pendekatak konseling realita

22
PENDEKATAN KONSELING REALITA BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang Konseling Realita pada hakekatnya menentang pendekatan konseling lain yang memperlakukan konseli sebagai individu yang sakit. Diketahui bahwa konseling ini sangat popular di kalangan petugas bimbingan sekolah dan tempat-tempat rehabilitasi. Di samping itu konseling realita memerankan konselor sebagai guru yang menciptakan kondisi yang kondusif mengajar, dan memberi contoh, serta mengajak konseli untuk menghadapi relita. Oleh karena setiap orang, termasuk siswa, selalu dihadapkan pada kenyataan (realita) hidup, maka pendekatan ini tepat untuk dipelajari dan dikuasai untuk diterapkan oleh konselor. konselor mengajarkan tingkah laku yang bertanggung jawab. Dengan demikian konselor yang berkesempatan mempelajarinya akan memiliki kemampuan untuk melaksanakan konseling individual berdasarkan pada pendekatan realita. Dalam makalah ini, penyusun berusaha menjelaskan tentang konseling realita yang di dalamnya meliputi tentang falsafah pendekatan konseling realita dan proses konseling. II. Rumusan Masalah 1

Upload: varizalamir

Post on 05-Dec-2014

4.531 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Pendekatak konseling realita

PENDEKATAN KONSELING REALITA

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar belakang

Konseling Realita pada hakekatnya menentang pendekatan konseling lain

yang memperlakukan konseli sebagai individu yang sakit. Diketahui bahwa

konseling ini sangat popular di kalangan petugas bimbingan sekolah dan tempat-

tempat rehabilitasi. Di samping itu konseling realita memerankan konselor

sebagai guru yang menciptakan kondisi yang kondusif mengajar, dan memberi

contoh, serta mengajak konseli untuk menghadapi relita.

Oleh karena setiap orang, termasuk siswa, selalu dihadapkan pada

kenyataan (realita) hidup, maka pendekatan ini tepat untuk dipelajari dan dikuasai

untuk diterapkan oleh konselor. konselor mengajarkan tingkah laku yang

bertanggung jawab. Dengan demikian konselor yang berkesempatan

mempelajarinya akan memiliki kemampuan untuk melaksanakan konseling

individual berdasarkan pada pendekatan realita.

Dalam makalah ini, penyusun berusaha menjelaskan tentang konseling

realita yang di dalamnya meliputi tentang falsafah pendekatan konseling realita

dan proses konseling.

II. Rumusan Masalah

a. Bagaimana falsafah pendekatan konseling realita?

b. Bagaimana karakteristik konseling realita?

c. Bagaimana hakikat manusia dalam konseling realita?

d. Bagaimana pandangan tentang pribadi individu?

e. Bagaimana proses terapeutik dalam konseling realita?

III. Tujuan

a. Untuk mengetahui lebih jauh tentang falsafah konseling realita

b. Untuk mengetahui apa saja karakteristik dalam konseling realita

c. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hakikat manusia

1

Page 2: Pendekatak konseling realita

d. Untuk mengetahui pandangan pribadi individu

e. Untuk mengetahui lebih jauh tentang proses terapeutik dalam konseling realita

Falsafah Pendekatan Konseling Realita

Konseling realita dicetuskan oleh William Glasser yang lahir pada tahun

1925 dan menghabiskan masa kanak-kanak dan remajanya di Cliveland, Obio,

serta dikembangkan oleh Robert Wubbolding. Pertumbuhan Glasser relatif tanpa

hambatan, sehingga ia memahami dirinya sebagai lelaki yang baik. Glasser

meninggalkan kota kelahirannya setelah ia masuk ke perguruan tinggi.

Pada mulanya Glasser belajar di bidang teknik kimia di Universitas Case

Institute Of Technology. Pada usia 19 tahun ia dilaporkan sebagai penderita

shyness atau rasa malu yang akut. Ia kemudian mengikuti latihan psikiatri pada

Veterans Administration Center (Pusat Administrasi Veteran) di Los Angeles

Barat, melewatkan tahun terakhirnya di University of California di Los Angeles

pada tahun 1957, dan menggondol sertifikat pada tahun 1961.

