4.evaluasi kebijakan reformasi birokrasi_2

Upload: rizalwidyanugraha

Post on 06-Jul-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    1/162

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    2/162

     

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    3/162

     

    EVALUASI KEBIJAKAN

    REFORMASI BIROKRASI

    DIREKTORAT EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN SEKTORAL

    KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

    BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 

    2013

    LAPORAN AKHIR

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    4/162

    Laporan Akhir  

    ii Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    Pengarah:

    Edi Effendi Tedjakusuma

    Penanggung Jawab:

    Yohandarwati Arifiyatno

    Tim Penyusun:

    Bambang Triyono

    Haryo Raharjo

    Faiq

    Meitha Ika Pratiwi

    Novi Mulia Ayu

    Tini Partini Nuryawani

    Tenaga Ahli:

    Denny Hernawan

    Informasi selanjutnya, hubungi :

    Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral, Bappenas

    Fax : 62-21-31903107

    Telp : 62-21-31903107

    Email : [email protected]

    mailto:[email protected]:[email protected]

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    5/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi iii 

    KATA PENGANTAR

    Dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah Peraturan Presiden

    No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-

    2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

    Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi

    Birokrasi 2010-2014.

    Upaya untuk mewujudkan sasaran reformasi birokrasi telah

    dilakukan, meliputi: (a) penataan kelembagaan instansi pemerintah,

    yang didukung oleh pelaksanaan reformasi birokrasi padaKementerian/Lembaga/Pemda; (b) pengembangan manajemen SDM

    aparatur berbasis merit; (c) percepatan harmonisasi dan sinkronisasi

    peraturan perundangan; dan (d) penetapan dan penerapan Sistem

    Indikator Kinerja Utama Pelayanan Publik.

    Namun, upaya yang telah dilakukan tersebut perlu terus

    ditingkatkan karena pencapaian sasaran reformasi birokrasi dan tata

    kelola secara umum masih kurang menggembirakan. Hal tersebut

    ditunjukkan dengan tidak akan tercapainya beberapa target pada

    tahun 2014, seperti persentase Pemda dengan opini Wajar Tanpa

    Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pemda (daerah),

    peringkat kemudahan berusaha, dan indeks efektifitas

    pemerintahan.

    Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut di atas dan

    pentingnya pelaksanaan reformasi birokrasi maka pada tahun 2013

    Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral melakukan

    evaluasi terhadap kebijakan reformasi birokrasi. Penekanan evaluasi

    dikaitkan dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, ditinjau

    dari aspek kualitas penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan

    umum, dan pelayanan dunia usaha.

    Diharapkan evaluasi ini akan bermanfaat dalam penyusunan

    kebijakan reformasi birokrasi di masa mendatang. Masukan, saran,

    dan kritik yang membangun akan dijadikan bahan perbaikan dan

    penyempurnaan evaluasi ini.

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    6/162

    Laporan Akhir  

    iv Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

    membantu penyusunan laporan evaluasi ini.

    Jakarta, Desember 2013

    Direktur Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral

    Yohandarwati Arifiyatno

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    7/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi v  

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ................................................................... iii

    DAFTAR ISI ................................................................................ v

    DAFTAR TABEL ......................................................................... vii

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................... viii

    Bab I. Pendahuluan ........................................................... 1 

    1.1. Latar Belakang ................................................................... 1

    1.2. Tujuan ................................................................................ 2

    1.3. Ruang Lingkup ................................................................... 3

    1.4. Keluaran ............................................................................. 3

    Bab II. Kerangka Konseptual ............................................... 5

    2.1. Evaluasi Kebijakan Publik ................................................... 5

    2.2. Pendekatan dan Metode Evaluasi Kebijakan ..................... 20

    2.3. Konsep, Dinamika dan Problematika Reformasi Birokrasi . 27

    2.4. Pelayanan Publik ............................................................... 35

    2.5. Kerangka Analisis .............................................................. 38

    Bab III. Metode Evaluasi ..................................................... 39 

    3.1. Metode Evaluasi ................................................................. 39

    3.2. Teknik Sampling  ................................................................ 44

    3.3. Pengumpulan Data ............................................................ 45

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    8/162

    Laporan Akhir  

    vi Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    Bab IV. Review Kebijakan Terkait Pembangunan Reformasi

    Birokrasi ................................................................ 49 4.1. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand

    Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 ............................... 49

    4.2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

    Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum

    Reformasi Birokrasi ............................................................ 51

    4.3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

    Pelayanan Publik ................................................................ 544.4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang

    Ombudsman Republik Indonesia ........................................ 62

    4.5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2005 tentang

    Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

    Minimal ............................................................................. 65

    4.6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2010

    Tentang Pedoman Pelayanan Administrasi TerpaduKecamatan (PATEN) .......................................................... 71

    Bab V. Capaian Kinerja Pembangunan Reformasi Birokrasi ... 73 

    5.1. Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan .............. 73

    5.2. Capaian Kinerja Pelayanan untuk Masyarakat Umum......... 84

    5.3. Capaian Kinerja Pelayanan Publik Bagi Dunia Usaha .......... 88

    Bab VI. Identifikasi Permasalahan Pembangunan Reformasi

    Birokrasi ................................................................ 97

    6.1. Permasalahan RB dalam Penyelenggaraan Pemerintahan . 97

    6.2. Permasalahan dalam Pelayanan Publik Bagi Masyarakat ... 109

    6.3. Permasalahan dalam Pelayanan Publik bagi Pelaku Usaha 112

    6.4. Kesimpulan ....................................................................... 115

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    9/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi vii 

    Bab VII. Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Reformasi

    Birokrasi ................................................................ 117

    7.1. Rekomendasi Bagi Peningkatan Kualitas PenyelenggaraanPemerintahan .................................................................... 117

    7.2. Rekomendasi untuk Meningkatkan Pelayanan Publik Bagi

    Masyarakat ........................................................................ 124

    7.3.  Rekomendasi untuk Meningkatkan Pelayanan Publik Bagi

    Pelaku Usaha ..................................................................... 135 

    EPILOG ..................................................................................... 141

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 145

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    10/162

    Laporan Akhir  

    viii Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1. Pre-Test, Post-Test, Control-Group Evaluation

    Design .................................................................... 21

    Tabel 2.2. Interrupted Time-Series Evaluation Design............... 22

    Tabel 2.3. Pendekatan Evaluasi Kebijakan (Dunn, 2010) ......... 23

    Tabel 2.4. Tipe Evaluasi (Finance, 1994) ................................ 25

    Tabel 2.5. Indikator Bidang Pembangunan Aparatur Negara . 33

    Tabel 3.1. Kebutuhan Data untuk Kajian Evaluasi Kebijakan

    Pembangunan Reformasi Birokrasi ....................... 47

    Tabel 4.1. Area Perubahan RB ............................................... 51

    Tabel 4.2. Program, Kegiatan dan Keluaran RB (selected)  ...... 51

    Tabel 5.1. Perkembangan Capaian Reformasi Birokrasi dan

    Tata Kelola ............................................................ 73

    Tabel 5.2. Indikator SPM Realisasi Nasional Tahun 2009-

    2012 ...................................................................... 76

    Tabel 5.3. Capaian Implementasi Pengadaan Secara

    Elektronik Tahun 2009-2012 .................................. 80

    Tabel 5.4 Perbandingan Skor Government Effectiveness 

    Negara ASEAN Tahun 2007-2011 .......................... 83

    Tabel 5.5. Unit Layanan Instansi Pusat dengan Skor Total

    Integritas > 7 ......................................................... 86

    Tabel 5.6. Perbandingan Peringkat Doing Business Negara

    ASEAN .................................................................. 93

    Tabel 5.7. Perbandingan Skor Regulatory Quality  Negara

    ASEAN .................................................................. 94

    Tabel 5.8. Peringkat FDI Confidence Index  Indonesia .............. 95

    Tabel 6.1. Problematika Dimensi Kelembagaan .................... 100

    Tabel 6.2. Problematika SDM Aparatur ................................. 104

    Tabel 6.3. Problematika Ketatalaksanaan ............................. 107

    Tabel 7.1. Good Practices Memulai Usaha diBerbagai Negara 136

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    11/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi ix 

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi ............................ 38

    Gambar 3.1. Prosedur Evaluasi Program (Kualitatif) ............... 43

    Gambar 5.1. K/L Dan Pemda yang Melaksanakan RB ............ 75

    Gambar 5.2. Jumlah PTSP /OSS di K/L (Pemda) ..................... 79

    Gambar 5.3. IKM di K/L dan Pemda ....................................... 81

    Gambar 5.4. Perkembangan Nilai IIN Tahun 2007 - 2012 ....... 84Gambar 5.5. Skor Indeks Integritas Sektor Publik 2012 .......... 85

    Gambar 5.6. Reformasi Dalam Memulai Usaha ...................... 89

    Gambar 6.1. Sepuluh Faktor Paling Bermasalah dalam

    Memulai Usaha ................................................. 114

    Gambar 7.1. Model Mentransformasi Pelayanan Publik ......... 135

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    12/162

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    13/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 1 

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. 

    Latar Belakang

    Kebijakan pembangunan reformasi birokrasi dilaksanakan dalam

    rangka meningkatkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan

    merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan pelaksanaanpembangunan nasional. Kebijakan reformasi birokrasi pada akhirnya

    diharapkan dapat mencapai peningkatan kualitas pelayanan publik

    yang lebih baik, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja

    birokrasi, dan peningkatan profesionalisme sumber daya aparatur

    pemerintah, serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan

    bebas KKN.

    Dibidang pelayanan publik, pemerintah masih belum dapat

    menyediakan pelayanan publik yang berkualitas sesuai yangdiharapkan. Hasil survei integritas yang dilakukan Komisi

    Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa

    indeks integritas sektor publik tingkas nasional mencapai skor 5.42,

    tingkat instansi pusat 6.16, tingkat instansi vertikal 5.26 dan tingkat

    daerah 5.07 dari skala 10. Kemudahan berusaha (Doing Business),

    Indonesia menempati peringkat ke-122 dari 181 negara atau berada

    pada peringkat ke-6 dari 9 negara ASEAN.

    Dalam kaitan dengan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi,

    berdasarkan penilaian  government effectiveness yang dilakukan Bank

    Dunia, Indonesia memperoleh skor -0,43 pada tahun 2004, -0,37 pada

    tahun 2006, dan -0,29 pada tahun 2008, dari skala -2.5 menunjukkan

    skor terburuk dan 2,5 menunjukkan skor terbaik. Meskipun pada

    tahun 2008 mengalami peningkatan menjadi -0,29, skor tersebut

    masih menunjukkan kapasitas kelembagaan/efektivitas

    pemerintahan di Indonesia tertinggal jika dibandingkan dengan

    kemajuan yang dicapai oleh negara-negara tetangga.

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    14/162

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    15/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi  3 

    1.3. 

    Ruang Lingkup

    Ruang lingkup kegiatan Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi ini

    adalah melakukan identifikasi dan analisis atas pelaksanaanreformasi birokrasi serta kebijakan pendukung lainnya.  Pencapaian

    kebijakan pembangunan reformasi birokrasi terutama dalam

    peningkatan kualitas pelayanan publik dalam:

    1. 

    Penyelenggaraan pemerintah: kelembagaan, tata laksana

    (business process), SDM aparatur.

    2. 

    Pelayanan masyarakat umum

    3. 

    Pelayanan dunia usaha/bisnis

    1.4. 

    Keluaran

    Keluaran yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi Kebijakan

    Reformasi Birokrasi berupa laporan hasil evaluasi yang memuat

    pencapaian dan identifikasi permasalahan pembangunan Bidang

    Reformasi Birokrasi beserta rekomendasi kebijakannya.

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    16/162

    Laporan Akhir  

    4 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    17/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 5 

    BAB II

    KERANGKA KONSEPTUAL

    2.1. Evaluasi Kebijakan Publik

    Dalam memahami evaluasi kebijakan ada sejumlah hal dasar yang

    perlu diperhatikan agar lebih terfokus. Hal-hal dasar dimaksud

    berkaitan dengan sejumlah konsep penting terkait kebijakan publikpada umumnya serta evaluasi kebijakan pada khususnya, definisi

    evaluasi kebijakan sebagai bidang pembatas kajian; fungsi serta

    tugas evaluasi kebijakan; pemanfaatan (utilization) dari hasil evaluasi

    kebijakan serta memahami evaluasi kebijakan sebagai sebuah

    kontinuum. Dalam bagian ini kelima aspek ini akan dijelaskan secara

    singkat.

    2.1.1. Beberapa Konsep Penting dalam Evaluasi Kebijakan

    Dalam literatur evaluasi kebijakan atau program ada sejumlah konsep

    pokok yang harus dipahami, diantaranya: keluaran kebijakan (policy

    outputs), hasil kebijakan (policy outcomes), dampak kebijakan (policy

    impacts).  Ketiga konsep penting tersebut dijelaskan pada bagian di

    bawah ini.

    Keluaran kebijakan (policy outputs) adalah segala sesuatu yang secara

    aktual dikerjakan atau dihasilkan oleh instansi pemerintah dalam

    mewujudkan keputusan dan pernyataan kebijakan. Konsep tentang

    keluaran difokuskan pada hal-hal seperti jumlah pajak yang dapat

    dihimpun, panjang jalan yang dibangun, manfaat program

    kesejahteraan yang dibayarkan, denda lalulintas yang dikumpulkan,

    atau proyek bantuan luar negeri yang dilaksanakan.Uji terhadap

    keluaran akan mengindikasikan banyaknya hal yang telah dilakukan

    untuk mengimplementasikan kebijakan. Instansi pemerintah,

    dibawah tekanan legislatif, kelompok kepentingan, dan kelompok

    lain akan cenderung memfokuskan diri pada keluaran, bukan hasil,

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    18/162

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    19/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 7 

    dinamakan eksternalitas atau dampak yang melimpah (externalities

    or spillover effects). Program uji coba senjata nuklir mungkin berguna

    bagi perkembangan teknologi persenjataan (eksternalitas positif),

    namun peledakannya juga akan mengancam penduduk dunia(eksternalitas negatif).

    Ketiga,  kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan

    sekarang dan masa yang akan datang. Ada sejumlah pertanyaan

    yang bersifat ilustratif, seperti: apakah program direncanakan untuk

    memperbaiki keadaan secara langsung untuk jangka pendek atau

     jangka panjang? Apakah kebijakan deregulasi dan debirokratisasi

    mendorong ekspor komoditas non migas dalam jangka pendek? Bila

    ya, apakah dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut?Pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk melihat konsekuensi yang

    ditimbulkan kebijakan berdasarkan dimensi waktu.

    Keempat,  evaluasi juga menyangkut unsur lain yaitu biaya langsung

    (direct cost)  yang dikeluarkan untuk membiayai program kebijakan

    publik. Biaya langsung dapat berupa total biaya yang dikeluarkan

    untuk membiayai program atau persentase PDB untuk membiayai

    program. Biaya langsung lainnya mungkin agak lebih sulit dihitung

    seperti biaya yang dikeluarkan oleh pihak swasta untuk membeli alatpengolah limbah dalam rangka melaksanakan program pemerintah

    menyangkut pengendalian pencemaran lingkungan.

    Kelima,  biaya tidak langsung yang ditanggung masyarakat atau

    beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik. Biaya

    tidak langsung biasanya tidak dipertimbangkan dalam evaluasi

    kebijakan karena tidak dapat dihitung mengingat sulitnya

    menentukan ukuran yang akan dipakai. Misalnya, sulit diukur berapa

    besar biaya ketidaknyamanan, biaya dislokasi, dan biaya kekacauansosial akibat proyek pembaharuan kota; sulit mengukur biaya

    estetika akibat pembangunan jalan raya yang melalui tempat-tempat

    rekreasi. Yang juga sulit dilakukan adalah mengukur keuntungan

    tidak langsung dari program kebijakan publik seperti sulitnya

    mengukur manfaat sistem politik yang demokratis bagi kepuasan

    politik warga negara.

    Sekalipun dampak yang sebenarnya dari suatu kebijakan mungkin

     jauh dari yang diharapkan atau diinginkan, namun kebijakan tersebut

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    20/162

    Laporan Akhir  

    8 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    pada dasarnya mempunyai konsekuensi penting bagi masyarakat.

    Misalnya, program anti-kemiskinan bisa saja hasilnya

    mengecewakan, tetapi kebijakan itu tetap menunjukkan pada rakyat

    bahwa pemerintah mempunyai perhatian terhadap masalahkemiskinan.

    2.1.2. Pengertian Evaluasi Kebijakan

    Kebijakan publik pada hakekatnya dibuat untuk mencapai tujuan

    tertentu yang menyangkut kepentingan publik. Ia dirancang untuk

    memecahkan masalah yang dihadapi oleh publik. Dengan demikian,

    kebijakan publik tersebut selalu berorientasi pada tujuan danpemecahan masalah. Hanya saja kebijakan yang telah dibuat, pada

    level nasional maupun lokal, tidak selalu mampu mencapai tujuannya

    atau tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi publik. Tidak

     jarang hasil dan dampak kebijakan atau program publik justru

    menimbulkan masalah baru. Karena itu, diperlukan kegiatan yang

    sifatnya evaluatif  sebagai upaya untuk mengetahui secara tepat dan

    komprehensif apakah kebijakan yang telah dilaksanakan itu

    mencapai tujuannya atau memberikan dampak yang diharapkan atautidak. Dalam konteks seperti itulah, evaluasi kebijakan publik

    seharusnya ditempatkan.

    Secara umum, dengan mengutip pendapat James Anderson (1990),

    evaluasi kebijakan diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut

    estimasi atau penilaian kebijakan termasuk isi, implementasi dan

    dampaknya. Secara sederhana Thomas R. Dye (1987) mendefinisikan

    evaluasi kebijakan sebagai proses penilaian tentang dampak

    kebijakan publik. Sementara itu Paul R. Binner (1976) secara lebih

    kompleks mendefinisikan evaluasi kebijakan sebagai penilaian

    tentang keefektifan program nasional secara keseluruhan dalam

    memenuhi sasarannya, atau penilaian tentang keefektifan relatif dari

    dua atau lebih program memenuhi sasaran bersama. Sedangkan

    David Nachmias (1980) mengemukakan bahwa :

    Evaluasi kebijakan beranjak dari upaya evaluasi sebelumnya dalam

    beberapa aspek penting dari ilmu sosial. Perhatian utamanya adalah

    penjelasan (explanation)  dan peramalan (prediction); Evaluasi

    kebijakan tergantung pada bukti dan analisis empiris… 

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    21/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 9 

    Yang menjadi perhatiannya adalah bermanfaat bagi pembuat

    kebijakan…dengan perhatian pokok pada evaluasi sebagai sebuah

    aktivitas riset ilmiah. Penekanan utamanya adalah pada riset , yaitu

    pada “prosedur pengumpulan dan penganalisisan data  yang akanmeningkatkan kemungkinan untuk membuktikan daripada

    mendeklarasikan nilai dari sejumlah aktivitas sosial. 

    Selanjutnya Nachmias mendefinisikan evaluasi sebagai sebuah

    aktivitas riset yang berkaitan dengan konsekuensi dari kebijakan

    publik, sedangkan riset evaluasi kebijakan berkaitan dengan studi

    tentang dampak dari keluaran kebijakan (policy outputs). Dengan

    meneliti dampak langsung dan dampak jangka panjang dari keluaran

    kebijakan, riset evaluasi dapat menghasilkan pengetahuan baru yangdapat dihubungkan dengan proses pembuatan keputusan publik.

    Dari sejumlah pengertian evaluasi kebijakan tersebut dapat

    dijelaskan sejumlah komponen penting definisi, yaitu:

    1. 

    Evaluasi kebijakan berkaitan dengan penilaian tentang

    efektivitas  implementasi kebijakan atau program serta

    dampak atau konsekuensinya.

    2. 

    Aktivitas evaluasi terfokus pada penjelasan atas hasil serta

    dampak kebijakan atau program yang senyatanya ada (actual) 

    dan melakukan prediksi berdasarkan hasil dan dampak tersebut

    di masa yang akan datang.

    Terakhir, perlu dikemukakan tentang sejumlah istilah terkait yang

    sering dipergunakan. Dalam pandangan Nachmias, istilah kebijakan,

    program, dan proyek dapat dipergunakan secara bergantian

    (interchangeably) karena prinsip-prinsip riset terhadapnya relatif

    sama. Namun, secara analitis istilah-istilah tersebut dapat dibedakan

    sepanjang kontinuum kekhususan (specificity) dengan proyek

    dipandang sebagai seperangkat tindakan yang bersifat lebih spesifik 

    (dibanding kebijakan dan program) serta dirancang untuk mencapai

    sebuah sasaran.

    Sementara itu menurut Winarno (2002) evaluasi kebijakan pada

    dasarnya merupakan sebuah kegiatan fungsional dalam arti evaluasi

    kebijakan publik tidak dilakukan hanya pada tahap akhir saja, tetapi

     juga dilakukan dalam seluruh proses kebijakan termasuk pada tahap

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    22/162

    Laporan Akhir  

    10 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    perumusan masalah kebijakan, penyusunan program, implementasi,

    maupun dampak kebijakan. Hampir senada, Sofyan Effendi

    mengemukakan bahwa secara hakiki evaluasi kebijakan mempunyai

    3 (tiga) lingkup makna, yaitu: (1) Evaluasi perumusan kebijakan, (2)Evaluasi implementasi kebijakan, dan (3) Evaluasi lingkungan

    kebijakan.

    Ketiga komponen itulah yang menentukan apakah kebijakan akan

    efektif atau tidak. Berkaitan dengan evaluasi perumusan kebijakan, 

    misalnya, secara umum evaluasi kebijakan berkaitan dengan apakah

    formulasi kebijakan :

    1. 

    Telah menggunakan pendekatan yang sesuai dengan masalahyang hendak diselesaikan, karena setiap masalah publik

    memerlukan model formulasi kebijakan publik yang berlainan;

    2. 

    Telah mengarah pada permasalahan inti, karena setiap

    pemecahan masalah harus benar-benar mengarah pada inti

    masalahnya;

    3. 

    Telah mengikuti prosedur yang diterima secara bersama, baik

    dalam rangka keabsahan maupun dalam rangka kesamaan

    dan keterpaduan langkah perumusan;

    4. 

    Telah mendayagunakan sumberdaya yang ada secara optimal,

    baik dalam bentuk dana, manusia, waktu, dan kondisi

    lingkungan strategis.

    Sedangkan tujuan evaluasi implementasi kebijakan  adalah untuk

    mengetahui variasi dalam indikator kinerja yang digunakan untuk

    menjawab 2 pertanyaan pokok, yaitu :

    1. 

    Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik?Jawabannya berkaitan dengan kinerja implementasi publik

    (variasi dari outcome) terhadap variabel independen tertentu;

    2. 

    Faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu? Jawabannya

    berkenaan dengan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi

    implementasi kebijakan, dan lingkungan implementasi

    kebijakan yang mempengaruhi variasi outcome  dari

    implementasi kebijakan.

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    23/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 11 

    Dalam kaitan dengan evaluasi lingkungan kebijakan, ia lebih banyak

    berhubungan dengan identifikasi faktor lingkungan apa saja yang

    dapat membuat kebijakan gagal atau berhasil dilaksanakan. Banyak

    kebijakan publik di era Presiden Wahid gagal atau tidak efektifdilaksanakan karena lingkungan politik diisi oleh lintas pelaku dengan

    lintas kepentingan yang sulit dipertemukan (diistilahkan sebagai

    ‘koalisi pelangi’). Sementara kebijakan pemulihan ekonomi berjalan

    agak lamban karena begitu rentan terhadap pengaruh luar baik

    karena pengaruh negara-negara kuat (utamanya AS dan Jepang)

    maupun intervensi lembaga donor internasional dengan agenda

    penyesuaian struktural (structural adjustment). 

    2.1.3. 

    Fungsi dan Tugas Evaluasi Kebijakan Publik

    Menurut Samodra Wibawa dkk (1993), dengan mengutip pendapat

    William Dunn, evaluasi kebijakan publik mempunyai 4 fungsi, yaitu :

    1. 

    Eksplanasi. Melalui eksplanasi dapat dipotret realitas

    pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi

    tentang pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang

    diamati. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasimasalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan

    atau kegagalan kebijakan.

    2. 

    Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan

    yang dilakukan oleh pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lain,

    telah sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan

    oleh kebijakan.

    3. 

    Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-

    benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau

    sebaliknya ada kebocoran atau penyimpangan.

    4. 

    Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial

    ekonomi dari kebijakan tersebut.

    Sedangkan menurut Fadillah Putra (2003) evaluasi kebijakan publik

    mempunyai 3 fungsi pokok, yaitu :

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    24/162

    Laporan Akhir  

    12 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    1. 

    Memberikan informasi yang valid tentang kinerja

    kebijakan. Evaluasi dilakukan atas kinerja dari proses

    implementasi kebijakan yang dievaluasi. Kinerja kebijakan

    dapat dilihat dari seberapa mampu kebijakan tersebut dapatmemecahkan masalah dan sejauh mana kebijakan publik

    dapat efektif sebagai instrumen solusi.

    2. 

    Menilai kepantasan tujuan atau target dengan masalah

    yang dihadapi. Banyak sekali kebijakan yang tujuan

    formalnya tercapai, namun masalahnya secara substansial

    belum terpecahkan. Program pengentasan kemiskinan,

    misalnya, dapat dikatakan berhasil dilihat dari target

    pengucuran dana dan menurunnya jumlah orang miskin,namun tidak jarang pemerintah harus mengeluarkan anggaran

    yang besar untuk menanggung konsekuensi akibat munculnya

    dampak negatif dari program kebijakan yang bercorak

    bantuan atau hibah.

    3. 

    Memberikan kontribusi pada kebijakan lain dengan

    menghasilkan rekomendasi atas kebijakan yang dievaluasi.

    Berkaitan dengan tugas evaluasi kebijakan, Lester dan Stewart(2000) mengemukakan bahwa evaluasi kebijakan dapat dibedakan

    dalam 2 (dua) tugas yang berbeda.

    Tugas pertama, menentukan konsekuensi apa yang ditimbulkan

    oleh suatu kebijakan atau program dengan cara menggambarkan

    dampaknya.  Tugas pertama ini merujuk pada usaha untuk melihat

    apakah program kebijakan publik mencapai tujuan atau dampak yang

    diinginkan atau tidak. Bila jawabannya tidak, maka faktor apa saja

    yang menjadi penyebabnya? Apakah ada kesalahan dalam

    merumuskan masalah kebijakan (bad formulation), kesalahan dalam

    implementasi (bad implementation), atau kesalahan karena faktor

    yang berada di luar kehendak manusia (bad luck)?

    Tugas kedua, menilai keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan

    berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan

    sebelumnya.  Tugas kedua ini sebenarnya terkait erat dengan tugas

    pertama. Setelah kita mengetahui konsekuensi kebijakan melalui

    deskripsi dampak kebijakan publik, maka akan diketahui apakah

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    25/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 13 

    program kebijakan yang dijalankan sesuai atau tidak dengan dampak

    yang diinginkan. Disinilah arti penting evaluasi kebijakan publik:

    memberi pengetahuan menyangkut hubungan sebab-sebab

    kegagalan suatu kebijakan dalam mencapai tujuan dan dampak yangdiinginkan sehingga dapat dijadikan pedoman untuk melakukan

     policy improvement  atau policy change di masa mendatang.

    Untuk memenuhi kedua tugas tersebut, evaluasi kebijakan harus

    mencakup 4 kegiatan penting (Charles O. Jones menyebutnya

    sebagai sub-kegiatan  dalam evaluasi kebijakan publik), sebagai

    berikut :

    1. 

    Spesifikasi, merupakan kegiatan yang paling penting diantarasub-kegiatan evaluasi lainnya. Kegiatan ini meliputi

    identifikasi tujuan atau kriteria. Ukuran atau kriteria inilah

    yang akan dipergunakan untuk mengevaluasi manfaat

    program kebijakan.

    2. 

    Pengukuran, menyangkut aktivitas pengumpulan informasi

    yang relevan untuk objek evaluasi.

    3. 

    Analisis, adalah penggunaan informasi yang telah terkumpul

    dalam rangka menyusun kesimpulan.

    4. 

    Rekomendasi, yaitu penentuan mengenai apa yang harus

    dilakukan di masa yang akan datang.

    Sedangkan Edward A. Suchman, secara agak lebih elaboratif,

    mengemukakan enam langkah dalam melaksanakan evaluasi

    kebijakan, yaitu: (1) Mengidentifikasi tujuan program yang akan

    dievaluasi, (2) Analisis terhadap masalah, (3) Deskripsi dan

    standardisasi kegiatan, (4) Pengukuran terhadap tingkatan

    perubahan yang terjadi, (5) Menentukan apakah perubahan yang

    diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena

    penyebab lain, (6) Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan

    suatu dampak.

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    26/162

    Laporan Akhir  

    14 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    2.1.4. 

    Maksud dan Pemanfaatan Evaluasi

    Dalam konteks kebijakan publik, evaluasi mempunyai manfaat baik

    secara konseptual maupun praktis. Secara konseptual, misalnya,Dennis J. Palumbo (1989) mengemukakan 3 bentuk manfaat dari

    evaluasi kebijakan, yaitu :

    1. 

    Untuk  formulasi kebijakan. Untuk kepentingan formulasi

    kebijakan, dibutuhkan informasi dari evaluasi dalam 3 hal,

    yaitu: (a) informasi tentang masalah atau ancaman yang

    disebabkan oleh program (seperti, seberapa besar masalah

    atau ancamannya? Bagaimana frekuensi dan arahnya?

    Bagaimana ia berubah? Apakah kita perlu program baru ataulegislasi baru untuk memecahkan masalah tersebut? Bila ya,

    seberapa besar program baru tersebut akan berhasil?); (b)

    informasi tentang hasil program lalu atau upaya terkait yang

    diupayakan untuk menangani masalah atau ancaman

    (misalnya, apakah program terdahulu tersebut layak? Apakah

    program terdahulu berhasil? Apa masalah yang dihadapi?);

    dan (c) informasi yang memungkinkan pemilihan satu

    program alternatif dibanding program lainnya (misalnya,

    membandingkan biaya dan manfaat satu program denganprogram lain? Apa bentuk tingkat pertumbuhan yang dialami

    oleh program yang berbeda di masa lalu?)

    2. 

    Untuk  pelaksanaan kebijakan. Untuk keperluan ini evaluasi

    perlu memiliki : (a) informasi tentang implementasi program

    (misalnya, dalam hal apa program bersifat operasional,

    seberapa sama program di lokasi lain, apakah program

    conform atau sesuai dengan kebijakan dan harapan yang

    dirumuskan, berapa biaya program, bagaimana perasaanstakeholder tentang program, apakah ada kesalahan besar

    dalam hal penyimpangan, pelanggaran, penyalahgunaan dsb);

    (b) informasi tentang pengelolaan program (misalnya, derajat

    kontrol atas pengeluaran, kualifikasi dan tingkat

    keterpercayaan pegawai, alokasi sumberdaya, penggunaan

    informasi program dalam pembuatan keputusan dsb); dan (c)

    informasi berjalan tentang masalah yang sedang berlangsung

    (misalnya, apakah masalahnya telah menjadi berkembang?

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    27/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 15 

    Apakah semakin berkurang? Apakah masalahnya cukup

    berkurang sehingga program tidak diperlukan lagi? Apakah

    program perlu diubah dalam karakteristik pentingnya

    sehingga program juga perlu diubah ?)

    3. 

    Untuk keperluan akuntabilitas. Dalam kaitan ini evaluasi harus

    menekankan pada tiga hal, yaitu : (a) informasi tentang hasil

    program (misalnya, apa yang telah terjadi sebagai hasil dari

    perancangan program dan implementasinya?); (b) informasi

    tentang apakah program telah mencapai tujuannya; dan (c)

    informasi tentang efek dari program (baik yang diharapkan

    maupun tidak diharapkan).

    Selain itu, evaluasi kebijakan publik juga punya manfaat praktis.

    Badjuri dan Yuwono (2002), misalnya, mengemukakan bahwa

    evaluasi kebijakan dapat membantu dalam: (1) Menilai apakah

    kebijakan tersebut masih relevan untuk dipertahankan dalam

    konteks perubahan dewasa ini; (2) Memberikan pemikiran apakah

    ada cara lain yang lebih efektif dan efisien dalam implementasi

    kebijakan; (3) Menguji apakah dampak kebijakan yang diinginkan

    sudah tercapai sebagaimana tertulis; (4) Menilai apakah program

    tersebut perlu diperluas, dipersempit, diperpanjang atau mungkindihentikan sama sekali; (5) Memutuskan apakah pada masa yang

    akan datang sumberdaya pendukung perlu ditambah, dikurangi atau

    bahkan dihentikan total; serta (6) Membantu meningkatkan

    kredibilitas pemerintah khususnya berkaitan dengan akuntabilitas

    kebijakan publik pada umumnya. 

    Sementara itu, perspektif agak berbeda dikemukakan oleh Palumbo

    (1989). Dengan merujuk pada ungkapan sastrawan Rudyard Kipling,

    ia mengemukakan pemanfaatan evaluasi harus melihat faktor 5Wplus 1 H, yaitu : What, Why, When, Where, Who dan How .

    WHAT. Evaluasi dapat memiliki dampak konseptual atau dampak

    terhadap tindakan. Dampak konseptual adalah dampak yang

    mempengaruhi pemikiran tentang program. Setiap pemanfaatan

    evaluasi oleh stakeholder utama (seperti staf program, pemberi dana,

    administrator, dan pembuat keputusan lainnya) akan

    mengkonseptualisasikan implementasi atau hasil dengan cara-cara

    baru, memahami dinamika program secara lebih mendalam, atau

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    28/162

    Laporan Akhir  

    16 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    menggeser prioritas program. Sedangkan dampak tindakan adalah

    dampak yang dapat mengarah pada perubahan-perubahan yang

    dapat diamati (observable changes) dalam operasi aktual sebuah

    program. Dampak tindakan ini sangat penting bila melibatkanperubahan dalam hal level atau tipe pendanaan, atau perubahan

    dalam bagaimana program diantarkan (program delivery).  Evaluasi

     juga dapat mempengaruhi keputusan, dalam arti ia dapat mengarah

    pada keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan program,

    atau melakukan banyak hal dimana pembuat keputusan mempunyai

    kewenangan untuk melakukan kontrol. Biasanya, riset atas

    pemanfaatan evaluasi secara bias ditujukan pada dampak tindakan. 

    Riset awal dalam evaluasi difokuskan pada digunakannya hasilevaluasi, seperti data, rekomendasi, dan laporan evaluasi. Asumsinya

    adalah berbicara tentang evaluasi berarti berbicara tentang temuan

    dan rekomendasi dari evaluasi. Namun, sejalan dengan semakin

    meningkatnya pemahaman tentang proses pemanfaatannya,

    semakin dipahami bahwa proses evaluasi dapat mempunyai dampak

    yang cukup signifikan terlepas dari temuan evaluasi. Dengan

    demikian, sesungguhnya proses evaluasi dapat digunakan walaupun

    tidak ada temuan akibat gagalnya pengumpulan data atau tidak adalaporan tertulis. Proses evaluasi dapat membantu staf program

    dalam memperjelas apa yang sedang dikerjakan, menetapkan

    prioritas, memfokuskan sumberdaya dan aktivitas pada hasil-hasil

    yang bersifat spesifik, serta mengidentifikasi hal-hal yang dipandang

    sebagai kelemahan bahkan sebelum data dikumpulkan.

    WHO. Ada begitu banyak dan beragamnya kepentingan di sekitar

    evaluasi. Administrator, pejabat publik, pemberi dana, staf program,

    klien, pemimpin komunitas, dan publik pada umumnya, kesemuanya

    mungkin mempunyai kepentingan dalam evaluasi, namun derajat

    dan hakekat kepentingan mereka akan beragam. Pihak konstituen

    yang berbeda menggunakan evaluasi secara berbeda. Staf program

    adalah pihak yang sangat mungkin mendapatkan manfaat dari

    proses evaluasi, seperti proses memperjelas tujuan, melihat

    keterkaitan antara implementasi dan hasil, serta memikirkan cara

    untuk meningkatkan efektifitas. Penyandang dana dan komunitas

    sangat mungkin akan menggunakan data yang dipublikasikan serta

    temuan-temuan tertulis. Administrator seringkali menggunakan

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    29/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 17 

    evaluator sebagai konsultan manajemen. Namun, patut

    dikemukakan bahwa tidak ada satupun evaluasi yang mampu

    melayani semua konstituen atau stakeholders sama baiknya (equally

    well). Karenanya, baik secara implisit maupun eksplisit, setiaprancangan evaluasi pasti akan menghasilkan bias terhadap

    kebutuhan informasi dan proses dari beberapa  konstituen atau

    stakeholder tertentu (biasa disebut konstituen atau stakeholder

    utama) dibanding konstituen atau stakeholder lainnya.

    WHEN . Literatur awal tentang penggunaan evaluasi difokuskan pada

    dampak tindakan yang bersifat seketika (immidiate action impacts).

    Namun peneliti berikutnya menemukan bahwa penggunaan evaluasi

    lebih bersifat inkremental dibanding seketika. Hal ini berarti bahwa,dalam banyak kasus, proses evaluasi akan membuat perbedaan

    sejalan dengan waktu dan temuan evaluasi digunakan dan

    didiskusikan sepanjang kurun waktu tertentu. Dengan demikian,

    dampak inkremental untuk kurun waktu yang lebih lama mungkin

    lebih penting dalam banyak kasus. Sebenarnya, hakekat inkremental

    dari evaluasi sejalan dengan hakekat inkremental dari kebanyakan

    proses pembuatan keputusan.

    WHERE . Secara ideal, evaluasi dapat dimanfaatkan pada setiap levelpemerintahan, baik di tingkat instansi lokal (seperti dinas atau

    lembaga teknis daerah lainnya) maupun di tingkat pemerintahan

    nasional. Namun, dalam kenyataannya, kebutuhan informasi dari

    unit pemerintahan ini sangat berbeda. Pejabat di tingkat nasional dan

    penyandang dana bagi program ternyata mempunyai kebutuhan dan

    sistem evaluasi mereka sendiri. Penyandang dana pada level nasional

    seringkali mempersyaratkan pengumpulan data yang sifatnya

    memaksa pada unit-unit di tingkat lokal yang justru seringkali

    mereka anggap tidak berguna. Sementara data yang dikumpulkan

    oleh prakarsa lokal jarang memenuhi kebutuhan baik pemerintah

    pusat maupun penyandang dana nasional. Unit lokal lebih menyukai

    data-data yang bersifat spesifik sesuai situasi dan sangat bersifat

    idiosinkratik. Sebaliknya, unit-unit yang lebih besar cenderung lebih

    menyukai data yang sudah dibakukan yang akan membuat agregasi

    dan komparasi menjadi lebih mudah. Semua dimensi penggunaan

    akan sangat beragam sesuai dengan dimana evaluasi digunakan.

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    30/162

    Laporan Akhir  

    18 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    WHY . Pertanyaan mengenai mengapa evaluasi digunakan lebih

    difokuskan pada pembedaan antara evaluasi formatif dan sumatif.

    Pembedaan yang bersifat klasik ini dimaksudkan untuk

    mendefinisikan perbedaan bentuk penggunaan evaluasi. Hal iniberarti evaluasi ditujukan pada pengembangan dan perbaikan

    program versus evaluasi yang ditujukan pada keputusan utama

    tentang dilanjutkan/tidak dilanjutkan dan/atau keputusan pendanaan

    utama. Namun, kenyataannya pertanyaan mengapa lebih kompleks

    dari itu. Alasan mengapa evaluasi digunakan terkait dengan sejumlah

    faktor seperti alasan politik, dimensi kepribadian, nilai-nilai pribadi,

    integritas pribadi dan motivasi dan sebagainya. Namun James Burry

    (1984), seperti dikutip Palumbo (1989), mengemukakan bahwa ada 3(tiga) faktor utama yang mempengaruhi mengapa evaluasi perlu

    dilakukan, yaitu :

    Pertama, faktor manusia (human factors).  Faktor ini mencerminkan

    karakteristik evaluator dan pengguna dengan pengaruh yang begitu

    kuat pada penggunaan evaluasi. Termasuk disini adalah sejumlah

    faktor penting seperti: (1) Sikap dan kepentingan terhadap program

    dan evaluasinya, (2) Latar belakang dan posisi organisasi mereka, dan

    (3) Tingkat pengalaman profesional mereka.Kedua, faktor konteks (context factors).  Faktor kedua ini terdiri dari

    sejumlah hal seperti: (1) Hambatan persyaratan dan fiskal yang

    dihadapi evaluasi, dan (2) Hubungan antara program yang dievaluasi

    dan segmen lainya dari organisasi yang lebih luas serta komunitas

    sekitar.

    Ketiga, faktor evaluasi (evaluation factors).  Faktor ini merujuk pada

    sejumlah hal, seperti: (1) Tindakan aktual dari evaluasi; (2) Prosedur

    yang digunakan dalam melakukan evaluasi, dan (3) Kualitas informasiyang tersedia.

    Namun perlu dikemukakan disini bahwa sangat sulit untuk

    membedakan faktor-faktor tersebut dilihat dari tingkat pentingnya.

    Sesungguhnya itulah kelemahan utama dari sintesa yang

    dikemukakan Burry ini.

    HOW . Sedikitnya ada dua dimensi yang perlu dipertimbangkan

    dalam melihat bagaimana evaluasi digunakan yaitu: (1) Direncanakan

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    31/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 19 

    (planned)  atau tidak direncanakan (unplanned); (2)  Formal atau

    informal.

    Penggunaan evaluasi yang direncanakan terjadi saat maksudpenggunaan evaluasi diidentifikasi dari awal dan penggunaan

    selanjutnya ditentukan oleh penggunaan yang direncanakan atau

    berdasaarkan maksud dan tujuan tertentu (planned or intended use). 

    Sedangkan penggunaan yang tidak direncanakan terjadi saat

    evaluasi dirancang tanpa perhatian tertentu terhadap pertanyaan

    tentang pemanfaatan evaluasi dan pertanyaan tentang penggunaan

    evaluasi sampai data dikumpulkan dan dianalisis.

    Riset awal tentang pemanfaatan evaluasi difokuskan padapenggunaan formal, yaitu penggunaan publikasi temuan yang

    bersifat publik, dapat diamati, dan eksplisit. Sedangkan penggunaan

    yang bersifat informal berkaitan dengan transfer temuan dari mulut

    ke mulut, dalam kelompok diskusi yang tidak direncanakan, dan

    interaksi antarpribadi antara evaluator dan staf program, serta

    administrator dan penyandang dana.

    2.1.5. 

    Kontinuum Evaluasi Kebijakan

    Evaluasi kebijakan bukan hanya sekedar aktivitas yang ada pada

    akhir siklus kebijakan. Evaluasi kebijakan harus dipertimbangkan

    sejak awal siklus. Dengan demikian evaluasi kebijakan harus

    dipandang sebagai sebuah kontinuum yang dimulai dengan analisis

    kebijakan sebelum kebijakan program ditetapkan (ex-ante policy

    analysis)  sampai pada evaluasi kebijakan pasca implementasi

    kebijakan (ex-post policy evaluation). Berikut adalah penjelasan lebih

    rinci tentang kontinuum evaluasi kebijakan.

     Analisis kebijakan ex-ante meliputi kegiatan seperti: (1) Identifikasi

    dan klarifikasi masalah kebijakan; (2) Spesifikasi kriteria yang

    digunakan dalam menguji alternatif yang mendukung dan

    menentang (pro dan kontra); (3) Identifikasi rentang alternatif yang

    potensial; (4) Analisis kuantitatif dan kualitatif dari alternatif untuk

    memperkirakan terpenuhinya kriteria; (5) Komparasi biaya dan

    manfaat relatif dari alternatif yang ada, termasuk rekomendasi

    tentang alternatif yang dipandang terbaik; dan (6) Spesifikasi dari

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    32/162

    Laporan Akhir  

     20 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    tahapan-tahapan yang dipandang perlu untuk mengimplementasikan

    dan mengevaluasi kebijakan.

    Policy maintenance meliputi aktivitas yang diambil untuk menjaminbahwa kebijakan atau program diimplementasikan seperti yang telah

    dirancang sebelumnya. Upaya diarahkan untuk memelihara

    integritas dari kebijakan saat kebijakan tersebut dialihkan dari tangan

    pembuat kebijakan pada instansi atau biro pelaksana. Maksud dari

     policy maintenance  bukan untuk mencegah dibuatnya perubahan

    yang memang harus dilakukan, tetapi untuk mencegah terjadinya

    perubahan yang tidak sistematis dan untuk mencatat perubahan

    yang dipandang bermanfaat agar dikenali dan dapat

    dipertimbangkan selama evaluasi program.

    Pemantauan kebijakan (policy monitoring)  adalah proses pencatatan

    perubahan dalam sejumlah peubah kunci (key variables) setelah

    implementasi kebijakan atau program. Pemantauan kebijakan

    menentukan apakah setiap perubahan yang terjadi merupakan hasil

    dari kebijakan yang diimplementasikan. Untuk itu peubah kunci harus

    dapat diidentifikasi, cara cepat untuk mengukur perubahan dari

    peubah harus dapat dibuat, dan proses pemantauan harus bebas dari

    sikap bias pendukung program maupun para detraktor.

    Ex-post policy evaluation meliputi pengujian atas tercapainya sasaran.

    Hal ini membutuhkan keterhubungan informasi yang bersifat

    kualitatif maupun kuantitatif yang diperoleh selama pemantauan

    kebijakan atas tujuan, sasaran dan kriteria program, serta

    menentukan apakah kebijakan harus dilanjutkan karena telah

    mencapai sasarannya, atau harus dihentikan karena kekurangan

    upaya atau adanya konsekuensi negatif yang tidak diharapkan.

    2.2. 

    Pendekatan dan Metode Evaluasi Kebijakan

    Menurut Patton dan Sawicki (1986 : 311-321) ada 6 pendekatan dasar

    terhadap evaluasi kebijakan atau program. 

    Pertama, perbandingan pra-dan-pasca implementasi kebijakan atau

    program (before-and-after comparisons).  Pendekatan ini mencoba

    membandingkan kondisi (penduduk atau lokasi) sebelum  kebijakan

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    33/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi  21 

    atau program diimplementasikan dengan setelah  kebijakan atau

    program diimplementasikan. Asumsi dari pendekatan ini adalah

    bahwa setiap perbedaan antara data sebelum dan setelah kebijakan

    atau program diimplementasikan merupakan hasil (outcomes)  darikebijakan atau program tersebut.

    Kedua,  perbandingan antara dengan-dan-tanpa kebijakan atau

    program (with-and-without comparisons). Pendekatan ini merupakan

    modifikasi dari pendekatan pertama dengan memasukan

    perbandingan kriteria yang relevan di lokasi dengan program 

    dibandingkan dengan lokasi tanpa program, keduanya sebelum dan

    sesudah implementasi.

    Ketiga,  perbandingan antara hasil nyata dengan kinerja yang

    direncanakan (Actual-versus-Planned Performance Comparisons).

    Pendekatan ini membandingkan data pasca-program yang nyata

    atau aktual dengan target yang ditetapkan sebelumnya, biasanya

    sebelum program diimplementasikan. Evaluator menetapkan tujuan

    dan target spesifik sebagai kriteria evaluasi untuk periode waktu

    tertentu, dan mengumpulkan data tentang kinerja yang nyata terjadi.

    Akhirnya, evaluator membandingkan kinerja aktual dengan target

    kinerja, dan mencoba mencari penjelasan yang tepat atas perbedaanyang diakibatkan oleh faktor-faktor program maupun non-program.

    Keempat, model eksperimental atau yang dikontrol (Experimental or

    Controlled Model).

    Tabel 2.1. 

    Pre-Test, Post-Test, Control-Group Evaluation Design

    Indicators

    Before program status After program status

    Treatment Group/TG T1 T2

    Control Group/CG C1 C2

    T1 : Nilai indikator TG sebelum program diimplementasikan

    T2 : Nilai indikator TG sesudah program diimplementasikan

    C1 : Nilai indikator CG sebelum program diimplementasikan

    C2 : Nilai indikator CG sesudah program diimplementasikan

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    34/162

    Laporan Akhir  

     22 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    Berikut disampaikan sebuah ilustrasi. Ada sebuah program bertujuan

    untuk meningkatkan kemampuan membaca di kalangan pelajar.

    Siswa secara acak dipilih kedalam kelompok yang memperoleh

    perlakuan (T) dan kontrol (C). Nilai sebelum program untuk kelompokT1 dan C1 harus sama. Jika program berhasil, maka nilai setelah

    program dari T2 harus lebih tinggi dibanding C2, dengan asumsi

    bahwa eksperiman dilakukan secara benar.

    Kelima, model setengah-eksperimental (Quasi-Experimental Models).

    Model ini sangat bermanfaat bila eksperiman yang sesungguhnya

    tidak dapat dilaksanakan baik disebabkan karena tidak dapat

    memilih orang untuk kelompok perlakuan dan kontrol, tidak dapatmengontrol administrasi program atau kebijakan, atau karena

    adanya pembatasan kebijakan terhadap kelompok perlakuan atau

    karena program tidak diarahkan pada level individual. Salah satu

    rancangan evaluasi setengah-eksperimental yang sering

    dipergunakan adalah rancangan evaluasi rangkaian-waktu terputus

    (interrupted time-series evaluation design) yang meliputi komparasi

    dari kelompok perlakuan beberapa kali baik sebelum maupun

    sesudah kebijakan atau program diimplementasikan. Data hasil

    rancangan ini diuji untuk menentukan apakah kebijakan atauprogram memiliki dampak atau tidak terhadap sasaran. Adapun

    rancangan rangkaian waktu ini dapat dilihat secara sederhana dalam

    tabel di bawah ini.

    Tabel 2.2.

    Interrupted Time-Series Evaluation Design

    IndicatorsBefore program status After program status

    One group B1-B2-B3-B4 A1-A2-A3-A4

    B1-B4 : Nilai indikator bagi kelompok untuk periode observasi sebelum  program

    diimplementasikan

    A1-A4 : Nilai indikator bagi kelompok untuk periode observasi setelah program

    diimplementasikan 

    Sebagai ilustrasi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dirancang sebuah

    program yang bertujuan untuk mengurangi ketidak hadiran siswa

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    35/162

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    36/162

    Laporan Akhir  

     24 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk Utama Tehnik

    Evaluasi

    Formal

    Menggunakan

    metodedeskriptif

    untuk

    menghasilkan

    informasi

    yang

    terpercaya

    dan valid

    mengenai

    hasil

    kebijakan

    secara formal

    diumumkansebagai

    tujuan

    program-

    kebijakan

    Tujuan dan

    sasaran daripengambil

    kebijakan dan

    administrator

    yang secara

    resmi

    diumumkan

    merupakan

    ukuran yang

    tepat dari

    manfaat atau

    nilai

    Evaluasi

    perkembangan,evaluasi

    eksperimental,

    evaluasi proses

    retrospektif (ex-

     post), evaluasi

    hasil retrospektif

    Pemetaan

    sasaran,klarifikasi nilai,

    kritik nilai,

    pemetaan

    hambatan,

    analisis

    dampak silang,

    discounting 

    Evaluasi

    Keputusan

    Teoritis

    Menggunakan

    metode

    deskriptif

    untuk

    menghasilkan

    informasi

    yangterpercaya

    dan valid

    mengenai

    hasil

    kebijakan

    yang secara

    eksplisit

    diinginkan

    oleh berbagai

    pelaku

    kebijakan

    Tujuan dan

    sasaran dari

    berbagai

    pelaku yang

    diumumkan

    secara formal

    ataupun diam-diam

    merupakan

    ukuran yang

    tepat dari

    manfaat atau

    nilai

    Penilaian

    tentang dapat-

    tidaknya

    dievaluasi,

    analisis utilitas

    multi-atribut

    Brainstorming,

    analisis

    argumentasi,

    Delphi, analisis

    survei pemakai

    Tipe Evaluasi Kebijakan Publik

    Ada begitu banyak tipe evaluasi kebijakan publik yang dikemukakan

    oleh sejumlah kalangan, sesuai dengan sudut pandangnya masing-

    masing. Nugroho (2003), misalnya, mengemukakan tipe evaluasi

    sebagai berikut:

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    37/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi  25 

    1. 

    Evaluasi komparatif, yaitu membandingkan implementasi

    kebijakan (proses dan hasilnya) dengan implementasi

    kebijakan yang sama atau berlainan, di satu tempat atau

    berlainan;

    2. 

    Evaluasi historikal, yaitu membuat evaluasi kebijakan

    berdasarkan rentang sejarah munculnya kebijakan tersebut;

    3. 

    Evaluasi laboratorium atau eksperimental, yaitu evaluasi

    dengan menggunakan eksperimen yang diletakkan dalam

    laboratorium;

    4. 

    Evaluasi ad hoc, yaitu evaluasi yang dilakukan secara

    mendadak dalam waktu sesaat dengan tujuan untukmendapatkan gambar pada saat itu (snapshot ).

    Selain itu, James Anderson (1990) membagi evaluasi kebijakan publik

    menjadi tiga, yaitu:

    1. 

    Evaluasi kebijakan publik yang dipahami sebagai kegiatan

    fungsional.

    2. 

    Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan.

    3. 

    Evaluasi kebijakan sistematis yang melihat secara objektif

    program kebijakan yang ditujukan untuk mengukur

    dampaknya bagi masyarakat dan sejauh mana tujuan yang

    ada telah dicapai.

    Terakhir, Finance  (1994), seperti dikutip Badjuri dan Yuwono (2003),

    mengemukakan 4 tipe evaluasi kebijakan berdasarkan pada aspek

    pengujian dasarnya seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 2.4.

    Tipe Evaluasi (Finance, 1994)

    No Tipe Evaluasi Pengujian dasar

    1 Evaluasi Kecocokan 1.  Apakah kebijakan yang sedang berlangsung cocok

    untuk dipertahankan?

    2.  Apakah kebijakan baru dibutuhkan untuk mengganti

    kebijakan tersebut ?

    3. 

    Siapakah seharusnya yang menjalankan kebijakan

    publik tersebut: pemerintah atau sektor swasta ?

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    38/162

    Laporan Akhir  

     26 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    No Tipe Evaluasi Pengujian dasar

    2 Evaluasi Efektifitas 1.  Apakah program kebijakan tersebut menghasilkan

    hasil dan dampak yang diharapkan ?

    2. 

    Apakah tujuan yang dicapai dapat terwujud ?3.  Apakah dampak yang diharapkan sebanding dengan

    usaha yang telah dilakukan ?

    3 Evaluasi Efisiensi 1. 

    Apakah input yang digunakan telah mendapatkan

    hasil sebanding dengan output kebijakannya ?

    2. 

    Apakah cukup efisien dalam penggunaan keuangan

    publik untuk mencapai dampak kebijakan tersebut ?

    4 Evaluasi Meta 1.  Apakah evaluasi yang dilakukan oleh lembaga

    berwenang sudah profesional ?

    2.  Apakah evaluasi tersebut sensitif terhadap kondisi

    sosial, kultural dan lingkungan ?

    3. 

    Apakah evaluasi tersebut menghasilkan laporan yangmempengaruhi pilihan-pilihan manajerial ?

    Berdasarkan uraian tentang berbagai aspek evaluasi kebijakan atau

    program sebagaimana dikemukakan di atas, maka ada beberapa

    substansi pokok dari evaluasi kebijakan, yaitu:

    1. 

    Perhatian utama evaluasi kebijakan adalah penjelasan

    (explanation) dan peramalan (prediction).

    2. 

    Evaluasi kebijakan tergantung pada bukti dan analisis empiris.

    3. 

    Evaluasi kebijakan mempunyai 3 fungsi pokok, yaitu : (a)

    Memberikan informasi yang valid tentang kinerja

    kebijakan. Evaluasi dilakukan atas kinerja dari proses

    implementasi kebijakan yang dievaluasi dengan melihat

    seberapa baik kebijakan tersebut dapat memecahkan masalah

    dan sejauh mana kebijakan publik dapat efektif sebagai

    instrumen solusi; (b) Menilai kepantasan tujuan atau target

    dengan masalah yang dihadapi; (c) Memberikan kontribusipada kebijakan lain dengan menghasilkan rekomendasi atas

    kebijakan yang dievaluasi.

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    39/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi  27 

    2.3. 

    Konsep, Dinamika, dan Problematika Reformasi Birokrasi

    2.3.1. 

    Konsep Reformasi Birokrasi

    Riyadi (2008) menjelaskan bahwa birokrasi merupakan salah satuunsur administrasi negara yang menjalankan fungsi-fungsi

    pemerintahan seperti regulasi, perijinan, pelayanan publik dan

    pengawasan terhadap pemanfaatan sumber daya yang ada. Peran,

    fungsi dan otoritas yang dimiliki inilah yang menjadikan birokrasi

    sebagai organisasi yang sangat strategis.

    Dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan, sifat dan lingkup

    pekerjaannya, serta kewenangan yang dimilikinya birokrasi

    menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasimenguasai kewenangan terhadap akses-akses seperti sumber daya

    alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek, serta menguasai akses

    pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain.

    Dengan posisi, kemampuan, dan kewenangan yang dimilikinya

    tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk

    membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga untuk

    memperoleh dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha.

    Selain itu, birokrasi dengan aparaturnya juga memiliki berbagaikeahlian teknis terspesialisasi yang tidak dimiliki oleh pihak-pihak

    diluar birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan,

    pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan

    transportasi dan lain-lain.

    Dalam konteks  policy making process, birokrasi di Indonesia juga

    memegang peranan penting pada semua tahapan mulai dari tahap

    perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan

    publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dari gambaran di atasnyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang cukup

    besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan

    keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan

    pembangunan. Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan

    dipastikan mengalami banyak hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi

    bekerja secara baik, maka program-program pembangunan akan

    berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu

    prasyarat penting keberhasilan pembangunan. 

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    40/162

    Laporan Akhir  

     28 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    Peran birokrasi dengan fungsi administrasi negara dilakukan oleh

    birokrasi. Jadi birokrasi diartikan sebagai keseluruhan lembaga

    pemerintahan negara, yang meliputi aparatur kenegaraan, aparatur

    pemerintahan, serta sumber daya manusia birokrasi yang terdiri ataspejabat negara dan pegawai negeri.

    Birokrasi secara leksikal berarti alat kelengkapan negara, terutama

    meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian,

    yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan

    sehari-hari. Secara umum, pembangunan birokrasi mencakup

    berbagai aktivitas terencana yang berkelanjutan yang ditujukan

    untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dalam menjalankan

    fungsi-fungsinya (Adi Suryanto, 2012).

    Pembangunan birokrasi yang bersih dan bebas KKN menyangkut

    seluruh sendi birokrasi, bukan hanya PNS/birokrat, namun meliputi

    pembangunan struktur, sistem, business process, dan karakter/etika

    moral. Secara terencana pembangunan Birokrasi pun dilakukan

    melalui sebuah proses multidimensi yang disebut Reformasi

    Birokrasi. Secara khusus Presiden telah menetapkan Perpres

    No.81/2010 tentang Grand Design  Reformasi Birokrasi 2010 –  2025.

    Upaya penataan pembangunan birokrasi yang komprehensif sepertiinilah yang secara substansi oleh Sofian Effendi (2010) disebut juga

    sebagai reformasi birokrasi.

    Konsep tentang reformasi birokrasi ini seringkali diperhadapkan vis-

    a-vis  dengan konsep tentang reformasi administrasi. Namun,

    reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan bagian dari reformasi

    administrasi negara (Caiden dalam Efendi. 2006, Riyadi.2008). Dalam

    pengertian yang luas, Wallis (1989) mengemukakan bahwa

    “ Administrative reform means an induced, permanent improvement inadministration” (Wallis 1989, 170). Sayangnya, permanent

    improvement sebagaimana yang diinginkan melalui upaya reformasi

    ini dalam kenyataannya sering menghadapi ironi. Gerald Caiden

    dalam bukunya “ Administrative Reform Comes of Age” (dalam Effendi,

    2010) mengungkapkan reformasi sistem administrasi tidak pernah

    mencapai inti permasalahan tetapi hanya formalitas semata.

    Reformasi tersebut tidak cukup luas dan mendalam. Bahkan cukup

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    41/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi  29 

    banyak negara yang tidak memberikan perhatian yang cukup

    memadai pada reformasi administrasi.

    2.3.2. 

    Dinamika Reformasi Birokrasi

    Terkait dengan dinamika reformasi administrasi negara, di Indonesia

    reformasi birokrasi pemerintah merupakan bagian dari tuntutan

    reformasi secara total yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial,

    dan hukum (Riyadi, 2008). Riyadi mengutip pendapat Tjokroamidjojo

    (2001) yang mendefinisikan reformasi sebagai berikut: “reformasi

    dari suatu sistem dan budaya politik yang paternalistik, otokratik,

    monolitik dan sentralistik dengan regimentasi terlalu kuat dan KKN,

    ke arah suatu sistem dan budaya politik yang lebih terbuka,

    demokratis, egaliter dan toleran, dimana pemeran utama ekonomi

    adalah masyarakat dalam sistem pasar yang lebih fair ” 

    Dengan merujuk pada Buku Putih Reformasi Administrasi Negara

    yang diterbitkan Lembaga Administrasi Negara (2010), dinamika

    reformasi administrasi negara memiliki 4 (empat) dimensi penting,

    yaitu: (1) Kelembagaan: desentralisasi, penataan organisasi dan

    kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat; (2)Ketatalaksanaan: Akuntabilitas, Transparansi, Penegakan hukum,

    Orientasi pasar, Pelayanan berorientasi publik, dan E-Government ; (3)

    Sumberdaya Aparatur: Paradigma manajemen SDM, dan

    menajemen kepegawaian daerah; dan (4) Pola hubungan  birokrasi

    dengan lingkungan  politik, ekonomi, masyarakat sipil dan

    masyarakat Internasional.

    2.3.3. 

    Problematika Reformasi Birokrasi

    Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit

    menghindar dari berbagai kritik yang hadir. Masyarakat Transparansi

    Indonesia (MTI) mencatat setidaknya ada 7 poin penting dari kritik

    tersebut, yaitu: (1) Buruknya pelayanan publik; (2) Besarnya angka

    kebocoran anggaran negara; (3) Rendahnya profesionalisme dan

    kompetensi PNS; (4) Sulitnya pelaksanaan koordinasi antarinstansi;

    (5) Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antarinstansi,

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    42/162

    Laporan Akhir  

     30 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan

    aktual, dan masalah-masalah lainnya; (6) Birokrasi juga dikenal

    enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan,

    sehingga hampir seluruh urusan masyarakat membutuhkansentuhan-sentuhan birokrasi; dan (7) Tingginya biaya yang

    dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal

    cost  maupun illegal cost , waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu

    layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.

    Kritik yang dikemukakan MTI tersebut dalam konteks konseptual

    biasa disebut sebagai patologi birokrasi  untuk mendeskripsikan

    bagaimana birokrasi telah memiliki penyakit yang menjadikannya

    tidak dapat bekerja secara efektif dan efisien. Adi Suryanto (2012)mengemukakan berbagai bentuk patologi birokrasi yang telah terjadi

    selama ini, sangat mempengaruhi efektivitas birokrasi dalam

    melaksanakan berbagai fungsinya. Sebut saja kualitas pelayanan

    publik yang rendah, timbulnya praktek KKN, inefisiensi dalam

    pengelolaan keuangan negara, kapasitas kinerja pemerintah yang

    kurang, aparatur yang tidak professional, dan sederet citra buruk

    birokrasi di Indonesia lainnya. Sedangkan Makmur (2009) melihat

    patologi birokrasi didorong karena adanya dekadensi moral terkaitdengan berbagai bentuk tindakan persekongkolan (konspirasi)

    seperti persekongkolan jabatan, persekongkolan pekerjaan,

    persekongkolan status, persekongkolan kolega, persekongkolan

    keluarga, dan persekongkolan pertemanan. Dalam konteks seperti

    inilah reformasi birokrasi harus diletakkan.

    Sementara itu, Irfan Islamy (1997) mengemukakan bahwa upaya

    untuk mereformasi birokrasi merupakan sebuah agenda publik yang

    tidak terelakkan. Dalam tataran konseptual, idealnya, sebuah

    reformasi birokrasi diarahkan untuk mengakomodasi sejumlah

    karakter dasar dari Birokrasi, yakni:

    1. 

    Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas

    yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan

    masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan

    kekuasaan dan kewenangan.

    2. 

    Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang

    bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efisien

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    43/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi  31 

    yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu

    ditangani dan yang tidak perlu ditangani-termasuk membagi

    tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat.

    3. 

    Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem

    dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri

    organisasi modern yakni: pelayanan cepat, tepat, akurat,

    terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efisiensi

    biaya dan ketepatan waktu.

    4. 

    Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan

    publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan.

    5. 

    Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diridari birokrasi yang kinerjanya kaku-rigid-menjadi organisasi

    birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif,

    fleksibel dan responsif.

    Namun, upaya untuk melakukan reformasi birokrasi tersebut tidak

    mudah dan bersifat kompleks karena harus menghadapi sejumlah

    hambatan dan tantangan. Dalam perspektif politik, Siti Zuhro (2012)

    mengemukakan bahwa tantangan pembangunan sistem dan standar

    kerja birokrasi yang profesional berasal baik dari lingkungan internaldan eksternal birokrasi. Dilihat dari lingkungan internal, terdapat

    dua hambatan utama. Pertama, budaya birokrasi. Budaya itu

    terwujud dalam perilaku yang korup dan tidak berorientasi pada

    pelayanan. Kedua, di Indonesia kelompok birokrat sudah lama

    menjadi kelompok kepentingan ekonomi. Implikasi dari tantangan

    internal ini menjadikan sistem dan standar kerja birokrasi yang

    profesional yang coba dibangun menjadi tidak mudah. Sementara

    itu, dari sisi eksternal, hambatan tersebut terutama berasal dari

    politisi dan partai politik. Bagi mereka birokrasi dipandang sebagai

    sarana untuk memperoleh dan melanggengkan kekuasaan. Di era

    Orde Baru, misalnya, pegawai negeri sipil (PNS) dan birokrasi telah

    dijadikan sebagai mesin politik. Birokrasi yang mestinya bekerja

    secara efisien dan efektif dalam melayani dan mewujudkan

    kesejahteraan rakyat berubah menjadi semacam kekuatan politik

    yang mengejar target partai dan rezim yang berkuasa.

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    44/162

    Laporan Akhir  

     32 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    Sedangkan Anwar Sanusi (2012) menyebutkan bahwa ada 6

    tantangan pokok dalam melaksanakan reformasi birokrasi, yaitu :

    1. 

    Masih rendahnya indeks persepsi korupsi (IPK) pada tahun2011 mempunyai skor 3,0, yang masih jauh dari target 2014

    dengan IPK = 5.00;

    2. 

    Semakin menurunnya kepercayaan publik terhadap

    pemerintah (survei Kompas dan LSI, Januari 2012);

    3. 

    Tantangan dan hambatan dalam pencapaian tujuan tersebut

    masih besar. Integritas instansi publik relatif tertinggal jauh

    dari negara tetangga;

      Phillipines, Thailand, Malaysia sudah menerapkan Citizen

    Charter  sejak 1990an.

      Malaysia saat ini tengah mengembangkan Regulation

    Impact Analysis (RIA)

     

    Brunei Darussalam sudah pada posisi 68 pada EGI

    4. 

    Praktek KKN terjadi pada semua cabang pemerintahan,

    sehingga pemberantasannya bertambah sukar. Untukmemberantas praktek KKN perlu penindakan tegas terhadap

    para pelaku, dimulai dari pejabat atasan;

    5. 

    Reformasi birokrasi kedepan harus bisa memberikan jaminan

    adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya

    saing;

    6. 

    Kepemimpinan birokrasi masih belum menunjukkan karakter

    yang kuat dan bebas dari kepentingan politik.

    Dalam dinamika dan permasalahan reformasi birokrasi seperti itulah

    maka konteks pentingnya pembangunan birokrasi harus diletakkan.

    Hakikatnya, pembangunan birokrasi diperlukan untuk mengikis

    berbagai fenomena negatif yang selama ini melekat pada birokrasi.

    Oleh karena itu, tidak berlebihan jika pelaksanaan pembangunan

    birokrasi tersebut difokuskan pada upaya memperbaiki kinerja

    pelayanan publik, penuntasan masalah KKN, pelaksanaan reformasi

    birokrasi, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan

    profesionalisme birokrasi serta mewujudkan tata pemerintahan

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    45/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi  33 

    yang baik (good governance), baik di pusat maupun di daerah agar

    mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya.

    2.3.4. 

    Indikator Capaian Reformasi Birokrasi 

    Menurut Adi Suryanto (2012) beberapa indikator program RB yang

    selama ini dipergunakan, antara lain Indeks Persepsi Korupsi (IPK),

    Opini BPK (WTP), Integritas Pelayanan Publik, Peringkat Kemudahan

    Berusaha, Government Effectiveness Index , maupun Instansi

    pemerintah yang akuntabel (SAKIP), belum memberikan gambaran

    secara komprehensif atas pencapaian dengan sampling  pada kota-

    kota tertentu, dan dinilai tidak mampu menggambarkan kondisi

    seluruhnya. Indikator lain, opini WTP juga ternyata tidak menjamin

    bahwa tidak ada korupsi di pemerintah/pemerintah daerah. Meski

    beberapa berbagi indikator masih dapat dimanfaatkan, namun upaya

    pembangunan birokrasi memerlukan indikator yang lebih

    komprehensif.

    Adapun usulan indikator bidang pembangunan birokrasi dapat dilihat

    pada tabel berikut ini.

    Tabel 2.5.

    Indikator Bidang Pembangunan Aparatur Negara

    Sasaran  Indikator  Data  Sumber

    Data 

    Level

    Pengukuran

    Ket 

    A.  Peningkatan Penyelenggaraan Aparatur yang Bersih dan Bebas KKN

    Peningkatan

    PencegahanKorupsi

    Peningkatan

    IndeksPencegahan

    Korupsi

    Indeks

    PencegahanKorupsi

    World Bank Level nasional

    (hasil sampling)

    Jenis

    Pengumpulandata melalui

    Survei

    Peningkatan

    Sistem

    Integritas

    Nasional

    Indeks Sistem

    Integritas

    Nasional

    Indeks Sistem

    Integritas

    Nasional

    KPK

    (Sesuai

    Perpres

    55/2012)

    Level nasional Data belum

    terbangun

    Peningkatan

    Perilaku Anti

    KKN

    Peningkatan

    Indeks

    Perilaku Anti

    KKN

    Indeks

    Perilaku Anti

    KKN

    Survei

    (Sesuai

    Perpres

    55/2012)

    Level nasional Data belum

    terbangun

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    46/162

    Laporan Akhir  

     34 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    Sasaran  Indikator  Data  Sumber

    Data 

    Level

    Pengukuran

    Ket 

    Penegakan

    HukumTipikor

    Peningkatan

    IndeksPenegakan

    Hukum

    Tipikor

    Indeks

    PenegakanHukum

    Tipikor

    Polri,

    Kejagung,KPK

    (Sesuai

    Perpres

    55/2012)

    Level nasional

    (agregat)

    Data belum

    terbangun

    Penurunan

    Tipikor

    Penurunan

    Kasus hukum

    dalam

    pengadaan

    barang dan

     jasa

    Jumlah Kasus

    hukum yang

    terungkap

    dalam

    pengadaan

    Barjas

    Polri,

    Kejagung,

    KPK

    Level nasional

    (agregat)

    Data belum

    terbangun

    B.  Peningkatan Akuntabilitas dan Kapasitas Kinerja Birokrasi

    Perbaikan

    Kinerja

    Keuangan

    Pemerintah

    Orientasi

    Anggaran

    Pada

    Pelayanan

    Publik

    BPK Level nasional

    (agregat)

    Data belum

    terbangun

    Perbaikan

    pengelolaan

    keuangan

    negara

    Opini BPK Persentase

    WTP

    BPK Level nasional

    (agregat)

    Data telah

    terbangun

    Peningkatan

    kualitas dan

    Profesionalis

    me Birokrasi

    Government

    Effectiveness

    Index

    Government

    Effectiveness

    Index

    World bank Level nasional

    (hasil sampling)

    Hasil survei

    (data telah

    terbangun)

    Kemampuan

    inovasi

    Peningkatan

    kemampuan

    inovasi

    pemerintah

    Government

    Innovation

    Index

    Level nasional

    (agregat dari

    level K/L dan

    Pemda)

    Data belum

    terbangun

    Perbaikan

    Tingkat

    Ekonomi

    Penurunan

    Angka

    Kemiskinan

    Persentase

    Penduduk

    Miskin

    BPS Level nasional Data telah

    terbangun

    C.  Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

    Peningkatan

    Pencapaian

    SPM

    Tingkat

    Pencapaian

    SPM

    Rasio capaian

    SPM dan

    standar yang

    ditetapkan

    untuk

    berbagai

    bidang

    pelayanan

    Kementrian

    terkait ,

    BPS,

    Kemendagri

    , Bappenas

    Level nasional

    (agregat)

    Data belum

    terbangun

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    47/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi  35 

    Sasaran  Indikator  Data  Sumber

    Data 

    Level

    Pengukuran

    Ket 

    Perbaikan

    KetersediaanTenaga

    Pelayanan

    Tingkat

    KetersediaanTenaga

    Pelayanan

    Komposit dari

    rasioketersediaan

    tenaga

    pelayanan

    dibanding

     jumlah

    penduduk

    dan rasio

     jumlah

    tenaga

    pelayanan

    dibanding

    kecamatan

    Kementrian

    terkait, BPS,Bappenas

    Level nasional

    (agregat)

    Data belum

    terbangun

    Peningkatan

    Pembangun-

    an Manusia

    Peningkatan

    Indeks

    Pembangun-

    an Manusia

    Indeks

    Pembangun-

    an Manusia

    BPS,

    Bappenas

    Level nasional

    (agregat)

    (Data telah

    terbangun)

    Peningkatan

    Indeks

    Kepuasan

    Terhadap

    Sarana

    Pelayanan

    Publik

    Peningkatan

    Indeks

    Kepuasan

    terhadap

    Pelayanan

    Publik

    Public Trust

    Indeks

    Kepuasan

    terhadap

    Pelayanan

    Publik

    Data belum

    terbangun

    Level nasional

    (agregat)

    Survei

    Peningkatan

    Peringkat

    Kemudahan

    Berusaha

    Peningkatan

    Ease of Doing

    Business 

    Ease of Doing

    Business

    Index

    World bank Level nasional

    (hasil sampling)

    Survei (Data

    telah

    terbangun)

    Peningkatan

    Integritas

    Pelayanan

    Publik

    Peningkatan

    Indeks

    Integritas

    Pelayanan

    Publik Pusat

    dan Daerah

    Indeks

    Integritas

    Pelayanan

    Publik Pusat

    dan Daerah

    KPK Level nasional

    (hasil sampling)

    Survei (Data

    telah

    terbangun)

    2.4. 

    Pelayanan publik

    Berkaitan dengan pelayanan publik akan dikemukakan sejumlah teori

    relevan, seperti pelayanan publik secara umum maupun aspek-aspek

    yang lebih spesifik dari pelayanan pelayanan publik seperti perbaikan

    pelayanan publik (public service improvement) 

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    48/162

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    49/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi  37 

    management. Pemikiran dan gagasan manajemen dalam konteks

    tertentu dari organisasi pelayanan publik ternyata bisa juga

    diterapkan pada lintas-bisinis, lintas-organisasi, dan lintas-sektor.

    Pandangan konvergensi tentang sektor publik dan privat menjadikanimplementasi dari gagasan dan praktek manajemen sebagai hal yang

    mudah (atau problematik) semudah menggunakan gagasan dan

    praktek manajemen di sektor privat. Hal ini membuat kajian tentang

    dampak sektor publik terhadap manajemen menjadi hal yang tidak

    relevan.

    Perbaikan layanan publik merupakan hal dimana berbagai

    pertanyaan penting bisa diajukan baik pada level teoritik, konseptual,

    maupun praktis. Sebagai contoh, sebuah isu yang muncul sebagaiakibat dari adanya kemitraan sektor publik-privat, ko-produksi

    dengan organisasi masyarakat sipil, dan bentuk-bentuk baru tata

    kelola ( governance). Perkembangan ini membuka pertanyaan-

    pertanyaan tentang perlunya menyusun metrik pelayanan dan

    mengaplikasikan keputusan tersebut, agar dapat diinformasikan

    lebih baik dan perubahan kinerja dapat dilacak dan dikelola. Hal ini

    akan mengarah pada politik dari manajemen kinerja, metodologi

    penilaian pilihan dan pengukuran efisiensi.Salah satu pendekatan untuk mendefinisikan perbaikan layanan

    publik adalah mengukur perubahan kinerja terhadap standar-standar

    yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun, pemaknaan seperti ini

    dinilai sempit. Kesesuaian terhadap standar mengabaikan baik

    kesesuaian standar maupun keberlangsungan standar untuk kurun

    waktu tertentu. Mencapai perubahan yang berkesinambungan

    merupakan hal yang krusial. Karena itu, pandangan yang lebih luas

    tentang perbaikan layanan publik mencakup pertimbangan-

    pertimbangan tentang keberlanjutan dan kapasitas perubahan di

    masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dinamis masyarakat.

    Terakhir, perbaikan layanan publik ini penting karena organisasi

    layanan publik sebagian tergantung pada kepercayaan warga dan

    keterlibatan mereka dengan elemen-elemen demokratik dari negara.

    Organisasi layanan publik dengan demikian perlu dinilai bukan hanya

    dalam konteks kemampuan untuk memberikan layanan tetapi juga

    kontribusi mereka untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan.

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    50/162

    Laporan Akhir  

     38 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    2.5. 

    Kerangka Analisis

    Berdasarkan uraian kerangka teoritis serta substansi program

    Reformasi Birokrasi sebagaimana diatur dalam PermenPAN dan RBNo.15/2008, maka dapat disusun kerangka pikir untuk kegiatan ini

    sebagai berikut.

    Gambar 2.1.

    Kerangka Pemikiran Evaluasi

    Kondisi awal

    pra-RB

    Implementasi

    program RB

    Capaian Kinerja

    Program RB

    Identifikasi kekuatan dan kelemahan

    program RB

    Validasi

    Hasil Kajian

    Identifikasi Kebijakan (utama, pendukung)

    Rekomendasi

    Kualitas Pelayanan

    Publik

    Penyelenggaraan

    Pemerintahan

    Pelayanan

    Masyarakat Umum

    Pelayanan Dunia

    Usaha/Bisnis

    1

    2

    3

    A

    B

    C

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    51/162

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    52/162

    Laporan Akhir  

    40 Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

    Sementara itu, metode kualitatif lebih dimaknai sebagai proses untuk

    membuat data yang dikumpulkan sebagai hasil dari wawancara,

    observasi lapangan, telaah dokumen dan sebagainya menjadi masuk

    akal untuk kemudian mempresentasikan apa yang diungkap olehdata (Caudle 2004, p.417). Sedangkan Ragin (1994, p.93)

    menjelaskan, sebagian besar tehnik-tehnik kuantitatif adalah

    mengkondensasi data. Data dikondensasi untuk melihat gambaran

    umum (big picture). Sebaliknya, metode kualitatif paling baik

    dipahami sebagai perluasan data (data enhancers).  Ketika data

    diperluas atau dikembangkan, memungkinkan kita untuk melihat

    aspek-aspek kunci dari kasus secara lebih jelas.

    Selanjutnya, untuk meningkatkan keterpercayaan (trustworthiness) atau validitas kajian ada beberapa hal yang dilakukan yaitu :

    1. 

    Triangulasi.  Konsep triangulasi merujuk pada upaya untuk

    melakukan cross-check   data. Triangulasi akan mengurangi

    potensi bias sistemik yang dapat terjadi bila kita hanya

    menggunakan satu sumber data, metoda, atau prosedur.

    Triangulasi bisa dilakukan dengan menggunakan beragam

    sumber data (seperti fasilitator, partisipan, observasi),

    beragam metode pengumpulan data (seperti wawancaraindividual,  focus group  dan sebagainya), menggunakan lebih

    dari satu pewawancara, memperbanyak titik pengumpulan

    data (misalnya orang yang sama diwawancara beberapa kali

    selama periode waktu tertentu), memperbanyak teori dari

    berbagai disiplin keilmuan, dan menggunakan pendekatan

    metode campuran (mixed-methods approach)

    2. 

    Teori. Teori yang ada saat ini tentang evaluasi kebijakan atau

    reformasi birokrasi dapat digunakan untuk memandu risetkualitatif. Biasanya studi-studi kualitatif yang dipublikasikan

    sering menggunakan kerangka teoritis untuk menjustifikasi

    metodologi yang digunakan. Kerangka teoritis juga bisa

    digunakan untuk menjelaskan dan pemahaman secara

    mendalam pada saat menginterpretasikan hasil-hasil

    kualitatif.

    3. 

    Validasi.  Validasi dilakukan dengan melibatkan partisipan

    (misalnya dari mereka yang mewakili unit analisis) untuk

  • 8/17/2019 4.Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi_2

    53/162

    Laporan Akhir  

    Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi 41 

    mencek akurasi data dan interpretasinya. Partisipan diberi

    kesempatan untuk melakukan review atas data yang diperoleh

    dan hasil pembahasannya.

    Dalam konteks evaluasi kebijakan atau program, pendekatan

    kualitatif sangat mengandalkan pengumpulan data empiris dan

    analisis terhadap informasi yang terdokumentasi secara sistematis.

    Pengumpulan informasi sebanyak mungkin akan berguna untuk

    mengidentifikasi secara lebih pasti hal-hal apa saja yang

    menyebabkan kebijakan atau program bisa berlangsung dengan baik

    atau tidak. Selain itu, jika diperlukan bisa dilakukan penelusuran lebih

     jauh untuk menentukan konteks suatu peristiwa. Hal lain yang

    menonjol dari pendekatan ini adalah evaluator mempunyaikesempatan mengadakan interaksi dalam konteks pelaksanaan

    kebijakan atau program sehingga gambaran tentang kebijakan atau

    program dapat tergambarkan dengan baik. Hal ini akan membuat

    evaluator dapat memahami latarbelakang suatu fenomena yang

    muncul dalam pelaksanaan kebijakan atau program.

    3.1.1. 

    Desain Evaluasi ProgramTujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi tentang suatu

    program. Evaluator walaupun bukan bagian dari pelaku di dalam

    program, namun mempunyai aksesibilitas terhadap semua

    komponen program. Tujuan utama evaluasi program dengan

    pendekatan kualitatif adalah mendapatkan gambaran yang

    menyeluruh tentang suatu program di semua aspeknya (Royse et al,

    2006). Pendekatan ini menekankan pada upaya untuk mendapatkan

    pemahaman lebih luas dari suatu fenomena atau kejadian tertentu.

    Tujuan utama  digunakannya pendekatan kualitatif ini adalah

    menemukan kekuatan dan kelemahan program dari berbagai sudu