analisis determinan perdagangan gula rafinasi …
TRANSCRIPT
ANALISIS DETERMINAN PERDAGANGAN GULA RAFINASI
INDONESIA DI PASAR DUNIA
NUR AMIN
105961113116
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ANALISIS DETERMINAN PERDAGANGAN GULA RAFINASI
INDONESIA DI PASAR DUNIA
NUR AMIN
105961113116
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Strata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Determinan
Perdagangan Gula Rafinasi Indonesia di Pasar Dunia adalah benar merupakan
hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Juli 2020
Nur Amin
105961113116
v
ABSTRAK
NUR AMIN.105961113116. Analisis Determinan Perdagangn Gula Rafinasi
Indonesia di Pasar Dunia. Dibimbing oleh MOHAMMAD NATSIR dan
ASRIYANTI SYARIF.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perkembangan net ekspor
komoditas gula rafinasi Indonesia, Determinan ekspor dan impor komoditas gula
rafinasi Indonesia, dan elastisitas ekspor dan impor komoditas gula rafinasi di
Indonesia.
Teknik analisis data yang digunakan untuk melihat perkembangan net
ekspor komoditas gula rafinasi Indonesia adalah dengan melakukan analisis trend
linear terhadap data yang sudah terlebih dahulu ditabulasi. Determinan ekspor
dan impor komoditas gula rafinasi Indonesia dianalisis menggunakan model
regresi berganda. Semntara untuk menjawab elastisitasnya ekspor dan impor
menggunakan fungsi persamaan Cobb-Douglass.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa net ekspor gula rafinasi Indonesia
periode 1989-2017 mengalami defisit setiap tahunnya dengan jumlah yang
fluktiatif. Beberapa faktor yang mempengaruhi Ekspor Gula Rafinasi Indonesia
secara signifikan adalah harga ekspor Indonesia, produksi gula Indonesia, dan
nilai kurs. Faktor-faktor yang mempengaruhi impor gula rafinasi indonesia secara
signifikan terdiri dari harga impor gula rafinasi indonesia dan pendapatan per
kapita.
Kata Kunci: Gula Rafinasi, Ekspor, Impor.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang
diberikan kapada penulis sehingga mampu menyelesaikan tugas akhir berupa
skripsi. Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW
beserta keluarga, dan para sahabat yang telah berjuang memberikan pencerahan
diatas permukaan bumi, sehingga penulis dapat merasakan indahnya ilmu
pengetahuan.
Skripsi ini berjudul “Analisis Determinan Perdagangan Gula Rafinasi
Indonesia di Pasar Dunia”, merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi
syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Penulis paham serta menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan
terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karenanya
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada mereka yang punya andil
dalam skripsi ini.
1. Kedua orang tua kami, Ayahanda Junaid dan Ibunda Rita, serta adikku tercinta
Nurhayani yang menjadi alasan terbesar penulis untuk terus berjuang
mengapai mimpi.
2. Bapak Ahmadiah, S.Pd, orang tua kami di Makassar yang sejak awal study
hingga penyusunan tugas akhir (skripsi) ini terus memberi support kepada
penulis.
3. Bapak Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P. selaku dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
4. Ibunda Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P. selaku ketua Prodi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ayahanda Dr. Mohammad Natsir, S.P,.M.P selaku pembimbing 1 dan Ibu
Asriyanti Syarif, S.P.,M.Si selaku pembimbing 2, ditengah keterbatasan akibat
pandemi covid-19 terus berupaya memberikan bimbingan maksimal hingga
penyusunan skripsi ini dapat kami tuntaskan.
6. Bapak Prof. Dr. Syafiuddin, M.Si selaku penguji 1 dan Ayahanda Ardi
Rumallang, S.P., M.M selaku penguji 2, yang telah banyak memberi masukan
kepada penulis demi perbaikan skripsi ini.
7. Ibunda Dr. Jumiati Lira.,S.P.,M.Si sebagai Penasehat Akademik (PA) penulis
yang banyak memberi petunjuk dan arahan selama proses study di Jurusan
Agribisnis, Universitas Mauhammadiyah Makassar.
8. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah mendidik dan membekali penulis
dengan ilmu yang semoga kelak bisa bermanfaat dengan baik.
9. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan “Laskar Hijau” Angkatan 2016
Jurusan Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Makassar.
10. Para kakanda dan kawan-kawan seperjuangan dimana penulis pernah
ditempah dengan ilmu dan pengalaman, antara lain di Ikatan Keluarga
Mahasiswa Sinjai (IKMS), Lembaga Transformasi Intelektual Mahasiswa
(Eltim), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa
Agribisnis (HIMAGRI), Komunitas Taman Pustaka, dan Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI).
viii
11. Kakanda Zulfikar Hafid, mentor yang membuka minset penulis akan banyak
hal, juga menjadi orang pertama yang menghadiahkan buka bacaan kepada
penulis.
12. Sahabatku Ahlun Basri Hasanuddin yang sudah bersedia menjadi teman
diskusi saat penyusunan skripsi ini.
Seluruh keluarga, kakanda, dan kawan seperjuangan yang sejak awal
membantu proses study penulis, dari awal kuliah hingga mampu menyelesaikan
skripsi yang sekarang ada di tangan pembaca.
Akhir kata penulis ucapakan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang terkait dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi karya
tulis yang bermanfaat dan mampu memberi kontribusi pemikiran dalam kajian
pergulaan Indonesia, khusunya di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar dan lebih umum kepada siapa saja yang
punya konsen maupun ketertarikan terhadap kajian industri pergulaan di
Indonesia.
“Resopa Temmangingngi Malomo Naletei Pammase Dewata”.
Makassar, Juli 2020
Nur Amin
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ..................................................................... iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ............ iv
ABSTRAK ...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
I. PENDAHULUAN ...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................................6
1.4 Kegunaan Penelitian .....................................................................................6
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................7
2.1 Gula Rafinasi ................................................................................................7
2.2 Perdagangan Internasional..........................................................................11
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................................24
2.4 Penelitian Terdahulu Yang Relevan ...........................................................25
2.5 Hipotesis .....................................................................................................28
x
III. METODE PENELITIAN ................................................................................29
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................29
3.2 Jenis dan Sumber Data ..............................................................................29
3.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................29
3.4 Teknik Analisis Data .................................................................................30
3.5 Defenisi Operasional .................................................................................36
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .......................................37
4.1 Letak Geografis .........................................................................................37
4.2 Kondisi Demografis ...................................................................................42
4.3 Keadaan Pertanian .....................................................................................57
4.4 Proyeksi Pergulaan Nasional .....................................................................51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................54
5.1 Perkembangan Net Ekspor Gula Rafinasi Indonesia .................................54
5.2 Determinan Ekspor dan Impor Komoditas Gula Rafinasi Indonesia ........56
5.3 Elastisitas Ekspor dan Impor Komoditas Gula Rafinasi di Indonesia .......63
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................64
6.1 Kesimpulan ................................................................................................64
6.2 Saran ..........................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 25
2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 1988-2018 ............................. 43
3. Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin......... 44
4. Angka Partisipasi Sekolah 1994-2019 ............................................................ 45
5. Pendidikan Penduduk diatas 15 Tahun 1994-2019 ......................................... 46
6. Angka Buta Huruf Berdasarkan Usia Tahun 1994-2019 ................................ 47
7. Proyeksi Konsumsi dan Produksi Gula 2018-2045 ........................................ 53
8. Grafik Net Ekspor Gula Rafinasi Indonesia Tahun 1989-2017 ...................... 54
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ......................................26
2. PDB sektor pertanian atas harga berlaku dan kontribusinya terhadap PDB
Indonesia, tahun 2010 – 2014 ..........................................................................50
3. PDB sektor pertanian atas harga konstan dan laju pertumbuhan, 2010-2014 .52
4. Hasil Estimasi Reggresion Determinan Ekspor Komoditas Gula Rafinasi
Indonesia Tahun 1988-2017 ............................................................................55
5. Hasil Estimasi Reggresion Determinan Impor Komoditas Gula Rafinasi
Indonesia Tahun 1988-2017 ............................................................................59
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Identitas Perusahaan Produsen Gula Rafinasi di Indonesia ............................ 68
2. Penduduk Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 1988-2018 .............. 69
3. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Indonesia dalam Pendidikan
Formal 1994-2019 ........................................................................................... 70
4. Pendidikan Yang Ditamatkan Penduduk diatas 15 Tahun 1994-2019 ............ 71
5. Angka Buta Huruf Penduduk Indonesia Berdasarkan Usia 1994-2019 .......... 72
6. Proyeksi Konsumsi dan Produksi Gula 2018-2045 ........................................ 73
7. Hasil Tabulasi Nilai Impor Gula Rafinasi, Nilai Ekspor Gula Rafinasi, dan Net
Ekspor Gula Rafinasi Indonesia Tahun 1989-2017 ................................................... 74
8. Hasil Analisis Regresi Net Ekspor Gula Rafinasi Indonesia 1989-2017 ........ 75
9. Residual Output Analisis Net Ekspor Gula Rafinasi Indonesia 1989-2017 .............. 76
10. Rata-rata Determinan Ekspor Gula Rafinasi Indonesia Tahun 1989-2017 ................ 77
11. Hasil logaritma Natural (Ln) determinan ekspor gula rafinasi Indonesia ....... 78
12. Hasil analisis regresi determinan ekspor gula Indonesia di pasar dunia ......... 79
13. Garfik Residual Ekspor Gula Rafinasi Indonesai ...................................................... 81
14. Rata-rata Determinan Impor Gula Rafinasi Indonesia Tahun 1988-2017 ................. 82
15. Hasil logaritma Natural (Ln) Impor gula rafinasi Indonesia ..................................... 83
16. Hasil Analisis Regresi determinan impor gula rafinasi Indonesia .................. 84
17. Residuals Output Impor Gula Rafinasi Indonesia ........................................... 86
18. Surat Izin Penelitian ........................................................................................ 87
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan
perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011), dapat
dilihat bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
cukup besar yaitu sekitar 15.3 persen pada tahun 2010 atau merupakan urutan
ketiga setelah sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran.
Akan tetapi, sekalipun sektor pertanian mempunyai kontribusi yang cukup besar
laju pertumbuhan sektor pertanian merupakan yang terendah dibandingkan sektor
lain, yaitu hanya 2.9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan pertanian
mengalami kelesuan karena perhatian dibidang pertanian mulai menurun. Sebagai
pondasi kehidupan sebuah negara, sektor pertanian dewasa ini tengah menghadapi
tantangan terberat yaitu era globalisasi. Salah satu ciri dari era globalisasi adalah
perdagangan bebas yang ditandai dengan semakin meningkatnya arus
perdagangan barang maupun jasa diantara negara-negara di dunia.
Globalisasi dan perdagangan bebas memberikan peluang terbukanya ruang
yang lebih besar untuk memperluas volume usaha pertanian. Menurut Departemen
Pertanian (2010), arus perdagangan dalam mekanisme pasar yang murni adalah
mengalir dari negara yang mempunyai comparative advantages ke negara yang
tidak mempunyai comparative advantages (trade creation). Tumbuhnya trade
creation diantara bangsa-bangsa akan meningkatkan kesejahteraan semua bangsa
di dunia. Hal inilah yang menjadi spirit dari lahirnya isu globalisasi dan
liberalisasi (Rahman, 2013).
2
Industri berbasis perkebunan mempunyai kemampuan sebagai leading
sector dalam pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, dan juga mendorong
perbaikan distribusi pendapatan Salah satu industri hilir perkebunan tersebut
adalah industri gula (Marpaung, 2011). Menurut Susila (2008), industri ini efektif
dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja dan rumah tangga di wilayah
perdesaan. Gula menjadi salah satu komoditas strategis dalam perekonomian
Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu hektar pada periode tahun 2000-
2005, industri gula berbasis tebu menjadi salah satu sumber pendapatan bagi
sekitar 900 ribu petani. Total jumlah tenaga kerja yang terlibat diperkirakan
bahkan mencapai sekitar 1.3 juta orang (Departemen Pertanian, 2005).
Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan
Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), bersama beras, jagung dan kedelai.
Dengan pertimbangan utama untuk memperkuat ketahanan pangan dan kualitas
hidup di pedesaan, Indonesia berupaya meningkatkan produksi dalam negeri,
termasuk mencanangkan target swasembada gula, yang sampai sekarang belum
tercapai (Arifin, 2008).
Peran penting lainnya juga dapat dilihat dari sisi ketahanan dan keamanan
pangan, penyerapan investasi, serta luasnya keterkaitan dalam industri hilir,
seperti industri makanan, industri minuman, industri gula rafinasi, industri
farmasi, kertas, MSG, particle board, dan bio-energy. Khudori (2002)
mengatakan bahwa industri gula juga sangat terkait dengan sumberdaya lokal,
sehingga dapat dikembangkan high value commodity bagi pemberdayaan ekonomi
3
rakyat. Oleh sebab itu keberadaan industri gula dapat menjadi aset ekonomi dan
sekaligus sebagai aset sosial (social capital) yang penting. Gula juga termasuk
salah satu kebutuhan pokok masyarakat, khususnya sebagai sumber kalori. Fakta
ini membawa konsekuensi bagi pemerintah untuk menjamin ketersediaan gula di
pasar domestik dengan tingkat harga yang terjangkau bagi seluruh kelompok
pendapatan masyarakat. Catatan sejarah menunjukkan bahwa industri gula telah
menjadi industri tertua dan unggulan sejak jaman kolonialisme.
Pada era sebelum Perang Dunia II tahun 1930-1940, pulau Jawa menjadi
salah satu penghasil gula terbesar di dunia, sekaligus sebagai pengekspor gula
terbesar kedua setelah Kuba. Puncak produksi dicapai pada tahun 1931 dengan
produksi sebesar 3 juta ton per tahun dan sekitar 2.40 juta ton di antaranya
diekspor. Sebanyak 179 pabrik gula beroperasi di wilayah Indonesia dengan
tingkat produktivitas pada saat itu mencapai 14.80 ton gula per hektar atau 130
ton tebu per hektar. Kemajuan yang mengesankan itu dicapai antara lain karena
adanya dukungan dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah,
prioritas irigasi, teknologi yang efektif, peraturan, dan undang-undang kolonial
(PSP-IPB dan AKANI, 2005). Jika dibandingkan dengan negara produsen gula
dunia lainnya, tingkat efisiensi industri gula Indonesia pada saat ini menempati
urutan ke 15 dari 60 negara produsen gula dunia (Marpaung, 2011).
Gula merupakan komoditas strategis bagi masyarakat Indonesia. Sebagai
bahan pemanis utama, penggunaan gula masih belum dapat digantikan dengan
sempurna oleh bahan pemanis lain. Secara umum penggunaan gula dibedakan
menjadi dua, yaitu gula untuk konsumsi dan gula untuk industri. Gula untuk
4
konsumsi sering kita kenal dengan nama Gula Kristal Putih (GKP), sedangkan
gula untuk kebutuhan industri dikenal dengan nama gula rafinasi. Gula rafinasi
diolah dari bahan baku gula mentah (raw sugar) yang melalui tahapan proses
penyulingan, penyaringan, dan pembersihan lebih ketat dibandingkan dengan
GKP. Tingkat kemurnian yang dimiliki gula rafinasi juga lebih tinggi, butiran
kristal lebih halus, serta warna yang lebih putih. Atas pertimbangan kualitas
tersebut, industri makanan, minuman, maupun farmasi lebih memilih gula rafinasi
dibandingkan dengan GKP sebagai bahan baku industrinya (Fajrin, 2015).
