bab 1-2 dan 3

121
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah, tetapi bukan berarti tanpa risiko dan merupakan beban tersendiri bagi seorang wanita. Sebagian ibu hamil akan menghadapi kegawatan dengan derajat ringan sampai berat yang dapat memberikan bahaya terjadinya ketidaknyamanan, ketidakpuasan, kesakitan, kecacatan bahkan kematian bagi ibu dan bayinya. Hal ini dapat memicu semakin tingginya angka kematian ibu (AKI). Kasus kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong cukup tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000 kelahiran.Walaupun sebelumnya Indonesia telah mampu melakukan penurunan dari angka 300 per 100.000 kelahiran pada tahun 2014.Padahal berdasarkan Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goal (MDG), kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran (WHO, 2013). Dalam literatur demografi, AKI merupakan indikator yang menunjukkan banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan yang disebabkan karena kehamilannya atau 1

Upload: isti-yanuari

Post on 14-Sep-2015

19 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ketubam pecah dini

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah, tetapi bukan berarti tanpa risiko dan merupakan beban tersendiri bagi seorang wanita. Sebagian ibu hamil akan menghadapi kegawatan dengan derajat ringan sampai berat yang dapat memberikan bahaya terjadinya ketidaknyamanan, ketidakpuasan, kesakitan, kecacatan bahkan kematian bagi ibu dan bayinya. Hal ini dapat memicu semakin tingginya angka kematian ibu (AKI).Kasus kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong cukup tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000 kelahiran.Walaupun sebelumnya Indonesia telah mampu melakukan penurunan dari angka 300 per 100.000 kelahiran pada tahun 2014.Padahal berdasarkan Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goal (MDG), kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran (WHO, 2013).Dalam literatur demografi, AKI merupakan indikator yang menunjukkan banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab- sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup (BKKBN,2011). Secara sederhana, AKI mencerminkan besarnya resiko yang dihadapi oleh ibu selama kehamilan dan saat melahirkan. Kenaikan AKI, selain menunjukkan peningkatan kasus kematian ibu, juga menunjukkan kemungkinan besarnya resiko kematian yang dihadapi oleh ibu selama kehamilan dan saat melahirkan.Mengutip hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI,2012), menunjukkan bahwa: Persentase ibu hamil yang memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan meningkat dari 92% pada tahun 2002 menjadi 96% pada tahun 2012, Persentase ibu yang bersalin dengan bantuan tenaga kesehatan meningkat dari 66% pada tahun 2002 menjadi 83% pada tahun 2012, dan Persentase ibu yang bersalin di fasilitas kesehatan meningkat dari 40% pada tahun 2002 menjadi 63% pada tahun 2012.Menurut Depkes tahun 2008 jika dibandingkan AKI di Negara Singapura adalah 6 per 100.000 kelahiran hidup, AKI di Negara Malaysia mencapai 160/100.000 kelahiran hidup, AKI di Negara Vietnam sama seperti Negara Malaysia sudah mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei Darussalam 33 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara Indonesia sendiri AKI mencapai angka 228 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 yang dikutip dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) juga mengalami penurunan dari 35 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Walaupun sudah mengalami penurunan AKI dan AKB masih jauh dari target MDGs tahun 2015 yaitu untuk AKI 102 per 100.000 kelahiran hidup dan untuk AKB 23 per 100.000 kelahiran hidup sehingga diperlukan berbagai upaya untuk pencapaian target (Kemenkes RI, 2010).Upaya menurunkan angka kematian ibu didukung pula dengan meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi dan menurunkan unmed need yang dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (MDGs, 2008).Untuk mengurangi AKI dan AKB (Angka Kematian Bayi) maka diperlukan suatu penatalaksanaan pelayanan kesehatan yang baik selama kehamilan dan pada saat persalinan. Setiap kehamilan dapat menimbulkan resiko kematian ibu. Pemantauan dan perawatan kesehatan yang memadai selama kehamilan sampai masa nifas sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan bayinya. Dalam upaya mempercepat penurunan kematian ibu, Kementrian Kesehatan menekankan pada ketersediaan pelayanan kesehatan ibu di masyarakat (Riskesdas,2013).Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008). Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Sualman, 2009). Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukkan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh chlamydia trachomatis dan nescheria gonorrhea. Selain itu infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput amnion / ketuban yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam (Sualman, 2009).Kejadian ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa masalah bagi ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapat menyebabkan infeksi puerperalis / masa nifas, dry labour/partus lama, dapat pula menimbulkan perdarahan post partum, morbiditas dan mortalitas maternal, bahkan kematian (Cunningham, 2006). Risiko kecacatan dan kematian janin juga tinggi pada kejadian ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu. Dalam bukunya mengatakan penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan ketuban pecah dini kerumah sakit dan melahirkan bayi yang usia gestasinya > 37 minggu dalam 24 jam, dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin Winkjosastro (2006).Oleh karena itu, peran tenaga kesehatan khususnya perawat maternitas sebagai perawat profesional yang memberikan asuhan keperawatan pada ibu yang melahirkan, yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar baik fisik maupun psikososial dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan cara: Promotif seperti pemberian informasi untuk menambah pengetahuan calon ibu, seperti imunisasi, memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan bayi, kontrasepsi, perawatan perineum,dan manajemen laktasi seperti nutrisi ibu menyusui, perawatan payudara, ASI eksklusif, dan teknik menyusui. Memberikan pendidikan kesehatan tentang tanda-tanda ketuban pecah dini. Preventif seperti pencegahan terhadap komplikasi yang akan terjadi dengan memotivasi ibu untuk melakukan kontrol ANC (Antenatal Care) secara teratur untuk deteksi dini demi mencegah komplikasi yang akan terjadi seperti perdarahan serta melakukan pemeriksaan pasca partum seperti tekanan darah, nadi, tinggi fundus uteri, perineum, lokhea dan alat-alat kandungan. Kuratif dengan perawat dapat menganjurkan klien untuk meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter, motivasi klien untuk segera kontrol ulang jika terjadi perdarahan, adanya tanda-tanda infeksi, berkolaborasi dengan tenaga medis untuk memberikan therapi dan melakukan teknik aseptik saat melakukan prosedur tindakan pada ibu pasca partum terutama tindakan yang berkaitan dengan perawatan luka seperti luka episiotomi / ruptur perineum, menganjurkan klien mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka dan Rehabilitatif dengan menganjurkan ibu untuk melakukan kontrol ulang pada masa post partum, mengajarkan ibu untuk ambulasi dini secara bertahap setelah 6 jam pada masa post partum dengan menghindari menyilangkan kaki atau memakai pakaian ketat yang dapat mengganggu sirkulasi, latihan setelah melahirkan yang bermanfaat untuk mempercepat pemulihan, memperkuat otot-otot punggung, otot dasar panggul, otot abdomen. Hal yang dapat dilakukan misalnya senam nifas dan latihan kegel untuk memfasilitasi penyembuhan perineum dan membantu pemulihan tonus otot daerah vagina. Disamping itu, keluarga sangat dibutuhkan partisipasinya dan memberikan dukungan terhadap program pengobatan dan perawatan klien dengan pasca partum spontan.Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik menulis kasus dalam membuat karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Ny. A Pasca Partum Spontan dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini di Ruang OK Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ilmiah ini terdiri dari 2 (dua) bagian diantaranya yaitu:1. Tujuan Umum

Diperolehnya gambaran dan pengalaman nyata dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Ny. A Pasca Partum Spontan dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini di Ruang OK Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien Pasca Partum Spontan dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini.b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Pasca Partum Spontan dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini.c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien Pasca Partum Spontan dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini.d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Pasca Partum Spontan dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini.e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien Pasca Partum Spontan dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini.f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terjadi antara teori dan kasus pada klien Pasca Partum Spontan dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini.C. Ruang Lingkup

Dalam penulisan makalah ini merupakan pembahasan pemberian Asuhan Keperawatan pada Ny. A Pasca Partum Spontan dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini di Ruang OK Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang dilaksanakan 1 (satu) hari pada tanggal 30 maret 2015 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

D. Metode Penulisan

Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu studi kasus melalui teknik-teknik sebagai berikut :

1. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara secara langsung kepada klien yang terarah dan sistematis dengan tujuan yang ingin dicapai dan juga wawancara dengan kesehatan yang bertugas merawat pasien.

2. Observasi, pengamatan dan pencatatan suatu obyek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Adaptasi pelaksanaannya penulis melakukan pemeriksaan fisik dan observasi kepada klien.

3. Studi Kepustakaan, mempelajari buku-buku dan makalah atau sumber lain untuk mendapatkan sumber-sumber dasar ilmiah yang berhubungan dengan makalah ini.

4. Studi Dokumentasi, pengumpulan data dengan mempelajari dan mengumpukan data yang ada kaitannya dengan klien, misalnya status klien.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri dari 5 (lima) BAB, diantaranya yaitu:

BAB IPENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.BAB IITINJAUAN TEORI

Terdiri dari pengertian, adaptasi fisiologis, adaptasi psikologis, penatalaksanaan medis, konsep dasar ekstraksi vakum, konsep dasar ketuban pecah dini dan asuhan keperawatan post partum yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

BAB IIITINJAUAN KASUSMeliputi gambaran kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaandan evaluasi keperawatan.BAB IVPEMBAHASAN

Terdiri dari kesenjangan antara teori dan kasus diseluruh tahapan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan serta menganalisa faktor-faktor yang menghambat dan alternatif pemecahan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan pada tiap tahap.BAB VPENUTUP

Terdiri dari kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRANBAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir (Bobak. 2004: hal 245).Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 (enam) minggu (Saleha. 2009: hal 2).

