efektifitas antara kebijakan moneter dan kebijakan …
TRANSCRIPT
Jurnal Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 12 Pages pp. 85- 96
85 - Volume 2, No. 4, November 2014
EFEKTIFITAS ANTARA KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL
TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA :
PENDEKATAN MODEL IS – LM
Safriadi1, Raja Masbar
2, Sofyan Syahnur
3
1) Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala Banda Aceh
2,3) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Email : [email protected] Telp : 081360038427
Abstract: This study aims to see the effective policy was implemented between monetary policy and fiscal policy for the Indonesian economy. The data used are secondary data from the annual time series from 1984 to 2012. The research variables are estimated by the IS-LM model using Simultaneous Equation method and solved by Two Stage Least Square (TSLS). The policy will be more effective if it will be able to influence Gross Domestic Product or National Income bigger than other policy. The ability of the policy influence Gross Domestic Product shows by its multiplier. The research results show that monetary multiplier is 3.21, fiscal multiplier is 5.99 and the equilibrium occurs in a national income at 2,021,379.65 billions and an interest rate at 14.74 percent. The conclusion of this research states that, fiscal policy is more effective on influencing Indonesia National Income rather than monetary policy. Based on the IS-LM equilibrium value is obtained, it is seen that there is considerable scope for the government to increase national income, which the government must consistently maintain a stable interest rates and encouraging policies that can improve the real sector to offset the loose monetary policy, so that the economy can continue to grow and stability is maintained.
Keywords : fiscal policy, monetary policy, IS-LM model, fiscal policy multiplier, monetary policy
multiplier, simultaneous equation.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk melihat kebijakan mana yang efektif dilaksanakan antara kebijakan
moneter dan kebijakan fiskal bagi perekonomian Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder
time series tahunan dari tahun 1984-2012. Variabel penelitian diestimasi dengan Model IS–LM dengan
menggunakan Metode Persamaan Simultan dan diselesaikan dengan Two Stage Least Square (TSLS).
Kebijakan dikatakan lebih efektif jika kebijakan tersebut mampu mempengaruhi peningkatan Produk
Domestik Bruto (PDB) lebih tinggi dibandingkan kebijakan yang lain. Kemampuan kebijakan tersebut
dalam mempengaruhi peningkatan PDB ditunjukkan oleh besaran multiplier dari kebijakan tersebut. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa multiplier kebijakan moneter sebesar 3,21 dan multiplier kebijakan fiskal
sebesar 5,99, sedangkan keseimbangan perekonomian Indonesia terjadi pada Pendapatan Nasional sebesar
2.021.379,65 miliar Rupiah dan tingkat bunga sebesar 14,74 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kebijakan fiskal akan lebih efektif dalam mempengaruhi Produk Domestik Bruto dibandingkan dengan
kebijakan moneter. Berdasarkan nilai keseimbangan IS–LM yang diperoleh, terlihat bahwa masih terdapat
ruang bagi pemerintah untuk meningkatkan Pendapatan Nasional, dimana pemerintah harus konsisten
menjaga tingkat bunga yang stabil dan mendorong kebijakan yang dapat meningkatkan sektor riil dengan
diimbangi kebijakan moneter yang longgar, sehingga perekonomian dapat terus tumbuh dan stabilitas tetap
terjaga.
Kata Kunci : kebijakan fiskal, kebijakan moneter, model IS-LM, multiplier kebijakan fiskal,
multiplier kebijakan moneter, persamaan simultan.
PENDAHULUAN
Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya dalam bentuk
peningkatan pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, siklus ekonomi merupakan fenomena
ekonomi yang tidak dapat dihindarkan, berupa fase
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 4, November 2014 - 86
booming, kontraksi, normal maupun dalam keadaan
melesu (depressi). Untuk mengantisipasi fluktuasi
yang berlebihan pada siklus ekonomi, dikenal ada
dua kebijakan pemerintah yaitu kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter.
Secara teoritis maupun empiris, kebijakan
moneter dan fiskal mempunyai peranan yang sangat
strategis dalam rangka stabilisasi perekonomian,
yaitu melalui penyeimbangan permintaan agregat
dan penawaran agregat. Walaupun kebijakan
moneter dan fiskal berdampak pada struktur dan
kondisi ekonomi yang berlainan, keduanya dapat
digunakan secara simultan untuk mencapai dua
sasaran stabilitas yang berlainan, misalnya
pencapaian keseimbangan internal (stabilitas harga)
dan keseimbangan eksternal (neraca pembayaran).
