bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengertian kebijakan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kebijakan Publik
Masalah yang harus diatasi oleh pemerintah adalah masalah publik yaitu
nilai, kebutuhan atau peluang yang tak terwujudkan. Menurut Dunn, Meskipun
masalah tersebut dapat diidentifikasi tapi hanya mungkin dicapai lewat tindakan
publik yaitu melalui kebijakan publik8
Menurut Dye,“Public policy is whatever governments choose to do or not
to do”. Dye berpendapat sederhana bahwa kebijakan publik adalah apapun yang
dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan
. Karakteristik masalah publik yang harus
diatasi selain bersifat interdependensi (berketergantungan) juga bersifat dinamis,
sehingga pemecahan masalahnya memerlukan pendekatan holistik (holistic
approach) yaitu pendekatan yang memandang masalah sebagai kegiatan dari
keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan atau diukur secara terpisah dari yang
faktor lainnya. Untuk itu, diperlukan kebijakan publik sebagai instrumen
pencapaian tujuan pemerintah.
9. Seiring dengan
pendapat tersebut James E.Anderson mendefiniskan kebijakan public sebagai
kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah10
Chandler dan Plano berpendapat bahwa kebijakan publik adalah adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk
.
8 Nugroho, Riant. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang (Model-model Perumusan, Implementasi dan Evaluasi). (PT. Elex Media Komputindo: Jakarta, 2006) 9 Tangkilisan,Hesel Nogi. (2003). Kebijakan Publik yang membumi. Yogyakarta: Lukman offset dan YPAPI.hal 1 10 Subarsono. AG (2005). Analisis kebijakan publik :konsep,teori dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Universitas Sumatera Utara
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah11
Menurut Woll kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah
untuk memecahkan masalah dimasyarakat, baik secara langsung maupun melalui
lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam definisi tersebut,
Woll menyatakan bahwa pengaruh dari tindakan atau aktivitas pemerintah
tersebut ialah: (1) adanya pilihan kebijakan yang dibuat oleh politisi, pegawai
pemerintah atau yang lainnya dengan menggunakan kekuatan publik yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat; (2) ada output kebijakan
yakni dengan dibuatnya kebijakan pemerintah dituntut membuat aturan, anggaran,
personil dan regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan
masyarakat; (3) adanya dampak kebijakan yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat
. Dalam kenyataannya
kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi
pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik.
12
Rentetan kebijakan publik sangat banyak dan terdapat tiga kelompok
rentetan kebijakan publik yang dirangkum secara sederhana, yakni sebagai
berikut:
.
Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa sebenarnya kebijakan public
secara sederhana merupakan aktivitas-aktivitas pemerintah yang memiliki tujuan
dan memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat banyak atau public,yang
berorientasi pada pemecahan masalah yang dialami masyarakat.
2.1.1 Bentuk dan Tahapan Kebijakan Publik
13
11 Tangkilisan,Hesel Nogi.Ibid.2003.hal 1 12 Tangkilisan,Hesel Nogi.Ibid.2003.hal 2 13 Nugroho, Riant. Op.cit.2006. Hal 31
Universitas Sumatera Utara
1. Kebijakan Publik Makro
Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga
dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya:14
2. Kebijakan Publik Meso
(a). Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945; (b). Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;(c). Peraturan Pemerintah;(d). Peraturan
Presiden;(e) Peraturan Daerah. Dalam pengimplementasian, kebijakan publik
makro dapat langsung diimplementasikan.
Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau
yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa
Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati,
Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB antar- Menteri, Gubernur dan
Bupati atau Walikota.
3. Kebijakan Publik Mikro
Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau
implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya
peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada
dibawah Menteri, Gunermur, Bupati dan Walikota.
Bentuk kebijakan publik baik kebijakan publik makro, meso dan mikro
tersebut dalam proses pembuatannya melibatkan banyak variabel yang harus
dikaji secara kompleks dan menyeluruh. Untuk itu, terdapat tahapan-tahapan
proses penyusunan kebijakan publik yang perlu untuk dikaji.
14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Universitas Sumatera Utara
Dalam memecahkan sebuah permasalahan yang dihadapi kebijakan publik,
Dunn mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan15
15 Tangkilisan,Hesel Nogi.Op.cit.2003
,
yaitu:
1. Agenda Setting (agenda kebijakan)
Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik
yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi
yang menimbulkan masalah. Dalam hal ini isu kebijakan dapat berkembang
menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat, seperti: memiliki efek yang
besar terhadap kepentingan masyarakat, dan tersedianya teknologi dan dana untuk
menyelesaikan masalah publik tersebut.