Masa nifas (puerperium) adalah periode pemulihan dari perubahan anatomis dan fisiologis yang terjadi selama kehamilan. Puerperium (masa nifas) atau periode pasca persalinan umumnya berlangsung selama 612 minggu setelah kelahiran anak (Serri, 2009: hal 109).

Dilihat dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta dilahirkan, yang berlangsung selama 612 minggu, dimana seluruh sistem dalam tubuh akan kembali normal, seperti keadaan sebelum hamil.B. Adaptasi Fisiologis Pasca Partum

Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha (2009: hal 5) adalah sebagai berikut:

1. Periode immediate pasca partum adalah masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, dengan teratur harus dilakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu.2. Periode early pasca partum adalah periode 24 jam1 minggu, pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.3. Periode late pasca partum adalah periode 15 minggu, pada periode ini tetap dilakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB. Menurut Bobak (2004, hal: 493), pada ibu pasca partum akan mengalami perubahan pada berbagai sistem, yaitu:1. Sistem Reproduksia. UterusProses Involusi, proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ke-3 persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 (dua) cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu (kira-kira sebesar grapefruit atau jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000 gr.Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai 1 (satu) cm di atas umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 12 cm setiap 24 jam. Pada hari pasca partum ke-6 fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pasca partum.Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 (satu) minggu setelah melahirkan dan 350 gr (1112 ons) 2 (dua) minggu setelah melahirkan. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu ke-6, beratnya menjadi 5060gram.Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk pertumbuhan massif uterus selama hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolysis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

Subinvolusi ialah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering ialah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.b. KontraksiIntensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intra miometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 12 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau intramuskular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena hisapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.c. AfterpainsPada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri, ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus.d. Tempat PlasentaSegera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskular dan trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi untuk kehamilan di masa yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ke-3 masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai 6 (enam) minggu setelah melahirkan.e. LocheaRabas uterus yang keluar setelah lahir sering disebut lochea, mula-mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 (dua) jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lochea yang keluar harus semakin berkurang. Lochea terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:1) Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 34 hari (lochea serosa).

2) Lochea serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar sepuluh hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lochea alba).

3) Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan selama 26 minggu setelah bayi lahir.

Lochea rubra yang menetap pada awal periode pasca partum menunjukan perdarahan berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membran yang tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke-10 pasca partum menandakan adanya perdarahan bekas tempat plasenta yang mulai memulih. Namun, setelah 34 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lochea serosa atau lochea alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan. Bau lochea menyerupai bau cairan menstruasi, bau yang tidak sedap biasanya menandakan infeksi. Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam pasca partum adalah lochea. Sumber umum lain ialah laserasi vagina atau serviks yang tidak diperbaiki dan perdarahan bukan lochea.

f. ServiksServiks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali kebentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil-kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks, berdilatasi 10 cm setelah melahirkan, menutup secara bertahap. Dua jari mungkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke 46 pasca partum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2. Muara serviks eksterna tidak dapat berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering disebut seperti mulut ikan. Laktasi menunda produksi estrogen yang memengaruhi mukus dan mukosa.

g. Vagina dan perineumEstrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke-4, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap atropik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstrusi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas larut air saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri. Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat, pencegahan, atau pengobatan dini hematoma dan higiene yang baik selama dua minggu pertama setelah melahirkam biasanya membuat introitus dengan mudah dibedakan dari introitus pada wanita nulipara. Pada umunya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik diperlukan supaya episiotomi dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan luka episitomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu. Hemoroid (varises anus) umunya terlihat. Wanita sering mengalami gejala terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defekator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir.h. Topangan Otot PanggulStruktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai 6 (enam) bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uretra, kandung kemih dan rektum. Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita, tetapi biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat akibat melahirkan.2. Sistem Endokrina. Hormon Plasenta

Selama periode pasca partum, terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon human plasental lactogen (hPL), estrogen dan kortisol serta plasental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Karena perubahan hormonal ini membuat masa puerperium menjadi suatu periode transisi untuk metabolisme karbohidrat, interpretasi tes toleransi glukosa lebih sulit pada saat ini. Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira 1 (satu) minggu pasca partum. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen mulai meningkat pada minggu ke-2 setelah melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita yang menyusui pada pasca partum hari ke-17.

b. Hormon Hipofisi dan Fungsi OvariumWaktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespons terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke-6 setelah melahirkan. Perbedaan individual dalam kekuatan menghisap kemungkinan juga memengaruhi kadar prolaktin. Hal ini memperjelas bukti bahwa menyusui bukanlah bentuk KB (Keluarga Berencana) yang baik. Setelah melahirkan, wanita tidak menyusui mengalami penurunan kadar prolaktin, mencapai rentang sebelum hamil dalam 2 (dua) minggu. Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 7075 hari. Pada wanita menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190 hari. Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan biasanya lebih banyak daripada normal. Dalam 34 siklus, jumlah cairan menstruasi wanita kembali seperti sebelum hamil.3. AbdomenApabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam 2 (dua) minggu setelah melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan sekitar 6 (enam) mingggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil striae menetap. Pengembalian tonus otot bergantung kepada kondisi tonus sebelum hamil, latihan fisik yang tepat, dan jumlah jaringan lemak. Pada keadaan tertentu, dengan atau tanpa ketegangan yang berlebihan, seperti bayi besar atau hamil kembar, otot-otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan yang dinamai diastasis rekti abdominis. Apabila menetap, defek ini dapat dirasa menggangggu pada wanita, tetapi penanganan melalui upaya bedah jarang dibutuhkan. Seiring perjalanan waktu, defek tersebut menjadi kurang terlihat.4. Sistem UrinariusPerubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penuruan fungsi ginjal selama masa pasca partum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira 28 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil.a. Komponen UrineGlikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria pascaif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (Blood Urea Nitrogen) yang meningkat selama masa pasca partum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein yang didalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama 12 hari setelah wanita melahirkan.

b. Diuresis Pasca partumDalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama 23 hari pertama setelah melahirkan. Diuresis pasca partum, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolism of pregnancy).

c. Uretra Dan Kandung KemihTrauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis dan edema, sering kali disertai daerah-daerah kecil hemoragi. Pengembalian urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering menunjukan adanya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih, seiring diuresis pasca partum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Pada masa pasca partum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam jangka waktu yang lama, dinding kandung dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 57 hari setelah bayi lahir.5. Sistem Pencernaana. Nafsu MakanIbu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering ditemukan.b. MotilitasSecara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.c. DefekasiBuang air besar secara spontan bisa tertunda selama 23 hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pasca partum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.6. PayudaraKonsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.

a. Ibu tidak menyusuiApabila wanita memilih untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada hari ke-2 dan ke-3, dapat ditemukan adanya nyeri seiring dimulainya produksi susu. Pada hari ke-3 atau ke-4 pasca partum, bisa terjadi pembengkakan (engorgement). Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik, bukan akibat penimbunan air susu. Air susu dapat dikeluarkan dari puting. Jaringan payudara di aksila (tail of spene) dan jaringan payudara atau puting tambahan juga bisa terlihat. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang dalam 2436 jam. Apabila bayi belum menghisap atau dihentikan, laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai 1 minggu.

b. Ibu yang menyusuiKetika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari puting susu. Puting susu harus diperiksa untuk dikaji erektilitasnya, sebagai kebalikan dari inversi, dan untuk menemukan apakah ada fisura atau keretakan. 7. Sistem Kardiovaskulera. Volume DarahPerubahan Volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisologis). Pada minggu ke-3 dan ke-4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemi yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya 40% lebih dari volume tidak hamil) kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Banyak ibu kehilangan 300400 ml sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam atau 2 kali lipat melalui operasi sesaria. Penyesuaian pembuluh darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatis dan cepat. Tiga perubahan fisiologi pasca partum yang melindungi wanita: hilangnya uteroplasenta yang nengurangi ukuran darah maternal 10%15%, hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi, terjadinya moblisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil. Oleh karena itu, syok hipovolemik biasanya tidak terjadi pada kehilangan darah normal.b. Curah JantungDenyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini meningkat bahkan lebih tinggi selama 3060 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Data mengenai kembalinya hemodinamika jantung secara pasti ke kadar normal tidak tesedia, tetapi nilai curah jantung normal ditemukan bila pemeriksaan dilakukan setelah 810 minggu setelah wanita melahirkan.c. Tanda- Tanda Vital Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan darah sistol maupun diastol dapata timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setalah wanita melahirkan. Fungsi pernafasan normal setelah wanita melahirkan. Setelah melahirkan rahim kosong, otot diafragma menurun, aksisi jantung kembali normal, dan impuls titik maksimum PMI (Poin Of Maksimum Impulse) dan EKG kembali normal.

