bab ii tinjauan pustaka human imunodefisiensi virus ( hiv ...662973074) … · bab ii tinjauan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Human Imunodefisiensi Virus ( HIV)
2.1.1 Pengertian HIV
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan berbagai
gejala penyakit yang disebut Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang
termasuk kelompok dalam golongan retrovirus. HIV adalah virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia (Depkes RI, 2006).
2.1.2 Cara Penularan HIV
Menurut Depkes RI 2006, cara penularan HIV adalah sebagai berikut:
a. Seksual
Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari semua
cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
sanggama laki-laki dengan perempan atau laki-laki dengan laki-laki. Sanggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, oral seksual maupun anal seksual.
Kontak seksual langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) masuk dalam
kategori risiko rendah tertular HIV. Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus
yang keluar dan masuk ke dalam pintu masuk di tubuh seseorang, seperti luka
sayat atau gores dalam mulut, perdarahan gusi dan atau penyakit gigi dan mulut
atau pada alat genital.
b. Pajanan oleh Darah Terinfeksi, Produk Darah atau Transplantasi Organ dan
Jaringan
Penularan HIV melalui produk darah terjadi jika darah donor tidak di lakukan uji
saring untuk antibodi HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan atau
penggunaan alat medis lainnya. Kejadian tersebut dapat terjadi pada semua
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Poliklinik, pengobatan tradisional
melalui alat tusuk atau jarum, juga pada Injecting Drug User (IDU). Pajanan HIV
pada organ terjadi dalam proses tranplantasi jaringan atau organ.
c. Penularan dari Ibu ke Anak
Infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat di kandungan, dilahirkan dan
sesudah lahir melalui Air Susu Ibu (ASI). Risiko penularan tanpa intervensi sangat
bervariasi di satu negara dengan negara lain. Diperkirakan antara 25-40% di
negara berkembang dan 16-20% di Eropa dan Amerika Utara.
2.1.3 Patofisiologi
HIV adalah retrovirus dengan Ribonucleic Acid (RNA) rantai tunggal yang
terkandung dalam capsid dan sebuah envelope dan memiliki tiga enzim yaitu
reverse trancriptase, integrase dan protease. Capsid virus didalam envelope
tersusun atas berbagai protein yang meliputi P24 dan P18 yang bersama RNA
virus dapat digunakan secara klinis untuk mendeteksi adanya virus didalam tubuh.
Permukaan envelope virus mengandung glikoprotein (gp 120) dalam kombinasi
dengan gp41 molekul tersebut berikatan dengan reseptor Cluster of
Differentiation (CD4) pada limfosit T helper dan pada makrofag. Dimulai dari
melekatnya ikatan gp20 dan gp41 ke molekul CD4 pada makrofag dan sel CD4,
virus menghasilkan enzim reverse transcriptase sehingga ketika memasuki sel
virus dapat membentuk Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) dari RNA nya yang
kemudian berintegrasi dengan DNA manusia dibantu oleh enzim integrase. Virus
memproduksi RNA virus dan membentuk polipeptida besar yang kemudian
terbelah menjadi bagian-bagian yang aktif dibantu oleh enzim protease. Virus
kemudian merakit diri kembali dan terlepas dari sel masuk kedalam tubuh, CD4
yang ditinggalkan oleh virus akan rusak dan pada akhirnya mati. Virus akan
mencari CD4 lain. Siklus akan terulang seperti awal sehingga ini yang
menyebabkan CD4 turun mengakibatkan kekebalan tubuh menurun dan akan
mengakibatkan munculnya AIDS (Depkes RI, 2006).
2.1.4 Manifestasi Klinis
WHO menetapkan tahapan penyakit infeksi HIV yang terjadi pada orang dewasa
dan remaja pada tahun 1989 dalam empat tahap klinis. Pasien diklasifikasikan
sesuai dengan kondisi klinis sampai tahap tertinggi. Adapun klasifikasi
berdasarkan tahapan atau stadium HIV pada pasien dewasa adalah
a. Stadium 1 manifestasi klinisnya asimtomatis, dengan skala fungsional kerja
(aktivitas normal).
b. Stadium II manifestasi klinisnya berat badan menurun kurang dari 10%,
manifestasi mukokutaneus ringan (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur
dikuku, ulserasi oral berulang, kheilitis angularis, dengan sekala fungsional
simtomatik, aktivitas normal.
c. Stadium III manifestasinya berat badan berkurang lebih dari 10%, diare kronis
tanpa penyebab yang jelas lebih dari satu bulan, kandidiasis oral, Oral Hairy
Leucoplakia (OHL), TB paru, skala fungsional kurang dari 50%, dalam satu bulan
terakhir baring (tidak bisa beraktivitas normal).
d. Stadium IV manifestasinya HIV wasting syndrome, pnemoncystic carinii
pneumonia, toxoplasmosis otak, kandidiasis esophagus, TB extra paru, limfoma,
Cito Megalo Virus (CMV), skala fungsional lebih dari 50% dalam masa satu
bulan terakhir terbaring (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2003).