2. Policy Formulation (formulasi kebijakan)
Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk
menyelesaikan masalah publik. Dalam menentukan kebijakan pada tahap ini dapat
menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan
yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba
terbatas.
3. Policy Adoption (adopsi kebijakan)
Merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan
dilakukan. Terdapat di dalamnya beberapa hal yaitu identifikasi alternative
kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang
dinginkan dan juga mengidentifikasi alternative-alternatif dengan menggunakan
criteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternative kebijakan lebih besar
daripada efek negative yang akan terjadi.
Universitas Sumatera Utara
4. Policy Implementation (implementasi kebijakan)
Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor
(birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber
daya lainnya (teknologi dan manajemen). Implementasi berkaitan dengan berbagai
kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini
eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan
menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir,
seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-
unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program.
5. Policy Assesment (evaluasi kebijakan)
Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap
kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses
implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau
direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran
(kriteria-kriteria) yang telah ditentukan.
2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses
kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar
mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan
dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana
aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan
yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian implementasi kebijakan menurut Pressman dan Wildavsky
adalah sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan
dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam
hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.16
”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan
sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah
keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai
perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan
kebijakan”
Sementara Van Meter dan Van Horn mendefinisikan implementasi kebijakan
publik sebagai:
17
Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood, hal-hal yang
berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam
mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemehkan ke dalam keputusan-
keputusan yang bersifat khusus
.
18
Disisi lain, Jones mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi
kebijakan pemerintahan mengenai program-program yang sudah disahkan,
. Dengan demikian,maka implementasi kebijakan
merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan suatu proses yang terus
menerus untuk mencari apa yang akan dilakukan.
16 Tangkilisan,Hesel Nogi.Op.cit.2003 hal 3
17 Winarno, Budi. (2002). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Presindo 18 Tangkilisan,Hesel Nogi. (2003). Kebijakan Publik yang membumi. Yogyakarta: Lukman offset dan YPAPI.
Universitas Sumatera Utara
kemudian menentukan implementasi,juga membahas actor-aktor yang
terlibat,dengan menfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga
eksekutor19
.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
merupakan sebuah proses pelaksanaan kebijakan pemerintahan yang bertujuan
untuk pencapaian tujuan yang diharapkan sesuai dengan sasaran kebijakan
tersebut. Dan impelementasi kebijakan tersebut tidak hanya menyangkut badan
administratif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya tapi juga
menyangkut kekuatan sosial, ekonomi, politik yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi implementasinya.
2.1.3 Tahapan Implementasi Kebijakan Publik
Tahapan implementasi kebijakan publik, yaitu:
Tahap Interpretasi: tahap penjabaran dan penerjemahan kebijakan yang
masih dalam bentuk abstrak menjadi serangkaian rumusan yang sifatnya teknis dan
operasional. Hasil interpretasi biasanya berbentuk petunjuk pelaksanaan atau
petunjuk teknis.
Tahap Perorganisasian: tahap pengaturan dan penetapan beberapa
komponen pelaksanaan kebijakan yakni: lembaga pelaksana kebijakan; anggaran
yang diperlukan; sarana dan prasarana; penetapan tata kerja; penetapan manajemen
kebijakan.
Tahap aplikasi: tahap penerapan rencana implementasi kebijakan ke
kelompok target atau sasaran kebijakan.
19 Ibid.2003.Hal 17
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Pendekatan Implementasi Kebijakan
Pada prinsipnya terapat dua pemilahan jenis teknik atau pendekatan
implementasi kebijakan20
1. Pendekatan Mekanisme Paksa (Zero-Minus Model)
. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan
yang berpola “dari atas ke bawah” (top-bottomer) versus “dari bawah ke atas”
(bottom-topper), dan pemilihan implementasi yang berpola paksa (command-and
control) dan mekanisme pasar (economic incentive).
Pendekatan mekanisme paksa adalah pendekatan yang mengedepankan
arti penting lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai
monopoli atas mekanisme paksa di dalam negara di mana tidak ada
mekanisme insentif bagi mereka yang menjalani, namun ada sanksi bagi
mereka yang menolak menjalankannya.
