asidosis deabetikum

28
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa > 250 mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia. (Urden Linda, 2008). Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi insulin, dikarakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin (Stillwell, 1992). Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM. (Marylyn E.Dongoes, 2000). Jadi KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok. B. Etiologi Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh : 1. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.

Upload: shintia-andriani

Post on 22-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asidosis deabetikum

TRANSCRIPT

Page 1: asidosis deabetikum

BAB II

TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian

Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari

diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa > 250

mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia. (Urden Linda,

2008).

Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan

oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi

insulin, dikarakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin

(Stillwell, 1992).

Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan

oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita

IDDM. (Marylyn E.Dongoes, 2000).

Jadi KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan

membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya

mengalami dehidrasi berat dan dapat  sampai menyebabkan syok.

B.     Etiologi

Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah

insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :

1.      Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.

2.       Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis, iskemia usus dan

apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respon

terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan hormon – hormon ”stres” yaitu

glukagon, epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini

akan menigkatakan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam

jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak

meningkatkan dalam keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat

berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik.

Page 2: asidosis deabetikum

3.      Terdapat pada orang yang menderita diabetes oleh adanya stresor yang meningkatkan

kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena

ketidakmampuan untuk menjalani terapi yang telah ditentukan.

C.    Tanda dan Gejala

Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuria,

polidipsi, dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang

KAD, dan sering disertai  mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah  artikan

sebagai ‘akut abdomen’. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri

abdomen, gejala ini akan hilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.

Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan  koma (10%) kasus, penglihatan kabur,

lemah, sakit kepala, kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl), terdapat keton di urin, dehidrasi

dan syok hipovolemik  (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi) .

Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic. Tanda lain adalah

napas cepat (kusmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik,

disertai bau  aseton pada nafasnya.

D.    Patofisiologi

Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya

jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes

ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang

pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini

akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang

berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama-sama air dan

elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi

berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita

ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500

mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam

– asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh

hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat

dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.

Page 3: asidosis deabetikum

Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan

menimbulkan asidosis metabolik (Brunner and suddarth, 2002).

E.     Pemeriksaan Diagnostik

1.      Analisa Darah

a.       Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu

b.      pH rendah (6,8 -7,3)

c.       PCO2 turun (10 – 30 mmHg)

d.      HCO3 turun (<15 mEg/L)

e.       Keton serum positif, BUN naik

f.       Kreatinin naik

g.       Ht dan Hb naik

h.      Leukositosis

i.        Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

2.      Elektrolit

a.       Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).

b.      Fosfor  lebih sering menurun

3.      Urinalisa

a.       Leukosit dalam urin

b.       Glukosa dalam urin

4.      EKG gelombang T naik

5.      MRI atau CT-scan

6.      Foto Toraks

F.     Penatalaksanaan

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan

ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat,

KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :

1.      Penilaian klinik awal

a.       Pemeriksaan fisik  (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hierventilasi),

derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.

b.      Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria,

ketonuria dan analisis gas darah.

Reusitasi :

Page 4: asidosis deabetikum

a.       Pertahankan jalan nafas.

b.      Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.

c.       Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.

d.      Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari

aspirasi lambung.

2.      Observasi klinik

Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :

a.       Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.

b.      Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.

c.       Pengukuran balance cairan setiap jam.

d.      Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.

e.       Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.

f.       EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.

g.      Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).

3.      Rehidrasi

Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan

resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

a.       Tentukan derajat dehidrasi penderita.

b.      Gunakan cairan normal salin 0,9%.

c.       Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi

dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.

d.      50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.

e.       Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

4.      Penggantian Natrium

a.       Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.

b.      Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.

c.       Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi.

Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap

peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.

d.      Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.

Page 5: asidosis deabetikum

e.       Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan

evaluasi kecepatan hidrasi.

f.       Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.

5.      Penggantian Kalium

Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi

di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke

ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan

asidosis teratasi.

a.       Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan

pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.

b.      Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.

6.      Penggantian Bikarbonat

a.       Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.

b.      Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia,

Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.

c.       Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum

< 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.

d.      Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam,

atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.

7.      Pemberian Insulin

a.       Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.

b.      Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).

c.       Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin

belum diberikan.

d.      Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2

tahun.

e.       Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila

tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS),

terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.

f.       Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.

g.      Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.

Page 6: asidosis deabetikum

h.      Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).

i.        Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.

j.        Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.

k.      Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.

l.        Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan

ketosis dan merangsang anabolisme.

m.    Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita,

pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.

n.      Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan.

Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

8.      Tatalaksana edema serebri

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,

meliputi:

a.       Kurangi kecepatan infus.

b.      Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan

kurang efektif).

c.       Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.

d.      Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.

e.       Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

9.      Fase Pemulihan

Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai

diet per-oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan.

a.       Memulai diet per-oral.

1)      Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3,

bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.

2)      Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah

snack berakhir.

3)      Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.

4)      Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit

sesudah makan utama berakhir.

b.      Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.

Page 7: asidosis deabetikum

1)      Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat

menghabiskan makanan utama.

2)      Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan

sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.

3)      Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula

darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis

basal sebelumnya.

4)      Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7

sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

G.    Pencegahan

Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang

tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan

memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,

komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluarnya disaat sakit

serta edukasi.

Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1

agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan penanganan

yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah:

1.      Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian

insulin, managemen insulin yang tepat disaat sakit).

2.      Menghindari stress.

3.      Menghindari puasa berkepanjangan.

4.      Mencegah dehidrasi.

5.      Mengobati infeksi secara adekuat.

6.      Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.

H.    Komplikasi dari Keto Asidosis Diabetikum

1.      Ginjal diabetik (Nefropati Diabetik)

Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita

mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan

menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama

penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci 

darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongestif.

Page 8: asidosis deabetikum

2.      Kebutaan (Retinopati Diabetik)

Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.

Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat

dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka

penglihatan bisa normal kembali.

3.      Syaraf (Neuropati Diabetik)

Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada syaraf. Penderita bisa stres, perasaan

berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang

rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air

panas. Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir

dengan amputasi.

4.      Kelainan Jantung

Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada

pembuluh darah jantung. Bila diabetes mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat

serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini

merupakan penyebab kematian mendadak. Selain itu, terganggunya saraf otonom yang tidak

berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa sesak, bengkak

dan lekas lelah.

5.      Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar

glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat

menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan

kejang – kejang.

6.      Impotensi

Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang dialami.

Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya

diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35-40 tahun.

Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan

Page 9: asidosis deabetikum

hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk kedalam kandung seni

(ejaculation retrograde).

Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami kemandulan.

Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-

obatan yang mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya.

Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya

kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan

menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan. Walau

demikian diabetes melitus mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan. Pengaruh

tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-

4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang

berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.

7.      Hipertensi

Karena harus membuang kelebihan glukosa darah melalui air seni, ginjal penderita

diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetes juga

lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan

yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal keotak untuk menambah

tekanan darah.

Komplikasi lainnya.

Selain komplikasi yang telah disebutkan diatas, masih terdapat beberapa komplikasi yang

mungkin timbul.

1.      Gangguan pada saluran pencernaan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah

ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.

2.      Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya

perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit

penyembuhannya.

3.      Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes melitus lebih

mudah terserang infeksi.

I.       Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

Page 10: asidosis deabetikum

a.       Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I)

tanggal lahir, jenis kelamin, agama.

b.      Riwayat penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi, lemas,

luka sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak

diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit

pembuluh darah.

c.       Riwayat penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama

dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler

serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.

d.      Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan

(herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil

(kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.

e.       Status metabolik :  Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-

penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-

obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti

hiperglikemik oral.

f.       Pemeriksaan Fisik :

1)      Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.

2)      Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).

3)      Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru).

4)      Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering).

5)      Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih saat

berdiri).

6)      Sistem gastrointestinal  (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).

7)      Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).

8)      Sistem penglihatan (penglihatan kabur).

g.      Pengkajian gawat darurat :

1)      Airways: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang

menghalangi jalan nafas.

2)      Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.

3)       Circulation: kaji nadi, capillary refill.

h.      Aktivitas / Istirahat

Page 11: asidosis deabetikum

Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan

istrahat/tidur. Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi

/disorientasi, koma.

i.        Sirkulasi

Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada

ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda: Perubahan tekanan

darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena

jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.

j.        Integritas/ Ego

Gejala: Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan

kondisi. Tanda: Ansietas, peka rangsang.

k.      Eliminasi

Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih

(infeksi), nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat

berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau

busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif

(diare).

l.        Nutrisi/Cairan

Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan

glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus,

penggunaan diuretik (Thiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi

abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan

gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).

m.    Neurosensori

Gejala: Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi,

gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),

gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma).

n.      Nyeri/kenyamanan

Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi,

tampak sangat berhati-hati.

o.      Pernapasan

Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya

infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan

meningkat.