2.1.5 Penegakan Diagnostik
Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan Nasional
yang berlaku yang diklasifikasikan menjadi tiga kelompok dan selalu di dahului
dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes tersebut dapat
menggunakan Tes Cepat (Rapid Test), Western Blood atau dengan ELISA. Rapid
tes merupakan salah satu pemeriksaan yang paling umum dilakukan di Rumah
Sakit karena mempunyai keuntungan memberikan hasil pada hari yang sama
sehingga mengurangi angka drop out. Selain itu rapid tes memerlukan biaya yang
paling murah (Depkes RI, 2011).
Antibodi biasanya baru dapat dideteksi dalam waktu dua minggu hingga tiga
bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV yang
dilakukan dalam masa jendela menunjukan hasil negatif, maka perlu dilakukan tes
ulang, terutama bila masih terdapat perilaku beresiko. Periode jendela (Window
period) adalah masa dimana pemeriksaan tes serologis untuk antibodi HIV masih
menunjukkan hasil negatif, sementara sebenarnya virus sudah ada dalam jumlah
banyak dalam darah. Periode jendela merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan karena pada masa itu orang dengan HIV sudah mampu menularkan
kepada orang lain misalnya melalui darah yang di donorkannya, bertukar jarum
suntik pada IDU atau melalui hubungan seksual. Sebenarnya pada saat itu
pemeriksaan laboratorium telah mampu mendeteksinya karena pada periode
jendela terdapat peningkatan kadar antigen P24 secara bermakna, tetapi
pemeriksaan antigen P24 masih mahal, rumit dan langka (Depkes RI, 2003).
2.1.6 Cara Pencegahan
Menurut Depkes RI 2006, cara pencegahan penularan HIV/AIDS adalah:
a. Target Intervensi
Cara paling efisien untuk menurunkan penyebaran HIV pada semua populasi
adalah mencari populasi target beresiko tinggi terinfeksi HIV, misalnya melalui
pasangan seksual. Hasil yang paling cepat adalah penggunaan kondom dan
memberikan pengobatan penderita Infeksi Menular seksual (IMS). Program
pengurangan dampak buruk (harm reduction) dengan pencucian alat suntik dan
pertukaran alat suntik, serta terapi rumatan dengan substitusi terbukti efektif
menghambat penularan HIV di antara pengguna jarum suntik.
b. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
Beberapa uji klinik menunjukan ARV dapat menurunkan penularan HIV dari ibu
ke anak pada ibu yang tidak menyusui bayinya dan ibu yang menyusui jangka
pendek. Angka anak yang dilahirkan dari ibu terinfeksi HIV secara dramatis
menurun dengan adanya intervensi Prevention on Mother to Child Transmision
(PMTCT). VCT selama masa antenatal merupakan pintu masuk pada pelayanan
pencegahan melalui ibu ke anaknya. VCT juga menguntungkan bagi upaya
pencegahan dan pelayanan perawatan bagi mereka yang HIV negatif maupun
positif. Bagi yang negatif, agar tetap negatif. Negara yang memasukan program
PMTCT secara komprehensif secara nyata menurunkan angka HIV pada bayi
dengan ibu yang HIV positif.
c. Memastikan Layanan Darah yang Aman
Pengendalian diprioritaskan pada promosi perilaku penggunaan alat suntik steril,
pemberian donor darah aman, pastikan uji saring darah donor.
d. VCT sebagai Strategi Kesehatan Masyarakat
Pelayanan VCT dapat digunakan untuk mengubah perilaku beresiko dan
memberikan informasi tentang pencegahan HIV. Klien dimungkinkan
mendapatkan pengetahuan tentang cara penularan, pencegahan, dan pengobatan
terhadap HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi alat suntik, penggunaan
alat suntik steril. Konselor juga harus mampu memberikan pengetahuan tentang
hubungan IMS dengan HIV, dan merujuk klien ketika mengalami IMS perlu di
deteksi dan diobati lebih lanjut. VCT merupakan komponen utama dalam program
HIV.
2.1.7 Terapi dan Pelayanan HIV/AIDS
a. Pengobatan Infeksi Oportunistik (IO)
Pengobatan IO diberikan berdasarkan gejala klinis yang muncul. Beberapa IO
pada ODHA dapat dicegah dengan pengobatan pencegahan kotrimoksasol (PPK).
Terdapat dua macam PPK yaitu profilaksis primer dan sekunder. Profilaksis
primer adalah pemberian PPK untuk mencegah suatu infeksi yang belum pernah
diderita. Sedangkan profilaksis sekunder adalah pemberian PPK yang ditujukan
untuk mencegah berulangnya suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya.
