makalah imunologi inflamasi
Post on 04-Dec-2015
292 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH IMUNOLOGI“INFLAMASI “
Disusun Oleh : Gista Destian D 12330072
Dosen : DRA. Refdanita M.Si, Apt
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
Jl.Moh. Kahfi II, Bumi Serengeng Indah Jagakarsa – Jakarta Selatan 12640
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang senantiasa menberikan
rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
dengan judul ‘‘Inflamasi ”
Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
yang penyusun miliki, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Selanjutnya penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila banyak kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan dan keterbatasan materi penulis mohon maaf sebesar-besarnya.
Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi yang membacanya.
Jakarta. 8 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................
1.1 Latar Belakang..............................................................................................
1.2 Tujuan.................................................................................................
1.3 Rumusan Masalah................................................................................
1.4 Metode Penulisan..........................................................................................
1.5 Manfaat Penulisan................................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................
2.1 Definisi Inflamasi.................................................................................
2.2 Sel – sel inflamasi........................................................................................ .
2.3 Patofisiologi terjadinya inflamasi..........................................................
2.4 Tanda – tanda inflamasi.......................................................................
2.5 Jenis – jenis inflamasi..........................................................................
2.6 Proses penyembuhan dan perbaikan jaringan
BAB III
PENUTUP......................................................................................................
3.1 Kesimpulan........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, inflamasi adalah reaksi
vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari
sirklasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Inflamasisebenarnya
adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan
pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan
yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman,
maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang
membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini
kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan
baru. Rangkaian reaksi ini disebut inflamasi (Rukmono, 1973).
Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi
dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin,
leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai
mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari
penyebaran infeksi.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari inflamasi
2. Mengetahui proses terjadinya inflamasi
3. Mengetahui respon tubuh saat terjadi inflamasi
4. Mengetahui akibat inflamasi
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa definisi inflamasi
2. Bagaimana mekanisme terjadinya inflamasi
3. Bagaimana respon tubuh bila terjadi inflamasi
4. Apa saja akibat yang ditimbulkan inflamasi
1.4 Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah mengenai bahaya pokok menggunakan metode penelitian,
yaitu:
Studi pustaka, perolehan data atau informasi dengan menggunakan berbagai referensi.
1.5 Manfaat Penulisan
Adapun Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini selain memenuhi tugas dari
dosen mata kuliah, juga bertujuan untuk memberi masukan ilmu pengetahuan bagi semua
khalayak pada umumnya dan khususnya bagi penulis pribadi sehingga kedepannya dapat
lebih mengetahui mengenai inflamasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi inflamasi
Inflamasi (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap
patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada
tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau
inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, inflamasi adalah reaksi
vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari
sirklasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Inflamasi sebenarnya
adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan
pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan
yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman,
maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang
membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini
kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan
baru. Rangkaian reaksi ini disebut inflamasi (Rukmono, 1973).
Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi
dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin,
leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai
mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari
penyebaran infeksi.
Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai respon
terhadap cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat
yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah
cedera atau nekrosis. Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari
hospes terhadap infeksi. Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen
penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan
untuk perbaikan dan pemulihan.
Inflamasi merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang
membahayakan jaringan atau mencegah agen ini menyebar lebih luas sehingga
mengakibatkan jaringan yang cedera diperbaharui atau di ganti dengan jaringan baru.
(Patologi FKUI)
2.2 Sel – Sel Inflamasi
Sel polimorfonukleus netrofil (mikrofag) terdiri dari leukosit polimorfonukleus
(netrofil, eosinofil, basofil) :
o Netrofil : Utama untuk fagositosis. Dibantu zat-zat anti, mempererat kontak
leukosit
o Basofil : Pertahanan pertama karena dapat migrasi dengan segera dan dalam
jumlah yang besar. Tidak berdaya pada kuman-kuman tertentu seperti tuberculosis
o Eosinofil : Jumlahnya bertambah dalam keadaan alergi, asthma, hipersensitif
terhadap kedatangan parasit terutama cacing. Khemoktasis dan fagositosis lebih
rendah dari netrofil
Sel fagositik besar berinti bulat (makrofag)
o Dalam darah : Monosit (sebagian juga dari jaringan)
o Dalam jaringan : Makrofag, histiosit, sel kurrer, sel retikuendotel, sel datia.
