cek lis
pada kolom perilaku perawatan kaki yang sesuai.
Ketiga, dukungan keluarga meningkatkan perilaku perawatan kaki pada
responden. Sistem pendukung pasien Diabetes Melitus mempunyai peran penting
dalam meningkatkan perilaku perawatan kaki. Salah satu faktor dasar pendukung
yang dapat meningkatkan kemampuan individual adalah dukungan keluarga
(Orem, 2001). Hasil penelitian sebelumnya yang menjadikan bukti bahwa ada
pengaruh dukungan keluarga terhadap perilaku tingkat kemandirian pasien
Diabetes Melitus (Susanti dkk, 2012).
Keterlibatan keluarga dalam manajemen Diabetes Melitus sangat
diperlukan, keluarga adalah pelaku rawat (caregiver) yang tepat. Lingkungan
129
keluarga bisa memberi pengaruh positif dalam upaya edukasi perilaku perawatan
kaki kepada pasien Diabetes. Keluarga memiliki peran besar dalam memberi
arahan hidup sehat bagi anggota keluarga yang menderita Diabetes. Keterlibatan
keluarga sangat menentukan dalam melaksanakan perilaku perawatan kaki secara
mandiri. Dukungan keluarga yang tinggi dapat meningkatkan keinginan
responden dalam melakukan perawatan kaki agar dapat mencegah terjadinya kaki
diabetik. Dukungan keluarga yang diberikan berupa dukungan instrumental
seperti memberi bantuan langsung kepada responden dalam melaksanakan
perawatan kaki.
Keeratan pada anggota keluarga mempengaruhi suasana keluarga di
Indonesia. Nilai – nilai fungsi afeksi pada anggota keluarga yang memberikan
pengaruh dalam memperbaiki dan meningkatkan perilaku perawatan kaki
responden. Anggota keluarga yang terlibat dalam program edukasi perawatan kaki
berbasis keluarga dipilih responden berdasarkan orang yang paling dekat dengan
responden dan tinggal serumah. Berdasarkan karaketristik keluarga responden
lebih dari setengahnya merupakan anak kandung dari responden (55.6%), kurang
dari setengahnya merupakan pasangan yaitu suami atau istri (38.9%). Pasangan
sebagai anggota keluarga mendukung dan membantu dalam meingkatkan perilaku
perawatan kaki. Budaya di Indonesia, anak kandung harus membantu orang tua
khususnya jika ada masalah kesehatan pada orang tua.
Berdasarkan karakteristik dari anggota keluarga yang mendampingi,
setengah dari anggota keluarga responden (50%) adalah perempuan. Hal ini
mempunyai kontribusi pada penelitian ini, karena anggota keluarga perempuan
130
mampu mengatur anggota keluarga dengan Diabetes Melitus dalam melakukan
perawatan kaki. Selain itu, lebih dari setengah responden (61.1%) adalah keluarga
besar, sehingga semakin banyak dukungan anggota keluarga dalam melakukan
perilaku perawatan kaki.
Keempat, keterlibatan aktif dari pasien Diabetes Melitus dan keluarga
pada setiap intervensi mempunyai kontribusi dalam meningkatkan perilaku
perawatan kaki yang lebih baik. Pasien mempunyai kesempatan untuk bertanya,
bertukar pikiran antara anggota keluarga, pasien dan peneliti di setiap fase
intervensi yang dilakukan. Hal ini dapat membangun komitmen dan kepercayaan
diri pasien dalam melakukan perilaku perawatan kaki. Selain itu, program edukasi
perawatan kaki berbasis keluarga ini mengizinkan pasien untuk mengekspresikan
secara bebas hal – hal yang menjadi hambatan dalam perilaku perawatan kaki.
Hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa keterlibatan aktif dari responden
menghasilkan perilaku perawatan kaki yang lebih baik (Kurniawan et al, 2011).
Komunikasi antara pasien, peneliti dan keluarga memperkuat
implementasi dari program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga. Strategi
variasi komunikasi diaplikasikan di setiap intervensi program ini. Interaksi yang
terus - menerus antara peneliti, responden dan anggota keluarga mempunyai
pengaruh terhadap kondisi psikologis dari pasien.