Pada tahun 1956 glasser menjabat sebagai psikiatris pembimbing pada

Sekolah Putri di Ventura, sebuah sekolah untuk perawatan anak nakal milik

negara bagian California. Pengalaman ini lebih menebalkan lagi keyakinannya

betapa teknik dan konsep psikoanalitik itu tidak banyak manfaatnya, oleh

karenannya ia mulai mengembangkan dan bereksperimen dengan pendekatan

terapeutik yang berbeda, yang pada banyak seginya sangat berlawanan dengan

psikoanalisis gaya Freud. Pada tahun 1961 Glasser menerbitkan bukunya yang

pertama, Mental Health or Mental Illness? ( Kesehatan Mental atau Sakitnya

Mental?)yang memberi landasan pada terapi realitas.

Pada dasarnya, model ini telah dikembangkan pada1950-an dan 1960-an.

Mula-mula model ini tidak mempunyai teori sistematik tetapi menekankan

individu bertanggung jawab untuk apa yang mereka lakukan. Pada mulanya

Glasser mulai mengajar teori kendali (control theory), yang mengkondisikan

bahwa semua orang mempunyai aneka pilihan tentang apa yang mereka lakukan.

Menjelang tahun 1965 pada waktu ia menerbitkan bukunya Terapi Realitas, dia

mampu menyatakan keyakinan dasarnya, yaitu bahwa kita semua

2

Page 3: Pendekatak konseling realita

bertanggungjawab atas pilihan yang kita ambil untuk kemudian kita lakukan

dalam hidup ini dan bahwa dalam lingkungan terapeutik yang hangat dan tidak

bernada hukuman kita bersedia untuk belajar lebih banyak lagi untuk menentukan

pilihan yang lebih efektif, atau cara yang lebih bertanggungjawab terhadap

kehidupan kita ini.

Terapi realitas bertumpu pada ide sentral bahwa kita memilih sendiri

perilaku kita dan oleh karenanya bertanggungg jawab tidak hanya atas apa yang

kita lakukan tetapi juga atas bagaiman kita berpikir dan juga merasakan.

Pada 1996 Glasser meninjau kembali teori ini dan menamakannya teori

pilihan (choice theory), yang menyediakan suatu kerangka kerja tentang mengapa

dan bagaimana orang-orang berbuat. Teori Pilihan mempunyai kaitan dengan

dunia fenomena konseli dan menekankan cara pandang subjektif di mana konseli

merasa dan bereaksi kepada dunia mereka dari lokus evaluasi internal. Perilaku

dipandang sebagai usaha terbaik untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

Perilaku adalah penuh arti, dirancang untuk menutup senjang antara apa yang kita

inginkan dan apa yang kita rasa sedang menjadi pada kita. Perilaku spesifik selalu

diturunkan dari kesenjangan ini. Perilaku kita datang dari dalam, dan dengan

begitu kita memilih tujuan kita sendiri.

Karakteristik Konseling Realita

1. Antideterministik, menolak adanya determinan yang membatasi

perkembangan perilaku, sebaliknya, perkembangan perilaku yang bermacam-

macam adalah sangat dimungkinkan.

2. Menekankan pada problem solving, konseling pada akhirnya harus dapat

menemukan cara-cara mengatasi masalah.

3. Berorientasi pada tindakan (action), putusan yang diambil konseling harus

terwujud dalam perilaku nyata, tidak dianggap selesai pada tahap pemahaman

saja.

4. Bersifat aktif - direktif, dan didaktif, sehingga jelas bahwa kadar

pembelajaran dan pengarahan dalam konseling tinggi.

3

Page 4: Pendekatak konseling realita

5. Reality therapy tidak menerima sakit mental; diasumsikan konselor tidak

terlibat dengan orang sakit mental yang tidak memiliki tanggung jawab atas

perilakunya.

6. Berorientasi pada masa kini dan akan datang

7. Tidak menekankan transferensi

8. Konselor mengajarkan realitas kepada klien mengenai cara-cara yang lebih

baik dalam meemnuhi kebutuhannya secara bertanggung jawab.