o Sel kupffer: makrofag yang melapisi sinus-sinus pada hati, daya fagosit sangat
besar sehingga darah yang melalui hati steril
o Sel retikuendotel: sel yang melapisi sinus-sinus kelenjar getah bening, sumsum
tulang dan limpa
o Sel datia: sel besar berinti banyak, perubahan dari makrofag pada keadaan-
keadaan tertentu,Beberapa sel bersatu krn pembelahan inti yang tidak disertai
pembelahan protoplasma
o Limfosit: dapat menghasilkan gammaglobulin (bag protein dari zat anti),
Meningkat pada radang menahun.
o Sel plasma: tidak terdapat di dalam darah, membuat gamma globulin yang
berfungsi sebagai zat anti.
Makrofag
Merupakan monosit yang lama hidupnya kurang lebih 1 hari, akan pergi ke daerah
peradangan dikarenakan molekul adhesi dan faktor kemoatraktan dalam jaringan,
monosit akan berubah menjadi makrofag yang jika bersatu membentuk endotelium.
Sinyal-sinual yang berpengaruk saat pengaktifan makrofag adalah IFM-y . sitokin,
endotoksin, mediator lain yang diprosuksi saat terjasi radang akut, dan matrix
extraceluler, seperti fibronectin.
Makrofag aktif mampu mengaktifkan zat-zat yang membuat suatu jaringan menjadi
nekrosis atau fibrosis. Contohnya adalah asam dan basa protease, komponen komplemen
dan faktor-faktor pembekuan, oksigen reaktif NO, metabolit asam arakhidonat, sitokin
IL-1, TNF san berbagai growth factor
Limfosit
Limfosit sikerahkan di kedua reaksi imun humoral dan seluler dan bahkan dalam
peradangan non imun. Antigen distimulasi (efektor dan memori) dan berbagai jenis
limfosit (T, B) menggunakan berbagai molekul adhesi pasangan (terutama yang integrins
dan ligan) dan kemokin untuk bermigrasi ke situs peradangan. Sitokin dari makrofag
diaktifkan, terutama TNF, IL-1, da kemokin. Sel ini mempersiapkan proses peradangan
Limfosit dan makrofag berinteraksi dakan cara dua arah, dan reaksi-reaksi ini
memainkan peran penting dalam peradangan kronis. Limfosit T aktif akan mengaktifkan
makrofag serta mengeluarkan mediator radang untuk mempengaruhi sel lain, saat
makrofag aktif, dia akan mengaktifkan limfosit T dan tak lupa mengeluarkan mediator
radang untuk mempengaruhi sel disekitarnya.
Eusinofil
Eusinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh IgE dan infeksi
parasit. Salah satu kemokin yang terutama penting bagi perekrutan eusinofil adalah
eotaxin, Eusinofil memiliki granula yang mengandung protein dasar utama, yang sangat
kationik protein yang beracun bagi parasit tetapi juga menyebabkan lisis sel epitel
mamalis. Itulah sebabnya ia sangat berperan dalam memerangi infeksi parasit tetapi juga
berkontribusi pada kerusakan jaringan dalam reaksi kekebalan.
Sel Mast
Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi dalam reaksi
peradangan akut dan kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE yang terikat pada Fc reseptor
khusus mengenali antigen, dan sel-sel degranulate dan melepaskan mediator seperti
histamin dan produksi oksidasi AA, Jenis respon terjadi selama reaksi anafilaksis
makanan, racun serangga atau obat-obatanm sering dengan hasil becana. Bila diatur
dengan benar, respon ini dapat bermanfaat bagi tuan rumah. Sel mast juga hadir dalam
reaksi peradangan kronis, dan mungkin menghasilkan sitokin yang berkontribusi
terhadap fibrosis.