Gula Rafinasi adalah gula hasil penyaringan atau pemurnian dari gula
kristal mentah (raw sugar). Karena sudah dilakukan pemurnian maka kadar
keputihan gula rafinasi (ICUMSA) 45. Ciri khas gula rafinasi, tampilannya cerah,
putih bersih, dan kristalnya lebih kecil lembut. Gula jenis ini umumnya dipakai
pada industri makanan, minuman, dan farmas (Agung, 2016).
Gula rafinasi merupakan salah satu jenis gula sukrosa yang diproduksi
melalui tahapan awal gula kristal mentah (raw sugar), meliputi proses pelarutan
kembali (remelting), klarifikasi, dekolorisasi, kristalisasi, fugalisasi, pengeringan,
dan pengemasan (Kompas, 2011).
Kebutuhan gula di Indonesia belum mampu dipenuhi oleh produksi gula
dalam negeri sehingga kecenderungan impor gula di Indonesia semakin
meningkat. Permasalahan yang terjadi dalam industri gula nasional tidak hanya on
farm tetapi juga off farm. Di sisi on farm masalah yang cukup menonjol adalah
rendahnya produktivitas gula disamping masalah ketersediaan lahan, sedangkan
5
masalah off farm terutama berkaitan dengan rendahnya inefisiensi pabrik gula
(Kementerian Perindustrian, 2009).
Kebutuhan gula untuk industri, khususnya industri sedang dan besar
dicukupi oleh gula rafinasi impor dan gula rafinasi lokal. Saat ini, terdapat 11
Pabrik Gula Rafinasi (PGR) yang beroperasi di Indonesia. Kesebelas pabrik
tersebut memiliki kapasitas produksi yang berbeda-beda sehingga mampu
memenuhi sebagian kebutuhan gula bagi industri (Data perusahaan dapat dilihat
pada lampiran 1). Pabrik GKR yang berbahan baku raw sugar impor seluruhnya
dimiliki oleh swasta (Basalim, 2019). Namun, produksi gula rafinasi lokal belum
mampu mencukupi seluruh permintaan industri sehingga masih dibutuhkan gula
rafinasi impor (Fajrin, 2015).
Kondisi dan dinamika pergulaan yang ada sekarang ini, mendorong
penulis untuk melihat lebih jauh bagaimana perkembangan net ekspor gula
rafinasi Indonesia, determinan ekspor dan impor komoditas gula rafinasi
Indonesia, serta elastisitas ekspor dan impor komoditas gula rafinasi di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan net ekspor komoditas gula rafinasi di Indonesia?
2. Bagaimana determinan ekspor dan impor komoditas gula rafinasi di
Indonesia?
3. Bagaimana elastisitas ekspor dan impor komoditas gula rafinasi di Indonesia?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penilitian ini untuk
menganalisis:
1. Perkembangan net ekspor komoditas gula rafinasi di Indonesia.
2. Determinan ekspor dan impor komoditas gula rafinasi di Indonesia.
3. Elastisitas ekspor dan impor komoditas gula rafinasi di Indonesia.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti yang berkaitan dengan topik
penelitian serta merupakan prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana
pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan
dengan ekspor dan impor gula rafinasi di Indonesia.
3. Sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi peneliti yang ingin
mengetahui tentang gula rafinasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gula Rafinasi
2.1.1 Defenisi Gula Rafinasi
Gula rafinasi (bahasa Inggris: refined sugar) atau gula kristal putih adalah
gula mentah yang telah mengalami proses pemurnian untuk menghilangkan
molase sehingga gula rafinasi berwarna lebih putih dibandingkan gula mentah
yang lebih berwarna kecokelatan. Gula mentah atau gula kristal mentah adalah
sukrosa yang dibuat dari tebu atau bit melalui proses defikasi yang tidak dapat
langsung dikonsumsi sebelum melalui proses pemurnian untuk menghasilkan gula
rafinasi atau gula kristal putih. Gula rafinasi banyak digunakan untuk kebutuhan
industri karena mutu gula rafinasi lebih tinggi (dengan ICUMSA di bawah 300)
dibanding gula mentah (dengan ICUMSA di atas 1.500). Tingkat kemurnian gula
yang berkaitan dengan warna gula, dinyatakan dengan standar bilangan ICUMSA
(International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis), bilangan
ICUMSA yang semakin kecil menunjukan tingkat kemurnian gula yang semakin
tinggi (Wikipedia, 2019).
Assosiasi gula rafinasi (AGRI) mendefenisikan gula rafinasi sebagai gula
super putih atau gula konsumsi yang berkualitas dengan tingkat kemurnian yang
tinggi, kadar abu dan yang sangat rendah serta memenuhi syarat keamanan
pangan sehingga sesuai untuk kebutuhan gula konsumsi industri makanan dan
minuman serta farmasi (maminfar) (Basalin, 2019).
Gula Rafinasi merupakan hasil olahan lebih lanjut dari gula mentah atau
raw sugar melalui proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi manusia
8
sebelum diproses lebih lanjut. Yang membedakan dalam proses produksi gula
rafinasi dan gula kristal putih yakni gula rafinasi memakai proses karbonasi,
sedangkan gula kristal putih memakai proses sulfitasi. Gula rafinasi memiliki
standar mutu khusus yakni mutu 1 (nilai ICUMSA <45) dan mutu 2 (nilai
ICUMSA 46-806). Gula jenis ini yang digunakan untuk industri makanan dan
minuman.
Tahap pertama proses pengolahan gula rafinasi adalah menghilangkan
lapisan molases pada kristal gula mentah. Pencucian dilakukan dalam mesin
sentrifugal. Lalu masuk tahap klarifikasi yang bertujuan membuang semua
kotoran. Untuk Indonesia, pembuangan kotoran menggunakan teknologi
karbonatasi. Tahapan selanjutnya meliputi fosflatasi, karbonatasi, filtrasi,
dekolorisasi, evaporasi, kristalisasi, sentrifugasi, pengeringan dan pendinginan,
serta pengemasan. Staf Ahli Asosiasi Gula Indonesia, Colosewoko, mengatakan,
tahun 2011 impor gula mentah sebagai bahan baku gula rafinasi yang disetujui
mencapai 2,42 juta ton. Selain mengimpor gula mentah untuk bahan baku gula
rafinasi, pemerintah juga mengimpor gula rafinasi langsung untuk memenuhi
kebutuhan gula industri.
Berbeda dengan gula rafinasi, GKP memiliki angka ICUMSA lebih tinggi.
Gula ini dapat dikonsumsi langsung sekalipun soal higienitas kalah dibandingkan
gula rafinasi. Di Indonesia, GKP mayoritas diproduksi pabrik gula BUMN dan
PG swasta (Kompas, 2011).
Rafinasi diambil dari kata refinery yang bermakna menyuling, menyaring,
membersihkan. Karena melalui tahapan proses ketat, tak aneh bila gula rafinasi
9
memiliki tingkat kemurnian tinggi. Karena melalui proses pemurnian bertahap,
gula rafinasi memiliki kadar keputihan (ICUMSA) 45. Jauh di atas gula ekstra
spesial atau kelompok gula untuk makanan (food grade) dengan kadar ICUMSA
100 - 150.
Selain itu, kualitasnya juga jauh di atas gula kristal putih (GKP) dengan
kadar ICUMSA 200-300. Karena melalui proses pemurnian lebih ketat, warna
gula putih bersih dan lebih cerah. Butiran kristalnya lebih halus dan lembut. Tak
heran bila industri makanan, minuman, dan farmasi lebih menyukai gula rafinasi
meskipun diolah dari bahan baku raw sugar impor (Kompas, 2011).
2.1.2 Industri Gula Rafinasi Indonesia
Secara umum status daya saing pertanian dalam hal keunggulan komparatif
(DRCR) dan keunggulan kompetitif (PCR) menunjukkan bahwa situasinya cukup
memprihatinkan terutama untuk padi (beras), kedelai, dan tebu (gula). DRCR dan
PCR komoditas ini mendekati satu (0,80 untuk 1,00), dan bahkan dalam beberapa
kasus lebih besar dari satu (Daryanto, 2010 dalam Natsir, 2016).
Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan
Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), bersama beras, jagung dan kedelai.
Dengan pertimbangan utama untuk memperkuat ketahanan pangan dan kualitas
hidup di pedesaan, Indonesia berupaya meningkatkan produksi dalam negeri,
termasuk mencanangkan target swasembada gula, yang sampai sekarang belum
tercapai (Arifin, 2008).
10
Pada 2002, target swasembada gula pernah dicanangkan untuk tercapai
pada 2007. Kemudian diundur menjadi tahun 2008, lalu mundur lagi menjadi
2009, walaupun dengan catatan swasembada hanya untuk gula konsumsi
masyarakat alias gula putih, dan bukan gula untuk industri. Apakah kelak, akan
diubah mundur lagi menjadi 2010 karena target produksi 2,80 juta tidak tercapai,
dan tingkat konsumsi langsung juga naik menjadi lebih tinggi dari 2,7 juta ton.
Fenomena serupa juga terjadi pada kedelai, dengan target swasembada yang terus
dimundurkan dari 2008, lalu 2010 sampai 2015 (Arifin, 2008).
Gula merupakan salah satu dari kebutuhan pangan utama yang menjadi
salah satu target program swasembada pangan. Dalam konteks pemberlakuan
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Indonesia akan memiliki kontribusi besar
dalam perdagangan gula di pasar ASEAN mengingat masih cukup tingginya
impor gula Indonesia, khususnya dari pasar ASEAN (Susilowati, 2013).
Bahkan impor gula Indonesia paling besar berasal dari Thailand.
Ketergantungan impor gula yang tinggi berimbas pada daya saing gula Indonesia
yang rendah di pasar ASEAN. Untuk mendorong peningkatan produksi gula agar
mampu berswasembada gula menuju era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015,
diperlukan kebijakan yang komprehensif, terutama pada peningkatan kapasitas
produksi, kebijakan ekstensifikasi lahan, dan revitalisasi pabrik gula. Penguatan
kembali peran BULOG dalam menjaga stabilitas harga dipandang juga menjadi
alternatif kebijakan dan strategi pengembangan industri gula dalam menyongsong
pemberlakuan pasar tunggal ASEAN (Susilowati, 2013).
11
Kebutuhan gula untuk industri, khususnya industri sedang dan besar
dicukupi oleh gula rafinasi impor dan gula rafinasi lokal. Saat ini, terdapat 11
Pabrik Gula Rafinasi (PGR) yang beroperasi di Indonesia. Kesebelas pabrik
tersebut memiliki kapasitas produksi yang berbeda-beda sehingga mampu
memenuhi sebagian kebutuhan gula bagi industri. Namun, produksi gula rafinasi
lokal belum mampu mencukupi seluruh permintaan industri sehingga masih
dibutuhkan gula rafinasi impor (Fajrin, 2015).
Menurut Badan Pusat Statistik, impor yang dilakukan oleh Indonesia
sebagian besar dalam bentuk bahan baku industri, yaitu berupa gula rafinasi
maupun bahan bakunya, yaitu berupa raw sugar. Impor gula rafinasi yang
dilakukan Indonesia disebabkan oleh karena tidak tercukupinya bahan baku pada
tingkat lokal, khususnya secara kualitas. Pada pelaksanan impor, gula rafinasi
(refined sugar) hasil industri yang dimiliki oleh importer gula kasar yang
bersumber bahan bakunya berupa Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (raw sugar)
berasal dari impor hanya dapat diperjualbelikan atau didistribusikan kepada
industri dan dilarang diperdagangkan ke pasar di dalam negeri (Direktorat
Jenderal Perdagangan Luar Negeri, 2007 dalam Fajrin, 2015).
2.2 Perdagangan Internasional
2.2.1 Definisi Perdagangan Internasional
Perdagangan atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses tukar menukar
yang di dasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-
masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari
pertukaran tersebut, dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian
12
menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak (Boediono, 2000
dalam Putra 2016).
Pengertian perdagangan internasional secara sederhana menurut kamus
ekonomi yaitu perdagangan yang terjadi antara dua negara atau lebih.
Perdagangan luar negeri merupakan aspek penting bagi perekonomian suatu
negara. Perdagangan internasional menjadi semakin penting tidak hanya dalam
pembangunan negara yang berorientasi keluar akan tetapi juga dalam mencari
pasar di negara lain bagi hasil-hasil produksi di dalam negeri serta pengadaan
barang-barang modal guna mendukung perkembangan industri di dalam negeri
(Christianto, 2013).
Perdagangan internasional adalah pertukaran barang dan jasa maupun
faktor-faktor lain yang melewati perbatasan suatu negara, dan memberikan
dampak terhadap perekonomian domestik maupun global.
Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara
subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik
mengenai barang ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud
adalah penduduk, yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor,
perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen
pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2001 dalam Putra
2016).
Menurut Feriyanto (2015), Perdagangan Internasional adalah kegiatan
perekonomian dan perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
13
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan Bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa:
1. Antara perorangan (individu dengan individu)
2. Antara individu dengan pemerintah suatu negara
3. Pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Jika dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri,
maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Pembeli dan penjual terpisa oleh batas-batas negara.
2. Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara lain melalui
bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang
dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.
3. Antara satu negara dengan negara lain terdapat perbedaan dalam Bahasa, mata
uang, taksiran, dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.
Permasalahan perdagangan internasional diantaranya:
1. Pola perdagangan (ekspor-impor)
2. Harga dasar ekspor-impor
3. Manfaat perdagangan internasional
4. Pengaruh makro perdagangan internasional
5. Mekanisme neraca pembayaran
6. Politik perdagangan luar negeri
7. Persekutuan perdagangan dan modal luar negeri
8. Pengalihan teknologi.
14
Menurut Feriyanto, A (2015) setiap negara yang melakukan perdagangan
dengan negara lain tentunya akan memperoleh manfaat bagi negara tersebut,
diantaranya:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat di produksi di negeri sendiri
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan
4. Tansfer teknologi modern
2.2.2 Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional mulai muncul sejak abad ke 17 dan 18
dimana pada saat itu dikenal sebagai era merkantilisme. Setelah itu muncul
pemikiran Adam Smith yang menyatakan bahwa perdagangan dua negara
didasarkan pada keunggulan absolut. Dimana kedua negara tersebut dapat
memperoleh keuntungan dengan cara setiap negara melakukan spesialisasi dalam
memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkan
komoditi lain yang mempunyai kerugian absolut sehingga setiap negara dapat
memperoleh keuntungan. Setelah teori Adam Smith lahirlah hukum keunggulan
komparatif David Ricardo. Hukum keunggulan komparatif menyatakan bahwa
meskipun salah satu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam
memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar dilakukannya perdagangan
yang menguntungkan dua negara (Salvatore, 1997). Hukum keunggulan
komparatif inilah yang menjadi dasar bagi suatu negara untuk saling menukarkan
komoditi melalui ekspor dan impor (Christianto, 2013).
15
Adapun tiga mazhab besar yang dikenal dalam teori perdagangan
internasional, antara lain:
1. Teori Klasik Merkantilis
Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi
suatu negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak
mungkin ekspor sedikit mungkin mengurangi impor. Surplus ekspor yang
dihasilkanya selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam
logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang
dimiliki oleh suatu negara maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut.
Dengan demikian, pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatanya untuk
mendorong ekspor, dan mengurangi serta membatasi impor (khusunya impor
barang-barang mewah). Namun, oleh karena setiap negara tidak secara simultan
dapat menghasilkan surplus ekspor, juga karena jumlah emas dan perak adalah
tetap pada satu saat tertentu, maka sebuah Negara hanya dapat memperoleh
keuntungan dengan mengorbankan negara lain (Rizki, 2010).
Keinginan para merkantilis untuk mengakumulasi logam mulai ini
sebetulnya cukup rasional, jika mengingat bahwa tujuan utama kaum merkantilis
adalah untuk memperoleh sebanyak mungkin kekuasaan dan kekuatan negara.
Dengan memiliki banyak emas dan kekuasaan maka akan dapat mempertahankan
angkatan bersenjata yang lebih besar dan lebih baik sehingga dapat melakukan
konsolidasi kekuatan di negaranya: peningkatan angkatan bersenjata dan angkatan
laut juga memungkinkan sebuah negara untuk menaklukan lebih banyak koloni.
Selain itu, semakin banyak emas berarti semakin banyak uang dalam sirkulasi dan
16
semakin besar aktivas bisnis. Selanjutnya, dengan mendorong ekspor dan
mengurangi impor, pemerintah akan dapat mendorong output dan kesempatan
kerja nasional (Rizki, 2010).
Kaum merkantilisme mencerminkan cita-cita dan idiologi kapital
komersial serta berpandangan tentang politik kemakmuran negara melebihi
kemakmuran perorangan. Adapun kepentingan negara dapat memperoleh
kemakmuran dengan berpangkal pada dua macam sumber yaitu:
1. Pemupukan logam mulia (emas) karena logam mulia dapat memperkuat posisi
suatu negara dengan pembangunan ekonomi.
2. Politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor diatas nilai
impor sehingga neraca perdagangan surplus atau aktif (Feriyanto, A. 2015).
2. Teori Klasik Adam Smith
Adam Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah
produksi hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam
Smith sependapat dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan
suatu negara dicapai dari surplus ekspor. Kekayaan akan bertambah sesuai dengan
skill, serta efesiensi dengan tenaga kerja yang digunakan dan sesuai dengan
persentase penduduk yang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Smith suatu
negara akan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa
menghasilkan barang dengan biaya secara mutlak lebih murah dari pada negara
lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut.
Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith merupaka kemampuan suatu
negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa perunit dengan menggunakan
17
sumber daya yang lebih sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain
(Wiguna, 2011).
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/varaibel riil
bukan moneter sehingga dikenal dengan nama teori murni (pure theory)
perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa terori ini memusatkan
perhatianya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan
banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin
banyak tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak
tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor
Theory of value) (Boediono, 2000).
Adam smith menegemukakan bahwa negara akan akan Makmur apabila
mampu mengembangkan produksinya melalui perdagangan. Agar produksinya
meningkat perlu adanya pembagian kerja internasional dalam menghasilkan
barang (Feriyanto, 2015)
3. Teori Modern John Stuart Mill dan David Ricardo
Teori J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan
kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative adevantage
terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu
barang yang dapat di hasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang
kalau di hasilakan sendiri memakan ongkos yang besar).
David Ricardo (1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan
bahwa nilai penukaran ada jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan.
Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat
18
digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki
nilaiguna yang dibutuhkan oleh seorang. Selanjutnya David Ricardo juga
membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai
dengan kemauan orang, di lain pihak ada barang yang sifatnya terbatas ataupun
barang monopoli. Dalam hal ini untuk barang yang sifatnya terbatas tersebut
nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari para
calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat ditambah produksinya sesuai
dengan keinginan maka nilai penukaranya berdasarkan atas pengorbanan yang
diperlukan (Rizki, 2011). Sederhananya, teori yang dikemukakan David Ricardo
menjelaskan tentang keutungan komparatif yang diukur dalam ongkos nyata yang
mencerminkan ongkos tenaga kerja (Feriyanto, 2015)
Teori perdagangan internasional di ketengahkan oleh David Ricardo yang
memulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internsioanal hanya
berlaku antara dua negara yang diatara mereka tidak ada tembok pabean, serta
kedua Negara tersebut hanya beredar uang emas. Ricardo memanfaatkan hokum
pemasaran bersama-sama dengan terori kuantitas uang untuk mengembangkan
terori perdagangan internasional. Walaupun suatu negara memiliki keunggulan
absolut akan tetapi apabila dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan
bagi kedua negara yang melakukan perdagangan (Rizki, 2011).
Teori perdagangan telah mengubah dunia menuju globalisasi dengan lebih
cepat. Kalau dahulu negara yang memiliki keunggulan absolut enggan untuk
melakukan perdagangan, berkat law of comparative costs. Dari Ricardo,inggris
mulai kembali membuka perdagannya dengan negara lain. Pemikiran kaum klasik
19
telah mendorong di adakanya perjanjian perdagangan bebas antara beberapa
negara. Teori comparative advantage telah berkembang menjadi dynamic
comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat
diciptakan. Oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi faktor
keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang menguasai teknologi dan kerja keras
menjadi faktor keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang menguasai tekonologi
akan semakin diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas ini, sedangkan
negara yang hanya mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah dalam
persaingan internasional (Boediono, 2000).
Beberapa variabel yang akan digunakan dalam melihat perdagangan gula
rafinasi indonesia adalah sebagai berikut:
1. Ekspor
Ekspor dapat di artikan sebagai perdagangan barang/jasa ke negara lain
secara sah, dalam kata lain ekspor adalah hasil produksi dalam dalam bentuk
barang atau jasa suatu negara yang di jual/kirim untuk negara salah satu tujuan
ekspor itu itu sendiri dengan mengikuti peraturan-peraturan perdagangan
internasional (Radifan, 2014).
2. Impor
Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang dan jasa ke dalam pasar
sebuah negara baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai barang modal atau
bahan baku produksi dalam negeri. Semakin besar impor, disatu sisi baik karena
menyediakan kebutuhan rakyat negara itu akan produk atau jasa tersebut, namun
sisi lainnya bisa mematikan produk dan jasa sejenis dalam negeri, dan yang paling
20
mendasar menguras devisa negara yang bersangkutan (Larassati, 2007 dalam
Christianto, 2013)
3. Produksi
Produksi adalah suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna
atau menciptakan barang baru untuk memenuhi kebutuhan. Produksi gula dapat
ditujukan pada seberapa banyak kemampuan produksi dalam negeri untuk
memenuhi permintaan pasar.
4. Konsumsi
Konsumsi adalah kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan
daya guna suatu benda untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
Konsumsi gula berkaitan erat dengan permintaan gula, baik untuk konsumsi
rumah tangga maupun untuk kebutuhan industri.
5. Nilai Tukar (Kurs)
Nilai Tukar (Kurs) Nilai tukar atau kurs dapat di artikan yaitu harga/nilai
dari mata uang suatu negara yang di ukur dengan mata uang negara lain. Nilai
tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya (Krugman &
Maurice, 2005 dalam Radifan, 2014).
Perundingan mengenai liberalisasi perdagangan dunia yang lebih terarah,
berimbang dan melibatkan banyak negara secara formal baru dimulai pada bulan
September 1986, setelah ditanda-tanganinya Deklarasi Punta del Este yang
selanjutnya dikenal dengan Putaran Uruguay. Perundingan multilateral untuk
menata perdagangan internasional ini berada dalam sistem GATT (General
Agreement on Tariffs and Trade), dengan tujuan untuk mencegah meningkatnya
21
proteksionisme di negara-negara maju (Kartadjoemena, 1997). Meskipun
Indonesia telah melakukan reformasi ekonomi mulai bulan Juni 1983, tetapi
keikutsertaan di dalam GATT memberikan arti yang sangat penting, karena dapat
dijadikan landasan dalam melakukan liberalisasi perdagangan.
Dalam liberalisasi perdagangan di Sektor Pertanian, Putaran Uruguay telah
menghasilkan dokumen kompromi pada bulan Desember 1993. Menurut
Feridhanusetyawan (1998), hasil perundingan tersebut merupakan agenda yang
ambisius dalam reformasi perdagangan di Sektor Pertanian. Ada dua hal yang
disepakati, yaitu: (1) Melaksanakan liberalisasi perdagangan, dengan menerapkan
aturan permainan GATT di bidang pertanian; dan (2) Setiap negara menyusun
besaran tarif yang akan diterapkan, serta melakukan konversi terhadap hambatan
non-tarif ke dalam ekivalen tarif (Kartadjoemena, 1997 dalam
Feridhanusetyawan, 1998 dalam Malian, 2004).
Ada tiga aspek yang dihasilkan dari perundingan Putaran Uruguay di
bidang pertanian, yaitu: (1) Pengurangan hambatan akses pasar, berupa penurunan
tarif rata-rata 36 persen dan minimum 15 persen untuk setiap jenis tarif di
negaranegara maju selama enam tahun. Sedangkan di negara-negara berkembang,
hanya 24 persen selama 10 tahun. Disamping itu, setiap negara diwajibkan
memberikan akses minimum tiga persen dari konsumsi domestik untuk kuota
impor, dan naik menjadi lima persen pada tahun 1999; (2) Pengurangan subsidi
domestik, di mana negara-negara maju wajib mengurangi subsidi domestiknya
sebesar 20 persen tanpa batas waktu dan negara-negara berkembang sebesar 13,3
persen dalam 10 tahun. Sedangkan subsidi di bawah lima persen di negara-negara
22
maju dan 10 persen di negara-negara berkembang dari total nilai produk pertanian
tidak dilarang. Disamping itu, subsidi yang diterapkan sejak tahun 1986 dihitung
sebagai kredit dalam komitmen; (3) Pengurangan subsidi ekspor, di mana
negaranegara maju dalam enam tahun harus menurunkan subsidi ekspornya
sebesar 36 persen, serta mencakup 24 persen dari seluruh kuantitas komoditas
ekspor yang di subsidi. Sedangkan untuk negara-negara berkembang pengurangan
itu sebesar 20 persen dari nilai pengeluaran subsidi, serta mencakup 16 persen
dari kuantitas komoditas ekspor yang di subsidi selama 10 tahun.
2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Internasional
Menurut Feriyanto, (2015) setiap negara dalam kehidupan di dunia ini
pasti akan melakukan interaksi dengan negara-negara lain disekitarnya. Biasanya
bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar negara atau yang
lebih dikenal dengan istilah perdagangan internasional. Beberapa alasan yang
menyebabkan terjadinya perdagangan internasional antara lain:
1. Revolusi Informasi dan Transportasi
Ditandai dengan berkembangnya era informasi teknologi, pemakaian
system berbasis computer serta kemajuan dalam bidang informasi, penggunaan
satelit serta digitalisasi pemrosesan data, berkembangnya peralatan komunikasi
serta banyak lagi.
2. Independensi Kebutuhan
Masing-masing negara memiliki keunggulan serta kelebihan di masing-
masing aspek, bisa ditinjau dari sumberdaya alam, manusia, serta teknologi.
23
Kesemuanya itu akan berdampak pada ketergantungan antar negara yang satu
dengan yang lainnya.
3. Liberalisasi Ekonomi
Kebebasan dalam melakukan transaksi serta melakukan kerjasama
memiliki implikasi bahwa masing-masing negara akan mencari peluang dengan
berinteraksi melalui perdagangan antar negara.
4. Kebutuhan Devisa
Perdaganga internasional juga dipengaruhi oleh faktor kebutuhan akan
devisa suatu negara. Dalam memenuhi segala kebutuhan setiap negara harus
memiliki cadangan devisa yang digunakan untuk melakukan pemmbangunan,
salah satu sumber devisa adalah pemasukan dari perdagangan internasional.
5. Adanya Perbedaan selera
Dengan adanya perbedaan selera akan memungkinkan suatu negara
melakukan perdagangan. Misalnya negara X dan Y sama-sama menghasilkan
daging sapi dan daging ayam dengan jumlah yang hamper sama. Penduduk negara
X tidak menyukai daging sapi, sedangkan penduduk negara Y tidak menyukai
daging ayam maka dapat terjadi ekspor yang saling menguntungkan diantara
kedua negara tersebut, dengan cara negara X mengimpor daging ayam dan
mengekspor daging sapi, sebaliknya negara Y mengimpor daging sapi dan
mengekspor daging ayam.
24
6. Adanya keanekaragaman kondisi produksi
Perdagangan diperlukan karena adanya keanekaragaman kondisi produksi
di setiap negara. Misalnya, negara X ysng memiliki iklim tropis bersosialisasi
dengan memproduksi pisang dan kopi untuk ditukarkan dengan barang dan jasa
dari negara lain.
7. Perbedaan kebudayaan dan gaya hidup
Perbedaan kebudayaan dan gaya hidup di masing-masing negara juga
dapat mendorong terjadinya perdagangan an
atar negara, misalnya barang-barang seni dan kerajinan yang dihasilkan
oleh suatu negara sangat diwarnai oleh kebudayaan dan gaya hidup masyarakat di
negara bersangkutan.
Menurut (Nopirin, 2010 dalam Radifan, 2014) Perdagangan internasional
pada umumnya sering timbul karena : (a) Adanya perbedaan harga barang di
berbagai negara. Perbedaan harga inilah yang menjadi pangkal timbulnya
perdagangan antar negara. Harga sangat ditentukan oleh biaya produksi yang
terdiri dari upah, modal, sewa tanah, biaya bahan mentah serta efisiensi dalam
proses produksi. Untuk menghasilkan suatu jenis barang tertentu, antara satu
negara dengan negara lain akan berbeda ongkos produksinya.
2.3 Kerangka Pemikiran
Banyak faktor yang menentukan perdagangan suatu negara. Pada dasarnya
perdagangan suatu negara akan selalu berbeda dengan negara lain, sesuai dengan
kebutuhan dalam negerinya. Berdasarkan pernyataan tersebut secara garis besar
25
kita dapat menjelaskan determinan yang mempengaruhi perdagangan gula rafinasi
di Indonesia. Kami gambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
2.4 Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak
Determinan Impor Gula
Rafinasi
Determinan Ekspor Gula
Rafinasi
Perdagangan Gula Rafinasi
Elastisitas
ekspor dan
impor gula
rafinasi
Net Ekspor
Gula
Rafinasi
Determinan
Perdagangan
Gula Rafinasi
Y= Volume Ekspor
X1= Harga Ekspor
Indonesia
X2= Harga Ekspor
Dunia
X3= Produksi Gula
Dalam Negeri
X4= Nilai Kurs
Y= Volume Impor
X1= Harga Impor
Gula
X2=Konsumsi Gula
Per Kapita
X3= Income per
Kapita
26
menemukan penelitian dengan judul yang sama dengan judul penulis. Namun,
penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya
bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu
berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.
Tabel 1: Penelitian Terdahulu Yang Relevan dengan Penlitian.
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Fajrin (2015) Permintaan Gula
Rafinasi Pada Industri
Makanan Minuman
Dan Farmasi Di
Indonesia
1. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan
gula rafinasi pada industri
makanan di Indonesia adalah
harga gula rafinasi, nilai tukar
rupiah, harga gula bit dan
tarif impor.
2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan
gula rafinasi pada industri
minuman di Indonesia adalah
harga gula bit dan tarif impor.
3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan
gula rafinasi pada industri
farmasi di Indonesia adalah
harga gula rafinasi, nilai tukar
rupiah, harga gula bit dan
tarif impor.
4. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan
gula rafinasi secara agregat
pada industri makanan,
minuman dan farmasi di
Indonesia adalah harga gula
rafinasi, nilai tukar rupiah,
harga gula bit dan tarif impor.
5. Ada korelasi positif antara
volume impor gula rafinasi
dengan harga gula pasir
(GKP) pada tingkat
konsumen di Indonesia.
6. Permintaan gula rafinasi secara agregat oleh industri
makanan, minuman dan
27
farmasi di Indonesia memiliki
kecenderungan meningkat
setiap tahunnya. Hasil
peramalan menunjukkan
permintaan gula rafinasi akan
terus meningkat.
2 Hairani (2014) Analisis Trend Produksi
Dan Impor Gula Serta
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Impor
Gula Indonesia
1) Trend produksi gula dan
impor gula di Indonesia
selama kurun waktu lima
tahun dari tahun 2012-2016
cenderung meningkat.
2) Faktor-faktor yang
mempengaruhi impor gula di
Indonesia berpengaruh secara
nyata terhadap impor gula di
Indonesia adalah impor tahun
sebelumnya, konsumsi gula,
dan harga gula internasional,
perubahan pendapatan
perkapita dan stok gula
domestik.
3) Elastisitas pada variabel
stok dalam negeri, impor
tahun sebelumnya, perubahan
pendapatan perkapita dan
konsumsi gula terhadap
impor gula di Indonesia
besifat inelastis. Sedangkan
nilai elastisitas harga gula
internasional terhadap impor
gula di Indonesia bersifat
elastis.
28
3 Susilowati
(2013)
Posisi Perdagangan Dan
Daya Saing Gula
Indonesia Di Pasar
Asean
Daya saing gula Indonesia
baik untuk gula kristal putih
maupun gula rafinasi di pasar
ASEAN relatif lemah.
Indonesia mempunyai
keunggulan komparatif yang
lemah dibandingkan negara-
negara ASEAN yang lain.
Pangsa pasar gula kristal
putih maupun gula kristal
rafinasi Thailand merupakan
yang paling tinggi dari pada
pangsa pasar negara lain di
ASEAN.
2.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori dalam penelitian maka diduga bahwa beberapa
faktor berpengaruh terhadap determinan perdagangan gula rafinasi Indonesia.
Karena belum teruji kebenarannya maka diambil suatu hipotesis. Adapun
hipotesis yang digunakan sebagai berikut :
a. Faktor – faktor yang mempengaruhi volume ekspor (harga gula Indonesia,
harga gula dunia, produksi gula nasional, dan nilai kurs) berpengaruh secara
simultan terhadap perdagangan gula rafinasi.
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi volume impor (harga impor gula,
konsumsi gula per kapita, dan pendapatan per kapita) berpengaruh secara
simultan terhadap perdagangan gula rafinasi.
c. Terdapat salah satu atau lebih dari satu faktor yang berpengaruh secara parsial
terhadap ekspor dan impor gula rafinasi Indonesia.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan perdagangan gula rafinasi
Indonesia di dunia dalam kurung waktu 2 bulan, mulai dari bulan Mei hingga
Juni 2020.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa deret waktu (Time Series) dengan rentang waktu 30 tahun, terhitung dari
priode tahun 1988 hingga tahun 2017. Hasil-hasil penelitian terdahulu serta
jurnal-jurnal terkait juga digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
yang merupakan data berupa angka yang diambil dari instansi atau lembaga
terkait seperti FAOSTAT (Food and Agriculture Organization), Badan Pusat
Statistk (BPS), dan Bank Indonesia (BI).
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara
mengutip secara langsung data berupa time series yang diambil berdasarkan deret
waktu atau data beberapa tahun yang ada di FAOSTAT (Food and Agriculture
Organization), Badan Pusat Statistk (BPS), dan Bank Indonesia (BI).
30
3.4 Teknik Analisis Data
3.4.1 Analisis Net Ekspor Komoditas Gula Rafinasi
Net ekspor atau ekspor bersih adalah selisi antara nilai ekspor dangan
impor. Ekspor neto yang positif menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daripada
impor. Perhitungan ekspor neto dilakukan bila perekonomian melakukan transaksi
dengan perekonomian lain (dunia). Net ekspor dapat dihitung dengan rumus: X-
M, dimana X= Ekspor dan M= Impor.
Setelah mengetahui nilai Net ekspor selanjutnya kita melakukan analisis
trend. Menurut Santoso (2018), trend adalah kecenderungan data dalam jangka
panjang, yang mempunyai arah akan meningkat, tetap, ataukah cenderung
menurun. Rata-rata perubahan tersebut bisa bertambah bisa berkurang. Jika rata-
rata perubahan bertambah disebut trend positif atau trend mempunyai
kecenderungan naik. Sebaliknya, jika rata–rata perubahan berkurang disebut trend
negatif atau trend yang mempunyai kecenderungan menurun. Rumus trend dapat
dituliskan Y=a+bt.
3.4.2 Analisis Determian Ekspor dan Impor Gula Rafinasi
Analisis yang digunakan untuk memperkirakan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat ekspor dan impor pada penelitian ini adalah model
regresi dimana kita menggunakan variabel independent dengan model persamaan
linear. Untuk pertama kita menggunakan regresi berganda dalam mengetahui apa
saja yang mempengaruhi faktor ekspor dan impor gula rafinasi Indonesia.
Persamaan Determinan Ekspor dan impor Gula Rafinasi Indonesia dalam uji
linear berganda sebagai berikut:
31
Keterangan:
Y = Volume Ekspor Gula Rafinasi Indonesia
X1 = Harga ekspor gula rafinasi Indonesia
X2 = Harga ekspor gula rafinasi dunia
X3 = Produksi Gula Rafinasi Indonesia
X4 = Nilai Kurs terhadap USD
e =Kesalahan (error term)
a =Konstanta
b1,b2,b3,…..bn =Koefisien Variabel Independen/Koefisien Regresi
Keterangan:
Y = Volume Impor Gula Rafinasi Indonesia
X1 = Harga Impor gula rafinasi Indonesia
X2 = Konsumsi Gula Nasional per Kapita
X3 = Income per Kapita
e =Kesalahan (error term)
a =Konstanta
b1,b2,b3,…..bn =Koefisien Variabel Independen/Koefisien Regresi
Y=a+b.x atau Y= 𝒂𝒐+𝒃𝟏𝒙𝟏+𝒃𝟐𝒙𝟐+𝒃𝟑𝒙𝟑+ 𝒃𝟒𝒙𝟒 +e
Y=a+b.x atau Y= 𝒂𝒐+𝒃𝟏𝒙𝟏+𝒃𝟐𝒙𝟐+𝒃𝟑𝒙𝟑+e
32
Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk menguji pengaruh dari
variable independent dengan variable dependen dalam penelitian yang dilakukan,
yaitu dengan cara:
a. Uji Serentak (Uji )
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara
bersamasama terhadap variabel dependen. (Fajrin, 2015).
Pengujian F ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hasil
perhitungan dengan F tabel, maka kita menerima hipotesis alternatif yang
menyatakan bahwa semua variabel independent secara serentak dan signifikan
mempunyai mempunyai variabel dependen (Rahmat, 2019). Prosedur pengujian F
adalah sebagia berikut:
1. Membuat hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha)
2. Menghitung nilai F hitung dengan rumus:
3. Mencari nilai kritis (F tabel); df (k-1, n-k)
Dimana k= jumlah parameter termaksud intersep.
4. Keputusan untuk menerima atau menolak Ho didasarkan pada
perbandingan F hitung dan F tabel.
Jika: F hitung >F tabel, maka Ho diolah dan Hi diterima
F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak.
𝑭𝒏= 𝑹𝟐:𝒌
𝟏−𝑹𝟐 : 𝒏+𝒌−𝟏
33
b. Pengujian Parsial (Uji t)
Pengujian secara parsial menggunakan uji t yang merupakan uji t yang
pengaruh signifikan variabel independent terhadap variabel dependen secara
individual. Uji signifikan adalah prosedur dimanaa hasil sampel digunakan untuk
menentukan keputusan untuk menerima atau menolak Ho berdasarkan nilai uji
statistik yang diperoleh dari data.
Prosedur dari uji t adalah sebagai berikut (Agus, W dalam Rahmat. W.
2019):
1. Membuat hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternative (Ha).
2. Menghitung t dengan rumus:
Keterangan:
bi = koefisien bebas ke – i
bi* = Nilai hipotesis dari nol
Sbi = simpangan baku dari variabel bebas ke i
3. Mencari nilai krisis t dari tabel t dengan df + n-k dan α yang tertentu
4. Keputusan untuk menerima atau menolak Ho didasarkan pada
pertandingan t hitung dan t tabel (nilai kritis).
Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima
Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak.
c. Uji Koefisien Determinan (
t= 𝒃𝒊−𝒃+
𝑺𝒃𝒊
34
Koefisien determinasi atau R2 merupakan besaran yang paling lazim
digunakan untuk mengukur kebaikan atau kesesuaian garis regresi (goodness of
fit). R2 memberikan proporsi atau presentase variasi total dalam variabel tak
bebas Y yang dijelaskan oleh variabel yang menjelaskan (X) (Gujarati, 1999
dalam Fajrin, 2015). Penggunaan R2 pada regresi linier berganda memiliki
kelemahan, yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang ditambahkan,
sehingga penggunaan R2 diganti dengan adjusted R2. Estimator yang diguakan
diharapkan telah berdistribusi normal dan bebas dari permasalahan asumsi klasik
yang biasa terjadi pada analisis regresi linier berganda. Data yang telah lolos uji
asumsi klasik dikatakan telah memenuhi syarat OLS yaitu BLUE (Best Linier
Unbiassed Estimator) (Fajrin, 2015).
Nilai koefisien determinan merupakan suatu ukuran yang menunjukkan
besar sumbangan dari variabel independen terhadap variabel dependen, atau
dengan kata lain koefisien determinasi menunjukkan variasi turunnya yang diberi
simbol mendekati angka 1, maka variabel independen makin mendekati
hubungan dengan variabel dependen sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan
model tersebut dapat dibenarkan (Gujarati, 1997 dalam Rahmat. W. 2019).
3.4.3 Analisis Elstisitas Ekspor dan Impor
Analisis elastisitas dihitung dengan menggunakan persamaan Cobb
Douglass. Secara matematif fungsi produksi Cobb-Douglass dapat ditulis sebagai
berikut:
35
Y=b0 DBe (Soekartawi, 2013 dalam Yusmiati. 2018).
Model fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model linear
logaritmatik, maka model fungsi untuk elastisitas ekspor adalah sebagai berikut:
= + + + + + e
Keterangan:
Ln VEG = Volume Ekspor
Ln HEGI = Harga ekspor gula Indonesia
Ln HEGD = Harga ekspor gula dunia
Ln PGI = Produksi Gula Indonesia
Kurs = Nilai Kurs
- = Koefisien regresi (nilai elastisitas)
=Kesalahan (disturbance term)
Adapun untuk persamaan model Cobb Douglass yang di transformasi
kedalam persamaan Impor dapat dituliskan sebagai berikut:
= + + + + e
Ln VI = Volume Impor
Ln HIG = Harga Impor Gula
Ln KGPG = Konsumsi Gula Per Kapita
Ln PDB = Pendapatan Per Kapita
- = Koefisien regresi (nilai elastisitas)
=Kesalahan (disturbance term)
36
3.5 Defenisi Operasional
1. Gula rafinasi, gula mentah yang telah mengalami proses pemutihan yang
diperuntukkan untuk kebutuhan industri di Indonesia.
2. Perdagangan, kegiatan tukar-menukar barang antara produsen dan konsumen
di Indonesia.
3. Ekspor, kegiatan penjualan komoditas gula rafinasi Indonesia ke
mancanegara.
4. Impor, kegiatan pembelian komoditas gula rafinasi dari negara lain untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri di Indonesia.
5. Penawaran, sejumlah gula rafinasi yang ditawarkan pada berbagai tingkat
harga dalam priode tertentu di Indonesia.
6. Tebu, tanaman bahan baku gula di Indonesia.
7. Elastisitas, kecenderungan perubahan permintaan, penawaran akibat adanya
perubahan harga.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografis
4.1.1 Luas dan Letak Wilayah
Secara geografis Indonesia terletak diantara 2 daratan serta 2 samudra.
Letak Indonesia secara geografis ini tercantum sangat strategis serta kerap diucap
bagaikan posisi silang. Indonesia diapit oleh daratan Asia serta daratan Australia
dan diapit oleh Samudra Hindia serta Samudra Pasifik.
Pengaruh letak geografis Indonesia ini berakibat pada hawa laut yang
terdapat di Indonesia. Tidak hanya itu letak geografis ini sangat mempunyai
pengaruh pada keberadaan daerah Indonesia, baik dilihat dari kondisi raga serta
sosial ataupun ekonomi serta politik.
Indonesia merupakan negeri terbanyak di Asia Tenggara, dengan ukuran
dari timur ke barat panjangnya dekat 3. 200 mil (5.100 kilometer) serta dari utara
ke selatan 1.100 mil (1.800 kilometer). Indonesia berbagi perbatasan darat dengan
Malaysia di bagian utara Pulau Borneo, Papua Nugini di tengah Pulau Nugini,
serta Negeri Timor Leste di tengah Pulau Timor.
Semacam yang telah dipaparkan tadinya kalau Indonesia terletak diantara
2 daratan serta 2 samudra, ialah Daratan Asia (di sebelah utara- barat laut) serta
Daratan Australia (Sebelah selatan- tenggara), dan Samudra Hindia (di sebelah
selatan- barat energi) serta Samudra Pasifik (di sebelah timur- timur laut). Secara
astronomis Indonesia terletak pada posisi 6°LU- 11°LS serta 95°BT- 141°BT.
38
Indonesia mempunyai dekat 17. 500 pulau, dimana lebih dari 7. 000 pulau
tidak berpenghuni. Nyaris 3 perempat luas daerah Indonesia diwakili oleh Pulau
Sumatra, Kalimantan, serta Papua, sebaliknya Sulawesi, Jawa, serta Maluku
mengikut dibelakangnya.
Pulau- pulau besar di Indonesia dicirikan oleh pegunungan vulkanik yang
berhutan rimbun, yang miring ke dasar ke dataran tepi laut yang ditutupi oleh
rawa aluvial tebal. Struktur raga Indonesia yang unik mencakup pertemuan 3
bagian utama kerak bumi, rantai gunung berapi, serta palung laut dalam.
Pulau Kalimantan serta busur kepulauan yang mencakup Sumatra, Jawa,
Bali, serta rantai Sunda Kecil di Sunda Shelf ( Paparan Sunda) ialah perpanjangan
dari massa daratan Asia. Paparan dibatasi di sebelah selatan serta barat oleh
palung laut dalam, semacam Palung Jawa dengan titik terendahnya 7.450 m di
dasar permukaan laut serta membentuk batasan kontinen (daratan).
New Guinea (Nugini) serta pulau- pulau yang bersebelahan, tercantum
pulau Halmahera, terletak di Sahul Shelf (Paparan Sahul), yang ialah
perpanjangan bagian barat laut dari massa daratan Australia. Sebelah timur laut
Paparan Sahul dibatasi oleh serangkaian palung samudera serta ke arah barat laut
pula oleh sebagian palung laut, rantai terumbu karang, serta serangkaian
punggungan dasar laut.
Berikutnya, unit ketiga kerak pembuat Indonesia merupakan perpanjangan
sabuk pegunungan yang membentuk Jepang serta Filipina. Perihal ini bisa
nampak dari pegunungan yang membentang antara Kalimantan serta Papua dan
39
mencakup serangkaian gunung berapi serta pula palung laut dalam di dekat Pulau
Sulawesi serta Maluku.
Paparan Sunda di dekat Laut Jawa mempunyai relief yang relatif rendah,
berisi sebagian terumbu karang, serta bukan bertipe vulkanik. Sistem gunung yang
membentang di sejauh laut Tiongkok Selatan serta Sulawesi dari paparan ini
mencirikan tepi luar dari massa daratan Asia. Daerah ini ialah zona yang sangat
luas serta ialah salah satu zona vulkanik sangat aktif di dunia.
Sisi luar (sebelah selatan) rantai kepulauan Sumatra lewat Jawa serta
Sunda Kecil membentuk tepi depan daratan Asia Tenggara. Perihal ini diisyarati
oleh kedatangan gunung berapi aktif yang ke areah selatan serta barat dibatasi
oleh serangkaian palung laut dalam.
