bab i, ii, dan iii-revisi 29 sept 2015.docx
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kemajuan ekonomi secara global yang disebabkan oleh berkembang
pesatnya ilmu teknologi dan penyebaran informasi menciptakan persaingan bisnis
yang semakin meningkat. Pelaku bisnis dituntut untuk bersikap responsif atas
ancaman dan peluang yang datang dari situasi ini, sehingga dibutuhkan strategi-
strategi yang tepat demi menjamin kontinuitas perusahaan. Salah satu upaya
dalam menjamin kontinuitas perusahaan adalah dengan mencapai laba yang
optimal, sehingga perusahaan dapat memenuhi kepentingan dan mensejahterakan
para pemegang saham.
Kemampuan perusahaan dalam mencapai laba dapat dilihat dari
profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan tersebut. Profitabilitas adalah
hubungan antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan dengan menggunakan aset
perusahaan, baik aset lancar maupun aset tetap (Gitman dan Zutter 2012, 601).
Profitabilitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan laba dari semua
kegiatan bisnis oleh sebuah organisasi, perusahaan, maupun firma yang
menunjukkan tingkat efisiensi manajemen dalam memanfaatkan sumber daya
yang tersedia dalam rangka menghasilkan laba tersebut (Innocent et al. 2013).
Profitabilitas memiliki peran penting dalam struktur dan pengembangan
perusahaan karena mengukur kinerja dan keberhasilan suatu perusahaan (Bhutta
2
dan Hasan 2013). Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajer keuangan
berpengaruh secara signifikan terhadap keseluruhan tingkat profitabilitas di
perusahaan tersebut, sehingga dibutuhkan strategi yang berisiko kecil dan
serangkaian tindakan yang terorganisir dengan baik. Tindakan-tindakan ini
menentukan kelancaran operasi perusahaan yang tidak hanya membantu
menghindari kebangkrutan, tetapi juga meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Salah satu komponen terpenting terkait keuangan perusahaan adalah
manajemen modal kerja yang merupakan bagian yang paling sering diperhatikan
oleh perusahaan dikarenakan memiliki dampak secara langsung pada profitabilitas
dan likuiditas perusahaan (Pouraghajan dan Emamgholipourarchi 2012).
Manajemen modal kerja merupakan suatu fungsi kebijakan kredit dan biaya
penyediaan bahan baku yang efisien (Ayub 2015). Manajemen modal kerja yang
efisien terdiri dari perencanaan dan pengendalian atas aset lancar dan kewajiban
lancar dalam rangka meminimalkan risiko perusahaan atas kemampuannya
memenuhi komitmen jangka pendek dan menghindari kelebihan aset yang
diinvestasikan (Pouraghajan dan Emamgholipourarchi 2012).
Manajer seringkali dihadapkan pada situasi trade-off. Misalnya, ketika
dihadapkan pada penentuan kebijakan piutang usaha, manajer yang
memaksimalkan jumlah penagihan piutang usaha akan menyebabkan
kemungkinan timbulnya kredit macet (bad debts), sedangkan pemberian diskon
agar penagihan piutang usaha dilakukan lebih cepat akan menyebabkan hilangnya
sebagian kecil penjualan yang telah dilakukan. Oleh karena itu, kebijakan
3
manajemen modal kerja biasanya dijadikan dasar pertimbangan perusahaan dalam
melaksanakan kegiatannya (Ayub 2015).
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan oleh Ayub (2015) yang mengungkapkan Impact of Working
Capital Management on Profitability of Textile Sector of Pakistan. Variabel
dependen yang digunakan adalah profitabilitas dengan menggunakan return on
assets sebagai proksi. Variabel independen yang digunakan adalah ukuran
perusahaan, gearing ratio, gross working capital turnover ratio, current assets to
total assets, average collection period, inventory turnover in days, average
payment period, dan cash conversion cycle.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian
ini menggunakan objek atas perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014, sedangkan penelitian sebelumnya
menggunakan objek penelitian atas perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Karachi Stock Exchange periode 1999-2007.
Penelitian ini menghilangkan variabel cash conversion cycle. Variabel
cash conversion cycle dihilangkan karena kemungkinan besar variabel ini
memiliki hubungan multikolinearitas dengan variabel independen lainnya.
Penelitian ini terdapat penambahan satu variabel independen dari penelitian yang
sebelumnya telah dilakukan oleh Khidmat dan Rehman (2014) yaitu current ratio.
Current ratio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang
jangka pendek dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki menunjukkan
terdapat kemungkinan adanya dana menganggur yang akan digunakan untuk
4
melakukan investasi dan hal tersebut akan mempengaruhi tingkat profitabilitas
perusahaan.
Manajemen modal kerja yang meliputi pengendalian atas aset lancar dan
kewajiban lancar akan mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan dan efektifitas
dalam memperoleh profitnya sehingga akan menentukan tingkat profitabilitas
perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berjudul Pengaruh
Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas.
1.2. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah
penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh tehadap profitabilitas?
2. Apakah gearing ratio berpengaruh terhadap profitabilitas?
3. Apakah gross working capital turnover ratio berpengaruh terhadap
profitabilitas?
4. Apakah current assets to total assets berpengaruh terhadap profitabilitas?
5. Apakah average collection period berpengaruh terhadap profitabilitas?
6. Apakah inventory turnover in days berpengaruh terhadap profitabilitas?
7. Apakah average payment period berpengaruh terhadap profitabilitas?
8. Apakah current ratio berpengaruh terhadap profitabilitas?
5
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
tehadap profitabilitas.
2. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa gearing ratio berpengaruh
terhadap profitabilitas.
3. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa gross working capital turnover
ratio berpengaruh terhadap profitabilitas.
4. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa current assets to total assets
berpengaruh terhadap profitabilitas.
5. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa average collection period
berpengaruh terhadap profitabilitas.
6. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa inventory turnover in days
berpengaruh terhadap profitabilitas.
7. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa average payment period
berpengaruh terhadap profitabilitas.
8. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa current ratio berpengaruh
terhadap profitabilitas.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
6
1. Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai dasar pertimbangan dan
referensi bagi perusahaan dalam pengelolaan modal kerja perusahaan
secara efektif sehingga dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan.
2. Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor
dalam menilai suatu perusahaan dilihat dari faktor-faktor yang
mempengaruhi profitabilitas perusahaan sehingga menjadi dasar
pertimbangan bagi investor dalam mengambil keputusan investasi.
3. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan kontribusi
dalam bidang akuntansi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
profitabilitas suatu perusahaan.
4. Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
peneliti dalam memahami pengaruh penggunaan modal kerja terhadap
profitabilitas perusahaan.
5. Penelitian selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi dan acuan
dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.
7
1.4. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman pembaca terhadap topik yang akan
dibahas, maka penulis membagi topik menjadi 5 bab. Adapun masing-masing bab
tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas latar belakang yang mendasari penelitian, masalah
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab ini membahas pandangan-pandangan yang bersifat teoritis yang
menjadi dasar teori penelitian, terdiri dari kerangka teoritis, bukti
empiris dari penelitian terdahulu, model penelitian, dan hipotesis
penelitian yang digunakan oleh peneliti.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas bentuk penelitian, obyek penelitian, definisi
operasional variabel beserta pengukurannya, teknik pengumpulan data,
dan metode analisis data penelitian.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang statistic deskriptif objek penelitian dan
analisis hasil pengujian kualitas data serta pengujian hipotesis
mengenai faktor-faktor yang ada.
8
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan mengenai jawaban singkat atas masalah
penelitian berdasarkan hasil dari analisis dan pembahasan,
keterbatasan penelitian, dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
9
BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan
merupakan teori yang menjelaskan adanya keterkaitan hubungan antara pemilik
perusahaan dengan manajemen perusahaan. Teori ini muncul ketika satu orang
atau lebih (principal) memberikan pekerjaan kepada orang lain (agent) untuk
melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka dengan mendelegasikan
pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kepada agent. Konflik
kepentingan dapat terjadi apabila agent dalam pendelegasian tugas ini tidak dalam
kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan principal dan cenderung
mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan pemilik.
Konflik kepentingan akan menyebabkan timbulnya biaya keagenan yang
terbagi menjadi monitoring costs, bonding costs, dan residual loss. Monitoring
costs adalah biaya yang timbul dalam melakukan pemantauan perilaku agent.
Bonding costs adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka membangun dan
memenuhi kepentingan principal maupun agent. Residual loss adalah biaya yang
timbul akibat ketidaksesuaian antara kepentingan principal dengan agent
(Godfrey et al. 2010, 363-364).
10
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa terdapat dua potensi
konflik kepentingan, yaitu konflik antara pemegang saham dengan kreditur dan
konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen. Konflik antara
pemegang saham dengan kreditur terjadi ketika kreditur menerima uang dalam
jumlah tetap dari perusahaan (bunga utang), sedangkan pendapatan pemegang
saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Kreditur lebih memperhatikan
kemampuan perusahaan dalam melunasi utangnya, sedangkan pemegang saham
lebih memperhatikan kemampuan perusahaan dalam meraih laba yang banyak
dengan cara melakukan investasi pada proyek-proyek yang berisiko. Keberhasilan
proyek tersebut tidak dapat dinikmati oleh kreditur dan kegagalan proyek tersebut
menyebabkan kreditur menderita kerugian akibat dari ketidakmampuan pemegang
saham memenuhi kewajibannya.
Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen terjadi karena
pihak manajemen tidak selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan
pemegang saham, tetapi agak mengarah kepada kepentingan dirinya sendiri.
Akibatnya, pemegang saham menanggung biaya keagenan ekuitas (agency cost of
equity) untuk memantau kegiatan pihak manajemen (Jensen dan Meckling 1976).
Hubungan keagenan akan efektif apabila manajer mengambil keputusan
investasi yang konsisten dengan kepentingan pemegang saham, sehingga
perusahaan akan memperoleh tingkat pengembalian yang optimal dan akan
meningkatkan tingkat profitabilitas perusahaan yang akan memberikan
keuntungan bagi kedua belah pihak, yaitu pemegang saham sebagai principal dan
manajer sebagai agent.
11
2.1.2. Teori Sinyal
Miller dan Rock (1985) menyatakan bahwa sinyal adalah cara yang
digunakan manajemen untuk meyakinkan pemegang saham mengenai prospek
perusahaan di masa mendatang. Manajer akan menyediakan informasi secara
sukarela kepada investor untuk membantu mereka dalam membuat keputusan.
Manajer akan menggunakan laporannya untuk memberikan sinyal harapan dan
rencana mengenai masa depan. Teori sinyal memprediksi bahwa perusahaan akan
mengungkapkan informasi lebih dari yang diminta (Godfrey et al. 2010, 375).
Sinyal digunakan karena manajemen lebih mengetahui dengan baik dan
akurat tentang informasi perusahaan dibanding pihak luar (asymmetric
information). Sinyal yang diberikan ke pasar diharapkan memberikan dampak
positif yang akan berpengaruh pada harga dan volume saham sehingga lebih lanjut
akan meningkatkan nilai perusahaan di mata pemegang saham (Miller dan Rock
1985).
Godfrey et al. (2010, 375) juga mengungkapkan bahwa jika manajer
berekspektasi pertumbuhan perusahaan di masa depan akan tinggi, maka manajer
akan memberikan sinyal kepada investor lewat laporannya. Manajer yang
mempunyai performa baik juga akan mempunyai dorongan yang sama. Manajer
dengan kabar yang netral juga mempunyai dorongan yang sama untuk melaporkan
berita yang baik, itu dilakukan agar mereka tidak dianggap mempunyai hasil yang
buruk. Manajer yang mempunyai kabar buruk mempunyai keinginan untuk tidak
melaporkan laporannya. Namun, mereka juga mempunyai dorongan untuk
12
melaporkan berita buruk untuk menjaga kredibilitasnya di pasar efektif tempat
sahamnya diperdagangkan.