2. Pendekatan Mekanisme Pasar (Zero-Plus Model)
Pendekatan mekanisme pasar adalah pendekatan yang mengedepankan
mekanisme insentif bagi yang menjalani, dan bagi mereka yang tidak
menjalankan tidak mendapatkan sanksi, namun tidak mendapatkan
insentif.
3. Pendekatan Top-down
Pemerintah menjadi motivator, fasilitator, dan dinamisator dalam
mengerakkan masyarakat publik untuk memberikan respon yang positif
melalui sikap mental (attitudes), rasa memiliki (sense of belonging) dan
mempunyai rasa tanggung jawab (responsibility).
20 Nugroho, Riant. 2006. Op.Cit.Hal 126
Universitas Sumatera Utara
4. Pendekatan Buttom-up
Meski kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh
rakyat. Penekanan peran serta (partisipasi) masyarakat dalam pembuatan
keputusan, pelaksanaan, penikmatan manfaat atau hasil keikutsertaan
dalam mengevaluasi hasil-hasil kebijakan.
2.1.5 Unsur-unsur implementasi kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses
kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses
kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan. Maka dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan,ada beberapa unsur yang harus
dipenuhi21
a. Unsur Pelaksana
,yaitu :
Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang merupakan pihak-pihak
yang menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran
organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi,
pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian.
Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik adalah
birokrasi. Dengan begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan dalam
implementasi kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi dan penetapan
kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai peranan besar namun tidak
dominan.
21https://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-implementasi-kebijakan publik/
Universitas Sumatera Utara
b. Ada program yang dilaksanakan
Suatu kebijakan publik tidak mempunyai arti penting tanpa tindakan-tindakan
riil yang dilakukan dengan program, kegiatan atau proyek. Program merupakan
rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya
yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut
menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar dan budjet. Pikiran
yang serupa dikemukakan oleh Siagian, program harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Sasaran yang dikehendaki
2. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu
3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya
4. Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan dan
5. Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun
dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang
diperlukan.
Isi dari program itu sendiri harus menggambarkan kepentingan yang
dipengaruhi,jenis manfaat,derajat perubahan yang diinginkan,status pembuat
keputusan, pelaksana program serta sumber daya yang tersedia.
c. Ada target group atau kelompok sasaran
Kelompok sasaran yaitu sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat
yang akan menerima barang atau jasa yang akan dipengaruhi perilakunya oleh
kebijakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan
kelompok sasaran dalam konteks implementasi kebijakan bahwa karakteristik
yang dimiliki oleh kelompok sasaran seperti: besaran kelompok, jenis kelamin,
Universitas Sumatera Utara
tingkat pendidikan, pengalaman, usia serta kondisi sosial ekonomi mempengaruhi
terhadap efektivitas implementasi.
2.1.6 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Publik22
Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal dengan
beberapa teori yang memuat faktor - faktor yang mempengaruhinya seperti yang
dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn. Model ini menjelaskan bahwa kinerja
kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan, yaitu:
1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari
ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada
di level pelaksana kebijakan. Menurut Agustino, ketika ukuran dan dan sasaran
kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan. Untuk mengukur
kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu
yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan. Karena itu, pemahaman tentang
maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting.
Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para
pelaksana (officials)
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Kekaburan standar dan sasaran kebijakan dapat mengakibatkan
multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen
implementasi. Standar dan sasaran kebijakan kebijakan pada dasarnya adalah apa
, tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan
kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan juga memiliki hubungan erat dengan
disposisi para pelaksana.
22 AG.Subarsono,Op.cit.2005.,hal 89-101
Universitas Sumatera Utara
yang hendak dicapai oleh kebijakan atau terkait dengan rincian tujuan kebijakan,
baik untuk jangka pendek,menengah dan jangka panjang. Selain itu, standar dan
sasaran kebijakan juga berkaitan dengan kelompok sasaran atau target group dari
suatu kebijakan.
2. Sumber daya
Menurut Riant Nugroho, inti permasalahan dalam implementasi kebijakan
publik adalah bagaimana kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan sumber daya
yang tersedia. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai seperti
sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya waktu, sarana dan
prasarana dan lain-lain.
Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan
keberhasilan suatu implementasi kebijakan baik secara kualitas maupun kuantitas.
Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang
berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah
ditetapkan secara apolitik. Misalnya untuk kebijakan yang berskala nasional akan
dibutuhkan sumber daya manusia yang banyak dan kualitas sumber daya manusia
tersebut bisa dilihat dari tingkat pendidikan dan pengalamannya dimana dari hal
ini dapat kita melihat bagaimana kemampuan imlementor.
Selain itu, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting
dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya financial berkaitan
dengan seberapa besar dana yang di anggarkan untuk suatu kebijakan. Tentunya
semakin besar skala suatu kebijakan, maka dana yang dianggarkan juga akan
Universitas Sumatera Utara
semakin besar. Sumber daya financial ini akan menjamin keberlangsungan
kebijakan ke depannya. Sementara itu, dalam implementasi kebijakan sumber
daya waktu, sarana dan prasarana juga harus sangat diperhatikan agar suatu
kebijakan bisa berjalan sesuai dengan waktu yang ditargetkan dan ada sarana dan
prasarana yang mendukung proses pelaksanaan.
Semua hal diatas harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan. Sebab
tanpa kehandalan implementor, kebijakan akan kurang maksimal dan berjalan
lambat seadanya.
3. Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal
ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh
ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan
dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan
dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan disiplin. Pada konteks lain diperlukan
agen pelaksana yang demokratis dan persuasif.
Selain itu, struktur birokrasi pada organisasi pelaksana juga harus
diperhatikan karena struktur birokrasi yang rumit pada suatu organisasi dapat
menjadi penghambat pelaksanaan kebijakan secara efektif. Aspek struktur
birokrasi mencakup 2 hal penting yaitu mekanisme dan struktur organisasi
pelaksana. Mekanisme implementasi biasanya sudah ditetapkan melalui standar
operating procedure (SOP) yang di cantumkan dalam guideline
kebijakan/program. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang
Universitas Sumatera Utara
jelas,sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapapun karena akan
menjadi acuan dalam bekerjanya para implementor.
Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun diupayakan menghindari hal
yang rumit,panjang dan kompleks. Struktur organisasi harus menjamin adanya
proses pengambilan keputusan atas suatu kejadian luar biasa (diluar prosedur)
secara cepat dan dapat merespons perkembangan kebijakan dengan cepat. Karena
itu,struktur harus didesain secara ringkas dan fleksibel menghindari struktur
weberian yang terlalu kaku dan hirarkis.
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi
komunikasi yang efektive antar Stakeholder yang terlibat dalam implementasi
kebijakan tersebut. Tujuan dan sasaran kebijakn tersebut harus disosialisasikan
secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi kebijakan. Hal ini juga
dibutuhkan karena melihat kenyataan bahwa semakin tinggi pengetahuan
kelompok sasaran terhadap suatu kebijakan atau program maka akan mengurangi
tingkat penolakan atau kekeliruan dalam mengaplikasikan kebijakan dalam ranah
yang sesungguhnya. Dalam hal sosialisasi perlu juga dilihat bagaimana metode
dan intensitas komunikasi dalam sosialisasi tersebut.
Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para
pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan kebijakan juga harus
konsisten dan seragam dari berbagai sumber informasi. Jika tidak ada kejelasan
dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan,
maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan
kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan
Universitas Sumatera Utara
darinya dan tahu apa yang harus dilakukan. Selain itu,ada banyak program yang
membutuhkan dukungan dari instansi lain,untuk itu diperlukan koordinasi yang
baik antar instansi.
5. Disposisi atau sikap para pelaksana
Disposisi implementor mencakup beberapa hal seperti respon implementor
terhadap kebijakan yang kemudian akan mempengaruhi kemauannya untuk
melaksanakan kebijakan tersebut dengan baik. Dimana respon tersebut
dipengaruhi oleh pemahaman implementor terdapat kebijakan dan intensitas
disposisi implementor.
Disposisi juga menunjuk kepada karakter yang menempel pada diri
implementor kebijakan. Karakter yang penting dimiliki implementor adalah
komitmen, kejujuran dan demokratis. Implementor yang memiliki komitmen
tinggi dan jujur cenderung bertahan diantara hambatan yang ditemuinya dalam
implementasi kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berda
pada “arus” kebijakan yang telah ditetapkan. Komitmen dan kejujurannya juga
akan membawanya semakin antusias dalam melaksanakan setiap tahapan
kebijakan secara konsisten.