d. Komponen DarahHematokrit dan hemoglobin, setelah 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel darah merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca partum. Tidak ada SDM yang rusak selama masa pasca pastum, tetapi semua kelebihan SDM akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM tersebut. Waktu yang pasti kapan volume SDM kembali ke nilai sebelum hamil tidak diketahui, tetapi volume ini berada dalam batas normal saat dikaji 8 (delapan) minggu setelah melahirkan.Hitung sel darah putih, leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12000/mm3, Selama 10-12 hari pertama bayi lahir, nilai leukosit sekitar 20.000 dan 25.000/mm3 merupakan hal yang umum. Neutrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak. Keberadaan leukositosis disertai peningkatan normal laju endap darah merah dapat membingungkan dalam menegakkan diagnosa infeksi akut selam waktu ini. Faktor koagulasi, faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan tetap meningkat pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi kerusakan pembuluh darah dan immobilitas, mengakibatkan peningkatan resiko tromboemobolisme, terutama setelah wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga meningkat selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir. Faktor I, II, VIII, IX dan X menurun dalam beberapa hari untuk mencapai kadar sebelum hamil. Produk pemecahan fibrin, yang mungkin dilepaskan berasal dari bekas pelepasan plasenta juga dapat ditemukan dalam darah maternal.Varises, varises ditungkai dan disekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil. Varises bahkan varises vulva yang jarang ditemui, akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises selama hamil tidak dipertimbangkan. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan.8. Sistem NeurologiPerubahan Neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan. Eliminasi edema fisiologis melalui diuresis setelah bayi lahir menghilangkan sindrom carpal tunel dengan mengurangi kompresi saraf median. Rasa baal dan kesemutan (tingling) periodik pada jari yang dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir, kecuali jika mengangkat dan memindahkan bayi memperburuk keadaan. Nyeri kepala memerlukan pemeriksaan yang cermat. Nyeri kepala pasca partum bisa disebabkan berbagai keadaan, termasuk hipertensi setelah kehamilan (PIH), stress, dan kebocoran cairan serebrospinalis kedalam ruang ekstradural selama jarum epidural diletakan di tulang punggung untuk anastesia. Lama nyeri kepala bervariasi dari 13 hari bahkan sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan efektifitas pengobatan.9. Sistem MuskuloskeletalAdaptasi sistem muskuloskeletal selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pasca partum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat ibu akibat pembesaran rahim stabilisasi lengkap pada minggu ke 68 setelah wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun sendi lain kembali ke keadaan normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.10. Sistem IntegumenKloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin akan memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (Nevi), eritema palmar, dan epulis biasanya berkurang sebagai respons terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita spider nevi menetap.Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasanya akan menghilang setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang timbul sewaktu hamil akan menetap. Konsistensi dan kekuatan kuku akan kembali pada keadaan sebelum hamil. Diaphoresis adalah perubahan yang paling jelas pada sistem integumen.

11. Sistem KekebalanKebutuhan ibu untuk mendapatkan vaksin rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan.C. Adaptasi Psikologis Pasca Partum

Menurut Saleha (2009: hal 64) adaptasi psikologi pasca partum terjadi pada 3 (tiga) fase yaitu:

1. Taking in periodTerjadi pada 12 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.

2. Taking hold periodBerlangsung 3-4 hari pasca partum, ibu lebih sering berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.3. Letting go periodDialami setelah ibu dan bayi tiba dirumah. Ibu mulai secara penuh menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu dan menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.

D. Penatalaksanaan Medis

Menurut Green (2012) Penatalaksanaan Medis meliputi Pemeriksaan diagnostik dan terapi diantaranya adalah :1. Pemeriksaan diagnostikPemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu pasca partum, yaitu pemeriksaan urinalisis, hitung sel darah putih, dan pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit, pemantauan nilai laboratorium untuk komplikasi (misal, hemoragi, hematoma, infeksi, tromboflebitis).

2. Terapi

Vaksin rubella (jika titer 1:8 atau lebih besar), RhoGAM (untuk ibu Rh-negatif yang melahirkan bayi Rh-positif), evaluasi status hepatitis B, analgesik oral (misal, asetaminofen, dengan kodein, NSAID), antiseptik (misal, pembalut hamamelis) untuk episiotomi, pengobatan oksitosik untuk pendarahan hebat (misal, oksitosin, metiergonovin, prostaglandin F2a, pelunak feses (misal, sodium dokusat), vitamin dan suplemen zat besi.

E. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini1. Pengertian Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu atau sebelum terdapat tanda persalinan yaitu bila pembukaan pada primipara < 3 cm dan pada multipara < 5 cm.

Ketuban pecah dini adalah pecah kantung amnion dan kehilangan cairan amnion kapan saja sebelum awitan persalinan sebenarnya. KPD kurang bulan (preterm prematur rupture of membranes, PPROM) adalah pecah ketuban sebelum usia gestasi 37 minggu. Persalinan dan kelahiran kurang bulan biasanya terkait dengan KPD, dan janin berada dalam bahaya akibat risiko infeksi atau kelahiran prematur (Green, 2012).2. Etiologi

Penyebab dari ketuban pecah dini belum diketahui secara pasti, namun menurut Green (2012) ada beberapa faktor risiko yaitu :

a. Serviks inkompeten.

b. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidroamnion.

c. Berkurangnya kekuatan membran yang disebabkan oleh adanya infeksi dari vagina dan serviks dan adanya peningkatan tekanan intrauterin.

d. Adanya Infeksi.

3. Manifestasi klinik

Menurut sarwono (2012), yaitu :

a. Tidak ada his dalam 1 (satu) jam.

b. Keluar cairan dari vagina.

c. Ibu merasa nyeri saat ada pergerakan janin

d. Persalinan lebih lama

4. Komplikasi

a. Pada janin : dapat terjadi prolaps tali pusat, RDS ( Respiratory Distress Syndrome ).

b. Pada ibu : terjadi trauma pada jalan lahir (terdapat luka atau ruptur).F. Asuhan Keperawatan Pasca PartumSelama satu hingga dua hari pertama setelah kelahiran, ibu mengalami banyak perubahan. Perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan mulai berbalik, dan organ maternal mulai beradaptasi pada kondisi tidak hamil. Periode ini merupakan saat yang membahagiakan dan menggembirakan bagi ibu baru, tetapi ibu juga merasa kelelahan. Ibu yang melahirkan pertama kali harus belajar merawat diri sendiri dan anak yang lainnya. Meskipun komplikasi potensial tetap sama dengan komplikasi potensial pada periode pemulihan, fokus keperawatan beralih dari perawatan fisik menjadi penyuluhan untuk perawatan diri.Menurut Green (2012), asuhan keperawatan pada hari pertama hingga hari kedua pasca partum diantaranya adalah:

1. Pengkajian, yang terdapat pada post partum adalah :

a. Promosi kesehatan

Data subjektif : Perencanaan pulang : tanggal pulang yang di perkirakan, medikasi yang di lanjutkan saat di rumah, rencana untuk bantuan di rumah, situasi rumah (individu yang bersedia membantu), sumber financial (misalnya cuti hamil), rujukan untuk kunjungan kesehatan dirumah (ya/tidak)Data objektif : Tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah)b. Nutrisi

Data subjektif : Makanan/cairan saat ini, mual/muntah, permintaan untuk makanan khususData objektif : Berat badan pada akhir kehamilan, berat badan saat ini

1) Hidrasi

Data subjektif : Asupan cairan saat ini

Data objektif : Turgor kulit, kelembaban membran mukosa, cairan parenteralc. Eliminasi

Data subjektif : Berkemih dalam waktu enam jam setelah persalinan (ya/tidak), waktu berkemih terakhir, sering berkemih atau panas saat berkemih

Data objektif : Kandung kemih dapat di palpasi (ya/tidak), penampilan urinee, jumlah, berkemih yang banyak (ya/ tidak)

1) Sistem gastro intestinal

Data subjektif : Waktu defekasi terakhir, waktu defekasi peratama setelah melahirkan

Data objektif : Bising usus, hemoroid, adanya episiotomi atau laserasi perineum (jelaskan derajatnya)

2) Sistem integrumen

Data subjektif : Menggigil(ya/tidak)

Data objektif : Warna kulit dan suhu, diaforesiss, penampilan episiotomi, penampilan puting dan payudara (jika menyusui)

3) Sistem pulmonal

Data objektif : Pernafasan (frekuensi, kedalamaan, kualitas)

d. Aktifitas/ istirahat

1) Tidur/istirahat

Data subjektif : Jumlah tidur/istirahat sebelum persalinan, pernyataan merasa rileks atau lelah/mengantuk,rencana pengaturan istrahat setelah kembali kerumah.

Data objektif : Setatus mental, keterjagaan, durasi persalinan, tidur yang diobservasi.2) Aktivitas/ latihan fisik

Data subjektif : Melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri atau dengan bantuan, rencana untuk (pemahaman mengenai) latihan fisik guna memulihkan tonus oto abdomen dan perineum

Data objektif : Melakukan ambulasi secara mandiri/ dengan bantuan.3) Keseimbangan energi

Data subjektif : Melaporkan bertenaga atau letih, merencanakan pengasuhan anak dan perawatan rumah

Data objektif : Respon terhadaap aktivitas (misal sesak nafas, nadi meningkat)

4) Respon kardiovaskuler

Data objektif : Jumlah kehilangaan darah selama lahiran, tekanan darah, nadi, pernafasan, ekstremitas(pengisian ulang kapiler, warna, suhu, farikosa, tanda human), edema (pergelangan kaki/ tungkai, tangan, periorbital, sakru, dependen), warna kulit, membran mukosa, dan bantalan kuku (pucat, sianosis).e. Persepsi/kognisi

Data subjektif : Kebas atau kesemutan pada ekstremitas.

Data objektif : Reflek tendon dalam, jumlah pergerakan lengan dan tungkai.

f. Persepsi diri

1) Konsep diri

Data subjektif : Perasaan tidak berdaya atau putus asa, ungkapan kesepian, pernyataan tidak melakukan persalinan dan kelahiran dengan baik.