Page 12: asidosis deabetikum

p.      Keamanan

Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi,

menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot

pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

q.      Seksualitas

Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme

pada wanita.

r.        Penyuluhan/pembelajaran

Gejala: Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat,

penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat

meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai

pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,

pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.

2.      Diagnosa Keperawatan

a.       Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,

pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual, kacau mental.

b.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,

penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.

c.       Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai

dengan pernafasan kusmaul.

d.      Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dehidrasi ditandai dengan poliuri.

3.      Rencana Keperawatan

a.       Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,

pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual. Kriteria Hasil :

1)      TTV dalam batas normal.

2)      Pulse perifer dapat teraba.

3)      Turgor kulit dan capillary refill baik.

4)      Keseimbangan urin output.

5)      Kadar elektrolit normal

Page 13: asidosis deabetikum

Intervensi Rasional

1.  Kaji riwayat durasi/intensitas mual,

muntah dan berkemih berlebihan.

Monitor vital sign dan perubahan

tekanan darah orthostatic.

Monitor perubahan respirasi: kussmaul,

bau aceton.

Observasi kualitas nafas, penggunaan

otot asesori dan cyanosis.

Observasi ouput dan kualitas urin.

6.   Timbang BB.

7.  Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika

diindikasikan.

8.  Ciptakan lingkungan yang nyaman,

perhatikan perubahan emosional.

Catat hal yang dilaporkan seperti mual,

nyeri abdomen, muntah dan distensi

lambung.

1.      Membantu memperkirakan pengurangan volume

total. Proses infeksi yang menyebabkan demam

dan status hipermetabolik meningkatkan

pengeluaran cairan insensibel.

2.       

3.      Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh

hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan

dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari

10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau

berdiri.

3.  Pelepasan asam karbonat lewat respirasi

menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi

pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan

pemecahan asam keton dan akan hilang bila sudah

terkoreksi.

      Peningkatan beban nafas menunjukkan

ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap

asidosis.

Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan

keefektifan terapi.

6.  Menunjukkan status cairan dan

keadekuatan rehidrasi.

    Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume.

8.  

    Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan

pengurangan cairan, perubahan emosional

menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan

hipoksia.

9.  Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah

motilitas lambung, sering menimbulkan muntah 

dan potensial menimbulkan kekurangan cairan &

elektrolit.

Page 14: asidosis deabetikum

Obsevasi adanya perasaan kelelahan

yang meningkat, edema, peningkatan

BB, nadi tidak teratur dan adanya

distensi pada vaskuler.

        Kolaborasi:

-Pemberian NS dengan atau tanpa

dextrosa

-Albumin, plasma, dextran

-Pertahankan kateter terpasang

-Pantau pemeriksaan lab :

        Hematokrit

        BUN/Kreatinin

        Osmolalitas

       

        Natrium

       

      

        Kalium

      Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat

mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban

cairan dan GJK.

Kolaborasi :

  Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan

dan respons pasien secara individual.

  Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi

mengancam kehidupan atau TD sulit kembali

normal

  Memudahkan pengukuran haluaran urin

Pemeriksaan lab :

  Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi.

  Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel

karena dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal.

  Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi.

  Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari

intrasel (diuresis osmotik), tinggi berarti

kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi

natrium dalam berespons terhadap sekresi

aldosteron.

     Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya

hilang melalui urine, kadar absolut dalam tubuh

berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi

kekurangan kalium terlihat.

b.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,

penurunan masukan oral, status hipermetabolisme. Kriteria hasil :

1)      Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat.

2)      Menunjukkan tingkat energi biasanya.

3)      Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal.

Page 15: asidosis deabetikum

Intervensi Rasional

1.   Pantau berat badan setiap hari atau

sesuai indikasi.

2.    Tentukan program diet dan pola makan

pasien dan bandingkan dengan makanan

yang dihabiskan.

3.    Auskultasi bising usus, catat adanya

nyeri abdomen/perut kembung, mual,

muntahan makanan yang belum dicerna,

pertahankan puasa sesuai indikasi.

4.    Berikan makanan yang mengandung

nutrien kemudian upayakan pemberian

yang lebih padat yang dapat ditoleransi.

5.  Libatkan keluarga pasien pada

perencanaan sesuai indikasi.

6.    Observasi tanda hipoglikemia.

7.    Kolaborasi :         

      Pemeriksaan GDA dengan finger stick.

      

           Pantau pemeriksaan aseton, pH dan

HCO3.

     Berikan pengobatan insulin secara

teratur sesuai indikasi.

      

          Berikan larutan dekstrosa dan setengah

salin normal.