Dalam kondisi tersebut, kebijakan moneter dan
fiskal dapat dikelola atau dikoordinasikan
sedemikian rupa agar stimulus yang dihasilkan oleh
kedua kebijakan tersebut dapat diarahkan untuk
mempengaruhi perekonomian, dalam artian tidak
saling meniadakan atau bahkan menimbulkan
pengaruh yang berlebihan, sehingga dapat
mendukung pencapaian stabilitas harga dan
pencapaian neraca pembayaran yang sehat secara
bersama-sama.
Aplikasi kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter dalam perkembangannya melahirkan suatu
campuran kebijakan (policy mix) yang kemudian
menyebabkan berkembangnya kajian–kajian tentang
koordinasi kebijakan fiskal dan moneter. Beberapa
kajian tentang koordinasi kebijakan tersebut
menemukan bahwa, dalam jangka panjang
kebijakan fiskal dan moneter tidak bertentangan satu
sama lain dalam mencapai pertumbuhan ekonomi.
Pada kondisi ini tidak diperlukan adanya koordinasi
kebijakan. Dalam jangka pendek, tidak adanya
koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter akan menyebabkan efektivitas kebijakan
menjadi berkurang.
Krisis ekonomi memberi pelajaran kepada
bangsa Indonesia bahwa beberapa indikator–
indikator ekonomi makro yang memuaskan belum
menjadi jaminan bahwa kondisi ekonomi Indonesia
memang kuat. Untuk mencapai tingkat
pertumbuhan dan kegiatan ekonomi seperti pada
masa sebelum krisis ekonomi pada akhir dekade
1990–an pilihan kebijakan ekonomi untuk
menstabilisasi perekonomian adalah kebijakan fiskal
dan moneter. Pada saat ekonomi dirasakan berjalan
terlalu lambat dari yang seharusnya ditandai dengan
rendahnya pertumbuhan dan tingginya tingkat
pengangguran, maka dengan kebijakan fiskal dan
moneter yang tepat diharapkan dapat mendorong
perekonomian tumbuh lebih cepat dan
pengangguran dapat ditekan. Sedangkan pada saat
perekonomian dianggap terlalu laju yang ditandai
dengan pertumbuhan yang tinggi dan tingkat inflasi
yang juga tinggi, kebijakan fiskal dan moneter
diharapkan dapat menekan dan mengarahkan
perekonomian agar terhindar dari dampak negatif.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
merupakan bagian integral dari kebijakan
makroekonomi yang memiliki target yang harus
dicapai baik dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Sudah lama terjadi perdebatan antara
kebijakan fiskal dan moneter. Di satu sisi, kebijakan
moneter diarahkan pada pencapaian target menjaga
stabilitas tingkat harga. Sementara itu disisi lain
kebijakan fiskal ditetapkan untuk mencapai
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
87 - Volume 2, No. 4, November 2014
pertumbuhan ekonomi. Hal ini kemudian yang
menyebabkan munculnnya trade-off antara
pencapaian stabilitas harga dan pertumbuhan
ekonomi terutama dalam jangka pendek. Kebijakan
defisit fiskal yang tinggi dapat menyebabkan
kenaikan tingkat inflasi, sebaliknya perekonomian
dengan tingkat inflasi yang tinggi juga memberikan
dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi.
Perkembangan perekonomian yang semakin
dinamis dan terintegrasi dengan perekonomian
dunia memberikan implikasi penting bagi para
pelaku ekonomi terutama dalam pengambilan
kebijakan makroekonomi. Pengelolaan kebijakan
fiskal dan moneter melalui koordinasi yang baik
akan memberikan sinyal positif bagi pasar dan
menjaga stabilitas makroekonomi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan teknik analisa
model Persamaan Simultan. Selanjutnya dari hasil
estimasi persamaan dibuat model persamaan kurva
IS dan kurva LM sebagai dasar untuk menentukan
efektivitas antara kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter di Indonesia, yang nantinya kita akan bisa
melihat kebijakan manakah yang mempunyai peran
besar dalam kasus perekonomian di Indonesia.
