bab 1 perkembangan ekonomi makro regional · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu...

80
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II 2009 7 Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Penggunaan (yoy) Grafik 1.1. Struktur Perekonomian Kepulauan Riau BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Optimisme pemulihan ekonomi negara-negara mitra dagang utama mendorong munculnya indikasi recovery Kepulauan Riau di triwulan II 2009. Kontraksi perekonomian diperkirakan melandai dari 0,35% di triwulan I (angka revisi) menjadi 0,44% (y-o-y) pada periode ini. Kinerja ekspor memperlihatkan perbaikan meski dari -5,5% menjadi -2,15%. Di lain pihak, investasi diperkirakan melambat tajam sehingga menjadi penyebab utama berlanjutnya kontraksi ekonomi di triwulan II 2009. Berlangsungnya pemilu presiden memberi stimulus positif terhadap perkembangan konsumsi yang sekaligus menjadi sumber pertumbuhan di periode laporan. Sementara itu aspek produksi masih ditandai oleh penurunan aktivitas industri yang diperkirakan sebesar -2,94%, melandai dibanding triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi 2,66%. Berlanjutnya perlambatan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dari 6,12% menjadi 5,46% turut memperburuk kinerja ekonomi Kepulauan Riau. Adapun sektor-sektor yang diperkirakan masih tumbuh positif di triwulan ini antara lain sektor Bangunan, Pengangkutan dan Jasa-jasa. I II III IV I* II** KOMPONEN PENGGUNAAN 1. Konsumsi Rumah Tangga 23.04% 17.48% 18.59% 17.45% 11.42% 12.58% 2. Konsumsi Lembaga Swasta 16.74% 11.26% 11.94% 13.91% 30.78% 28.91% 3. Konsumsi Pemerintah 18.06% 13.30% 9.15% 13.01% 7.11% 8.83% 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26.50% 34.38% 31.22% 25.72% 16.31% 7.60% 5. Ekspor Barang dan Jasa 7.07% 5.88% 0.60% -1.39% -5.50% -2.15% 6. Impor Barang dan Jasa 12.95% 15.59% 23.46% 19.57% 16.42% 16.77% SEKTOR EKONOMI 1. Pertanian 8.37% 5.78% 2.18% -0.72% 0.08% -0.29% 2. Pertambangan & Penggalian -1.89% -2.99% -2.85% -3.09% -1.29% -1.04% 3. Industri Pengolahan 5.56% 6.35% 4.67% 1.78% -2.66% -2.94% 4. Listrik, Gas & Air Bersih 13.49% 12.34% 5.12% 1.65% -0.73% -0.66% 5. Bangunan 45.93% 42.58% 28.52% 24.03% 14.81% 13.65% 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10.52% 10.37% 8.36% 2.21% -0.87% -0.38% 7. Pengangkutan & Komunikasi 18.56% 16.34% 13.84% 9.64% 5.71% 5.40% 8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'a11.69% 10.69% 9.59% 7.10% 6.12% 5.46% 9. Jasa-Jasa 20.57% 17.47% 14.77% 10.36% 8.29% 9.12% P D R B 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.35% -0.44% 2008 2009

Upload: nguyenanh

Post on 06-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

7

Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Penggunaan (yoy)

Grafik 1.1. Struktur Perekonomian Kepulauan Riau

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1. KONDISI UMUM

Optimisme pemulihan ekonomi negara-negara mitra dagang utama mendorong

munculnya indikasi recovery Kepulauan Riau di triwulan II 2009. Kontraksi perekonomian

diperkirakan melandai dari 0,35% di triwulan I (angka revisi) menjadi 0,44% (y-o-y) pada

periode ini. Kinerja ekspor memperlihatkan perbaikan meski dari -5,5% menjadi -2,15%. Di

lain pihak, investasi diperkirakan melambat tajam sehingga menjadi penyebab utama

berlanjutnya kontraksi ekonomi di triwulan II 2009. Berlangsungnya pemilu presiden memberi

stimulus positif terhadap perkembangan konsumsi yang sekaligus menjadi sumber

pertumbuhan di periode laporan.

Sementara itu aspek produksi masih ditandai oleh penurunan aktivitas industri yang

diperkirakan sebesar -2,94%, melandai dibanding triwulan sebelumnya yang mencatat

kontraksi 2,66%. Berlanjutnya perlambatan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan dari 6,12% menjadi 5,46% turut memperburuk kinerja ekonomi Kepulauan Riau.

Adapun sektor-sektor yang diperkirakan masih tumbuh positif di triwulan ini antara lain

sektor Bangunan, Pengangkutan dan Jasa-jasa.

I II III IV I* II**

KOMPONEN PENGGUNAAN1. Konsumsi Rumah Tangga 23.04% 17.48% 18.59% 17.45% 11.42% 12.58%2. Konsumsi Lembaga Swasta 16.74% 11.26% 11.94% 13.91% 30.78% 28.91%3. Konsumsi Pemerintah 18.06% 13.30% 9.15% 13.01% 7.11% 8.83%4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26.50% 34.38% 31.22% 25.72% 16.31% 7.60%5. Ekspor Barang dan Jasa 7.07% 5.88% 0.60% -1.39% -5.50% -2.15%6. Impor Barang dan Jasa 12.95% 15.59% 23.46% 19.57% 16.42% 16.77%

SEKTOR EKONOMI1. Pertanian 8.37% 5.78% 2.18% -0.72% 0.08% -0.29%2. Pertambangan & Penggalian -1.89% -2.99% -2.85% -3.09% -1.29% -1.04%3. Industri Pengolahan 5.56% 6.35% 4.67% 1.78% -2.66% -2.94%4. Listrik, Gas & Air Bersih 13.49% 12.34% 5.12% 1.65% -0.73% -0.66%5. Bangunan 45.93% 42.58% 28.52% 24.03% 14.81% 13.65%6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10.52% 10.37% 8.36% 2.21% -0.87% -0.38%7. Pengangkutan & Komunikasi 18.56% 16.34% 13.84% 9.64% 5.71% 5.40%8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 11.69% 10.69% 9.59% 7.10% 6.12% 5.46%9. Jasa-Jasa 20.57% 17.47% 14.77% 10.36% 8.29% 9.12%

P D R B 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.35% -0.44%

2008 2009

Page 2: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

8

Melandainya kontraksi ekonomi Kepulauan Riau cukup dipengaruhi oleh sinyalmen

positif perkembangan ekonomi Singapura. Pemerintah Singapura mengoreksi indikator

ekonomi tahun ini setelah negara itu bangkit dari resesi terburuk sejak kemerdekaannya pada

tahun 1965. Kinerja industri elektronik seperti perakitan komponen computer peripherals dan

data storage, industri kimia, precision engineering serta sektor konstruksi memperlihatkan

perbaikan di akhir semester I tahun 2009. Kontraksi ekonomi semakin moderat dari 9,6% di

triwulan I menjadi 3,7%. Laju perekonomian diproyeksi menyusut sekitar 4% - 6% di tahun

2009, lebih optimis dibanding prediksi sebelumnya yang mencapai -9%. Tanda-tanda

pemulihan negara tersebut diyakini sebagai indikator membaiknya permintaan di Asia.

Kondisi tersebut turut didukung oleh penguatan nilai tukar Rupiah dibarengi dengan

penurunan harga gas yang berimbas pada penurunan ongkos produksi. Selanjutnya, tren

kenaikan harga minyak selama periode laporan cukup menggerakkan permintaan ekspor

Kepulauan Riau.

Sumber : Bank Indonesia Batam & MTI Singapore (diolah) *) Angka Sementara

Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia

Grafik 1.3. Perkembangan Kurs IDR terhadap USD dan SGD

Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Kepri. &Singapura (y-o-y)

Sumber : Bloomberg

Grafik 1.4. Perkembangan Harga Minyak Dunia

Sumber : Bloomberg

Grafik 1.5. Perkembangan Harga Gas Internasional

Page 3: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

9

1.2. SISI PERMINTAAN

1.2.1. Konsumsi

Penguatan nilai tukar Rupiah diiringi tekanan inflasi yang terus menurun semakin

memberi pengaruh terhadap peningkatan konsumsi secara keseluruhan. Pola konsumsi

masyarakat yang meningkat selama masa liburan sekolah menjadi faktor dominan yang

mendorong akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di triwulan berjalan. Konsumsi

rumah tangga diperkirakan tumbuh 12,58%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya

yang meningkat 11,42% (angka revisi). Sejalan dengan tren Nasional, paket-paket stimulus

pemerintah untuk mengurangi tekanan akibat krisis mulai direalisasikan di triwulan II 2009.

Pengeluaran pemerintah diperkirakan tumbuh 8,83%, relatif meningkat dibanding

pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 7,11%.

Stabilitas perekonomian Nasional sepanjang semester I 2009 cukup didorong oleh

adanya pemilu legislatif yang dilanjutkan dengan pemilihan presiden di awal bulan Juli.

Aktivitas kampanye partai politik memberi kontribusi yang signifikan dalam mengkompensir

laju penurunan konsumsi rumah tangga dan pemerintah di awal tahun 2009. Kondisi

tersebut ditunjukkan dengan pesatnya peningkatan konsumsi lembaga swasta nirlaba di

periode semester I 2009.

Terus berlanjutnya tren penguatan nilai tukar Rupiah direspon dengan meningkatnya

impor barang-barang kebutuhan konsumsi masyarakat. Beberapa produk konsumsi yang

mengalami kenaikan permintaan antara lain daging-dagingan, ikan, udang, susu, buah-

buahan dan sayur-sayuran. Impor produk daging mencatat kenaikan terbesar dari US$ 825

ribu pada bulan April 2009 menjadi US$ 1,5 juta di bulan Mei 2009. Diikuti kenaikan buah-

bahan dan kacang-kacangan, dari US$ 617 ribu menjadi US$ 935 ribu.

Grafik 1.6. Laju Pertumbuhan Konsumsi (y-o-y)

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)

Pemilu

Page 4: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

10

Sementara itu daya beli masyarakat petani diperkirakan relatif menurun sejalan

dengan penurunan harga-harga komoditas internasional dan berakhirnya musim panen,

terlebih untuk komoditas ikan-ikanan. Berdasarkan hasil pemantauan terhadap harga-harga

pedesaan di Provinsi Kepulauan Riau pada bulan April 2009, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat

mengalami penurunan sebesar 2,92 poin dibanding bulan Maret 2009, dari 103,08 menjadi

100,06. Penyebab utama berasal dari penurunan indeks harga hasil produksi pertanian atau

indeks yang diterima petani di sektor perikanan sebesar 8,05 poin, dari 130,72 menjadi

120,19.

`

Untuk konsumsi non makanan, tren peningkatan baru terjadi pada indikator

penjualan semen dimana selama bulan Mei dan Juni 2009 mulai memperlihatkan

pertumbuhan yang membaik. Sedangkan indikator penjualan kendaraan bermotor masih

memperlihatkan tren menurun sampai dengan akhir triwulan II 2009. Bersamaan dengan itu,

realisasi kredit perbankan juga belum menunjukkan pemulihan. Hal ini disebabkan hampir

Grafik 1.7. Perkembangan Impor Barang Konsumsi

Sumber : SEKDA - BI

Grafik 1.8. Perkembangan Impor Komoditas Konsumsi

Sumber : SEKDA - BI

Grafik 1.10. Penjualan Semen di Kepulauan Riau

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

Grafik 1.9. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP)

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau

Page 5: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

11

40% dari total kredit konsumsi yang disalurkan perbankan di Kepualauan Riau ditujukan

untuk pembelian kendaraan bermotor, dan selebihnya untuk pembiayaan KPR dan lain-lain.

1.2.2. Investasi

Iklim investasi di Kepulauan Riau khususnya kota Batam dianggap masih cukup

kondusif, baik oleh investor domestik maupun asing. Status sebagai Kawasan Ekonomi

Khusus (KEK) dalam bentuk kawasan berikat (bonded zone), selain menghemat biaya dalam

bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal.

Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan sebagai Free Trade Zone (FTZ)

untuk wilayah Batam, Bintan dan Karimun merupakan critical factor bagi provinsi Kepulauan

Riau dalam menarik investasi asing dibanding provinsi lainnya di Indonesia.

Setelah beroperasi secara efektif sampai dengan pertengahan 19 Juni 2009, investasi

asing di Batam mulai menunjukkan perkembangan yang positif dimana pada masa tersebut

terdapat aplikasi penanaman modal asing mencapai 11 proyek senilai US$ 6,5 juta dengan

daya serap tenaga kerja diperkirakan sebanyak 375 pekerja. Selain itu terdapat dua proyek

perluasan dengan nilai investasi US$ 4,9 juta dengan perkiraan penyerapan tenaga kerja

sebanyak 391 pekerja. Secara keseluruhan terhitung sejak 1 Januari sampai 19 Juni 2009

telah dikeluarkan persetujuan investasi dari penanaman modal asing sebanyak 40 perusahaan

dengan rencana investasi senilai US$ 30,87 juta dan target penyerapan tenaga kerja

sebanyak 2.070 orang.

Namun demikian, besarnya persetujuan rencana investasi tersebut belum diikuti oleh

realisasi proyek dalam bentuk pembangunan fisik. Pertumbuhan investasi Pembentukan

Modal tetap Bruto (PMTB) selama triwulan II 2009 diperkirakan sebesar 7,6%, menurun

dibanding di triwulan I yang mencatat pertumbuhan sebesar 16,31% (angka revisi).

Penurunan angka realisasi investasi tidak terlepas dari ketidakpastian ekonomi di negara-

Grafik 1.12. Kredit Konsumsi Perbankan Kepri.

Sumber : Laporan Bulanan Bank

Grafik 1.11. Penjualan Kendaraan Bermotor Baru

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah (diolah)

Page 6: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

12

negara prinsipal utama seperti Singapura, AS, Jepang, dan Eropa. Kesulitan finansial yang

dialami negara-negara tersebut mempengaruhi langkah ekspansi yang akan dilakukan di

wilayah Kepulauan Riau, baik dalam bentuk investasi baru maupun perluasan usaha.

Melambatnya investasi PMTB di triwulan II 2009 cukup teridentifikasi dari penurunan

nilai impor barang modal (capital goods) yang masuk ke wilayah kepabeanan Kepulauan

Riau. Sejak awal tahun 2009, koreksi impor barang modal terus berlangsung sampai dengan

bulan Mei 2009. Nilai impor selama bulan April dan Mei 2009 sebesar US$ 644 juta, turun

mencapai 45% dibanding periode yang sama tahun 2008 sebesar US$ 1.171 juta.

Sementara itu pembiayaan kredit investasi perbankan pada posisi Juni 2009 masih

memperlihat perlambatan. Outstanding kredit investasi tercatat sebesar Rp 2,5 triliun atau

tumbuh 9,5% dibanding tahun 2008, sedangkan pada posisi triwulan I 2009 masih tumbuh

13,4%. Meski demikian, pertumbuhan kredit investasi selama periode triwulan II relatif stabil

dengan kecenderungan meningkat di akhir Juni 2009. Kondisi tersebut mengindikasikan

optimisme pengusaha dalam menghadapi kondisi perekonomian ke depan.

Melihat banyaknya proyek investasi yang sedang berjalan – seperti pembangunan

Hotel Aston Internasional, Hotel Harmony One, Batam City Condominium, Apartemen Harris,

Kantor Pemerintahan di Pulau Dompak, Water Treatment Plan (WTP) Duriangkang III oleh

perusahaan air minum PT. Adhya Tirta Batam, serta lanjutnya pengerjaan proyek-proyek

properti residensial – perkembangan investasi di Kepulauan Riau ke depan diproyeksi akan

tumbuh sebaik kondisi di tahun 2008.

Grafik 1.13. Perkembangan Investasi PMTB

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)

Page 7: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

13

1.2.3. Ekspor-Impor

Resesi yang dialami beberapa negara prinsipal bersamaan dengan menurunnya

konsumsi secara global berdampak langsung pada buruknya kinerja ekspor Kepulauan Riau

setahun terakhir. Kontraksi ekspor yang terjadi sejak triwulan IV 2008 diperkirakan masih

berlanjut di triwulan II 2009 yang mengalami penurunan sebesar 2,15%, lebih optimis

dibanding triwulan I yang mencatat kontraksi sebesar 5,5% (angka revisi). Membaiknya

kontraksi ekspor berpotensi berlanjut di triwulan selanjutnya seiring proses recovery di

negara-negara mitra dagang utama yang terus berjalan. Kondisi tersebut juga ditandai

dengan berakselerasinya impor meski dalam level yang sangat terbatas.

Ditinjau dari volume perdagangan, arah pembalikan ekspor dipengaruhi oleh

meningkatnya ekspor barang-barang dari besi dan baja selama bulan April dan Mei 2009.

Barang-barang besi dan baja yang diekspor pada bulan April 2009 sebanyak 20,4 juta Kg

atau mengalami kenaikan 1,4% dibanding posisi April 2008. Sedangkan pada bulan Mei

2009 tercatat sebanyak 33,56% atau meningkat 31,6% dibanding tahun sebelumnya.

Grafik 1.16. Pertumbuhan Ekspor dan Impor Kepulauan Riau (y-o-y)

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)

Periode Krisis 

Grafik 1.14. Perkembangan Impor Capital Goods

Sumber : SEKDA - BI Sumber : Laporan Bulanan Bank

Grafik 1.15. Kredit Investasi Perbankan Kepulauan Riau

Page 8: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

14

Bersamaan dengan itu impor barang-barang dari besi dan baja serta bahan dasar besi

dan baja juga mengalami peningkatan. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai indikasi awal

adanya optimisme pada industri logam dasar. Di samping itu penyelesaian beberapa proyek

konstruksi seperti Hotel Aston Internasional, Batam City Condominium, Apartemen Harris,

Water Treatment Plan (WTP) Duriangkang III oleh perusahaan air minum PT. Adhya Tirta

Batam yang memiliki kapasitas layanan mencapai 500 liter per detik, serta beberapa proyek

properti.

Adapun aktivitas industri elektronik dan mesin-mesin diperkirakan belum pulih

sebagaimana terlihat dari tren impor dan ekspor yang relatif stagnan selama triwulan

laporan.

Berdasarkan negara tujuan dan asal barang dapat diketahui bahwa pamanfaatan

peluang pasar oleh industri-industri manufaktur telah dilakukan secara optimal. Hal ini

terlihat dari signifikannya kenaikan ekspor ke Cina, merespon pemulihan ekonomi negara

tersebut yang diperkirakan berlangsung lebih cepat dari kekhawatiran banyak pihak. Volume

ekspor ke Cina pada bulan April-Mei 2009 rata-rata sebanyak 616 juta Kg, meningkat tajam

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Produk Ekspor Utama

Grafik 1.18. Perkembangan Volume Produk Impor Utama

Grafik 1.20. Volume Impor dari Negara Asal Utama

Grafik 1.19. Volume Ekspor ke Negara Tujuan Utama

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah – Bank Indonesia

Page 9: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

15

dibanding rata-rata ekspor selama Januari-Maret 2009 yang tercatat sebanyak 113 juta Kg.

Peningkatan ini relatif mengkompensir penurunan ekspor ke Singapura, sebagai pangsa

ekspor utama Kepulauan Riau.