1.     Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat

termasuk absorpsi dan utilitasnya.

2.      Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan

dari kebutuhan terapetik

3.     

         Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan

elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi

lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan

mempengaruhi pilihan intervensi.

4.      Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika

pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.

5.      Memberikan informasi pada keluarga untuk

memahami kebutuhan nutrisi pasien.

6.      Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya

metabolisme karbohidrat yang berkurang

sementara tetap diberikan insulin, hal ini secara

potensial dapat mengancam kehidupan sehingga

harus dikenali.

7.      Kolaborasi :

    Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi

urine untuk mendeteksi fluktuasi.

     Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap

terkontrol.

    Mempermudah transisi pada metabolisme

karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia.

       Larutan glukosa setelah insulim dan cairan

membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan

mertabolisme karbohidrat mendekati normal

perawatan harus diberikan untuk menhindari

hipoglikemia.

Page 16: asidosis deabetikum

c.       Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai

dengan pernafasan kusmaul. Kriteria hasil : 

1)      Pertahanan pola nafas efektif.

2)      Tampak rilex.

3)      Frekuensi nafas normal.

Intervensi Rasional

1.      Kaji pola nafas tiap hari.

Kaji kemungkinan adanya secret yang

mungkin timbul.

Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan

keton.

4.     

        Pastikan jalan nafas tidak tersumbat.

5.     

          Baringkan klien pada posisi nyaman,

semi fowler.

6.      Berikan bantuan oksigen.

1.      Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh

status asam basa, status hidrasi, status

cardiopulmonal dan sistem persyarafan.

Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi

untuk menentukan faktor mana yang

berpengaruh/paling berpengaruh.

2.      Penurunan kesadaran mampu merangsang

pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek

parasimpatik dan atau penurunan kemampuan

menelan.

3.       Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui

pernafasan yang menghasilkan kompensasi

alkalosis respiratorik terhadap keadaan

ketoasidosis. Pernafasan yang berbau keton

berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat

dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.

4.      Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi

terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya

lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas

oleh sekret yang munkin terjadi.

5.     

           Pada posisi semi fowler paru – paru tidak

tertekan oleh diafragma.

6.      Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi

keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan

O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah

yang minimal diharapkan dapat mempertahankan

Page 17: asidosis deabetikum

7.      Kaji Kadar AGD setiap hari.

level CO2.

7.      Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2dan

O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap

keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.

d.      Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dehidrasi ditandai dengan poliuri. 

Kriteria Hasil:

1)      TTV dalam batas normal.

2)      Pulse perifer dapat teraba.

3)      Turgor kulit dan capillary refill baik.

4)      Keseimbangan urin output.

5)      Kadar elektrolit normal

Intervensi Rasional

1.      Kaji riwayat pengeluaran berlebih :

poliuri, muntah, diare.

Pantau tanda vital.

3.      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,

turgor kulit dan membrana mukosa.

       Ukur BB tiap hari.

5.     Pantau masukan dan pengeluaran urine.

6.     

        Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr.

7.      Kolaborasi

        Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau

tanpa dekstrose.

1.      Memperkirakan volume cairan yang hilang.

Adanya proses infeksi mengakibatkan demam

yang meningkatkan kehilangan cairan IWL.

2.      Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan

hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat ringannya

hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah

sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari

posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.

3.       Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang

adekuat.

4.      Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari

status cairan yang sedang berlangsung dan

selanjtunya dalam pemberian cairan pengganti.

5.      Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan

pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi

yang diberikan.

6.      Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.

Kolaborasi

   Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad

kekurangan cairan dan respon pasien individual.

Page 18: asidosis deabetikum

       Pantau pemeriksaan laboraorium: Ht,

BUN/Creatinin, Na, K.

      

      Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral.

      

       Berikan Bikarbonat.

     

          Pasang selang NG dan lakukan

penghisapan.

      Na menurun mencerminkan perpindahan cairan

dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi

mencerminkan dehidrasi berat atau reabsorbsi Na

akibat sekresi aldosteron. Hiperkalemia sebagai

repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang

melalui urine. Kadar Kalium absolut tubuh

kurang.

     Kalium untuk mencegah hipokalemia harus

ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan

untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan

lain.

      Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki

asidosis.

     Mendekompresi lambung dan dapat

menghilangkan muntah

4.      Implementasi

Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang

telah ditetapkan untuk perawat bersama klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan

intervensi yang telah direncanakan.

5.      Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini

merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan untuk

mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses

keperawatan.