Berdasarkan variabel yang telah disusun dalam
penelitian ini, maka dibuat model persamaan
sebagai berikut:
Persamaan Struktural:
Ct = β1 + α1Ydt + α2Ct-1 + et1 ............... (1)
It = β2 + α3Yt +α4it + α5It-1 + et2 .......... (2)
Mt = β3 + α6Yt + α7 Kurst + α8Mt-1 + et3
...................................................... (3)
Mdt = β4 + α9Yt + α10it + et4 ................... (4)
Variabel Eksogen:
Gt = G0 ................................................. (5)
Xt = X0 ................................................. (6)
Mst = Ms0 ............................................ (7)
Persamaan Identitas:
Yt = Ct + It + Gt + Xt – Mt ................. (8)
Mst = Mdt .............................................. (9)
Dimana:
Yt = Produk domestik bruto (PDB)
Ydt = Disposible income
Ct = Konsumsi
Ct-1 = Konsumsi sebelumnya
It = Investasi
It-1 = Investasi sebelumnya
Gt = Pengeluaran pemerintah
Xt = Ekspor
Mt = Impor
Mt-1 = Impor sebelumnya
it = Tingkat bunga (Interest Rate)
Kurst = Nilai Tukar
Pada model persamaan simultan, dalam Hal
persamaan tersebut diidentifikasi, jumlah dari
predeterminded yang dikeluarkan dari persamaan
tidak boleh lebih sedikit dari jumlah variabel
endogen yang dimasukkan dalam persamaan
dikurangi dengan 1, yaitu :
K – k ≥ m − 1 ........................... (10)
Dimana :
M : Jumlah variabel endogen dalam model.
m : Jumlah variabel endogen dalam persamaan
yang diberikan.
K : Predeterminded variable dalam model.
k : Predeterminded variable dalam persamaan
yang diberikan.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan
persamaan simultan adalah :
1. Jika K −κ = m −1 , maka persamaan tersebut
just identified, persamaan just identified
diselesaikan dengan Indirect Least Square (ILS)
2. Jika K −κ > m −1 , maka persamaan tersebut
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 4, November 2014 - 88
over identified, persamaan over identified
diselesaikan dengan Two Stage Least Square
(2SLS).
3. Jika K −κ < m −1 maka persamaan tersebut
unidentified atau tidak dapat diidentifikasi.
Metode 2SLS digunakan untuk model regresi
persamaan simultan yang mengandung persamaan-
persamaan yang over identified. Meskipun demikian,
2SLS juga bisa digunakan untuk mnyelesaikan
persamaan yang identified. Metode ini
dikembangkan oleh Henri Theil dan Robert
Basmann (Gujarati, 2012).
KAJIAN PUSTAKA
Efektivitas Kebijakan Fiskal dan Moneter
Dalam dunia nyata, pilihan kebijakan mana
yang lebih tepat antara kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter senantiasa terus menjadi bahan
perdebatan klasik. Bersamaan dengan itu telah
dilakukan penelitian-penelitian dalam rangka
memilih kebijakan yang lebih efektif, namun
penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yang
berbeda untuk masing-masing negara dan waktu
penelitian. Sampai sekarang perdebatan tersebut
terus berlangsung, perbedaan mazhab pemikiran
menghasilkan solusi yang berbeda.
1) Pandangan Kaum Klasik Terhadap Kebijakan
Fiskal dan Moneter
Menurut ekonom klasik permintaan uang tidak
ditentukan oleh tingkat suku bunga tetapi ditentukan
oleh permintaan masyarakat akan uang untuk
membiayai transaksi. Menurut ekonom klasik uang
tidak digunakan untuk spekulasi dan oleh sebab itu
permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga.
Sedangkan kebijakan fiskal hanya menaikkan
suku bunga dan tidak menimbulkan sesuatu
perubahan terhadap pendapatan nasional. Kenaikan
pendapatan nasional yang tidak menimbulkan
kenaikan terhadap pendapatan nasional tersebut
disebut crowding out yaitu suatu proses dalam
perekonomian di mana kenaikan pengeluaran
pemerintah diikuti dengan kemerosotan investasi
oleh swasta. Kemerosotan investasi swasta tersebut
diakibatkan oleh kenaikan suku bunga. Dalam
kondisi full crowding out pengeluaran agregat (AE)
tidak mengalami perubahan karena meskipun G
meningkat disisi lain I menjadi berkurang.
2) Pandangan Keynesian Terhadap Kebijakan
Fiskal Dan Moneter
Keynesian lebih menekankan kebijakan fiskal
untuk mempengaruhi kegiatan perekonomian.