Indikasi pembalikan ekspor juga terkonfirmasi dari melonjaknya volume peti kemas

yang dimuat untuk tujuan internasional pada bulan Juni 2009 yang tercatat sebanyak 6.486

Teus sedangkan di bulan April dan Mei masing-masing tercatat sebesar 4.557 Teus dan

4.321 Teus. Secara keseluruhan, volume Muat kontainer tujuan internasional selama triwulan

II 2009 sebanyak 15.364 Teus, sedangakan di triwulan I hanya hanya tercatat sebanyak

14.540 Teus. Selain itu, volume perdagangan dalam negeri juga menunjukkan optimisme

sebagai terlihat pada tren kenaikan bongkar-muat kontainer domestik dai pelabuhan utama

kota Batam.

1.3. SISI PENAWARAN

Realisasi investasi fisik di sektor industri pengolahan, konstruksi dan pengangkutan

diperkirakan masih melambat merespon turunnya pertumbuhan di ketiga sektor tersebut.

Sementara itu melandainya tingkat kontraksi ekspor di triwulan ini belum berpengaruh besar

terhadap perbaikan kinerja sektor industri. Adapun akselerasi di sektor jasa-jasa diperkirakan

ditopang oleh aktivitas ekonomi selama masa pemilu.

1.3.1. Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri diperkirakan masih mengalami kontraksi pertumbuhan di triwulan II

2009 sekitar 2,94%, lebih intens dibanding triwulan I 2009 yang menurun 2,66% (angka

revisi). Perlambatan masih dibayangi oleh ketidakpastian global walaupun beberapa negara

Grafik 1.21. Aktivitas Peti Kemas Domestik

Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan FTZ Batam : Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.

Grafik 1.22. Aktivitas Peti Kemas Internasional

Page 10: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

16

mulai merevisi target pertumbuhan secara lebih optimis. Kontribusi penurunan di triwulan ini

berasal dari lesunya aktivitas di industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya, diikuti oleh

industri pengolahan Kayu, serta Logam Dasar Besi dan Baja.

Nilai tambah yang dihasilkan dari industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya di

triwulan II-2009 diperkirakan turun 2,13% atau sekitar Rp 53 milyar dibanding posisi yang

sama tahun 2008. Sedangkan industri Kayu dan Logam Dasar (besi dan baja) masing-masing

berkontraksi sebesar 11,63% dan 2,7%. Seluruh sub-sektor industri pengolahan lainnya

seperti industri Makanan, Tekstil, Kertas, Pupuk, Kimia dan Semen juga masih mengalami

pertumbuhan negatif di triwulan laporan.

Sektor industri pengolahan di provinsi Kepulauan Riau memiliki keterkaitan dengan

beberapa sektor industri manufaktur Singapura, antara lain elektronik, mesin dan alat

angkutan. Investasi Singapura mencapai 60% dari US$ 4,86 milyar kumulatif investasi asing

yang masuk ke Batam sampai dengan tahun 2008, baik dalam bentuk investasi langsung

(foreign direct investment) maupun joint venture. Di triwulan II 2009, Departemen

Perindustrian dan Perdagangan Singapura mengestimasi terjadinya kenaikan output di sektor

manufaktur, diperlihatkan dengan tingkat kontraksi yang melandai dari -24,3% (revisi)

menjadi -1,5%, terutama dipengaruhi oleh peningkatan kinerja industri biomedical dan

kenaikan output sektor elektronik terkait dengan inventory restocking. Namun demikian,

industri farmasi, industri mesin, serta industri perkapalan dan pengerjaan lepas pantai

(offshore engineering) masih akan terkoreksi lebih tajam di triwulan ini. Penurunan kinerja

beberapa sektor industri manufaktur tersebut diperkirakan berpengaruh signifikan terhadap

lesunya aktivitas industri pengolahan di Kepulauan Riau.

Grafik 1.23. Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan

Tw.I & Tw.II-2009

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : MTI Singapore - Juli 2009 *) angka sementara

Grafik 1.24. Pertumbuhan GDP Singapura,

Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)

Page 11: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

17

Perkembangan volume ekspor dan impor produk utama sektor Industri Pengolahan

(termasuk Kawasan Berikat) cukup mengkonfirmasi kondisi tersebut. Impor bahan baku

elektronik, mesin-mesin dan perlengkapan kantor masih berjalan stagnan, sejalan dengan

pola ekspornya. Di lain pihak, impor perlengkapan transportasi dan barang kimia

memperlihatkan peningkatan selama bulan April dan Mei 2009, yang diperkirakan

berpengaruh positif terhadap peningkatan ekspor produk-produk tersebut di triwulan

selanjutnya.

Aspek pembiayaan perbankan juga memperlihatkan pola konvergen dengan

penurunan output industri manufaktur. Melambatnya pertumbuhan kredit untuk sektor

industri masih berlanjut di triwulan II-2009.

1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Meningkatnya konsumsi masyarakat dan pemerintah bersamaan dengan lalu lintas

barang di pelabuhan yang semakin lancar berimplikasi positif dalam mendorong aktivitas

Grafik 1.26. Perkembangan Volume Impor Utama

Sektor Industri Pengolahan

Sumber : SEKDA - BI

Grafik 1.25. Perkembangan Nilai Impor Utama

Sektor Industri Pengolahan

Sumber : SEKDA - BI

Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan

Sumber : Laporan Bulanan Bank

Page 12: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

18

sektor perdagangan, baik perdagangan besar maupun eceran. Di triwulan II, penurunan

output sektor Perdagangan diperkirakan lebih moderat dibanding triwulan sebelumnya, dari -

1,48% (angka revisi) menjadi -0,76%. Arah membaiknya kinerja sektor Perdagangan

dikonfirmasi oleh kenaikan volume bongkar-muat kontainer di 3 pelabuhan Free Trade Zone

(FTZ) kota Batam, baik domestik maupun internasional, sebagaimana telah dibahas

sebelumnya.

Adapun perbaikan kinerja industri perhotelan dan restoran diperkirakan masih

tertahan merespon perlambatan di sektor-sektor ekonomi lainnya. Sejak pemberlakuan

regulasi bebas fiskal bersamaan dengan menurunnya daya beli domestik dan global akibat

krisis finansial, aktivitas sektor hotel dan restoran terus menurun. Kondisi ini diperparah

dengan merebaknya virus H1N1 di Singapura dengan penemuan mencapai 89 kasus sampai

akhir Juni 2009. Pertumbuhan output industri perhotelan diperkirakan menurun dari 2,28%

menjadi 1,59% pada triwulan laporan. Sedangkan industri Restoran diproyeksi melambat

dari 1,71% menjadi 1,28%.

Perkembangan di sisi pembiayaan cukup sejalan dengan prakiraan makro tersebut.

Kontraksi pertumbuhan kredit untuk kegiatan usaha perdagangan eceran pada posisi Juni

2009 melandai dibanding posisi triwulan I 2009, dari -5,29% menjadi -3,77%. Sementara

pertumbuhan kredit untuk sektor hotel dan restoran terus menurun hingga berkontraksi

sebesar 8,04% di triwulan laporan, sedangkan di triwulan sebelumnya masih mencatat

pertumbuhan sebesar 2,53%. Permintaan atas pembiayaan sektor-sektor tersebut mulai

memperlihatkan tren meningkat di bulan Juni 2009, setelah bulan Mei sebelumnya

mengalami kondisi terburuk sejak provinsi Kepulauan Riau berdiri pada tahun 2002.

Belum pulihnya industri Perhotelan di Kepulauan Riau terlihat dari penurunan tingkat

hunian (occupancy rate) selama tahun 2009. Tingkat hunian hotel berbintang di bulan Mei

Grafik 1.28. Pertumbuhan PDRB Sub-sektor Perdagangan, Hotel & Restoran

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Laporan Bulanan Bank

Grafik 1.29. Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran

Page 13: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

19

2009 relatif meningkat dibanding bulan sebelumnya dari 35,57% menjadi 39,22%. Namun

jauh menurun dibanding tingkat hunian di bulan Mei 2008 diperkirakan sebesar 46,17%.

Kondisi ini sejalan dengan indikator jumlah kunjungan melalui bandara Hang Nadim

Batam yang mulai memperlihatkan tren meningkat dalam 2 bulan terakhir. Adapun

komposisi wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke wilayah Kepualuan Riau

tidak banyak mengalami perubahan. Pangsa kunjungan wisman yang berasal dari Singapura

kembali meningkat, dimana pada bulan Februari 2009 sebanyak 42,6%, di akhir Mei 2009

telah mencapai 55,62%. Namun secara keseluruhan, kunjungan wisman ke wilayah

Kepulauan Riau di bulan Mei turun sekitar 13% dibanding tahun sebelumnya, dari 140.333

orang menjadi 121.379 orang.

Tabel 1.2. Pangsa Wisatawan Mancanegara

yang Berkunjung ke Kepulauan Riau

Sumber : BPS Kepulauan Riau

Pangsa (%)

May-08 Apr-09 May-09

Singapura 55.47% 53.95% 55.62%Malaysia 16.28% 14.93% 15.64%Korea Selatan 6.59% 3.61% 3.11%Jepang 2.50% 2.75% 2.77%India 3.49% 3.04% 3.57%Inggris 2.16% 2.62% 2.40%China 1.52% 1.93% 1.73%Australia 1.55% 2.23% 1.78%Amerika Serikat 1.35% 1.38% 1.53%Jerman 0.71% 0.91% 0.78%Taiwan 0.61% 0.69% 0.44%Belanda 0.43% 0.47% 0.51%Lainnya 7.34% 11.49% 10.10%Jumlah Wisman 140.033 118.938 121.379

Kebangsaan

Grafik 1.30. Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate)

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam

Grafik 1.31. Volume Penumpang (Domestik & Int’l)

yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam

Page 14: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

20

1.3.3. Sektor Bangunan

Sektor bangunan di Kepulauan Riau diperkirakan mulai pulih memasuki akhir triwulan

II 2009 sebagaimana diindikasikan oleh indikator pertumbuhan kredit sektor konstruksi dan

properti yang bergerak naik di bulan Juni 2009. Pembangunan beberapa proyek konstruksi

baik properti residensial, hotel, apartemen/kondominium, dan berbagai sarana publik lainnya

menahan laju perlambatan sektor bangunan yang diperkirakan tumbuh 13,65% di triwulan

ini. Sektor bangunan sempat mengalami masa booming sejak semester II tahun 2007 sampai

dengan akhir tahun 2008 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata di atas 30%, sebelum

akhirnya terkoreksi tajam di triwulan I 2009 yang tumbuh 14,81% (angka revisi).

Penyaluran kredit konstruksi pada posisi Juni 2009 tercatat sebesar Rp 927 milyar atau

naik 19,7% (yoy), jauh menurun dibanding posisi triwulan I yang masih tumbuh sebesar

33,48%. Tingkat pertumbuhan terendah diperkirakan terjadi pada bulan Mei 2009 yang

hanya mencatat pertumbuhan sebesar 16%.

Optimisme juga didorong oleh meningkatnya realisasi pengadaan semen di

Kepulauan Riau sepanjang periode April - Juni 2009. Konsumsi semen di bulan Juni tercatat

sekitar 66 ribu ton atau meningkat 8,9% dibanding posisi yang sama tahun 2008.

Sedangkan di bulan Maret sampai dengan Mei 2009 mengalami kontraksi pertumbuhan

yang cukup besar. Namun secara triwulan, konsumsi semen selama triwulan II menurun

dibanding triwulan I, dari 181 ribu ton menjadi 166 ribu ton.

Berdasarkan indikator impor komoditi utama sektor bangunan dapat diketahui

bahwa terdapat tren kenaikan impor produk besi, baja, kayu dan furniture. Sementara impor

keramik cenderung menurun dibanding bulan-bulan sebelumnya. Berbagai indikator sektor

riil tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar aktivitas sektor bangunan masih

Grafik 1.32. Perkembangan Sektor Bangunan

Sumber : BPS Kepulauan Riau

Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Konstuksi

Sumber : Laporan Bulanan Bank

Page 15: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

21

didorong oleh kegiatan konstruksi, sedangkan sektor properti diperkirakan baru berakselerasi

di akhir tahun 2009.

Pertumbuhan sektor properti yang masih tertahan terkonfirmasi dari indikator

pembiayaan perbankan lokal. Total kredit properti yang disalurkan Bank Umum dan BPR di

Kepulauan Riau pada posisi Juni 2009 sebesar Rp 3,31 triliun atau naik 13,8%, terkoreksi

dibanding posisi triwulan I tumbuh 17,6% (yoy). Perlambatan sebagian besar berasal dari

menurunnya pertumbuhan kredit pemilikian rumah (KPR) tipe di atas 70 m2, dari 46% di

posisi Maret menjadi 20,2% di bulan Juni 2009. Adapun penurunan KPR untuk tipe ≤70 m2

relatif kecil, dari 18% menjadi 16,2%.

Tingginya persaingan untuk rumah tipe sederhana akibat jumlah rumah bersubsidi

yang dibangun telah melebihi kebutuhan (over supply) berdampak pada penurunan harga

rumah yang dijual. Namun demikian penurunan harga tersebut belum direspon dengan

meningkatnya permintaan KPR rumah tipe < 70 m2. Sebaliknya, rumah mewah diperkirakan

mengalami kenaikan harga di triwulan II ini akibat kenaikan relatif harga bahan bangunan

Sumber : SEKDA - BI

Grafik 1.35. Perkembangan Volume Impor Utama

Sektor Bangunan

Grafik 1.34. Volume Penjualan Semen di Kepulauan Riau

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

Grafik 1.37. Perkembangan KPR Type >70m2

Grafik 1.36. Perkembangan KPR Type <70m2

Sumber : Laporan Bulanan Bank

Page 16: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

22

ditambah penurunan suku bunga KPR perbankan yang masih tertahan. Kondisi tersebut

diduga sebagai salah satu penyebab tajamnya koreksi pertumbuhan KPR perbankan untuk

tipe > 70 m2.

1.3.4. Pertambangan dan Penggalian

Kinerja sektor Pertambangan dan Penggalian terus membaik dipengaruhi oleh

meningkatnya output yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan minyak dan gas (migas).

Kontraksi pertumbuhan semakin melandai dari -1,29% (angka revisi) pada triwulan I 2009

menjadi -1,04% di periode laporan. Sejalan dengan itu, kontraksi output yang berasal dari

aktivitas pertambangan migas terus mengecil dari -2,13% menjadi -1,77%.

Peningkatan kinerja sektor pertambangan belum dipengaruhi oleh faktor

fundamental, namun lebih karena tren kenaikan harga minyak dunia. Asesmen tersebut

didasarkan pada realisasi lifting minyak dan gas yang cenderung stagnan selama bulan April-

Juni 2009.

Sebagai penghasil minyak utama yakni sebesar 65% dari total produksi minyak

Kepulauan Riau, produksi yang dihasilkan lapangan minyak Belanak berkontribusi besar

terhadap nilai tambah perekonomian yang mampu dihasilkan dari sektor migas Kepulauan

Riau. Hasil produksi dari blok tersebut relatif menurun di triwulan II, seiring dengan tingginya

angka pencapaian produksi sampai dengan bulan Juni 2009 sebesar 97,2% dari prognosa

lifting tahun 2009 yang ditetapkan sebesar 8.935 ribu barel. Sementara itu akumulasi

realisasi lifting minyak di lapangan Belida dan Kerapu tercatat masih cukup rendah, masing-

masing sebesar 34% dan 37%. Secara agregat, pencapaian total produksi minyak Kepulauan

Riau selama semester I 2009 diperkirakan sebesar 12,1 juta barel, atau 59% dari prognosa

tahun 2009 yang ditetapkan sebesar 20,51 juta barel.

Sumber : BPS Kepulauan Riau

Grafik 1.38. Pertumbuhan PDRB Sub‐Sektor Pertambangan  

Migas & Non‐Migas, serta Penggalian 

Grafik 1.39. Pertumbuhan Kredit Sub‐Sektor 

Pertambangan Migas, Bijih Logam & Lainnya 

Sumber : Laporan Bulanan Bank

Page 17: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

23

Adapun pencapaian lifting gas Kepulauan Riau selama periode semester I tahun 2009

tergolong cukup optimal. Total produksi gas dari lapangan gas Conoco Phillips selama

Januari-Juni 2009 tercatat sebesar 76 juta MMBTU atau 60,7% dari target produksi 2009.

Sedangkan pencapaian lifting gas dari lapangan gas Kakap dan Premier Oil masing-masing

sekitar 43,5$ dan 60,7%. Implikasinya, total produksi gas dari wilayah Kepulauan Riau

selama semester I 2009 mencapai 111 juta MMBTU, atau 58,7% dari target lifting gas untuk

tahun 2009 sebesar 189 juta MMBTU.

1.3.5. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Stagnasi sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan di periode ini

dipengaruhi oleh turunnya kinerja industri perbankan. Pertumbuhan output diperkirakan

melambat dari 6,12% (angka revisi) di triwulan I 2009 menjadi 5,46%, dimana laju

pertumbuhan industri perbankan juga diproyeksi turun dari 6,83% menjadi 6,03%.

Kinerja perbankan regional Kepulauan Riau masih dibayangi oleh ketidakpastian

dunia usaha yang berimplikasi pada turunnya pertumbuhan kredit dari 23,9% menjadi

16,8%. Outstanding kredit yang disalurkan per posisi Juni 2009 mencapai Rp 11,4 triliun.

Bersamaan dengan itu laju pertumbuhan dana juga menurun dari 24,8% menjadi 18,8%. Di

tengah penurunan tersebut terdapat pertambahan dana dalam jumlah signifikan selama

bulan Juni 2009 mencapai Rp 503 milyar, berselang berakhirnya pemilihan Legislatif menuju

pemilihan umum Presiden Indonesia.

Grafik 1.40. Perkembangan Lifting Minyak Kepri

Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi

Grafik 1.41. Perkembangan Lifting Gas Kepulauan Riau 

Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi

Page 18: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

24

Dampak krisis terhadap resiko perbankan terlihat mulai mereda di akhir triwulan II.

Tingkat kredit bermasalah (NPL’s) turun menjadi 2,72%, dibanding triwulan I sebesar 2,91%.

Penurunan BI Rate mulai direspon perbankan dengan meningkatkan fungsi intermediasi

dalam penyaluran kredit. Imbasnya, rasio LDR meningkat hampir 2%, dari 63,9% menjadi

65,8%.

Sementara itu aktivitas di sektor jasa perusahaan semakin menurun dari -2,01%

menjadi -2,16%. Melambatnya aktivitas sektor riil berkorelasi langsung terhadap industri jasa

pendukung. Kontraksi output industri jasa perusahaan tercermin dari turunnya pertumbuhan

kredit sampai dengan akhir triwulan II. Laju penurunan semakin intens hingga mencapai -

7,73%.

1.3.6. Sektor Lainnya

Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya yang dihitung dalam PDRB juga

mengalami tingkat koreksi yang lebih landai dibanding periode-periode sebelumnya.

Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah

Grafik 1.42. Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor

Bank, LKBB, Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan Grafik 1.43.

Pertumbuhan Aset, DPK & Kredit Perbankan Kepulauan Riau

Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha

Sumber : Laporan Bulanan Bank

Grafik 1.44. Perkembangan LDR & NPL Perbankan

Sumber : Laporan Bulanan Bank

Sumber : Laporan Bulanan Bank

Page 19: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

25

Grafik 1.49. Pertumbuhan Kredit Sub-sektor

Tanaman Pangan, Perikanan & Peternakan

Berbagai isu terkait seperti kebijakan bebas fiskal dan wabah virus H1N1 diduga

mempengaruhi mobilitas sumber daya. Imbasnya, sektor Pengangkutan dan Komunikasi

tumbuh melambat dari 5,71% menjadi 5,4% di triwulan laporan. Sementara itu tren

penurunan harga komoditas dan tekanan inflasi, serta berkahirnya musim panen komoditas

perikanan berkorelasi negatif terhadap pendapatan masyarakat petani. Output sektor

Pertanian diproyeksi turun 2,15%, lebih besar dibanding penurunan di triwulan I 2009

sebesar 1,8%.