Miscelaneous agents mempengaruhi proses inflamasi, meliputi:
a. Toksik bakteri
b. Faktor komplemen C3a dan C5a
c. Prostalglandins
d. Leukotriens (leukosit)
e. Enzim lisosomal (leukosit)
f. Interleukin (makrofaga)
g. Faktor permeabilitas globukin
h. Faktor permeabilitas kelenjar getah bening
i. Breakdown produk DNA dan RNA
j. Kompleks antigen-antibodi
k. TNF (Tumor Necrosis Factor)
l. Nitric oksida (oleh sel endotelial)
2.3 Patofisiologi terjadinya inflamasi
Inflamasi akut
Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit —hari) dengan ciri khas utama eksudasi
cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum berupa rubor (redness), calor (heat),
tumor (swelling), Dolor (pain), Functio laesa (lose of function). bersihkan setiap mikroba
dengan dua proses utama, perubahan vaskular (vasodilatasi, peningkatan permeabilitas) dan
perubahan selular (rekrutmen dan aktivasi selular). Perubahan makroskopik yang dapat
diamati berupa hiperem terjadi karena tujuan utama : mengirim leukosit ke tempat jejasia
yang memberikan penampakan eritema, exudation yang memberikan penampakan
edema, dan emigrasi leukosit.
1. Hyperaemia
Jejas yang terbentuk pertama-tama akan menyebabkan dilatasi arteri lokal (didahului
vasokonstriksi sesaat). Dengan demikian mikrovaskular pada lokasi jejas melebar, aliran
darah mengalami perlambatan, dan terjadi bendungan darah yang berisi eritrosit pada bagian
tersebut, yang disebut hiperemia seperti terlihat pada Gambar 1. Pelebaran ini lah yang
menyebabkan timbulnya warna merah (eritema) dan hangat. Perlambatan dan bendungan ini
terlihat setelah 10-30 menit.
Hyperaemia di dalam inflamasi berhubungan dengan perubahan mikrovaskular, yang
disebut Lewis’ triple response – berupa “a FLUSH, a FLARE and a WEAL”. The FLUSH
ditandai dengan garis putih (dikarenakan adanya vasokonstriksi). The FLUSH merupakan
garis merah (dikarenakan dilatasi kapiler). The FLARE merupakan daerah dengan warna
merah yang lebih terang di sekitarnya (dikarenakan dilatasi arteri). 1
2. Exudating
Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas endotel disertai keluarnya protein plasma
dan sel-sel leukosit ke daerah extravaskular yang disebut eksudasi. Hal ini menyebabkan sel
darah merah dalam darah terkonsentrasi, viskositas >>, sirkulasi <<, terutama pada pembuluh
darah-pembuluh darah kecil yang sisebut stasis.
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke
dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya
konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar,
dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan
menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan
melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan
sampai berat jenis 10.000 dalton
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan
seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi.
Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan
protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa
rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya
Mekanisme :
1. Protein passage
membentuk formasi bercelah untuk meningkatkan permeabilitas antar endothelial.
Sinyal kimiawi merangsang kontraksi endotelial
2. Fluid movement
Proses fluid movement
3. Emigration of leucocyte
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas,
merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit
bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim
lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa
cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang, dan pada
hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti. Baik neutrofil, maupun
sel berinti tunggal dapat melewati celah antar sel endhotelial dengan menggunakan
pergerakan amoeboid menuju jaringan target.
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel
darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit
sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah
dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel
darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran
yang tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan
endotel.
4. Proses emigrasi Leukosit
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari
pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel.
Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit
mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa
perubahan nyata
5. Kemotaksis
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi
jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang
dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh
faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling
reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor
kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara
selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen
berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri berupa protein maupun
polipeptida
6. Fagositosis
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel
fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan
yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh
opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami
opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi
partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel
sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu
pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil
menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut
degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa
organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.
Proses Fagositosis
Fagositosis merupakan sebuah proses yang efisien, yaitu:
1. OPSONIN – merupakan antibodi natural maupun antibodi spesifik
2. Fraksinasi sistem KOMPLEMEN
3. Nerupakan tahap FISIS dari lingkungan sosial
Aktivitas opsonik dipengaruhi oleh ke-solid-an, dan ke-rigid-an organ maupun medium
tempatnya berada. Dimana kondisi loose dan lebih cair, aktivitasnya terhenti.