Keynesian setuju ada kaitan antara uang beredar
dengan aktivitas perekonomian, tetapi menolak
pendapat monetaris yang mengatakan uang beredar
sebagai penyebab utama berfluktuasinya kegiatan
perekonomian. Pemikiran Keynesian berdasar pada:
(a). Sensitivitas permintaan uang untuk spekulasi,
dimana perubahan suku bunga akan
menimbulkan perubahan yang besar terhadap
permintaan uang untuk spekulasi (dan
berpengaruh terhadap permintaan uang secara
keseluruhan). Secara grafik hal ini berarti kurva
permintaan uang akan elastis/landai dan kurva
LM juga akan menjadi elastis/landai.
(b). Sensitivitas kurva MEI (Marginal Efficiency of
Investment), dimana investasi oleh pihak swasta
ditentukan oleh faktor-faktor: suku bunga, tingkat
pengembalian modal, kemajuan teknologi dan
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
89 - Volume 2, No. 4, November 2014
ramalan mengenai ekonomi masa datang dan
tingkat pendapatan nasional. Oleh karena investasi
bergantung kepada banyak faktor maka kurva
MEI yang menggambarkan keinginan untuk
investasi pada berbagai tingkat suku bunga adalah
tidak elastis atau curam.
Menurut Keynesian karena kurva IS
curam dan kurva LM landai maka kebijakan
fiskal relatif lebih efektif karena pertambahan
pendapatan nasional cukup besar dan kenaikan
suku bunga relatif kecil.
3) Pandangan Monetaris Terhadap
Kebijakan Fiskal Dan Moneter
Menurut moneteris kebijakan yang paling tepat
untuk menstabilkan perekonomian adalah kebijakan
moneter. Mereka percaya kebijakan moneter
mempunyai dampak langsung terhadap kegiatan
perekonomian. Pendapat ini didasarkan pada
pemikiran bahwa permintaan uang untuk spekulasi
adalah tidak penting, menurut mereka uang terutama
untuk membiayai transaksi.
Berdasarkan pendapat moneteris permintaan
uang adalah tidak sensitif terhadap perubahan suku
bunga, berarti permintaan uang tidak elastis dan
bentuk kurva LM curam. Kurva permintaan uang
yang tidak elastis akan menyebabkan kurva LM
juga tidak elastis. Selain itu kaum moneteris
berpendapat suku bunga merupakan penentu utama
tingkat investasi yang akan dilakukan oleh pihak
swasta. Dengan demikian pengeluaran ini sangat
sensitif terhadap perubahan-perubahan suku bunga
dan sifat ini secara grafis digambarkan kurva MEI
yang landai, karena kurva MEI landai maka kurva
IS juga landai.
HASIL PEMBAHASAN
Perkembangan Sektor Riil
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan konsumsi domestik
(C). Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, tingkat
konsumsi masyarakat terhadap PDB terus
meningkat dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun
1998 yang sempat menurun karena terjadi krisis
ekonomi. Sepanjang tahun 1984 sampai 2012
tingkat konsumsi masyarakat Indonesia dalam
mempengaruhi PDB adalah sebesar 47,2 persen.
Kontribusi pertumbuhan investasi terhadap
PDB sebesar rata–rata 30,4 persen, masih jauh dari
yang diharapkan. Karena investasi merupakan
komponen penting dalam menentukan prospek
ekonomi jangka panjang, peran investasi diharapkan
meningkat di masa mendatang..
Selanjutnya pengeluaran pemerintah setiap
tahunnya terus meningkat, akan tetapi rasionya
terhadap PDB senantiasa berfluktuasi dari tahun ke
tahun, dan kalau dirata–ratakan tingkat pengeluaran
pemerintah Indonesia dalam mempengaruhi PDB
adalah sebesar 20,2 persen. Ketika faktor–faktor lain
cenderung menurun perannya dalam perekonomian,
maka peran pemerintah yang harus meningkatkan
kinerja perekonomian tersebut dengan
meningkatkan pengeluaran belanja.
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 4, November 2014 - 90
Gambar 1. Perkembangan Sektor Rill Indonesia Tahun 1984–2012.
Perkembangan Sektor Moneter
Sektor keuangan yang menjadi variabel dalam
penelitian meliputi: jumlah uang beredar (Ms),
jumlah permintaan uang (Md), tingkat suku bunga
(i) dan kurs Rupiah terhadap US Dolar (kurs).
Permintaan uang riil yang dipakai dalam penelitian
ini adalah permintaan atas saldo riil uang kartal dan
uang giral (M1). Karena permintaan uang
diasumsikan sama dengan penawaran uang, maka
jumlah permintaan uang (M1) menunjukkan tren
yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Indikator sektor keuangan yang lain adalah
nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika (Kurs).