Semua manajer pasti mempunyai dorongan untuk memberikan sinyal
keuntungan di masa depan. Hal itu karena apabila investor mempercayai sinyal
tersebut, maka harga saham mereka akan naik dan pemegang saham akan
mendapatkan keuntungan. Hal itu juga berarti bahwa manajer telah bekerja sesuai
dengan kepentingan pemilik (Godfrey et al. 2010, 375).
2.1.3. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan laba dari semua
kegiatan bisnis oleh sebuah organisasi, perusahaan, maupun firma yang
menunjukkan tingkat efisiensi manajemen dalam memanfaatkan sumber daya
yang tersedia dalam rangka menghasilkan laba tersebut (Innocent et al. 2013).
Profitabilitas memiliki peran penting dalam struktur dan pengembangan
perusahaan karena mengukur kinerja dan keberhasilan suatu perusahaan. Hal ini
juga meningkatkan reputasi perusahaan. Memaksimalkan keuntungan perusahaan
adalah salah satu tujuan utama manajer. Profitabilitas berkontribusi pada stabilitas
sistem perusahaan. Profitabilitas juga memaksimalkan nilai stakeholder dan nilai
investor. Profitabilitas sangat penting untuk kinerja perusahaan, terutama di
lingkungan kompetisi (Bhutta dan Hasan 2013).
Para investor dan kreditur sangat berkepentingan dalam mengevaluasi
kemampuan perusahaan menghasilkan laba saat ini maupun di masa mendatang
(Astuti 2002, 36). Perusahaan harus berada dalam keadaan menguntungkan agar
13
dapat melangsungkan hidupnya. Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi
perusahaan untuk menarik modal dari luar (Syamsuddin 2004, 59).
Rasio profitabilitas merupakan aspek fundamental perusahaan, karena
selain memberikan daya tarik yang besar bagi investor yang akan menanamkan
dananya pada perusahaan juga sebagai alat ukur terhadap efektivitas dan efisiensi
penggunaan semua sumber daya yang ada di dalam proses operasional perusahaan
(Yuliyati dan Sunarto 2014).
Rasio return on assets (ROA) mengukur pengembalian atas total aset
setelah bunga dan pajak. Hasil pengembalian total aset atau total investasi
menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aset perusahaan untuk
menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang
sebanding dengan dana yang digunakan. Hasil pengembalian ini dapat
dibandingkan dengan penggunaan alternatif dari dana tersebut. Sebagai salah satu
keefektifan, maka semakin tinggi ROA, semakin efektiflah perusahaan (Astuti
2002, 37). Menurut Sutanto dan Pribadi (2012), ROA menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh aset yang dimiliki.
Semakin besar rasio ini, pengelolaan aset perusahaan semakin efisien, dan
sebaliknya.
2.1.4. Manajemen Modal Kerja
Menurut Sitorus dan Irsutami (2013), modal kerja merupakan dana yang
digunakan perusahaan untuk melangsungkan kegiatan operasional sehari-hari.
Diperlukan manajemen modal kerja yang baik dan bijak untuk menopang kegiatan
14
perusahaan sehingga kelangsungan hidup perusahaan dapat terjaga (Gunawan dan
Tjun 2014).
Modal kerja memiliki sifat yang fleksibel, yaitu besar atau kecilnya modal
kerja dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Para
manajer keuangan dalam perusahaan harus menetapkan modal kerja yang tediri
dari kas, piutang, dan persediaan seefektif dan seefisien mungkin. Besarnya modal
kerja yang ditetapkan haruslah sesuai dengan kebutuhan perusahaan (Noor dan
Lestari 2012).
Sitorus dan Irsutami (2013) berpendapat bahwa modal kerja yang cukup
memungkinkan perusahaan untuk beroperasi dengan seekonomis mungkin dan
perusahaan tidak akan mengalami kesulitan atau menghadapi bahaya-bahaya yang
mungkin timbul karena adanya krisis atau kekacauan keuangan. Modal kerja yang
berlebihan dapat menimbulkan inefisienan atau pemborosan dalam operasi
perusahaan terutama dalam bentuk uang tunai dan surat berharga yang dapat
merugikan perusahaan karena menyebabkan berkumpulnya dana yang besar tanpa
penggunaan secara produktif. Apabila hal ini terjadi maka akan mengurangi atau
memperkecil kesempatan perusahaan tersebut untuk memperoleh laba yang
maksimal.
Mansoori dan Muhammad (2012) menyatakan bahwa tujuan utama
manajemen modal kerja adalah untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki
arus kas yang cukup untuk melanjutkan kegiatan operasionalnya sedemikian rupa,
sehingga perusahaan dapat meminimalkan risiko atas ketidakmampuan dalam
membayar komitmen jangka pendek.
15
Manajer sebaiknya menghindari investasi yang tidak diperlukan dalam
modal kerja. Sementara, investasi dalam modal kerja dapat mengurangi risiko
likuiditas, yaitu jumlah modal kerja yang tidak mencukupi yang menyebabkan
kekurangan dan timbulnya masalah dalam kegiatan operasional sehari-hari.
Namun, semakin banyak investasi dalam modal kerja akan meningkatkan
opportunity cost, khususnya pada perusahaan yang mengandalkan pendanaan dari
pihak eksternal untuk membiayai modal kerjanya. Oleh karena itu, efisiensi modal
kerja tergantung pada saldo antara likuiditas dan profitabilitas (Filbeck et al. 2007
dalam Mansoori dan Muhammad 2012).
Manajemen modal kerja yang efisien terdiri dari perencanaan dan
pengendalian atas aset lancar dan kewajiban lancar dalam rangka meminimalkan
risiko perusahaan atas kemampuannya memenuhi komitmen jangka pendek dan
menghindari kelebihan aset yang diinvestasikan (Pouraghajan dan
Emamgholipourarchi 2012). Pemahaman mendalam tentang peran modal kerja
dan dampaknya terhadap perusahaan profitabilitas akan membantu manajer untuk
mencari rencana strategis pengelolaan modal kerja (Mansoori dan Muhammad
2012).
2.1.5. Ukuran Perusahaan
Kunt dan Huizinga (1998) dalam Bhutta dan Hasan (2013) menyatakan
bahwa hal-hal yang bersifat keuangan, hukum, dan faktor lain (misalnya korupsi)
yang mempengaruhi profitabilitas sangat terkait dengan ukuran perusahaan.