Di sisi sebelah dalam (utara) tersusun atas rangkaian pulau- pulau kecil,
gunung berapi, rawa, dataran rendah, serta Laut Jawa yang dangkal. Laut di sisi
utara ini tercipta pada akhir Era Pleistosen (dekat 12. 000 tahun yang kemudian),
serta ditemui pula fakta sisa daratan (semacam jembatan natural) yang
memfasilitasi migrasi tumbuhan serta hewan dari daratan Asia.
4.1.2 Kondisi Iklim
Penentuan cuaca di Indonesia jadi salah satu aspek keadaan geografis
Indonesia. Yang tercantum dalam jenis cuaca serta hawa ini meliputi curah hujan,
arah angin, tekanan hawa, temperatur hawa, serta kelembaban hawa.
40
Unsur- unsur cuaca serta hawa merupakan bagian dari keadaan wujud
geografis. Letak Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa membuat daerah
Indonesia menemukan cahaya matahari yang lumayan sejauh tahun di bermacam
daerah.
Keadaan hawa Indonesia dipengaruhi oleh angin muson ialah angin yang
bertiup masing- masing 6 bulan sekali serta senantiasa berganti- ganti arah.
Terdapatnya pergantian arah angin muson ini berdampak keadaan hawa di
Indonesia dibagi jadi 2 masa tiap tahunnya ialah masa kemarau serta masa
penghujan. Daerah Indonesia yang diapit oleh 2 samudra membuat keadaan hawa
laut jadi lembab.
Udara ialah karakteristik khas berarti keadaan geografis Indonesia. Hawa
Indonesia sebagian besar didetetapkan oleh struktur pulau serta letaknya di garis
khatulistiwa. Aspek posisi di dekat khatulistiwa hendak menjamin temperatur
yang besar serta sifatnya yang menyeluruh. Tidak hanya itu, posisi indonesia yang
terletak diantara 2 daratan besar ialah Asia serta Australia menyebabkannya
terdampak oleh pola curah hujan musiman yang dibawa oleh angin masa.
Temperatur paling tinggi di terletak sejauh tepi laut, dimana temperatur
rata- rata tahunan berkisar 70 sampai 80°F. Di Indonesia, wilayah di atas
ketinggian 2. 000 kaki (600 m) hendak cenderung lebih sejuk, cuma Pegunungan
Maoke di Papua suhunya sangat dingin diisyarati dengan kedatangan salju. Di
Jakarta, pada dikala hari terik suhunya dapat menggapai nyaris 100°F (38°C),
sebaliknya pada sangat dingin dapat turun sampai dekat 65°F (18°C).
41
Sebagian besar daerah Indonesia menerima curah hujan rimbun sejauh
tahun, dimana jumlah terbanyak terjalin dari Desember sampai Maret. Tetapi, dari
Jawa tengah ke arah timur mengarah Australia, masa kemarau mulai terasa malah
pada bulan Juni sampai Oktober.
Pulau- pulau Timor serta Sumba sepanjang berbulan- bulan menerima cuma
sedikit hujan. Jumlah curah hujan paling tinggi kerap terjalin di wilayah
pegunungan Sumatra, pegunungan Kalimantan, Sulawesi, serta Papua, dimana
curah hujan tahunan dapat menggapai lebih dari 120 inci (3.000 milimeter).
Jawa barat, Jawa tengah, sebagian daerah Sulawesi serta Maluku
mempunyai curah hujan rata- rata 80 inci (2. 000 milimeter) per tahun. Jawa
Timur, Bali, Sulawesi selatan serta tengah, memiliki curah hujan rata- rata antara
60 sampai 80 inci (1.500 serta 2.000 milimeter), sebaliknya Kepulauan Sunda
Kecil yang sangat dekat dengan Australia cuma memperoleh 40 sampai 60 inci
(1.000 sampai 1. 500 milimeter) per tahun.
Terbentuknya alterasi masa di Indonesia diakibatkan oleh drift angin
monsunal Asia serta konvergensi massa hawa tropis dari utara serta selatan garis
khatulistiwa di sejauh garis intertropis bertekanan rendah. Pola angin masa di
bagian tertentu dari kepulauan bergantung pada posisi baik itu di utara ataupun di
selatan khatulistiwa, keakraban dengan Australia ataupun daratan Asia, ataupun
pada posisi bagian depan Intertropis.
Sepanjang bulan Desember, Januari, serta Februari, angin masa barat dari
daratan Asia hendak bawa hujan rimbun ke Sumatra bagian selatan, Jawa, serta
42
Kepulauan Sunda Kecil. Sebaliknya pada bulan Juni, Juli, serta Agustus, daerah-
daerah tersebut hendak dipengaruhi oleh masa timur, yang bawa hawa kering dari
Australia.
Dikala monsun timur sudah melintasi khatulistiwa ataupun jadi monsun
barat energi di belahan bumi utara, angin jadi lembab serta jadi sumber
terbentuknya hujan. Sumatera serta Kalimantan, yang terletak dekat dengan
khatulistiwa serta jauh dari Australia, pada biasanya tidak mempunyai masa
kemarau, walaupun curah hujan cenderung lebih rendah sepanjang bulan Juli serta
Agustus. Angin topan yang kokoh, cenderung tidak terjalin di Indonesia, namun
badai petir lumayan kerap terjalin di Indonesia.
4.2 Keadaan Demografis
Menurut KBBI, Demografis atau demografi adalah ilmu tentang susunan,
jumlah, dan perkembangan penduduk. Dengan begitu keadaan demografi dapat
jelaskan sebagai gambaran statistik mengenai suatu bangsa dilihat dari sudut
sosial politik dan ilmu kependudukan.
4.2.1 Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin
Keakurataan data penduduk sangat penting digunakan untuk pengambilan
kebijakan pemerintah, utamanya dalam perencanaan program-program
pembangunan kemasyarakatan sehingga program bisa tepat sasaran. Variable
yang menentukan keakuratan jumlah penduduk, yaitu jumlah kelahiran, kematian,
kepindahan dan kedatangan.
43
Gambar 2: Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin 1988-2018.
Secara umum dari data pada tabel 1, dapat kita lihat bahwa pada priode
1988-2018 populasi penduduk Indonesia terus meningkat. Laju pertumbuhan
penduduk berdasarkan jenis kelamin juga menunjukkan bahwa presentase jumlah
penduduk laki-laki dari tahun ke tahun cenderung lebih tinggi dibanding jumlah
penduduk perempuan. Pada tahun 1988 jumlah penduduk Indonesia sebanyak
174.975.163 dan pada tahun 2019 angkanya sudah mencapai 267.670.549. Praktis
setidaknya dalam kurung waktu 30 tahun terakhir lonjakan penduduk Indonesia
mencapai kurang lebih 92.695.386 jiwa.
4.2.2 Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
penting untuk diketahui dalam rangka melihat besaran usia produktif dan tidak
produktif (belum produktif dan saudah tidak produktif). Situs databoks (2019),
misalnya memprediksi Indonesia akan mengalami masa bonus demografi hingga
0
50000000
100000000
150000000
200000000
250000000
300000000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728293031
Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 1988-2018
Laki-Laki Perempuan Total
44
2045. Di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan
penduduk tidak produkif.
Gambar 3: Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
(https://bogabagi.com/wp-content/uploads/2019/02/Jumlah-Penduduk-Indonesia-
2019.jpg).
Dari data terakhir yang kami kumpulkan penduduk, Indonesia berdasarkan
kelompok umur dan jenis kelamin dapat dibagi dalam 16 kategori, mulai dari
umur 0-4 tahun sampai kategori umur diatas 75 tahun.
Pada gambar diatas dapat kita lihat bahwa populasi penduduk Indonesia
sebahagian besar berada angka umur produktif yakni 0-39 Tahun. Sedangkan
pada umur 40-75 tahun angkanya terus menunjukka penurunan yang cukup
signifikan. Populasi terbanyak untuk jenis kelamin perempuan adalah umur 15-19
tahun sebanyak 10.954.200. Sementara untuk laki-laki 10-14 tahun dengan total
populasi sebanyak 11.290.300.
45
4.2.3 Pendidikan
Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting bagi manusia karena
dengan berpendidikan terciptalah manusia yang berkualitas, berintelektual dan
terhindar dari kebodohan. Salah satu ukuran melihat kesuksesan Pendidikan suatu
Negara adalah melihat seberapa besar angka partisipasi sekolah dari
masyarakatnya. Ukuran lain yang sering digunakan untuk melihat kualitas
pendidikan adalah tingkat Pendidikan masyarakat yang akan masuk ke dunia
kerja, dan besaran angka buta huruf dalam Negara tersebut bisa menjadi indikasi
jelas perwujudan belum maksimalnya pembangunan pada sektor Pendidikan di
Negara tersebut.
Gambar 4: Angka Partisipasi Sekolah 1994-2019.
Angka Partisipasi sekolah merupakan satu konsep untuk melihat proporsi
dari penduduk kelompok usia sekolah (tanpa memandang jenjang Pendidikan
yang ditempuh) terhadap kelompok usia yang bersesuaian. Nilai APS berkisar
antara 0-100. Makin tinggi APS berarti makain banyak anak usia sekolah yang
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Angka Partisipasi Sekolah 1994-2019
APS 7-12 th APS 13-15 th APS 16-18 th APS 19-24 th
46
bersekolah di suatu daerah. APS yang tinggi menunjukkan terbukanya peluang
yang lebih besar dalam mengakses Pendidikan secara umum.
Dari data yang ada pada gambar 4 kita dapat mengetahui bahwa angka
partisipasi sekolah umur 7-12 tahun relatif tinggi yakni diatas 90% setiap
tahunnya, namun terus mengalami penurunan pada golongan umur berikutnya.
Penurunan angka partisipasi sekolah mengindikasikan bahwa akses terhadap
sekolah masih terbatas pada lapisan masyarakat tertentu yang menyebabkan angka
putus sekolah masih cukup tinggi.
Gambar 5: Pendidikan Penduduk diatas 15 Tahun 1994-2019
Pendidikan penduduk diatas 15 tahun memberikan gambaran kepada kita
akan kesiapan usia produktif dari masyarakat yang akan masuk angkatan kerja.
Data pada gambar 5 menunjukkan adanya grafik peningkatan akses Pendidikan
kepaada masyarakat umur 15 tahun, itu tergambar dari tahun ke tahun penduduk
yang bisa sampai di jenjang SMA sederajat terus mengakami peningkatan dan
sebaliknya angka tidak sekolah semakin mengecil.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Pendidikan Penduduk diatas 15 Th (1994-2019)
Tidak/Belum Sekolah Tidak Tamat SD SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat
47
Gambar 6: Angka Buta Huruf Berdasarkan Usia Tahun 1994-2019.
Angka buta huruf adalah proporsi penduduk pada angka usia tertentu yang
tidak dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Tingkat buta
huruf yang rendah menunjukkan adanya sebuah sistem Pendidikan yang efektif
dan atau program keaksaraan yang memungkinkan Sebagian besar penduduk
untuk memperoleh kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam kehidupan
sehari-hari dan melanjutkan pembelajarannya.
Dari data yang ada pada gambar 6 menjelaskan bahwa angka buta huruf di
Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan pada seluruh kelompok usia,
ini menjelaskan bahwa akses penduduk terhadap Pendidikan baik formal maupun
non formal semakin baik.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Angka Buta Huruf Berdasar Usia (1994-2019)
Angka Buta Huruf 10 th + Angka Buta Huruf 15 th +
Angka Buta Huruf 15-44 th Angka Buta Huruf 45 th +
48
4.3 Keadaan Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis
dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor
yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam
pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu
pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan
pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini
pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat
banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita
tergantung padanya.
Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum
dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan
petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan pertanian di
Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada
beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia
mempunyai peranan penting, antara lain: Potensi Sumber Daya Alam yang besar
dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya
pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang
menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan
masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian
Indonesia yang besar namun pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar
dari petani kita masih banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini
49
mengindikasikan bahwa pemerintah pada masa lalu bukan saja kurang
memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor pertanian keseluruhan.
Perkembangan PDB Indonesia selama tahun 2010 sampai tahun 2014
terlihat terjadi peningkatan, yang diikuti pula peningkatan PDB sektor pertanian.
PDB sektor pertanian luas (termasuk kehutanan dan perikanan) atas dasar harga
berlaku tahun 2010 sebesar 956,1 triliun rupiah meningkat menjadi 1.410,7 triliun
rupiah pada tahun 2014 (angka sangat sementara). Kondisi demikian juga terjadi
di sektor pertanian sempit, yaitu tahun 2010 sebesar 754,4 triliun rupiah menjadi
1.088,9 triliun rupiah di tahun 2014. Sementara di sektor industri pengolahan
yaitu tahun 2010 sebesar 1.512,8 triliun rupiah menjadi 2.215,8 triliun rupiah di
tahun 2014, begitu juga di sektor perdagangan tahun 2010 sebesar 923,9 triliun
rupiah menjadi 1.410,9 triliun rupiah pada tahun 2014. Kontribusi terbesar pada
tahun 2014 terjadi pada sektor industri pengolahan sebesar 21,02%, sementara
posisi kedua diduduki oleh sektor pertanian secara luas dan sector perdagangan
masing-masing sebesar 13,38%.
50
Tabel 2: PDB sektor pertanian atas harga berlaku dan kontribusinya terhadap PDB
Indonesia, tahun 2010 – 2014.
Uraian PDB Atas Harga Berlaku (Triliun Rupiah) Kontribusi thd PDB Indonesia (%)
2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2010 2011 2012 2013*) 2014**)
a. Tanaman Pangan 253,3 271,0 305,7 332,1 344,0 3,69 3,46 3,55 3,49 3,26
b. Tanaman Hortikultura 110,4 125,3 125,1 137,4 159,5 1,61 1,60 1,45 1,44 1,51
c. Tanaman Perkebunan 268,2 303,4 323,4 358,2 397,9 3,91 3,87 3,75 3,76 3,77
d. Peternakan 108,4 117,3 130,6 148,0 167,1 1,58 1,50 1,52 1,55 1,58
e. Jasa Pertanian dan Perburuhan 14,1 15,6 17,4 19,1 20,5 0,21 0,20 0,20 0,20 0,19
Sektor Pertanian (Secara
Sempit/Kementan)
754,4 832,5 902,1 994,8 1.088,9 10,99 10,63 10,47 10,44 10,33
Sektor Pertanian (Secara Luas) 956,1 1.058,2 1.152,3 1.275,0 1.410,7 13,93 13,51 13,37 13,39 13,38
Sektor Industri Pengolahan 1.512,8 1.704,3 1.848,2 1.998,7 2.215,8 22,04 21,76 21,45 20,98 21,02
Sektor Perdagangan 923,9 1.066,1 1.138,5 1.263,8 1.410,9 13,46 13,61 13,21 13,27 13,38
Sektor Lainnya 3.471,3 4.003,1 4.476,8 4.987,2 5.505,4 50,57 51,11 51,96 52,36 52,22
PDB Indonesia 6.864,1 7.831,7 8.615,7 9.524,7 10.542,7 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS dalam Pusdatin, 2020.
Keterangan : *) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
Pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2010 sampai dengan tahun 2014
mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat berdasarkan PDB atas harga konstan
2010, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 sebesar 6,17%, sementara
pada tahun 2012 sampai tahun 2014 laju pertumbuhan ekonomi meningkat namun
melambat masing- masing sebesar 6,03%, 5,58% dan 5,02%.
Seiring dengan kondisi tersebut, laju pertumbuhan sektor pertanian secara
luas tahun 2011 meningkat sebesar 3,95%, kembali meningkat pada tahun 2012
sebesar 4,59%, dan di tahun 2013 sampai tahun 2014 sedikit melambat masing-
masing sebesar 4,20% dan 4,18%. Sementara pertanian sempit mencakup sektor
51
tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan serta
sektor jasa pertanian dan perburuhan memiliki pertumbuhan yang fluktuatif, yaitu
tahun 2011 meningkat sebesar 3,47%, kemudian tahun 2012 meningkat sebesar
4,58%, tahun 2013 meningkat sebesar 3,85% dan tahun 2014 meningkat lebih
lambat menjadi sebesar 3,71%.
Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan pada tahun 2011 mencapai
6,26%, kemudian pada tahun 2012 sampai tahun 2014 tumbuh melambat masing-
masing menjadi 5,62%, 4,49% dan 4,63%. Demikian juga di sektor perdagangan
tahun 2011 mencapai 9,66%, kemudian pada tahun 2012 sampai tahun 2014
tumbuh melambat masing-masing menjadi 5,40%, 4,71% dan 4,84%.
Jika dilihat dari PDB atas dasar harga konstan tahun 2010, PDB sektor
pertanian sempit (tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan,
peternakan dan Jasa pertanian dan perburuhan) tahun 2010 sampai dengan tahun
2014 masing-masing sebesar 754,4 triliun rupiah tahun 2010, pada tahun 2011
sebesar 780,6 triliun rupiah, tahun 2012 sebesar 816,3 triliun, tahun 2013 sebesar
847,8 triliun rupiah dan tahun 2014 meningkat hingga mampu menyumbangkan
PDB Indonesia sebesar 879,2 triliun rupiah, Secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.
52
Tabel 3. PDB sektor pertanian atas harga konstan dan laju pertumbuhan, tahun 2010-2014.
Uraian PDB Atas harga konstan (triliun rupiah) Laju Pertumbuhan (%)
2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2011 2012 2013*) 2014**)
a. Tanaman Pangan 253,3 250,8 263,1 268,3 268,9 -1,00 4,90 1,97 0,24
b. Tanaman Hortikultura 110,4 120,1 117,4 118,2 123,2 8,77 -2,21 0,67 4,19
c. Tanaman Perkebunan 268,2 281,5 301,0 319,5 338,2 4,94 6,95 6,15 5,83
d. Peternakan 108,4 113,6 119,2 125,3 132,1 4,80 4,97 5,08 5,44
e. Jasa Pertanian dan Perburuhan 14,1 14,6 15,5 16,5 16,9 3,83 6,07 5,91 2,58
Sektor Pertanian (Secara Sempit/Kementan) 754,4 780,6 816,3 847,8 879,2 3,47 4,58 3,85 3,71
Sektor Pertanian (Secara Luas) 956,1 993,9 1.039,4 1.083,1 1.128,4 3,95 4,59 4,20 4,18
Sektor Industri Pengolahan 1.512,8 1.607,5 1.697,8 1.774,1 1.856,3 6,26 5,62 4,49 4,63
Sektor Perdagangan 923,92 1.013,2 1.067,9 1.118,2 1.172,4 9,66 5,40 4,71 4,84
Sektor Lain
Nya
3.471,3 3.673,1 3.921,9 4.182,7 4.411,0 5,81 6,77 6,65 5,46
PDB Indonesia 6.864,13 7.287,6 7.727,1 8.158,2 8.568,1 6,17 6,03 5,58 5,02
Sumber : BPS dalam Pusdatin, 2020.
Keterangan : *) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
4.4 Proyeksi Pergulaan Indonesia
Industri berbasis perkebunan mempunyai kemampuan sebagai leading
sector dalam pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, dan juga mendorong
perbaikan distribusi pendapatan Salah satu industri hilir perkebunan tersebut
adalah industri gula (Marpaung, 2011).
53
Gambar 7: Proyeksi Konsumsi dan Produksi Gula 2018-2045
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
1 2 3 4 5 6 7 8
Proyeksi Konsumsi dan Produksi Gula 2018-2045
Produksi (Ton) Konsumsi Konsumsi Konsumsi
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Net Ekspor Gula Rafinasi Indonesia
Net exports (ekspor neto) atau ekspor bersih sama dengan nilai ekspor
dikurangi nilai impor. Ekspor mewakili pembelian orang asing untuk barang dan
jasa dalam negeri. Impor adalah pembelian produk dan layanan asing oleh
konsumen lokal. Juga dikenal sebagai neraca perdagangan.
Gambar 8: Grafik Net Ekspor Gula Rafinasi Indonesia Tahun 1989-2017.
Berdasarkan grafik net ekspor pada tahun 1989-2017 diatas terlihat bahwa
net ekspor gula rafinasi Indonesia mengalami pergerakan yang fluktuatif. Data net
ekspor gula rafinasi Indonesia juga menunjukkan bahwa industri gula Indonesia
pada priode 1989-2017 belum kuat, terbukti nilainya terus mengalami defisit.
Dalam rentang waktu yang diamati, defisit net ekspor sempat melemah pada
titik ke-6 dalam kurva yang menunjukkan tahun 1994 (Lihat di lampiran 2)
dimana angkanya sebesar -5,88 Juta US $. Sementara defisit tertinggi terjadi pada
y = -147,91 - 0,3958 t R² = 0,0007
-500
-450
-400
-350
-300
-250
-200
-150
-100
-50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Net Ekspor
55
titik 22 (Tahun 2010) dengan menembus angka -440,31 Juta US$ (Lihat di
lampiran 2), jika dikalikan dengan nilai kurs pada saat itu 8.991 (Lampiran 4)
maka angkanya mencapai Rp 3.958.827.210.000,00 (Tiga Triliyun Sembilan
Ratus Lima Puluh Delapan Miliyar Delapan Ratus Dua Puluh Tujuh Juta Dua
Ratus Sepuluh Ribu Rupiah), artinya tahun 2010 saja pemerintah harus
mensubsidi dana sebanyak itu untuk menutupi defisit perdagangan gula rafinasi.
Dari hasil analisis kita memperoleh persamaan trend Y=-147,91-0,3958 t
dan =0,0007. Y=-147,91-0,3958 t menjelaskan bahwa nilai rata-rata net ekspor
gula rafinasi selama 29 tahun sebesar -147,91 dan mengalami penurunan 0,3958
juta US$/Tahun. =0,0007 menjelaskan bahwa korelasi periode tahunan dengan
trend sebesar 0,07% yang artinya masih lemah .
Setelah dilakukan analisis trend, selanjutnya kita lakukan uji signifikansi
terhadap nilai net ekspor dengan uji regresi. Dari uji regresi kita peroleh angka
yang sama dari analisis trend yakni nilai R Square sebesar 0,0007 dan nilai
koefisien t=-0,3958. Sementara hasil uji t analisis regresi memperlihatkan nilai
probabilitas uji t sebesar 0,8881 (Lihat Lampiran 8) menjelaskan bahwa variabel
waktu tidak berpengaruh signifikan terhadap net ekspor gula rafinasi.
Meskipun nilai koefisien t menunjukkan angka -0,3958 yang artinya trend
menunjukkan penurunan sebesar 0,3958 juta US$/tahun, namun pengaruhnya
tidak signifikan menjelaskan bahwa hasil uji yang kita lakukan bersifat statnan
atau trend relatif tidak berkembang.
56
5.2 Determinan Ekspor dan Impor Komoditas Gula Rafinasi Indonesia
5.2.1 Determinan Ekspor Gula Rafinasi Indonesia
Determinan perdagangan gula rafinasi Indonesia di pasar dunia dapat kita
ketahui dengan melakukan analisis Multiple regression pada aplikasi Microsoft
excel 2016. Dari data hasil regresi yang ditampilkan kita dapat melihat hasil
signifikansi model yang terdiri dari uji simultan (Uji f), Uji parsial (Uji T), dan
lainnya, dan selanjutnya dapat kita lakukan interpretasi model regresi berganda.
Tabel 4. Hasil Estimasi Multiple Reggresion Determinan Ekspor Komoditas Gula
Rafinasi Indonesia Tahun 1988-2017.
Variabel Rata-
Rata Koefisien
Standard
Error
Probabi-
litas Nama Teori Empiris
Konstanta
(Ton/Tahun)
Intersep 978 -8,2616 4,3408 -1,9033 0,0691
Harga Ekspor
Indonesia (US
$/Ton)
X1 HEI** 1.021 -0,881 0,3427 -2,5711 0,0168
Harga Ekspor
Dunia (US
$/Ton)
X2 HED 430 1,1504 0,8495 1,3542 0,1883
Produksi Gula
Indonesia
(Ton/Thn)
X3 PGI* 2 -2,7144 1,3707 -1,9803 0,0592
Kurs (Rp/US $) X4 Kurs*** 7.758 1,7509 0,2093 8,365 0,0000
= 21,5269*** ***) : Signifikan (α=0,01/1%)
Prob. = 0,0000 **) : Signifikan (α=0,05/5%)
R2
= 0,7820 *) : Signifikan (α=0,1/10%)
ns : Non Signifikan
Model Regresi
VEG= + + + + + e
VEG = -8,2616 -0,8810HEI + 1,1504HED-2,7144PGI + +
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2020.
57
a. Uji F-Statistik (Simultan)
Uji F yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
(Independen) teradap variabel terikat (Dependen) secara bersama-sama
(Simultan). Pada penelitian ini, uji F-Statistik dilakukan dengan menggunakan
program Microsoft Excel 2016. Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 9 dapat
dilihat bawa nilai F Statistik sebesar 21,5269 dan nilai Probabilitas (F-Statistik)
sebesar 0,0000. Maka dapat dijelaskan bahwa variabel independen (Harga Ekspor
Indonesia, Harga Ekspor Dunia, Produksi Gula Indonesia, dan Nilai Kurs ) secara
bersama-sama mempengarui determinan ekspor gula rafinasi Indonesia secara
signifikan pada taraf kepercayaan sebesar 99% (α = 0,01). Dengan hasil yang ada,
kita melihat bahwa beberapa parameter secara simultan (Bersama) berpengaruh
terhadap ekspor gula rafinasi sesuai dengan hipotesis yang kita telah duga
sebelumnya.
b. Koefisien Determinan (R2)
R2
adalah suatu ukuran kesesuaian model (model fit) atau sering juga
disebut Goodness Of Fit. Koefisisen determinan (R2) mencerminkan besarnya
pengaruh variabel bebas (independen variabel) dalam menjelaskan perubahan-
perubahan pada variabel terikat (dependen variabel) secara bersama-sama, dengan
tujuan untuk mengukur kebenaran dan kebaikan hubunga antara variabel dalam
model yang digunakan. Besarnya nilai koefisien determinan adalah antara 0
hingga 1 (0<R2<1), dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut
dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan
58
variabel terikat.
Berdasarkan hasil estimasi Reggresion dengan menggunakan program
Microsoft Excel 2016, pada tabel 9 diketahui bahwa koefisien determinan (R2)
sebesar 0,7820. Dari hasil estimasi dapat dijelaskan bahwa sebanyak 78,20%
variabel Y (Volume Ekspor) dapat dijelaskan oleh variasi variabel X (Harga
Ekspor Indonesia, Harga Ekspor Dunia, Produksi Gula Indonesia, dan Nilai Kurs),
sedangkan sisahnya sebesar 21,20% (100% - 78,20%) dipengaruhi oleh variabel
yang tidak diteliti.
c. Uji t-statistik
Uji t (Uji Parsial) atau dikenal juga dengan istilah pengujian hipotesis
individual. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara signifikan
masing-masing variabel independen (Harga ekspor gula rafinasi Indonesia, harga
ekspor gula rafinasi dunia, produksi gula rafinasi Indonesia, dan nilai kurs)
terhadapa variabel dependen (Volume Ekspor).
Pada tabel 9 hasil estimasi dapat dilihat bahwa ada tiga variabel
independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap determinan ekspor
komoditas gula rafinasi Indonesia. Ketiga variabel yang dimaksud adalah harga
ekspor Indonesia, produksi gula Indonesia, dan nilai kurs.
1. Harga Ekspor Indonesia (X1)
Tabel 9 terlihat bahwa nilai koefisien estimasi harga ekspor gula di Indonesia
sebesar -0,8810 dan nilai probabilitasnya sebesar 0.0168 (Lebih kecil dari taraf
nyata 0,05). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa harga Ekspor Gula Rafinasi
Indonesia berpengaruh negatif terhadap determinan ekspor gula rafinasi di
59
Indonesia, atau dengan kata lain bahwa setiap peningkatan atau kenaikan Harga
Ekspor Gula Indonesia akan menurunkan Volume Ekpor Indonesia (Y), pada
tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).
2. Produksi Gula Indonesia (X3)
Tabel 9 terlihat bahwa nilai koefisien estimasi untuk variabel produksi
gula di Indonesia sebesar -2,7144 dan nilai probabilitas nya sebesar 0.0592 (Lebih
kecil dari taraf nyata 0,1). Dengan demikian produksi gula Indonesia berpengaruh
negatif terhadap determinan ekspor gula Indonesia, atau dengan kata lain apabila
nilai produksi dula Indonesia meningkat maka Volume Ekpor Indonesia (Y) akan
menurun, pada tingkat kepercayaan 90% (α = 0,1).
3. Nilai Kurs Indonesia (X4)
Tabel 9 terlihat bahwa nilai koefisien estimasi untuk variabel kurs sebesar
1,7509 dan nilai probabilitas nya sebesar 0.0000 (Lebih kecil dari tingkat
kesalahan 0,01). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa nilai kurs berpengaruh
positif terhadap determinan ekspor gula Indonesia pada tingkat kepercayaan 99%
(α = 0,01). Dari sini juga dapat dijelaskan bahwa setiap kenaikan nilai kurs akan
diikuti dengan kenaikan Volume Ekpor Gula Rafinasi Indonesia (Y).
d. Standard Error
Ada tiga variabel yang signifikan dalam dalam analisis regresi faktor-
faktor yang mempengaruhi determinan ekspor yakni harga ekspor Indonesia (X1),
produksi gula indonesia (X3), dan Kurs (X4). Dari ketiga faktor tersebut, variabel
dengan standard error paling rendah adalah variabel Kurs (X4) sebesar 0,2093,
60
menjelaskan bahwa dari 3 variabel X yang berpengaruh signifikan, kurs adalah
variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap ekspor gula refinasi
Indonesia.
5.2.2 Determinan Impor Gula Rafinasi Indonesia
Tabel 5. Hasil Estimasi Multiple Reggresion Determinan Impor Komoditas Gula
Rafinasi Indonesia Tahun 1988-2017.
Variabel Rata-
Rata Koefisien
Standar
d Error
Probab-
ilitas Nama Teori Empiris
Konstanta (1000
Ton/Thn)
Intersep 417 0,6822 3,5587 0,1917 0,8495
Harga Impor
Gula (US
$/Ton)
X1 HIG* 412 1,3942 0,7373 1,8909 0,0698
Konsumsi Gula
Per Kapita
(Kg/Kap)
X2 KGPK 17 -0,0672 0,0566 -1,1871 0,2459
Pendapatan Per
Kapita (US
$/Kap)
X3 PPK*** 2.302 -0,0010*** 0,0002 -4,2886 0,0002
Uji F = 9,0948*** ***) : Signifikan (α=0,01/1%)
Probabilitas (Uji F) = 0,0003 **) : Signifikan (α=0,05/5%)
R2
= 0,5121 *) : Signifikan (α=0,1/10%)
ns : Non Signifikan
Model Regresi
= + + + + e
= 0,6822 + 1,3942HIG - 0,0672KGPK - 0,0010PPK +
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2020.
a. Uji F-Statistik (Simultan)
Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 10 dapat dilihat bawa nilai F
Statistik sebesar 9,0948 dan nilai Probabilitas (F-Statistik) sebesar 0,0003. Maka
dapat dijelaskan bahwa variabel independen (Harga impor gula, konsumsi gula
per kapita, dan pendapatan per kapita) secara bersama-sama mempengarui
61
determinan impor gula rafinasi Indonesia secara signifikan pada taraf kepercayaan
sebesar 99% (α = 0,01). Dengan hasil ini, kita melihat bahwa variasi variabel X
secara simultan berpengaruh terhadap impor gula rafinasi sesuai dengan hipotesis
yang kita telah duga sebelumnya.
b. Koefisien Determinan (R2)
Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan program Microsoft Excel
2016, pada tabel 10 diketahui bahwa koefisien determinan (R2) sebesar 0,5121.
Dari hasil estimasi dapat dijelaskan bahwa sebanyak 51,21% variabel Y (Volume
Ekspor) dapat dijelaskan oleh variasi variabel X (Harga impor gula rafinasi
Indonesia, konsumsi gula per kapita, dan pendapatan per kapita), sedangkan
sisahnya sebesar 48,79% dipengaruhi oleh variabel diluar estimasi.
c. Uji t-statistik
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh signifikan variabel
independen (Harga impor gula rafinasi Indonesia, konsumsi gula per kapita, dan
pendapatan per kapita) terhadapa variabel dependen (Volume Impor).
Tabel 10 dapat dilihat bahwa ada dua variabel independen yang
berpengaruh secara signifikan terhadap determinan impor komoditas gula rafinasi
Indonesia. Kedua variabel yang dimaksud adalah harga impor gula rafinasi
Indonesia (X1) dan pendapatan per kapita (X3).
1. Harga Impor Gula Rafinasi Indonesia (X1)
Nilai koefisien estimasi untuk variabel harga impor gula rafinasi Indonesia
(X1) sebesar 1,3942 dan nilai probabilitasnya sebesar 0.0698 (Lebih kecil dari
62
taraf nyata 0,1). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa harga Ekspor Gula
Rafinasi berpengaruh positif terhadap determinan impor gula rafinasi di Indonesia
pada tingkat kepercayaan 90% (α = 0,1). Dengan ini juga berarti bahwa, setiap
kenaikan Harga Impor Gula Rafinasi Indonesia akan diikuti dengan kenaikan
Volume Impor Indonesia (Y).
2. Pendapatan Per Kapita (X3)
Nilai koefisien estimasi untuk variabel Pendapatan Per Kapita (X3) sebesar
-0,0010 dan nilai probabilitasnya sebesar 0.0002 (Lebih kecil dari taraf nyata
0,01). Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pendapatan per kapita
berpengaruh negatif terhadap determinan impor gula rafinasi di Indonesia pada
tingkat kepercayaan 99% (α = 0,01). Dengan ini juga dapat dijelaskan bahwa
setiap kenaikan Pendapatan Per Kapita akan mengakibatkan penurunan Volume
Impor Gula Rafinasi Indonesia (Y).
d. Standard Error
Ada dua variabel yang signifikan dalam dalam analisis regresi faktor-
faktor yang mempengaruhi determinan impor yakni Harga Impor Gula (X1) dan
Pendapatan Per Kapita (X3). Dari kedua faktor tersebut, pendapatan per kapita
(X3) memiliki standard error paling rendah, menjelaskan bahwa dari 2 variabel X
yang berpengaruh signifikan Pendapatan Per kapita (X3) adalah variabel yang
paling dominan dalam mempengaruhi impor gula rafinasi Indonesia.
63
5.3 Elastisitas Ekspor dan Impor Komoditas Gula Rafinasi di Indonesia
Elastisitas merupakan perubahan persentase variabel dependen (Y) yang
ditimbulkan akibat adanya perubahan presentase variabel independent (X).
Elastisitas komoditas ekspor dan impor gula rafinasi indonesia di pasar dunia
dapat dilihat dari nilai koefisien regresi hasil estimasi. Berdasarkan nilainya,
elastisitas dapat dituliskan sebagai berikut:
Koefisien elastisitas X>1 (E>1)= Elastis
Koefisien elastisitas X<1 (E<1 )= Inelastis
Koefisien elastisitas X=1 (E=1)= Elastis Uniter
Untuk determinan ekspor gula rafinasi Indonesia, dari tabel 9 kita ketahui
bahwa berdasarkan probabilitasnya ada 3 varaibel independent (X) yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y). Dari ketiga variabel X
yang signifikan terdapat 2 variabel yang bersifat elastis yakni Produksi Gula
Indonesia (X3) dan Kurs (X4), sedangkan variabel inelastis adalah harga ekspor
Indonesia (X1).
Sedangkan untuk determinan impor gula rafinasi Indonesia, Tabel 10 kita
melihat bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh secara signifikan yakni
harga impor gula (X1) dan Pendapatan per kapita (X3). Harga impor gula (X1)
bersifat elastis terhadap variabel dependen (Y), sedangkan pendapatan per kapita
(X3) bersifat inelastis terhadap variabel dependen(Y).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Ekspor gula rafinasi periode 1989-2017 mengalami fluktuasi setiap
tahunnya, dengan nilai terendah 8.000 US$ dan nilai tertingggi 2.572 US$.
Impor juga mengalami fluktuasi dengan nilai terendah 5.894.000 US$ dan
nilai tertinggi sebesar 440.633.000 US$. Net ekspor gula rafinasi mengalami
defisit setiap tahunnya dengan angka yang fluktuatif.
2. Variasi model regresi berpengaruh secara simultan terhadap ekspor gula
rafinasi. Harga ekspor Indonesia, produksi gula Indonesia, dan nilai kurs
berpengaruh secara parsial terhadap ekspor gula rafinasi Indonesia. Variasi
model regresi berpengaruh secara simultan terhadap impor gula rafinasi.
Harga impor gula rafinasi indonesia dan pendapatan per kapita berpengaruh
secara parsial terhadap impor gula rafinasi Indonesia.
3. Variabel produksi gula dan kurs Indonesia bersifat elastis terhadap ekspor
gula rafinasi Indonesia, sedangkan harga ekspor gula Indonesia bersifat
inelastis terhadap ekspor gula rafinasi Indonesia. Variabel Harga Impor Gula
bersifat elastis terhadap Impor gula rafinasi Indonesia, sedangkan pendapatan
per kapita bersifat inelastis.
65
6.2 Saran
1. Gula rafinasi diperuntukkan sebagai bahan baku industri, maka dari itu perlu
ada pengawasan yang ketat dalam upaya distribusi, sehingga tidak masuk ke
pasar konsumsi rumah tangga yang akan mengakibatkan gejolah harga dan
ikut merugikan petani tebu.
2. Penggunaan gula rafinasi harus diminimalkan, sehingga mampu menekan
defisit perdagangan gula. Mengharuskan setiap pabrik swasta untuk memiliki
kebun tebu sendiri adalah sebuah keniscayaan.
3. Salah satu problem terbesar pergulaan adalah ketidakseragaman data
beberapa instansi. Asosiasi gula Indonesia (AGI) sebagai Lembaga yang
dibentuk untuk melakukan singkronisasi data pergulaan harus bekerja secara
efektif dan lepas dari kepentingan apapun juga. AGI harus mampu
memberikan suplay data yang betul-betul bisa menjadi rujukan dalam
pengambilan keputusan terkait perdagangan gula.
4. Peningkatan kapasitas petani tebu harus terus dilakukan agar mampu
meningkatkan pasokan bahan baku untuk industri pergulaan. Termaksud
memperbaiki tata niaga pergulaan sangat penting bagi petani untuk
memastikan tebu yang mereka sudah tanam akan mendapat pembeli ketika
panen nantinya.
5. Melakukan efisiensi pada pabrik gula khusunya yang dikelolah BUMN untuk
meningkatkan rendemen hasil pengolahan tebu menjadi gula. Harus ada
upaya serius melakukan investasi pada pabrik gula oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, D.H. 2016. Perbedaan Gula Rafinasi dan Gula Kristal Putih .
https://tirto.id/bwjh. Diakses 10 Maret 2020.
Arifin, B. 2008. Ekonomi Swasembada Gula Indonesia. Economic Review. No
211. Universitas Lampung. Lampung.
Basalim, U. 2019. Ekonomi Politik Gula. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Christianto, E. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Beras di
Indonesia. Jurnal JIBEKA Vol.7 No.2 Thn.2013. Universitas Ma Chung.
Malang.
Databoks. 2019. Berapa Jumlah Penduduk Usia Produktif Indonesia?.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/09/berapa-jumlah-
penduduk-usia-produktif-indonesia. Diakses 27 Juli 2020.
Fajrin, A. et al. 2015. Permintaan Gula Rafinasi Pada Industri Makanan Minuman
dan Farmasi di Indonesia. Agro Ekonomi Thn .2015. Vol. 26/No. 2.
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Feriyanto, A. 2015. Perdagangan Internasional. Yogyakarta: PT.Pustaka Baru.
Hairani, I. H. 2014. Analisis Trend Produksi Dan Impor Gula Serta Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Impor Gula Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi
Pertanian. Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
Jember.
Kementerian Perindustrian. 2008. Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomo 44/M-IND/PER/4/2008 tentang Program Restrukturisasi
Mesin/Peralatan Pabrik Gula. Kementeriaan Perindustrian. Jakarta.
Kementeriaan Pertanian. 2010. Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian.
http://www.deptan.go.id/pusdatin/tampil.php?page=berita-&id-214.
Diakses tanggal 4 Maret 2020.
Khudori. 2002. Masa Depan Agroindustri Gula. Opini, Sinar Harapan. Jakarta.
Kompas.com. 2011. Rafinasi Vs Gula Kristal Pu tih.
https://ekonomi.kompas.com/read/. Diakses 9 Mei 2020.
Malian, A. H. 2014. Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian
Indonesia . Vol 2. No 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor.
67
Marpaung, Y. 2011. Perkembangan Industri Gula Indonesia Dan Urgensi
Swasembada Gula Nasional. Indonesian Journal of Agricultural
Economics (IJAE). Vol 2. No 1. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Natsir, M, Mardiyati S. 2016. Analysis of Competitiveness ASEAN Rice Trade in
The Era of ASEAN Economic Community. International Confrence on
Agribusiness Development for Human Welfare. Agribusiness
Departement Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
PSP-IPB dan AKANI, 2005. Studi Komprehensif Agribisnis Pergulaan Nasional.
Laporan Akhir. Asosiasi Kemitraan Pengusaha Gula Tani (AKANI) dan
Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pusat Statistik. 2011. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II-2011. Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
Putra, T.P. 2016. Analisis Pengaruh Inflasi, Kurs, PDB, Cadangan Devisa Dan
PMA Terhadap Nilai Impor di Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis, Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Radifan, F. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Crude Palm Oil
Indonesia dalam Perdagangan Internasional. Economics Development
Analysis Journal Vol.3 No.2 Thn.1991. Jurusan Ekonomi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Indonesia.
Rahman, R. Y. 2013. Prospek Perdagangan Gula Indonesia Dalam Implementasi
Kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas Asean-China. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Santoso, M, 2018. Mahir Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Salomo, M Ronny. 2007. Peranan Perdagangan Internasional Sebagai Salah Satu
Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Dalam Jurnal perdagangan
Internasional, parallel session IIId : trade III ( growth & fdi). Fakultas
Ekonomi UI. Jakarta.
Susilowati, S.H. 2013. Posisi Perdagangan Dan Daya Saing Gula Indonesia Di
Pasar Asean. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
L
A
M
P
I
R
A
N
69
Lampiran 1: Identitas Perusahaan Produsen Gula Rafinasi di Indonesia.
No Nama Perusahaan Kapasitas Produksi
(000 ton/ Tahun)
Lokasi
Pabrik
Tahun
Produksi
1 PT. Angles Product 500 Cilegon 2003
2 PT. Jawamanis
Rafinasi Jaya 533,2 Cilegon 2003
3 PT. Sentra
Usahatama Jaya 540 Cilegon 2004
4
PT. Permata Dunia
Sukses Utama 396 Cilacap 2005
5 PT. Darmapala
Usaha Sukses 250 Cilegon 2005
6 PT. Sugar Labintan 225 Lampung 2008
7 PT. Duta Sugar
Internasional 300 Cilegon 2009
8 PT. Makassar Tenne 462 Makassar 2009
9 PT. Berkah Manis
Makmur 400 Cilegon 2013
10 PT. Andalan Purindo 313,5 Jakarta 2013
11
PT. Medan Sugar
Industri 326,7 Medan 2013
Total 4.264,4
Sumber: AGI, 2014 dalam Ekonomi Politik Gula, Basalim, 2019.
70
Lampiran 2: Penduduk Indonesia Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 1988-
2018.
Tahun Jenis Kelamin
Total Laki-Laki Perempuan
1988 87763163 87212000 174975163
1989 89460000 88748237 178208237
1990 91096365 90317033 181413398
1991 92662322 91929575 184591897
1992 94166214 93573572 187739786
1993 95625786 95225398 190851184
1994 97066954 96850504 193917458
1995 98509000 98424427 196933427
1996 99960472 99940759 199901231
1997 101417352 101409092 202826444
1998 102883961 102840636 205724597
1999 104362179 104252992 208615171
2000 105853827 105659995 211513822
2001 107361267 107066152 214427419
2002 108887177 108470613 217357790
2003 110433476 109875997 220309473
2004 112001701 111283965 223285666
2005 113592387 112697081 226289468
2006 115204868 114113394 229318262
2007 116837197 115537042 232374239
2008 118486533 116983222 235469755
2009 120149067 118471487 238620554
2010 121820505 120013721 241834226
2011 123499269 121616719 245115988
2012 125181058 123270656 248451714
2013 126855422 124949892 251805314
2014 128509365 126618711 255128076
2015 130132842 128250415 258383257
2016 131720864 129835522 261556386
2017 133272786 131378183 264650969
2018 134788497 132882052 267670549
Sumber: FAOSTAT, 2020.
71
Lampiran 3: Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Indonesia Dalam
Pendidikan Formal 1994-2019.
Tahun APS 7-12 th APS 13-15 th APS 16-18 th APS 19-24 th
1994 94,06 72,39 45,31 12,8
1995 93,94 73,2 44,65 11,53
1996 94,43 75,84 47,59 11,96
1997 95,37 77,51 48,64 1 1,64
1998 95,06 77,16 49,28 12,1
1999 95,34 79,04 51,14 12,7
2000 95,5 79,58 51,17 12,31
2001 95,61 79,35 49,18 11,81
2002 96,1 79,21 49,76 11,62
2003 96,42 81,01 50,97 11,71
2004 96,77 83,49 53,48 12,07
2005 97,14 84,02 53,86 12,23
2006 97,39 84,08 53,92 11,38
2007 97,6 84,26 54,61 12,2
2008 97,83 84,41 54,7 12,43
2009 97,95 85,43 55,05 12,66
2010 97,97 86,11 55,83 13,67
2011 97,53 87,79 57,69 14,47
2012 97,94 89,61 61,3 15,94
2013 98,34 90,62 63,64 20,04
2014 98,83 94,32 70,13 22,74
2015 98,57 94,25 70,26 22,77
2016 98,98 94,79 70,68 23,8
2017 99,08 94,98 71,2 24,67
2018 99,11 95,23 71,82 24,29
2019 99,17 95,43 71,92 23,28
Sumber: BPS, 2020.
72
Lampiran 4: Pendidikan Yang Ditamatkan Penduduk Diatas 15 Tahun
Tahun 1994-2019.