Kurs dari tahun 1984 terus mengalami depresiasi
hingga puncaknya saat krisis ekonomi tahun 1998,
rupiah melemah sampai 244 persen. Pasca Krisis
ekonomi Tahun 1998 Kurs mengalami
perkembangan yang fluktuatif, dimana sempat
terapresiasi sebesar 21 persen pada tahun 1999,
namun kembali terdepresiasi lagi sampai 28 persen
pada tahun 2001, yang selanjutnya sampai dengan
sekarang perkembangan Kurs Rupiah terhadap
Dollar Amerika mengalami tren naik turun.
Indikator sektor keuangan selanjutnya yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat suku
bunga (SBI). Perkembangan suku bunga deposito
tiga bulan di Indonesia selama tahun 1984 sampai
dengan 2012 yang menunjukkan angka berfluktuasi
dari tahun ke tahun. Tingkat suku bunga tertinggi
adalah sebesar 25 % pada tahun 1999, serta yang
terendah ada pada tahun 2012 dengan tingkat suku
bunga sebesar 5,77 persen. Namun kalau dirata–
ratakan tingkat suku bunga di Indonesia selama
kurun waktu 1984–2012 adalah sebesar 14,63
persen.
Hasil Uji Stasionaritas
Untuk menghindari regresi lancung, peneliti
melakukan pengujian sifat data dengan
menggunakan uji akar–akar unit (unit roots test).
Pengujian akar–akar unit yang dipergunakan pada
penelitian ini adalah uji Philips–Perron (PP), adapun
hasil uji Philips–Perron (PP) untuk data series
selama tahun 1984–2012 ditunjukkan oleh hasil
yang dapat dilihat pada tabel 1.
Berdasarkan tabel 1 diatas terlihat bahwa hasil
Mil
ya
r (R
p)
Tahun
PDB (Y)
C
I
X
M
G
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
91 - Volume 2, No. 4, November 2014
uji pada tingkat level belum ada data yang stasioner,
ditunjukkan dengan hasil tes masih belum lebih
negatif dari nilai kritis Mac Kinnon. Karena belum
ada data yang stasioner pada tingkat level, maka
kemudian diuji kembali pada tingkat difference.
Tabel 1. Hasil Uji Stasionaritas
No Variabel Nilai Philips-Perron (PP)
Ket. Level Differensi 1 Differensi 2
1 Produk Domestik Bruto (Y) 2,323 -5,290***
-24,199***
Signifikan
pada level ***
1% **
5% * 10%
2 Konsumsi (C) 0,751 -5,824***
-20,497***
3 Investasi (I) 4,930 -5,290***
-22,549***
4 Impor (M) 0,507 -6,874***
-22,336***
5 Permintaan Uang (Md) 13,418 -3,066 -13,339***
6 Nilai Tukar (Kurs) -2,340 -6,523***
-28,308***
7 Tingkat Bunga (i) -2,839 -12,082***
-13,671***
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada first
difference, semua variabel sudah menghasilkan nilai
tes sangat signifikan dengan tingkat kesalahan 1
persen, kecuali variabel permintaan uang (Md) yang
nilai tesnya belum lebih negatif dari nilai kritis Mac
Kinnon. Sehingga diuji lagi pada second differences,
dan hasil pengujian menunjukkan bahwa semua
variabel sudah stasioner.
Identifikasi Persamaan Simultan
Sesuai dengan kriteria identifikasi persamaan
simultan, identifikasi persamaan simultan dalam
penelitian ini seperti terlihat pada tabel. 2.
Tabel 2. Identifikasi Persamaan Simultan
Persamaan K k M (K-k) (m-1) Identifikasi
Konsumsi 6 1 2 5 1 Overidentified
Investasi 6 2 2 4 1 Overidentified
Impor 6 2 2 4 1 Overidentified
Permintaan Uang 6 1 2 5 1 Overidentified
Persamaan simultan dalam penelitian ini
adalah overidentified. Persamaan overidentified
diselesaikan dengan Two stage least squared (TSLS).
TSLS merupakan metode persamaan tunggal
dengan adanya korelasi antara variabel-variabel
gangguan dan variabel-variabel bebas, sehingga
teknik OLS diterapkan pada persamaan struktural
secara terpisah, sehingga bias simultan dapat
dihilangkan.