Data objektif : Tingkat keterlibatan dalam pengambilan keputusan tentang asuhan diri dan bayi.

2) Harga diri/citra tubuh

Data subjektif : Perasaan yang di ungkapkan mengenai kemampuan atau tubuh (positif/negativ), mengungkapkan tentang persalinan dan kelahiran, bagaiman persalinan dan kelahiran tersebut sama/berbeda dari harapan ibu

Data objektif : Jumlah kontak mata, reaksi emosi lain yang diobservasi (misal, jumlah interaksi dengan staf, menagis).

g. Hubungan peran

1) Peran pemberi asuhan

Data subjektif : Hubungan bayi dengan ayah, indikasi verbal pelekatan (misal, memanggil bayi dengan nama).

Data objektif : Frekuensi kunjungan ayah bayi, frekuensi kunjungan/telepon dari individu pendukung lain, Interaksi yang diobservasi antara klien dan ayah bayi, perilaku pelekatan yang diobservasi (ibu-bayi, ayah-bayi), perilaku pemberi asuhan yang diobservasi terhadap bayi (misal, mengganti popok).

2) Hubungan keluarga

Data subjektif : Sifat keterlibataan individu pendukung dan individu terdekat (missal kartu ucapan, kunjungan), kekhawatiran tentang hubungan keluarga, siapa yang ada dan bersedia membantu setelah pulang.

Data objektif : Individu yang paling sering disebut interaksi yang diobservasi dengan anggota keluarga.

3) Perfoma-peran

Data subjektif : Rencana untuk menyusui bayi (ASI, botol), kepuasan dalam menyusui pertama kali.

Data objektif : Pemeriksaan payudara/puting, observasi teknik menyusui bayi.

h. Seksualitas

1) Reproduksi

Data subjektif : Jenis alat kontrasepsi yang direncanakan setelah pulang

Data objektif : Masalah/komplikasi/penanganan intrapartum (preeklamsia, hemoragi, persalinan yang lama, transfusi darah), pemeriksaan perineum (edema, ekimosis, episiotomi, laserasi), lokhea (warna, jumlah, adanya bekuan), fundus uterus (keras/lunak, posisi), payudara (lunak, keras, bengkak, timbul kolostrum, kondisi puting).

i. Koping/toleransi stress

1) Respon koping

Data subjektif : Persepsi koping selama persalinan dan kelahiran, kekhawatiran mengenai koping saat pulang.

Data objektif : Mood/afek, manifestasi fisiologi ansietas.

j. Prinsip hidup

1) Nilai, keyakinan, kesesuaian nilai

Data subjektif : Permintaan untuk menemui penasehat spiritual

Data objektif : Kesulitan pengambilan keputusan penting yang diobservasi

k. Keamanan/perlindungan

1) Kekerasan

Data subjektif : Laporan penganiayaan secara verbal atau fisik, pernyatan maksud/keinginan untuk menyakiti diri sendiri.

Data objektif :

Perilaku klien ketika pasangan hadir versus tidak hadir.

2) Termoregulasi

Data subjektif : Riwayat masalah termoregulasi.

Data objektif : Suhu, status nutrisi/jaringan subkutan.

l. Kenyaman

Data subjektif : nyeri (lokasi, frekuensi, derajat, durasi), faktor pencetus, tindakan untuk mengurangi, gejala terkait, ketidaknyamanan lain (missal meringis, berhati- hati), respon emosi.

m. Pertumbuhan/perkembangan

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang ada pada pasca partum yaitu:

a. Komplikasi potensial pasca partum: hemoragi pasca partum berhubungan dengan atoni uterus, rupture uterus, laserasi jalan lahir, DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation).

b. Komplikasi potensial post partum: Hematoma berhubungan dengan trauma jalan lahir.

c. Komplikasi potensial pasca partum: infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer, seperti kulit rusak, trauma jaringan, stasis cairan tubuh, perubahan sekresi pH.d. Komplikasi potensial pasca partum: Retensi urinee berhubungan dengan nyeri perineum, anastesi, dan kelahiran.e. Komplikasi potensial pasca partum: Tromboflebitis berhubungan dengan gangguan aliran darah arteri atau vena, stasis vena local, obstruksi, inflamasi.

f. Kesiapan untuk meningkatkan koping keluarga berhubungan dengan kebutuhan dan tujuan terpenuhi, melakukan tugas adaptif koping secara efektif.g. Risiko kontipasi berhubungan dengan ketakutan mengalami defekasi yang nyeri akibat episiotomi dan hemoroid.h. Perilaku sehat berhubungan dengan tidak ada faktor yang berhubungan karena merupakan diagnosis sejahtera.i. Nyeri berhubungan dengan episiotomi/laserasi, sakit pada payudara/puting, afterpain, hemoroid.j. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan asupan cairan peroral, dieresis/diaphoresis post partum.k. Risiko ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengalaman akibat kehamilan pertama atau pengalaman pertama menyusui, ansietas atau depresi berat.l. Defisiensi pengetahuan (perawatan diri) berhubungan dengan primigravida, kurang pengalaman sebelumnya.m. Defisiensi pengetahuan (perawatan bayi) berhubungan dengan primipara, kurang pengalaman sebelumnya.

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan yang dilakukan pada tiap diagnosa adalah :

a. Diagnosa I: Komplikasi potensial pasca partum: hemoragi pasca partum berhubungan dengan atoni uterus, rupture uterus, laserasi jalan lahir, DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan perdarahan pasca partum tidak terjadi

Kriteria hasil:

Tidak terjadi masalah komplikasi perdarahan pada klien.Perencanaan:

1) Pantau tanda-tanda vital

Rasional: Untuk mendeteksi tanda hemoragi, seperti takikardia, hipotensi, turgor kulit yang buruk, atau membran mukosa yang kering. Akan tetapi, tanda tersebut bukan merupakan tanda kehilangan darah paling awal.

2) Pantau lokhea untuk warna dan jumlah minimal 1 kali

Rasional: Untuk mengidentifikasi perkembangan normal lokhea dari rubra hingga serosa. Darah merah segar yang kembali muncul setelah lokhea rubra berkurang adalah tanda perdarahan aktif

3) Kaji tinggi dan tonus fundus

Rasional: untuk menentukan posisi dan kekerasan uterus. Fundus seharusnya tetap keras dan menyusuit (involusi) sekitar satu jari setiap hari. Pergeseran fundus, yang normalnya berada digaris tengah mengindikasikan kandung kemih penuh yang dapat menyebabkan atonia uteri.

4) Hitung pembalut, pedarahan terjadi jika pembalut lebih berat dari pada normal

Rasional: Untuk menentukan adanya perdarahan abnormal. Estimasi perdarahan berdasarkan jumlah darah pada pembalut dalam sentimeter selama satu jam.5) Jelaskan tanda dan gejala hemoragi pasca partum

Rasional: Ibu yang mengenali tanda dan gejala perdarahan uterus, akan mencari penanganan secepatnya disbanding ibu yang tidak mengetahui.

b. Diagnosa II: Komplikasi potensial post partum: Hematoma berhubungan dengan trauma jalan lahir.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil: Klien mengungkapkan berkurangnya ketidaknyamanan.Perencanaan:

1) Tinjau catatan persalinan dan pelahiran terhadap adanya faktor risiko (misal, kelahiran dengan bantuan forsep, persalinan presipitasi).

Rasional: Jiks ibu mengalami peningkatan risiko trauma perineum, ibu mungkin membutuhkan asuhan yang lebih dari sekedar asuhan standar, jika demikian, rencana asuhan keperawatan individual harus dilakukan.

2) Kaji episiotomi dan laserasi satu kali tiap shif untuk edema dan memar berlebihan.

Rasional: untuk mendeteksi adanya hematoma pelvis atau vulva. Area kebiruan yang luas pada kulit, nyeri tekan, dan nyeri adalah indikasi hematoma.

3) Kaji tingkat nyeri

Rasional: nyeri yang lebih hebat dari pada yang diperkirakan adalah gejala hematoma yang paling umum: akan tetapi, hematoma subperitonial dapat timbul tanpa nyeri, dan gejala awal mungkin syok. Kebanyakan hematoma vulva akan terlihat.

4) Pantau Nadi dan TD

Rasional: Peningkatan nadi dan penurunan TD dengan uterus yang keras dan kehilangan darah berlebihan yang tidak tampak dapat menjadi tanda pembentukan hematoma (yang disebabkan oleh kehilangan darah dari kompartemen vaskular kedalam jaringan).

c. Diagnosa III: Komplikasi potensial pasca partum: infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer, seperti kulit rusak, trauma jaringan, stasis cairan tubuh, perubahan sekresi pH.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil:

Klien tetap bebas dari infeksi, mengidentifikasi faktor yang memengaruhi kerentanan seseorang terhadap infeksi, mematuhi prosedur deteksi, yang dibuktikan dengan mengkaji drainase vagina, mendemonstrasikan teknik teknik mencuci tangan yang benar, melakukan tindakan untuk mengurangi risiko infeksi personal.

Perencanaan:

1) Identifikasi faktor yang menyebabkan ibu berisiko mengalami infeksi.

Rasional: Pengenalan faktor risiko pada klien meningkatkan perkembangan asuhan keperawatan individual yang bertujuan mencegah komplikasi (misal infeksi).