Tahun Tidak/Belum
Sekolah
Tidak Tamat
SD SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat
1994 13,79 22,34 32,82 14,51 16,53
1995 14,47 23,04 31,71 14,17 16,61
1996 13,63 20,88 32,73 15,05 17,71
1997 11,93 19,49 33,11 16,43 19,04
1998 11,54 19,49 33,16 16,27 19,55
1999 11,23 18,71 32,57 16,97 20,51
2000 11 18,04 32,33 17,54 21,09
2001 11,65 17,53 33,03 17,07 20,71
2002 9,81 16,17 33,4 18,21 22,41
2003 9,62 15,74 33,22 19 22,41
2004 8,98 15,31 31,87 20,12 23,72
2005 8,85 15,23 32,07 19,48 24,37
2006 8,34 14,99 31 19,88 25,78
2007 8,59 14,42 30,43 19,83 26,73
2008 8,24 14,98 29,08 20,23 27,46
2009 7,5 14,86 29,31 19,85 28,49
2010 7,28 12,74 29,72 20,57 29,69
2011 6,73 15,08 28,48 20,21 29,5
2012 6,11 14,3 28,09 20,59 30,91
2013 5,77 14,13 28,18 20,51 31,41
2014 5,47 13,67 27,41 20,82 32,64
2015 5,9 12,62 27,79 21,44 32,25
2016 3,9 12,27 33,08 16,49 34,27
2017 4,62 12,39 28,03 21,71 33,25
2018 4,38 13,64 25,63 21,24 35,11
2019 3,96 12,66 25,13 22,31 35,95
Sumber: BPS, 2020.
73
Lampiran 5: Angka Buta Huruf Penduduk Indonesia Berdasarkan Usia
Tahun 1994-2019.
Tahun Angka Buta Huruf
10 th +
Angka Buta
Huruf 15 th +
Angka Buta
Huruf 15-44 th
Angka Buta
Huruf 45 th +
1994 12,74 14,84 6,9 36,06
1995 13,74 15,95 7,45 37,8
1996 12,65 14,66 6,89 34,54
1997 10,93 12,59 5,54 31
1998 10,58 12,11 5,15 29,74
1999 10,21 11,63 4,63 28,83
2000 10,08 11,42 4,5 28,54
2001 10,73 12,11 4,78 30,31
2002 9,29 10,49 3,75 26,84
2003 9,07 10,21 3,88 25,43
2004 8,53 9,62 3,3 24,87
2005 8,09 9,09 3,09 22,83
2006 7,61 8,55 2,89 21,09
2007 7,26 8,13 2,96 18,94
2008 6,95 7,81 1,95 19,59
2009 6,59 7,42 1,8 18,68
2010 6,34 7,09 1,71 18,25
2011 6,8 7,56 2,31 18,15
2012 6,28 7,03 2,03 17,17
2013 5,46 6,08 1,61 15,15
2014 4,39 4,88 1,24 12,25
2015 4,27 4,78 1,1 11,89
2016 4,19 4,62 1 11,47
2017 4,08 4,5 0,94 11,08
2018 3,93 4,34 0,86 10,6
2019 3,7 4,1 0,76 9,92
Sumber: BPS, 2020.
74
Tabel 6: Proyeksi Konsumsi dan Produksi Gula 2018-2045.
Tahun Produksi
(Ton)
Konsumsi
RT(GKP) Industri(GKR) Total
(RT+Industri)
2018 2948,94 2790,6 2979,96 5770,56
2019 3261,63 2825,51 3023,33 5848,84
2024 5597,54 3009,12 3247,31 6256,43
2025 6190,98 3047,67 3293,62 6341,29
2027 6874,78 3113,92 3400,58 6514,49
2029 8091,98 3181,6 3510,82 6692,42
2034 8790,48 3878,54 3281,53 7160,07
2045 8908,26 4322 3980,98 8302,98
Sumber: Kementan RI dalam Basalim, 2019.
75
Lampiran 7: Hasil Tabulasi Nilai Impor, Nilai Ekspor, dan Net Ekspor Gula
Rafinasi Indonesia Tahun 1989-2017.
Tahun Nilai Ekspor
(1000 US $)
Nilai Impor
(1000 US $)
Net Ekspor
(Juta US $)
1989 26 107.724 -107,70
1990 133 110.740 -110,61
1991 51 84.092 -84,04
1992 67 98.943 -98,88
1993 39 44.372 -44,33
1994 17 5.894 -5,88
1995 8 99.915 -99,91
1996 226 175.390 -175,16
1997 479 194.846 -194,37
1998 603 314.330 -313,73
1999 1.621 391.316 -389,70
2000 316 112.968 -112,65
2001 829 61.197 -60,37
2002 415 78.568 -78,15
2003 464 141.947 -141,48
2004 1.825 169.300 -167,48
2005 450 349.910 -349,46
2006 794 279.146 -278,35
2007 299 410.184 -409,89
2008 346 242.993 -242,65
2009 343 53.982 -53,64
2010 320 440.633 -440,31
2011 837 156.383 -155,55
2012 1.342 75.995 -74,65
2013 1.166 53.066 -51,90
2014 1.499 46.735 -45,24
2015 1.738 29.538 -27,80
2016 2.453 95.831 -93,38
2017 2.572 56.765 -54,19
MIN 8 5.894 -440
MAX 2.572 440.633 -5,88
RATA-RATA 734 154.576 -154
Sumber: Faostat diolah, 2020.
76
Lampiran 8: Hasil Analisis Regresi Net Ekspor Gula Rafinasi Indonesia
1989-2017.
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,0273
R Square 0,0007
Adjusted R
Square -0,0363
Standard Error 125,5227
Observations 29
ANOVA
df SS MS F
Significance
F
Regression 1 317,978597 317,9785966 0,020182
0,8881
Residual 27 425410,433 15755,94196
Total 28 425728,412
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Intercept -147,9056 47,8504 -3,0910 0,0046
t -0,3958 2,7860 -0,1421 0,8881
77
Lampiran 9: Residual Output Analisis Net Ekspor Gula Rafinasi Indonesia
1989-2017.
Sumber: Faostat diolah, 2020.
-350
-300
-250
-200
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
RESIDUAL OUTPUT
Predicted NEG Residuals
78
Lampiran 10: Rata-rata Determinan Ekspor Gula Rafinasi Indonesia Tahun
1989-2017.
No Variabel
Satuan Rata-Rata Nama Teori Empiris
1 Volume Ekspor Y VE Ton/Tahun 978
2 Harga Ekspor Gula
Rafinasi Indonesia X1 HEI US $ 1.021
3
Harga Ekspor Gula
Rafinasi Dunia X2 HED US $ 430
4
Produksi Gula
Indonesia X3 PGI Ton/Tahun 2
5 Nilai Kurs X4 Kurs Rp/US $ 7.758
Sumber: Faostat diolah, 2020.
Bank Indonesia diolah, 2020.
79
Lampiran 11: Hasil Logaritma Natural (Ln) Determinan Ekspor Gula
Rafinasi Indonesia.
Tahun
Volume
Ekspor
(Ton)
Harga Ekspor
Gula Rafinasi
Indonesia(US $)
Harga
Ekspor Gula
Rafinasi
Dunia(US $)
Produksi
Gula
Indonesia
(Juta
Ton/Tahun)
Nilai Kurs
(Rp/US $)
lnVE lnHEI lnHED lnPGI lnKURS
1989 3,09 7,07 6,03 0,65 7,49
1990 4,74 7,06 6,11 0,72 7,55
1991 4,82 6,02 5,98 0,75 7,60
1992 4,01 7,11 5,93 0,81 7,63
1993 3,61 6,96 5,86 0,84 7,65
1994 2,30 7,44 5,99 0,91 7,70
1995 3,18 5,81 6,12 0,90 7,74
1996 5,45 6,88 6,09 0,74 7,78
1997 6,57 6,51 5,96 0,74 8,44
1998 6,59 6,72 5,84 0,78 8,99
1999 7,73 6,57 5,65 0,39 8,87
2000 6,10 6,56 5,61 0,40 9,17
2001 6,81 6,82 5,67 0,52 9,25
2002 6,12 6,82 5,60 0,55 9,10
2003 6,09 6,96 5,67 0,56 9,04
2004 9,18 5,23 5,74 0,49 9,14
2005 6,39 6,63 5,85 0,72 9,19
2006 6,99 6,59 6,14 0,81 9,11
2007 5,64 6,97 6,09 0,84 9,15
2008 6,22 6,54 6,19 0,90 9,30
2009 5,46 7,29 6,24 0,98 9,15
2010 5,64 7,04 6,38 0,83 9,10
2011 6,28 7,36 6,62 0,80 9,11
2012 6,64 7,47 6,58 0,81 9,18
2013 6,54 7,43 6,43 0,95 9,41
2014 7,07 7,15 6,30 0,93 9,43
2015 7,60 6,77 6,09 0,90 9,53
2016 7,47 7,24 6,19 0,91 9,51
2017 7,68 7,08 6,24 0,92 9,51
Sumber: Faostat diolah, 2020.
Bank Indonesia diolah, 2020.
80
Lampiran 12: Hasil Analisis Regresi Determinan Ekspor Gula Rafinasi
Indonesia di Pasar Dunia.
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,8843
R Square 0,7820
Adjusted R
Square 0,7457
Standard
Error 0,7893
Observation
s 29
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 4 53,64692511 13,41173 21,5269
0,0000
Residual 24 14,95254306 0,623023
Total 28 68,59946817
Coefficients
Elastisitas
Standard
Error t Stat P-value
Intercept -8,2616 4,3408 -1,9033
0,0691
lnHEI -0,8810 0,3427 -2,5711
0,0168
lnHED 1,1504 0,8495 1,3542
0,1883
lnPGI -2,7144 1,3707 -1,9803
0,0592
lnKurs 1,7509 0,2093 8,3650
0,0000
81
RESIDUAL
OUTPUT
Variabel Error
Observation
Predicted
lnVE Residuals
1 3,788687255 -0,697644802
2 3,815320471 0,920877977
3 4,574413886 0,24586768
4 3,462148815 0,54518437
5 3,485101933 0,125815979
6 3,084470712 -0,781885619
7 4,788592267 -1,610538436
8 4,282303132 1,16443424
9 5,640857071 0,92722084
10 6,14493143 0,443995047
11 6,904706983 0,821946682
12 7,370083627 -1,269764675
13 7,029714617 -0,217369523
14 6,628132811 -0,507835392
15 6,436069785 -0,34702491
16 8,397176987 0,787640428
17 6,768954679 -0,382075359
18 6,742703674 0,247552827
19 6,361199435 -0,719292364
20 6,956523992 -0,737923872
21 5,849660494 -0,394339379
22 6,558013697 -0,919659028
23 6,67140801 -0,391012171
24 6,589759033 0,047498998
25 6,476515697 0,058725574
26 6,659060058 0,41590314
27 7,021848781 0,573538498
28 6,645078308 0,82799078
29 6,853373533 0,82217247
82
Lampiran 13: Garfik Residual Ekspor Gula Rafinasi Indonesai.
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Residuals Output Ekspor
83
Lampiran 14: Rata-Rata Determinan Impor Gula Rafinasi Indonesia Tahun
1988-2017.
No Variabel
Satuan Rata-Rata Nama Teori Empiris
1 Volume Impor Y VI 1000
Ton/Tahun 417
2 Harga Impor Gula
Rafinasi Indonesia X1 HIG US $/Tahun 412
3
Konsumsi Gula Per
Kapita X2 KGPK Kg/Tahun 17
4
Pendapatan Per
Kapita X3 PPK US $/ Tahun 2.302
Sumber: Faostat, 2020.
BPS, 2020.
84
Lampiran 15: Hasil Logaritma Natural (Ln) Impor Gula Rafinasi Indonesia.
Tahun
Volume Impor
(1.000 Ton)
Harga Impor Gula
Rafinasi Indonesia
(US $/Ton)
Konsumsi
Gula per
Kapita
(Kg/Tahun)
PDB berdasar
Harga Berlaku
(US $)
lnVI lnHIG lnKGPK lnPPK
1988 4,77 5,60 13,14 2723,87
1989 5,74 5,85 12,66 2768,21
1990 5,56 6,06 13,17 2753,64
1991 5,46 5,88 13,69 2762,10
1992 5,68 5,82 13,00 2793,06
1993 4,98 5,72 14,27 2859,45
1994 2,73 5,96 15,17 2902,62
1995 5,40 6,12 16,98 2948,36
1996 6,03 6,05 15,38 3033,12
1997 6,40 5,78 16,60 1603,98
1998 6,75 5,90 13,25 796,03
1999 7,36 5,52 13,85 894,29
2000 6,33 5,30 14,13 684,79
2001 5,55 5,47 14,39 668,60
2002 5,86 5,41 14,68 774,62
2003 6,39 5,48 14,99 957,68
2004 6,50 5,54 15,24 1110,24
2005 7,01 5,76 15,19 1226,83
2006 6,55 5,99 18,55 1613,77
2007 6,99 5,93 20,24 1807,90
2008 6,46 5,94 18,44 2309,19
2009 4,61 6,29 22,18 2502,41
2010 6,39 6,61 19,67 2953,97
2011 5,29 6,67 18,54 3341,46
2012 4,72 6,52 20,12 3430,51
2013 4,52 6,36 21,90 2947,95
2014 4,47 6,28 21,62 3321,80
2015 4,26 6,03 23,91 3237,80
2016 5,09 6,38 21,79 3530,40
2017 4,55 6,40 21,54 3789,94
Sumber: Faostat, 2020.
BPS, 2020.
85
Lampiran 16: Hasil Analisis Regresi Determinan Impor Gula Rafinasi
Indonesia.
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,7156
R Square 0,5121
Adjusted R
Square 0,4557
Standard
Error 0,7546
Observations 30,0000
ANOVA
df SS MS F
Significance
F
Regression 3 15,53705026 5,179017 9,0948 0,0003
Residual 26 14,80572032 0,569451
Total 29 30,34277058
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Intercept 0,682204609 3,5587381 0,191698 0,849468
HIG 1,394181007 0,73730617 1,890912 0,069829
KGPK
-
0,067234217 0,056637571 -1,1871 0,245923
PPK
-
0,000969209 0,000225997 -4,2886 0,00022
86
RESIDUAL OUTPUT
Observation Predicted VI Residuals
1 4,962453248 -0,192590996
2 5,304714851 0,432134827
3 5,574202842 -0,017536956
4 5,281021006 0,17985729
5 5,212218449 0,472167116
6 4,920394077 0,063910931
7 5,153658497 -2,428489004
8 5,208960581 0,187934349
9 5,140287657 0,886746716
10 6,076089463 0,31942586
11 7,252443949 -0,499016532
12 6,575251342 0,785555311
13 6,460691334 -0,128131325
14 6,688611382 -1,133754374
15 6,484507349 -0,620967087
16 6,383122242 0,002476797
17 6,306142521 0,192749383
18 6,499451638 0,508204178
19 6,220856411 0,329730946
20 5,842798232 1,147114747
21 5,48568765 0,975341367
22 5,535689835 -0,929689993
23 5,710615527 0,67641193
24 5,501960269 -0,216039423
25 5,098452232 -0,382778777
26 5,222733269 -0,705880767
27 4,765719107 -0,294308912
28 4,345370498 -0,083395094
29 4,686828273 0,405909145
30 4,481384562 0,066908347
87
Lampiran 17: Residuals Output Impor Gula Rafinasi Indonesia.
-3
-2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Residuals Impor
88
Lampiran 18: Surat Izin Penelitian.
89
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Sinjai pada tanggal 10 Desember 1997 dari
Ayah Junaid dan Ibu Rita. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMA Negeri 1 Bulupoddo
(Sekarang SMA Negeri 5 Sinjai). Penulis lulus masuk seleksi Program Studi
Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun 2016.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di PT.PERTANI
Kabupaten Sidrap. Penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) aspirasi anggota komisi VII DPR RI Tahun 2018.
Penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Agribisnis
periode 2019-2020. Penulis juga pernah berproses di Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM). Tugas akhir dalam Pendidikan tinggi diselesaikan
dnegan menulis skripsi yang berjudul “Analisi Determinan Perdagangan Gula
Rafinasi Indonesia di Pasar Dunia”.