Hasil Regresi Persamaan Simultan
Hasil regresi persamaan simultan dengan
metode TSLS menggunakan program eviews 7
adalah sebagai berikut :
1. Persamaan Konsumsi
Ct = -24517,18 + 0,545Ydt + 0,111Ct-1 ........................................................... (11)
2. Persamaan Investasi
It = 188811,3 + 0,33Yt – 12104,98 it –
0,16It-1 ............................ (12)
3. Persamaan Impor
Mt = 18265,12 + 0,015Yt – 1,048Kurst + 0,211Mt-1 .......................... (13)
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 4, November 2014 - 92
4. Persamaan Permintaan Uang
Mdt = 434233,3 + 0,05Yt – 22599,1(it)
.............................................. (14)
Tranformasi Persamaan.
Dalam mengestimasi model persamaan untuk
mendapatkan nilai masing-masing persamaan,
diasumsikan nilai tahun sebelumnya (t-1) adalah
nilai rata–rata yang dihitung dari 1984 sampai
dengan tahun 2012. Nilai Yt dan it adalah nilai
keseimbangan yang hendak dicari. Berdasarkan
asumsi–asumsi tersebut maka hasil dari
transformasi data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Persamaan Konsumsi
Berdasarkan hasil pers. (11) maka nilai C dapat
di hitung, serta hasilnya sebagai berikut :
Ct = 0,545 (Yt) – 39.916,52 ....... (15)
2. Persamaan Investasi
Berdasarkan hasil pers. (12) maka nilai I
dapat di hitung, serta hasilnya sebagai
berikut :
It = 92.637,63 + 0,33(Yt) – 12104,98(it) ......................................................... (16)
3. Persamaan Impor
Berdasarkan hasil pers. (13) maka nilai M
dapat di hitung, serta hasilnya sebagai berikut :
Mt = 23.272,89 + 0.015 (Yt) ....... (17)
4. Persamaan Permintaan Uang
Berdasarkan hasil pers. (14) maka nilai Md
dapat di hitung, serta hasilnya sebagai berikut :
Mdt = 434233,3 + 0,05Yt – 22599,1(it)
.............................................. (18)
5. Pengeluaran Pemerintah
Nilai pengeluaran pemerintah (G) diasumsikan
eksogen, G=G0 dan nilainya adalah rata–rata
pengeluaran pemerintah selama masa
penelitian yaitu sebesar : 365010,28.
G0
= 365010,28 ........................ (19)
6. Ekspor
Nilai ekspor (X) diasumsikan eksogen, X=X0
dan nilainya adalah rata–rata ekspor selama
masa penelitian yaitu sebesar : 66962,07.
X0
= 66962,07 .......................... (20)
7. Penawaran Uang
Nilai penawaran uang (Ms) diasumsikan
eksogen, Ms=Ms0 dan nilainya adalah rata–
rata penawaran uang selama masa penelitian
yaitu sebesar : 202076,79.
Ms0
= 202076,79 ...................... (21)
Perhitungan Persamaan Keseimbangan
Pasar Barang (Kurva IS)
Berdasarkan hasil estimasi yang telah
dilakukan maka persamaan keseimbangan
pasar barang (kurva IS) dapat dihitung sebagai
berikut : Y= C + I + G + X – M. Sehingga
diperoleh :
0,14 (Yt) = 461.420,55 –12.104,98 (it)
Yt = 3.295.861,07–86.464,14 (it) .... (22)
it = 38,12 – 0,0000116 (Yt) ........... (23)
Dari pers. (22) dan (23) dapat disimpulkan
bahwa, apabila tingkat suku bunga (i) = 0 maka
pendapatan nasional (Y) = 3.295.861,07 milyar
rupiah, sedangkan bila pendapatan nasional (Y) = 0
maka tingkat suku bunga (i) = 38,12 persen. Selain
itu juga dapat diketahui besaran multiplier C, I, G
dan X adalah α = 1/0,14 = 7,14. Sedangkan besaran
multiplier M adalah –α = - 7,14.
Perhitungan Persamaan Keseimbangan
Pasar Uang (Kurva LM)
Kurva LM dibentuk dari perpotongan pers.
(21) dengan pers. (18). Berdasarkan hasil
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
93 - Volume 2, No. 4, November 2014
perhitungan yang telah dilakukan maka
persamaan kurva LM dapat dihitung sebagai
berikut : Ms0 = Md, sehingga diperoleh :
0.05 (Yt) = – 232.156,51 +22.599,1 (it)
Yt = 451.982 (it) – 4.643.130,2 ......... (24)
it = 0,00000221 (Yt) + 10,27 ............ (25)
Dari pers. (24) dan (25) dapat disimpulkan
bahwa, apabila tingkat suku bunga (i) = 0 maka
pendapatan nasional (Y) = -4.643.130,2 milyar
rupiah, sedangkan bila pendapatan nasional (Y) = 0
maka tingkat suku bunga (i) = 10,27 persen.