Inflamasi kronis
Inflamasi kronis dianggap perasangan berkepanjangan di mana peradangan aktif,
kerusakan jaringan, dan usaha-usaha perbaikan yang berjalan secara bersamaan. Peradangan
kronis terjadi biasanya sebagai kelanjutan radang akut, infeksi persisten oleh mikroorganisme
tertentu, seperti basil tuberkel, treponema pallidum, beberapa virus dan jamur, dan parasit,
terpapat toksik dalam waktu berkepanjangan (endogen maupun eksogen), dan jika terjadi
autoimun, tubuh dikenali sebagai benda asing, sehingga seakan-akan terdapat benda asing
dalam tubbuh secara terus menerus.
Ciri-ciri :
Inflamasi kronik memiliki beberapa perbedaan dengan peradangan akut, yang
dimanifestasikan oleh peribahan vaskular, edema, dan infiltrasi neutrofil, peradangan kronis
dicirikan oleh:
a. Infiltrasi sel mononuklear, meliputi makrofag, limfosit, dan sel plasma
b. Kehancuran jaringan, yang disebabkan oleh agen yang terus menerus mengganggu
atau oleh sel-sel inflamasi
c. Usaha-usaha penyembuhan oleh jaringan penghubung penggantian jaringan yang
rusak, dilakukan dengan poliferasi pembuluh darah kecil (angiogenesis), dan
khususnya, fibrosis
o Dapat terjadi setelah radang akut, baik karena rangsang pencetus yang terus-menerus ada,
maupun karena gangguan penyembuhan.
o Adanya radang akut yang berulang
o Radang kronik yg mulai secara perlahan tanpa didahului radang akut klasik akibat dari :
Infeksi persisten oleh mikroba interseluler yang mempunyai toksisitas rendah
tapi sudah mencetuskan reaksi imunologik.
Kontak dengan bahan yg tdk dpt hancur ( zat nondegradable) silikosis &
asbestosis pada paru
Reaksi imun terhadap jaringan tubuh itu sendiri (autoimun)
2.4 Tanda – tanda Inflamasi
Tanda-tanda inflamasi mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit),
dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu
functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
1. Rubor atau kemerahan
Merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami inflamasi. Saat reaksi
inflamasi timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah inflamasi.
Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan
cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan
warna merah lokal karena inflamasi akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
2. Kalor atau rasa panas
Terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi inflamasi akut. Kalor disebabkan
pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan
ke permukaan tubuh yang mengalami inflamasi lebih banyak daripada ke daerah normal
(Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
3. Rasa Sakit (Dolor)
Rasa sakit terjadi karena adanya ransangan saraf. Rangsangan saraf sendiri sapat
terjadi akibat perubahan pH lokal, perubahan konsentrasi ion-ion tertentu, atau pengeluaran
zat-zat kimia bioaktif lainnya. Selain itu, pembengkakan jaringan yang mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal juga dapat menimbulkan rasa sakit.
4. Pembengkakan (Tumor)
Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun
didaerahinflamasi disebut dengan eksudat.
5. Fungsio Lasea
Perubahan fungsi atau fungsio lasea adalah reaksi reaksi inflamasi yang telah dikenal.
Sepintas mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri yang disertai sirkulasi
abnormal dari lingkungan kimiawi yang abnormal, berfungsi abnormal. Namun sebetulnya
tidak diketahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan meinflamasi terganggu.
2.5 Jenis – jenis Inflamasi
1. Inflamasi Kataral
Terbentuk diatas permukaan mukosa, dimana terdapat sel-sel yang mensekresikan
musin. Eksudat musin yang terkenal adalah ‘Puck’ yang banyak menyertai infeksi pernafasan
bagian atas.
2. Inflamasi Pseudomembran
Istilah ini dipakai untuk reaksi inflamasi pada permukaan selaput lendir, ditandai
dengan pembentukan eksudat berupa lapisan selaput superficial, mengandung agen penyebab,
endapan fibrin, sel-sel nekrotik aktif, dan sel-sel darah putih inflamasi.Inflamasi membranosa
sering ditemui dalam orofaring, trachea, bronkus, dan traktus intestinal.
3. Ulkus
Terjadi bila bagian permukaan jaringan hilang. Sementara jaringan sekitarnya
meinflamasi, contohnya sariawan.