Berbagai penelitian telah membuktikan efektifitas PPK dalam menurunkan angka
kematian dan kesakitan pada orang yang terinfeksi HIV. Hal tersebut dikaitkan
dengan penurunan insidensi infeksi bacterial, parasit dan Pneumocystis Carinii
Pneumonia (PCP)
PPK dianjurkan pada ODHA dengan stadium dua, tiga, dan empat, pada ODHA
stadium satu dengan CD4 dibawah 200 sel/mm³, termasuk juga diberikan pada ibu
hamil dengan CD4 dibawah 200 sel/mm³, dengan dosis satu kali 960 mg diberikan
dua minggu sebelum terapi ARV (Depkes RI, 2011).
b. Antiretroviral
1) Pengertian
Antiretroviral (ARV) merupakan obat yang digunakan untuk menekan viral load
(jumlah virus didalam darah) agar menjadi sangat rendah atau dibawah tingkat
yang dapat terdeteksi untuk jangka waktu yang lama (Depkes RI, 2003). ARV
merupakan terapi kombinasi yang menggabungkan tiga atau lebih obat dari satu
golongan (Spiritia, 2013). ARV tidak memghilangkan virus tetapi mampu
menghambat replikasi virus.
2) Jenis Antiretroviral
Di Indonesia terdapat tiga kombinasi obat ARV yang diberikan dengan prinsip
HAART. Tiga kombinasi tersebut terdiri dari (1) Inhibitor Reverse Transcriptase
Nukleosida (NRTI). NRTI Seperti zidovudin, didanosin, zalsitabin, stavudin,
lamivudin, dan abacavir. (2) Inhibitor Reverse Transcriptase Nonnukleosida
(NNRTI). Seperti NNRTI adalah nevirapin, delaviridin, dan efavirenz, dan (3)
Inhibitor Protease (PI). Seperti Indinavir, ritonavir, nelfinavir, sakuinavir,
amprenavir, dan lopinavir adalah contoh-contoh PI. Kombinasi yang diberikan
untuk lini satu adalah 2NRTI + NNRTI dan kombinasi untuk lini dua adalah
2NRTI + PI (Depkes RI, 2011).
3) Tujuan Terapi ARV
Tujuan pemberian terapi ARV adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas
terkait HIV, memperbaiki mutu hidup, memulihkan dan memelihara fungsi
kekebalan serta menekan replikasi virus semaksimal mungkin dalam waktu yang
lama (Depkes RI, 2003).
4) Mekanisme Kerja ARV
Virus HIV memiliki tiga enzim yang digunakan untuk melakukan replikasi yaitu
enzim Transcriptase, Integrase, dan enzim Protease. NRTI menghambat enzim
DNA polimerase dependen RNA HIV (reverse transcriptase) dan menghentikan
pertumbuhan inti DNA. NNRTI menghambat transkripsi RNA HIV-1 menjadi
DNA, suatu langkah penting dalam proses replikasi virus. Obat tipe ini
menurunkan jumlah HIV dalam darah (viral load) dan meningkatkan limfosit
CD4. PI menghambat aktivitas protease HIV dan mencegah pemutusan
poliprotein HIV yang esensial untuk pematangan HIV, sehingga yang akan
terbentuk bukan HIV matang tetapi partikel virus imatur yang tidak menular
(Depkes RI, 2011).
5) Syarat Mulai Terapi ARV
Syarat seseorang mulai terapi ARV meliputi semua pasien dengan CD4 kurang
dari 350 cell/ul tanpa memandang stadium klinis, semua pasien stadium tiga dan
empat tanpa memandang jumlah CD4, semua ibu hamil tanpa memandang
stadium klinis dan jumlah CD4, pasien dengan koinfeksi HIV dengan hepatitis B
tanpa memandang jumlah CD4 dan pasien HIV yang disertai TB paru maupun TB
ekstra paru tanpa memandang jumlah CD4 (Kemenkes RI, 2011).
6) Tantangan dalam Pemberian ARV
ARV merupakan satu-satunya obat yang dapat menekan perkembangan virus
dalam tubuh manusia, akan tetapi ARV sendiri banyak mempunyai tantangan agar
ODHA patuh untuk minum ARV seumur hidup. Adapun tantangan yang dihadapi
dalam pemberian ARV adalah:
a) Mudah terjadi resistensi dan pilihan yang tidak banyak untuk obat yang tersedia
untuk lini pertama dan lini kedua.
b) Pendanaan. Harga kombinasi tiga obat pilihan pertama untuk tiap orang yang
mencapai Rp.400.000 perbulan, sedangkan untuk lini dua mencapai 8,5 juta
rupiah tiap bulan per orang. Sampai saat ini ARV masih disubsidi oleh pemerintah
melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan bantuan dari global-
found.