Perhitungan Keseimbangan Pasar Barang
dengan Pasar Uang
Berdasarkan hasil pers. (22) dan Pers. (24)
maka dapat dihitung keseimbangan pendapatan
nasional dan tingkat suku bunga yang
menghubungkan antara pasar barang dengan
pasar uang adalah sebagai berikut : IS = LM,
dengan hasil i = 14,74.
Apabila diketahui tingkat bunga 14,74 %
maka Y keseimbangan sebesar =
2.021.379,65.
Secara grafis keseimbangan kurva IS–LM
adalah sebagaimana digambarkan pada Gambar 2
berikut :
Gambar 2. Kurva Keseimbangan Pasar Barang dan Pasar Uang
Multiplier Kebijakan Fiskal
Angka multiplier kebijakan fiskal (Mkf)
dapat dihitung :
Mkf = hα
ℎ:𝑘𝑏α
Mkf = (22599,1)(7,14)
22599,1:*(0,05)(12104,98)(7,14)+
Mkf = 5,99
Hasil ini berarti apabila pengeluaran
pemerintah ditambah satu satuan maka PDB
akan meningkat sebesar 5,99 kali penambahan
jumlah pengeluaran pemerintah dengan asumsi
tidak ada perubahan kebijakan moneter.
Multiplier Kebijakan Moneter
Angka multiplier kebijakan moneter
(Mkm) dapat dihitung :
Mkm = bα
ℎ:𝑘𝑏α
Mkm = (12104,98)(7,14)
22599,1:*(0,05)(12104,98 )(7,14)+
02468
1012141618202224262830
Tin
gkat
Su
ku B
un
ga (
i) P
ers
en
Pendapatan Nasional (Y)
(Triliun Rupiah)
KURVA IS
KURVA LM
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 4, November 2014 - 94
Mkm = 3,21
Hasil ini berarti apabila jumlah uang yang
beredar ditambah satu satuan maka PDB akan
meningkat sebesar 3,21 kali penambahan
jumlah uang beredar, dengan asumsi tidak ada
perubahan kebijakan fiskal.
Simulasi Kebijakan
Simulasi kebijakan bertujuan untuk mengukur
seberapa besar perubahan nilai variabel
endogen apabila variabel eksogen didalam
model diubah. Hasil simulasi perubahan
variabel eksogen dalam persentase (%) terhadap
nilai pendapatan nasional dan tingkat bunga,
sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Simulasi Kebijakan
Varia
bel
Nilai
Awal Naik 10%
Turun
10%
Hasil Persentase Ket
Ye ie Ye ie
Pengel
uaran
Pemeri
ntah
365,010.28
401,511.31
2,239,865.90 15.23 10.81 3.31 Dengan
asumsi
variabel
lain tetap
328,509.25 1,802,156.45 14.26 (10.85) (3.26)
Ekspor 66,962.07
73,658.28
2,061,160.63 14.83 1.97 0.63 Dengan
asumsi
variabel
lain tetap
60,265.86 1,980,861.71 14.66 (2.00) (0.57)
Penaw
aran
Uang
202,076.79
222,284.47
2,085,910.50 13.99 3.19 (5.06) Dengan
asumsi
variabel
lain tetap
181,869.11 1,956,111.84 15.49 (3.23) 5.12
Peneri
maan
Pajak
240,988.65
265,087.52
1,942,262.37 14.57 (3.91) (1.15) Dengan
asumsi
variabel
lain tetap
216,889.79 2,099,759.96 14.92 3.88 1.21
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 4, November 2014 - 96
Analisis Efektivitas Antara Kebijakan Fiskal
dan Kebijakan Moneter
Multiplier kebijakan fiskal lebih besar
daripada multiplier kebijakan moneter, maka
kebijakan fiskal lebih efektif didalam
mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi
atau peningkatan PDB. Dengan penambahan
pengeluaran yang sama kebijakan fiskal akan
meningkatkan PDB sebesar 5,99 kali nilai
perubahan, sedangkan kebijakan moneter akan
menambah PDB sebesar 3,21 kali nilai perubahan,
dengan asumsi variabel-variabel yang lain tetap.