4. Abses
Abses adalah lubang yang berisi nanah dalam jaringan.
5. Inflamasi Purulen
Inflamasi purulen terjadi akibat infeksi bakteri. Terjadi pada cedera aseptis dan dapat
terjadi dimana-mana pada tubuh yang jaringanya telah nekrotik.
6. Flegmon
Inflamasi purulen yang meluas secara difuse pada jaringan
7. Inflamasi Supuratif
Inflamasi supuratif adalah inflamasi yang menimbulkan nekrosis luquaktif. Nekrosis
luquaktif adalah jaringan nekrosis yang sedikit demi sedikit mencair akibat enzim. Infeksi
supuratif lokal disebabkan oleh banyak macam bakteri yang secara kolektif diberi nama
piogen (Pembentukan nanah). Perbedaan penting antara inflamasisupuratif
dan inflamasi purulen bahwa pada inflamasi spuratif terjadi nekrosis luquaktif pada jaringan
dasar.
2.6 Proses Penyembuhan dan perbaikan Jaringan
Proses Penyembuhan dan perbaikan jaringan terjadi dalam 4 tahap yaitu :
Resolusi
Resolusi adalah hasil penyembuhan ideal & terjadi pada respons radang akut hingga
cedera minor atau cedera dengan nekrosis sel parenkim minimal. Jaringan dipulihkan ke
keadaan sebelum cedera. Proses resolusi meliputi :
o Pembuluh darah kecil di daerah peradangan kembali ke permeabilitas normalnya.
o Aliran cairan yang keluar pembuluh darah berhenti
o Cairan yang sudah dikeluarkan dari pembuluh darah diabsorpsi oleh limfatik
o Sel-sel eksudat mengalami disintegrasi keluar melalui limfatik atau benar-benar
dihilangkan dari tubuh.
o Namun, apabila jumlah jaringan yang dihancurkan cukup banyak maka resolusi
tidak terjadi.
Regenerisasi
Regenerasi adalah penggantian sel parenkim yang hilang dengan pembelahan sel
parenkim yang bertahan di sekitarnya. Hasil akhirnya adalah penggantian unsur-unsur yang
hilang dengan jenis sel-sel yang sama. Faktor-faktor penentu regenerasi :
o kemampuan regenerasi sel yang terkena cedera (kemampuan untuk membelah)
o Jumlah sel viabel yang bertahan
o Keberadaan/keutuhan kerangka jaringan ikat yang cedera, atau keutuhan arsitektur
stroma.
Perbaikan / pemulihan dengan pembentukan jaringan ikat
o Pertumbuhan jaringan ikat muda ke arah dalam daerah peradangan disebut
organisasi .Jaringan ikat yang tumbuh itu disebut jaringan granulasi.
o Secara mikroskopik jaringan Granulasi terdiridari pembuluh-pembuluh darah
kecil yang baru terbentuk (angioblas), fibroblas, sisa sel radang (berbagai jenis
leukosit ; makrofag, limosit, eosinofil, basofil, & neutrofil) , bagian cairan eksudat
dan zat dasar jaringan ikat longgar setengah cair. Fibroblas & angioblas pada jaringan
granulasi yang berasal dari fibroblas dan kapiler di sekelilingnya yang sebelumnya
ada.
Setelah kurang lebih 1 minggu, jaringan granulasi masih cukup longgar & selular.
Pada saatini, fibroblas jaringan granulasi sedikit demi sedikit mulai menyekresikan prekursor
protein kolagen yang larut, saat ini sedikit demi sedikit akan mengendap sebagai fibril-fibril
di dalam ruang intersisial jaringan granulasi. Setelah beberapa waktu,semakin banyak
kolagen yang tertimbun didalam jaringan granulasi,yang sekarang secara bertahap semakin
matang menjadi jaringan ikat kolagen yang agak padat atau jaringan parut..Walaupun
jaringan parut telah cukup kuat setelah kira-kira 2 minggu, proses remodeling masih terus
berlanjut,serta densitas & kekuatan jaringan parut ini juga meningkat. Jaringan
granulasi,yang pada awalnya cukup selular & vaskula, lambat laun kurang selular & kurang
vaskular serta menjadi kolagen yang lebih padat.