2) Pantau tanda-tanda vital Rasional: untuk mendeteksi adanya infeksi. Suhu diatas 38,3o C adalah tanda infeksi sebanyak dua kali dalam sepuluh hari pertama pasca partum juga dapat mengindikasi infeksi.

3) Kaji area episiotomi Rasional: kemerahan, pembengkakan, peningkatan nyeri atau rabas purulen dapat mengindikasikan adanya infeksi.4) Kaji tingkat nyeri

Rasional: peningkatan nyeri setelah nyeri berkurang atau nyeri tidak terkontrol yang berkelanjutan, mungkin mengindikasikan infeksi lokal, yang dapat menjadi infeksi sistemik jika tidak diketahui dan ditangani.5) Kaji lokhea

Rasional: lokhea berbau busuk tandanya infeksi. Deteksi dini dapan menjadi infeksi lokal menjadi infeksi sistemik.6) Kaji fundus uteri

Rasioinal: uterus yang mengalami nyeri tekan hebat atau tetap lunak (tidak berkontraksi dengan baik) dapat menandakan retensi jaringan atau infeksi uterus.

7) Kaji tanda dan gejala ISK

Rasional: Saluran kemih adalah tempat yang biasa terkena infeksi pada ibu, dan bahkan lebih sering timbul selama kehamilan dan periode pasca partum. Eschericia coli dari rectum mudah menyebar ke uretra karena letak meatus uretra dan anus yang berdekatan.

8) Periksa puting untuk pecah kemerahan atau nyeri

Rasional: puting yang pecah merupakan jalan masuk bagi patogen yang menyebabkan mastitis maternal.

9) Ajarkan mencuci tangan, perawatan perineum

Rasional: Mencegah masuknya pathogen kedalam tubuh; mencegah perpindahan E. coli dari anus ke meatus uretra.

10)Berikan penyuluhan pada ibu dan individu terdekat mengenai tanda dan gejala yang dilaporkan (misal, mual; muntah; distensi abdomen; panas saat berkemih; nyeri dan kemerahan pada payudara).

Rasional: Pelaporan secepatnya dan penanganan selanjutnya dapat mencegah komplikasi lebih berat, seperti peritonitis dan septisema, yang dapat mengancam hidup.

11)Ajarkan mengenai teknik yang benar, hygiene payudara, dan cara mengurangi bengkak pada ibu menyusui.

Rasional: Menyusui dengan cara yang salah dapat menyebabkan fisura; puting pecah-pecah; pembengkakan payudara; dan statis ASI, darah dan limfe, yang semuanya merupakan faktor predisposisi infeksi karena menciptakan jalan masuk bagi pathogen dan karena menyebabkan kerusakan jaringan atau iritasi.

12)Anjurkan ibu untuk sering berkemih dan menghindari minuman bersoda.Rasional: Pengosongan kandung kemih dengan sering mencegah stasis kemih dan infeksi yang diakibatkannya. Minuman bersoda mengubah pH urinee menjadi lebih basa yang membantu pertumbuhan bakteri.

d. Diagnosa IV: Komplikasi potensial pasca partum: Retensi urinee berhubungan dengan nyeri perineum, anastesi, dan kelahiran.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan retensi urinee tidak terjadi.Kriteria hasil:

Mengosongkan kandung kemih dengan urinee residu kurang dari 50 ml, mengenali dorongan berkemih dan memberikan respon tepat waktu, bebas dari tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang ditunjukkan dengan tidak ada rasa panas, sering berkemih, perasaan berkemih yang kuat, peningkatan sel darah putih, kultur urinee positif. Mengenali awitan gejala, frekuensi, variasi, dan persistensi.

Perencanaan:

1) Kaji untuk tanda infeksi kandung kemih.

Rasional: Sering berkemih, dorongan yang kuat untuk berkemih, atau rasa terbakar saat berkemih dapat mengindikasikan infeksi kandung kemih. Statis urinee, seperti retensi kandung kemih, menyediakan media bagi pertumbuhan patogen. Bedakan rasa terbakar saat berkemih dari nyeri selama berkemih, ketika urinee mengenai laserasi perineum/episiotomi.

2) Pantau infus IV, jika terpasang.

Rasional: Kebanyakan ibu tidak terpasang IV setelah 12 jam pertama sesudah kelahiran. Namun, bagi ibu yang terpasang, infus yang terlalu cepat dapat menyebabkan kandung kemih cepat penuh dan meningkatkan distensi ketika ibu tidak berkemih dengan baik.

3) Lanjutkan pengkajian tiap jam hingga ibu berkemih.. Jika ibu tidak berkemih selama 6 hingga 8 jam setelah kelahiran, atau jika kandung kemih mengalami distensi saat palpasi, pasang kateter sesuai program atau prosedur.

Rasional: Untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat kandung kemih yang penuh, mencegah cedera kandung kemih, dan mencegah atoni uterus serta kemungkinan hemoragik.

4) Jika ibu sudah berkemih, pantau kemampuan ibu untuk berkemih dengan tuntas.

Rasional: Berkemih dalam jumlah yang sedikit, tapi sering dapat mengindikasikan retensi urinee atau infeksi kandung kemih. Jumlah residu lebih dari 100 ml merupakan indikasi pengosongan tak adekuat.

5) Jika ibu sudah berkemih, anjurkan ibu untuk berkemih minimal satu kali tiap jam selama beberapa jam, dan selanjutnya minimal setiap 4 jam.

Rasional: Membantu pola berkemih normal selama periode awal post partum, khususnya sesudah anastesi umum atau trauma pada uretra atau meatus uretra. Setelah ibu berkemih dalam jumlah yang adekuat dan mengosongkan kandung kemih, periode antara berkemih dapat diperpanjang.

6) Ajarkan cara melakukan latihan Kegel beberapa kali tiap hari.

Rasional: Membantu memulihkan dan mempertahankan tonus otot pubokoksigeal dan mencegah inkontinensia stres

e. Diagnosa V: Komplikasi potensial pasca partum: Tromboflebitis berhubungan dengan gangguan aliran darah arteri atau vena, stasis vena lokal, obstruksi, inflamasi.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan tromboflebitis tidak terjadi.Kriteria hasil:

Tanda-tanda vital tetap pada nilai dasar atau kembali ke nilai dasar, menunjukkan sirkulasi adekuat pada ekstremitas.

Perencanaan:

1) Kaji sirkulasi perifer

Rasional: Perubahan sirkulasi perifer, seperti nadi lemah, edema, pengisian ulang kapiler yang buruk dan pucat, ekstremitas dingin dapat mengindikasikan sirkulasi abnormal/atau pembekuan. Kaki adalah lokasi yang lazim untuk pembentukan bekuan.2) Kaji posisi ekstremitas saat duduk, berbaring atau mengubah posisi.

Rasional: Menghindari penekanan pada area popliteal membantu mencegah stasis vena pada tungkai dan kaki. Tekanan harus disebarkan secara merata keseluruh tungkai.

3) Evaluasi catatan klien untuk faktor risiko tromboflebitis (misal, vena varikosa, multiparitas, riwayat thrombosis vema).

Rasional: Adanya faktor risiko meningkatkan kecenderungan tromboflebitis secara signifikan. Jika klien mempunyai faktor risiko, rencana asuhan keperawatan individual harus dimulai sehingga pemantuan khusus dan tindakan preventif dapat dilakukan.

4) Anjurkan ambulasi sesegera mungkin setelah kelahiran.

Rasional: Kontraksi dan relaksasi otot selama ambulasi meningkatkan aliran balik vena dan mencegah statis darah pada vena dependen. Kebanyakan ibu melakukan ambulasi pada hari pertama dan kedua post partum. Ambulasi dapat dimulai segera setelah tanda vital stabil, fundus keras, perdarahan tidak banyak, dan tidak ada efek sisa anastesi epidural.

5) Jelaskan tentang pentingnya pencegahan stasis vena.Rasional: Memahami bagaiamana penanganan dilakukan dapat meningkatkan kerjasama dan kepatuhan klien terhadap rutinitas penanganan.

6) Ajarkan teknik untuk meningkatkan sirkulasi perifer dan menghindari kongesti vena (misal, latihan fisik sedang, ambulasi pasca partum dini, minum banyak cairan).Rasional: Ambulasi dini mengurangi insiden tromboflebitis secara signifikan dengan meningkatkan aliran balik vena, yang bergantung hampir seluruhnya pada kontraksi otot betis. Duduk lama menyebabkan pompa otot betis tidak sktif sehingga tekanan vena pada tungkai meningkat. Cairan membantu mempertahankan keadekuatan volume darah sehingga elemen yang terbentuk tetap berada ditengah aliran dan tidak menempel pada dinding vena.

f. Diagnosa VI: Kesiapan untuk meningkatkan koping keluarga berhubungan dengan kebutuhan dan tujuan terpenuhi, melakukan tugas adaptif koping secara efektif.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan koping keluarga efektif

Kriteria hasil: Mengungkapkan atau menunjukan keinginan untuk mengintegrasikan bayi ke dalam stuktur keluarga, menunjukan dukungan satu sama lain, partisipasi dalam mengambil keputusan, berkerja sama untuk mencapai tujuan yang disepakati, melakukan peran yang diharapkan, mengungkapkan komitmen satu sama lain.Perencanaan:

1) Kaji perilaku ibu Rasional: Untuk menentukan apakah terjadinya perubahan yang membutuhkan intervensi.perilaku yang mengindentifikasikan pelekatan meliputi ibu menggendong bayi dengan erat atau dalam posisi berbicara pada dan mengangumi bayi.2) Kaji hubungan dengan individu terdekat

Rasional: untuk menentukan apakah terjadi perubahan yang memerlukan intervensi.perilaku yang menunjukkan koping mencakup percakapan positif antara pasangan, kedua orang tua ingin terlibat dalam asuhan bayi, tidak ada pertengkaran atau perilaku menarik diri, kesedian untuk mendiskusikan kekhawatiran.