Sikap yang demokratis dari implementor seperti melakukan sharing
dengan kelompok sasaran akan meningkatkan kesan baik implementor di depan
kelompok sasaran. Sikap ini juga dapat menurunkan resistensi dari masyarakat
dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap apa
yang dikatakan dan dilakukan implementor tentang suatu kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi
kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif
dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan
eksternal yang kondusif.
Tentang bagimana social dan budaya masyarakat, keadaan politik atau
kekuatan politik yang sedang berkembang, sumber ekonomi masyarakat atau mata
pencaharian mayoritas masyarakat sangat perlu diperhatikan agar suatu kebijakan
itu dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2.2 Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR adalah komitmen perusahaan yang menekankan bahwa perusahaan
harus mengembangkan etika bisnis dan praktik bisnis yang berkesinambungan
(sustainable) secara ekonomi, sosial dan lingkungan.Konsep ini berkaitan dengan
perlakuan terhadap stakeholder baik yang berada di dalam dan di luar perusahaan
dengan bertanggungjawab baik secara etika maupun sosial.Hal terpenting dari
pelaksanaan tanggung jawab sosial adalah memperkuat keberlanjutan perusahaan
itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi
perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan
masyarakat di sekitarnya.CSR juga mengandung pengertian bahwa seperti halnya
individu, perusahaan memiliki tugas moral untuk berlaku jujur, mematuhi hukum,
menjunjung integritas, dan tidak korup.Tanggung jawab sosial perusahaan telah
Universitas Sumatera Utara
menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan bersama antara pemerintah, masyarakat,
dan dunia usaha berdasarkan prinsip kemitraan dan kerjasama (Departemen
Sosial, 2007) dalam Ardilla (2011).
Menurut Pasal 1 butir 3Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas,Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen
perseroanuntuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutanguna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
perseroan sendiri, komunitas setempat, maupunmasyarakat pada umumnya.
Corporate Social Responsibility adalah komitmen perseroan
untukberperan serta dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
gunameningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baikbagi
perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat
padaumumnya.Definisi umum Corporate Social Responsibility adalahkomitmen
perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalampengembangan ekonomi
yang berkelanjutan dengan memperhatikantanggung jawab sosial perusahaan dan
menitik beratkan padakeseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi,
sosial danlingkungan23
23 Sujud Margono, 2008, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan pertama, hal. 110, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta.
.
Wujud konkrit Corporate Social Responsibility dalam perusahaanpada
umumnya termuat dan tercermin dalam :
a. Code of Conducts
b. Code of Ethics
c. Corporate Policy
d. Statement of Principles
Universitas Sumatera Utara
Areal tanggung jawab sosial perusahaan dalam Januarti (2005) terdiri
dalam tiga level, yaitu:
1. Basic responsibility merupakan tanggung jawab yang muncul karena
keberadaan perusahaan tersebut, misalnya kewajiban membayar pajak,
mematuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan
pemegang saham.
2. Organizational responsibility, menunjukkan tanggung jawab perusahaan
untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholder seperti: pekerja,
konsumen, pemegang saham, dan masyarakat di sekitarnya.
3. Societal responsibility, menjelaskan tahapan ketika interaksi antara bisnis
dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga
perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan.
Melakukan program Corporate Social Responsibility yang berkelanjutan
akan memberikan dampak positif dan manfaat lebih besar baik kepada perusahaan
itu sendiri maupun para stakeholder yang terkait. Corporate Social Responsibility
akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau
meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan citra perusahaan.
Perusahaan-perusahaan di belahan dunia yang telah menerapkan Corporate Social
Responsibility, menilai bahwa Corporate Social Responsibility mampu
meningkatkan daya saing perusahaan, karena dengan melakukan Corporate
SocialResponsibility dukungan dari masyarakat bisa diperoleh. Dukungan dari
masyarakat penting untuk meningkatkan citra perusahaan. Bila citra perusahaan
meningkat, maka harga di pasar saham meningkat, perusahaan akan lebih mudah
Universitas Sumatera Utara
memperoleh tambahan modal apabila diperlukan. Perusahaan juga akan mudah
memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas karena citra perusahaan
sangat baik di mata publik.
Manfaat Corporate Social Responsibility bagi Perusahaan :
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan
2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial
3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan
4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha
5. Membuka peluang pasar yang lebih luas
6. Mereduksi biaya
7. Memperbaiki hubungan dengan “stakeholders”
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator
9. Meningkatkan semangat dan produktifitas karyawan
10. Peluang mendapatkan penghargaan.
Corporate Social Responsibility berhubungan erat dengan pembangunan
berkelanjutan, dimana bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktifitasnya
harus mendasarkan keputusan tidak semata berdasar faktor keuangan, misalnya
keuntungan atau deviden melainkanjuga harus berdasarkan konsekuensi sosial.
Karena itu, visi dari Corporate Social Responsibility adalah menjadi lembaga
independen, terbuka dan terpercaya dalam mewujudkan gagasan dan praktik triple
bottom-line operasi perusahaan menuju pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Sedangkan Misi dari Corporate SocialResponsibility adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Berkontribusi dalam karya nyata untuk mendorong setiap upaya perwujudan
pembangunan berkelanjutan melalui upaya membumikan prinsip-prinsip dasar
dan praktik kegiatan usaha yang menjunjungnilai-nilai keadilan multidimensional.
2. Bermitra dengan dunia usaha dan pemangku kepentingannya
dalammewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan melalui
kajian,pendampingan, jaminan, dan advokasi.
3. Berkontribusi dalam pengembangan wacana Corporate SocialResponsibility
melalui publikasi dalam berbagai bentuk sertapartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan yang relevan.
Menurut Thiel (2010) Ada beberapa kunci pokok yang mendorong CSR lebih
baik, yaitu:
1. Enlightened self interest.
Perusahaan hendaknya menciptakan sinergi dan etika, membangun
hubungan sosial dan pasar ekonomi global yang berkelanjutan, tenaga
kerja dan masyarakat yang dapat bekerja sama.
2. Social investment.
Perusahaan hendaknya berkontribusi terhadap infrastruktur fisik, sosial
capital untuk meningkatkan bagian kerja bisnisnya.
3. Transparancy and trust.
Perusahaan yang memiliki ratingpersepsi rendah di masyarakat, maka
untuk meningkat harapannya perusahaan harus lebih terbuka, akuntabel,
dan memperbaiki laporan ke masyarakat tentang lingkungan dan sosial
mereka.
Universitas Sumatera Utara
4. Increased public expectation of business.
Perusahaan global diharapkan bekerja lebih dan memberikan kontribusi
terhadap ekonomi melalui pajak dan penyediaan lapangan kerja (Anonim,
2004).
Sementara itu, Sen dan Bhattacharya (2001) dalam Dewi (2007) menjelaskan
bahwa terdapat enam hal pokok yang termasuk dalam corporate social
responsibility yaitu ;
1. Community support, yaitu dukungan pada program pendidikan, kesehatan,
kesenian, dan sebagainya.
2. Diversity, merupakan kebijakan perusahaan untuk tidak membedakan
konsumen dan calon pekerja dalam hal gender, fisik, atau ras tertentu.
3. Employee support, berupa perlindungan kepada tenaga kerja, insentif dan
penghargaan serta jaminan keselamatan kerja.
4. Environment, menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, mengelola
limbah dengan baik, menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan.
5. Non-US operations, perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan hak
yang sama bagi masyarakat dunia untuk mendapat kesempatan bekerja,
antara lain dengan membuka pabrik di luar negeri (abroad operations).
2.3 PT.Arun NGL
Kilang LNG Arun dimilki oleh pemerintah/ Kemenkeu dan dibangun oleh
Pertamina Blang Lancang Lhokseumawe, propinsi Aceh. Keputusan membangun
PT.Arun dibuat setelah ditemukannya salah satu sumber gas terbesar di dunia (17
TCF) tahun 1971 oleh Mobil Oil Indonesia, Inc., mitra usaha Pertamina atas dasar
Universitas Sumatera Utara
kontrak bagi hasil. Kilang LNG Arun memiliki tingkat kehandalan di atas 98%
sehingga menjadi kilang LNG terhandal di dunia. Hal ini terbukti dalam bidang
SDM PT.Arun telah berhasil mendidik para pekerjanya menjadi aset SDM
nasional yang berharga, sehingga lebih 200 karywan kini bekerja di industry Oil&
Gas di berbagai Negara.
Kilang LNG Arun dioperasikan oleh PT. Arun NGL sebuah perusahaan
non profit yang sahamnya milik Pertamina 55%, Mobil Oil Indonesia sekarang
Exxon Mobil Indonesia 30% dan Japan Indonesia LNG co.ltd (JILCO) 15%.