c) Efek samping meliputi efek samping jangka pendek dan jangka panjang. Efek
samping jangka pendek sering terjadi dari yang ringan termasuk anemia, mual,
sakit kepala sampai yang berat seperti hepatitis akut, reaksi hipersensitif dan
syndrome steven johnson. Sedangkan efek samping jangka panjang seperti
hiperlipidemia dan perpindahan lemak dalam tubuh (lipodistrofi/lipoatropi)
d) Pasien dengan HIV sering mengalami infeksi lain yang memerlukan terapi
obat-obatan atau zat lain bersamaan dengan ARV-nya. Hal ini memungkinkan
menimbulkan Interaksi obat yang satu dengan obat yang lain . interaksi yang
mungkin terjadi memberikan efek berupa perubahan kadar masing-masing obat
dalam darah, misalnya penggunaan rimfampicin pada pasien TB dengan NRTI
e) Masih banyak masyarakat yang percaya akan mitos dalam pengobatan HIV
seperti buah merah, penggunaan jamu dan sebagainya sehingga mereka tidak mau
menggunakan terapi ARV
f) Kurangnya motivasi dari pasien untuk minum obat seumur hidup.
g) Sistem pelayanan kesehatan seperti tempat pelayanan terlalu jauh, obat sering
habis, pasien merasa di ping-pong dari satu dokter ke dokter spesialis lain, petugas
kesehatan sering marah, tidak sabar dan tidak memberikan informasi yang
dimengerti oleh pasien
Adanya tantangan yang besar terhadap terjadinya resistensi, dibutuhkan kepatuhan
yang tinggi (mencapai 100%), maka ODHA harus dipersiapkan sebelum ARV
diberikan. Cara mempersiapkan pasien agar bisa membantu untuk patuh minum
obat adalah melalui konseling kepatuhan, adanya pengawas minum obat, maupun
dukungan kelompok sebaya (Kemenkes RI, 2011).
2.2 Kepatuhan Minum Obat Pasien HIV
2.2.1 Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan berobat adalah taat pada instruksi/aturan minum obat yang meliputi
ketepatan dosis, ketepatan waktu minum obat dan cara minum obat.
Ketidakpatuhan pengobatan ARV mengakibatkan supresi/penekanan virus tidak
sempurna, pengerusakan sistem imu berlanjut, jumlah sel CD4 turun, penyakit
berlanjut, munculnya jenis virus yang resisten, pilihan pengobatan masa
mendatang terbatas, biaya meningkat bagi individu maupun program ARV
(Depkes RI, 2011).
2.2.2 Kriteria Kepatuhan
Kepatuhan dibagi menjadi dua yaitu patuh dan tidak patuh. Pasien dikatakan
patuh bila minum obat tanpa ada satu pun dosis yang terlupa dalam 30 hari
(mencapai 100%). Pasien juga dikatakan patuh bila minum obat tepat waktu dan
masih ada tenggang satu jam sebelum atau sesudah waktu yang seharusnya serta
cara minum obat dengan benar (Spiritia, 2005). Bentuk-bentuk ketidakpatuhan
adalah tidak minum satu dosis dari obat yang diberikan, tidak minum beberapa
dosis dari satu atau beberapa obat, tidak minum obat beberapa hari, tidak
mematuhi waktu antara minum obat (Depkes RI, 2011)
2.2.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Depkes RI 2011, faktor-faktor yang mempengaruhin kepatuhan yaitu:
a. Fasilitas Layanan Kesehatan
Sistem yang berbelit, sistem pembiayaan kesehatan yang mahal birokratik adalah
penghambat yang berperan sangat signifikan terhadap kepatuhan, karena hal
tersebut menyebabkan pasien tidak dapat mengakses layanan kesehatan dengan
mudah. Termasuk ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan dan penjadwalan
yang baik, petugas yang ramah dan membantu pasien.
b. Faktor Karakteristik Pasien
Meliputi faktor sosiodemografi seperti umur, jenis kelamin, penghasilan,
pendidikan, asuransi kesehatan, dan asal kelompok dalam masyarakat misal
waria, pekerja sek komersial dan faktor psikososial seperti kesehatan jiwa,
penggunaan napza, lingkungan, dan dukungan sosial baik dukungan dari keluarga,
saudara, teman dekat atau dari KDS, pengetahuan, dan perilaku terhadap HIV dan
terapinya.
c. Faktor Paduan Terapi ARV
Paduan terapi ARV meliputi jenis obat yang digunakan, bentuk paduan Fix Dose
Combination (FDC) atau bukan FDC, jumlah pil yang harus diminum,
kompleksnya paduan (frekuensi minum dan pengaruh diminum dengan makanan),
efek samping obat dan mudah tidaknya akses untuk mendapatkan ARV,
d. Faktor Karakteristik Penyakit Penyerta
Penyakit penyerta yang sering disebut IO menyebabkan penambahan jumlah
minum obat yang harus diminum, menyebabkan pasien tidak patuh ataupun
menghentikan pengobatan.
e. Faktor Hubungan Pasien dengan Tenaga Kesehatan
Karakteristik hubungan pasien dengan tenaga kesehatan dapat mempengaruhi
kepatuhan meliputi, kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan
dan staf klinik, pandangan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan,
komunikasi yang melibatkan pasien dalam proses penentuan keputusan, dan
kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan dengan kebutuhan pasien.