3) Kaji sistem dukungan

Rasional: untuk mengetahui ketersedian anggota keluarga yang dapat memberi dukungan fisik dan emosional. Jika pasangan tidak hadir atau bila pasangan tidak harmonis, sistem dukungan lain mungkin diperlukan, seperti kakek nenek atau sumber daya komunikasi.

4) Jelaskan perbedaan normal pada kehamilan bayi baru lahir

Rasional: Untuk mengurangi ketakutan mengenai kewajaran, bayi kondisi seperti molase, kaput suksedanium dan mottling dapat menyebabkan ketakutan dan kecemasan jika ibu tidak memahami bahwa kondisi tersebut hanya sementara dan bukan kondisi tersebut hanya sementara dan bukan berarti bahwa bayi akan tumbuh atau berkembang secara normal.

5) Jelaskan mengenai perubahan fisik dan emosional yang berhubungan dengan periode pasca partum

Rasional: mengurangi ansietas dan ketakutan akan hal yang tidak diketahui dengan menyiapkan pasngan terhadap perubahan yang mungkin timbul. Perubahan yang tidak diperkirakan dapat sulit ditangani karena mungkin ditafsirkan sebagai abnormal.

6) Jelaskan tentang kebutuhan untuk mengintegrasikan sibling ke dalam perawatan bayi.

Rasional: sibling dapat merasa diabaikan dan tidak diinginkan ketika bayi baru hadir dengan melibatkan sibling dalam perawatan bayi (jika memungkinkan) akan membantu mereka merasakan dibutuhkan dan memfasilitasi penerimaan terhadap anggota keluarga baru.

7) Jelaskan pada orang tua bahwa kecemburan sibling adalah normal.

Rasional: orang tua mungkin merasa bahwa anak mereka bertindak tidak normal dan menghukum sibling yang lebih tua, yang dapat menggangu kemampuan sibling tersebut untuk menerima anggota baru.

8) Anjurkan orang tua agar mendorong sibling untuk mengungkapkan perasaan takut dam cemburu

Rasional: membantu sibling untuk mengindentifikasikan ketakutan dan kekhawatiran terkait merasa ditinggalkan atau diabaikan dan memungkinkan orang tua untuk memperbaiki konsep yang salah serta memberikan dukungan emosional selama periode adaptasi.

g. Diagnosa VII: Risiko konstipasi berhubungan dengan ketakutan mengalami defekasi yang nyeri akibat episiotomi dan hemoroid

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi tidak terjadi

Kriteria hasil:

Akan mengeluarkan feses yang berbentuk lunak pada hari ke 3 pasca partum

Perencanaan:

1) Kaji bising usus klien

Rasional: untuk menentukan apakah peristalsis telah kembali normal setelah kelahiran atau ansietas

2) Palpasi untuk diastasis rekti

Rasional: jika dua otot rektum di sepanjang garis tengah dinding abdomen terpisah (yang kadang terjadi akibat peregangan otot selama kehamilan), upaya mengejan menjadi kurang efektif

3) Kaji feses untuk warna, konsistensi, jumlah, dan frekuensi.

Rasioanal: Feses yang berbentuk dan keras mengindentifikaskan asupan cairan atau serat tidak adekuat yang keduanya diperlukan untuk eliminasi usus normal.

4) Jelaskan efek pengobatan nyeri dan suplemen zat besi

Rasional: analgesi narkotika mengurangi motilitas saluran cerna dan meningkatkan risiko konstipasi. Zat besi juga bisa menimbulkan konstipasi. Ibu yang memahami hal ini dapat mengimbangi dengan meningkatkan asupan cairan dan serat.

5) Jika ibu mengalami episiotomi atau mengalami hemoroid, anjurkan untuk mengkonsumsi analgesia selama 30 sampai 60 menit sebelum defekasi dan menggunakan krim/semprotan anastesi lokal atau pembalut hamalesis sesudahnya

Rasional: untuk mengurangi sebagian nyeri defekasi, selaian ketakutan terhadap defekasi yang nyeri, juga untuk membantu relaksasi perineum selama defekasi

h. Diagnosa VIII: Perilaku sehat berhubungan dengan tidak ada faktor yang berhubungan karena merupakan diagnosis sejahtera

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan perilaku klien menjadi sehat

Kriteria hasil:

Mengajurkan pertanyaan mengenai kesehatan atau promosi kesehatan, menerapkan strategi untuk menghilangkan perilaku tidak sehat, mencari informasi tentang imunisasai bayi, mencari informasi tentang perawatan bayi dan pemudahan kebutuhan kesehatan bayi.Perencanaan:

1) Kaji pengetahuan tentang titer rubella dan rogam

Rasioanl: Untuk menentukan kebutuhan penyuluhan dan intervensi lanjutan.

2) Kaji kesiapan untuk belajar

Rasioanl: Ibu yang menganjukan pertanyaan dan bebas nyeri atau ansietas berat umumnya siap untuk belajar. Ibu yang tidak siap untuk belajar cenderung tidak mengingat informasi sebaik ibu yang siap untuk belajar

3) kaji fase adaptasi ibu terhadap peran orang tua

Rasional : tiga fase adaptasi ditandai dengan perilaku dependen, mdependen-independen, dan simbiotasis dalam kerangka kerja rubin, fase ini disebut sebagai taking-in dan taking- hold karena 24 jam pertama dapat menjadi saat yang penuh antusiasme dan kecemasaan dengan peran baru, persepsi ibu dapat menyempit sehingga informasi mungkin perlu diulang

4) Jelaskan mengenai titer rubella dan rekomendasi imunisasi, evaluasi, efek samping dan risiko serta berikan informasi tertulis

Rasional: Untuk meningkatkan pemahaman ibu mengenai perlunya titer antibodi yang adekuat guna mencegah terjadinya kelaianan janin pada kehamilan selanjutnya dan mengoreksi konsep yang salah serta ketakutan

5) Jelaskan faktor Rh dan pemberian RhoGAM, pada ibu Rh- negativ

Rasional: untuk meingkatkan pemahaman ibu mengenai pentingnya melindungi kehamilan selanjutnya dari inkompabilitas Rh dan mengoreksi konsep yang salah serta ketakutan.

Tindakan kolaborasi

6) Dorong untuk mencari professional layanan kesehatan untuk setiap masalah asuhan kesehatan

Rasional: untuk memastikann kesesuaian penanganan setiap masalah yang timbul setelah proses kelahiran dan untuk mengurangi rasa takut terkait informasi yang salah

7) Dorong untuk membuat dan menepati jadwal pemeriksaan pasca partum

Rasional: umumnya, 4 hingga 6 minggu setelah kelahiran.

8) Berikan vaksin rubella sebelum ibu pulang jika titer 1: 8 atau lebih rendah.

Rasional: untuk mencegah kelaian janin pada kehamilan berikutnya. Ibu yang tidak pernah terinfeksi rubella atau ibu yang tidak imun secara serologi dapat terinfeksi rubella selama kehamilan selanjutnya.

9) Kaji alergi terhadap telur atau bulu sebelum memberi vaksin rubella

Rasional: jika ada alergi, tunda vaksin untuk mencegah reaksi alergi atau anafilaksis.

10)Instruksikan untuk menghindari kehamilan selama 3 bulan setelah menerima vaksin rubella. Bila perlu dan tepat, ibu pulang dari rumah sakit dengan dilengkapi beberapa jenis kontrasepsi.

Rasional: rubella bersifat teratogenik bagi janin

11)Rubella immunoglobulin Rh, (D) (RhoGAM) Pada ibu Rh- negativ yang melahirkan bayi Rh- positif.

Rasional: pemberian immunoglobulin Rh dalam 72 jam setelah kelahiran mwnwkan respon imun dan mencegah sensitisasi maternal dan inkompatibilitas janin pada kehamilan selanjutnya. RhoGAM dapat diberikan hingga minggu kedua pasca partum, RhoGAM mungkin kurang efektif.

i. Diagnosa IX: Nyeri berhubungan dengan episiotomi/laserasi, sakit pada payudara/puting, afterpain, hemoroid

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil: klien mengungkapkan berkurangnya ketidaknyamanan.

Perencanaan:

1) Kaji mengenai mengenai afterpain Rasional: Untuk menentukan apakah penyuluhan dibutuhkan guna meningkatkan kenyamanan dan mengurangi ansietas ibu

2) Jelaskan tentang afterpain pada ibu

Rasional: Untuk menambah pemahaman ibu tentang pennyebab ketidaknyamanan. Nyeri setelah melahirkan adalah sensai kram yang disebabkan olehnkontraksi uterus sesudah melahirkan melahirkan.

3) Anjurkan untuk mengerutkan otot gluterus saat duduk, dan duduk di kursi dengan bantaalaan keras, bukan empuk.

Rasional: Untuk menghindari tekanan langsung pada perineum.

4) Anjurkan untuk berbaring mirig

Rasional: Untuk menghindari tekanaan pada episiotomyTindakan kolaborasi

5) Untuk episiotomi, laserasi, dan hemoroid, anjurkan pemberian krim atau semprotan ansietasia pada perineum, secara tipis, tiga hingga empat kali tiap hari.