Berbagai indikator penting yang terkait dengan asesmen tersebut antara lain jumlah

kunjungan kapal di pelabuhan, ekspor komoditas pertanian, produksi dan produktivitas

sektor tanaman pangan, serta pertumbuhan kredit perbankan cukup menggambarkan

kondisi yang terjadi selama triwulan II 2009.

Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Kabil dan Sekupang Batam

Grafik 1.46. Jumlah Kunjungan Kapal Barang

(bendera Indonesia & bendera Asing)

Grafik 1.48. Perkembangan Ekspor Komoditas

Ikan, Udang dan Kepiting

Sumber : SEKDA - BI

Grafik 1.47. Pertumbuhan Kredit Sub-sektor

Pengangkutan, Biro Perjalanan & Komunikasi

Sumber : SEKDA - BI

Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR)

Page 20: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

26

Grafik 1.51. Produktivitas Padi, Jagung & Kacang Tanah

Grafik 1.50. Produksi Padi, Jagung & Kacang Tanah

Sumber : BPS Kepulauan Riau *Angka Tetap ; **Angka Ramalan

Sumber : BPS Kepulauan Riau *Angka Tetap ; **Angka Ramalan

Page 21: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

27

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL

2.1 INFLASI KOTA BATAM

2.1.1. Kondisi Umum

Laju inflasi Kota Batam pada triwulan II 2009 tercatat relatif rendah dibandingkan

tahun sebelumnya. Krisis keuangan global juga mempengaruhi terhadap rendahnya

permintaan sehingga berpengaruh pada turunnya harga di wilayah Kota Batam. Selain itu,

turunnya harga komoditas dunia serta peningktan supply barang kebutuhan pokok dari

wilayah pemasok juga ikut mempengaruhi rendahnya laju inflasi di Kota Batam. Sampai

dengan triwulan II 2009 laju inflasi tahun kalender Kota Batam tercatat sebesar 0,21% (ytd)

jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar 5,94%

(ytd).

Melanjutkan trend triwulan-triwulan sebelumnya, laju inflasi Batam pada triwulan II

2009 juga berada di bawah laju inflasi nasional. Secara tahunan inflasi Kota Batam tercatat

sebesar 2,52% (yoy) di bawah angka inflasi tahunan nasional yang tercatat sebesar 3,65%

(yoy). Turunnya harga komoditas dunia serta berakhirnya musim utara di akhir triwulan I

2009 ikut berpengaruh pada rendahnya laju inflasi di Kota Batam pada triwulan II 2009.

Grafik 2.1 – Perkembangan Laju Inflasi Tahunan Batam & Nasional

Sumber : BPS data diolah 

Page 22: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

28

2.1.2. Inflasi Triwulanan

Jika pada triwulan awal 2009 Kota Batam mengalami inflasi yang relatif tinggi ecara

triwulanan yaitu sebesar 0,65% (qtq) maka, pada triwulan II 2009 Kota Batam mengalami

deflasi atau penurunan harga sebesar 0,43% (qtq). Penurunan harga pada triwulan laporan

tersebut terutama dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi di bulan April 2009 yang

mengalami deflasi sebesar 0,61% (mtm). Sedangkan pada bulan Mei dan Juni 2009 Kota

Batam mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,03% (mtm) dan 0,15% (mtm).

Deflasi yang cukup tinggi di bulan April 2009 terutama dipengaruhi oleh penurunan

harga yang terjadi di kelompok bahan makanan khususnya sub kelompok ikan segar.

Pengaruh musiman sangat berpengaruh pada penurunan harga yang terjadi di bulan ini.

Berakhirnya musim utara menyebabkan aktivitas pelayaran dan distribusi barang kembali

lancar. Para nelayan juga dapat kembali melaut dengan hasil yang jauh lebih besar

dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.

Bertiupnya angin utara di bulan Januari dan Februari yang menyebabkan mereka

tidak bisa melaut pada bulan-bulan tersebut berdampak pada peningkatan jumlah ikan di

laut. Melimpahnya jumlah ikan segar di laut menyebabkan pasokan ikan untuk memenuhi

kebutuhan ikan masyarakat Kota Batam terpenuhi bahkan cenderung mengalami surplus.

Kelebihan pasokan ikan segar ini mengakibatkan penurunan harga ikan baik di level

distributor maupun di level konsumen. Mengingat share ikan segar khususnya dan bahan

makanan pada umumnya yang cukup besar dalam pembentukan harga di Kota Batam,

penurunan harga ikan segar ini berpengaruh cukup besar sehingga Kota Batam mengalami

deflasi di bulan April 2009.

Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Batam

KELOMPOK Triwulan I -2009 Triwulan II -2009

Inflasi Sumbangan Inflasi Sumbangan I Bahan Makanan 1,02 0,24 -1,93 -0,46

II Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 3,57 0,57 1,17 0,19

III Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar 0,30 0,08 0,16 0,04 IV Sandang 5,48 0,38 -3,56 -0,25 V Kesehatan 0,34 0,02 1,38 0,06

VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0,20 0,01 0,00 0 VII Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -3,36 -0,65 -0,03 -0,01

INFLASI 0.65 -0,43

Sumber : BPS (diolah)

Berdasarkan kontribusinya, pada triwulan II 2009 kelompok bahan makanan menjadi

penyumbang deflasi terbesar dengan angka kontribusi sebesar 0,46% (qtq). Pada triwulan

laporan kelompok ini mengalami penurunan harga sebesar 1,93% (qtq). Penurunan harga

Page 23: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

29

yang terjadi di kelompok bahan makanan diikuti oleh penurunan harga kelompok sandang

dengan kontribusi sebesar 0,25% (qtq) dan angka deflasi sebesar 3,56% (qtq). Sementara itu

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih melanjutkan trend penurunan

harga sebagai akibat dampak dari penurunan BBM dengan kontribusi deflasi sebesar 0,01%

(qtq) dengan penurunan harga sebesar 0,03% (qtq).

Sementara tiga kelompok tersebut di atas mengalami penurunan harga, tiga

kelompok lainnya mengalami kenaikan harga dengan kontribusi yang tidak sebesar tiga

kelompok yang mengalami penurunan harga. Kelompok yang menyumbang inflasi tertinggi

pada triwulan II 2009 adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

dengan kontribusi inflasi sebesar 0,19% (qtq) dan angka inflasi sebesar 1,17% (qtq).

Kelompok berikutnya yang mengalami kenaikan harga adalah kelompok kesehatan dengan

kontribusi inflasi sebesar 0,06% (qtq) dan angka inflasi sebesar 1,38% (qtq). Pada triwulan II

2009, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar menyumbang kontribusi inflasi

sebesar 0,04% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,16% (qtq). Sementara itu, kelompok

pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 tidak mengalami perubahan harga.

Meskipun demikian, pada triwulan berikutnya kelompok ini diperkirakan akan mengalami

kenaikan harga terkait dengan dimulainya tahun ajaran baru sekolah.

2.1.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang

Secara total, Kota Batam pada triwulan II 2009 mengalami deflasi sebesar 0,43%

(qtq) berlawanan arah dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,65%

(qtq). Deflasi pada triwulan laporan terutama dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi di bulan

April 2009 yang dipengaruhi oleh penurunan harga dari kelompok bahan makanan

khususnya sub kelompok ikan segar. Sub kelompok ikan segar mengalami penurunan harga

terkait dengan berakhirnya musim utara sehingga pasokan ikan segar mengalami

peningkatan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

Grafik 2.2. Inflasi Kota Batam Berdasarkan Kelompok

Sumber : BPS data diolah 

Page 24: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

30

2.1.3.1. Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan di Kota Batam pada triwulan II 2009 mengalami deflasi

sebesar 1,93% (qtq) dengan sumbangan deflasi sebesar 0,46% (qtq). Sub kelompok yang

mengalami deflasi terbesar adalah sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami deflasi

sebesar 10,01% (qtq). Deflasi sub kelompok sayur-sayuran yang terjadi pada triwulan II 2009

terutama disumbang oleh deflasi yang terjadi di bulan April 2009 sebesar 13,87% (mtm).

Berakhirnya musim utara yang menyebabkan gelombang laut kembali tenang

mengakibatkan distribusi sayur-sayuran yang sebagian besar didatangkan dari luar Pulau

Batam kembali lancar.

Sementara itu sub kelompok ikan segar mengalami deflasi sebesar 7,41% (qtq) yang

disebabkan oleh cuaca yang mendukung untuk pelayaran pencarian ikan. Musim utara yang

bertiup selama bulan Januari dan Februari menyebabkan nelayan tidak melaut pada bulan

tersebut sehingga jumlah ikan yang ada di laut mengalami peningkatan yang cukup tajam.

Peningkatan supply ikan segar tersebut berdampak pada penurunan harga sub kelompok ini

baik di level distributor maupun konsumen.

Selain sub kelompok sayur-sayuran dan sub kelompok ikan segar, sub kelompok

bumbu-bumbuan juga mengalami penurunan harga yang cukup besar. Sub kelompok ini

Grafik 2.3. Prakiraan Kecepatan Angin & Tinggi Gelombang Laut di Indonesia

FORECAST APRIL 2009 VALID : 17-24/04/2009 00 UTC FORECAST MEI 2009 VALID : 13-20/05/2009 00 UTC

Page 25: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

31

mengalami penurunan harga sebesar 5,02% (qtq). berbeda dengan sub kelompok sayur-

sayuran dan sub kelompok ikan segar dimana deflasi terjadi pada bulan April 2009, sub

kelompok bumbu-bumbuan secara konsisten terus mengalami penurunan harga secara

konsisten selama tiga bulan. Selain faktor distribusi yang telah lancar, upaya pemerintah

dalam rangka pembudidayaan tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

Kota Batam juga ikut mempengaruhi peningkatan supply beberapa komoditas di kelompok

bumbu-bumbuan. Budidaya cabai merah yang dikembangkan di Sei Temiang dengan

dukungan Dinas Pertanian Kota Batam cukup berpengaruh pada penurunan harga

komoditas ini sehingga ikut menurunkan pembentukan harga komoditas ini di Kota Batam.

Sementara itu sub kelompok daging pada triwulan laporan juga mengalami

penurunan harga sebesar 1,54% (qtq). Penurunan harga yang terjadi pada kelompok sub

kelompok daging juga diikuti oleh sub kelompok padi-padian yang mengalami deflasi sebesar

0,27% (qtq). Sebagaimana dengan tiga sub kelompok di atas, dua sub kelompok ini juga

mengalami penurunan harga akibat distribusi yang mulai lancar karena cuaca yang sudah

mulai kondusif untuk pelayaran.

Meskipun secara umum kelompok bahan makanan mengalami penurunan harga,

namun ada beberapa sub kelompok yang mengalami penurunan harga. Sub kelompok lemak

dan minyak mengalami inflasi tertinggi dengan angka inflasi sebesar 5,27% (qtq). Sub

kelompok buah-buahan mengalami kenaikan harga sebesar 4,25% (qtq) yang diikuti oleh

sub kelompok ikan diawetkan dengan angka inflasi sebesar 3,62% (qtq). Sementara itu sub

kelompok telur dan susu mengalami inflasi sebesar 1,17% (qtq) diikuti oleh sub kelompok

oleh kacang-kacangan yang mengalami inflasi sebesar 0,22% (qtq).

2.1.3.2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan II 2009

mengalami inflasi sebesar 1,17% (qtq). Ketiga sub kelompok yang ada pada kelompok ini

mengalami inflasi. Sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah sub kelompok

tembakau dan minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 2,84% (qtq). Sedangkan

sub kelompok minuman tidak beralkohol mengalami inflasi sebesar 1,18% (qtq). Sementara

itu, sub kelompok makanan jadi mengalami terendah dalam kelompok ini dengan angka

inflasi sebesar 0,48% (qtq).

Page 26: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

32

2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan

mengalami kenaikan harga sebesar 0,16% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok

perlengkapan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 1,63% (qtq) yang diikuti sub

kelompok penyelenggaraan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 0,93% (qtq) dan sub

kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang mengalami inflasi sebesar 0,16% (qtq).

Berbeda dengan triwulan sebelumnya, sub kelompok biaya tempat tinggal pada triwulan II

2009 mengalami deflasi sebesar 0,15% (qtq). Penurunan harga pada sub kelompok ini

terjadi secara konsisten selama tiga bulan berturut-turut selama triwulan II 2009.

2.1.3.4. Kelompok Sandang

Kelompok sandang pada triwulan II 2009 mengalami deflasi sebesar 3,56% (qtq).

Penurunan harga pada kelompok ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi pada

sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka deflasi sebesar 10,56% (qtq).

Penurunan harga harga sub kelompok ini terutama disebabkan oleh penurunan harga

komoditas emas. Komoditas emas mengalami penurunan harga mengikuti penurunan harga

emas internasional setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan harga yang cukup

tinggi.

Sementara itu tiga sub kelompok lain dalam kelompok ini melanjutkan tren

sebelumnya tetap mengalami kenaikan harga. Sub kelompok sandang laki-laki tercatat

mengalami kenaikan harga sebesar 0,29% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sandang wanita

yang mengalami kenaikan harga sebesar 0,16% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang

anak-anak pada triwulan ini tercatat relatif stabil dan mengalami kenaikan pada bulan Mei

dengan angka inflasi yang relatif rendah yaitu sebesar 0,08% (mtm). Sementara itu pada

bulan April dan Juni sub kelompok ini tidak mengalami kenaikan harga sehingga secara

triwulanan sub kelompok ini mengalami inflasi sebesar 0,08% (qtq).

2.1.3.5. Kelompok Kesehatan

Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 1,38% (qtq)

yang berasal dari sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetik yang mengalami inflasi

sebesar 2,29% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa kesehatan dan sub kelompok obat-

obatan mengalami inflasi dengan angka inflasi masing-masing sebesar 0,84% (qtq) dan

Page 27: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

33

0,61% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa perawatan jasmani pada triwulan II 2009

tidak mengalami perubahan harga.

2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 tidak mengalami

perubahan harga. Meskipun demikian kelompok ini pada triwulan III 2009 diperkirakan akan

mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi terkait dengan dibukanya tahun ajaran baru

bagi sekolah maupun perguruan tinggi.

2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Masih melanjutkan trend triwulan sebelumnya kelompok transportasi, komunikasi

dan jasa keuangan pada triwulan II 2009 juga mengalami penurunan harga dengan angka

deflasi sebesar 0,03% (qtq) yang berasal dari sub kelompok transportasi yang mengalami

penurunan harga sebesar 0,06% (qtq). Penurunan harga yang dialami sub kelompok ini

merupakan efek dari kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM pada bulan Desember

2008. Berbeda dengan sub kelompok transportasi, sub kelompok komunikasi dan

pengiriman pada triwulan ini justru mengalami kenaikan harga meskipun tidak terlalu besar

dengan angka inflasi sebesar 0,02% (qtq). Sementara itu sub kelompok sarana penunjang

transportasidan sub kelompok jasa keuangan pada triwulan II 2009 tidak mengalami

perubahan harga.

2.2 INFLASI KOTA TANJUNG PINANG

2.2.1. Kondisi Umum

Searah dengan yang terjadi secara nasional maupun beberapa kota lainnya, laju inflasi

Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 mengalami penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Laju inflasi Kota Tanjung Pinang di triwulan II 2009 tercatat sebesar 4,13% (yoy)

jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar 10,28% (yoy).

Melanjutkan trend triwulan sebelumnya, inflasi tahunan Kota Tanjung Pinang pada triwulan II

2009 tetap lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,65% (yoy).

Page 28: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

34

Meskipun pada triwulan II 2009 laju inflasi Kota Tanjung Pinang relatif rendah,

namun secara trend inflasi Kota Tanjung Pinang ini masih relatif tinggi. Hal ini salah satunya

dipengaruhi oleh economic of scale Kota Tanjung Pinang yang masih terbatas. Sejak

peralihan ibukota Provinsi Kepulauan Riau dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang, banyak

terjadi pergerakan penduduk dan kegiatan ekonomi dari Kota Batam ke Kota Tanjung

Pinang. Oleh karena itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap kebutuhan pokok

masyarakat baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku distribusi. Karena supply

barang-barang kebutuhan pokok tersebut ke Kota Tanjung Pinang masih cukup terbatas,

sehingga terjadi kenaikan harga yang masih cukup tinggi di Kota Tanjung Pinang.

2.2.2. Inflasi Triwulanan

Secara triwulanan, Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 tercatat mengalami

deflasi sebesar 0,72% (qtq) berlawanan arah dengan triwulan I 2009 yang mengalami inflasi

sebesar 0,33% (qtq). Sebagaimana yang terjadi di Kota Batam, penurunan harga pada

triwulan II 2009 ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi di kelompok bahan

makanan yang mengalami deflasi sebesar 4,2% (qtq) dengan sumbangan deflasi sebesar

1,14% (qtq).

Grafik 2.4. Inflasi Kota Tanjung Pinang Berdasarkan Kelompok Barang

Sumber : BPS data diolah 

Page 29: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

35

Berakhirnya musim utara yang mengakibatkan gelombang tinggi mengakibatkan

distribusi barang kebutuhan masyarakat Kota Tanjung Pinang yang didatangkan dari Pulau

Jawa dan Pulau Sumatera kembali lancar. Hal ini berakibat pada penurunan harga beberapa

barang kebutuhan masyarakat seperti bumbu-bumbuan terutama cabai merah yang

didatangkan dari Pulau Jawa.

Berakhirnya musim utara juga berdampak pada peningkatan jumlah ikan di laut

karena selama musim utara yaitu pada bulan Januari dan Februari nelayan tidak bisa melaut

sehingga stock ikan di laut relatif cukup banyka. Hal ini berakibat pada tingginya supply ikan

segar di Kota Tanjung Pinang yang mengakibatkan penurunan harga ikan segar baik pada

level distributor maupun konsumen akhir.

Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Tanjung Pinang

KELOMPOK Triwulan I -2009 Triwulan II -2009

Inflasi Sumbangan Inflasi Sumbangan

I Bahan Makanan 0,48 0,1 -4,2 -1,14 II Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 1,73 0,38 2 0,45 III Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar -0,06 -0,02 -0,07 -0,01 IV Sandang 4,66 0,26 -2,04 -0,13 V Kesehatan 0,8 0,03 2,07 0,08 VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga -0,17 0 0,2 0,01 VII Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -2,61 -0,42 0,15 0,02

INFLASI 0,33 -0,72

Sumber : BPS (diolah)

Selain kelompok bahan makanan, kelompok sandang pada triwulan laporan juga

mengalami deflasi dengan angka deflasi sebesar 2,04% (qtq) dan sumbangan deflasi sebesar

0,13% (qtq) diikuti kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar yang mengalami

Grafik 2.5. Inflasi Kota Tanjung Pinang dan Inflasi Kelompok Bahan Makanan

Sumber : BPS data diolah 

Page 30: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

36

deflasi sebesar 0,07% (qtq) dengan sumbangan deflasi sebesar 0,01% (qtq). Deflasi yang

dialami oleh kelompok sandang terutama dipengaruhi oleh penurunan harga emas yang

mengikuti pergerakan harga emas yang sedang mengalami trend penurunan setelah pada

triwulan I 2009 mengalami peningkatan harga yang cukup tinggi.

Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan

II 2009 mengalami inflasi sebesar 2% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,45% (qtq).

Inflasi yang dialami oleh kelompok makanan jadi diikuti oleh kelompok kesehatan yang juga

mengalami inflasi 2,07% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,08% (qtq). Sedangkan

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2009 mengalami

inflasi yang relatif rendah yaitu sebesar 0,15% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar

0,02% (qtq). Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga di Kota Tanjung Pinang pada

triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 0,20% (qtq) dengan sumbangan inflasi

sebesar 0,01% (qtq).

2.2..3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang

2.2.3.1. Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 mengalami

deflasi sebesar 0,72% (qtq). Sebagian besar sub kelompok yang terdapat pada kelompok

bahan makanan ini mengalami deflasi dua sub kelompok mengalami inflasi dan satu sub

kelompok tidak mengalami perubahan harga. Dua sub kelompk yang mengalami inflasi

adalah sub kelompok lemak dan minyak dan sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami

inflasi masing-masing sebesar 5% (qtq) dan 1,87% (qtq). Sementara itu sub kelompok yang

tidak mengalami perubahan harga adalah sub kelompok kacang-kacangan. Sub kelompok ini

secara konsisten tidak mengalami perubahan harga sejak awal tahun 2009.

Setelah pada triwulan I 2009 sub kelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi yang

cukup tinggi bahkan terbesar di kelompok bahan makanan, sub kelompok bumbu-bumbuan

pada triwulan II mengalami deflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 12,97% (qtq). Sementara

itu sub kelompok yang memberikan kontribusi deflasi terbesar kedua adalah sub kelompok

ikan segar dengan angka deflasi sebesar 12,89% (qtq). Sebagaimana telah dikemukakan di

atas, cuaca yang kondusif untuk pelayaran baik untuk kepentingan distribusi barang

kebutuhan pokok khususnya bumbu-bumbuan maupun untuk kepentingan nelayan mencari

ikan berpengaruh besar terhadap deflasi yang terjadi pada dua sub kelompok tersebut.

Sub kelompok lain yang mengalami deflasi pada triwulan laporan adalah sub

kelompok daging dengan angka deflasi sebesar 2,59% (qtq). Searah dengan sub kelompok

Page 31: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

37

daging dan hasil-hasilnya, sub kelompok buah-buahan juga mengalami deflasi sebesar

1,07% (qtq) diikuti oleh sub kelompok padi-padian dengan angka deflasi sebesar 0,76%

(qtq). Sementara itu sub kelompok ikan diawetkan pada triwulan laporan juga mengalami

penurunan harga sebesar 0,6% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok telur, susu dan hasilnya

yang mengalami deflasi sebesar 0,46% (qtq).

2.2.3.2 . Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan II 2009

mengalami inflasi sebesar 2% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok makanan jadi

yang mengalami inflasi sebesar 2,90% (qtq) diikuti sub kelompok minuman tidak beralkohol

dengan angka inflasi sebesar 0,77% (qtq) dan sub kelompok tembakau dan minuman

beralkohol mengalami inflasi sebesar 0,5% (qtq).

2.2.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan

mengalami penurunan harga sebesar 0,07% (qtq) yang dipengaruhi penurunan harga pada

sub kelompok biaya tempat tinggal serta sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air

dengan angka deflasi masing-masing 0,14% (qtq) dan 0,45% (qtq). Sementara itu dua sub

kelompok lain dalam kelompok ini mengalami kenaikan harga yaitu sub kelompok

penyelenggaraan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 1,02% (qtq) dan sub kelompok

perlengkapan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 0,64% (qtq).

2.2.3.4. Kelompok Sandang

Pada triwulan II 2009 kelompok sandang mengalami deflasi paling besar

dibandingkan dengan kelompok lain yaitu sebesar 2,04% (qtq). Penurunan harga yang

dialami oleh kelompok sandang sangat dipengaruhi oleh penurunan harga yang dialami oleh

sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka deflasi sebesar 6,25% (qtq).

Penurunan harga yang cukup besar inggi pada sub kelompok ini dipengaruhi oleh

pergerakan harga komoditas emas. Harga emas mengalami penurunan sebagai akibat

penurunan harga emas internasional setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan

harga yang cukup tinggi.

Sub kelompok lain yang mengalami deflasi adalah sub kelompok sandang anak-anak

yang pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 0,04% (qtq). Pada triwulan II

Page 32: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

38

2009 sub kelompok sandang anak-anak mengalami penurunan harga secara konsisten

selama tiga bulan berturut-turut meski dengan besaran yang tidak terlalu signifikan.

Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki dan sub kelompok sandang wanita pada

triwulan I 2009 tidak mengalami kenaikan harga.

2.2.3.5. Kelompok Kesehatan

Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 2,07% (qtq)

yang berasal dari sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang mengalami inflasi

sebesar 3,18% (qtq). Setelah secara konsisten tidak mengalami perubahan harga sejak bulan

triwulan II 2008, sub kelompok jasa kesehatan pada triwulan II 2009 akhinya mengalami

kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 1,25% (qtq) diikuti oleh sub kelompok obat-

obatan dengan angka inflasi sebesar 1,07% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa

perawatan jasmani pada triwulan II 2009 tidak mengalami perubahan harga.

2.2.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 relatif tidak

mengalami perubahan harga. Kenaikan harga pada kelompok ini hanya terjadi pada bulan

Mei 2009 yang dialami oleh sub kelompok rekreasi sebesar 0,89% (mtm). Melanjutkan trend

triwulan sebelumya, tiga sub kelompok lainnya yaitu sub kelompok kursus-kursus, sub

kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan sub kelompok olahraga tidak mengalami

perubahan harga. Oleh karena itu secara triwulanan kelompok pendidikan, rekreasi dan

olahrga tercatat mengalami inflasi sebesar 0,2% (qtq).

2.2.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Setelah pada dua triwulan mengalami penurunan harga berturut-turut sebagai

dampak kebijakan penurunan harga BBM oleh pemerintah, kelompok transportasi,

komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2009 mengalami kenaikan harga sebesar

0,15% (qtq). Sub kelompok sarana penunjang transportasi mengalami kenaikan harga

tertinggi dengan angka inflasi sebesar 0,56% (qtq). Sedangkan sub kelompok transportasi

yang pada triwulan sebelumnya masih menunjukkan penurunan harga akibat penurunan

Page 33: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

39

harga BBM, pada triwulan ini mulai menunjukkan kenaikan harga dengan angka inflasi

sebesar 0,19% (qtq).

Sementara itu sub kelompok komunikasi yang pada triwulan-triwulan sebelumnya

selalu mengalami kenaikan harga pada triwulan II 2009 mulai mengalami penurunan harga

dengan angka deflasi sebesar 0,03% (qtq). Sedangkan kelompok jasa keuangan melanjutkan

trend sejak triwulan IV 2008 secara konsisten selama sepuluh bulan berturut-turut tidak

mengalami perubahan harga.

Page 34: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

40

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN REGIONAL

3.1 KONDISI UMUM

Kondisi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 menunjukkan

pergerakan yang relatif stabil terhadap periode sebelumnya. Beberapa indikator-indikator

perbankan, seperti total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang pada triwulan sebelumnya

mengalami pertumbuhan secara triwulanan, pada triwulan laporan mengalami penurunan.

Sebaliknya, penyaluran kredit oleh perbankan yang triwulan sebelumnya mengalami

penurunan pada triwulan II 2009 mengalami pertumbuhan positif.

Total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 tercatat

sebesar Rp21,31 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp18,30 miliar (0,09%)

dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp21,33 miliar. Namun secara tahunan

total asset perbankan di Provinsi Kepuluauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami

peningkatan Rp3,92 triliun (22,54%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008 yang

tercatat sebesar Rp17,39 triliun.

Sementara itu, total DPK yang dihimpun oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau

pada triwulan II 2009 juga mengalami penurunan sebesar Rp81,87 miliar (0,47%)

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp17,40 triliun sehingga menjadi

Rp17,32 triliun. Namun secara tahunan DPK perbankan mengalami peningkatan sebesar

Rp2,74 triliun (18,83%) dibandingkan posisi triwulan II 2008 yang tercatat sebesar Rp14,57

triliun.

Grafik. 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan

Sumber : Bank Indonesia 

Page 35: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

41

Setelah pada triwulan sebelumnya penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan

di Provinsi Kepulauan Riau sempat mengalami sedikit penurunan, pada triwulan laporan

penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan. Hal ini

menunjukkan fungsi intermediasi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau semakin berjalan

dengan baik yang juga dapat dibaca sebagai salah satu bentuk optimisme kalangan

perbankan terhadap prospek ekonomi Provinsi Kepulauan Riau meskipun pada triwulan

laporan masih mengalami pertumbuhan yang negatif.

Pada triwulan II 2009, penyaluran kredit di Provinsi Kepulauan Riau oleh perbankan

tercatat sebesar Rp11,39 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp268,67 miliar

(2,42%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp11,39 triliun. Sedangkan

secara tahunan penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami

peningkatan sebesar Rp1,63 triliun (16,80%) dibandingkan posisi yang sama tahun

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp9,75 triliun. Akibatnya, LDR perbankan Provinsi

Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Jika pada triwulan I 2009 LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau tercatat

sebesar 63,91% maka pada triwulan II 2009 LDR perbankan tercatat sebesar 65,76%.

3.2. KONDISI BANK UMUM

Sebagaimana yang terjadi pada indikator perbankan secara keseluruhan, indikator

industri bank umum juga menunjukkan pergerakan serupa. Total asset dan DPK bank umum

pada triwulan II 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sementara itu penyaluran kredit oleh bank umum di wilayah kerja KBI Batam mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan I 2009.

Grafik 3.2. Perkembangan Total Asset, Kredit, DPK dan LDR Bank Umum

Grafik 3.3. Perkembangan Kredit dan NPL’s Bank Umum 

Sumber : Bank Indonesia 

Page 36: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

42

Jumlah jaringan kantor cabang bank umum di wilayah Provinsi Kepulauan Riau

tercatat sebanyak 47 kantor cabang pada triwulan II 2009 atau mengalami pertambahan 1

kantor cabang dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Bank BTPN Batam.

Tabel 3.1 – Perkembangan Indikator Bank Umum (juta rupiah)

Indikator

Periode

2008 2009 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2

1. Jaringan BU 45 45 46 46 47

a. Batam 29 29 29 29 30

b. Tj. Pinang 13 13 14 14 14

c. Karimun 2 2 2 2 2

d. Natuna 1 1 1 1 1

2. Total Asset 16.709.890 17.600.675 19.898.329 20.242.439 20.190.189

a. Batam 12.319.472 12.891.294 14.478.579 14.578.187 14.708.872

b. Tj. Pinang 3.619.643 3.830.760 4.392.858 4.621.290 4.583.737

c. Dati II lain 770.775 878.621 1.026.892 1.042.962 897.580

3. Total DPK 14.071.918 14.446.343 16.332.781 16.601.580 16.504.267

a. Batam 9.873.065 9.966.579 11.249.163 11.245.003 11.333.963

b. Tj. Pinang 3.442.043 3.609.408 4.067.217 4.328.898 4.288.931

c. Dati II lain 756.810 870.356 1.016.401 1.027.679 881.373

4. Total Kredit 9.291.399 9.944.195 10.653.877 10.529.216 10.748.302

a. Batam 7.623.089 8.139.988 8.729.088 8.512.180 8.568.486

b. Tj. Pinang 1.319.883 1.423.511 1.539.970 1.622.192 1.736.256

c. Dati II lain 348.427 380.696 384.819 394.844 443.560

5. LDR (%) 66,03 68,84 65,23 63.42 65.12

a. Batam 77,21 81,67 77,6 77.73 75.60

b. Tj. Pinang 38,35 39,44 37,86 37.47 40.48

c. Karimun 41,65 39,89 38,41 38.32 41.72

d. Natuna 59,59 54,34 36,83 38.63 83.06

6. NPLs (%) 2,33 2,94 2,60 2.96 2.79

a. Batam 2,14 2,96 2,76 3.15 2.61

b. Tj. Pinang 3,21 2,64 2,04 2.44 4.07

c. Karimun 4,84 5,29 1,72 1.47 1.76

d. Natuna 0 0 0 0.04 0.18

Sumber : Bank Indonesia

3.2.1. Total Asset Bank Umum

Pada triwulan II 2009 total asset bank umum tercatat sebesar Rp20,19 triliun atau

mengalami penurunan sebesar Rp52,25 miliar (0,26%) dibanding triwulan I 2009 yang

tercatat sebesar Rp20,24 triliun. Namun secara tahunan pada triwulan II 2009 terjadi

peningkatan total asset bank umum di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp3,48 triliun

(20,83%) terhadap posisi yang sama tahun sebelumnya.

Page 37: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

43

Berdasarkan Dati II, kegiatan bank umum masih terkonsentrasi di Kota Batam,

dimana jumlah total asset bank umum sebagian besar masih tetap terhimpun di Kota Batam.

Total asset bank umum yang ada di Kota Batam pada triwulan II 2009 sebesar Rp14,70 triliun

atau 72,85% dari seluruh total asset bank umum di Kepulauan Riau. Sedangkan total asset

yang berhasil dihimpun oleh bank umum di Tanjung Pinang sebesar Rp4,58 triliun atau

22,70% dari seluruh asset perbankan di Kepulauan Riau. Sementara itu total asset perbankan

di wilayah Kepulauan Riau (Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, dan Natuna) sebesar

Rp897,58 miliar (4,44%).

Penurunan total asset bank umum yang terjadi di Provinsi Kepulauan Riau pada

triwulan II 2009 terutama dipengaruhi oleh penurunan total asset yang terjadi di Tanjung

Uban, Tanjung Balai Karimun dan Natuna yang turun sebesar Rp145,38 miliar (13,94%) dan

penurunan yang terjadi di Kota Tanjung Pinang sebesar Rp37,55 miliar (0,81%). Sedangkan

total asset bank umum di Kota Batam justru mengalami peningkatan sebesar Rp130,69 miliar

(0,90%) dibandingkan triwulan sebelumnya.

Secara tahunan, total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II

2009 mengalami peningkatan sebesar Rp3,48 triliun (20,83%). Peningkatan ini dipengaruhi

oleh peningkatan total asset perbankan yang terjadi di seluruh kota maupun kabupaten.

Total asset perbankan di Kota Batam mengalami peningkatan sebesar Rp2,39 triliun

(19,40%) diikuti oleh total asset perbankan di Kota Tanjung Pinang yang mengalami

peningkatan Rp964,09 miliar (26,64%). Total asset di Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun

dan Natuna secara tahuna juga mengalami pergerakan yang sama dengan Kota Batam dan

Kota Tanjung Pinang. Total asset perbankan di wilayah ini mengalami peningkatan sebesar

Rp126,81 miliar (16,45%).

Diagram 3.1. Share Asset Bank Umum

Grafik 3.4. Perkembangan Asset Bank Umum

Sumber : Bank Indonesia 

Sumber : Bank Indonesia 

Page 38: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

44

3.2.2. Dana Pihak Ketiga Bank Umum

Pada triwulan II 2009, secara triwulanan jumlah dana masyarakat yang dihimpun oleh

bank umum mengalami penurunan sebesar Rp97,31 miliar (0,59%) menjadi sebesar Rp16,50

triliun. Penurunan DPK bank umum pada triwulan II 2009 sebagian besar disumbangkan oleh

penurunan simpanan dalam bentuk giro yang turun Rp312,66 miliar (4,52%) dibandingkan

triwulan sebelumnya sehingga tercatat sebesar Rp6,60 triliun dan penurunan simpanan

dalam bentuk deposito yang turun sebesar Rp30,90 miliar (0,80%). Sementara itu simpanan

dalam bentuk tabungan secara triwulanan justru mengalami peningkatan sebesar Rp246,25

miliar (4,24%). Peningkatan simpanan dalam bentuk tabungan ini searah dengan

peningkatan yang terjadi pada kredit. Hal ini terjadi karena rekening tabungan biasanya

digunakan untuk rekening penampung bagi pencairan kredit.

Meskipun mengalami penurunan, secara nominal porsi simpanan giro masih

merupakan jenis simpanan terbesar (39,97%) diantara dua jenis simpanan lain dengan nilai

nominal sebesar RpRp6,59 triliun. Porsi simpanan jenis tabungan tercatat sebesar Rp6,05

triliun (36,68%). Sedangkan simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp3,85 triliun

(23,34%). Dominasi sektor industri dan sektor perdagangan pada perekonomian Kota Batam

turut mempengaruhi jenis transaksi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau. Kebutuhan

masyarakat akan dana likuid serta transaksi ekonomi yang membutuhkan waktu singkat

menyebabkan simpanan berbentuk giro memiliki porsi terbesar terhadap total simpanan

masyarakat di perbankan.

3.2.3. Kredit Bank Umum

Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum di wilayah kerja Kantor Bank

Indonesia Batam pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp10,75 triliun atau naik sebesar

Rp219,09 miliar (2,08%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan jumlah kredit yang

Sumber : Bank Indonesia 

Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum

Diagram 3.2. Share DPK Bank Umum

Page 39: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

45

disalukan oleh bank umum tersebut berakibat pada peningkatan tingkat LDR (Loan to

Deposit Ratio) bank umum di Provinsi Kepulauan Riau dari 63,42% pada triwulan I 2009

menjadi 65,12% pada triwulan laporan.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan di wilayah kerja KBI Batam

sebagian besar digunakan untuk kredit konsumsi sebesar Rp4,54 triliun atau 42,29% dari

total kredit yang diberikan. Sedangkan kredit untuk modal kerja dan investasi masing-masing

sebesar Rp3,76 triliun (34,99%) dan Rp2,44 triliun (22,71%).

Dari segi pertumbuhan, jenis kredit yang mengalami peningkatan pada triwulan II

2009 adalah kredit konsumsi yang mengalami peningkatan sebesar Rp231,01 miliar (5,35%)

terhadap triwulan I 2009. Sedangkan secara tahunan kredit konsumsi mengalami

peningkatan sebesar Rp840,31 miliar (22,68%). Searah dengan kredit konsumsi, kredit

modal kerja pada triwulan I 2009 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

Kredit modal kerja pada triwulan II 2009 meningkat sebesar Rp13,29 miliar (0,35%).

Sedangkan secara tahunan kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar Rp420,50

miliar (12,59%). Sementara itu, kredit investasi pada triwulan laporan justru mengalami

penurunan sebesar Rp25,21 miliar (1,02%) terhadap triwulan I 2009. Namun secara tahunan

kredit investasi pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp196,09 miliar

(8,73%). NPL bank umum di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 menunjukkan

penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPL bank umum menurun dari

2,96% pada triwulan I 2009 menjadi 2,79% pada triwulan laporan.

Grafik 3.6. Perkembangan Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum

Diagram 3.3. Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum

Sumber : Bank Indonesia 

Page 40: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

46

3.2.4. Kredit UMKM Bank Umum

Searah dengan yang terjadi pada total kredit bank umum, penyaluran kredit UMKM

pada triwulan II 2009 juga mengalami peningkatan. Jika pada triwulan I 2009 penyaluran

kredit UMKM tercatat sebesar Rp5,64 triliun, pada triwulan II 2009 kredit UMKM bank

umum turun menjadi sebesar Rp5,81 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp165,06

miliar (2,92%). Sedangkan secara tahunan kredit UMKM bank umum pada triwulan II 2009

mengalami peningkatan sebesar Rp821,81 miliar (15,54%).

Sementara itu jika dilihat dari share kredit UMKM, menunjukkan trend penurunan

dari awal tahun 2009. Namun pada triwulan II 2009 nampak telah menunjukkan kenaikan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan I 2009 share kredit UMKM tercatat

sebesar 53,61% maka pada triwulan II 2009 share kredit UMKM mengalami peningkatan

menjadi 54,05%. Peningkatan share kredit UMKM ini merupakan salah satu bentuk

perhatian kalangan perbankan terhadap pengembangan bisnis berskala kecil dan mikro di

wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

3.3 BANK PERKREDITAN RAKYAT

Sebagai daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dan

pergerakan ekonomi yang cukup dinamis, Provinsi Kepulauan Riau menarik minat investor

untuk menanamkan modalnya untuk diinvestasikan pada bisnis perbankan, khususnya BPR.

Grafik 3.7 Perkembangan Kredit UMKM dan Share terhadap Total Kredit

Sumber : Bank Indonesia 

Page 41: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

47

Adapun alasan investor tersebut memilih BPR karena bisnis BPR tidak terlalu membutuhkan

modal besar dan proses pendiriannya tidak terlalu rumit.

Tabel 3.2 – Perkembangan Indikator Bpr (dalam jutaan rupiah)

KETERANGAN 2008 2009

Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2 TOTAL ASSET 680.641 776.379 918.784 1.086.223 1.120,17 TOTAL DANA 504.879 564.556 660.973 801.204 816,64 a. Tabungan 44.805 51.715 63.749 82.123 102,99 b. Deposito 460.073 512.841 597.224 719.079 713,65 TOTAL KREDIT 461.337 538.346 563.476 593.136 642,73 a. Investasi 40.208 50.540 52.551 54.784 61,32 b. Modal Kerja 108.041 128.903 128.638 134.479 143,82 c. Konsumsi 313.088 358.903 382.287 403.873 437,59

Sampai dengan triwulan II 2009 jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat

ada 26 kantor BPR dan 3 (tiga) kantor cabang BPR atau terjadi penambahan 2 (dua) BPR yaitu

BPR Karimun Sejahtera dan BPR Harapan Bunda Batam. Perkembangan BPR yang sudah

beroperasi juga tergolong cukup baik yang ditunjukkan oleh kenaikan share beberapa

indikator kinerja BPR terhadap perbankan di Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan.

Dilihat dari total asset, share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi

Kepulauan Riau mengalami peningkatan secara gradual tiap triwulan. Pada triwulan II 2009

terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Jika pada triwulan I 2009 share asset BPR terhadap

total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 5,09% maka pada triwulan II 2009

share total asset BPR Provinsi Kepulauan Riau terhadap perbankan provinsi Kepulauan Riau

Grafik 3.8. Share Asset BPR Terhadap Perbankan

Sumber : Bank Indonesia 

Grafik 3.9. Share Kredit BPR Terhadap Perbankan

Sumber : Bank Indonesia 

Page 42: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

48

tercatat sebesar 5,26%. Peningkatan share ini terjadi karena total asset BPR terus mengalami

pertumbuhan secara konsisten sedangkan total asset bank umum justru mengalami

penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Selain itu peningkatan asset share asset BPR tersebut tidak lepas dari tingkat

pertambahan BPR baru yang cukup tinggi. Adanya peningkatan jumlah BPR tersebut

memberikan masyarakat lebih banyak pilihan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan baik

konsumsi, investasi maupun modal kerja. Penambahan jumlah BPR tersebut juga dapat ikut

serta mendorong pertumbuhan sektor usaha domesitik khususnya koperasi dan UMKM.

Dari sisi pembiayaan, share kredit BPR terhadap total kredit perbankan di Provinsi

Kepulauan Riau juga mengalami peningkatan terhadap triwulan I 2009. Pada triwulan II 2009

share kredit BPR terhadap total kredit perbankan tercatat sebesar 5,98% lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,33%. Peningkatan share

kredit ini dipengaruhi oleh peningkatan kredit yang disalurkan oleh BPR lebih tinggi

dibandingkan dengan peningkatan kredit bank umum.

3.3.1. Total Asset Bank Perkreditan Rakyat

Total asset BPR yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam sampai

dengan triwulan II 2009 terus melanjutkan trend peningkatan. Sampai dengan triwulan II

2009, total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp33,94 miliar (3,12%) menjadi

sebesar Rp1,12 triliun dibanding triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp1,09 miliar. Secara

tahunan total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp439,53 miliar (64,58%)

dibanding posisi yang sama pada tahun 2008.

Grafik 3.10. Perkembangan Asset BPR  

Sumber : Bank Indonesia

Page 43: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

49

3.2.5. DPK Bank Perkreditan Rakyat

Sebagaimana indikator BPR yang lain, total dana yang berhasil dihimpun oleh BPR

pada triwulan laporan meningkat dengan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan I 2009

total dana yang dihimpun BPR tercatat sebesar Rp801,20 miliar, maka pada triwulan II 2009

DPK BPR meningkat menjadi Rp816,64 miliar atau naik sebesar Rp15,44 miliar (1,93%).

Secara tahunan dana yang berhasil dihimpun oleh BPR mengalami peningkatan sebesar

Rp311,76 miliar (61,75%). Sebagaimana karakteristik BPR, sebagian besar dana masyarakat

yang dihimpun oleh BPR disimpan dalam bentuk deposito. Sedangkan simpanan dalam

bentuk tabungan biasanya digunakan oleh nasabah untuk proses pencairan kredit. Dana

simpanan dalam bentuk deposito yang dihimpun oleh BPR di Provinsi Kepulauan Riau tercatat

sebesar Rp713,65 miliar atau 87,39% dari seluruh total DPK BPR. Sedangkan 10,61%

disimpan dalam bentuk tabungan sebesar Rp102,99 miliar.

Simpanan dalam bentuk deposito pada triwulan II 2009 mengalami penurunan

sebesar Rp5,42 miliar (0,75%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan secara

tahunan simpanan dalam bentuk deposito di BPR mengalami peningkatan sebesar Rp253,58

miliar (55,12%). Secara triwulanan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami

peningkatan sebesar Rp20,86 miliar (25,40%) dibandingkan triwulan I 2009. Sedangkan

secara tahunan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami peningkatan yang cukup

tinggi yaitu sebesar Rp58,18 miliar (129,85%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008.

Peningkatan jumlah tabungan ini searah dengan peningkatan kredit karena rekening

tabungan digunakan untuk menampung pencairan kredit yang dilakukan oleh BPR kepada

nasabahnya.

Grafik 3.11. Perkembangan DPK BPR Diagram 3.4. Share DPK BPR

Sumber : Bank Indonesia 

Page 44: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

50

3.6. Kredit Bank Perkreditan Rakyat

Searah dengan penyaluran kredit bank umum yang mengalami peningkatan,

penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR kepada masyarakat pada triwulan II 2009 juga

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2009. Jumlah kredit yang disalurkan oleh 26

BPR yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 tercatat

sebesar Rp642,73 miliar atau meningkat Rp49,59 miliar (8,36%) dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp593,14 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit BPR

di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp181,39 miliar (39,32%)

dibandingkan triwulan II 2008 yang tercatat sebesar Rp461,34 miliar.

Penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar

digunakan untuk keperluan konsumsi. Kredit untuk konsumsi yang disalurkan BPR di wilayah

kerja KBI Batam pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp437,58 miliar atau 68,08% dari

seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sementara kredit untuk modal kerja yang

diberikan BPR di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp143,82 miliar atau 22,38% dari seluruh

total kredit yang diberikan oleh BPR. Sedangkan porsi kredit investasi adalah sebesar Rp61,32

miliar (9,54%).

Kredit konsumsi BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami

peningkatan sebesar Rp33,71 miliar (8,35%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat

sebesar Rp403,87 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit konsumsi BPR mengalami

peningkatan sebesar Rp124,50 miliar (39,76%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008.

Kredit modal kerja yang disalurkan BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II

2009 mengalami peningkatan sebesar Rp9,34 miliar (6,95%) dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp108,04 miliar. Sedangkan secara tahunan kredit modal

Grafik 3.12.. Perkembangan DPK BPR Diagram 3.5. Share Kredit BPR

Sumber : Bank Indonesia 

Page 45: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

51

kerja BPR mengalami peningkatan sebesar Rp35,78 miliar (33,12%) dibandingkan posisi

triwulan II 2008.

Sementara itu kredit investasi yang disalurkan oleh BPR kepada masyarakat Provinsi

Kepulauan Riau sampai dengan triwulan II 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp6,53

miliar (11,93%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp54,78 miliar. Secara

tahunan kredit investasi BPR di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar

Rp21,11 miliar (52,50%) terhadap posisi yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar

Rp40,21 miliar.

Besarnya kredit BPR untuk keperluan konsumsi mencerminkan intermediasi yang

dilakukan BPR terhadap dunia usaha masih belum optimal. Sebagian besar BPR di Provinsi

Kepulauan Riau menyalurkan kredit untuk keperluan pembelian mobil dan beberapa untuk

pembelian rumah atau ruko. Sedangkan porsi yang untuk kredit produktif terutama

pemberdayaan UMKM masih kurang optimal. Hal ini perlu digalakkan mengingat

sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan keberadaan BPR adalah sebagai lembaga

pembiayaan sektor-sektor produktif untuk UMKM dan Koperasi.

Sementara itu, NPLs kredit yang diberikan oleh BPR sampai dengan triwulan II 2009

mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPLs kredit BPR pada

triwulan laporan tercatat sebesar 1,48% lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2008

yang tercatat sebesar 2,10%. Peningkatan kredit yang cukup tinggi ikut mempengaruhi

penurunan NPLs BPR di Provinsi Kepulauan Riau karena kredit baru cenderung lebih lancar

daripada kredit lama.

Grafik 3.13. Perkembangan Kredit dan NPLs BPR

Sumber : Bank Indonesia

Page 46: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

52

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

4.1 TARGET APBD TAHUN BERJALAN

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan sarana yang strategis

dan mutlak untuk menyelenggarakan roda pemerintahan dan pembangunan guna

menyediakan pelayanan publik, meningkatkan kesejahteraan serta melindungi hak-hak

masyarakat. Terkait dengan itu, pemerintah daerah cukup menyadari bahwa krisis keuangan

global akan berdampak pada kondisi perekonomian regional Kepulauan Riau. Karenanya

kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas pembangunan di tahun 2009 diupayakan dapat

menjadi instrumen pendorong yang memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

Dengan disahkannya APBD Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai daerah

pemekaran terbaru maka total APBD T.A. 2009 untuk seluruh kabupaten/kota di provinsi

Kepulauan Riau mencapai Rp 6,97 triliun, atau meningkat sekitar 35% dari APBD tahun 2008

yang tercatat sebesar Rp 5,15 triliun. Sekitar 76% dari anggaran pengeluaran tersebut

diperkirakan bersumber dari sisi penerimaan yang ditargetkan sebesar Rp 5,34 triliun, naik

mencapai 27,7% dibanding tahun 2008.

Tabel 4.1. Perkembangan Total APBD Provinsi Kepulauan Riau

Tahun Anggaran 2007 s.d. 2009

2007 2008 % ∆ 2007-2008 2009* % ∆

2008-2009PENDAPATAN 4,815,445 4,178,569 -13.2% 5,336,421 27.7%

BAGIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH 598,897 952,217 59.0% 1,050,396 10.3%DANA PERIMBANGAN 3,969,281 2,903,001 -26.9% 4,089,414 40.9%LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 247,267 323,351 30.8% 196,611 -39.2%

BELANJA 6,220,533 5,155,325 -17.1% 6,973,402 35.3%BELANJA TIDAK LANGSUNG 1,687,938 1,959,360 16.1% 2,574,573 31.4%- Belanja subsidi 35,044 79,218 126.1% 123,996 56.5%- Belanja hibah 87,153 61,420 -29.5% 157,308 156.1%- Belanja bantuan sosial 240,368 194,997 -18.9% 240,188 23.2%

BELANJA LANGSUNG 4,532,595 3,195,965 -29.5% 4,398,829 37.6%- Belanja pegawai 616,802 400,679 -35.0% 607,547 51.6%- Belanja barang dan jasa 1,477,486 1,330,753 -9.9% 1,617,929 21.6%- Belanja modal 2,438,307 1,464,533 -39.9% 2,173,353 48.4%

SURPLUS/(DEFISIT) (1,405,088) (976,756) -30.5% (1,635,981) 67.5%

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah *) termasuk Kabupaten Kepulauan Anambas

Page 47: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

53

Kenaikan target penerimaan antara lain dipengaruhi oleh penyesuaian harga

komoditas internasional, sehingga dana perimbangan yang diterima atas pemanfaatan

sumber daya alam yang ada di daerah relatif meningkat. Pos Dana Perimbangan ditargetkan

sebesar Rp 4,09 triliun atau meningkat 40,9%, dari Rp 2,9 triliun di tahun 2008. Alokasi

APBN tersebut diberikan dalam bentuk Dana Sektoral sekitar Rp 1,35 triliun, Dana

Dekonsentrasi Rp 234,8 miliar, Dana Tugas Pembantuan sekitar Rp82,5 miliar, Dana Alokasi

Umum (DAU) sebesar Rp 1,56 triliun, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp 224,2

miliar. Meningkatnya APBD 2009 ini diharapkan mampu menjadi penopang pertumbuhan

provinsi Kepulauan Riau di tengah kontraksi perekonomian yang terjadi dalam 2 kuartal

terakhir.

Pemerintahan provinsi memperoleh dana DAU terbesar yakni mencapai Rp 403,13

milyar atau 25,9% dari total alokasi DAU oleh pemerintah pusat. Sedangkan kota Batam

mendapatkan DAU sebesar Rp 279,66 M. Selanjutnya kota Tanjungpinang memperoleh Rp

229,3 miliar, kabupaten Karimun Rp 183,9 M, kabupaten Lingga Rp 178,5 M, kabupaten

Bintan Rp 161,2 miliar, kabupaten Natuna sebesar Rp 90,3 milyar, dan kabupaten Kepulauan

Anambas mendapat Rp 33 miliar.

Tabel 4.2. Perkembangan APBD Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau T.A. 2009

Pendapatan Asli Daerah 424,686 223,613 132,761 13,793 184,208 41,955 29,380 0 1,050,396Pajak daerah 407,182 191,458 115,970 3,607 136,932 12,986 2,000 0 870,135Retribusi daerah 3,550 12,235 2,075 241 39,141 12,442 1,880 0 71,564Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan 680 1,720 7,000 3,600 1,355 3,190 0 0 17,545Lain-lain PAD yang sah 13,274 18,200 7,716 6,345 6,780 13,337 25,500 0 91,152

Dana Perimbangan 905,314 322,485 345,328 715,196 758,330 504,506 285,177 253,078 4,089,414Dana bagi hasil pajak/bukan pajak 481,250 105,294 163,088 585,937 362,576 239,982 70,652 215,966 2,224,745Dana alokasi umum 403,132 183,940 161,220 90,285 279,663 229,303 178,517 33,015 1,559,075Dana alokasi khusus 20,932 33,251 21,020 38,974 34,651 35,221 36,008 4,097 224,154Lain-lain 0 0 0 0 81,440 0 0 0 81,440

Lain-lain pendapatan daerah yang sah 0 10,225 22,202 10,380 64,068 33,095 40,000 16,641 196,611TOTAL PENDAPATAN 1,330,000 556,323 500,291 739,369 1,006,606 579,556 354,557 269,719 5,336,421Belanja tidak langsung 460,302 352,957 265,642 402,075 473,815 323,684 184,662 111,436 2,574,573

Belanja pegawai 174,549 273,717 201,670 213,180 388,193 269,324 134,181 88,696 1,743,510Belanja subsidi 0 0 0 88,344 32,318 0 2,334 1,000 123,996Belanja hibah 44,948 20,930 14,940 27,345 18,930 16,300 13,915 0 157,308Belanja bantuan sosial 66,505 22,600 17,369 36,648 25,030 33,060 21,176 17,800 240,188Belanja bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota/Desa 168,800 0 0 0 4,344 1,000 9,056 0 183,200Belanja bantuan keu. kpd Prop/Kab/Kota/Desa 5,000 34,710 29,663 34,558 0 2,500 0 1,940 108,371Belanja tidak terduga 500 1,000 2,000 2,000 5,000 1,500 4,000 2,000 18,000

Belanja langsung 1,175,698 544,423 428,229 597,294 730,927 315,890 446,904 159,464 4,398,829Belanja pegawai 198,747 86,001 50,279 60,861 98,878 46,876 48,527 17,378 607,547Belanja barang dan jasa 340,085 180,117 132,607 265,377 276,259 177,170 147,507 98,807 1,617,929Belanja modal 636,866 278,305 245,343 271,056 355,790 91,844 250,870 43,279 2,173,353

TOTAL BELANJA 1,636,000 897,380 693,871 999,369 1,204,742 639,574 631,566 270,900 6,973,402SURPLUS/(DEFISIT) (306,000) (341,057) (193,580) (260,000) (198,136) (60,018) (277,009) (1,181) (1,636,981)

- Penerimaan Pembiayaan Daerah 310,000 341,207 196,580 260,000 200,136 60,018 262,353 1,181 1,631,475- Pengeluaran Pembiayaan Daerah 4,000 150 3,000 0 2,000 0 3,675 0 12,825

Kabupaten Lingga

Kab. Kep. Anambas Total Kep.RiauJENIS ANGGARAN Provinsi

Kep. RiauKabupaten

KarimunKabupaten

BintanKabupaten

NatunaKota

Batam Kota

Tj. Pinang

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah

Page 48: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

54

Selain DAU, pemerintah pusat juga telah menyiapkan anggaran untuk RTSM (Rumah

Tangga Sangat Miskin). Dengan dana ini, sekitar 10 ribu kepala keluarga rumah tangga

sangat miskin (RTSM) di Kepulauan Riau akan mendapatkan alokasi dari APBN senilai Rp 20

miliar untuk jangka waktu enam tahun ke depan. Selama program tersebut berlangsung,

setiap warga yakni ibu dan anak mendapat Rp 800 ribu sampai Rp 2,2 juta per tahun yang

diserahkan tiap tahun dalam bentuk tunai dan fasilitas sarana kesehatan.

Terkait dengan upaya antisipasi dampak krisis global di Kepulauan Riau, Pemerintah

Pusat telah mengalokasikan stimulus fiskal untuk pembangunan infrastruktur senilai Rp 60

miliar. Untuk stimulus infrastruktur ini, provinsi Kepulauan Riau mendapatkan alokasi dana di

atas provinsi lain. Stimulus fiskal itu diharapkan dapat membantu perekonomian masyarakat

yang terkena krisis ekonomi. Stimulus itu dianggarkan untuk pembangunan Pelabuhan

Malarko di Karimun senilai Rp 20 miliar, pembangunan fasilitas Pelabuhan Dompak

dianggarkan Rp 15 miliar, dukungan ekspansi sektor riil Departemen Perdagangan di

Kabupaten Kepulauan Anambas senilai Rp 10 miliar dan di Karimun Rp 15 miliar. Program

tersebut sudah disahkan Panitia Anggaran DPR-RI dan segera dilaksanakan akhir Maret ini.

4.2. TINGKAT PENYERAPAN APBD HISTORIS

Secara keseluruhan kemampuan penyerapan anggaran oleh pemerintah kabupaten

dan kota belum optimal. Tingkat penyerapan anggaran dalam 3 tahun terakhir diperkirakan

semakin menurun. Penyerapan anggaran belanja di tahun 2006 sempat melampaui target

pengeluaran dengan tingkat realisasi sekitar 102,7%, didorong tingginya penyerapan di

kabupaten Bintan, Karimun, dan kota Tanjungpinang. Namun di tahun 2007 turun menjadi

87,8%, dan di tahun 2008 diperkirakan hanya terserap sebesar 86,3%.

Sumber : DJPK, diolah

Grafik 4.2. Tingkat Penyerapan APBD Masing-Masing Kab./Kota

di Provinsi Kepulauan Riau

Sumber : DJPK, diolah

Grafik 4.1. Tingkat Penyerapan APBD Total

Provinsi Kepulauan Riau

Page 49: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

55

Adapun daerah yang memiliki tingkat penyerapan anggaran belanja tertinggi adalah

kabupaten Bintan, dimana realisasi belanja di tahun 2008 diperkirakan sebesar Rp 663 milyar,

yang berarti mencapai 127,9% dari target 2008 sebesar Rp 518,3 milyar. Pengelolaan

keuangan yang cukup optimal juga ditunjukkan oleh kabupaten Karimun. Realisasi anggaran

selama kurun waktu tahun 2005-2007 melampaui target APBD yang ditetapkan. Bahkan

pada tahun 2007, tingkat penyerapan anggaran tercatat sebesar 162,7%. Namun di tahun

2008, tingkat penyerapan anggaran menurun drastis menjadi 80,2%. Adapun tingkat

penyerapan anggaran terendah terjadi pada kabupaten Natuna, dimana pada tahun 2007

hanya terealisasi sebesar 73,5%, dan di tahun 2008 diperkirakan sedikit meningkat menjadi

75% dari ta rget APBD TA.2008 yang disetujui sebesar Rp 1,04 triliun.

Antisipasi pemerintah dalam merespon lesunya aktivitas ekonomi akibat krisis global

antara lain terlihat dari kenaikan pos Belanja Modal mencapai Rp 709 milyar atau 48,4%

dibanding tahun sebelumnya, serta belanja Barang dan Jasa yang meningkat 21,6 %. Hal ini

diharapkan dapat mendorong kontribusinya terhadap pembentukan PDRB di sisi Konsumsi

dan Investasi yang mengalami penurunan signifikan di tahun 2008. Di samping itu,

keberpihakan pemerintah pada masyarakat kecil (ekonomi lemah) ditunjukkan dengan

meningkatnya pos belanja Subsidi, Hibah, dan Bantuan Sosial yang masing-masing sekitar Rp

45 milyar (56,5%), Rp 96 milyar (156,1%), dan Rp 45 milyar (23,2%). Terkait dengan itu,

kontribusinya terhadap total APBD juga relatif meningkat di tahun 2009.

Dengan demikian, partisipasi aktif pemerintah daerah Kepulauan Riau menjadi

semakin penting dalam menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi wilayahnya sejalan dengan

target pertumbuhan Nasional tahun 2009. Percepatan realisasi belanja secara proporsional

diyakini mampu memberi stimulus positif bagi penciptaaan lapangan kerja guna

Sumber : DJPK dan BPS Kepulauan Riau, diolah

Grafik 4.3. Rasio Konsumsi dan Investasi Pemerintah

terhadap PDRB Kepulauan Riau

Sumber : DJPK, diolah

Grafik 4.4. Rasio Belanja Sosial, Hibah dan Subsidi

terhadap Total APBD Kepulauan Riau

Page 50: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

56

meminimalisir dampak krisis yang semakin intens dirasakan pada triwulan II-2009 ini, yang

diperkirakan masih akan berlangsung di triwulan mendatang.

4.3 APBD PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Secara ringkas beberapa kebijakan prioritas pembangunan Provinsi Kepulauan Riau

tahun 2009 adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan Kualitas di Bidang Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan;

2. Mendorong peningkatan perekonomian daerah dan penurunan jumlah penduduk

miskin.

3. Peningkatan infrastruktur dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan

antar daerah dan melanjutkan pembangunan sarana dan prasarana perkantoran

Pemerintah Provinsi;

4. Peningkatan kemampuan keuangan daerah.

5. Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good and

Clean Government);

6. Meningkatkan keamanan dan ketertiban dalam rangka menghadapi Pemilu 2009.

7. Peningkatan kehidupan beragama, memajukan budaya, kesenian dan peningkatan

peranan perempuan

Untuk melaksanakan berbagai kebijakan tersebut telah disusun sejumlah program

dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2009 mendatang. Untuk membiayai

program dan kegiatan tersebut maka APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009 ditargetkan

sebesar Rp 1,64 triliun, yang berasal dari Pendapatan Daerah sebesar Rp 1,33 triliun serta dari

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) sebesar Rp 310 milyar, terdiri dari Sisa Anggaran

Lebih (SAL) tahun 2008 sebesar Rp 190 milyar dan kelebihan pendapatan tahun 2008

sebesar Rp 37 milyar.

APBD tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 18,12% jika dibandingkan dengan

APBD Tahun 2008. Kenaikan tersebut dikarenakan terjadinya kenaikan pada target

Pendapatan Daerah sebesar 10,35% dibandingkan tahun 2008, dan besarnya estimasi Sisa

Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) yang dianggarkan pada RAPBD tahun 2009 yaitu

sebesar 13,68% dari APBD 2008.

Target penerimaan Pendapatan Daerah Provinsi Kepulauan Riau pada Tahun 2009

direncanakan berasal dari Pajak Daerah sebesar Rp 407,18 milyar, Retribusi Daerah Rp 3,55

Page 51: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

57

milyar, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (PT. Pembangunan Kepri)

sebesar Rp 680 juta dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar Rp 13,27 milyar,

serta porsi Dana Perimbangan sebesar Rp 905,31 milyar.

Sampai saat ini penerimaan Pajak Daerah masih bertumpu pada sektor Pajak

Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) yang memberikan kontribusi sebesar 99,6% dari total

target Pajak Daerah. Peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dimungkinkan

karena adanya kenaikan jumlah kendaraan bermotor, kebijakan pemutihan dan penyuluhan

kepada wajib pajak. Sedangkan kenaikan komponen Retribusi Daerah diatas 100%

diperkirakan sejalan dengan mulai diterapkannya Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah.

4.3.3. Realisasi Penerimaan

Penerimaan pemerintah sampai dengan bulan Mei 2009 diperkirakan sebesar Rp 385

milyar atau 28,98% dari target penerimaan sebesar Rp 1,33 triliun. Sumbangan penerimaan

terbesar berasal dari pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) senilai Rp 201,57 milyar yang

teralisasi secara proporsional. Selain itu penerimaan dari Pajak Daerah sebesar Rp 149,42

milyar juga memberi kontribusi signifikan terhadap penerimaan tahun berjalan.

Realisasi penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai dengan

bulan Mei diperkirakan sebesar Rp 162 milyar atau 36,3% dari target PAD tahun 2009.

Rendahnya tingkat realisasi diduga karena tidak disetujuinya beberapa rancangan Peraturan

Daerah (ranperda) terkait dengan optimalisasi sumber-sumber penerimaan di daerah. Kondisi

tersebut jug tercermin dari rendahnya penerimaan yang berasal dari Retribusi Daerah, dimana

sampai bulan Mei hanya terealisasi sebersar Rp 944,38 milyar, atau 26,6%.

Page 52: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

58

Tabel 4.3.

Perkembangan Realisasi Penerimaan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau

Jan‐09 Feb‐09 Mar‐09 Apr‐09 Mei‐2009 Total Pencapaian(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (%)

1. PENDAPATAN ASLI DAERAHPajak Daerah 407,182,211,139     30,361,614,060 28,968,679,631 27,148,292,076 36,057,881,532 26,885,825,006 149,422,292,305 36.70%Retribusi Daerah 3,550,000,000        144,621,700 199,933,875 399,223,372 119,675,950 80,925,000 944,379,897 26.60%‐ Retribusi  Jasa Umum 2,130,000,000        94,336,700 134,928,875 285,261,312 7,992,500 3,980,000 526,499,387 24.72%‐ Retribusi  Jasa Usaha 1,420,000,000        50,285,000 65,005,000 113,962,060 111,683,450 76,945,000 417,880,510 29.43%Lain‐lain Pendapatan Asli Daerah 13,274,294,104 7,777,874,987 972,512,467 993,830,508 1,146,425,345 1,190,106,498 12,080,749,805 91.01%TOTAL PAD 424,006,505,243     38,284,110,747 30,141,125,973 28,541,345,956 37,323,982,827 28,156,856,504 162,447,422,007 38.31%

2. DANA PERIMBANGANBagi Hasil Pajak / Bukan Pajak 185,871,207,341     1,986,166,658 864,063,464 1,379,207,194 1,525,060,718 1,408,969,097 7,163,467,131 3.85%‐ Bagi Hasil Pajak 99,000,000,000      1,330,511,539 206,374,364 224,035,662 267,053,105 287,136,482 2,315,111,152 2.34%‐ Bagi Hasil Bukan Pajak 16,607,427,341      655,655,119 657,689,100 1,155,171,532 1,258,007,613 1,121,832,615 4,848,355,979 29.19%‐ Pajak Penghasilan Orang Pribadi 70,263,780,000      0 0 0 0 0 0 0.00%Bagi Hasil Bukan Pajak 295,378,807,416     0 0 1,383,218,447 12,732,369,800 0 14,115,588,247 4.78%Dana Alokasi Umum 403,132,480,000     67,188,748,000 33,594,374,000 33,594,374,000 33,594,374,000 33,594,374,000 201,566,244,000 50.00%Dana Alokasi Khusus 20,931,000,000      0 0 0 0 0 0 0.00%TOTAL DANA PERIMBANGAN 905,313,494,757 69,174,914,658 34,458,437,464 36,356,799,641 47,851,804,518 35,003,343,097 222,845,299,378 24.62%

TOTAL PENERIMAAN DAERAH 1,329,320,000,000 107,459,025,405 64,599,563,437 64,898,145,597 85,175,787,345 63,160,199,601 385,292,721,385 28.98%

JENIS PENERIMAANTARGET TA. 2009

Jan ‐ Mei 2009

4.3.3. Realisasi Belanja

Adapun penyerapan anggaran belanja Pemerintah Provinsi sampai dengan bulan Juni

2009 lebih tinggi baik dibandingkan sisi penerimaan. Anggaran belanja yang terserap

diperkirakan sebesar Rp 637,61 milyar atau 38,97% dari target APBD sebesar Rp 1,64 triliun.

Namun demikian, penyerapan anggaran selama periode triwulan II 2009 ini relative lebih baik

dibanding triwulan I yang baru terserap sekitar 14% dari target yang ditetapkan.

Tabel 4.4. Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau

Jan‐09 Feb‐09 Mar‐09 Apr‐09 Mei‐2009 Jun‐09 Total Pencapaian(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (%)

1. BELANJA TIDAK LANGSUNG‐ Belanja Pegawai 174,549,153,245     5,014,542,353 10,992,056,366 10,037,640,437 14,528,624,733 9,466,822,862 20,542,773,657 102,169,162,054 58.53%‐ Belanja Subsidi ‐                                  0 0 0 0 0 0 871,704,000 ‐‐ Belanja Hibah 44,947,814,000       0 1,800,000,000 5,222,978,400 7,763,000,000 4,106,500,000 2,129,000,000 30,311,005,000 67.44%‐ Belanja Bantuan Sosial 66,505,000,000       0 4,640,800,000 7,541,333,000 8,613,250,000 5,723,280,000 2,745,850,000 35,986,094,000 54.11%‐ Belanja Bagi Hasil kpd Provinsi/Ka 168,800,000,000     0 8,243,421,369 0 0 0 2,410,208,900 2,410,208,900 1.43%‐ Belanja Bantuan Keuangan kpd Pr 5,000,000,000         0 0 2,500,000,000 0 0 0 0 0.00%‐ Belanja Tidak Terduga 500,000,000             0 0 0 0 0 0 0 0.00%TOTAL BELANJA TIDAK LANGSUN 460,301,967,245 5,014,542,353 25,676,277,735 25,301,951,837 30,904,874,733 19,296,602,862 27,827,832,557 171,748,173,954 37.31%

02. BELANJA LANGSUNG 0‐ Belanja Pegawai 198,746,557,593     13,274,525,140 18,383,101,826 23,713,054,393 6,977,306,405 7,092,399,216 55,179,631,451 92,962,391,465 46.77%‐ Belanja Barang dan Jasa 340,085,093,262     40,350,991,566 61,702,018,296 86,088,762,523 26,032,409,704 29,094,326,842 23,119,281,065 164,334,780,134 48.32%‐ Belanja Modal 636,866,381,900     14,340,968,375 19,805,400,579 25,393,135,871 102,527,467,777 29,667,456,380 50,981,968,651 208,570,028,679 32.75%TOTAL BELANJA LANGSUNG 1,175,698,032,755 67,966,485,081 99,890,520,701 135,194,952,787 135,537,183,886 65,854,182,438 129,280,881,167 465,867,200,278 39.62%

TOTAL PENGELUARAN 1,636,000,000,000 119,132,197,712 170,737,583,636 228,913,816,589 166,442,058,619 85,150,785,300 157,108,713,724 637,615,374,232 38.97%

Tw.II 2009JENIS PENGELUARAN

TARGET TA. 2008

Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah

Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah

Page 53: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

59

Perhatian pemerintah provinsi terhadap dampak krisis global semakin tercermin dari

tingginya penyerapan anggaran pada pos belanja Subsidi, Hibah dan Bantuan Sosial.

Pemerintah provinsi telah mengeluarkan dana sebesar Rp 871,7 juta untuk Belanja subsidi

yang sebelumnya tidak ditargetkan. Untuk belanja Hibah, anggaran yang telah teralisasi

mencapai Rp 30,31 milyar atau 67,4%. Sementara untuk belanja Bantuan Sosial sebesar Rp

35,98 milyar, yang berarti 54,1% dari target yang ditetapkan.

Adapun realisasi belanja konsumsi pemerintah tergolong cukup optimal. Total belanja

Barang dan Jasa sampai dengan bulan Juni 2009 diperkirkan sebesar Rp 164,33 milyar atau

48,3%. Di lain pihak, pengeluaran investasi pemerintah belum proporsional dengan tingkat

realisasi sebesar 32,8%. Secara keseluruhan, pos belanja tidak langsung menyerap 37,3%,

sedangkan pos belanja tidak langsung baru terealisasi sekitar 39,6% dari target masing-

masing yang ditetapkan untuk tahun 2009. Belum optimalnya tingkat realisasi disebabkan

beberapa proyek yang belum terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

4.4. BERITA PERKEMBANGAN APBD PEMERINTAHAN KOTA/KABUPATEN LAINNYA

Penerimaan APBD kota Batam tahun 2009 diperkirakan minus sekitar Rp 18 miliar

setelah beberapa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait pemasukan dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum mendapat persetujuan dari Legislatif. Ranperda tersebut

antara lain rancangan penerimaan dari retribusi Reklame, Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

Menara Tower Terpadu (MTT), dan sumber lainnya. Tertundanya pengesahan disebabkan

beberapa faktor teknis seperti belum selesainya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW), fatwa planologi, dan tarif retribusi bangunan yang belum

disepakati. Dari target penerimaan di pos APBD, sektor MTT seharusnya dapat memberi

pemasukan sekitar Rp 5 miliar, target dari izin IMB sekitar Rp 7 miliar, izin retribusi dari Dinas

KP2 sekitar Rp 4,7 miliar, izin pengelolaan limbah Rp700 juta, dan izin reklame rencananya

menuyumbang pemasukan sekitar Rp 1,7 miliar.

Terkait pembangunan infrastruktur jalan di Kota Batam, Pemerintah Kota (Pemko)

Batam merespons keluhan berbagai pihak dengan secara langsung melakukan pembenahan

dan pembangunan di lokasi-lokasi yang memang sudah dialokasikan dalam perencanaan

pembangunan tahun 2009. Untuk mengatasi kerusakan jalan seluruh Batam, Pemko

menganggarkan dana sebesar Rp 108 miliar yang terdiri dari pengendalian banjir dan

pembangunan drainase di delapan lokasi dengan anggaran sebesar Rp14,711 miliar. Delapan

lokasi tersebut adalah bangunan pelintas di Jalan Soeprapto, Perumahan Villa Mukakuning,

Saluran sekunder Sagulung Sentosa, bangunan pelintas dan saluran kawasan Muka Kuning

Page 54: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

60

(MKGR), bangunan pelintas belakang Pandawa, Saluran Sekunder kavling Sagulung Berseri,

Drainase Bengkong Asrama PLTD, RW 10, Drainase perum Putri, Batuaji, serta bangunan

pelintas depan DC Mall Jodoh.

Bila melihat dari tingkat penyerapan anggaran historis, kota Batam yang diharapkan

menjadi lokomotif pertumbuhan provinsi Kepulauan Riau tidak pernah mencapai tingkat

realisasi optimal sejak tahun 2002. Penyerapan anggaran belanja rata-rata hanya sebesar

85,2%. Di tahun 2008, dari target APBD yang telah disahkan sebesar Rp 858 milyar

diperkirakan hanya terserap sekitar 86,7%.

Sementara itu untuk Kabupaten Bintan, APBD Tahun Anggaran 2009 yang disahkan

mencapai Rp 693,87 milyar. Namun berdasarkan kemampuan pendapatannya diperkirakan

hanya terkumpul sekitar Rp 500,29 miliar. Karena itu APBD Bintan 2009 mengalami defisit

sampai Rp 193 miliar. Untuk menutup defisit tersebut digunakan dana Silpa pada APBD 2008

lalu yang jumlahnya mencapai Rp 195,58 miliar. Besarnya dana Silpa historis dimana pada

tahun 2007 juga tersisa sebesar Rp 187 miliar dan di tahun 2006 mencapai lebih dari Rp 100

miliar menunjukkan rendahnya daya serap pembangunan kabupaten yang berpenduduk

sekitar 130 ribu jiwa ini.

Prioritas pembangunan daerah pada tahun anggaran 2009 ini akan diarahkan kepada

percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur serta peningkatan aksesibilitas dan

kualitas pendidikan masyarakat, serta bidang kesehatan guna menanggulangi kemiskinan

pada hampir 75% masyarakatnya yang berada di daerah pedesaan. Selain peningkatan

pembangunan ekonomi masyarakat, pengalokasian anggaran dalam APBD 2009 juga

diprioritaskan untuk percepatan pembangunan ibukota, pembangunan fisik kantor Bupati

dan DPRD Bintan (pola multi years) serta sejumlah perkantoran dinas dan badan. Pemantapan

Sumber : DJPK dan BPS Kepulauan Riau (diolah)

Grafik 4.5. Tingkat Penyerapan Anggaran Belanja & Kontribusi thp PDRB Kepulauan Riau

Page 55: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

61

kinerja pemerintahan daerah guna peningkatan pelayan publik, perbaikan perilaku

masyarakat dan penguatan budaya daerah juga menjadi skala prioritas yang menjadi

perhatian.

Penanganan kemiskinan yang akan dijalankan dengan pola pemberdayaan ekonomi

masyarakat mengacu pada banyaknya kantung-kantung kemiskinan di wilayah Bintan, antara

lain berada di Teluk Bintan, Mantang dan Kecamatan Bintan Pesisir.

Sedangkan bagi Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai wilayah pemekaran baru,

Total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perdana yang disahkan mencapai Rp

270,9 miliar. APBD tersebut terdiri atas anggaran belanja langsung sebesar Rp 111,3 miliar

atau 41,14% dari total APBD, sedangkan untuk belanja langsung dialokasikan sekitar Rp 159

Miliar (58,86%).

Porsi belanja langsung atau belanja proyek yang relatif lebih besar disesuaikan

dengan tujuan awal pembangunan Anambas untuk mengutamakan pembangunan

infrastruktur. Lebih rinci, alokasi terbesar diberikan untuk wilayah Siantan yang mencapai

23,4% dari anggaran. Alokasi ini khususnya untuk membangun Siantan sebagai Ibukota

Anambas sesuai dengan amanat Undang-undang. Sedangkan untuk Jemaja, alokasi dana

pembangunan infrastuktur akan diberikan sebesar 15,8%. Sementara untuk Kecamatan

Siantan Tengah, Pemerintah Kabupaten akan mengalokasikan dana sebesar 12,4%, dan

Kecamatan Siantan Selatan dialokasikan sekitar 10,8%, serta terakhir pembangunan

kecamatan Siantan Timur dikucurkan dana sebesar 10,9% dari total anggaran belanja

langsung.

Untuk sektor yang pembangunan yang akan didahulukan mengacu kepada

kebijakan provinsi dimana sektor pendidikan menjadi prioritas. Setelah sektor pendidikan,

prioritas lainnya adalah sektor kesehatan serta sektor infrastruktur dan bangunan.

Secara keseluruhan, penyerapan APBD di wilayah Kepualauan Riau diperkirakan

mengalami deviasi dari target proporsional yang seharusnya. Kondisi ini salah satunya

disebabkan karena tertundanya pengesahan APBD yang sangat lazim terjadi, akibat

prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah

ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya

penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada

kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap

review sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan.

Page 56: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

62

Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir Desember

untuk tahun anggaran yang dimulai bulan Januari, namun pihak Eksekutif baru mengajukan

rancangan anggaran kepada pihak Legislatif (DPRD) pada bulan Pebruari. Sementara itu

DPRD membutuhkan paling tidak dua bulan untuk review rancangan anggaran tersebut guna

memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat.

Konsekuensinya, pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek dengan

tepat waktu. Kualitas beberapa proyek menjadi jauh berkurang jika keterlambatan

pengesahan anggaran menyebabkan tidak tersedianya waktu yang memadai untuk

merencanakan dan melakukan proyek bersangkutan. Untuk mempercepat proses

pengesahan anggaran, baik pihak legislatif maupun eksekutif harus melakukan pendekatan

yang tegas dalam menerapkan langkah-langkah yang diperlukan bagi penyelesaian proses

APBD secara efisien dan tepat waktu.

Page 57: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

63

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

5.1. PENGEDARAN UANG KARTAL

Perkembangan aliran uang yang masuk (inflow) dan keluar (outflow) Kantor

Bank Indonesia Batam pada triwulan II 2009 ditandai dengan angka outflow yang

mengalami peningkatan namun angka inflow menunjukkan trend penurunan. Pada

triwulan II 2009 terjadi outflow sebesar Rp759,19 miliar atau naik sebesar Rp176,65

miliar (30,30%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp Rp582,64

miliar.

Sementara itu inflow ke Kantor Bank Indonesia Batam tercatat sebesar

Rp61,73 milyar atau mengalami penurunan sebesar Rp103,68% (62,68%)

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp165,41 miliar.

Sehingga melanjutkan trend sebelumnya dimana Kantor Bank Indonesia Batam selalu

mengalami outflow, pada triwulan laporan net outflow tercatat sebesar Rp697,46

miliar. Hal ini merupakan sesuai dengan pola outflow di KBI Batam yang selalu

mengalami penurunan di triwulan awal tahun dan kemudian mulai menunjukkan

peningkatan di triwulan-triwulan berikutnya. Penarikan tertinggi biasanya terjadi di

triwulan akhir tahun yang biasanya bertepatan dengan tahun baru dan perayaan hari

raya keagamaan (Natal dan Imlek).

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow Outflow

Page 58: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

64

Tabel 5.1 Perkembangan Uang Kartal (dalam milyar rupiah)

KETERANGAN 2007 2008 2009

Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II

Inflow 47,68 214,06 59,97 60,95 64,57 278,55 165,41 61,73

Outflow 851,82 1.208,18 405,16 791,49 1.527,09 1.496,47 582,64 759,19

Net 804,14 994,12 345,19 730,54 1.462,53 1.217,92 417,23 697,46 Sumber: Bank Indonesia

5.1.1. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Peracikan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) merupakan salah satu upaya yang

dilakukan oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan uang bersih (clean

money policy) yaitu Bank Indonesia senantiasa menyediakan uang rupiah dalam

kondisi yang layak kepada masyarakat. Di samping itu, Bank Indonesia juga

memberikan pelayanan kepada perbankan dan masyarakat untuk kegiatan setoran,

penarikan dan penukaran untuk pecahan besar ke pecahan kecil serta untuk uang

rupiah lusuh. Selama triwulan II 2009, jumlah UTLE yang diracik di KBI Batam

Rp34,08 milyar atau mengalami penurunan sebesar Rp4,45 miliar (11,55%)

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp38,53 miliar.

Penurunan jumlah UTLE yang diracik oleh KBI Batam berbanding lurus dengan

penurunan inflow yang berasal dari setoran bank-bank yang berada di wilayah

Provinsi Kepulauan Riau.

Grafik 5.2. Perkembangan UTLE

Page 59: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

65

5.2. LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL

5.2.1. Kliring Lokal

Untuk wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam, terdapat 3 (tiga) wilayah

kliring lokal, yaitu: di Kantor Bank Indonesia Batam untuk wilayah Kota Batam, PT.

Bank Mandiri untuk wilayah Tanjung Pinang, dan PT. BNI untuk wilayah Tanjung Balai

Karimun.

Nilai transaksi melalui sistem kliring lokal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau

pada triwulan II 2009 mencapai Rp2,55 triliun dengan jumlah warkat sebanyak

105.943 lembar. Nilai total kliring tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,59 triliun dengan jumlah warkat sebanyak

101.670 lembar.

Sementara itu, penolakan Cek/BG kosong di wilayah kerja KBI Batam pada

triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp56,45 milyar dengan jumlah warkat sebanyak

2.036 lembar. Jumlah ini relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp56,98 miliar dengan jumlah warkat 1.812 lembar.

Tabel 5.2 – Perkembangan Kliring Lokal

Keterangan 2008 2009

Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2

Perputaran Kliring Lembar 104.027 108.574 111.429 102.838 101.670 105.943

Nominal (Rp Miliar) 2.456 2.719 2.964 2.742 2.597 2.549 Penolakan Cek/BG Kosong

Lembar 1.873 1.770 1.986 2.160 1.812 2.036 Nominal (Rp Miliar) 47,16 71,27 49,34 56,80 56.98 56,45

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.3. Perputaran Kliring

Grafik 5.4. Penolakan Cek/BG Kosong

Page 60: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

66

5.2.2. Transaksi BI-RTGS

Transaksi masyarakat melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross

Settlement (RTGS) di Provinsi Kepulauan Riau baik secara nominal maupun sencara

volume masih didominasi transaksi yang terjadi di Kota Batam. Transaksi BI-RTGS

selama triwulan II 2009 yang berasal dari Kota Batam tercatat sebesar Rp4,66 triliun

atau 82,79% dari total seluruh transaksi BI-RTGS yang berasal dari Provinsi

Kepulauan Riau. Sedangkan transaksi yang berasal dari Kabupaten Tanjung Balai

Karimun dan Kota Tanjung Pinang masing-masing tercatat sebesar Rp407,96 milyar

dan Rp561,85 milyar dengan share masing-masing 7,24% dan 9,97%.

Sementara itu, transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Batam selama triwulan II

2009 tercatat sebesar Rp6,11 triliun atau 84,49% dari seluruh transaksi BI-RTGS yang

masuk ke Provinsi Kepulauan Riau. Transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kabupaten

Bintan tercatat sebesar Rp2,66 triliun dengan share 0,04%. Sementara itu transaksi

BI-RTGS yang masuk ke Kabupaten Natuna tercatat sebesar Rp35,35 miliar dengan

share sebesar 0,49%. Sedangkan transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Tanjung

Pinang dan Kabupaten Tanjung Balai tercatat sebesar Rp307,89 miliar dan Rp777,09

miliar dengan share masing-masing sebesar 4,25% dan 10,74%.

Tabel 5.3 Perkembangan BI-RTGS Tw. I 2009

Region FROM TO FROM - TO

Nilai Volume

Nilai Volume

Nilai Volume

(Milyar Rp) (Milyar Rp) (Milyar Rp) BATAM 4.663,74 9.168 6.115,56 12.372 2.992,78 4.967 BINTAN - - 2,66 23 - - NATUNA - - 35,35 51 - -

TANJUNG BALAI 407,96 1.459 307,89 873 25,60 44 TANJUNGPINANG 561,85 995 777,09 1.321 358,29 675

Sumber: Bank Indonesia

5.3. UANG PALSU

Jumlah uang rupiah palsu yang dilaporkan ke Bank Indonesia Batam pada

triwulan II 2009 berjumlah Rp2.030.000,00 dengan jumlah lembar sebanyak 37

lembar. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan I

2009 yang tercatat sebesar Rp1.180.000,00 dengan jumlah lembar sebanyak 20

lembar.

Page 61: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

67

Tabel 5.4. Perkembangan Uang Palsu

Pecahan Tw. I 2009 Tw. II 2009

Nominal Lembar Nominal Lembar 100.000 500.000 5 500.000 5

50.000 650.000 13 1.500.000 30

20.000 20.000 1 20.0000 1

10.000 10.000 1 10.000 1

5.000 - - - - 1.000 - - - -

1.180.000 20 2.030.000 37 Sumber: Bank Indonesia

Berdasarkan jenis pecahan, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp100.000,00

dilaporkan sebanyak 5 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp50.000,00

dilaporkan sebanyak 30 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp20.000,00

dilaporkan sebanyak 1 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp10.000,00

dilaporkan sebanyak 1 lembar.

Diagram 5.1. Prosentase Pecahan Uang Palsu

Terkait dengan uang palsu yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia Batam

terus melakukan berbagai upaya untuk menekan peredarannya, antara lain dengan

melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan

(perbankan, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum). Selain itu, Kantor Bank

Indonesia Batam juga memasang iklan layanan masyarakat tentang ciri-ciri keaslian

uang rupiah di beberapa media, salah satunya adalah di bioskop yang ada di Kota

Batam.

Nominal  Lembar

Page 62: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

68

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

6.1. KETENAGAKERJAAN

Sampai dengan bulan Februari 2009 jumlah angkatan kerja di Provinsi

Kepulauan Riau mencapai 666.000 orang atau mengalami peningkatan sebanyak

2.510 orang (0,38%) dibandingkan bulan Agustus 2009. Dari total agkatan kerja

pada Februari 2009 tersebut sebanyak 616.273 orang telah bekerja atau mengalami

peningkatan sebanyak 3.606 orang (0,59%) terhadap bulan Agustus 2008. Sebagai

catatan, data ketenagakerjaan dirilis oleh Badan Pusat Statistik setahun dua kali yaitu

bulan Februari dan Agustus.

Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional sampai dengan Februari

2009 52.237 orang tercatat sebagai pengangguran atau mengalami penurunan

sebanyak 1.096 orang (2,06%). Tingkat pertumbuhan orang yang bekerja yang lebih

tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan

pengangguran ini menunjukkan lapangan kerja yang ada di Provinsi Kepulauan Riau

masih dapat menampung angkatan kerja meskipun belum maksimal.

Sumber : BPS data diolah 

Grafik 6.1. Perkembangan Penduduk Angkatan Kerja

Grafik 6.2. Perkembangan Penduduk Bukan Angkatan Kerja

Page 63: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

69

Jumlah bukan angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan

Februari 2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Agustus 2008. Jumlah

bukan angkatan kerja mengalami peningkatan sebanyak 22.143 orang (6,48%)

sehingga tercatat sebanyak 363.914 orang. Peningkatan jumlah bukan angkatan

kerja terutama disebabkan karena terjadinya peningkatan bukan angkatan kerja yang

mengurus rumah tangga mengalami kenaikan sebesar 13.304 orang (5,34%)

dibandingkan data Agustus 2008. Sedangkan jumlah penduduk yang masih sekolah

mengalami peningkatan sebesar 4.945 orang (8,16%).

Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Seminggu yang Lalu

URAIAN Feb.’07 Agt.’07 Feb.’08 Agt.’08 Feb.’09

Angkatan kerja

Bekerja 583.155 535.797 597.159 612.667 616.273

Pengangguran 56.708 53.077 55.378 53.333 52.237

Total 639.863 588.874 652.537 666.000 668.510

Bukan Angkatan Kerja

Sekolah 67.247 75.895 72.455 60.596 65.541

Mengurus RT 192.966 234.848 240.225 249.224 262.528

Lainnya 23.486 34.059 29.314 31.951 35.845

Total 293.699 344.802 341.994 341.771 363.914 Sumber : BPS, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2006,2007,2008

Tingkat partisipasi angkatan kerja sampai dengan Februari 2009 mengalami

penurunan dibandingkan dengan Agustus 2008. Jika pada Agustus 2008 tingkat

partisipasi angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 66,09%, maka

pada Februari 2009 tingkat partisipasi angkatan kerja tersebut mengalami penurunan

menjadi sebesar 64,75%.

Page 64: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

70

Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2009 mengalami

penurunan dibandingkan dengan Agustus 2008. Pada Februari 2009 tingkat

pengangguran terbuka tercatat sebesar 7,81%, lebih rendah dibandingkan dengan

tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2008 yang tercatat sebesar 8,01%.

Dilihat dari lapangan usahanya, jumlah pekerja di Provinsi Kepulauan Riau

masih terkonsentrasi di sektor industri dengan total pekerja sebanyak 223.902 orang

atau 36,33% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Penduduk yang bekerja di

sektor ini mengalami peningkatan sebanyak 3.487 orang atau 4,30% dibandingkan

bulan Agustus 2008. Sektor yang cukup dominan dalam menyerap pekerja

berikutnya adalah sektor perdagangan dengan jumlah pekerja sebanyak 99.241

orang (16,10%). Pekerja di sektor ini pada bulan Februari 2009 mengalami

penurunan sebanyak 25.579 (20,49%) dibandingkan bulan Agustus 2008.

Sementara itu sektor jasa kemasyarakatan menyerap tenaga kerja sebanyak

97.634 orang (15,84%). Jumlah pekerja pada sektor ini mengalami peningkatan

6.314 orang (6,91%) dibandingkan dengan Agustus 2008. Sedangkan sektor

pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 84.626 orang atau 13,73% dari total

pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Pekerja di sektor ini pada bulan Februari 2009

mengalami peningkatan sebanyak 3.487 orang (4,30%) dibandingkan Agustus 2008.

Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Sumber : BPS data diolah 

Page 65: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

71

Menurut status pekerjaan utamanya, jumlah penduduk berusia di atas 15

tahun di Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar berkerja sebagai karyawan dengan

jumlah 374.251 orang atau 60,73% dari total penduduk yang bekerja di Provinsi

Kepulauan Riau. Jumlah karyawan pada bulan Februari 2009 mengalami peningkatan

sebanyak 25.640 orang (7,35%) dibandingkan bulan Agustus 2008. Sedangkan

penduduk yang bekerja sebagai wiraswasta tercatat sebanyak 135.220 (21,94%)

atau mengalami penurunan sebanyak 14.916 orang (9,93%).

Grafik 6.5. Perkembangan Pekerja menurut Status 

Diagram 6.2. Share Pekerja menurut Status 

Sumber : BPS data diolah  

Grafik 6.4. Perkembangan Pekerja Sektoral

Diagram 6.1. Share Pekerja Sektoral

Sumber : BPS data diolah 

Grafik 6.5. Perkembangan Pekerja menurut Status

Diagram 6.2. Share Pekerja menurut Status

Page 66: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

72

6.2. KESEJAHTERAAN

6.2.1. Kemiskinan

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau sampai

dengan posisi Maret 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi yang

sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau pada

Maret 2009 tercatat sebesar 128.210 orang atau mengalami penurunan sebesar

8.190 orang (6%). Sedangkan prosentase penduduk miskin pada tahun 2009 juga

mengalami penurunan sebesar 0,91% menjadi 8,27% dibandingkan tahun

sebelumnya yang tercatat sebesar 9,18%.

Jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan mengalami

penurunan sebesar 1.470 orang (2,19%) menjadi 65.630 ribu orang dibandingkan

tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 67.140 orang. Sedangkan jumlah penduduk

miskin yang tinggal di perkotaan tercatat 62.580 orang atau mengalami penurunan

6.620 orang (9,57%) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 69.200

orang

Sumber : BPS data diolah

Grafik 6.6. Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau

Page 67: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

73

Tabel 6.2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau

Indikator Perkotaan Pedesaan Total

2008 2009 2008 2009 2008 2009

Jumlah Penduduk Miskin (000 org) 69,22 62,58 67,14 65,63 136,36 128,21

Presentase Penduduk Miskin 8,81 7,63 9,60 8,98 9,18 8,27

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

6.2.2. Perubahan Garis Kemiskinan

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis

kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran

per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Pada tahun 2009 garis kemiskinan di

Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan 8,29% menjadi Rp283.965,00 per

kapita per bulan dibandingkan dengan tahun 2008 yang tercatat Rp262.232 per

kapita per bulan. Pada periode yang sama garis kemiskinan daerah perkotaan

mengalami peningkatan sebesar 6,45% sedangkan garis kemiskinan di wilayah

pedesaan mengalami peningkatan sekitar 10,86%.

Tabel 6.3. Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)

Indikator Perkotaan Pedesaan Total

2008 2009 2008 2009 2008 2009

Makanan 190 752 203 114 176 030 194 404 183 815 199 011

Bukan Makanan 98 789 105 096 55 551 62 339 78 417 84 954

Total 289 541 308 210 231 581 256 742 262 232 283 965

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM),

terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan

komoditi bukan makanan. Peranan GKM terhadap GK pada tahun 2009 tercatat

sebesar 70,08% atau mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan perananan

pada tahun 2008 yang tercatat sebesar 70,10%. Penurunan tersebut dipengaruhi

Page 68: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

74

oleh turunnya peranan GKM terhadap GK di pedesaan yang turun dari 76,01%

menjadi 75,72%.

Komoditi makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras.

Pada bulan Maret 2009, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan

sebesar 37,7 % di perdesaan dan 23,6 % di perkotaan. Selain beras, barang-barang

kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah

gula pasir (8,4% di perdesaan, 4,4% di perkotaan), mie instan (5,7% di perdesaan, 4,2

% di perkotaan), telur (3,8% di perdesaan, 5,9% di perkotaan) dan minyak goreng

(1,2% di perdesaan, 1,4% di perkotaan).

Tabel 6.4. Peranan Komoditi terhadap Garis Kemiskinan

Komoditi Perdesaan (%) Perkotaan (%)

Makanan a. Beras 37,7 23,6 b. Gula Pasir 8,4 4,4 c. Mie Instan 4,2 5,7 d. Telur 3,8 5,9 e. Minyak goreng 1,2 1,4 Non Makanan a. Perumahan 31,9 27,0 b. Listrik 7,9 12,5 c. Angkutan 11,1 8,0 d. Minyak Tanah 5,0 6,0

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang

cukup besar terhadap Garis Kemiskinan yaitu 31,9% di pedesaan dan 27% di

perkotaan. Biaya yang dikeluarkan untuk listrik sebesar 12,5% , angkutan 8% dan

minyak tanah 12,5% mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah

perkotaan. Sementara itu, di perdesaan pengaruh untuk komoditi bukan makanan

menunjukkan perbedaan yang cukup besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan,

terutama untuk perumahan dan angkutan.

Page 69: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

75

6.2.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan Dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase

penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman

dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk

miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat

kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menunjukkan

kecenderungan menurun dibandingkan tahun sebelumnya dan Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat dibandingkan periode

2008. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,07 menjadi 2,02. Hal yang berbeda

terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan yang naik dari 0,72 menjadi 0,77 pada

periode yang sama (Tabel 3). Penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan

mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin

mendekati garis kemiskinan. Sedangkan kenaikan Indeks Keparahan Kemiskinan

mengindikasikan bahwa rata-rata dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin

semakin melebar.

Grafik 6.7. Share Makanan terhadap Garis Kemiskinan

Grafik 6.8. Share Bukan Makanan terhadap Garis Kemiskinan

Sumber : BPS data diolah  

Page 70: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

76

Tabel 6.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2)

Tahun Kota Desa Kota + Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2008 1,88 2,29 2,07

Maret 2009 2,75 1,20 2,02

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2008 0,59 0,87 0,72

Maret 2009 1,19 0,30 0,77 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Indeks Kedalaman Kemiskinan daerah perkotaan naik dari 1,88 pada tahun

2008 menjadi 2,75 pada 2009. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan juga

mengalami kenaikan, dari 0,59 pada tahun 2008 menjadi 1,19 pada tahun 2009. Hal

ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perkotaan

cenderung makin menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran

penduduk miskin daerah perkotaan semakin membesar.

Indeks Kedalaman Kemiskinan daerah perdesaan turun dari 2,29 pada tahun

2008 menjadi 1,20 pada tahun 2009. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan

mengalami penurunan yang signifikan, yaitu dari 0,87 pada tahun 2008 menjadi 0,30

Sumber : BPS data diolah  

Grafik 6.9. Share Makanan terhadap Garis Kemiskinan

Grafik 6.10. Share Bukan Makanan terhadap Garis Kemiskinan

Page 71: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

77

pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk

miskin daerah perdesaan cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan

ketimpangan pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan semakin berkurang.

Pada tahun 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan

Kemiskinan daerah perdesaan lebih kecil dari perkotaan. Dapat disimpulkan bahwa

rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan lebih dekat dari garis

kemiskinan dibanding perkotaan daerah, dan ketimpangan pengeluaran penduduk

miskin perdesaan lebih menyempit dibanding daerah perkotaan.

Page 72: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

78

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL

Sentimen positif dari faktor eksternal cukup membayangi perkiraan kondisi ekonomi

Kepulauan Riau ke depan. Beberapa negara telah merevisi proyeksi ekonominya menjadi

lebih optimis setelah di kuartal II 2009 memperlihatkan laju kontraksi yang melambat. IMF

bahkan memperkirakan Cina dan India berpeluang pulih lebih cepat menyusul pencairan

dana stimulus makroekonomi dan masuknya arus modal lebih cepat dari harapan. Adapun

Singapura, sebagai mitra dagang terbesar provinsi ini juga menunjukkan tanda-tanda

pembalikan dari resesi terbesar yang pernah terjadi sejak kemerdekaannya pada tahun 1965.

Pemerintah Singapura mengkoreksi pertumbuhan ekonomi tahun 2009 menjadi sekitar 4% -

6%, lebih optimis dibanding prediksi sebelumnya yang mencapai -9%.

Kondisi tersebut diharapkan mendorong permintaan ekspor dan konsumsi Kepulauan

Riau di triwulan III 2009 mendatang. Sejalan dengan itu, output yang dihasilkan dari sektor

industri dan perdagangan diperkirakan mengalami laju kontraksi yang semakin melambat.

Sumber : www.marketvector.com

Grafik 7.4. Proyeksi Harga Gas Alam Internasional

Grafik 7.3. Proyeksi Harga Minyak Mentah WTI

Sumber : www.marketvector.com

proyeksi proyeksi 

Grafik 7.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

terhadap US Dollar dan Singapore Dollar

Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia Sumber : IMF & berbagai sumber

Grafik 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat dan Singapura

proyeksi 

Page 73: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

79

Sementara laju inflasi dipastikan semakin menurun didukung stabilitas nilai tukar

Rupiah dan harga komoditas internasional selama periode mendatang. Tekanan di sisi supply

diperkirakan berkurang dengan semakin lancarnya arus barang dan kondisi cuaca yang relatif

baik selama triwulan mendatang.

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI

Perlambatan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan III 2009 diperkirakan melandai

pada kisaran -0,39% s/d. 0,26% (y-o-y). Optimisme lebih dipengaruhi oleh kondisi ekstenal

yang mulai menunjukkan pemulihan dari krisis global. Namun demikian, ketidakpastian

kondisi permintaan global masih membayangi perkiraan di triwulan mendatang, tercermin

dari level kontraksi yang cukup besar dibanding triwulan sebelumnya. Perekonomian

sepanjang tahun 2009 diproyeksi bergerak antara -0,2% sampai dengan 1%.

Determinan penguatan ekonomi diperkirakan berasal daya beli masyarakat yang

semakin pulih disertai peningkatan konsumsi pemerintah menjelang akhir tahun. Selain itu,

kinerja ekspor juga diproyeksi membaik merespon arah recovery perekonomian global.

III IV I* II**

KOMPONEN PENGGUNAAN1. Konsumsi Rumah Tangga 18.59% 17.45% 11.42% 12.58% 12.59% − 13.24%2. Konsumsi Lembaga Swasta 11.94% 13.91% 30.78% 28.91% 17.48% − 18.12%3. Konsumsi Pemerintah 9.15% 13.01% 7.11% 8.83% 9.61% − 10.25%4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 31.22% 25.72% 16.31% 7.60% 5.59% − 6.24%5. Ekspor Barang dan Jasa 0.60% -1.39% -5.50% -2.15% -2.19% − -1.55%6. Impor Barang dan Jasa 23.46% 19.57% 16.42% 16.77% 16.46% − 17.10%

SEKTOR EKONOMI1. Pertanian 2.18% -0.72% 0.08% -0.29% -0.24% − 0.40%2. Pertambangan & Penggalian -2.85% -3.09% -1.29% -1.04% -1.28% − -0.64%3. Industri Pengolahan 4.67% 1.78% -2.66% -2.94% -2.67% − -2.02%4. Listrik, Gas & Air Bersih 5.12% 1.65% -0.73% -0.66% -0.68% − -0.03%5. Bangunan 28.52% 24.03% 14.81% 13.65% 13.42% − 14.06%6. Perdagangan, Hotel & Restoran 8.36% 2.21% -0.87% -0.38% -0.47% − 0.18%7. Pengangkutan & Komunikasi 13.84% 9.64% 5.71% 5.40% 4.69% − 5.34%8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 9.59% 7.10% 6.12% 5.46% 5.09% − 5.73%9. Jasa-Jasa 14.77% 10.36% 8.29% 9.12% 8.86% − 9.51%

P D R B 6.52% 3.05% -0.35% -0.44% -0.39% − 0.26%

2009III (P)

2008

Laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga diperkirakan meningkat dari 12,58% di

triwulan II menjadi sekitar 12,59% - 13,24%. Kondisi ini didorong oleh kenaikan

pengeluaran masyarakat selama musim liburan sekolah dan perkuliahan yang jatuh antara

bulan Juni sampai dengan Agustus 2009. Selain itu pemulihan daya beli akan semakin terasa

seiring tren penguatan nilai tukar Rupiah. Sementara itu berakhirnya pemilihan umum akan

Tabel 7.1.Proyeksi Laju Pertumbuhan Triwulan III 2009

berdasarkan Sektor Ekonomi & Komponen Penggunaan

Sumber : Bank Indonesia Batam, Juli 2009

Page 74: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

80

mempengaruhi penurunan laju pertumbuhan Konsumsi Swasta Nirlaba yang diproyeksi

sekitar 17,48% - 18,12%. Sedangkan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di triwulan III 2009

diestimasi antara 9,61% -10,25%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya

yang diperkirakan sebesar 8,83%. Pencairan anggaran belanja dipastikan meningkat

menutupi rendahnya tingkat penyerapan anggaran periode berjalan, serta rencana realisasi

beberapa proyek pembangunan/pemeliharaan yang dibiayai oleh APBD.

Penetapan status Batam, Bintan dan Karimun sebagai kawasan FTZ (Free Trade Zone)

memberi sinyal positif bagi para investor yang akan berinvestasi di wilayah Kepulauan Riau.

Komitmen investasi berpeluang tumbuh memasuki semester II 2009 ini, namun belum diikuti

oleh meningkatnya realisasi dalam bentuk investasi fisik. Laju perlambatan Investasi PMTB

diperkirakan berlanjut menjadi sekitar 5,59% - 6,24%, relatif melandai dibanding triwulan II

yang tumbuh 7,6%. Beberapa proyek investasi domestik seperti pembangunan pusat

pemerintahan di Pulau Dompak, pembangunan Hotel Aston Internasional, Apartemen

Harmony One, Batam City Condominium, serta beberapa proyek perumahan residensial

merupakan faktor penopang pertumbuhan investasi di triwulan mendatang.

Adapun kontraksi pertumbuhan ekspor Kepulauan Riau diperkirakan semakin

mengecil dengan level penurunan antara 2,19% - 1,55%. Membaiknya kinerja ekspor

terutama dipengaruhi oleh optimisme proyeksi ekonomi Singapura dan Amerika Serikat

sebagai pangsa ekspor terbesar provinsi ini. Berbagai konsensus dan survei mengkonfirmasi

hal tersebut. Sedangkan di tingkat domestik, optimisme terlihat dari tren kenaikan jumlah

bongkar-muat kontainer di pelabuhan FTZ pada bulan Juni 2009, baik untuk tujuan domestik

maupun internasional.

Grafik 7.5. Aktivitas Peti Kemas Domestik

Grafik 7.6. Aktivitas Peti Kemas Internasional

Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batam Ket.: Pelabuhan Batam meliputi pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.

Page 75: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

81

Respon di sektor riil ditandainya dengan bergeraknya sektor-sektor utama yang

menopang pembangunan ekonomi di Kepulauan Riau. Tumbuhnya konsumsi dan ekspor

mendorong peningkatan kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel dan

Restoran, serta sektor Bangunan, meski kenaikannya diperkirakan masih sangat terbatas. Hal

tersebut cukup dipengaruhi oleh ketidakpastian sektor eksternal antara lain terlihat dari hasil

survei Hudson terhadap kondisi ekonomi Singapura kepada 700 eksekutif yang berasal dari

berbagai bidang. Secara keseluruhan, terdapat 26% responden yang optimis memandang

kondisi ekonomi ke depan, 60% berekspektasi kondisi ekonomi stagnan, sedangkan 14%

sisanya cenderung pesimis.

Output yang dihasilkan dari aktivitas Industri Manufaktur diperkirakan turun antara -

2,67% sampai -2,02% dibanding output di periode yang sama tahun 2008. Angka perkiraan

tersebut lebih optimis dibanding penurunan di triwulan II 2009 yang mencapai 2,94%.

Kinerja industri elektronik seperti perakitan komponen computer peripherals dan data

storage, industri kimia, serta di bidang precision engineering berpotensi meningkat menyusul

kenaikan output sektor manufaktur Singapura yang ditopang oleh sektor-sektor tersebut.

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran diproyeksi tumbuh antara -0,47% sampai

0,18%, lebih optimis dibanding triwulan II 2009 yang mengalami kontraksi mencapai 0,38%.

Meningkatnya aktivitas perdagangan cukup dikonfirmasi oleh indikator kenaikan arus barang

di pelabuhan FTZ-Batam.

Sementara kenaikan relatif output sektor Pertambangan dan Penggalian didorong

oleh proyeksi lifting minyak yang meningkat secara signifikan di bulan Agustus 2009.

Peningkatan produksi minyak sebagian besar disumbang dari blok Belanak dan blok Belida

milik Conoco Phillips, serta hasil eksplorasi minyak di lapangan Kerapu milik Star Energy.

Sumber : The Hudson Report - Singapore, Juli 2009

Diagram 7.1. Survei Ekspektasi Bisnis Q3-2009

Page 76: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

82

Adapun kinerja sektor bangunan di triwulan III 2009 berpeluang meningkat menyusul

berjalannya berbagai proyek konstruksi besar di wilayah Kepulauan Riau. Laju pertumbuhan

sektor Bangunan diperkirakan berkisar 13,42% - 14,06%, sedangkan di triwulan II diestimasi

sebesar 13,65%. Proyek konstruksi besar yang mulai berjalan adalah pembangunan jaringan

kabel serat optik laut dan darat yang menghubungkan Batam-Dumai dan Dumai-Malaka

sepanjang 380 km dengan nilai investasi mencapai US$ 40 juta. Selain itu masih terdapat

beberapa proyek konstruksi seperti pembangunan pusat pemerintahan Pulau Dompak, Hotel

Aston Internasional, Apartemen Harmony One, Batam City Condominium, apartemen

bersubsidi Batam Centre Park (BCP) - Tower C, Water Treatment Plan (WTP), dan pengerjaan

beberapa proyek infrastruktur pemerintah, serta properti residensial.

Sebaliknya output sektor Pengangkutan dan Komunikasi, serta sektor Keuangan

Persewaan dan Jasa Perusahaan diperkirakan cenderung stagnan di triwulan mendatang. Di

sektor angkutan, kondisi tersebut masih dipengaruhi oleh menurunnya industri pariwisata

akibat krisis ditambah isu flu A-H1N1. Sedangkan pertumbuhan industri keuangan Perbankan

Grafik 7.8. Perkembangan Lifting Minyak dan Gas Bumi

Provinsi Kepulauan Riau

Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi

Sumber : BPS Kepulauan Riau Sumber : SEKDA - BI

Grafik 7.9. Angka Ramalan Produksi

Padi, Jagung dan Kacang Tanah Grafik 7.10.

Perkembangan Ekpor Komoditas Ikan-ikanan dan Hasil Laut Lainnya

Grafik 7.7. Pertumbuhan GDP Singapura,

Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)

Sumber : MTI Singapore - Juli 2009 *) angka sementara

Page 77: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

83

diperkirakan masih tertahan akibat lambatnya penurunan suku bunga perbankan merespon

penurunan BI Rate sebesar 250 bps selama Januari – Juli 2009. Pertumbuhan kredit

diperkirakan baru berakselerasi di kuartal akhir tahun 2009.

Terakhir, sektor pertanian diproyeksi tumbuh antara -0,24% sampai dengan 0,4%.

Jika dibanding triwulan II yang berkontraksi 0,29%, meningkatnya hasil produksi pertanian

diperkirakan terjadi pada sub sektor tanaman pangan. Indikator ARAM (angka ramalan) dari

Badan Pusat Statistik memperlihatkan tren peningkatan produksi padi, jagung dan kacang

tanah selama bulan Mei – Agustus 2009. Selain itu juga didorong oleh aktivitas sub-sektor

perikanan sebagaimana diindikasikan oleh tren meningkatnya hasil ekspor ikan dan hasil-hasil

laut di akhir periode sebelumnya.

7.2. PROSPEK INFLASI   Memperhatikan kecenderungan pergerakan indikator ekonomi wilayah Provinsi

Kepulauan Riau serta berdasarkan pemantauan pada hal-hal yang dapat memberikan

pengaruh bagi pergerakan dimaksud seperti dampak musiman, pengaruh alam serta

perkembangan terkini mengenai perekonomian global triwulan II 2009, prospek inflasi pada

periode triwulan III 2009 di Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang diperkirakan tetap

mengalami kenaikan harga dengan level yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II

2009.

 

 

 

Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan tetap mengalami inflasi pada

kisaran 4,42% - 5,13% (yoy). Sementara itu inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada

Grafik 7.11 Estimasi Inflasi Umum Kota Batam

Page 78: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

84

pada kisaran 0,87% - 3,57% (ytd). Sementara itu inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan II

2009 diperkirakan akan mengalami kenaikan pada kisaran 8,21% - 9,42% (yoy). Sedangkan

inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada pada kisaran 1,17% - 2,49% (ytd).

7.1.2 Prospek Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang

Kelompok bahan makanan pada triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami

kenaikan harga di Kota Batam dengan angka inflasi rata-rata sekitar 0,26% - 0,37% (mtm)

setiap bulannya. Sementara itu untuk Kota Tanjung Pinang, rata-rata angka inflasi pada

triwulan III 2009 diperkirakan berada pada kisaran 1,32% -1,69% (mtm).

 

 

Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau di Kota Batam pada

triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami angka rata-rata inflasi pada kisaran 0,11% -

0,27% (mtm). Sedangkan untuk Kota Tanjung Pinang angka rata-rata inflasi sampai dengan

triwulan III 2009 inflasi diperkirakan akan berada pada kisaran 0,59% -0,68% (mtm).

Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar di Kota Batam pada triwulan

III 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,15% - 0,27%

(mtm). Sementara itu di Kota Tanjung Pinang diperkirakan angka rata-rata inflasi kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar antara 0,09% -0,13% (mtm). Sementara itu

rata-rata inflasi kelompok sandang di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan berada

pada kisaran 0,69% - 1,19% (mtm). Sedangkan di Kota Tanjung Pinang rata-rata inflasi

kelompok sandang pada triwulan III 2009 diperkirakan berada pada kisaran 0,45% - 0,54%

(mtm).

 

 

 

Grafik 7.12 Estimasi Inflasi Bahan Makanan

Grafik 7.13 Estimasi Inflasi Makanan Jadi

Page 79: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

85

Kelompok kesehatan di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan

mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,61% - 0,71% (mtm). Rata-rata angka inflasi

Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2009 diperkirakan akan berada pada kisaran 0,62% -

0,76% (mtm). Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga di Kota Batam pada triwulan III

2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata inflasi dengan kisaran 0,36% - 0,56% (mtm).

Sementara itu di Kota Tanjung Pinang kelompok ini diperkirakan akan mengalami inflasi

dengan rata-rata 0,01% - 0,03% (mtm). Kenaikan harga kelompok ini pada triwulan III 2009

diperkirakan akan disumbang oleh kelompok pendidikan terkait dibukanya tahun ajaran baru

tahun 2009 yang jatuh pada bulan Juli. Pada bulan tersebut diperkirakan kelompok

pendidikan akan mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan bulan-

bulan sebelumnya.

 

 

Kelompok tranportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Batam pada triwulan III

2009 diperkirakan akan terus melanjutkan trend kenaikan harga. Dampak dampak kebijakan

penurunan BBM oleh pemerintah sudah mulai tidak terasa pada triwulan III 2009. Pada

Grafik 7.14 Estimasi Inflasi Perumahan Grafik 7.15 Estimasi Inflasi Sandang

Grafik 7.16 Estimasi Inflasi Kesehatan Grafik 7.17 Estimasi Inflasi Pendidikan

Page 80: BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL · bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 

Triwulan II ‐ 2009 

 

86

tiwulan III 2009 kelompok ini di Kota Batam diperkirakan akan mengalami inflasi dengan

rata-rata 0,66% - 0,72% (mtm) setiap bulannya. Searah dengan yang terjadi di Kota Batam

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Tanjung Pinang diperkirakan

akan mengalami inflasi dengan kisaran 0,05% - 0,15% (mtm).

 

 

 

Grafik 7.18 Estimasi Inflasi Transportasi Kota Batam

Grafik 7.19 Estimasi Inflasi Transportasi Kota Tanjung Pinang