Pembangunan sarana kilang LNG Arun diawali dengan pembangunan 3 unit
Produksi LNG (Train-I, II dan III). Kontruksi dimulai tahun 1974 oleh BechtelInc
sebagai kontraktor utamanya dengankapasitas 1,2 juta Ton LNG/Unit/tahun.
Dimana pengapalan pertama ke Jepang pada tanggal 4 Oktober 1978 dengan kapal
LNG Aquarius sejak tetesan pertama LNG Tanggal 29 Agustus 1978.Di samping
Produksi utamanya LNG kilang Arun juga memproduksi kondensat dan LPG
sebagai produk ikutannya.
Awal tahun 1982 PT.Arun menambah 2 (dua) Train lagi, Train IV dan V
untuk meningkatkan produksi 3 juta ton/ tahun yang di ekspor ke Jepang
Timur.Pembangunan Train VI juga dilkukan untuk memenuhi kebutuhan LNG ke
Korea Selatan. Pada Febuari 1987 juga dilakukan penambahan kilang LPG
dengan Kapasitas produksi 1,6 Juta Ton Pertahun. Selanjutnya pada tahun 1999
Kilang LNG Arun mulai memproses gas dari lading Gas NSO yang berlokasi di
lepas pantai yang sebelumnya gas tersebut dimurnikan di kilang SRU (unit
pemisah sulfur) milik Exxon mobil yang dioperasikan oleh PT.Arun. Sampai
akhir 2010 PT.Arun telah mengolah, memproduksi dan mengapalkan LNG
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 4.213 kapal setara dengan 235.445.987 ton dan kondensat sebanyak
1.868 kapal atau 756.244.179 barel. Sedangkan LPG mencapai 14,5 ton dan
berhenti produksi bulan Oktober 2000.
Pada tanggal 17 maret 2013, PT.Arun NGL meresmikan Pabrik sabut
kelapa sebagai salah bentuk bentuk program CSR PT Arun LNG yang terletak di
desa Tanjung Beuridi, kecamatan Peusangan Selatan dengan tujuan mampu
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempatdan sejak beroperasi
pabriknya telah mampu mempekerjakan 37 orang pekerja. Pabrik sabut kelapa ini
juga menyerap puluhan tenaga kerja di luar pabrik yang bertugas sebagai
pengumpul kelapa dan sabut.
Pabrik sabut kelapa ini nantinya tidak hanya dirancang untuk
menghasilkan coco fiber dan coco peat, namun akan menghasilkan produk jadi,
seperti plywood komposit, matras, jok mobil, tali, jaring, dan coco peat block.
Tapi pabrik sabut kelapa itu masih dalam proses pembelajaran bekerjasama
dengan para ahli.
Pabrik sabut kepala ini langsung berada dibawah manajemen PT.Arun
NGL. Dengan kondisi
berada pada peringkat ke-15 penghasil buah kelapa terbesar
di Indonesia.Dengan luas areal kebun kelapa 105.757 hektar, Aceh menghasilkan
buah kelapa sekitar 1 miliar butir per tahun. Maka pabrik sabut kepala ini tentunya
akan sangat banyak menyerap tenaga kerja terutama dari desa binaan yang ada di
sekitar PT.Arun NGL.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Defenisi konsep
Defenisi konsep diperlukan peneliti dalam melakukan penelitian yakni
dengan penggunaan istilah yang khusus untuk menggambarkan sebuah fenomena
yang hendak diteliti secara tepat24
1. Implementasi Kebijakan Publik
.
Definisi konsep dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :
Implementasi kebijakan merupakan sebuah proses pelaksanaan kebijakan
pemerintahan yang bertujuan untuk pencapaian tujuan yang diharapkan
sesuai dengan sasaran kebijakan tersebut yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yakni Sumber daya, Karakteristik organisasi pelaksana,
Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan,
Disposisi atau sikap para pelaksana dan keadaan sosial, budaya dan
ekonomi masyarakat.
2. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan yang
menekankan bahwa perusahaan harus mengembangkan etika bisnis dan
praktik bisnis yang berkesinambungan (sustainable) secara ekonomi
melalui pembangunan pabrik sabut kepala.
3. PT.Arun NGL adalah perusahaan yang bergerak dibidang pencairan gas
alam yang melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan
membangun pabrik sabut kelapa.
24Singarimbun, Masri. Metode Penelitian Survay (LP3ES: Jakarta, 2006) . Hal 33
Universitas Sumatera Utara