Kelima, program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga dilakukan
tindak lanjut 1 kali melalui telpon dan 3 kali kunjungan rumah. Penelitian
sebelumnya juga melakukan tindak lanjut melalui telpon sebanyak 3 kali
(Kurniawan et al, 2011). Tindak lanjut sangat penting untuk mengevaluasi
131
perilaku perawatan kaki dan untuk membantu pasien mengatasi hambatan dalam
melakukan perawatan kaki. Tindak lanjut melalui telpon berisi supervisi perilaku
perawatan kaki yang sudah dan belum dijalankan. Peneliti menanyakan perilaku
perawatan kaki yang sudah dijalankan serta menanyakan kesulitannya dalam
menjalankan perawatan kaki. Selain itu, peneliti juga menanyakan tentang
kesulitan dalam menjalalankan perilaku perawatan kaki yang belum dijalankan.
Pada saat itu, peneliti memberikan konsultasi singkat berupa solusi sehingga
responden dapat menjalankan perilaku perawatan kakinya.
Kunjungan rumah dilakukan sebanyak 3 kali dengan metode supervisi
langsung kepada responden. Peneliti menanyakan perilaku perawatan kaki yang
sudah dijalankan dan memeriksa langsung kebersihan kaki dan kuku serta alas
kaki yang dipakai responden. Selain itu, peneliti memberikan intervensi berupa
motivasi pada responden agar melakukan perawatan kaki. Pemberian intervensi
motivasi juga diberikan kepada keluarga agar dapat mengingatkan responden
untuk melakukan perawatan kaki.
Tindak lanjut melalui telpon dan kunjungan rumah yang regular dapat
memfasilitasi responden untuk meningkatkan pengetahuan, tanggung jawab,
keterampilan, dan motivasi secara berkelanjutan untuk memperbaiki perilaku
perawatan kaki. Penelitian sebelumnya yang bertujuan merubah perilaku dan
menerima tindak lanjut (berupa telpon, email dan kunjungan rumah yang
berulang) yang mana responden juga mendapatkan respon terhadap perubahan,
menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan dibanding dengan hanya
132
bertujuan untuk perubahan perilaku tanpa ada tindak lanjut atau respon
(Bodenheimer et al, 2007).
Sesuai dengan komponen perilaku perawatan kaki yang digunakan oleh
Kurniawan et al (2011), penelitian ini menambahkan beberapa komponen perilaku
perawatan kaki kepada pencegahan terhadap cedera seperti jauh dari rokok,
senam kaki secara rutin dan pengurangan melipat kaki. Pada tabel 4 (lampiran
15), peningkatan rata – rata nilai tertinggi kelompok intervensi pada komponen
pemeriksaan kaki, pengelolaan terjadinya cedera dan kebersihan kaki.
Komponen pemeriksaan kaki dan kebersihan kaki sesuai menunjukkan
perilaku yang mengalami peningkatan karena berhubungan dengan agama.
Seluruh responden pada kelompok intervensi adalah Muslim. Sebelum
melaksanakan sholat, seorang Muslim harus mencuci kaki sekurang-kurangnya
lima kali sehari yaitu dengan berwudhu. Jika dibandingkan dengan komponen
perilaku perawatan kaki yang lain, kebersihan kaki dan pemeriksaan kaki secara
rutin bagi responden merupakan hal yang mudah.
Sesuai dengan hasil penelitian Kurniawan et al (2011), walaupun semua
subjek pada responden kelompok intervensi diberikan edukasi tentang pemilihan
alas kaki dan pencegahan cedera, tetapi hal ini merupakan budaya di Jawa Barat,
Indonesia. Memakai sandal jepit dan sandal dengan jari terbuka adalah alas kaki
yang dipakai pada keseharian orang - orang Indonesia. Selain itu, untuk membeli
alas kaki yang baru dan sesuai dengan memerlukan usaha yang lebih terutama
biaya. Tidak pernah memakai alas kaki saat berada di dalam rumah merupakan
budaya yang tidak biasa dan kurang sopan di Indonesia. Hal ini juga sesuai
133
dengan hasil penelitian Chandalia et al (2008) di India dan Khamseh et al (2007)
yaitu alas kaki yang paling umum dipakai adalah sandal. Hal ini menjadi
tantangan responden dalam hal budaya.
Sesuai dengan komponen perilaku perawatan kaki, menggunting kuku
kaki secara lurus tanpa membuat derajat pada jari kuku kaki adalah tantangan
yang sulit bagi responden. Setelah responden mengetahui cara memotong kuku
yang baik bagi pasien Diabetes Melitus, beberapa responden mencoba untuk
memotong dengan tidak membuat derajat yang cukup besar sehingga dapat
mencegah terjadinya cantengan. Walaupun telah mengetahui bahwa menggunting
kuku sebaiknya menggunakan gunting kuku, ada satu orang pasien yang kadang-
kadang masih menggunakan silet dalam menggunting kuku kaki.
Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada saat pengukuran meliputi
kebersihan kaki dan cara pemotongan kuku. Hampir semua dari responden
menunjukan kebersihan kaki meliputi telapak kaki dan sela jari kaki. Hal ini
memperkuat hasil penelitian ini bahwa perilaku perawatan kaki pada kelompok
intervensi terjadi perubahan yang sangat signifikan (lampiran 13). Selain itu,
berdasarkan tabel 1 (lampiran 11), sebagian besar responden pada kelompok
intervensi berada di atas rata – rata nilai perilaku perawatan kaki.
Program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga selama 5 minggu ini
dengan menggunakan kombinasi tindak lanjut menghasilkan peningkatan perilaku
perawatan kaki yang efektif pada kelompok intervensi. Selanjutnya, pada akhir
program, responden dan keluarga responden menyampaikan kepuasan dan
manfaat dari program edukasi berbasis keluarga ini dan tidak ada satupun
134
responden dan keluarga yang keluar dari program ini. Ini menandakan bahwa
program ini dapat diimplementasikan tetapi tetap sesuai dengan konteks budaya
Sunda, umumnya Indonesia.
4.4 Kekuatan dan Keterbatasan Penelitian
Kekuatan penelitian ini adalah pertama menggunakan metode quasi-
eksperimental, adanya kelompok kontrol, menggunakan desain pre-test dan post-
test yang bertujuan untuk menguji pengaruh dari intervensi program edukasi
perawatan kaki berbasis keluarga dengan minimum bias. Kedua, dengan
menggunakan teknik pair-matching dalam pemilihan sampel pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol sehingga meminimalisasi terjadinya bias. Ketiga,
kombinasi strategi pada program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga juga
membantu responden dalam mencapai perilaku perawatan kaki yang ditargetkan.
Keempat, durasi dari evaluasi program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga
dibuat dalam jangka pendek berdasarkan penelitian Kurniawan et al (2011)
sehingga dapat membuat responden mudah mencapai target perubahan perilaku
perawatan kaki dan kemungkinan peningkatan perilaku menjadi lebih baik.
Strategi lainnya yang dipakai adalah sesi edukasi yang menggunakan modul,
perencanaan target perilaku, konseling melalui tindak lanjut telpon dan kunjungan
rumah. Kelima, kuesioner yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan dan
perilaku perawatan kaki yang pernah digunakan pada penelitian Kurniawan, et al
135
(2011), sedangkan kuesioner kepercayaan diri (self-efficacy) berdasarkan Foot
Care Confidence Scale dari Perrin, et al (2009).
Selain kekuatan penelitian, ada beberapa keterbatasan dari penelitian ini
meliputi tempat. Pertama, penelitian ini hanya mengambil setting penelitian
pasien yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Oleh
karena itu, hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisir untuk semua setting.
Kedua, data perilaku pengetahuan, kepercayaan diri (self-efficacy) dan perilaku
perawatan kaki pada penelitian ini merupakan data langsung berdasarkan
pengakuan langsung dari responden (self-report), sehingga data yang didapatkan
tidak bersifat objektif.