Atau dapat dilihat juga dari bentuk kurva
keseimbangan pasar barang dan pasar uang (IS–
LM), dimana kurva IS lebih curam daripada
kurva LM sebagaimana di jelaskan oleh Froyen
(2002:171), “Kebijakan Fiskal lebih efektif
daripada kebijakan moneter apabila : Kurva IS
lebih curam daripada kurva LM. Dalam kondisi
tersebut kebijakan fiskal relatif lebih efektif
karena dengan adanya peningkatan pengeluaran
pemerintah akan menggeser kurva IS ke sebelah
kanan sehingga terjadi pertambahan pendapatan
nasional yang cukup besar dengan adanya
kenaikan suku bunga relatif kecil”.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Keseimbangan Pendapatan Nasional
Indonesia berada pada angka 2.021.379,65
miliar Rupiah atau 2.021,38 trilliun Rupiah
dengan tingkat bunga sebesar 14,74 %.
2. Hasil Penelitian diperoleh angka multiplier
kebijakan fiskal (Mkf) sebesar = 5,99, dan
angka multiplier kebijakan moneter (Mkm)
sebesar = 3,21.
3. Berdasarkan bentuk kurva keseimbangan IS–
LM dimana kurva IS lebih Curam dan kurva
LM lebih landai, serta angka Mkf lebih besar
dari angka Mkm, dapat disimpulkan yang
bahwa kebijakan fiskal akan lebih efektif
diterapkan daripada kebijakan moneter dalam
mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
Saran
1. Berdasarkan nilai keseimbangan IS–LM yang
diperoleh, terlihat bahwa masih terdapat
ruang bagi pemerintah untuk meningkatkan
Pendapatan Nasional, dimana pemerintah
harus konsisten menjaga tingkat bunga yang
stabil dan mendorong kebijakan yang dapat
meningkatkan sektor riil, sehingga
perekonomian dapat terus tumbuh dan
stabilitas tetap terjaga;
2. Dengan diketahuinya nilai Mkf dan Mkm,
maka pemerintah dapat melakukan simulasi
untuk memilih kebijakan apa yang lebih tepat
digunakan di Indonesia antara kebijakan
fiskal dan moneter;
3. Pemerintah disarankan terus aktif
menjalankan kebijakan APBN yang
ekspansif, namun disisi lain harus diimbangi
kebijakan moneter yang longgar agar
perekonomian dapat tumbuh dengan stabil.
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
97 - Volume 2, No. 4, November 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah S.I. 1990. Model Makro Ekonomi
Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jakarta.
Abdur R. 2009, Analisis Efektivitas Kebijakan
Fiskal Dan Moneter Terhadap Produk
Domestik Bruto Indonesia, Tesis USU,
tidak dipublikasikan.
Albatel, H, Abdullah, 2003, Government Activity and
Policy and Economic Development in Saudi
Arabia, Journal of Economics and
Administrative Sciences.
Ali W. 2002. Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di
Indonesia: Perbandingan Efektivitas, Jurnal
Ekobis, vol.1, No. 2, Agustus 2002
Aliman. 2004. Analisis Efektivitas Penerapan
Kebijakan Moneter dan Fiskal Dalam
Perekonomian Indonesia, Jurnal Ekonomi
dan Manajemen, Vol 4 No.1, Januari 2004,
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).
Almizan U. dan Yasin, A. 2004, Issu-issu Kebijakan
Fiskal Kontemporer: Suatu Survei Literatur,
Jurnal Keuangan dan Moneter, Vol 7 N0.1
Th.2004, Jakarta.
Amril A. 2002. Peranan Kebijakan Moneter Dalam
Pembangunan Ekonomi Nasional, Jurnal
Ekonomi Dan Studi Pembangunan, Vol.3
Nomor 1, April 2002, Yogyakarta.
Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan
Indonesia, berbagai edisi, Jakarta.
Boediono, 1999, Teori Pertumbuhan Ekonomi,
Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan
Rancangan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Negara, berbagai edisi, Jakarta.
Dornbusch, Rudiger, Fischer Stanley, 2001,
Macroeconomics, eighth Edition, Mc Graw
Hill, New York
Froyen, R. T, 2002. Macroeconomics Theories and
Policies, seventh edition, Pearson Education,
New Jersey.
Giavazzi, F. 2003. Inflation Targeting and The
Fiscal Policy Regime : The Experience in
Brazil, Bank of England Quarterly Bulletin
Goeltom, M. S. 1999. Perubahan Perspektif dalam
Mencari Kebijakan Moneter: Kasus
Indonesia, Analisis CSIS, Tahun
XXVIII/1999 No.4
Gujarati, D. 2012. Dasar – Dasar Ekonometrika,
(terjemahan) edisi kelima, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta.