hendraprijatna68.files.wordpress.com · web viewpendahuluan. latar belakang. banyak realita...
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak realita kehidupan siswa yang sering terjadi pada masa sekarang ini, baik
yang secara langsung tampak di lingkungan sekolah maupun melalui pemberitaan dari
surat kabar atau majalah-majalah tentang kehidupan atau kejadian sehari-hari yang
menimpa para siswa. Di antara realita itu adalah ketidakdisiplinan siswa, baik di sekolah
maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sebagai contoh ketidakdisiplinan di
sekolah misalnya siswa melanggar tata tertib sekolah. Kenakalan siswa di sekolah dan
perkelahian antar pelajar. Sedangkan dalam lingkungan keluarga misalnya kurang
patuhnya siswa terhadap orang tua dan tidak hormat kepada masyarakat di
lingkungannya sendiri.
Adapun faktor penyebab dari kenyataan tersebut adalah karena kurangnya rasa
disiplin dari masing-masing individu dan kurangnya perhatian dalam kehidupan sehari-
hari terutama dari orang tuanya. Ketidakdisiplinan dalam masyarakat mungkin pula
dipengaruhi oleh lingkungan itu sendiri, karena masyarakat terdiri dari unsur-unsur yang
datang dari lapisan masyarakat yang berbeda, seperti mulai dari masyarakat petani
sampai masyarakat pedagang, dari yang berstatus ekonominya rendah sampai yang
berstatus ekonominya tinggi dan juga dari yang agamanya kuat hingga yang lemah. Hal
ini sesuai dengan pengertian masyarakat yang diungkapkan oleh Mac Iver dan Page
( 1987 :20 ), yaitu :
“Masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama, antara berbagai kelompok dan golongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan
1
masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah”.
Dengan adanya lapisan-lapisan masyarakat tersebut secara tidak langsung dapat
membawa ketidakdisiplinan terhadap siswa, karena mungkin adanya perbedaan-
perbedaan yang dapat mengubah dirinya menjadi seorang anak yang tidak disiplin, yang
secara tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang baik dalam
mengembangkan sikap disiplin siswa, misalnya masyarakat itu sendiri sebagian besar
tidak mengenal bangku sekolah, masalah keagamaannya kurang dan sebagian besar dari
masyarakat banyak yang tidak mempunyai pekerjaan.
Pengaruh lingkungan keluarga sangat menentukan dalam meningkatkan
kedisiplinan siswa, karena melalui lingkungan keluarga anak dapat berkumpul setiap saat
dengan orang tua, secara tidak langsung pendidikan kedisiplinan dapat diterapkan
melalui kegiatan sehari-hari. Adapun menurut pendapat Henkie Liklikuawata ( 1983 :
128 ) menyatakan bahwa :
“Kenakalan seorang anak akibat dari latar belakang yang serba semrawut. Sebaliknya faktor keluarga sebagai faktor dasar dalam pembentukan pribadi anak benar-benar harmonis. Kendari seorang anak berasal dari keluarga; keluarga suatu basis yang maha penting dalam menanggulangi kenakalan anak”.
Melalui kegiatan yang dilakukan di rumah, anak apat menerapkan sikap disiplin
dalam keluarga. Sedangkan dalam lingkungan sekolah, guru beserta stafnya dapat
mengarahkan siswa dalam meningkatkan kedisiplinan melalui kegiatan belajar mengajar.
Masalah kedisiplinan sangat erat kaitannya dengan moral, karena baik buruk
seseorang dapat dilihat dari segi akhlaknya. Memang moral sangat penting bagi suatu
masyarakat, bangsa dan umat manusia, apabila moral rusak, ketentraman dan
kehormatan bangsa itu akan hilang. Maka untuk memelihara kelangsungan hidup secara
2
bangsa yang terhormat, Indonesia, perlu sekali memperhatikan pendidikan moral bagi
generasi yang akan datang.
Untuk meningkatkan kedisiplinan siswa, seharusnya para orang tua memikirkan
kembali posisinya dalam masyarakat. Jangan satu segi terlalu menonjol tetapi rumah
tangga terlupakan dan mengakibatkan adanya perilaku aneh yang menimbulkan buah
bibir orang lain, misalnya nampak sebagai seorang terpandang dalam masyarakat, tetapi
anaknya menjadi seorang berandal dan meresahkan orang lain. Selain itu juga orang tua
harus dapat mengembangkan pribadi anak-anaknya pada tahap permulaan, dalam hal ini
memberikan pendidikan kepada anak-anaknya supaya menjadi manusia yang
mempunyai kepribadian yang luhur dan disiplin yang kuat.
Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional
yang tertuang dalam GBHN yang isinya :
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kwalitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. ( GBHN 1988 )
Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut, maka bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang besar dan penuh tanggung jawab akan berusaha memelihara generasi muda sebagai
generasi penerus, karena hanya kepada generasi muda-lah kelak akan dipercayakan dan
diandalkan seluruh kelanjutan sejarah bangsa.
3
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalahnya sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaruh keluarga dan lingkungan sekolah dalam upaya
mengembangkan sikap disiplin siswa.
b. Sejauh manakah perangan orang tua dan guru dalam mengembangkan sikap
disiplin siswa.
c. Kegiatan apakah yang dapat mengembangkan sikap disiplin siswa, baik di
lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat.
2. Pembatasan Masalah
Membatasi masalah yang diteliti dalam penelitian ini hanya akan membahas
tindakan-tindakan siswa yang tidak disiplin dan bagaimana cara menanggulanginya,
dalam hal ini penulis tidak akan membahas hal-hal yang menyangkut kondisi sekolah
dan prestasi belajar siswa.
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi
yang erat kaitannya dengan masalah peningkatan kedisiplinan siswa di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama. Secara khusus penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui sejauh mana tingkat kedisiplinan siswa di tingkat SMP.
4
2. Mengetahui sejauh mana peranan orang tua dan guru dalam mengembangkan
kedisiplinan.
3. Mengetahui kegiatan apa yang dilakukan oleh orang tua dan guru dalam
mengembangkan kedisiplinan siswa yang tidak disiplin.
D. Aanggapan Dasar dan Hipotesis
1. Anggapan Dasar
Yang dimaksud dengan anggapan dasar menurut Winarno Surakhmad ( 1982 :
63 ) adalah :
“Di dalam suatu penelitian dibutuhkan sesuatu anggapan dasar dimana anggapan dasar merupakan titik tolak penelitian berupa suatu pendapat yang tidak perlu dibuktikan kebenarannya”.
Penelitian ini bertitik tolak dari anggapan dasar sebagai berikut :
1. Peranan orang tua dan guru dalam membimbing siswa perlu dilakukan
secara aktif, baik di rumah maupun di sekolah, maka usaha untuk
mengembangkan sikap disiplin siswa akan mudah tercapai.
2. Melalui kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan siswa di lingkungan
keluarga maupun di lingkungan sekolah, maka siswa dapat
mengembangkan sikap disiplin, baik di rumah maupun di sekolah.
2. Hipotesis
a. Jika orang tua dan guru aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka
proses kedisiplinan siswa akan mudah tercapai.
5
b. Jika kegiatan-kegiatan siswa yang dilakukan di lingkungan keluarga dan
di lingkungan sekolah bersifat positif dan menunjang terhadap proses
belajar mengajar, usaha pengembangan sikap disiplin siswa akan mudah
dicapai.
6
BAB IILANDASAN TEORITIS
A. Disiplin Sekolah
1. Pengertian Disiplin
Disiplin begitu penting bagi semua kegiatan kelompok yang terorganisir. Para
anggota harus mengendalikan keinginan pribadi masing-masing dan bekerja sama untuk
kebaikan bersama. Dengan kata lain mereka harus mengikuti dengan layak tata perilaku
yang ditetapkan oleh pemimpin organisasi, sehingga tujuan-tujuan yang telah disepakati
itu bisa dicapai. Disiplin mengandung maksud bahwa para anggota suatu organisasi,
apakah itu suatu perkumpulan, kantor, perusahaan, pemerintahan atau sekolah, harus
mematuhi peraturan atau hukum yang telah ditetapkan oleh organisasi, apabila tidak
maka organisasi itu akan menghadapi keruntuhan yang sukar dihindari. Kata disiplin
berasal dari bahasa latin “disciplana” yang berarti : “Latihan atau pendidikan kesopanan
dan kerohanian serta pengembangan tabiat”. ( Brigjen TNI Amiroeddin Syarif, SH., 1983
: 11 ). Kata disiplin mengandung arti :“Sebagai pedoman dan pemberian kepastian
berpijak”. ( Muh. Said 1989 : 87 ).
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang apa sebenarnya yang dimaksud
dengan disiplin tersebut perlu dilihat dari kenyataan-kenyataan yang dapat kita temui di
dalam kehidupan manusia.
Disiplin menurut Brigjen TNI Amiroedin Syarif, SH., 1983 : 11-12 ), disiplin itu
antara lain : “Disiplin Pribadi (self discipline), disiplin keluarga, disiplin masyarakat,
disiplin partai, disiplin kerja, disiplin militer, disiplin nasional dan sebagainya”.
7
Istilah “disiplin” mengandung banyak arti. Good’s dictionary of Education
menjelaskan disiplin sebagai berikut :
1. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan demi suatu cita-cita atau untuk mencapai tindakatn yang lebih efektif.
2. Pencarian suatu cara bertindak yang terpilih dengan gigih, aktif, sekalipun menghadapi rintangan.
3. Pengendalian perilaku dengan langsung dan otoriter melalui hukuman dan atau hadiah.
4. Pengekangan dorongan, sering melalui cara yang tak enak dan menyakitkan.( Prof. Dr. Oteng Sutisna, 1983 : 97 )
Sedangkan “disiplin sekolah” didefinisikan sebagai kadar karakteristik dan jenis
keadaan serba teratur pada suatu sekolah tertentu atau cara-cara dengan mana keadaan
teratur itu diperoleh; pemeliharaan kondisi yang membantu kepada efisiensi fungsi-
fungsi sekolah.
Webter’s New World Dictionary memberikan sejumlah definisi kepada kata
“disiplin” itu, empat yang pokok diantaranya adalah :
1. Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau keadaan
serba teratur dan efisien.
2. Hasil latihan serupa itu, pengendalian diri dan perilaku yang tertib.,
3. Penerimaan atau kepatuhan terhadap kekuasaan dan kontrol.
4. Perlakuan yang menghukum atau menyiksa.
Definisi-definisi tersebut di atas menyarankan adanya dua pengertian pokok
tentang disiplin.
- Pengertian pertama : Proses atau hasil pengembangan karakter, pengendalian diri,
keadaan teratur dan efisiensial.
- Pengertian kedua : Penggunaan hukuman atau ancaman hukuman untuk
membuat orang-orang mematuhi dan mengikuti peraturan
dan hukum. Jenis disiplin ini telah diberi macam-macam
8
nama, yaitu ; disiplin negatif, disiplin otoriter ( Administrasi
Pendidikan, 1983 : 98 )
Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian disiplin dibagi menjadi dua
pengertian, yaitu :
a. Disiplin positif
Pendekatan positif terhadap disiplin menciptaan suatu sikap dan iklim
organisasi dimana para anggotanya mematuhi peraturan-peraturan yang perlu
dari organisasi tersebut atas kemauan sendiri, baik selaku perorangan maupun
kelompok, patuh pada tata tertib, karena mereka memahami, meyakini dan
mendukungnya. Mereka berbuat begitu karena mereka menghendakinya,
bukan karena takut akan akibat-akibat dari ketidakpatuhannya.
b. Disiplin negatif
Pendekatan negative terhadap disiplin menggunakan kekuasaan dan kekuatan.
Hukuman diberikan kepada pelanggar peraturan untuk menjerakan dan untuk
menakutkan orang lain, sehingga mereka tidak akan berbuat kesalahan yang
sama. Singkatnya, pendekatan jenis disiplin ini menekankan pada
penghindaran hukuman, tidak pada kerja sama yang bergairah, yang tulus
ikhlas. ( Oteng Sutisna, 1983 : 98-99 )
Dalam hubungannya dengan pendidikan formal, Tatang Kartadinata ( 1986 : 103 )
mengemukakan :
“Dalam arti luas disiplin mencakup setiap pengaruh yang ditujukan untuk membantu siswa agar dia dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan dan juga penting tentang cara-cara menyelesaikan tuntutan yang mungkin ingin ditujukan siswa terhadap lingkungannya”.
Dengan disiplin para siswa bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan
tertentu dan menjauhi larangannya. Kesediaan ini harus dipelajari dan harus secara sadar
9
diterima dalam upaya memelihara kepentingan bersama. Di lingkungan sekolah untuk
berupaya memelihara kelancaran tugas-tugas sekolah. Keuntungan lain dari adanya
pengembangan disiplin di sekolah adalah siswa belajar hidup dengan pembiasaan yang
baik, positif dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan atau
kemerdekaan seseorang atau siswa, akan tetapi sebaliknya untuk memberikan
kemerdekaan yang lebih besar kepada seseorang atau siswa dalam batas-batas normatif
yang dia miliki.
Akan tetapi bila kebebasan siswa atau individu terlampau dikurangi, dikekang
dengan peraturan, maka dia akan mencari penyaluran atau mengalami frustasi dan
kecemasan. Di sekolah misalnya, disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah
laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas sekolah dapat berjalan dengan optimal.
Tujuan disiplin adalah untuk melatih kepatuhan dengan jalan melatih cara-cara
berperilaku yang legal dan beraturan, tetapi tujuan disiplin yang hakiki ialah untuk
ketetapan kemauan dan kegiatan yang berorientasi pada masyarakat.
2. Pengertian Sekolah
Sebagai pusat pendidikan formal, sekolah lahir dan berkembang demi pemikiran
efesiensi dan efektivitas di dalam pemberian pendidikan kepada warga masyarakat.
Lembaga pendidikan atau sekolah, lahir dan tumbuh untuk masyarakat. Pengertian
sekolah menurut Sanafiah Faisal adalah :
“Sekolah sebagai pusat pendidikan formal merupakan perangkat masyarakat yang diserhi kewajiban pemberian pendidikan. Perangkat ini ditata dan dikelola secara formal mengikuti haluan yang pasti dan diberlakukannya di masyarakat bersangkutan. Haluan tersebut tercermin di dalam falsafah dan tujuan penjenjangan, kurikulum, pengadministrasian serta pengelolaannya”.
10
Fungsi pemberian pendidikan, memang bukan sepenuhnya dan memang tidak
mungkin diserahkan sepenuhnya kepada lembaga persekolahan, sebab pengalaman
belajar pada dasarnya bisa diperoleh di sepanjang hidup manusia, kapanpun dan
dimanapun, termasuk di lingkungan keluarga dan masyarakat itu sendiri.
Sekolah merupakan lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang dari dan untuk
masyarakat. Lembaga sosial formal tersebut, bisa disebut sebagai suatu organisasi, yaitu
terikat pada tata aturan formal, mempunyai program dan mempunyai target atau sasaran
yang jelas serta memiliki struktur kepemimpinan penyelenggaraan atau pengelolaan yang
pasti dan resmi. Karena itu, fungsi sekolah terikat kepada target atau sasaran-sasaran
yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.
Istilah masyarakat di sini, di dalamnya termasuk orang tua, pemerintah dan
lembaga-lembaga sosial lainnya yang berkepentingan dengan hasil pendidikan. Dengan
demikian pendidikan diberikan melalui banyak lembaga dan tugas itu tidak merupakan
monopoli sekolah, maka perlu dipelajari dalam hal apa saja sekolah itu merupakan
sesuatu yang khas dan dapat dibedakan dari lembaga-lembaga pendidikan yang lain.
Sekolah menurut R. Iyeng Wiraputra, M.Sc. adalah mempunyai dua kekhususan,
yaitu :
a. Sekolah merupakan suatu lembaga sosial yang direncanakan dan diakui untuk
mencapai tujuan tertentu dan tidak bersifat insidential.
b. Tujuan utama dan khas ialah mendidik. ( R. Iyeng Wiraputra, M.Sc., 1987 :
46 )
3. Pengertian Disiplin Sekolah
Sekolah merupakan masyarakat pendidikan, dan di dalam masyarakat biasanya
terdapat peraturan-peraturan dan peraturan tersebut merupakan suatu hal yang bisa
11
menjamin kepentingan-kepentingan terhadap bahaya di dalam lingkungan masyarakat.
Namun apabila peraturan-peraturan tersebut sudah tidak ditaati, maka akan timbul
kegelisahan-kegelisahan yang tidak bisa diatasi. Muh. Said ( 1989 ) menyatakan :
“Tugas sekolah sebagai salah satu masyarakat pendidikan ialah untuk mempengaruhi generasi muda dengan perilaku yang diakui dan mengikat supaya tujuan utama dari masyarakat dapat dibantu dan diwujudkan. Denagan jalan begini masyarakat dapat meneruskan dan dapat mengembangkan kelangsungan hidupnya. Untuk menjalankan tugasnya diadakan pengorganisasian dengan penentuan wewenangnya, program komunikasinya, pengawasan, sanksi-sanksi bagi para anggota kelompoknya berupa tata tertib yang belaku di sekolah tersebut”. ( Ilmu Pendidikan, 1989 : 166)
Tata tertib yang berlaku di lembaga-lembaga pendidikan merupakan salah satu
contoh disiplin di sekolah dengan maksud untuk mengatasi segala permasalahan yang
mungkin timbul di sekolah. Maka setiap lembaga pendidikan menyediakan tata tertib di
sekolah agar menjamin terjadinya proses belajar mengajar yang berhasil dan berdaya
guna. M. Ngalim Purwanto, mengatakan :
“Disipin di sekolah merupakan titik pusat dalam memberikan pendidikan di sekolah, dalam membentuk manusia seutuhnya, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang terkandung dalam GBHN : Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk menngkatkan ketaqwaan terhada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air dan agar dapat membangun manusia-manusia pembangunan, yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. (M. Ngalim Purwanto, 1989 : 160 )
Dengan bertitik tolak kepada tujuan nasional, maka arah yang akan ditempuh
dalam membimbing siswa di dalam dunia pendidikan sangatlah jelas. Disiplin di sekolah
sangat berperan dalam dunia pendidikan untuk menanamkan perbuatan baik, oleh karena
itu tata tertib di sekolah perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik itu keluarga,
masyarakat dan lembaga pendidikan itu sendiri. Fungsi sekolah sebagai tempat
pendidikan, juga tidak lepas untuk membantu orang tua yang tidak sempat memberikan
12
lagi pendidikan secara lebih jauh kepada anak-anaknya, seperti diungkapkan di bawah
ini :
“Sekolah didirikan oleh masyarakat atau negara untuk membentuk dan memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mempu lagi memberikan bekal persiapan hidup bagi anak-anaknya, untuk mempersiapkan anak-anaknya agar hidup cukup bekal dengan kepandaian dan kecakapan dalam masyarakat yang modern yang lebih tinggi kebudayaanya seperti sekarang ini. Anak-anak tidak cukup hanya menerima pendidikan dan pengajaran dari keluarganya saja. Maka dari itu masyarakat atau negara mendirikan sekolah-sekolah”. ( M. Ngalim Purwanto, 1989 : 149 )
Setiap penyelenggara pendidikan formal tentu akan mempunyai peraturan tata
tertib yang harus dipatuhi oleh siswanya, karena tujuan tata tertib sekolah itu adalah
untuk mendidik para siswa. Tata tertib yang berlaku di setiap lembaga pendidikan adalah
untuk memberikan ketegasan dan kepastian bagi setiap siswa yang melanggarnya, begitu
juga merupakan suatu hak dan kewajiban yang harus ditaati sesuai dengan ketentuan
yang belaku.
“Sekolah adalah untuk anak remaja, dan peranan pendidikan hendaknya didesain bagi mereka. Jika mereka hendak menerima perhatian sepenuhnya pada setiap tingkat perkembangan mereka, sekolah harus menyediakan program pelayanan murid yang selengkap mungkin”. ( Oteng Sutisna, 1983 : 65 )
Sekolah sebagai tempat terjadinya proses belajar mengajar. Apa yang dimaksud
dengan belajar ?
“Belajar adalah perubahan dalam disposisi atau kesanggupan yang berlaku selama waktu tertentu dan tidak dapat dinyatakan sebagai proses pertumbuhan”. ( Robert M. Gagne, 1989 : 91 )
Artinya yang terjadi adalah merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang
terjadi pada diri seseorang. Sedang yang dimaksud dengan mengajar, akan penuli
kemukakan dari beberapa ahli, diantaranya : “Mengajar adalah memberikan pengetahuan
atau melatih kecakapan-kecakapan atau keterampilan kepada anak”.
13
Mengajar tidak identik dengan penyampaian sesuatu/konsep dan bukan semata-
mata bicara atau khotbah di muka kelas. Juga bukan memberikan perintah kepada
siswanya dan janganlah menafsirkan mengajar adalah berdiri di muka kelas atau menjadi
komandan yang maha tahu, maka kuasa bagi siswa-siswanya, tetapi mengajar dapat
diartikan sebagai :
a. Seluruh upaya dan penampulan guru dalam menyampaikan stimulus/stimuli pengajaran.
b. Serentetan kegiatan atau suasan interaksi/transaksi/dialog siswa dengan guru melalui sejumlah media pengajaran.
c. Sejumlah penampilan guru di muka para siswanya di kelas. ( Ahnad Kosasih Djahari, 1988 : 94 )
Dari kedua pendapat di atas, pada hakekatnya sama, yaitu berbagai upaya
mendewasakan anak/siswa, di antara sikap dewasa itu adalah sikap disiplin, yaitu
mematuhi peraturan-peraturan yang ada di sekolah. Contoh-contoh disiplin di sekolah :
a. Siswa harus mengikuti upacara yang diadakan setiap hari Senin sebelum
pelajaran dimulai.
b. Siswa harus hadir di sekolah paling lambat 10 menit sebelum pelajaran
dimulai.
c. Siswa diharuskan masuk dengan tertib dan teratur.
d. Pada waktu istirahat siswa dilarang berada di ruang kelas, kecuali yang sedang
menjalankan tugas kebersihan.
e. SIswa diperbolehkan pulang setelah pelajaran selesai.
f. Siswa harus senantiasa memelihara dan menjaga kebersihan dan kerapihan
sendiri.
g. Siswa harus memakai seragam yang telah ditentukan oleh sekolah, berpakaian
sopan.
14
h. Setiap siswa wajib membayar SPP melalui Tata Usaha/Bedahara yang
ditunjuk oleh Kepala Sekolah.
Apabila siswa tidak mematuhi peraturan-peraturan tersebut maka siswa akan mendapat
sanksi (hukuman) baik dari guru maupun dari kepala sekolah.
4. Sanksi-sanksi Terhadap Pelanggaran
Dalam suatu ketentuan atau peraturan selalu harus diimbangi dengan sanksi.
Sanksi adalah sama dengan hukuman bagi siapa yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan yang sudah ditetapkan. Agar peraturan dapat ditegakkan dan mempunyai
kekuatan yang memaksa, artinya tidak boleh tidak harus dipatuhi oleh seluruh lapisan
masyarakat yang terikat oleh peraturan tersebut. Demikian juga dengan tata tertib dan
sanksi yang terdapat dalam lingkungan persekolahan.
Sanksi atau hukuman yang merupakan suatu alat untuk mencegah agar setiap
manusia yang terikat oleh peraturan itu, berusaha untuk tidak melanggarnya dan
diharapkan adanya kesadaran pada setiap manusia yang terikat oleh peraturan itu dan tata
tertib tersebut, sehingga dapat menyadari bahwa pelanggaran itu tidak baik.
Hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, penegak hukum dan lain sebagainya), sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan atau keselahan. Sanksi dijatuhkan atas perbuatan jahat atau buruk yang telah dilakukan. ( M. Ngalim Purwanto, 1987 : 236 )
Maksud orang memberikan hukuman itu bermacam-macam, dan hal ini sangat erat
dengan pendapat orang tentang teori-teori hukum :
a. Teori PerbaikanMenurut teori ini hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan. Jadi maksud hukuman ini ialah untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kesalahan seperti itu lagi. Teori ini lebih bersifat pedagogis, karenanya bermaksud memperbaiki si pelanggar, baik lahiriyah maupun batiniah.
b. Teori Perlindungan
15
Menurut teori ini hukuman dilakukan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini masyarakat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan si pelanggar.
c. Teori PembalasanMenurut teori ini hukuman diberikan sebagai suatu pembalasan terhadap kelalaian atau pelanggaran yang telah dilakukan oleh seseorang, sehingga teori ini tidak tepat untuk dipakai dalam pendidikan sekolah.
d. Teori ganti rugiMenurut teori ini hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita akibat perbuatan-perbuatan kejahatan pada pelanggaran itu. Teori ini banyak digunakan dalam masyarakat atau pemerintahan. ( M. Ngalim Purwanto, 1987 : 238 )
Hukuman atau sanksi hendaknya berfungsi sebagai pendidikan dan harus bersifat
mendidik, hal ini sesuai pula dengan pendapat dari Prof. Dr. Lengeveld ( 1987 :245 ),
yang menyatakan bahwa :
“Hukuman itu tidak boleh bersifat balas dendam si anak yang mendapat duka cita, hukuman harus mengetahui bahwa yang menghukum juga merasakan duka citanya, suatu duka cita yang ditimbulkan si anak meskipun tidak dihilangkan sama sekali, karena duka cita si anak maka hubungan yang renggang antara pendidik harus sanggup mengampuni dengan kerelaan hati untuk membawa anak yang bersedih kepada alamnya, atau kepada keadaan semula”.
Dalam proses pendidikan, hukuman itu penting, karena sifatnya untuk mendidik,
sehingga anak didik menyadari sepenuhnya bahwa perbuatan-perbuatan itu tidak baik
dan dapat menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak baik tersebut.
5. Penanggulangan Pelanggaran Disiplin
Makin guru mengenal siswa, maka akan semakin besar kemungkinan guru untuk
mencegah terjadinya pelanggaran disiplin. Sebaliknya anak yang frustasi karena merasa
tidak mendapat perhatian guru, maka sangat mungkin terjadi siswa melanggar disiplin
sekolah. Setiap siswa pada dasarnya mempunyai daya atau tenaga untuk mengontrol
dirinya sendiri, tetapi biasanya mereka kurang menghargai oteritasnya dan mereka tidak
menyukai dan membencinya. Pengenalan terhadap mereka dan latar belakangnya
16
merupakan usaha penanggulangan pelanggaran disiplin. Contoh alat untuk
menanggulangi pelangaran disiplin :
a. Interest-invertory, merupakan cara sederhana yang dapat dibuat oleh guru. Alat ini berupa sejumlah pertanyaan tentang buku apa yang mereka senangi, hobby favorit apa yang siswa kerjakan kalau punya waktu senggang, acara apa yang paling disenangi dari siaran TV, guru yang paling disenangi, dan sebagainya.
b. Sosiogram, yang dibuat dengan maksud untuk melihat bagaimana persepsi mereka dalam rangka hubungan sosial pishikologis dengan teman-temannya.
c. Feedback letter, dimana siswa diminta untuk membuat satu karangan atau satu surat tentang perasaan mereka terhadap sekolahnya, apa yang disukainya pada hari pertama masuk sekolah. ( Tatang Kartadinata, 1986 : 106 )
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa
Disiplin merupakan salah satu nilai yang menentukan tingkat moral seseorang,
terutama kaitannya dengan kepentingan bersama, termasuk kepentingan bangsa dan
negara yang kita kenal dengan Disiplin Nasional. Timbulnya sikap disiplin dipengaruhi
oleh berbagai faktor, terutama faktor lingkungan, faktor pembawaan ada namun relatif
kecil.
Lingkungan yang mempengaruhi nilai-nilai seorang siswa, termasuk sikap
berdisiplin, dapat dibagi ke dalam : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat. Pengaruh ketiga lingkungan tesebut tidak berdiri sendiri, tetapi
saling berkaitan dan salah satunya mungkin paling dominan.
1. Faktor Lingkungan Keluarga
Faktor keluarga yang terlihat dalam masyarakat sekarang adalah kerukunan hidup
dalam rumah tangga yang stabil, seperti adanya saling pengertian, saling menerima,
saling menghargai, saling mencintai di antara suami istri. Tidak rukunnya ibu dan bapak
akan menyebabkan gelisahnya anak-anak, mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan
17
berada di tengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Anak-anak yang gelisah dan cemas
itu mudah tergoda kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan rasa hatinya,
biasanya mengganggu ketentraman orang lain.
Demikian juga halnya dengan anak-anak yang merasa kurang mendapat perhatin,
kasih sayang dan pemeliharaan orang tua, mereka akan mudah mencari kepuasan di luar
rumah.
Kenakalan seorang anak akibat dari latar belakang yang serba semrawut, sebaliknya faktor keluarga sebagai faktor dasar dalam pembentukan pribadi anak-anak, benar-benar harmonis. Kendali seorang anak berasal dari keluarga. Keluarga merupakan basis yang maha penting dalam menanggulangi kenakalan anak. Sedangkan sekolah hanya sekedar faktor penunjang. Jadi jangan terlalu berharap dari sekolah sebelum dasar ini kukuh ditanamkan. ( Henkie Liklikuawata, 1989 : 128 )
Mengenai sebab-sebab timbulnya tindakan tidak disiplin yang berasal dalam
keluarga, dikemukakan oleh Sofyan Wills, 1981 : 62-64, yaitu :
a. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis.b. Anak kurang mendapat kasih sayang dari orang tuanya, sehingga hal yang
amat dibutuhkan itu terpaksa dicari di luar rumah.c. Lemahnya keadaan ekonomi orang tua, telah menyebabkan tidak mampu
mencukup kebutuhan anak-anaknya.
Demikian uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya dan betapa besarnya
pengaruh dan peran keluarga terhadap sikap dan perilaku seorang anak, termasuk sikap
indisipliner dan kenakalan remaja.
2. Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah tangga, karena itu
sekolah cukup berperan dalam membina anak untuk menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab.
18
Khusus mengenai tugas kurikuler, maka sekolah berusaha memberikan sejumlah
ilmu pengetahuan kepada anak didiknya sebagai bekal untuk kelak jika anak dewasa dan
terjun ke masyarakat. Akan tetapi tugas kurikuler saja tidaklah cukup untuk membina
anak menjadi dewasa yang bertanggung jawab. Dalam hal ini peranan guru sangat
diperlukan.
Sekolah merupakan masyarakat kecil bagi anak. Di lingkungan sekolah, anak
terlatih bergaul dengan sesamanya. Dalam rangka menjadi anggota masyarakat yang
baik, kepada anak diberikan teori serta prakteknya yang menyangkut moral, mental
dengan perasaan sosialnya, termasuk di dalamnya sikap berdisiplin. Apa yang dididikkan
kepada anak diketengahkan oleh M. Ngalim Purwanto ( 1987 : 218 ), di antaranya :
a. Anak-anak dibiasakan datang dan pergi ke sekolah tepat pada waktunya : masuk dan keluar pada waktunya.
b. Anak-anak diajar bekerja perorangan maupun berkelompok, dalam hal ini perasaan tanggung jawab pada anak harus dipupuk.
c. Anak-anak diajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan anak-anak lain di sekolah.
Sekolah merupakan suatu sistem, terdiri dari berbagai komponen yang satu
dengan yang lainnya saling mempengaruhi, seperti guru, kondisi sarana, kurikulum dan
lain-lain yang kesemuanya menentukan hasil belajar siswa. Di antara hal-hal tersebut ada
yang berkaitan dengan sikap moral, khususnya nilai disiplin. Hal-hal yang dapat
mendorong seorang siswa bersikap tidak disiplin, di antaranya :
a. Mutu guru tidak sesuai dengan tuntutan sebagai pendidik, akibatnya guru dalam menjalankan tugasnya hanya menyampaikan ilmu saja tanpa memperhatikan perubahan tingkah laku yang terjadi pada anak didik. Hal ini mendorong timbulnya tindakan indisipliner pada siswa di sekolah. Misalnya : tidak punya minat untuk menjadi guru atau kondisi sosial ekonomi guru sangat minim.
b. Kurangnya dedikasi guru dalam mengajar, sehingga tugas ini dilakukan hanya sekedar mencari uang tanpa memperhatikan kebutuhan serta minat siswa, akibatnya siswa merasa tidak puas dan cemas, akhirnya melakukan tindakan indisipliner yang jelas bertentangan dengan tata tertib yang berlaku di sekolah.
19
c. Kurang kompaknya guru-guru dalam menyampaikan norma-norma pendidikan di sekolah, menyebabkan adanya pilih kasih di antara siswa di sekolah. Hal ini bisa mendorong timbulnya tindakan indisipliner siswa di sekolah.
d. Kurang nya tenaga pendidikan, mengakibatkan sering terjadi waktu kosong bagi anak didik, karena guru sering absent. Hal ini dapat mendorong siswa untuk melakukan tindakan indisipliner.
e. Kurang tegasnya kepala sekolah dalam menindak anak yang melakukan tindakan indisipliner, sehingga mengakibatkan kebiasaan pada siswa untuk selalu melakukan tindakan yang bertentangan dengan tata tertib. ( Sofyan Wills, 1981 : 72 )
3. Faktor Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan dimana terdapat rasa kebersamaan keinginan.
Lingkungan masyarakat besar pengaruhnya terhadap kehidupan yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat tersebut, sehingga baik langsung maupun tidak langsung
merupakan pendidikan yang diterima anak dalam perkembangan dan pembentukan
pribadinya. Pendapat Brighman yang dikutip oleh Oten Sutisna ( 1985 : 144 ) :
“Masyarakat adalah tempat dimana hidup sejumlah kelompok manusia yang mempunyai ketentuan dan peraturan hidup yang disepakati bersama dan berkembangnya norma-norma yang berlainan di dalamnya. Lingkungan dan hubungannya dengan pembawaan atau pengaruh lingkungan terhadap pendidikan manusia, merupakan penyebab dan akibat dari cara maupun efek pasif yang eksistensinya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan”.
Interaksi antara menusi menyebabkan adanya kehidupan masyarakat. Bentuk-
bentuk interaksi ini kemudian mewarnai kondisi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Dalam proses interaksi ini dapat ditemukan berbagai sifat hubungan antar manusia,
mulai dari hubungan yang sangat intim, agak renggang, malahan kadang kala hubungan
dalam arti benturan antar kelompok kepentingan yang satu dengan yang lainnya.
Perkembangan dan perubahan adalah merupakan ciri dari seluruh tingkatan
masyarakat. Masyarakat juga amat menentukan bagi penyesuaian diri anak, karena
sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di rumah, dan rumah mereka berada di
20
dalam lingungan masyarakat. Banyak hal-hal yang terdapat di lingkungan masyarakat
yang dapat menimbulkan kesulitan dalam menyesuaikan diri anak dan
perkembangannya. Pengaruh pergaulan bebas dan kekerasan serta tingkah laku yang
bertentangan dengan Pancasila, menimbulkan hal-hal negatif bagi anak-anak dan remaja.
Faktor lingkungan masyarakat merupakan penunjang dalam pembenrukan
kepribadian siswa, tetapi juga merupakan faktor yang menyebabkan kemungkinan
timbulnya perbuatan-perbuatan indisipliner pada siswa, seperti diungkapkan oleh Sofyan
Wills (1981 : 65-68 ), yang menyatakan sebagai berikut :
a. Kurangnya ajaran-ajaran agama secara konsekuen dalam masyarakat.b. Masyarakat yang kurang memperoleh pendidikan.c. Kurangnya pengawasan terhadap anak.d. Pengaruh-pengaruh/norma dari luar (asing).
Faktor lingkungan yang bernafaskan agama sangat besar artinya dalam
mendorong anak untuk berkembang jadi manusia yang taat melaksanakan kewajiban
yang dibebankan dalam agama bagi pemeluknya, dan ini akan mendorong siswa untuk
mengembangkan kepribadiannya, ke arah pribadi yang positif.
C. Pembinaan Terhadap Siswa
Membina adalah keseluruhan upaya mendidik, baik di dalam maupun di luar
sekolah, dengan tujuan meningkatkan kemampuan serta kesanggupan, baik secara fisik
maupun spiritual. Dengan kata lain, membina berarti membangun sesuatu untuk
mewujudkan unsur-unsur yang baru dan lebih baik di dalamnya. Melaksanakan
pembinaan terhadap siswa adalah hal yang sangat penting, karena siswa diharapkan
tampil sebagai subyek pembangunan.
21
Pada dasarnya dalam pelaksanaan pembinaan terjadi proses komunikasi yang
timbal balik secara formal maupun non formal. Pola dasar pembinaan dan
pengembangan generasi muda dikemukakan oleh Direktorat Jendral PLSPO Depdikbud (
1980 : 61 ) sebagai berikut :
“Pembinaan dan pengembangan pada dasarnya adalah upaya pendidik baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah dan teratur serta tanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing serta mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras. Pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan bakat, kecerdasan, keinginan serta kemampuan-kemampuan sebagai bekal untuk melanjutkan atas prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesame maupun lingkungan ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri”.
Pembinaan terhadap siswa adalah tugas utama yang bersifat mutlak. Oleh karena
itu peran keluarga, sekolah dan masyarakat sangat diperlukan. Bimbingan dan
pembinaan terhadap siswa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Pembinaan khusus dalam keluarga
Secara prinsipal keluarga adalah lembaga pertama yang melakukan pembinaan
terhadap anak, karena itu keluargalah yang meletakkan pondasi bagi hari depan
anaknya. Selain itu juga fungsinya sebagai lingkungan utama generasi muda, yang
faktor-faktor kondisional dan situasional lingkungannya dapat memberi pengaruh
menguntungkan atau merugikan pertumbuhan dan perkembangan generasi muda.
Oleh karena itu usaha-usaha pembinaan generasi muda penting sekali.
Tujuan dari pembinaan keluarga itu adalah :
a. Tujuan intermediate, agar supaya keuarga dapat melaksanakan
fungsinya sebagai Pembina anak yang baik dan menciptakan
lingkungan rumah tangganya sebagai lingkungan utama anak dengan
faktor-faktor pendidikan dan pembinaan yang menguntungkan.
22
b. Tujuan umum, agar supaya anak (generasi muda) mendapatkan suatu
lingkungan keluarga yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak dalam rangka pembangunan nasional secara
konperhensip. (Simanjuntak B., S.H., Drs., 1990 : 66 )
Sasaran operasi pembinaan meliputi keluarga-keluarga di lingkungan
masyarakat pedesaan maupun di lingkungan masyarakat kota, baik keluarga-
keluarga yang tergolong kaya, menengah maupun miskin. Perhatian yang lebih,
dicurahkan pada pembinaan keluarga-keluarga di daerah.
Materi operasi pembinaan meliputi :
a. Usaha-usaha penyuluhan, bimbingan dan pendidikan kesejahteraan
keluarga.
b. Usaha konsultasi masalah-masalah keluarga dan masalah-masalah
anak.
c. Usaha menerbitkan peraturan perundang-undangan tentang
kesejahteraan keluarga.
d. Usaha perlindungan dan jaminan sosial serta asistensi sosial.
e. Usaha peningkatan ekonomi keluarga.
f. Usaha pemenuhan kebutuhan perlengkapan dan persyaratan
pembinaan anak dan remaja.
g. Usaha intensifikasi dan ekstensifikasi program kesejahteraan keluarga,
serta usaha penyempurnaan aparatur (organisasi, personal dan sistem
pelayanan) dari para pembina kesejahteraan keluarga, seperti BKIA,
PKBI, BKKBN, PKK dan lain sebagainya. (Simanjuntak B., S.H.,
Drs., 1990 : 67 )
23
Pembinaan putra-putri adalah tugas keluarga yang bersifat mutlak. Oleh
karena itu peran keluarga sangat diperlukan dengan bimbingan dan pembinaan
yang terarah.
2. Pembinaan khusus pada Lembaga Pendidikan Formal/Sekolah
Lembaga pendidikan formal yang terdiri dari sekolah dan atau kursus, merupakan
lembaga kedua yang melaksanakan pembinaan terhadap anak (generasi muda).
Komplek sekolah atau kursus juga merupakan lingkungan kedua yang diharapkan
berpengaruh baik pada perkembangan kepribadian anak. Walaupun sekolah atau
kursus sebagai lembaga kedua dalam pembinaan anak (generasi muda) telah
melakukan usaha-usaha pembinaan dengan penuh kesengajaan dan secara teratur,
akan tetapi kekurangan-kekurangan masih banyak terdapat pada lembaga
pendidikan formal tersebut, karena kompleksnya permasalahan.
Sasaran operasi pembinaan lembaga pendidikan formal adalah keseluruhan unsur
pemerintahan dan masyarakat yang melakukan kegiatan-kegiatan yang telah
terlembaga terutama dalam bentuk pendidikan persekolahan dari mulai tingkatan
Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), kursus
kejuruan/keahlian, sekolah agama dan pesantren.
Materi operasi pembinaan meliputi usaha-usaha sebagai berikut :
a. Intensifikasi penerangan terhadap keluarga dan anak pada khususnya ;
masyarakat pada umumnya, tentang tujuan pendidikan, sistem
pendidikan yang berlangsung, masalah–masalah pendidikan dan
kesepakatan pendidikan yang dapat ditempuh.
b. Intensifikasi penyuluhan dan bimbingan/konsultasi terutama pada
siswa dan mahasiswa tentang jurusan-jurusan atau bidang-bidang
keahlian yang pendidikannya tersedia di perguruan tinggi atau pada
24
sekolah kejuruan dihubungkan dengan lapangan kerja yang ada dan
dengan kemungkinan-kemungkinan kesempatan pendidikan yang
dapat dibuka atau yang akan tersedia.
c. Peningkatan kemampuan guru sesuai dengan perkembangan dan
perubahan ilmu dan teknologi, sesuai pula dengan perkembangan dan
perubahan sosial yang berlangsung, sesuai pula dengan tuntutan
kebutuhan yang juga berubah dan meningkat. Tidak kurang pula
pentingnya usaha peningkatan pendapatan, pemenuhan kebutuhan
perumahan, sandang dan pangan, serta kebutuhan perlengkapan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
d. Meningkatkan dan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, baik
untuk sekolah atau kursus, maupun untuk masyarakat pada umumnya,
seperti misalnya : ekstensifikasi perpustakaan rakyat, penyediaan
buku-buk pelajaran dan sebagainya.
e. Penyempurnaan kurikulum pendidikan (dalam arti luas) dan perbaikan
sistem pendidikan yang dapat menjamin semakin majunya mutu
pendidikan.
f. Mengembangkan dan meningkatkan pendidikan luar biasa, baik bagi
golongan anak-anak yang menderita ketunaan, buta, tuli, bisu, lemah
mental, cacat badan, maupun bagi golongan anak-anak yang
brilyan/genius.
g. Mencantumkan program pembinaan generasi muda dalam undang-
undang pokok pendidikan yang akan datang. ( Simanjuntak, B., S.H.,
Drs., 1990 : 70-71 )
25
Melalui usaha-usaha yang dilakukan dalam pembinaan di sekolah diharapkan
dapat meningkatkan sikap disiplin di sekolah. Oleh karena itu peranan sekolah
sangat diperlukan dengan bimbingan dan pembinaan terarah.
3. Pembinaan khusus dalam masyarakat
Dalam rangka pembinaan anak didik, masyarakat mempunyai peranan penting dan
tanggung jawab yang besar. Sebagai suatu kesatuan, masyarakat lembaga Pembina
dan sekaligus pula sebagai lingkungan ketiga bagi anak (generasi muda).
Memperhatikan fungsi masyarakat tersebut yang mungkin dapat memberikan
pengaruh yang baik maupun yang merugikan, maka dirasakan perlu adanya usaha-
usaha pembinaan masyarakat.
Tujuan pembinaan masyarakat adalah agar dapat lebih fungsional dalam perannya
sebagai Pembina maupun sebagai lingkungan yang dapat membawa serta
mengantarkan anak ke arah perkembangan jasmani, rohano, sosial, dan moral yang
sehat, serta berkemampuan dan bertanggung jawab dalam kegiatan pembangunan
di masyarakat dan pembangunan bangsa dan negara pada umumnya.
Sasaran operasi pembinaan dalam masyarakat adalah keseluruhan masyarakat di
desa dan di kota dan komponen-komponen dalam masyarakat yang mempunyai
peranan atau pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak pada
khususnya.
Komponen masyarakat itu antara lain :
a. Lembaga, badan dan organisasi masyarakat, organisasi olahraga,
organisasi kesenian.
b. Kondisi dan situasi sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial psikologi.
c. Media massa, film, bacaan, gambar-gambar dan literatur-literatur
lainnya.
26
d. Tempat-tempat hiburan umum dengan bermacam-macam bentuk
hiburannya, tempat-tempat rekreasi, lalu lintas dan kegiatan-kegiatan
pengisi waktu luang. ( Simanjuntak, B., S.H., Drs., 1990 : 70-71 )
Untuk pembinaan masyarakat, materi yang diperlukan antara lain :
a. Penyuluhan dan bimbingan guna menyebarluaskan pengertian tentang masalah-
masalah siswa serta pembinaan dan memotivasi masyarakat kepada
peningkatan partisipasi dalam pembinaan generasi muda.
b. Bimbingan terhadap kegiatan masyarakat terarah kepada kegiatan yang
terorganisir dan sistematik serta kontinyu dengan memperkuat sistem
koordinasi, pendirian organisasi-organisasi olahraga, kesenian, kepemudaan,
studi group, pramuka, perpustakaan dan sebagainya.
c. Menggerakkan pengarahan sumber-sumber dana dan fasilitas guna melengkapi
dan atau menyediakan sarana dan prasarana pembinaan anak didik, perlu ada
paling sedikit satu lapangan sepak bola dan fasilitas olahraga lainnya, fasilitas
kesenian, untuk tiap-tiap desa di daerah pedesaan dan untuk tiap-tiap Rukun
Warga di kota.
Dengan demikian usaha-usaha pembinaan yang dilakukan di masyarakat,
diharapkan akan dapat meningkatkan sikap disiplin dalam lingkungan masyarakat. Juga
dengan adanya pembinaan terhadap anak didik, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan
juga di lingkungan masyarakat, diharapkan pula akan menambah perhatian serta
bimbingan untuk membina anak ke arah positif, agar anak dapat meningkatkan sikap
disiplin, baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
27
BAB IIILAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penulis
memilih metode ini karena penelitiannya berkenaan dengan situasi yang ada pada saat ini
dan penelitian ini bermaksud menggambarkan apa adanya.
Sedangkan untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik penelitian
sebagai berikut :
1. Observasi, dalam teknik ini penulis langsung mengadakan penelitian ke lokasi yang
akan dijadikan tempat penelitian.
2. Angket, dalam teknik ini penulis menggunakan angket yang disebarkan kepada
siswa dan orang tua untuk mengumpulkan data.
3. Wawancara, dengan teknik ini penulis dapat mengetahui secara langsung dari guru
tentang sebab-sebab siswa melakukan tindakan tidak disiplin.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Adapun yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
SMP N 3 Subang yang berjumlah 780 orang, guru 45 orang dan orang tua
berjumlah 780 orang.
2. Sampel
Yang dimaksud dengan sampel sebagaimana yang dikemukakan oleh
Suharsisi Arikunto (1982 : 104 ) adalah sebagai berikut : “Yang dimaksud
28
sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dinamakan sampel
apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel.”
Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel 25 % dari jumlah
keseluruhan populasi, yaitu :
Siswa = 200 orang
Orang tua = 200 orang
Guru = 20 orang +
Jumlah = 420 orang
C. Persiapan Penelitian
Kegiatan yang dilakukan oleh penulis dalam persiapan penelitian terlebih dahulu
mengadakan pra penelitian.
Langkah-langkah pra penelitian itu adalah sebagai berikut :
1. Instrumen penelitan disusun dalam bentuk angket untuk mengumpulkan data dari
siswa dan bahan pertangaan untuk mewawancarai guru secara langsung.
2. Mempersiapkan persyaratan administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
hal ini dimaksudkan untuk mempermudah jalannya penelitian.
Setelah semua terpenuhi barulah penulis mengadakan penelitian lapangan yang
dilaksanakan pada tanggal 17 s/d 24 Januari 2010 dengan lokasi SMP N 3 Subang.
29
D. Pengumpulan Data
Untuk memastikan agar data yang diperoleh sesuai dengan metode yang
digunakan, maka perlu adanya komunikasi antara peneliti dengan yang diteliti. Adapun
teknik yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik komunikasi tidak
langsung dengan menggunakan alat pengumpul data. Alat pengumpul data yang penulis
gunakan antara lain :
a. Angket
Yang dimaksud dengan angket adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Setya
Yuwana Sudikin pada Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah ( 1983 : 38 ), yaitu :
“Angket adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti kepada sejumlah responden secara tertulis untuk mendapatkan jawaban seperlunya dan sesudah diisi oleh responden daftar pertanyaan dan daftar isian diserahkan kembali pada peneliti”.
Adapun angket yang digunakan pada penelitian adalah angket bervariasi (dalam
setiap item atau pertanyaan telah disediakan alternatif jawabannya).
b. Wawancara
Yang dimaksud dengan wawancara, menurut Setya Yuwana Sudikin pada
Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah ( 1983 : 42 ) adalah :
“Wawancara yaitu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, merupakan proses tanya jawab lisan yang dilakukan dua orang atau lebih berhadapan secara fisik”.
Penulis menggunakan teknik wawancara tersebut bertujuan :
1. Untuk melengkapi serta memperkuat data yang diperoleh melalui angket.
2. Untuk memperoleh keterangan secara langsung dari responden yang diteliti.
30
c. Observasi
Yang dimaksud dengan observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap
obyek yang diteliti guna memperoleh data yang obyektif.
d. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi dimaksudkan untuk mengumpulkan sejumlah laporan dan data-
data dari guru BP secara langsung mengenai perbuatan siswa yang tidak disiplin.
E. Pengolahan Data
Menentukan cara dan teknik pengolahan data merupakan langkah yang sangat
penting. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh mempunyai arti dan akhirnya
akan menghasilkan kesimpulan sebagai hasil penelitian.
Pada penelitian ini, data diolah dengan mempergunakan beberapa langkah teknik
pengolahan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan data, yaitu sebelum data diolah lebih lanjut, terlebih dahulu diperiksa
agar tidak terjadi kekeliruan.
2. Tabulasi data, yaitu setiap data mentah yang didapatkan melalui teknik angket,
dimasukkan pada kolom tabel sehingga setiap option alternatif jawaban dari selutuh
responden dapat terlihat.
3. Perhitungan data, yaitu dengan menggunakan teknik pengolahan secara statistik
dalam bentuk prosentase.
Pedoman yang digunakan untuk mencari prosentase adalah sebagai berikut :
a. Menghitung jawaban sampel untuk setiap alternatif jawaban.
b. Menjumlahkan jawaban untuk setiap alternatif jawaban.
31
c. Menghitung prosentase jawaban sampel untuk setiap alternatif jawaban dengan
menggunakan rumus :
FP = x 100
NKeterangan :
P : Jumlah prosentase yang dicari
F : Jumlah frekwensi jawaban
N : Jumlah sampel penelitian
100 : Bilangan standar
4. Tafsiran data, yaitu menafsirkan hasil perhitungan data dalam bentuk kolom-kolom
tabel untuk membuat konklusi atau kesimpulan sehingga data yang diperoleh jelas
maksudnya.
Untuk mempermudah dalam mengambil kesimpulan, dalam penyajian hasil
penelitan, penulis berpedoman pada hal-hal sebagai berikut :
100 % : Ditafsirkan seluruhnya
75 % : Ditafsirkan pada umumnya
51 % : Ditafsirkan sebagian besar
50 % : Ditafsirkan setengahnya
25 % : Ditafsirkan hampir setengahnya
1 % : Ditafsirkan sebagian kecil
0 % : Ditafsirkan tidak ada
Setelah data terkumpul, kemudian penulis menyusun sehingga merupakan
rangkaian data yang dapat penulis laporkan dalam karya tulis ini, dan merupakan bahan
masukkan bagi penulis untuk mendapatkan hipotesis yang diharapkan. Data hasil dari
penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
32
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Data Dari Siswa
TABEL ISiswa suka belajar di rumah
No. Alternatif Jawaban F P %1. Belajar 120 60
Kadang-kadang 60 30Tidak pernah 20 10
J u m l a h 200 100
Data pada tabel 1 menunjukkan siswa suka belajar di rumah. Pada tabel tersebut
dapat dilihat bahwa sebagian besar (60 %) siswa belajar di rumah, hampir setengahnya
(30 %) menyatakan kadang-kadang dan sisanya sebagian kecil (10 %) menyatakan tidak
pernah belajar di rumah.
TABEL IIKesulitan siswa dalam belajar
No. Alternatif Jawaban F P %2. Selalu kesulitan 10 5
Kadang-kadang 124 62Tidak pernah 66 33
J u m l a h 200 100
Data tabel II menunjukkan siswa di sekolah menemui kesulitan dalam belajar.
Pada tabel tesebut dapat dilihat sebagian kecil (5 %) siswa menemui kesulitan dan
sebagian besar (62 %) menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya hampir
setengahnya (33 %) menyatakan tidak pernah menemui kesulitan dalam belajar.
33
TABEL IIIBantuan dari orang tua saudara dalam belajar
No. Alternatif Jawaban F P %3. Selalu dibantu 18 9
Kadang-kadang 44 22Sekali-sekali 108 54Tidak pernah 30 15J u m l a h 200 100
Data pada tabel III menunjukkan bahwa sebagian kecil siswa, yaitu berturut-
turut (9 %), (22 %) siswa menyatakan selalu dibantu dan pernah dibantu dan sebagian
besar (54 %) siswa menyatakan sekali-kali dibantu, sedangkan sisanya sebagian kecil (15
%) siswa tidak pernah dibantu dalam belajar.
TABEL IVBantuan belajar selain orang tua
No. Alternatif Jawaban F P %4. Guru 12 6
Para siswa 24 14Tetangga 34 17Teman 126 63J u m l a h 200 100
Data pada tabel IV menunjukkan bahwa sebagian kecil, yaitu berturut-turut (6
%), (14 %) siswa minta bantuan guru dan para siswa dan sebagian kecil (17 %) siswa
minta bantuan pada tetangga, sedangkan sisanya sebagian besar (63 %) menyatakan
minta bantuan kepada teman.
TABEL VGuru mengharuskan siswa belajar kelompok
No. Alternatif Jawaban F P %5. Mengharuskan 116 58
Bila dianggap perlu 62 31Tidak pernah 22 11
J u m l a h 200 100
34
Data pada tabel V menunjukkan bahwa sebagian besar guru (58 %)
mengharuskan ikut belajar kelompok dan hampir setengahnya (31 %) menyatakan bila
dianggap perlu, sedangkan sisanya sebagian kecil (11 %) guru tidak mengharuskan
belajar kelompok.
TABEL VIPerasaan siswa apabila tidak mengikuti belajar kelompok
No. Alternatif Jawaban F P %6. Merasa rugi 120 60
Biasa-biasa saja 50 25Acuh 30 15J u m l a h 200 100
Data pada tabel VI menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (60 %) merasa rugi
apabila tidak mengikuti kelompok belajar, hampir setengahnya (25 %) menyatakan
biasa-biasa saja sedangkan sisanya sebagian kecil (15 %) siswa bersikap acuh.
TABEL VIIManfaat yang dapat diambil dari belajar kelompok
No. Alternatif Jawaban F P %7. Menambah pengetahuan 134 62
Supaya pintar 38 19Meningkat nilai 38 19
J u m l a h 200 100
Data pada tabel VII menunjukkan manfaat yang dapat diambil dari belajar
kelompok. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa (62 %)
menyatakan untuk menambah pengetahuan dan sebagian kecil, yaitu berturut-turut (19
%), (19 %) menyatakan supaya pintar dan meningkatkan nilai.
35
TABEL VIIIPengaruh belajar kelompok terhadap proses belajar
No. Alternatif Jawaban F P %8. Ada pengaruhnya 96 48
Sedikit 36 18Banyak 68 34Tidak ada 0 0
J u m l a h 200 100
Data pada tabel VIII menunjukkan adanya pengaruh belajar kelompok terhadap
proses belajar. Pada tabel tersebut dapat dilihat hampir setengahnya (28 %) menyatakan
adanya pengaruh tersebut dan sebagian kecil yaitu (18 %) menyatakan sedikit
pengaruhnya, sedangkan hampir setengahnya (34 %) menyatakan banyak pengaruhnya
dan tidak seorangpun (0 %) yang menyatakan tidak ada pengaruhnya.
TABEL IXOrang tua mengharuskan ikut belajar kelompok
No. Alternatif Jawaban F P %9. Ya 94 47
Kadang-kadang 82 41Tidak pernah 24 12
J u m l a h 200 100
Data pada tabel IX menunjukkan bahwa hampir setengahnya yaitu berturut-turut
(47 %), (41 %) siswa menyatakan orang tuanya mengharuskan dan kadang-kadang
mengharuskan mengikuti belajar kelompok dan hanya sebagian kecil saja (12 %) orang
tua tidak siswa yang tidak pernah mengharuskan belajar kelompok.
TABEL XSikap orang tua apabila tidak mengikuti belajar kelompok
No. Alternatif Jawaban F P %10. Dimarahi 116 58
Dinasehati 24 12Dibiarkan 60 30
J u m l a h 200 100
36
Data pada tabel X menunjukkan sikap orang tua siswa apabila tidak mengikuti
belajar kelompok, sebagian besar (58 %) orang tua memarahi dan sebagian kecil (12 %)
siswa dinasehati, sedangkan sisanya, yaitu hampir setengahnya (30 %) menyatakan
bahwa orang tuanya membiarkan.
TABEL XIPeran guru dalam belajar kelompok
No. Alternatif Jawaban F P %11. Berperan aktif 116 58
Kadang-kadang 58 29Tidak pernah 26 23
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XI menunjukkan peranan guru dalam kelompok belajar. Pada
tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar (58 %) guru berperan aktif dan hampir
setengahnya (29 %) siswa yang menyatakan kadang-kadang, sedangkan yang
menyatakan guru tidak pernah berperan aktif hanya sebagian kecil (13 %).
TABEL XIISikap guru apabila siswa menemui kesulitan dalam belajar kelompok
No. Alternatif Jawaban F P %12. Membantu 188 44
Memberikan bimbingan 112 56Bersikap acuh 0 0
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (44 %) guru
membantu kesulitan siswa, sedangkan sisanya sebagian besar (56 %) siswa menyatakan,
bahwa guru memberikan bimbingan dan tidak seorangpun (0 %) menyatakan bahwa guru
bersikap acuh.
37
TABEL XIIIKeadaan orang tua siswa dalam pekerjaan
No. Alternatif Jawaban F P %13. Selalu sibuk 56 28
Kadang-kadang 96 48Tidak 48 24
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XIII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (28 %) orang tua
selalu sibuk, namun sebagian besar (46 %) menyatakan kadang-kadang dan sisanya
sebagian kecil (24 %) orang tua siswa tidak sibuk dengan pekerjaannya.
TABEL XIVSikap dan perhatian orang tua dalam keluarga
No. Alternatif Jawaban F P %14. Memperhatikan 148 74
Acuh 32 16Tidak pernah 20 10
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XIV menunjukkan sikap perhatian orang tua dalam keluarga.
Pada tabel tersebut sebagian besar (74 %) orang tua memperhatikan, dan hanya sebagian
kecil yaitu (16 %), (10 %) menyatakan bahwa orang tua acuh dan tidak pernah
memperhatikan anak dalam keluarga.
TABEL XVMakan, bercengkrama dan rekreasi bersama keluarga
No. Alternatif Jawaban F P %15. Selalu 88 44
Kadang-kadang 90 45Tidak pernah 22 11
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XV menyatakan, bahwa hampir setengahnya, yaitu berturut-turut
(44 %0, (45 %) orang tua selalu dan kadang-kadang mengajak makan dan bercengkrama
38
bersama, sedangkan sebagian kecil sisanya (11 %) menyatakan tidak pernah berkumpul
bersama.
TABEL XVIPerhatian orang tua dalam masalah sekolah
No. Alternatif Jawaban F P %16. Selalu 118 59
Kadang-kadang 2421Tidak pernah 40J u m l a h 200 100
Data pada tabel XVI menunjukkan adanya perhatian orang tua dalam masalah
sekolah. Pada tabel tersebut dapat dilihat sebagian besar (59 %) orang tua selalu
memperhatikan, sebagian kecil, yaitu berturut-turut (21 %), (20 %) menyatakan kadang-
kadang dan tidak pernah memperhatikan.
TABEL XVIIPerhatian orang tua mengenai berangkat dan pulang sekolah
No. Alternatif Jawaban F P %17. Diperhatikan 108 54
Tidak selalu 60 30Tidak pernah 32 16
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XVII menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua (54 %)
memperhatikan, dan hampir setengahnya (30 %) orang tua yang tidak selalu
memperhatikan, sedangkan sisanya sebagian kecil (16 %) tidak pernah memperhatikan.
TABEL XVIIIJumlah yang bersekolah di tempat tinggal siswa
No. Alternatif Jawaban F P %18. Banyak 108 54
Sedikit 28 14Kurang 44 22Kurang sekali 20 10
J u m l a h 200 100
39
Data pada tabel XVIII menunjukkan bahwa sebagian besar (54 %) di lingkungan
tempat tinggal siswa banyak yang bersekolah, sebagian kecil yaitu (14 %) jumlah yang
sekolah sedikit dan (22 %) kurang, sedangkan sisanya sebagian kecil (10 %) menyatakan
tidak ada yang sekolah.
TABEL XIXTempat tinggal siswa di daerah yang taat beragama
No. Alternatif Jawaban F P %19. Taat 152 76
Kurang 48 24Tidak 0 0
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XIX menunjukkan bahwa pada umumnya (76 %) siswa berada di
daerah yang taat beragama dan sisanya sebagian kecil (24 %) di daerah yang kurang taat,
dan tidak ada seorangpun (0 %) yang berada di daerah yang tidak taat beragama.
TABEL XXKegiatan siswa dalam melakukan belajar bersama
dengan teman yang bersekolah
No. Alternatif Jawaban F P %20. Ya 66 33
Kadang-kadang 94 47Tidak pernah 40 20
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XX menunjukkan bahwa hampir setengahnya (33 %)
menyatakan Ya, itu berarti mereka suka melakukan belajar bersama dan hampir
setengahnya pula (47 %) menyatakan kadang-kadang, sedangkan sebagian kecil (20 %)
yang menyatakan tidak pernah belajar bersama dengan teman yang bersekolah.
40
TABEL XXIKegiatan siswa dalam mengikuti pengajian rutin
No. Alternatif Jawaban F P %21. Sering 82 41
Kadang-kadang 94 47Tidak pernah 24 12
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XXI menunjukkan bahwa siswa suka mengikuti pengajian. Pada
tabel tersebut dapat dilihat bahwa hampir setengahnya, yaitu berturut-turut (41 %), (47
%) menyatakan sering mengikuti dan kadang-kadang mengikuti pengajian rutin,
sedangkan sisanya sebagian kecil (12 %) menyatakan tidak pernah mengikuti pengajian
rutin.
TABEL XXIIKegiatan siswa dalam mengisi waktu senggang
No. Alternatif Jawaban F P %22. Membantu orang tua 100 50
Belajar 44 22Bermain 56 23
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XXII menunjukkan bahwa setengahnya (50 %) siswa membantu
orang tuanya dan sebagian kecil (22 %) yang menyatakan belajar di rumah, sedangkan
sisanya hampir setengahnya (28 %) siswa mengisi waktu senggangnya dengan bermain.
TABEL XXIIITeman siswa dalam mengisi waktu senggang di rumah
No. Alternatif Jawaban F P %23. Ayah dan ibu 56 28
Adik/Kakak 50 25Teman-teman 64 32Pacar 30 15
J u m l a h 200 100
41
Data pada tabel XXIII menunjukkan bahwa hampir setengahnya, yaitu berturut-
turut (28 %), (25 %) siswa mengisi waktu senggangnya dengan ayah dan ibu serta
dengan adik/kakak dan hampir setengahnya pula (32 %) menyatakan bersama teman-
teman, sedangkan sisanya sebagian kecil (15 %) mengisi waktu senggang dengan
pacarnya.
TABEL XXIVOrang tua memberi uang jajan untuk pergi ke sekolah
No. Alternatif Jawaban F P %24. Ya 148 74
Kadang-kadang 32 16Tidak pernah 20 10
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XXIV menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua (74 %)
memberi uang jajan kepada anaknya, dan hanya sebagian kecil, yaitu berturut-turut (16
%), (10 %) yang menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah diberi uang jajan.
TABEL XXVUang jajan tersebut mencukupi
No. Alternatif Jawaban F P %25. Cukup 112 56
Pas-pasan 52 27Tidak cukup 36 18
J u m l a h 200 100
Data pada tabel XXV menunjukkan bahwa sebagian besar (%^ %) uang itu cukup
dan sebagian kecil (26 %) uang itu pas-pasan, sedangkan sisanya sebagian kecil lagi (18
%) menyatakan tidak cukup.
42
2. Data Dari Orang Tua Siswa
TABEL IPeran orang tua dalam membina anak di rumah
No. Alternatif Jawaban F P %1. Berperan aktif 120 60
Kalau ada waktu 60 30Tidak, karena sibuk 20 10Cukup oleh pembantu 0 0
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel I menunjukkan bahwa sebagian besar (60 %) orang
tua berperan aktif dan hampir setengahnya (30 %) menyatakan kalau ada waktu,
sedangkan sisanya (10 %) orang tua tidak membina anak karena sibuk dan tidak
seorangpun (0 %) yang menyatakan cukup oleh pembantu.
TABEL II
Perhatian bapak selaku kepala keluarga terhadap tingkah laku anak
No. Alternatif Jawaban F P %2. Selalu memperhatikan 100 50
Kadang-kadang 88 44Tidak ada waktu 12 6
J u m l a h 200 100Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel II menunjukkan bahwa setengahnya (50 %) bapak
selalu memperhatikan anaknya, dan hampir setengahnya (44 %) menyatakan kadang-
kadang, sedangkan sisanya (6 %) menyatakan tidak ada waktu untuk memperhatikan.
TABEL IIIOrang tua membina anak dalam kegiatan belajar di rumah
No. Alternatif Jawaban F P %3. Selalu membina 136 68
Kadang-kadang 64 32Tidak pernah 0 0
J u m l a h 200 100
43
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel III menunjukkan sebagain besar (68 %) orang tua
selalu membina anaknya, sedangkan sisanya (32 %) menyatakan kadang-kadang, dan
tidak seorangpun (0 %) yang menyatakan tidak pernah membina.
TABEL IVOrang tua membantu anak dalam kegiatan belajar
No. Alternatif Jawaban F P %4. Suka membantu 100 50
Sering membantu 30 15Kadang-kadang 24 12Tidak pernah 16 8
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel IV menunjukkan bahwa setengahnya (50 %) orang
tua suka membantu belajar anak-anaknya, hampir setengahnya (30 %) sering membantu
dan sebagian kecil (12 %) orang tua menyatakan kadang-kadang membantu, sedangkan
sisanya (8 %) menyatakan tidak pernah membantu.
TABEL VPenyediaan tempat belajar khusus
No. Alternatif Jawaban F P %5. Menyediakan 134 62
TIdak menyediakan 76 38J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel V menunjukkan bahwa sebagian besar (62 %) orang
tua menyediakan tempat untuk belajar dan sisanya (38 %) menyatakan tidak
menyediakan.
44
TABEL VITempat belajar tersebut, apakah memenuhi syarat?
No. Alternatif Jawaban F P %6. Memenuhi 92 46
Kurang memenuhi 72 36Tidak memenuhi 36 18
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data tabel VI menunjukkan hampir setengahnya (46 %) tempat
belajar itu memenuhi syarat, dan hampir setengahnya pula (36 %) menyatakan kurang
memenuhi syarat, sedangkan sisanya (18 %) menyatakan tidak memenuhi syarat.
TABEL VIIOrang tua memenuhi kebutuhan belajar anak
No. Alternatif Jawaban F P %7. Selalu memenuhi 140 70
Kalau ada uang 20 10Kadang-kadang 40 20Tidak pernah 0 0
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel VII menunjukkan bahwa sebagian besar (70 %)
orang tua selalu memenuhi kebutuhan belajar, dan sebagian kecil (10 %) yang
menyatakan kalau ada uang dan sebagian lagi (20 %) menyatakan kadang-kadang,
sedangkan sisanya tidak ada seorangpun (0 %) yang menyatakan tidak pernah memenuhi
kebutuhan belajar anak.
45
TABEL VIIIAnak ibu suka belajar di rumah
No. Alternatif Jawaban F P %8. Suka 120 60
Kadang-kadang 56 28Tidak perna 24 12
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Bedasarkan data pada tabel VII menunjukkan bahwa sebagian besar (60 %) anak
suka belajar di rumah dan hampir setengahnya (28 %) yang menyatakan kadang-kadang,
sedangkan sisanya (12 %) menyatakan anak tidak pernah belajar di rumah.
TABEL IXAnak ibu mempunyai jadwal belajar
No. Alternatif Jawaban F P %9. Ya 120 60
Tidak 80 40J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel IX menunjukkan bahwa sebagian besar (60 %) anak
mempunyai jadwal belajar di rumah dan sisanya (40 %) menyatakan tidak mempunyai
jadwal.
TABEL XOrang tua menekankan anak untuk belajar
No. Alternatif Jawaban F P %10. Selalu 120 60
Kadang-kadang 52 26Tidak pernah 28 14
J u m l a h 200 100
46
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel X menunjukkan bahwa sebagian besar (60 %) orang
tua selalu menekankan anaknya untuk belajar, kemudian hampir setengahnya (26 %)
kadang-kadang, dan sebagian kecil (14 %) orang tua tidak pernah menekankan anaknya
untuk belajar.
TABEL XITindakan orang tua apabila anak tidak belajar
No. Alternatif Jawaban F P %11. Menasehati 100 50
Membiarkan 44 22Memarahi 56 28
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XI menunjukkan bahwa setengahnya (50 %)
tindakan orang tua menasehati, sebagian kecil (22 %) orang tua membiarkan dan sisanya
(28 %) menyatakan orang tua memarahinya.
TABEL XIIOrang tua menanamkan sikap disiplin pada anak
No. Alternatif Jawaban F P %12. Menanamkan 112 56
Kadang-kadang 48 24Jika dianggap perlu 40 20Tidak 0 0
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XII menunjukkan bahwa sebagian besar (56 %)
orang tua menanamkan sikap disiplin dan sebagian kecil, yaitu berturut-turut (24 %)
kadang-kadang dan (20 %) menyatakan jika dianggap perlu dan tidak ada seorangpun (0
%) yang menyatakan tidak menanamkan sikap disiplin pada anak.
47
TABEL XIIIOrang tua menanamkan sikap disiplin di rumah saja
No. Alternatif Jawaban F P %13. Ya 52 26
Kadang-kadang 0 0Tidak pernah 148 74J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XIII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (26
%) orang tua menjawab Ya, artinya sikap disiplin cukup diterapkan di rumah saja dan
tidak ada seorangpun (0 %) yang menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (74 %)
sebagian besar orang tua menyatakan bahwa tidak hanya di rumah saja sikap disiplin
diterapkan.
TABEL XIVOrang tua menerapkan sikap disiplin dalam belajar
No. Alternatif Jawaban F P %14. Menerapkan 132 66
Bila perlu 68 24Tidak pernah 0 0
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XIV menunjukkan sebagian besar (66 %) orang tua
menerapkan sikap disiplin dalam belajar dan sisanya hampir setengahnya (34 %)
menyatakan bila perlu sikap disiplin diterapkan, dan tidak ada (0 %) yang menyatakan
tidak pernah.
48
TABEL XVMenerapkan sikap disiplin apakah hanya dalam belajar saja
No. Alternatif Jawaban F P %15. Ya 68 34
Kadang-kadang 48 24Tidak 84 42
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XV menunjukkan bahwa hampir setengahnya (34 %)
orang tua menjawab Ya, artinya sikap disiplin hanya diterapkan dalam belajar saja dan
sebagian kecil (24 %) menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (42 %)
menyatakan tidak, artinya sikap disiplin diterapkan tidak hanya dalam belajar saja, tetapi
dalam kegiatan lainpun tetap diperlukan.
TABEL XVIDalam menerapkan sikap disiplin
orang tua selalu memberikan contoh yang baik
No. Alternatif Jawaban F P %16. Selalu 92 46
Kadang-kadang 68 34Tidak pernah 40 20
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XVI menunjukkan bahwa hampir setengahnya (46
%) orang tua selalu memberi contoh yang baik dan hampir setengahnya (34 %) yang
menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (20 %) menyatakan tidak pernah
memberikan contoh kepada anak.
49
TABEL XVIIOrang tua mendikte anak untuk mematuhi
segala peraturan yang ada di rumah
No. Alternatif Jawaban F P %17. Selalu 48 24
Kadang-kadang 52 26Tidak pernah 100 50
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XVII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (24
%) orang tua selalu mendikte anak dan (26 %) menyatakan kadang-kadang dan sisanya
setengahnya (50 %) orang tua menyatakan tidak pernah mendikte anak.
TABEL XVIIITindakan orang tua apabila anak tidak disiplin di rumah atau di sekolah
No. Alternatif Jawaban F P %18. Diberi hukuman 52 26
Dinasehati 108 54Dibiarkan 40 20
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XVIII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (26
%) anak diberi hukuman dan sebagian besar (54 %) orang tua menyatakan anak
dinasehati, sedangkan sisanya yaitu sebagian kecil (20 %) menyatakan orang tua
membiarkannya.
TABEL XIXOrang tua membiarkan anak tidak disiplin di rumah dan di sekolah
No. Alternatif Jawaban19. Ya 24 12
Kadang-kadang 52 26Tidak 124 62
J u m l a h 200 100
50
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XIX menunjukkan bahwa sebagian kecil (12 %)
orang tua membiarkan anaknya tidak disiplin, dan hampir setengahnya (26 %) orang tua
kadang-kadang membiarkannya, sedangkan sisanya yaitu ebagian besar (62 %)
orang tua menyatakan tidak membiarkan anaknya tidak disiplin.
TABEL XXOrang tua menentukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak
No. Alternatif Jawaban F P %20. Menentukan 52 26
Bila perlu 100 50Kadang-kadang 28 13Tidak pernah 20 10
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XX menunjukkan bahwa (50 %) menyatakan bila
perlu orang tua menentukan dan sisanya sebagian kecil, yaitu berturut-turut (14 %) orang
tua kadang-kadang menentukan dan (10 %) orang tua menyatakan tidak pernah
menentukan kegiatan yang dilakukan anak.
TABEL XXIOrang tua mendukung apabila anak mengikuti kegiatan di luar sekolah
No. Alternatif Jawaban F P %21. Ya 140 70
Kadang-kadang 40 20Tidak pernah 20 10
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XXI menunjukkan bahwa sebagian besar (70 %)
orang tua mendukung, sebagian kecil (20 %) kadang-kadang mendukung dan sisanya (10
%) tidak pernah mendukung kegiatan anak di luar sekolah.
51
TABEL XXIIAnak suka ikut kegiatan-kegiatan di lingkungan masyarakat
No. Alternatif Jawaban F P %22. Selalu aktif 52 26
Kadang-kadang 120 60Tidak pernah 28 14
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XXII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (26
%) anak selalu aktif dan sebagian besar (60 %) kadang-kadang, sedangkan sisanya yaitu
sebagian kecil (14 %) anak tidak pernah mengikuti kegiatan di lingkungan masyarakat.
TABEL XXIIIJenis kegiatan yang diikuti anak di lingkungan masyarakat
No. Alternatif Jawaban F P %23. Kesenian 36 13
Pengajian 52 26Olahraga 80 40Kursus 32 16
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XXIII menunjukkan bahwa sebagian kecil (18 %)
anak mengikuti kegiatan kesenian, hampir setengahnya (26 %) mengikuti pengajian, (40
%) lagi anak memilih olahraga, sedangkan sisanya sebagian kecil (16 %) anak mengikuti
kursus.
TABEL XXIVKegiatan yang diikuti siswa mendukung kegiatan belajar
No. Alternatif Jawaban F P %24. Mendukung 52 26
Kadang-kadang 120 60Mengganggu 28 14
J u m l a h 200 100
52
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XXIV menunjukkan bahwa hampir setengahnya (44
%) kegiatan siswa mendukung, dan hampir setengahnya lagi (42 %) menyatakan kadang-
kadang, sedangkan sisanya yaitu sebagian kecil (14 %) menyatakan mengganggu belajar.
TABEL XXVTindakan orang tua jika anak tidak mengikuti kegiatan yang sifatnya positif
No. Alternatif Jawaban F P %25. Menegurnya 32 16
Memberikan dorongan 68 34Menasehati 100 50Mengacuhkan 0 0
J u m l a h 200 100
Penafsiran :
Berdasarkan data pada tabel XXV menunjukkan bahwa sebagian kecil (16 %)
orang tua menegurnya, hampir setengahnya (34 %) memberikan dorongan dan sisanya
(50 %) orang tua menasehati dan tidak seorangpun (0 %) yang menyatakan bahwa orang
tua mengacuhkan anaknya apabila ia tidak mengikuti kegiatan yang positif.
B. Pembahasan
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan orang tua, guru dan siswa aktif dalam
kegiatan belajar mengajar, maka proses kedisiplinan siswa akan mudah
tercapai.
Pada tabel I dapat dilihat bahwa siswa-siswi di SMP N 3 Subang menyatakan
sebagian besar (60 %) siswa suka belajar di rumah, dan pada tabel II menunjukkan
bahwa sebagian besar (62 %) siswa dalam belajarnya kadang-kadang menemui kesulitan,
pada tabel III sebagian besar (54 %) siswa menyatakan sekali-kali dibantu orang tua
53
dalam kegiatan belajar, sedangkan dalam masalah belajar pada tabel IV menunjukkan
bahwa sebagian besar (63 %) siswa dalam belajar meminta bantuan kepada teman dan
pada tabel V sebagian besar (58 %) menunjukkan bahwa guru mengharuskan siswa
untuk ikut belajar kelompok guna meningkatkan prestasi belajar.
Dalam masalah sikap atau perasaan siswa, maka dapat dilihat pada tabel VI yang
menunjukkan bahwa sebaian besar (60 %) perasaan siswa merasa rugi jika tidak ikut
belajar kelompok bersama teman sekelasnya, dan pada tabel VII menunjukkan manfaat
dari belajar kelompok sebagian besar (62 %) untuk menambah pengetahuan siswa di
kelas dan di luar kelas, dan pada tabel VIII hampir setengahnya (48 %) siswa
menyatakan ada pengaruh dari belajar kelompok terhadap proses belajar mengajar,
sedangkan ada tabel IX dapat dilihat hampir setengahnya (47 %) orang tua
mengharuskan siswa untuk ikut belajar kelompok dan pada tabel X menunjukkan sikap
orang tua sebagian besar (58 %) memarahi anak apabila tidak mengikuti belajar
kelompok, sedang pada tabel XI sebagian besar (56 %) menyatakan memberikan
bimbingan pada siswanya yang menemui kesulitan dalam belajar.
Dalam kehidupan sehari-hari, pada tabel XIII menunjukkan bahwa orang tua
sebagian besar (48 %) menyatakan kadang-kadang sibuk dengan pekerjaannya dan pada
tabel XIV sebagian besar (74 %) orang tua menyatakan memperhatikan anak dalam
lingkungan keluarga, pada tabel XV orang tua hampir setengahnya (45 %) kadang-
kadang mengajak dan bercengkrama bersama dengan anggota keluarga dan pada tabel
XVI sebagian besar (59 %) orang tua selalu memperhatikan anak dalam masalah
sekolah, pada tabel XVII sebagian besar (54 %) orang tua menyatakan bahwa anak
diperhatikan mengenai berangkat dan pulang sekolahnya, pada tabel XVIII sebagian
besar (54 %) di tempat tinggal siswa banyak yang bersekolah, sedangkan pada tabel XIX
pada umumnya (76 %) siswa tinggal di daerah yang taat beragama.
54
Selanjutnya analisa data dari orang tua siswa. Pada tabel I sebagian besar (60 %)
orang tua berperan aktif dalam membina anak di rumah dan di luar rumah, pada tabel II
menunjukkan bahwa setengahnya (50 %) bapak selalu memperhatikan tingkah laku anak,
pada tabel III sebagian besar (68 %) orang tua selalu membina anak dalam kegiatan
belajar di rumah dan pada tabel IV setengahnya (50 %) orang tua suka membantu anak
dalam kegiatan belajar di rumah, pada tabel V menunjukkan bahwa sebagian besar (62
%) orang tua menyediakan tempat belajar di rumah, sedangkan pada tabel VI hampir
setengahnya (46 %) orang tua menyatakan bahwa tempat belajar yang tersedia
memenuhi syarat untuk belajar.
Dalam masalah kebutuhan sekolah, dapat dilihat pada tabel VII yang menunjukkan
bahwa sebagian besar (70 %) orang tua menyatakan selalu memenuhi kebutuhan belajar
anak, baik di rumah maupun di sekolah, pada tabel VIII sebagian besar (60 %) orang tua
berpendapat bahwa anaknya suka belajar di rumah dengan tekun, dan pada tabel IX
sebagian besar (60 %) orang tua menyatakan anak mempunyai jadwal belajar di rumah,
sedangkan masalah belajar pada tabel X sebagian besar (60 %) orang tua selalu
menekankan untuk belajar di rumah, dan pada tabel XI menunjukkan bahwa setengahnya
(50 %) tindakan orang tua memberikan nasehat pada anak jika anak tidak belajar.
Mengenai sikap disiplin, pada tabel XII dapat dilihat bahwa sebagian besar (56 %)
orang tua menyatakan menanamkan sikap disiplin pada anak, baik di rumah maupun di
luar rumah, pada tabel XIII menunjukkan bahwa sebagian besar (74 %) orang tua
menerapkan sikap disiplin hanya dalam belajar saja, dan pada tabel XIV sebagian besar
(66 %) orang tua menerapkan sikap disiplin dalam belajar, pada tabel XV hampir
setengahnya (42 %) orang tua berpendapat tidak, artinya sikap disiplin diterapkan tidak
hanya dalam belajar saja tetapi juga dalam kegiatan lain sikap disiplin tetap harus
diterapkan.
55
Untuk menerapkan sikap disiplin pada anak, pada tabel XVI menunjukkan hampir
setengahnya (46 %) orang tua selalu memberikan contoh yang baik, dan pada tabel XVII
menunjukkan setengahnya (50 %) orang tua menyatakan tidak pernah mendikte anak
untuk mematuhi peraturan yang ada di rumah, sedangkan pada tabel XVIII sebagian
besar (54 %) orang tua menyatakan memberi nasehat pada anak jika anak tidak disiplin,
baik di rumah maupun di luar rumah, dan pada tabel XIX sebagian besar (62 %) orang
tua menyatakan tidak membiarkan anak tidak disiplin.
2. Pertanyaan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan siswa yang
dilakukan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah bersifat positif dan
menunjang terhadap proses belajar mengajar, usaha pengembangan sikap
disiplin anak didik akan mudah dicapai.
Pada tabel XX menunjukkan hampir setengahnya (47 %) menyatakan siswa
kadang-kadang melakukan belajar bersama dengan teman yang berseolah di
lingkungannya, dan pada tabel XXI kegiatan siswa hampir setengahnya (47 %)
menyatakan kadang-kadang mengikuti pengajian, sedangkan pada tabel XXII
menunjukkan siswa setengahnya (50 %) menyatakan suka membantu orang tua, dan
pada tabel XXIII menunjukkan teman siswa dalam waktu senggang hampir setengahnya
(32 %) menyatakan bersama teman-teman. Pada tabel XXIV sebagian besar (74 %)
orang tua menjawab Ya, artinya setiap pergi ke sekolah anak diberi uang jajan,
sedangkan pada tabel XXV sebagian besar (56 %) menyatakan bahwa uang jajan mereka
mencukupi.
Selanjutnya analisa data dari orang tua siswa pada tabel XX menunjukkan
setengahnya (50 %) orang tua menyatakan bila perlu menentukan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan anak, pada tabel XXI sebagian besar (70 %) orang tua menyatakan
56
mendukung anak apabila mengikuti kegiatan di luar rumah. Sedangkan pada tabel XXII
sebagian besar (60 %) orang tua menyatakan anak kadang-kadang mengikuti kegiatan di
lingkungan masyarakat, dan pada tabel XXIII hampir setengahnya (40 %) menyatakan
bahwa jenis kegiatan yang diikuti anak adalah olahraga.
Pengaruh dari kegiatan yang diikuti anak, dapat dilihat pada tabel XXIV yang
hampir setengahnya (44 %) menyatakan mendukung terhadap belajar, sedangkan pada
tabel XXV setengahnya (50 %) tindakan orang tua adalah memberi nasehat pada anak
apabila tidak mengikuti kegiatan yang sifatnya positif, baik di sekolah maupun di
lingkungan masyarakat.
C. Pengujian Hipotesis
Dalam pembahasan di atas, penulis memberikan penafsiran, baik siswa maupun
orang tua yang berupa angket. Pada bagian ini penulis mencoba lebih lanjut mengolah
data tersebut, baik dari siswa maupun dari orang tua, untuk dijadikan bahan
perbandingan. Untuk jelasnya penulis akan menguji hipotesis dari siswa dan dari orang
tua.
1. Hipotesis pertama
Jika orang tua, guru dan siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka proses
kedisiplinan anak didik akan mudah tercapai. Sebagai perbandingan dalam hipotesis
pertama penulis akan mengemukakan angket siswa dan orang tua mulai dari tabel I
sampai dengan tabel XIX.
57
a. Data hasil angket dari siswa SMP N 3 Subang.
Tabel I : Membuktikan bahwa siswa sebagian besar (60 %) belajar di
rumah, hampir setengahnya (30 %) menyatakan kadang-
kadang, sisanya sebagian kecil (10 %) tidak pernah belajar.
Tabel II : Membuktikan bahwa sebagian kecil (5 %) siswa menemui
kesulitan dalam belajar dan sebagian besar (62 %)
menyatakan kadang-kadang, sisanya hampir setengahnya (33
%) menyatakan tidak pernah menemui kesulitan dalam
belajar.
Tabel III : Membuktikan bahwa sebagian kecil siswa, yaitu berturut-
turut (9 %), (22 %) siswa menyatakan selalu dibantu dan
pernah dibantu, sebagian besar (54 %) siswa menyatakan
sekali-kali dibantu, sedangkan sisanya sebagian kecil (15
%) siswa tidak pernah dibantu dalam belajar.
Tabel IV : Membuktikan bahwa sebagian kecil, yaitu berturut-turut
(6 %), (14 %) siswa minta bantuan guru dan para siswa,
sebagian kecil (17 %) siswa minta bantuan pada tetangga,
sedangkan sisanya sebagian besar (63 %) menyatakan minta
bantuan kepada teman.
Tabel V : Membuktikan bahwa sebagian besar guru (58 %)
mengharuskan ikut belajar kelompok dan hampir
setengahnya (31 %) menyatakan bila dianggap perlu,
sedangkan sisanya sebagian kecil (11) guru tidak
mengharuskan belajar kelompok.
58
Tabel VI : Membuktikan bahwa sebagian besar siswa (60 %) merasa
rugi apabila tidak mengikuti kelompok belajar, hampir
setengahnya (25 %) menyatakan biasa-biasa saja, sedangkan
sisanya sebagian kecil (15 %) siswa bersikap acuh.
Tabel VII : Membuktikan bahwa sebagian besar siswa (62 %) me-
nyatakan untuk menambah pengetahuan dan sebagian kecil,
yaitu berturut-turut (19 %), (19 %) menyatakan supaya
pintar dan meningkatkan nilai.
Tabel VIII : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (48 %) me-
nyatakan adanya pengaruh tersebut dan sebagian kecil yaitu
(18 %) menyatakan sedikit pengaruhnya, sedangkan hampir
setengahnya (34 %) menyatakan banyak pengaruh-nya dan
tidak seorangpun (0 %) yang menyatakan tidak ada
pengaruhnya.
Tabel IX : Membuktikan bahwa hampir setengahnya yaitu berturut-
turut (47 %), (41 %) siswa menyatakan orang tuanya
mengharuskan dan kadang-kadang mengharuskan mengikuti
belajar kelompok, hanya sebagian kecil saja (12 %) orang
tua siswa yang tidak pernah mengharuskan belajar
kelompok.
Tabel X : Membuktikan bahwa sebagian besar (58 %) orang tua
memarahi dan sebagian kecil (12 %) siswa dinasehati,
sedangkan sisanya yaitu hampir setengahnya (30 %) me-
nyatakan bahwa orang tuanya membiarkan.
59
Tabel XI : Membuktikan bahwa sebagian besar (58 %) guru berperan
aktif dan hampir setengahnya (29 %) siswa yang menyatakan
kadang-kadang, sedangkan sebagian kecil (13 %)
menyatakan guru tidak pernah berperan aktif dalam belajar
kelompok.
Tabel XII : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (44 %) guru
membantu kesulitan siswa, sedangkan sisanya sebagian
besar (56 %) siswa menyatakan, bahwa guru memberikan
bimbingan dan tidak seorangpun (0 %) menyatakan bahwa
guru bersikap acuh.
Tabel XIII : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (28 %) orang tua
selalu sibuk, namun sebagian besar (48 %) menyatakan
kadang-kadang dan sisanya sebagian kecil (24 %) orang tua
siswa tidak sibuk dengan pekerjaannya.
Tabel XIV : Membuktikan bahwa sebagian besar (74 %) orang tua
memperhatikan, dan hanya sebagian kecil berturut-turut
yaitu (16 %), (10 %) menyatakan bahwa orang tua acuh dan
tidak pernah memperhatikan anak dalam keluarga.
Tabel XV : Membuktikan bahwa hampir setengahnya, yaitu berturut-
turut (44 %), (45 %) orang tua selalu dan kadang-kadang
mengajak makan dan bercengkrama bersama, sedangkan
sebagian kecil sisanya (11 %) menyatakan tidak pernah
berkumpul bersama.
Tabel XVI : Membuktikan bahwa sebagian besar (59 %) orang tua selalu
memperhatikan, sebagian kecil, yaitu berturut-turut (21 %),
60
(20 %) menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah
memperhatikan.
Tabel XVII : Membuktikan bahwa sebagian besar orang tua (54 %)
memperhatikan, dan hampir setengahnya (30 %) orang tua
yang tidak selalu memperhatikan, sedangkan sisanya
sebagian kecil (16 %) tidak pernah memperhatikan.
Tabel XVIII : Membuktikan bahwa sebagian besar (54 %) di lingkungan
tempat tinggal siswa banyak yang bersekolah, sebagian kecil
yaitu (14 %) jumlah yang sekolah sedikit dan (22 %) kurang,
sedangkan sisanya sebagian kecil (10 %) me-nyatakan tidak
ada yang sekolah.
Tabel XIX : Membuktikan bahwa pada umumnya (76 %) siswa berada di
daerah yang taat beragama dan sisanya sebagian kecil (24 %)
di daerah yang kurang taat, dan tidak ada seorangpun (0 %)
yang berada di daerah yang tidak taat beragama.
b. Data hasil angket dari orang tua siswa SMP N 3 Subang.
Tabel I : Membuktikan bahwa sebagian besar (60 %) orang tua
berperan aktif dan hampir setengahnya (30 %) menyatakan
kalau ada waktu, sedangkan sisanya (10 %) orang tua tidak
membina anak karena sibuk dan tidak seorangpun (0 %)
yang menyatakan cukup oleh pembantu.
Tabel II : Membuktikan bahwa setengahnya (50 %) bapak selalu
memperhatikan anaknya, dan hampir setengahnya (44 %)
menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (6 %) me-
nyatakan tidak ada waktu untuk memperhatikan.
61
Tabel III : Membuktikan bahwa sebagain besar (68 %) orang tua selalu
membina anaknya, sedangkan sisanya (32 %) menyatakan
kadang-kadang, dan tidak seorangpun (0 %) yang
menyatakan tidak pernah membina.
Tabel IV : Membuktikan bahwa setengahnya (50 %) orang tua suka
membantu belajar anak-anaknya, hampir setengahnya (30 %)
sering membantu dan sebagian kecil (12 %) orang tua
menyatakan kadang-kadang membantu, sedangkan sisanya
(8 %) menyatakan tidak pernah membantu.
Tabel V : Mebuktikan bahwa sebagian besar (62 %) orang tua
menyediakan tempat untuk belajar dan sisanya (38 %)
menyatakan tidak menyediakan.
Tabel VI : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (46 %) tempat
belajar itu memenuhi syarat, dan hampir setengahnya pula
(36 %) menyatakan kurang memenuhi syarat, sedangkan
sisanya (18 %) menyatakan tidak memenuhi syarat.
Tabel VII : Membuktikan bahwa sebagian besar (70 %) orang tua selalu
memenuhi kebutuhan belajar, dan sebagian kecil (10 %)
yang menyatakan kalau ada uang dan sebagian lagi (20 %)
menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya tidak ada
seorangpun (0 %) yang menyatakan tidak pernah memenuhi
kebutuhan belajar anak.
Tabel VIII : Membuktikan bahwa sebagian besar (60 %) anak suka
belajar di rumah dan hampir setengahnya (28 %) yang
62
menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (12 %)
menyatakan anak tidak pernah belajar di rumah.
Tabel IX : Menbuktikan bahwa sebagian besar (60 %) anak mempunyai
jadwal belajar di rumah dan sisanya (40 %) menyatakan
tidak mempunyai jadwal.
Tabel X : Membuktikan bahwa sebagian besar (60 %) orang tua selalu
menekankan anaknya untuk belajar, kemudian hampir
setengahnya (26 %) kadang-kadang, dan sebagian kecil (14
%) orang tua tidak pernah menekankan anaknya untuk
belajar.
Tabel XI : Membuktikan bahwa setengahnya (50 %) tindakan orang tua
menasehati, sebagian kecil (22 %) orang tua mem-biarkan
dan sisanya (28 %) menyatakan orang tua memarahinya.
Tabel XII : Membuktikan bahwa sebagian besar (56 %) orang tua
menanamkan sikap disiplin dan sebagian kecil, yaitu
berturut-turut (24 %) kadang-kadang dan (20 %) me-
nyatakan jika dianggap perlu dan tidak ada seorangpun (0
%) yang menyatakan tidak menanamkan sikap disiplin pada
anak.
Tabel XIII : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (26 %) orang tua
menjawab Ya, artinya sikap disiplin cukup diterapkan di
rumah saja dan tidak ada seorangpun (0 %) yang
menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (74 %)
sebagian besar orang tua menyatakan bahwa tidak hanya di
rumah saja sikap disiplin diterapkan.
63
Tabel XIV : Membuktikan bahwa sebagian besar (66 %) orang tua
menerapkan sikap disiplin dalam belajar dan sisanya hampir
setengahnya (34 %) menyatakan bila perlu sikap disiplin
diterapkan, dan tidak ada (0 %) yang menyatakan tidak
pernah.
Tabel XV : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (34 %) orang tua
menjawab Ya, artinya sikap disiplin hanya diterapkan dalam
belajar saja dan sebagian kecil (24 %) menyatakan kadang-
kadang, sedangkan sisanya (42 %) menyatakan tidak, artinya
sikap disiplin diterapkan tidak hanya dalam belajar saja,
tetapi dalam kegiatan lainpun tetap diperlukan.
Tabel XVI : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (46 %) orang tua
selalu memberi contoh yang baik dan hampir setengahnya
(34 %) yang menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya
(20 %) menyatakan tidak pernah memberikan contoh kepada
anak.
Tabel XVII : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (24 %) orang tua
selalu mendikte anak dan (26 %) menyatakan kadang-
kadang dan sisanya setengahnya (50 %) orang tua
menyatakan tidak pernah mendikte anak.
Tabel XVIII : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (26 %) anak diberi
hukuman dan sebagian besar (54 %) orang tua menyatakan
anak dinasehati, sedangkan sisanya yaitu sebagian kecil (20
%) menyatakan orang tua membiarkannya.
64
Tabel XIX : Membuktikan bahwa sebagian kecil (12 %) orang tua
membiarkan anaknya tidak disiplin, dan hampir setengahnya
(26 %) orang tua kadang-kadang membiarkannya, sedangkan
sisanya yaitu sebagian besar (62 %) orang tua menyatakan
tidak membiarkan anaknya tidak disiplin.
2. Hipotesis kedua
Apabila kegiatan-kebiatan siswa yang dilakukan di lingkungan keluarga dan
sekolah bersifat positif dan menunjang terhadap proses belajar mengajar, usaha
pengembangan sikap disiplin anak didik akan mudah dicapai. Sebagai perbandingan di
dalam hipotesis yang kedua, penulis akan mengemukakan hasil angket dari siswa dan
orang tua mulai dari tabel XX sampai dengan XXV.
a. Dari hasil angket dari siswa-siswi SMP N 3 Subang.
Tabel XX : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (33 %) me-
nyatakan Ya, itu berarti mereka suka melakukan belajar
bersama dan hampir setengahnya pula (47 %) menyatakan
kadang-kadang, sedangkan sebagian kecil (20 %) yang
menyatakan tidak pernah belajar bersama dengan teman
yang bersekolah.
Tabel XXI : Membuktikan bahwa siswa suka mengikuti pengajian. Pada
tabel tersebut dapat dilihat bahwa hampir setengahnya, yaitu
berturut-turut (41 %), (47 %) menyatakan sering mengikuti
dan kadang-kadang mengikuti pengajian rutin, sedangkan
sisanya sebagian kecil (12 %) menyatakan tidak pernah
mengikuti pengajian rutin.
65
Tabel XXII : Membuktikan bahwa setengahnya (50 %) siswa membantu
orang tuanya dan sebagian kecil (22 %) yang menyatakan
belajar di rumah, sedangkan sisanya hampir setengahnya (28
%) siswa mengisi waktu senggangnya dengan bermain.
Tabel XXIII : Membuktikan bahwa hampir setengahnya, yaitu berturut-
turut (28 %), (25 %) siswa mengisi waktu senggangnya
dengan ayah dan ibu serta dengan adik/kakak dan hampir
setengahnya pula (32 %) menyatakan bersama teman-teman,
sedangkan sisanya sebagian kecil (15 %) mengisi waktu
senggang dengan pacarnya.
Tabel XXIV : Membuktikan bahwa sebagian besar orang tua (74 %)
memberi uang jajan kepada anaknya, dan hanya sebagian
kecil, yaitu berturut-turut (16 %), (10 %) yang menyatakan
kadang-kadang dan tidak pernah diberi uang jajan.
Tabel XXV : Membuktikan bahwa sebagian besar (%^ %) uang itu cukup
dan sebagian kecil (26 %) uang itu pas-pasan, sedangkan
sisanya sebagian kecil lagi (18 %) menyatakan tidak cukup.
Dengan demikian hipotesis kedua dapat diterima dan dibuktikan kebenarannya
(berdasarkan data-data dari tabel XX sampai dengan tabel XXV).
b. Data hasil angket dari orang tua siswa SMP N 3 Subang.
Tabel XX : Membuktikan bahwa (50 %) menyatakan bila perlu orang
tua menentukan dan sisanya sebagian kecil, yaitu berturut-
turut (14 %) orang tua kadang-kadang menentukan dan (10
%) orang tua menyatakan tidak pernah menentukan kegiatan
yang dilakukan anak.
66
Tabel XXI : Membuktikan bahwa sebagian besar (70 %) orang tua
mendukung, sebagian kecil (20 %) kadang-kadang men-
dukung dan sisanya (10 %) tidak pernah mendukung
kegiatan anak di luar sekolah.
Tabel XXII : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (26 %) anak selalu
aktif dan sebagian besar (60 %) kadang-kadang, sedangkan
sisanya yaitu sebagian kecil (14 %) anak tidak pernah
mengikuti kegiatan di lingkungan masyarakat.
Tabel XXIII : Membuktikan bahwa sebagian kecil (18 %) anak mengikuti
kegiatan kesenian, hampir setengahnya (26 %) mengikuti
pengajian, (40 %) lagi anak memilih olahraga, sedangkan
sisanya sebagian kecil (16 %) anak mengikuti kursus.
Tabel XXIV : Membuktikan bahwa hampir setengahnya (44 %) kegiatan
siswa mendukung, dan hampir setengahnya lagi (42 %)
menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya yaitu
sebagian kecil (14 %) menyatakan mengganggu belajar.
Tabel XXV : Membuktikan bahwa sebagian kecil (16 %) orang tua
menegurnya, hampir setengahnya (34 %) memberikan
dorongan dan sisanya (50 %) orang tua menasehati dan tidak
seorangpun (0 %) yang menyatakan bahwa orang tua
mengacuhkan anaknya apabila ia tidak mengikuti kegiatan
yang positif.
Dengan demikian hipotesis kedua dapat dibuktikan kebenarannya. (berdasarkan
data dari tabel XX sampai dengan tabel XXV).
67
D. Temuan Hasil Penelitian dan Hasil Wawancara
Penulis dalam hal ini mengadakan penelitian terbatas pada masalah disiplin
siswa-siswi di SMP N 3 Subang. Oleh karena itu penulis mencoba menarik kesimpulan
mengenai temuan Hasi Penelitian yang telah penulis lakukan, adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis dari tanggal 17 s/d 24 Januari
1999 penulis memperoleh temuan hasil penelitian khususnya mengenai
kedisiplinan siswa SMP N 3 Subang.
Pada umumnya siswa bersikap disiplin, terbukti dengan kurangnya tindakan-
tindakan dari siswa yang mengarah ke segi negatif dalam lingkungan sekolah. Hal
ini dapat dibuktikan selama penulis mengadakan penelitian terlihat pembinaan aktif
dari guru.
2. Dalam masalah pembinaan terhadap siswa yang tidak disiplin, guru memberikan
tindakan yang sangat tegas pada siswa, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
sikap tidak disiplin dalam lingkungan sekolah. Misalnya siswa yang datang
terlambat terlebih dahulu lapor pada piket untuk minta izin, apabila terlambat lebih
dari 15 menit siswa tidak diperkenankan untuk mengikuti pelajaran pertama.
Apabila siswa terus-menerus terlambat datang ke sekolah, maka piket langsung
memberitahu wali kelas siswa untuk diberi nasehat/bimbingan dan jika siswa tidak
ada perubahan maka guru beserta kepala sekolah mengadakan rapat untuk memberi
tindakan para siswa. Adapun tindakan yang diberikan adalah berupa skor selama 3
hari, dan jika siswa tidak jera juga, maka kepala sekolah memutuskan untuk
mengeluarkan anak tersebut dari sekolah.
3. Temuan lain adalah masalah peran guru dan orang tua siswa sangat aktif dalam
membina anak, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
68
Adapun kegiatan siswa di lingkungan SMP N 3 Subang ada berbagai macam,
misalnya olahraga, pramuka, paskibra, kesenian dan sebagainya.
4. Hal lain yang penulis temukan dalam penelitian ini yaitu mengenai penyebaran
angket sebanyak 200 eksemplar semua dapat terkumpul kembali.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden maka penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Apa peranan bapak/ibu sebagai pendidik dalam membina anak didik di lingkungan
sekolah?
Mengenai peranan guru dalam lingkungan sekolah yaitu meningkatkan mutu
belajar siswa dengan cara memberikan bimbingan dan pengarahan ke arah positif
dan juga memberikan perhatian pada siswa, di samping memperhatikan mutu
belajar juga meningkatkan disiplin siswa terhadap peraturan-peraturan yang ada di
sekolah, misalnya tata tertib sekolah.
2. Apa yang menyebabkan anak tidak disiplin dalam lingkungan sekolah?
Penyebab anak tidak disiplin dalam lingkungan sekolah antara lain karena
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang datang dari lingkungan keluarga, misalnya
orang tua kurang memperhatikan anak, baik dari segi materil maupun segi spiritual.
Disamping pengaruh lingkungan keluarga, ada juga yang datang dari faktor luar,
misalnya faktor lingkungan masyarakat dimana siswa tinggal, misalnya siswa
bergaul dengan anak berandalan dan tidak bersekolah.
3. Kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menumbuhkan sikap disiplin, baik di
rumah maupun di luar rumah?
Kegiatan yang diikuti siswa dalam menumbuhkan sikap disiplin antara lain : siswa
mengikuti pramuka, kesenian, olahraga, paskibra serta PKS yang fungsinya
menjaga keamanan dalam lingkungan sekolah.
69
4. Usaha-usaha apa saja yang dapat dilakukan bapak/ibu dalam mengembangkan
sikap disiplin pada anak didik?
Dengan memberikan mata pelajaran etika dan bimbingan karir, diharapkan siswa
dapat mengembangkan sikap disiplin baik di rumah maupun di luar rumah.
5. Bagaimana cara bapak/ibu guru dalam menanggulangi anak didik yang tidak
disiplin di sekolah?
Guru memberikan bimbingan dan perhatian pada anak untuk tidak melakukan hal-
hal negatif, dan jika anak tetap tidak disiplin, maka anak dihadapkan pada wali
kelas untuk diberi nasehat. Dan apabila siswa masih tidak disiplin maka masalah
tersebut diajukan pada BP dan kepala sekolah untuk diambil keputusan bersama
dengan cara mengadakan rapat.
70
BAB VKESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ketidakdisiplinan siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor intern
ataupun faktor ekstern, sedangkan faktor yang sangat besar pengaruhnya
terhadap siswa adalah faktor ekstern, khususnya teman di lingkungan
masyarakat.
2. Tindakan/penyebab timbulnya tidak disiplin siswa pada usia remaja, terutama
lebih banyak bersumber dari konflik psikologis yang ada pada diri siswa (anak),
dengan dimotifisir oleh faktor-faktor lain yang berasal dari lingkungan keluarga
dan lingkungan sosialnya.
3. Pembentukan serta pembinaan nilai-nilai moral di lingkungan keluarga lebih
banyak tersisihkan oleh kekuatan faktor lingkungan masyarakat/teman.
4. Pembentukan sikap atau kepribadian seorang anak, baik di lingkungan keluarga
ataupun di lingkungan sekolah sangat membutuhkan lingkungan masyarakat
yang mendukung terhadap proses belajar sebagai syarat mutlak.
5. Pembinaan dari orang tua dan guru sangat penting bagi anak didik (siswa),
karena dengan adanya pembinaan yang aktif dari mereka, anak akan merasa
diperhatikan, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga.
71
B. Implikasi Hasil Penelitian
Yang menjadi implikasi dalam penelitian yang telah penulis laksanakan di SMP
N 3 Subang adalah sebagai berikut :
1. Keberadaan siswa SMP N 3 Subang pada dasarnya mempunyai sikap disiplin yang
mantap, karena guru-guru memberikan arahan yang sifatnya menunjang terhadap
siswa untuk dapat mengembangkan sikap disiplin, baik di rumah maupun di
sekolah.
2. Peranan guru dan orang tua sangat penting dalam mengembangkan sikap disiplin
anak didik, karena dengan adanya perhatian dari guru dan orang tua, anak akan
merasa diperhatikan sehingga sikap disiplin akan tumbuh pada diri anak.
3. Dorongan dari orang tua dan guru sangat dibutuhkan, karena dapat dijadikan
sebagai motivasi bagi siswa untuk lebih meningkatkan prestasi, baik di lingkungan
sekolah maupun di lingkungan keluarga.
4. Aktivitas dan kreativitas siswa di sekolah dapat disalurkan melalui kegiatan-
kegiatan yang sifatnya positif dan dapat menunjang terhadap proses belajar.
5. Pembinaan dari orang tua dan guru terhadap siswa mutlak diperlukan, untuk
menumbuhkan sikap yang baik pada diri anak serta mengembangkan kepribadian
yang luhur.
C. Saran
1. Dalam mengembangkan kedisiplinan anak, diharapkan orang tua lebih
memperhatikan tingkah laku anak, baik di rumah maupun di luar rumah.
72
2. Diharapkan orang tua lebih memperhatikan lingkungan bergaul serta teman
bermain anaknya dalam masyarakat.
3. Agar orang tua lebih banyak menyisihkan waktu untuk anaknya dalam masalah
pendidikan.
4. Untuk meningkatkan prestasi di seoklah, diharapkan agar orang tua lebih
banyak memberikan dorongan pada anak yang kurang dalam prestasi
belajarnya agar lebih maju.
5. Untuk guru agar lebih berperan secara aktif dalam membimbing anak didik
untuk menjadi siswa yang berdisiplin dan bertanggung jawab.
6. Agar pihak sekolah lebih aktif dalam mendeteksi perkembangan kejiwaan
siswa melalui bimbingan dengan orang tuanya.
Dengan arahan serta bimbingan secara aktif dari orang tua dan guru, maka anak
akan merasa diperhatikan baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan
masyarakat. Dan dengan pembinaan dari orang tua dan guru secara terus menerus, maka
upaya pengembangan sikap disiplin anak didik dan tercapai.
73