Ukuran perusahaan yang semakin besar akan mengakibatkan timbulnya biaya
16
yang semakin besar sehingga dapat mengurangi profitabilitas perusahaan (Sari
dan Budiasih 2014). Priharyanto (2009) dalam Sari dan Budiasih (2014)
menyatakan hal yang berbeda, yaitu perusahaan besar cenderung memiliki skala
dan keleluasaan ekonomis yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan
kecil, sehingga akan lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman yang pada
akhirnya akan meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Bhutta dan Hasan (2013) menyatakan bahwa semakin luas ukuran
perusahaan maka tingkat pengembalian yang dihasilkan semakin tinggi. Luas
perusahaan berhubungan dengan peningkatan kinerja perusahaan. Semakin luas
perusahaan maka kinerja perusahaan tersebut semakin baik. Perusahaan yang
memiliki kinerja yang baik akan melakukan upaya yang efektif dalam rangka
mencapai laba maksimal yang akan mempengaruhi tingkat profitabilitas
perusahaan (Awan et al. 2014).
2.1.6. Gearing Ratio
Salah satu tujuan utama dalam manajemen strategis saat ini adalah
mengidentifikasi struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal
adalah ada ketika utang dan ekuitas dapat dikombinasikan untuk mengurangi
biaya modal dan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Jika hal ini tidak terjadi,
dan manajer perusahaan gagal untuk mengelolanya dengan baik, maka masuk akal
bahwa struktur modal perusahaan akan mempengaruhi pertumbuhan perusahaan
dan profitabilitas yang selanjutnya akan mengantar ke kesulitan keuangan dan
akhirnya perusahaan bisa bangkrut (Tailab 2014).
17
Perusahaan yang menguntungkan lebih bergantung pada utang sebagai
sumber pembiayaan utama mereka. Meskipun bunga utang adalah tax deductable,
tingkat utang yang semakin tinggi akan menyebabkan meningkatnya risiko
default (gagal bayar) yang akan meningkatkan kemungkinan kebangkrutan bagi
perusahaan. Oleh karena itu, gearing ratio yang terbaik adalah yang akan
meminimalkan cost of capital, sehingga struktur modal dikatakan optimal dan
akan mengurangi kemungkinan kebangkrutan (Gill et al. 2011).
2.1.7. Gross Working Capital Turnover Ratio
Menurut Welas (2006) dalam Yuliyati dan Sunarto (2014), perputaran
modal kerja (working capital turnover) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam modal kerja berputar dalam
satu periode atau berapa penjualan yang dapat dicapai oleh setiap modal kerja
yang digunakan.
Gross working capital turnover ratio (GWCTR) menunjukkan seberapa
efektif perusahaan menggunakan modal kerjanya. GWCTR merupakan hubungan
antara penjualan dan modal kerja kotor. GWTCR menunjukkan berapa kali modal
kerja digunakan dalam setahun (Awan et al. 2014).
Menurut Arshad dan Gondal (2013), GWCTR disebut sebagai modal kerja
yang terdapat aset lancar di dalamnya, sehingga apabila aset lancar dikelola
dengan baik oleh perusahaan, maka pertumbuhan perusahaan dan nilai perusahaan
di pasar akan meningkat, hal tersebut penting bagi profitabilitas perusahaan.
18
2.1.8. Current Assets to Total Assets
Current assets to total assets (CATA) menunjukkan hubungan antara aset
lancar dan total aset yang dimiliki oleh perusahaan (Arshad dan Gondal 2013).
Nilai CATA yang tinggi menunjukkan bahwa manajemen perusahaan harus lebih
berhati-hati (konservatif) dalam mengelola aset lancar yang dimiliki oleh
perusahaan. Jika rasio menunjukkan nilai yang rendah, maka manajemen
perusahaan lebih baik bersikap agresif dalam pengelolaan aset lancar perusahaan
(Javid dan Zita 2014).
Kaur dan Silky (2013) menyatakan bahwa kebijakan investasi yang agresif
dengan tingkat aset tetap yang tinggi dan investasi rendah dalam bentuk aset
lancar dapat menghasilkan keuntungan lebih bagi perusahaan, sedangkan berlaku
sebaliknya untuk kebijakan investasi yang bersifat konservatif. Profitabilitas
terkait dengan tujuan memaksimalkan kekayaan pemegang saham, investasi
dalam aset lancar dilakukan hanya jika pengembalian yang seharusnya diterima
diperoleh (Mahmood dan Qayyum 2010 dalam Kaur dan Silky 2013).
Dalam rangka meningkatkan tingkat profitabilitas, perusahaan dapat
mempertahankan aset lancar dalam tingkat yang rendah. Ketika perusahaan
melakukannya, profitabilitas mereka akan meningkat, karena dana yang kurang
terikat dalam aset lancar menganggur, tetapi posisi solvabilitas mereka akan
terancam. Oleh karena itu, harus ada keseimbangan antara likuiditas dan
profitabilitas perusahaan (Kandpal dan Kavidayal 2013).
19
2.1.9. Average Collection Period
Average collection period (ACP) merupakan lamanya waktu
pengumpulan piutang dari saat penjualan kredit terjadi sampai pada saat jatuh
tempo kredit tersebut. ACP merupakan ukuran untuk mengetahui apakah
perusahaan berada di tingkat yang baik atau tidak dalam mengelola piutang
usahanya. Piutang usaha yang dikontrol secara ketat menyebabkan perusahaan
tetap bertahan dan dapat berkembang dengan baik. Pemberian kredit kepada para
konsumen merupakan salah satu kunci untuk menjaga loyalitas pelanggan. ACP
mengukur efektifitas perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki
dalam memaksimalkan profit perusahaan (Gunawan dan Tjun 2014).
Manajer keuangan harus memilih dan menggunakan kebijakan kredit yang
sesuai tidak hanya untuk menarik klien dengan cara yang memungkinkan
perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor mereka, tetapi juga untuk
meminimalkan biaya pembiayaan kredit tersebut (Nobanee et al. 2011 dalam
Mansoori dan Muhammad 2012)
Manajer dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham dengan
mengurangi jumlah hari untuk piutang. Selain itu, adanya hubungan negatif antara
profitabilitas dengan ACP menunjukkan bahwa perusahaan yang kurang
menguntungkan akan mengejar penurunan piutang mereka dalam upaya untuk
mengurangi kesenjangan kas mereka di cash conversion cycle. Manajer dapat
meningkatkan profitabilitas dengan mengurangi jangka waktu kredit yang
diberikan kepada pelanggan mereka (Majeed et al. 2013).
20
2.1.10 Inventory Turnover in Days
Inventory turnover in days (ITD) menunjukkan banyaknya jumlah
persediaan perusahaan di gudang dan sebagai penentu apakah perusahaan
mengalami overstock atau tidak. ITD termasuk ke dalam rasio aktifitas yang
digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menggunakan sumber
daya yang dimiliki dalam memaksimalkan profit (Gunawan dan Tjun 2014).
ITD yang tinggi menunjukkan manajemen persediaan yang efisien karena
semakin sering persediaan terjual, semakin kecil jumlah uang yang diperlukan
untuk membiayai persediaan. ITD yang rendah menunjukkan inefisiensi dalam
pengelolaan persediaan (Kaur dan Silky 2013).
Persediaan perusahaan harus sering diperiksa dan dipantau oleh
manajemen untuk mencegah terjadinya kelebihan penyimpanan persediaan atau
kelangkaan persediaan (Innocent et al. 2013).
Penyediaan persediaan dilihat dari tren permintaan barang periode
sebelumnya, hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar jangan sampai terjadi
kekosongan barang persediaan yang mengakibatkan kosongnya barang di pasaran.
Hal ini akan berujung pada peralihan konsumen ke barang subtitusi. Selain itu
dalam penyediaan persediaan harus diperhatikan kualitas barangnya. Metode
persediaan yang dipakai haruslah dipilih perusahaan dengan menyesuaikan
situasi dan kondisi perusahaan. Pemilihan metode yang tepat akan membantu
dalam menjaga kualitas barang persediaan, begitu pula sebaliknya, pemilihan
metode yang salah akan berujung pada penurunan kualitas barang persediaan
(Gunawan dan Tjun 2014).
21
2.1.11. Average Payment Period
Average payment period (APP) merupakan jangka waktu rata-rata antara
persediaan yang dibeli dan pembayaran tenaga kerja dalam bentuk uang tunai.
Keterlambatan (delay) pada jatuh tempo pembayaran utang berdampak positif
bagi profitabilitas perusahaan (Awan et al. 2014).
APP harus berada pada titik terjadinya utang dan pembelian di waktu yang
tidak jauh berbeda dalam rangka untuk mengambil keuntungan fasilitas kredit dan
diskon yang berhubungan dengan pembayaran yang cepat untuk persediaan yang
dibeli. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan, karena
manajemen harus memanfaatkan aset secara efisien agar menghasilkan lebih
banyak pendapatan bagi perusahaan (Innocent et al. 2013).
Leahy (2012) menyatakan bahwa APP menunjukkan pengaruh atas
dilakukannya pinjaman pada profitabilitas perusahaan. Hal ini juga mengukur
kemampuan perusahaan dalam menegosiasikan jangka waktu pembelian. Dampak
dari variabel ini terhadap profitabilitas tergantung pada bagaimana bisnis dibiayai.
Jika perusahaan harus melakukan pinjaman dana untuk menebus utang, rasio
utang terhadap harga pokok penjualan semakin tinggi, maka profitabilitas yang
diharapkan akan semakin rendah. Di sisi lain, apabila bisnis ini dibiayai melalui
laba ditahan, rasio utang terhadap harga pokok penjualan semakin tinggi, maka
profitabilitas yang diharapkan juga akan semakin tinggi.
22
2.1.12. Current Ratio
Sutanto dan Pribadi (2012) menyatakan bahwa current ratio mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang jangka pendek dengan
menggunakan aset lancar yang dimiliki. Kewajiban lancar tersebut antara lain
utang usaha, wesel bayar, utang pajak, biaya yang harus dibayar, dan kewajiban
lancar lainnya.
Current ratio dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban
lancar. Rasio ini menunjukkan sampai sejauh apa kewajiban lancar ditutupi oleh
aset yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam waktu dekat. Semakin
tinggi besar dari rasio lancar menandakan semakin besarnya likuiditas yang
dimiliki perusahaan (Gitman dan Zutter 2012, 71).
Current ratio yang relatif rendah menunjukkan bahwa posisi likuiditas
perusahaan tidak baik karena perusahaan tidak akan mampu membayar kewajiban
lancarnya walaupun tidak sedang berada dalam masa kesulitan. Apabila rasio ini
ditingkatkan, maka posisi likuiditas perusahaan dapat membaik (Kaur dan Silky
2013).
Current ratio yang meningkat menyebabkan penurunan pada nilai return
on assets perusahaan, dan sebaliknya. Nilai current ratio yang tinggi
menunjukkan adanya modal kerja yang berlebih dari yang dibutuhkan perusahaan
pada saat ini, sehingga terdapat kemungkinan idle funds (dana menganggur) yang
menyebabkan inefisiensi karena dana tersebut harus digunakan untuk
meningkatkan laba melalui investasi lain yang menguntungkan. Pada akhirnya hal
ini dapat mempengaruhi laba atas penurunan nilai aset (Sutanto dan Pribadi 2012).
23
2.2. Penelitian Terdahulu
2.2.1. Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas
Mansoori dan Muhammad (2012) dalam penelitiannya menemukan
adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap profitabilitas. Penelitian tersebut
konsisten dengan penelitian Shubita dan Alsawalhah (2012). Dalam penelitian
Bhutta dan Hasan (2013), Javid dan Zita (2014), dan Awan et al. (2014)
dinyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara ukuran perusahaan dengan
profitabilitas, yaitu apabila ukuran perusahaan semakin besar, maka tingkat
pengembalian relatif semakin besar, sehingga profitabilitas perusahaan semakin
meningkat. Berbeda dengan Sari dan Budiasih (2014), Tailab (2014), dan Ayub
(2015) yang tidak menemukan adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap
profitabilitas perusahaan.
2.2.2. Gearing Ratio dan Profitabilitas
Penelitian yang dilakukan oleh Singh (2013) menunjukkan adanya
pengaruh gearing ratio terhadap profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian Noor
dan Lestari (2012) menunjukkan bahwa gearing ratio tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas. Shubita dan Alsawalhah (2012), Khidmat dan Rehman (2014), dan
Tailab (2014) menunjukkan adanya pengaruh negatif gearing ratio terhadap
profitabilitas perusahaan, yaitu apabila gearing ratio mengalami kenaikan, maka
profitabilitas mengalami penurunan, dan sebaliknya.
24
2.2.3. Gross Working Capital Turnover Ratio dan Profitabilitas
Penelitian yang telah dilakukan oleh Awan et al. (2014) dan Ayub (2015)
menunjukkan adanya pengaruh GWCTR terhadap profitabilitas perusahaan.
Meningkatnya GWCTR menyebabkan profitabilitas juga meningkat, sehingga
perusahaan yang kurang menguntungkan dapat meningkatkan profitabilitasnya
dengan cara meningkatkan GWCTR.
2.2.4. Current Assets to Total Assets dan Profitabilitas
Penelitian yang dilakukan oleh Kandpal dan Kavidayal (2013)
menunjukkan bahwa CATA memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas
suatu perusahaan. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan hasil penelitian oleh
Haq et al. (2011) dan Arshad dan Gondal (2013) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi CATA maka profitabilitas perusahaan semakin tinggi. Hasil
penelitian Javid dan Zita (2014) dan Kaur dan Silky (2013) menunjukkan bahwa
CATA berpengaruh negatif terhadap profitabilitas. Berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Pouraghajan dan Emamgholipourarchi (2012) dan Ayub
(2015) yang tidak menemukan adanya pengaruh CATA terhadap profitabilitas.
2.2.5. Average Collection Period dan Profitabilitas
Penelitian Haq et al. (2011) menunjukkan adanya pengaruh positif ACP
terhadap profitabilitas. Berbeda dengan Mansoori dan Muhammad (2012),
Kandpal dan Kavidayal (2013), Sitorus dan Irsutami (2013), dan Innocent et al.
(2013) yang menyatakan bahwa ACP berpengaruh negatif terhadap profitabilitas.
25
Pengelolaan dan pengawasan piutang yang baik dalam perusahaan tentunya akan
berdampak pada profitabilitas perusahaan. Semakin besar dan cepat piutang
tertagih yang dapat diterima perusahaan maka akan meningkatkan profitabilitas
perusahaan, dan sebaliknya. Sutanto daan Pribadi (2012), Gunawan dan Tjun
(2014), dan Ayub (2015) tidak menemukan adanya pengaruh ACP terhadap
profitabilitas dalam penelitiannya.
2.2.6. Inventory Turnover in Days dan Profitabilitas
Haq et al. (2011), Kandpal dan Kavidayal (2013), dan Kaur dan Silky
(2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa ITD memiliki pengaruh positif
terhadap profitabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh Sitorus dan Irsutami (2013)
dan Awan et al. (2014) menyatakan bahwa ITD berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas, yaitu semakin kecil angka ITD maka pengadaan persediaan
dinyatakan baik, sehingga profitabilitas perusahaan semakin meningkat.
Penelitian tersebut konsisten dengan penelitian Mansoori dan Muhammad (2012)
dan Innocent et al. (2013).
Berbeda dengan hasil penelitian Ayub (2015) yang menunjukkan tidak
adanya pengaruh ITD terhadap profitabilitas yang sesuai dengan hasil penelitian
Arshad dan Gondal (2013), Sari dan Budiasih (2014), dan Gunawan dan Tjun
(2014).
26
2.2.7. Average Payment Period dan Profitabilitas
Penelitian yang dilakukan oleh Haq et al. (2011) dan Awan et al. (2014)
menunjukkan bahwa APP memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Mansoori dan Muhammad (2012) dan Sitorus dan
Irsutami (2013) menunjukkan adanya pengaruh negatif APP terhadap
profitabilitas. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan Innocent et al. (2013) dan
Ayub (2015) yang tidak menemukan adanya pengaruh APP terhadap
profitabilitas.
2.2.8. Current Ratio dan Profitabilitas
Khidmat dan Rehman (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa
current ratio berpengaruh positif terhadap profitabilitas suatu perusahaan.
Semakin lama periode untuk piutang usaha dan persediaan, maka profitabilitas
perusahaan semakin meningkat, dan sebaliknya. Penelitian ini konsisten dengan
penelitian Haq et al. (2011) dan Arshad dan Gondal (2013). Penelitian yang
dilakukan oleh Kandpal dan Kavidayal (2013), Kaur dan Silky (2013), dan Awan
et al. (2014) menyatakan bahwa current ratio berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas. Namun, penelitian tersebut berbeda dengan Poraghajan dan
Emamgholipourarchi (2012), Noor dan Lestari (2012), dan Sutanto dan Pribadi
(2012) yang menunjukkan tidak adanya pengaruh current ratio terhadap
profitabilitas.
2.3. Model Penelitian
27
Model penelitian dari pengaruh ukuran perusahaan, gearing ratio, gross
working capital turnover ratio, current assets to total assets, average collection
period, inventory turnover in days, average payment period, dan current ratio
terhadap profitabilitas tertuang dalam gambar berikut:
Gambar 2.1
Model Penelitian
2.4. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan model penelitian yang ada, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
Ha1: Ukuran perusahaan berpengaruh tehadap profitabilitas.
Ukuran Perusahaan
Gearing Ratio
Gross Working Capital Turnover Ratio
Profitabilitas
Current Assets to Total Assets
Average Collection Period
Inventory Turnover in Days
Average Payment Period
Current Ratio
28
Ha2: Gearing ratio berpengaruh terhadap profitabilitas.
Ha3: Gross working capital turnover ratio berpengaruh terhadap profitabilitas.
Ha4: Current assets to total assets berpengaruh terhadap profitabilitas.