Penyembuhan luka
o Proses penyembuhan luka yang mudah dipahami adalah proses penyembuhan
pada luka kulit. Proses penyembuhan luka terbagi menjadi 2 macam yaitu :
Penyembuhan primer ( healing by first intention)
Penyembuhan Sekunder ( healing by secondintention )
o Hari pertama pasca bedah.Setelah luka disambung & dijahit,garis insisi segera
o Terisi oleh bekuan darah yang membentuk kerak yang menutupi luka. Reaksi
radang akut terlihat pada tepi luka. Dan tampak infiltrat polimorfonuklear yang
mencolok.
o Hari kedua, terjadi Reepitelialisasi permukaan & pembentukan jembatan yang
terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah subepitel.
Keduanya sangat tergantung pada anyaman fibrin pada bekuan darah., karena ini
memberikan kerangka bagi sel epitel, fibroblas, dan tunas kapiler yang bermigrasi.
Jalur-jalur tipis sel menonjol di bawah permukan kerak, dari tepi epitel menuju ke
arah sentral. Tonjolan ini berhubungan satu sam lain, dengan demikian luka telah
tertutup oleh epitel.
o Hari ketiga, respon radang akut mulai berkurang, neutrofil digantikan oleh
makrofag yang membersihkan tepi luka dari sel-sel yang rusak dan pecahan fibrin.
o Hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang kaya
pembuluh darah dan longgar. Dapat dilihat adanya serabut-serabut kolagen dimana-
mana.
o Akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan ketebalan yang
lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah terisi jaringan ikat kaya pembuluh
darah ini mulai membentuk serabut-serabut kolagen.
o Minggu kedua, fibroblas & pembuluh darah berploriferasi terus menerus, dan
tampak adanya timbunan progresif serabut kolagen. Kerangka fibrin sudah lenyap.
Jaringan parut masih tetap berwarna merah cerah sebagai akibat peningkatan
vaskularisasai. Luka belum memiliki daya rentang yang cukup berarti. Reksi radang
hampir seluruhnya hilang.
o Akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap. Jaringan parut
berwarna lebih muda akibat tekanan pada pembuluh darah, timbunan kolagen dan
peningkatan daya rentang luka.Luka bedah yang sembuh sempurna tidak akan
mencapai
o Kembali daya rentang, ekstensibilitas dan elastisitas yang dimiliki oleh kulit
normal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inflamasi merupakan respons protektif sebagai media pertahanan tubuh terhadap
jejas. Inflamasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu inflamasi akut dan kronis.Inflamasi akut
sifatnya singkat, hanya berkisar beberapa menit hingga beberapa hari, memberikan tanda-
tanda umum berupa rubor (redness), calor (heat), tumor (swelling), Dolor (pain), Functio
laesa (lose of function). Perubahan yang terjadi meliputi hyperemia, exudating, emigrasi
leukosit, kemotaksis dan fagositosis. Padainflamasi akut, sel-sel radang yang berperan hanya
neutrofil dan makrofag yang sifatnya tidak spesifik pada proses fagositosis.
Inflamasi kronis terjadi dalam kurun waktu berkepanjangan, berkisar dari dua minggu
hingga beberapa tahun, terjadi sebagai sebagai kelanjutan radang akut, infeksi persisten oleh
berbagai mikroorganisme, terpapar toksik terus menerus dan gangguan autoimun.
Pada inflamasi kronik, telah ditemukan adanya angiogenesis, peradangan granulomatosa
(terdiri dari akumulasi makrofag yang telah berdiferensiasi menjadi epiteloid, keling limfosit,
fibroblas dan jaringan ikat yang dibentuknya), juga ditemukan sel-sel radang menahun,
seperti limfosit, eusinofil dan sel Mast.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut :
1. tumor atau membengkak
2. calor atau menghangat
3. dolor atau nyeri
4. rubor atau memerah
5. functio laesa atau daya pergerakan menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Syamsunir., 1995, DASAR – DASAR PATOLOGI – seri
keperawatan, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Radang
http://jenispenyakit.blogspot.com/2009/07/penyakit-radang.html
http://davidd-sastra.blogspot.com/2010/04/pengertian-radang-dan-proses-terjadinya.html
top related