Rasional: Untuk memberi anastesi lokal

6) Dorong pengguanaan pembalut dengan hammelis setelah berkemih atau defekasi

Rasional: untuk memberi efek astrigen yang menyejukan.

Lain-lain

7) Setelah 24 jam pertama, hentikan kompres es pada perineum dan anjurkan untuk berendam daklam air hangat atau sitz bath untuk nyeri episiotomi dan atau hemoroid.

Rasional: Es tidak efektif untuk mencegah edema setelah 24 jam pada periode ini, sebaiknya kompres hangat untuk menghasilkan vasodilatasi lokal dan meningkatkan aliran darah serta limfe yang melalui area tersebut guna membantu mengurangi edema yang timbul.

8) Untuk afterpain, dorong ibu untuk berbaring telungkup dan atau gunakan botol air panas atau bantalan yang hangat.

Rasional: Untuk meningkatkan rasa hangat dan membantu relaksasi otot abdomen, untuk member stimulus bersaing.

9) Berikan NSAID ( misal : naproksen, natrium [anaprox] ) minimal 30 menit sebelum ibu menyusui.

Rasional: Isapan bayi menyebabkan pelepasan oksitosin pada pituitary posterior, yang menstimulusi kontraksi utrerus dan berpengaruh afterpain NSAID menghalangi sintesis prostaglandin, yang mengganggu kontraktilitas uterus, NSAID juga bekerja di perifer sebagai analgesia untuk mengurangi nyeri.

j. Diagnosa X: Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan asupan cairan peroral, diuresis/diaphoresis post partum.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil: Bebas dari rasa haus abnormal, membran mukosa lembab, turgor kulit elastis, asupan (kira-kira) sama dengan haluaran urinee 30 hingga 50 ml/jam, TD dalam batas normal, nadi perifer kuat ; frekuensi dalam batas normal, berat jenis urinee 1,005 hingga 1,030.

Perencanaan:

1) Pantau status hidrasi, yang meliputi turgor kulit, membran mukosa, mata, dan perasaan haus yang subjektif.

Rasional: Kulit yang elastis dan halus, membran mukosa yang lembab, tidak merasa haus, dan bola mata yang tegas adalah bukti hidrasi yang baik

2) Pantau asupan dan haluaran serta catat jumlah diaphoresis.

Rasional: Untuk mempertahankan keseimbangan, asupan seharusnya kuramg lebih sama dengan haluaran.

3) Ukur berat jenis urun sesuai kebutuhan. Kisaran normal adalah 1,005 hingga 1,030.

Rasional: Berat jenis urine lebih dari 1,03 adalah indikasi dehidrasi jika volume darah berkurang, sistem aldosteron terstimulasi, yang meningkatkan reabsorbsi natrium (dan juga, air) dari tubulus ginjal. Kondisi ini mengurangi haluaran urinee dan meningkatkan berat jenis.

4) Ukur suhu setiap 4 jam (atau setiap jam setelah pecah ketuban).

Rasional: Kenaikan suhu adalah gejala dehidrasi. Penurunan volume cairan memengaruhi kemampuan untuk berkeringat; oleh sebab itu, pendinginan dengan cara evaporasi tidak terjadi, yang mengakibatkan kenaikan suhu.

5) Pantau peningkatan nadi dan penurunan TD, serta pantau volume nadi perifer.

Rasional: Kondisi tersebut merupakan tanda lanjut dehidrasi dan/atau hipovolemia. Kekurangan cairan dapat mengurangi volume intravaskular dan/atau ekstrasel, menurunkan TD; tubuh berupaya untuk mengimbangi dengan meningkatkan frekuensi nadi.6) Berikan dan pantau infus IV sesuai program.

Rasional: Mencegah dehidrasi atau hipovolemia dan selanjutnya asidosis bagi klien yang puasa

7) Berikan kepingan es, kecuali dikontraindikasikan oleh program medis.

Rasional: Klien mungkin tetap puasa akibat waktu pengosongan lambung yang lama saat persalinan. Oleh sebab itu, jika klien muntah, aspirasi dapat terjadi, yang merupakan sumber morbiditas obstetrik. Namun demikian, praktik ini masih diragukan. Bahkan dengan puasa, isi lambung tetap didalam perut, dan mungkin bertambah asam jika ibu berpuasa. Selain itu, asupan cairan dan kalori yang adekuat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi dan kehilangan cairan akibat persalinan. Praktik yang cukup lazim adalah memberikan cairan jernih selama awal persalinan.

8) Jika terjadi diaphoresis, lakukan tindakan untuk menjaga ibu tetap merasa sejuk (misal, washlap dingin untuk wajah dan badan, singkirkan penutup tempat tidur dan semua pakaian tambahan, kurangi suhu kamar).

Rasional: Memberi kenyamanan dan mengurangi kehilangan cairan. Persalinan cenderung meningkatkan suhu tubuh, dan diaphoresis terjadi sebagai upaya untuk mendinginkan tubuh.

k. Diagnosa XI: Risiko ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengalaman akibat kehamilan pertama atau pengalaman pertama menyusui, ansietas atau depresi berat.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pemberian ASI kembali efektif

Kriteria hasil: Mengenali isyarat awal bayi lapar, mengungkapkan kenyamanan posisi selama menyusui, membantu bayi dengan alignment dan fatch-on yang benar, mempertahankan isapan/penelanan yang teratur dan kontinu pada payudara, bayi puas setelah menyusui, ibu mengungkapkan kepuasan dengan proses menyusui, memperlihatkan pola eliminasi bayi yang adekuat sesuai dengan usia.

klien mengungkapkan berkurangnya ketidaknyamanan.

Perencanaan:

1) Pengetahuan tentang menyusui (misal posisi, latching on, mengkaji isapan dan penelanan)

Rasional: Untuk menentukan kebutuhan edukasi pada ibu guna merencanakan penyuluhan.

2) Kaji tingkat kemampuan bayi untuk menghisap

Rasional: untuk menentukan perbedaan yang dapat menghambat kemampuan bayi untuk menghisap atau latch on pada payudara

3) Obeservasi kemampuan bayi untuk menghisap

Rasional: untuk menentukan apakah bayi memperoleh ASI yang adekuat guna memenuhi kebutuhan nutrisi. Bayi prematur mungkin memiliki refleks isap yang buruk sehingga berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi

4) Pantau kemampuan bayi untuk meraih puting dengan benarRasional: Kemampuan bayi untuk latch on bergantung pada ukuran mulut bayi dan ukuran puting serta areola ibu. Mulut bayi harus menutupi seluruh puting dan kira-kira 2 hingga 3 cm area disekitar puting. Hidung, pipi, dan dagu bayi akan menyentuh payudar ketika bayi melakukan latch on dengan benar.

5) Pantau kemampuan bayi untuk bunyi kecapan dan sesapan saat menyusui

Rasional: Bunyi tersebut dapat mengindikasikan bahwa bayi tidak melakukan latch-on dengan benar. Bayi harus dilepas dari payudara dan latch-on dicoba kembali

6) Kaji ibu untuk nyeri saat bayi menghisap

Rasional: dapat mengindikasikan bahwa bayi tidak melakukan latch-on dengan benar. Menyusui seharusnya tidak menimbulkan rasa terjepit atau nyeri.7) Kaji aliran ASI

Rasional: Untuk memastikan bahwa bayi menerima ASI, tanda ASI mengalir mencakup sensasi kesemutan pada puting, kram uterus, pengeluaran ASI dari payudara lainnya.

Penyuluhan Klien/Keluarga

8) Instruksikan ibu posisi yang tepat, dan bantu memposisikan bayi bila diperlukan.

Rasional: Untuk menyadarkan ibu bahwa menyusui yang efektif bergantung pada teknik yang tepat. Posisi yang tepat adalah posisi ketika ibu merasa paling nyaman dan memungkinkan bayi untuk melakukan latch on. Posisi dapat mencakap foot ball hold, ayunan, ayunan yang dimodifikasi, atau posisi melewati pangkuan, kenyamanan,

9) Jelaskan tentang perawatan puting yang tepat, mencakup cara mencegah nyeri pada puting

Rasional: Penggunaan sabun dan alkohol dapat mengiringkan puting, menyebabkan pecah serta meningkatkan nyeri serta ketidaknyamanan. Bra suportif yang pas yang dipakai secara kontinu minimal 72 jam setelah kelahiran dapat meningkatkan kenyamanan, terutama timbul pembengkakan.

10)Ajarkan ibu cara membuat bayi baru lahir bersendawa, dan peragakan bila diperlukan.

Rasional: Agar ibu mengetahui teknik yang dapat meningkatkan pemberian ASI dan kenyamanan bayi serta mencegah akumulasi udara dalam lambung bayi. Udara yang tertelan mengurangi ruang untuk ASI dan dapat menyebabkan kram lambung/usus.

11)Anjurkan untuk menyusui bayi menurut isyarat dan tidak membatasi durasi menyusui; bayi selesai menyusui bila pola menghisap/menelan menjadi lambat, payudara melunak dan bayi tampak puas.

Rasional: Nyeri puting terjadi akibat posisi latch on, dan pelepasan bayi dari payudara yang salah, bukan durasi menyusi. Beberapa bayi mungkin selesai menyusui dalam waktu 5 hingga 10 menit; yang lain mungkin memerlukan waktu hingga 45 menit. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyusui adalah 15 menit tiap payudara.

12)Tunjukan pada ibu cara membangunkan bayi yang mengantuk (misal, melepas pakaian, kecuali popok, massase dada dan punggung letakkan kain dingin diwajah bayi, bicara dengan bayi).