Ha5: Average collection period berpengaruh terhadap profitabilitas.
Ha6: Inventory turnover in days berpengaruh terhadap profitabilitas.
Ha7: Average payment period berpengaruh terhadap profitabilitas.
Ha8: Current ratio berpengaruh terhadap profitabilitas.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
penelitian kausalitas. Penelitian kausalitas adalah sebuah studi di mana peneliti
ingin menggambarkan satu atau lebih faktor yang dapat mempengaruhi suatu
masalah (Sekaran dan Bougie 2013, 98). Dengan kata lain, penelitian kausalitas
adalah penelitian yang bertujuan untuk menguji pengaruh atau sebab-akibat antara
variabel independen terhadap variabel dependen.
3.2. Obyek Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah semua perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia dan sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014. Unit analisis dari
penelitian ini adalah perusahaan. Pemilihan sampel penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling yaitu metode penelitian sampel dengan menggunakan
kriteria-kriteria tertentu. Berikut ini adalah kriteria pemilihan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini:
1. Perusahaan manufaktur yang secara konsisten terdaftar di Bursa Efek
Indonesia selama periode penelitian, yaitu tahun 2012-2014.
30
2. Perusahaan manufaktur yang memiliki periode tutup buku per 31
Desember.
3. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan dalam satuan
mata uang Rupiah.
4. Perusahaan manufaktur yang melaporkan laba bersih selama periode
penelitian.
3.3. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua
variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen
adalah variabel yang dapat dipengaruhi oleh variabel independen atau variabel
lain, sedangkan variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel
dependen baik dalam hal positif maupun dalam hal negatif (Sekaran dan Bougie
2013, 69-70).
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
profitabilitas dengan return on assets (ROA) sebagai proksinya, sedangkan
variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah gearing ratio,
gross working capital turnover ratio, current assets to total assets, average
collection period, inventory turnover in days, average payment period, dan
current ratio.
3.3.1. Variabel Dependen
3.3.1.1. Profitabilitas
31
Profitabilitas sebagai return on assets (ROA) mengukur keefektifan
manajemen dalam menghasilkan laba dengan aset yang tersedia (Gitman dan
Zutter 2012, 81). Mengacu pada penelitian Ayub (2015), ROA dalam penelitian
ini menggunakan skala rasio yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA= Net IncomeTotal Assets
3.3.2. Variabel Independen
3.3.2.1. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menjelaskan keadaan suatu perusahaan. Salah satu
indikator penentu besar kecilnya ukuran perusahaan adalah total penjualan yang
dimiliki oleh perusahaan. Ukuran perusahaan menggunakan skala rasio yang
dapat dirumuskan sebagai berikut (Ayub 2015):
Ukuran Perusahaan=ln(Total Penjualan)
3.3.2.2. Gearing Ratio
Gearing ratio adalah salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat solvabilitas perusahaan, yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban jangka panjang perusahaan tersebut. Gearing ratio mengukur proporsi
total aset yang dibiayai oleh kreditur perusahaan (Gitman dan Zutter 2012, 77).
Gearing ratio menggunakan skala rasio dalam pengukurannya. Rumus gearing
ratio mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Tailab (2014), yaitu sebagai
berikut:
32
Gearing Ratio=Total LiabilitiesTotal Assets
3.3.2.3. Gross Working Capital Turnover Ratio
Gross working capital turnover ratio (GWCTR) menunjukkan seberapa
efektif modal kerja dimanfaatkan oleh perusahaan (Awan et al. 2014). Mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh Ayub (2015), GWCTR dalam penelitian ini
menggunakan skala rasio. GWCTR dapat dirumuskan sebagai berikut:
GWCTR= Net SalesCurrent Assets
3.3.2.4. Current Assets to Total Assets
Current assets to total assets (CATA) menunjukkan persentase aset
lancar terhadap total aset (Gitman dan Zutter 2012, 601). Rasio ini menunjukkan
sejauh mana total dana yang diivestasikan untuk keperluan modal kerja. CATA
dalam penelitian ini menggunakan skala rasio. Menurut Ayub (2015) CATA dapat
dirumuskan sebagai berikut:
CATA=Current AssetsTotal Assets
3.3.2.5. Average Collection Period
Average collection period (ACP) menunjukkan lamanya waktu
pengumpulan piutang dari saat terjadinya penjualan kredit sampai pada saat
pengumpulan uang tunai (Gunawan dan Tjun 2014). ACP menggunakan skala
rasio dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Ayub 2015):
33
ACP= Accounts ReceivableNet Sales
x 365
3.3.2.6. Inventory Turnover in Days
Inventory turnover in days (ITD) menunjukkan besarnya dana
perusahaan yang ditanamkan dalam persediaan dan untuk mengetahui efektifitas
dari pengelolaan persediaan perusahaan (Gunawan dan Tjun 2014). ITD dalam
penelitian ini menggunakan skala rasio. Mengacu pada penelitian (Ayub 2015),
ITD dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut:
ITD= InventoryCost of Goods Sold
x 365
3.3.2.7. Average Payment Period
Average payment period (APP) menunjukkan jangka waktu yang
diperlukan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya (Gitman dan
Zutter 2012, 75). APP menggunakan skala rasio dan dapat dirumuskan sebagai
berikut (Ayub 2015):
APP= Accounts PayablesPurc h ases
x365
3.3.2.8. Current Ratio
Current ratio mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang
jangka pendek dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki. Kewajiban lancar
tersebut antara lain utang usaha, wesel bayar, utang pajak, biaya yang harus
dibayar, dan kewajiban lancar lainnya (Sutanto dan Pribadi 2012). Mengacu pada
34
penelitian Khidmat dan Rehman (2014), current ratio dalam penelitian ini
menggunakan skala rasio yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Current Ratio= Current AssetsCurrent Liabilities
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung karena melalui media perantara
berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) melalui online di laman www.idx.co.id dari tahun 2012 sampai
dengan tahun 2014.
3.5. Metode Analisis Data
3.5.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
penelitian sehingga dapat diketahui pemahaman terhadap ciri-ciri yang unik dari
suatu data tersebut. Statistik deskriptif yang digunakan adalah nilai rata-rata
(mean), deviasi standar (standard deviation), median, nilai maksimum
(maximum), dan nilai minimum (minimum) (Ghozali 2013, 19).
3.5.2. Uji Kualitas Data
3.5.2.1. Uji Normalitas Residual
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali 2013,
35
160). Dengan kata lain, uji normalitas adalah uji untuk mengetahui apakah data
yang diperoleh berasal dari populasi yang sebaran nilai datanya memiliki nilai
yang memusat terhadap frekuensi keluarnya nilai data terbanyak. Model regresi
yang baik adalah model regresi yang memiliki data residual yang terdistribusi
normal untuk variabel dependen dan independennya.
Salah satu metode yang digunakan untuk menguji normalitas data adalah
uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Adapun kriteria untuk mendeteksi apakah data
residual tersebut berdistribusi normal dengan menggunakan alat uji kolmogorov
smirnov, yaitu (Ghozali 2013, 32-34):
1. Jika nilai asymp.sig (2-tailed) ≥ 0,05 maka data residual terdistribusi
secara normal.
2. Jika nilai asymp.sig (2-tailed) < 0,05 maka data residual tidak terdistribusi
secara normal.
3.5.3. Uji Asumsi Klasik
3.5.3.1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Dasar
pengambilan keputusan model regresi mengandung multikolinearitas atau tidak
adalah dengan melihat nilai VIF dan Tolerance sebagai berikut (Ghozali 2013,
105-106):
1. Tidak terjadi multikolinearitas apabila nilai Tolerance > 0,1 dan VIF < 10.
36
2. Terjadi multikolinearitas apabila nilai Tolerance < 0,1 dan VIF > 10.
3.5.3.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dan residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi
heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas (Ghozali 2013, 139).
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas
dengan melakukan uji Glejser. Dengan meregresikan nilai absolute residual
terhadap variabel independen. Pengujian heteroskedastisitas menggunakan dasar
pengambilan keputusan sebagai berikut:
1. Jika nilai signifikansi setiap variabel independen ≥ 0,05 maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
2. Jika nilai signifikansi setiap variabel independen < 0,05 maka terjadi
heteroskedastisitas.
3.5.3.3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi terdapat
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pengganggu
pada periode t-1. Autokorelasi dapat ditimbulkan apabila observasi yang
berurutan sepanjang waktu saling berkaitan antar satu sama lainnya. Model
37
regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat autokorelasi (Ghozali
2013, 110). Di dalam uji autokorelasi dapat dilakukan dengan berbagai cara alat
uji yaitu dengan uji Durbin-Watson, uji Lagrange Multiplier (LM test), uji
statistik Q: Box-Pierce dan Ljung Bos, Runt test, dan uji Bruesch-Godfrey. Dalam
penelitian ini, peneliti hanya menggunakan uji Bruesch-Godfrey dengan tingkat α
= 0,05. Berikut ini adalah ketentuan untuk menentukan ada atau tidaknya
autokorelasi:
1. Apabila sig. ≥ α = 0,05, maka tidak terjadi autokorelasi.
2. Apabila sig. < α = 0,05, maka terjadi autokorelasi.
3.5.4. Uji Hipotesis
3.5.4.1. Persamaan Regresi Berganda
Model regresi berganda bertujuan untuk menjelasan mengenai hubungan
dan untuk mengukur kekuatan variabel dependen terhadap variabel independen.
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan multiple regression karena variabel
independen dalam model regresi lebih dari satu. Berikut ini adalah persamaan
regresi yang digunakan:
ROA = α + β1SIZE + β2GR + β3GWCTR+ β4CATA + β5ACP + β6ITD +
β7APP + β8CR + e
Keterangan:
ROA= Return on Assets
38
α= konstanta
βn= koefisien regresi dari tiap-tiap variabel independen
SIZE= Ukuran Perusahaan
GR= Gearing Ratio
GWCTR= Gross Working Capital Turnover Ratio
CATA= Current Assets to Total Assets
ACP= Average Collection Period
ITD= Inventory Turnover in Days
APP= Average Payment Period
CR= Current Ratio
e= error
3.5.4.2. Analisa Koefisien Korelasi
Untuk mengetahui kuat atau tidaknya hubungan antara variabel
independen terhadap variabel dependen digunakan analisa koefisien korelasi.
Korelasi tidak menunjukkan hubungan fungsional atau tidak membedakan antara
variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali 2013, 96). Dalam
analisa koefisien korelasi ada beberapa kriteria yang dapat ditentukan, di
antaranya:
1. Jika R ≥ 0,5 maka hubungan antar variabel dependen dan independen
adalah kuat.
2. Jika R < 0,5, maka hubungan antar variabel dependen dan independen
adalah lemah.
39
40
3.5.4.3. Analisa Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) adalah alat untuk mengukur seberapa besar
kemampuan model variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh
variabel independen. Penggunaan koefisien determinasi memiliki kelemahan
dasar yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan dalam
model regresi. Oleh karena itu, adjusted (R2) dianjurkan oleh banyak peneliti
untuk mengevaluasi model regresi yang baik. Apabila nilai adjusted (R2) sama
dengan nol atau negatif artinya bahwa kemampuan variasi dari variabel dependen
yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah terbatas atau tidak ada
kontribusi dan apabila nilai adjusted (R2) bernilai positif dan lebih dari 0 maka
kemampuan variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel
independen memiliki kontribusi yang sangat baik (Ghozali 2013, 97).
3.5.4.4. Uji Statistik F
Uji statistik F atau uji model fit pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali 2013, 98). Uji F
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika signifikansi ≥ 0,05 maka model regresi adalah tidak fit atau
tidak layak dan tidak tepat.
2. Jika signifikansi < 0,05 maka model regresi adalah model fit atau
layak dan tepat.
41
3.5.4.5. Uji Statistik t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas / independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen (Ghozali 2013, 98). Adapun kriteria pengambilan keputusan
sebagai berikut:
1. Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ha tidak diterima maka variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka Ha diterima maka variabel independen
berpengaruh terhadap variabel dependen.