Agar pasien bisa patuh diperlukan pengetahuan dan sikap tentang penyakit HIV,
pengobatan IO dan efek samping, keyakinan dan persepsi positif, kemampuan diri
dan komitmen, pelaksanaan dan sistem dukungan, sahabat, dukungan sebaya dan
keluarga. Mengidentifikasi dan menangani hambatan dengan cara integrasi
pengobatan kedalam kegiatan sehari-hari klien, mendorong partisipasi keluarga,
menyediakan alat bantu untuk mengingatkan minum obat, monitoring kepatuhan,
tim kepatuhan yang multi disiplin, dianjurkan untuk meminta dukungan dari
anggota keluarga dan teman sejauh mungkin.
Sebelum memulai terapi ARV, pasien harus memahami program terapi ARV
beserta konsekuensinya. Proses pemberian informasi, konseling dan dukungan
kepatuhan harus dilakukan oleh petugas baik konselor atau KDS.
2.2.4 Cara Menilai Kepatuhan
Kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur setiap kali
kunjungan melalui jadwal kontrol yang tercatat pada lembar pemantauan
kepatuhan dan kartu pasien, menghitung sisa obat, menanyakan langsung kepada
pasiennya ataupun terhadap PMO (Kemenkes RI, 2012).
2.3. Kelompok Dukungan Sebaya (KDS)
2.3.1 Pengertian KDS
KDS adalah suatu kelompok dimana dua atau lebih orang yang terinfeksi atau
terpengaruh langsung oleh HIV berkumpul dan saling mendukung (Spiritia,
2010). KDS beranggotakan ODHA, Orang Hidup dengan HIV seperti keluarga,
pasangan, teman dari orang HIV positif (OHIDA), ataupun gabungan ODHA dan
OHIDA. Dalam suatu kelompok pada awalnya dapat berupa gabungan ODHA
dengan latar belakang yang berbeda dan kebutuhan untuk membuat kelompok
yang spesifik seperti kelompok khusus ODHA saja atau latar belakang tertentu
(waria, IDU, Pekerja Sek Komersial/PSK) atau gabungan ODHA dan OHIDA
(Spiritia, 2007).
2.3.2 Manfaat KDS
a. Tersedianya tempat atau wadah yang aman dan nyaman bagi ODHA.
b. Menolong ODHA dan OHIDA agar tidak merasa sendiri dalam menghadapi
masalah.
c. Menyediakan kesempatan untuk bertemu orang lain dan berteman.
d. Menolong lebih percaya diri.
e. Berfungsi sebagai wadah untuk melakukan kegiatan
f. Saling membantu berbagi sumber daya, ide dan informasi, misalnya tentang
pengobatan terbaru atau layanan dukungan setempat.
g. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang keadaan yang dihadapi anggota
kelompok dengan member wajah yang manusiawi pada ODHA.
h. Sebagai sumber informasi.
i. Pendukungan sebaya seperti penjangkauan ODHA.
j. Memberi dukungan baik moril maupun non moril ( pengobatan, perawatan dll).
k. Perubahan prilaku kearah yang lebih baik.
Keputusan mengenai apa yang akan dilakukan oleh kelompok tergantung harapan
anggota dan apa kebutuhan yang paling utama (Spiritia, 2007).
2.3.3 Jenis Program atau Kegiatan KDS
a. Dukungan sebaya
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan dukungan emosional dan sosial kepada
teman sebaya melalui konseling sebaya, kunjungan rumah, dan obrolan positif.
b. Pertemuan tertutup
Pertemuan seperti ini biasanya dilakukan dengan dipimpin oleh seorang anggota
kelompok yang ditunjuk. Tujuannya adalah untuk menyediakan tempat atau
lingkungan yang nyaman kepada anggota untuk bercerita dan mengungkapkan
perasaannya, berbagi informasi praktis antar sesama anggota mengenai masalah
hidup dengan HIV, memberikan kesempatan berbagi (sharing) dengan anggota
lainnya.
c. Pengawasan minum obat (pendorong kepatuhan berobat)
Bertujuan untuk mendorong kepatuhan terapi ARV dan terapi pengobatan lainnya,
meningkatkan kualitas pelayanan, dukungan dan perawatan bagi ODHA. Kegiatan
ini dilakukan dengan bekerja sama dengan dokter maupun perawat di rumah sakit.
Kegiatan sederhana yang dapat dilakukan oleh KDS antara lain dengan
mengirimkan pesan singkat atau SMS kepada anggota dengan terapi ARV,
memberikan informasi akan pentingnya kepatuhan
d. Pertemuan Terbuka
Bertujuan berbagi informasi praktis antar sesama anggota maupun orang diluar
anggota misalnya pasangan, orang tua, masyarakat peduli AIDS lainnya tentang
HIV dan AIDS. Kegiatan ini tidak hanya dihadiri oleh anggota kelompok saja
tetapi bisa dari berbagai pihak yang peduli dengan kelompok tersebut.
e. Belajar Bersama (Study club)
Kegiatan ini biasanya diisi dengan menghadirkan narasumber yang ahli
dibidangnya seperti dokter, perawat dll, yang membawakan topik tertentu yang
sebelumnya telah disepakati. Topik- topik yang biasanya dibawakan misalnya
tentang terapi ARV, kepatuhan, infeksi oportunistik, gizi, IMS. Tujuannya adalah
untuk menambah pengetahuan terkait HIV dan AIDS serta melatih keterampilan
berkelompok dan meningkatkan kepercayaan diri.
f. Pendampingan (Buddies)
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan dukungan moril dan informasi baik
kepada teman ODHA yang sakit maupun keluarganya atau orang terdekatnya.
g. Penjangkauan
Kegiatan ini bertujuan untuk menjangkau kelompok-kelompok resiko tinggi,
memetakan lokasi-lokasi kelompok resiko tinggi. Bentuk kegiatan seperti
membagikan lembar informasi, membuat daftar layanan VCT.
h. KIE
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang
pencegahan dan penularan HIV, mendorong kesadaran dan perubahan perilaku
masyarakat. Bentuk kegiatan ini seperti menjadi narasumber acara talk show
diradio, mencetak brosur, majalah dan lembaran informasi tentang HIV dan AIDS.
i. Peggalangan Dana
Kegiatan ini bertujuan untuk mencari atau mengumpulkan dana atau dana
tambahan untuk kegiatan kelompok. Bentuk kegiatan ini seperti
menyelenggarakan bazaar murah, menjual kerajinan hasil kerja kelompok, atau
mengirimkan proposal dukungan ke pemerintah daerah setempat.
j. Kegiatan Lainnya Sesuai Kebutuhan yang Akan Muncul
Program sebenarnya akan muncul sendiri tergantung dari kebutuhan kelompok.
Program dijabarkan menggunakan prinsip SMART yaitu S = spesifik atau khusus,
M = Measurable atau dapat diukur, A = Achivable atau masuk diakal, T =
Timebound atau ada jangka waktunya (Spititia, 2007).
2.4. Penyuluhan Kesehatan
2.4.1 Pengertian
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang
ada hubungannya dengan HIV. Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari
pendidikan kesehatan yang bertujuan mempengaruhi perilaku manusia secara
individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam
mencapai tujuan hidup sehat (Depkes, 2002).
Jadi penyuluhan kesehatan melalui KDS adalah kegiatan pendidikan kesehatan
yang dilakukan melalui KDS yang dilakukan pada pertemuan rutin KDS.
2.4.2. Sasaran
Sasaran penyuluhan kesehatan mencangkup individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat dilakukan di Rumah Sakit,
Klinik, Puskesmas, Posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan.
Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan pada keluarga resiko tinggi,
seperti keluarga yang menderita penyakit menular, keluarga dengan sosial
ekonomi rendah, keluarga dengan keadaan gizi buruk, keluarga dengan sanitasi
lingkungan yang buruk dan sebagainya. Penyuluhan kesehatan pada sasaran
kelompok dapat dilakukan pada kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang
mempunyai anak balita, kelompok masyarakat yang rawan terhadap masalah
kesehatan seperti kelompok lansia, kelompok yang ada di berbagai institusi
pelayanan kesehatan seperti anak sekolah, pekerja dalam perusahan dan lain-lain.
Penyuluhan kesehatan pada sasaran masyarakat dapat dilakukan pada masyarakat
binaan puskesmas, masyarakat nelayan, masyarakat pedesaan, masyarakat yang
terkena wabah dan lain-lain (Effendy, 2003). Sasaran penyuluhan melalui KDS
adalah ODHA dan OHIDA yang tergabung dalam kelompok KDS.
2.4.3. Materi
Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan dari individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, sehingga
materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang
disampaikan sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
sasaran, dan menggunakan metode dan media untuk mempermudah pemahaman
dan untuk menarik perhatian sasaran (Effendy, 2003).
Materi yang disampaikan pada penyuluhan kesehatan melalui KDS meliputi
pengertian HIV, penularan HIV, pencegahan HIV, tanda dan gejala HIV,
pengobatan dengan terapi ARV, manfaat terapi ARV, kepatuhan minum ARV serta
dilakukan saling berbagi pengalaman dan mencari solusi permasalahan anggota
KDS dalam menjalani terapi ARV.
2.4.4. Faktor-Faktor Mempengaruhi Keberhasilan dalam Penyuluhan
a. Faktor penyuluh, misalnya kurang persiapan, kurang menguasai materi yang
akan dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahasa yang digunakan
kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara terlalu kecil dan kurang dapat
didengar serta penyampaian materi penyuluhan terlalu monoton sehingga
membosankan. Penyuluh yang memberikan materi di KDS adalah satu orang
fasilitator yang berasal dari kelompok KDS yang sudah memiliki sertifikat
trainer.
b. Faktor sasaran, misal tingkat pendidikan. Pendidikan dapat mempengaruhi cara
pandang seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin mudah seseorang
menerima informasi yang didapatnya. Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah
sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih
memikirkan kebutuhan yang lebih mendesak, kepercayaan dan adat kebiasaan
yang telah tertanam sehingga sulit untuk mengubahnya, kondisi lingkungan
tempat tinggal sasaran yang tidak mungkin terjadi perubahan perilaku.
c. Faktor proses dalam penyuluhan, misalnya waktu penyuluhan tidak sesuai
dengan waktu yang diinginkn sasaran, tempat penyuluhan dekat dengan
keramaian sehingga mengganggu proses penyuluhan yang dilakukan, jumlah
sasaran penyuluhan yang terlalu banyak, alat peraga kurang, metode yang
digunakan kurang tepat sehingga membosankan sasaran serta bahasa yang
digunkan kurang dimengerti oleh sasaran (Notoatmojo, 2010).
2.4.5. Metode
Metode yang dapat digunakan dalam memberikan penyuluhan (Notoatmojo,
2007) meliputi:
a. Metoda Penyuluhan Perorangan (Individual)
Metoda ini digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah
mulai tertari pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan
pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan
yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.
Bentuk penyuluhan perorangan antara lain
1) Bimbingan.
Dengan cara ini kontak antar klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah
yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya
klien akan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima
prlaku tersebut.
2) Wawancara.
Wawancara anatar petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi
mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum
menerima perubahan, apabila belum maka perlu penyuluhan lebih mendalam lagi.
b. Metode Penyuluhan Kelompok
Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok
besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Metode ini mencangkup:
1) Kelompok besar yaitu peserta penyuluhan lebih dari 15 orang, metode yang
baik digunakan adalah:
a) Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau
pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi
tentang kesehatan
b) Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu
masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya
2) Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluh kurang dari 15 orang. Metode
yang cocok untuk kelompok ini adalah:
a) Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu
topik pembicaraan diantara lima sampai 20 peserta dengan seorang pemimpin
diskusi yang telah ditunjuk
b) Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah dimana setiap anggota mengusulkan
semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing-masing
peserta dan evaluasi atas pendapat-pendapat yang disampaikan dan akan
dilakukan kemudian.
c) Metode Bermain Peran
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa
diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan
pemikiran oleh kelompok.
d) Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang
sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan
bagaimana cara melaksanakansuatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat
peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar
jumlahnya.
2.5 Pengetahuan
2.5.1 Pengertian
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup yang diketahui oleh seseorang
terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan adalah penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
seperti mata, telinga dan sebagainya. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indra pendengaran dan indera pengelihatan (Notoatmojo, 2010).
2.5.2 Tingkatan pengetahuan
Secara garis besar tingkatan pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan, Menurut
Notoatmojo (2010), yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu diartikan sebagai memanggil (recall) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Mengukur tingkat seseorang tahu sesuatu
dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek suatu materi harus dapat
menjelaskan, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang telah
dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi sebenarnya. Orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam
suatu masalah atau objek yang diketahui.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan sesorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemapuan seseorang untuk melakukan penilaian
terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sensirinya didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang telah berlaku
dimasyarakat.
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain sebagai
berikut (Notoatmojo, 2007):
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain
terhadap sesuatu hal agr mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula mereka
menerima informasi akhirnya semakin banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya jika sesorang memiliki tingkat pendidikan rendah maka
akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi
dan nilai yang baru diperkenalkan.
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. Usia
Bertambahnya usia seseorang, akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan
psikologis. Pertumbuhan fisik secara garis besar dapat dikategorikan menjadi
perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya cirri-ciri lama dan timbulnya
cirri-ciri baru. Hal ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek
psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
d. Minat
Minat adalah suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada
akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
e. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang
baik akan berusaha untuk dilupakan oleh seseorang. Jika pengalaman terhadap
objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang
sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya dan akhirnya dapat
pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
f. Kebudayaan Lingkungan Sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai
budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat
sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan karena
lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap
seseorang.
2.6 Sikap
2.6.1 Pengertian
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang
sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap terhadap
kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan pemeliharaan kesehatan. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek
yang bersangkutan (Notoatmojo, 2010).
2.6.2 Komponen sikap
Sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang satu sama lain menurut
Allport (1954) dalam Notoatmojo (2010), yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek artinya bagaimana
keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Misalnya sikap
orang terhadap penyakit HIV artinya bagaimana pendapat atau keyakinan orang
tersebut terhadap penyakit HIV.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek artinya bagaimana
penilaian orang tersebut terhadap objek, misalnya bagaimana penilaian orang
terhadap penyakit HIV, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang
membahayakan.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap adalah
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Misalnya
apakah yang akan dilakukan seseorang bila ia menderita HIV.
2.6.3 Tingkatan Sikap
Menurut tingkatannya, Notoatmojo (2010), sikap dibagi menjadi empat yaitu:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek)
b. Merespons (Responding)
Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang
dihadapi, misalnya seseorang mengikuti penyuluhan HIV, kemudian ditanya atau
diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menaggapinya.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, membahasnya dengan orang lain bahkan mengajak
atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
2.7 Praktik Kesehatan
2.7.1 Pengertian
Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau
aktifitas orang dalam rangka memelihara kesehatan. Pengukuran atau cara
mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara langsung dan
tidak langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung
yakni dengan pengamatan (observasi) yaitu mengamati tindakan subyek dalam
rangka memelihara kesehatannya. Secara tidak langsung menggunakan metode
mengingat kembali. Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap
subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan kesehatan
(Notoatmojo, 2010). Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala
kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi,
sikap dan sebagainya. Gejala kejiwaan yang dimaksud dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain pengalaman, keyakinan, sarana fisik, social budaya, masyarakat
dan sebagainya (Notoatmojo, 2005).
2.7.2 Tingkatan praktik atau tindakan
Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan (Notoatmojo, 2010)
yaitu:
a. Praktik Terpimpin (Guided Response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung
pada tuntutan atau menggunakan panduan.
b. Praktik Secara Mekanisme (Mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau meperaktikkan sesuatu hal
secara otomatis. Misalnya seseorang datang untuk mengambil ARV kelayanan
VCT tanpa harus menunggu perintah dari keluarga maupun petugas kesehatan.
c. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang artinya apa
yang telah dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja tetapi sudah
dilakukan modifikasi untuk menghsailkan tindakan yang berkualitas.
2.8 Pengaruh Penyuluhan HIV Melalui Kelompok Dukungan Sebaya (KDS)
Terhadap Kepatuhan
KDS adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang terinfeksi
atau terpengaruh langsung oleh HIV berkumpul dan saling mendukung. Anggota
KDS adalah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan OHIDA (Spiritia, 2007).
Ketika baru mengetahui status HIV-nya, intensitas emosi ODHA sangat tinggi.
Mereka kecewa, marah, frustasi, ingin bunuh diri, merasa putus asa, stress dan
down. Dukungan sebaya memungkinkan terjadinya perubahan emosi negatif
tersebut menjadi emosi positif, seperti merasa termotivasi untuk bangkit, percaya
diri dan memiliki teman senasib sebagai role model bagi dirinya, termasuk
menjadi tempat untuk berbagi perasaan (Handayani, 2011)
Klien HIV yang mendapatkan penyuluhan kesehatan dari dukungan sebaya
mempunyai lima pilar mutu hidup yaitu peningkatan pengetahuan HIV/AIDS,
punya kepercayaan diri memiliki akses dan menggunakan layanan dukungan,
pengobatan dan perawatan, meningkatkan perilaku positif, dan melakukan
kegiatan-kegiatan positif. Kegiatan dukungan sebaya memungkinkan terjadinya
peningkatan rasa percaya diri sehingga meningkatkan perawatan diri, mengurangi
gejala psikologis dan fisik serta meningkatkan kepatuhan. Tersediakannya tempat
belajar dalam program pertemuan terbuka, diskusi dengan tenaga kesehatan,
seminar, dan pelatihan, meningkatkan pengetahuan odha terhadap HIV dan akan
berdampak terhadap kepatuhan dalam menjalani terapi (Spiritia, 2010).
Kemampuan klien HIV dalam mengakses layanan dukungan, pengobatan dan
perawatan, memberikan dampak positif, yaitu klien HIV menjadi banyak memiliki
informasi tentang keberadaan layanan dukungan, pengobatan dan perawatan. KDS
berupaya untuk membantu klien dalam mengakses layanan yang ada sehingga
klien HIV akan lebih mudah dalam menjalani pengobatan. Menguatkan tingkat
kepatuhan dalam pengobatan, peran KDS juga sangat penting dalam
menginformasikan hal-hal yang terkait dengan pengobatan ARV seperti manfaat,
efek samping, cara mengatasi rasa jenuh sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
minum obat (Spiritia, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Kamila dan Siwiendrayati (2010), ODHA
mempunyai persepsi positif terhadap KDS untuk patuh melaksanakan terapi ARV.
Didapatkan sebanyak 15 orang pasien yang telah atau pernah menjalani terapi
ARV, 13 pasien patuh dan dua orang yang telah putus terapi ARV memiliki
keinginan untuk memulai terapi ARV lagi dan memiliki keyakinan untuk patuh
melaksanakannya.