Rasional: Tidur bayi baru lahir sangat lama dan mungkin tidak, pada awalnya, bangun tepat waktu untuk menyusui agar tidak mengalami hipoglikemia. Bayi baru lahir harus disusui minimal setiap 2 hingga 3 jam (8 hingga 12 kali menyusui dalam 24 jam).

Lain-lain

13)Anjurkan rawat bersama (yaitu menempatkan bayi didalam kamar ibu).

Rasional: Memberi kesempatan pada ibu untuk belajar mengenali isyarat menyusui.

14)Sebelum pulang, pastikan orang tua memiliki pengetahuan tentang menyusui dan mengetahui kapan menghubungi penyediaan pelayanan kesehatan.

Rasional: Menyusui tentunya tidak terjadi secara alami. Orang tua harus menganggap menyusui sebagai proses belajar.

l. Diagnosa XII: Defisiensi pengetahuan (perawatan diri) berhubungan dengan primigravida, kurang pengalaman sebelumnya.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan klien mengenai perawatan diri bertambah.

Kriteria hasil:

Menjelaskan pengkajian pasca partum rutin, mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis selama periode pasca partum, menjelaskan dan melakukan tindakan kenyamanan untuk nyeri pasca partum yang umum.Perencanaan:

1) Kaji pengetahuan tentang asuhan pasca partum rutin

Rasional: Untuk menentukan kebutuhan penyuluhan mengenai asuhan pasca partum, komplikasi yang harus dipantau, dan asuhan bayi

2) Kaji kesiapan untuk belajar

Rasional: Guna menentukan apakah ibu siap dan mampu untuk belajar. Persalinan yang lama dan sulit dapat menyebabkan ibu letih dan tidak mampu atau tidak bersedia mempelajari ketrampilan baru. Nyeri yang tidak terkontrol membatasi kemampuan ibu untuk berkosentrasi dan belajar

Penyuluhan Klien/Keluarga

3) Jelaskan tentang perubahan emosional dan fisik yang umum yang terjadi selama periode pasca partum.

Rasional: Menyiapkan ibu terhadap perubahan yang akan dialami dan membantu ibu membedakan perubahan normal dari abnormal serta perubahan yang harus di laporkan. Pengetahuan mengurangi ketakutan dan membantu menyiapkan ibu untuk perawatan diri dirumah. Emosi cenderung labil selama periode pasca partum, pemahaman bahwa kondisi ini adalah normal dapat membanyu ibu melewati pasca partum dan tidak kewalahan oleh emosi yang labil serta tuntutan peran/tanggung jawab baru.

4) Jelaskan gejala yang seharusnya dilaporkan kepada pemberi asuhan

Rasional: Lokhea berbau busuk, demam, malaise, perdarahan, merah segar yang kembali muncul, atau depresi adalah tanda masalah yang harus dievaluasi secepatnya, bukan menunggu jadwal kunjungan minggu ke-4 atau ke-6.

5) Diskusikan perlunya latihan pasca partum, berikan instruksi tertulis, dan bantu penyusunan jadwal.

Rasional: Latihan meningkatkan sirkulasi dan membantu memulihkan tonus otot abdomen. Tindakan ini akan membantu ibu mendapatkan bentuk tubuh sebelum hamil dan meningkatkan perasaan sejahtera.

6) Jelaskan tentang perawatan di rumah, yang mencakup perawatan payudara, pearawataan perineum, pengeluaran lokhea, nutrisi, kebutuhan tidur dan istrahat, penggunaan sitz bath, tanda komplikasi dan sebagainya.

Rasional: Untuk menyiapkan ibu dalam melakukan perawatan mandiri saat pulang, untuk membantu mencegah komplikasi, seperti mastitis, infeksi luka, kekurangan nutrisi atau cairan, atau keletihan, dan untuk memfasilitasi penyembuhan serta pemulihan kesehatan.

7) Jelaskan pentingnya mengikuti pertemuan tindak lanjut bersama penyedia layanan kesehatan.

Rasional: Untuk membantu memastikan bahwa ibu akan dievaluasi selama pemulihan dan kembali pada kondisi sebelum hamil.

8) Jelaskan pentingnya untuk tidak bersanggama selama 4 hingga 6 minggu atau hingga sesudah pemeriksaan tindak lanjut ibu pada minggu ke-6

Rasional: Untuk mencegah infeksi. Serviks tetap terbuka, dan lapisan uterus belum sembuh dengan sempurna hingga sekitar 4 sampai 6 minggu. Sanggama selama periode ini akan meningkatkan risiko infeksi pada ibu.

Tindakan Kolaborasi

9) Rujuk atau anjurkan ke sumber daya di masyarakat yang sesuai (misal La Leche League, layanan kunjungan perawat; program nutrisi women, infants, and children (WIC), departemen kesehatan masyarakat).

Rasional: Untuk memberi dukungan selama beradaptasi dalam parenting.Lain-lain

10) Diskusikan rencana terkait keluarga berencana (KB) atau rujuk ke konseling KB

Rasional: Kehamilan tidak terencana yang terjadi sebelum penyembuhan sempurna dapat membahayakan kesehatan fisik ibu. Ibu harus memahami bahwa menyusui bukan alat kontrasepsi yang dapat diandalkan.

11) Dorong untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) bila ditoleransi.

Rasional: Aktivitas yang meningkatkan harga diri dan mencegah komplikasi, seperti konstipasi dan tromboflebitis, membantu meningkatkan stamina fisik setelah proses kelahiran, dan memungkinkan ibu untuk melakukan perawatan diri dan bayi dengan lebih mudah.

m. Diagnosa XIII: Defisiensi pengetahuan (perawatan bayi) berhubungan dengan primipara, kurang pengalaman sebelumnya.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan klien mengenai perawatan bayi bertambah.

Kriteria hasil:

Menjelaskan karakteristik bayi normal, mendemonstrasikan praktik keselamatan bayi yang meliputi resusitasi jantung paru (RJP), mendemonstrasikan teknik memandikan menggunakan pakaian, dan menyusui yang benar

Perencanaan:

1) Kaji pengetahuan tentang memandikan, mengenakan pakaian, mengganti popok, merawat tali pusat, dan melakuakan RJP pada bayi.

Rasional: Untuk menentukan tingkat pengetahuan dan cara untuk melanjutkan penyuluhan mengenai perawatan bayi.

2) Kaji/observasi kemampuan untuk memandikan, mengganti popok, merawat tali pusat, dan melakukan RJP pada bayi.

Rasional: Untuk menentukan kebutuhan penyuluhan, demonstrasi, atau praktik tambahan sebelum ibu pulang dengan harapan bahwa ibu dapat melakukan perawatan dengan benar dan aman bagi bayi baru lahir.

3) Observasi respons terhadap isyarat bayi.

Rasional: Untuk memastikan bahwa kebutuhan bayi, seperti menyusui, kenyamanan, mandi, dan mengganti popok terpenuhi.

4) Kaji pelekatan orang tua/bayi.

Rasional: Untuk menentukan kebutuhan intervensi. Ibu yang tidak memiliki hubungan baik dengan bayinya kemungkinan besar tidak akan mampu mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan bayi.

Penyuluhan Klien/Keluarga5) Ajarkan tentang RJP, memandikan, merawat tali pusat, merawat sirkumsisi, dan mengganti popok.

Rasional: Untuk membantu memastikan perawatan bayi yang aman dan efektif di rumah guna membantu menengaskan bahwa kebutuhan fisik dan emosional bayi akan terpenuhi.

6) Jelaskan tentang perlunya peemeriksaan bayi yang sehat.

Rasional: Untuk membantu memastikan kesehatan dan kesejahteraan bayi, yang mencakup tidak adanya infeksi (tali pusat), nutrisi yang adekuat, pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan standar perkembangan, dan untuk membantu menegaskan deteksi dini komplikasi yang mungkin menghambat pertumbuhan atau perkembangan.

Tindakan Kolaborasi7) Rujuk ke sumber daya di masyarakat yang sesuaiRasional: Ibu baru, khususnya mungkin memerlukan dukungan tambahan hingga mereka mearsa nyaman dalam mengasuh bayi baru lahir. Ibu mungkin tidak mengetahui sumber daya atau layanan yang tersedia di masyarakat untuk merdeka.Lain-lain8) Berikan umpan balik positif bila asuhan dilakukan dengan benar.Rasional: Pujian dan penguatan positif membantu membentuk kepercayaan diri dan memastikan bahwa perilaku akan diulangi.

9) Libatkan pasangan/keluarga dalam asuhan bayi.

Rasional: Anggota keluarga yang dilibatkan dan merasa dihargai dapat memberi dukungan emosional yang berharga bagi ibu dan akan membantu dalam perawatan fisik bayi jika ibu keletihan atau kewalahan.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan perwujudan dari keseluruhan tindakan keperawatan secara sistematis dan nyata untuk mendapatkan hasil yang seoptimal mungkin. Implementasi yang dilakukan yaitu mengkaji skala nyeri, karakteristik dan lokasi nyeri, memberikan informasi mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan puting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor-faktor memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui, membantu klien dengan ambulasi awal, menganjurkan berkemih dalam 6-8 jam pasca partum dan setiap jam setelahnya, auskultasi adanya bising usus, memperhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua, mengkaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat, catat lama persalinan dan jenis kelahiran, memberikan informasi tentang perawatan diri dan bayinya ( Bobak, 2004).5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan ukuran keberhasilan dari semua rencana yang telah dilakukan dalam peme