9. Konselor realitas menekankan pada aspek moral dari tingkah laku individu.

A. Hakikat Manusia

1. Karakter Manusia

a. Manusia adalah makhluk rasional (Rational Being)

b. Manusia memiliki potensi dan dorongan untuk belajar dan tumbuh

(growth force)

c. Manusia memiliki kebutuhan dasar (basic needs)

Dalam pandangannya Glasser mempunyai pandangan bahwa semua manusia

memiliki kebutuhan dasar, kebutuhan dasar manusia meliputi:

kebutuhan bertahan hidup (survival),

mencintai dan dicintai (love and belonging),

kekuasaan atau prestasi (power or achievement),

kebebasan atau kemerdekaan (freedom or independence),

dan kesenangan (fun) (Corey, 2005).

d. Manusia memerlukan hubungan dengan orang lain

e. Manusia selalu menilai tingkah lakunya

f. Manusia terikat pada 3R

Responsibility (Tanggung Jawab)

Glasser mendefinisikan tanggung jawab sebagai kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan dirinya dengan cara yang tidak merugikan, merampas atau

mengorbankan orang lain dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sejauh individu

bertanggung jawab dalam perbuatannya, sesungguhnya dia telah mencapai

identitas sukses atau berhasil dan bermental sehat. Dan demikian pula sebaliknya,

4

Page 5: Pendekatak konseling realita

jika manusia itu “sakit”dia akan membuat alasan-alasan atas perbuatannya yang

tidak bertanggung jawab.

Menurut Glasser, bukannya mental sehat yang menjadikan seseorang

bertanggung jawab, tetapi tanggung jawablah yang menjadikan orang sehat.

Reality (Realitas)

Realitas merupakan fenomena yang dapat diamati, fakta-fakta yang

tersusun dalam kenyataan. Realitas harus dipandang apa adanya, bukan menurut

persepsi tiap individu. Bahkan individu tidak dapat memenuhi kebutuhannya

merupakan realitas yang harus diterima.

Right (Kebenaran, Keputusan Baik Buruk)

Individu menilai perilakunya dengan melihat standar moral yang berlaku.

Dalam realitas masyarakat yang ada, telah terdapat standar moral yang merupakan

pembanding atas tingkah laku mereka dari segi benar-salah atau baik-buruk. Oleh

karena itulah keputusan atau pertimbangan moral dipandang sebagai pembimbing

perilaku manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, Glasser menyatakan bahwa

dia tidak mengusulkan kode-kode moral tertentu dalam kehidupan, akan tetapi ada

prinsip-prinsip moral yang umumnya berlaku atau diterima kelompok masyarakat

mana pun.

2. Pandangan tentang Pribadi Individu

a. Pribadi Sukses

Adanya kemampuan mengevaluasi hidup

Bertindak dan berbuat secara efektif

Adanya kemampuan mengontrol perilakunya.

Adanya sikap 3R (right, responsibility, reality).

Selain itu, untuk mencapai success identity seorang individu memiliki dua

kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu:

kebutuhan dicintai dan mencintai.

Kebutuhan akan pebergunaan dan keberhargaan

b. Pribadi Gagal

5

Page 6: Pendekatak konseling realita

Penyimpangan perilaku seseorang berkaitan langsung dengan

ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Semakin menyimpang

perilaku seseorang menunjukan semakin besarnya kebutuhan dasar yang tidak

terpenuhi.

Perilaku malasuai dapat muncul dalam berbagai tingkat usia, tetapi

biasanya penyebabnya ditemukan pada awal masa kanak-kanak: 2- 5 tahun dan 5

– 10 tahun, masa anak dalam asuhan orang tua dan awal masuk sekolah.

Lingkungan seolah merupakan sumber lain bagi kegagalan anak. Sekolah menjadi

salah satu yang mungkin mengarahkan anak dalam kegagalan. Sebab sekolah

biasanya lebih banyak menunjukannya seperti ; menghukum anak bodoh, itu

wujud kurang perhatian secara pribadi kepada mereka. Glasser mengamati bahwa

banyak anak-anak yang membutuhkan cinta dan harga diri, yang semula memang

kurang sejak dari rumah, dan juga tidak ditemukan di sekolah, sehingga semakin

meningkatlah identitas kegagalannya.

Individu yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan mengalami

penderitaan psikologis ( psychological pain ) yang merupakan tanda ia

bermasalah. Secara ingstingtif individu yang demikian akan berusaha mengatasi /

mereduksi penderitaannya melalui keterlibatan dengan invidu yang lain. Jika

berhasil maka penderitaannya dapat berkurang dan dapat dikatakan ia telah

menemukan cara yang baik dalam belajar memenuhi kebutuhannya secara efektif.

Begitu pula sebaliknya jika gagal mungkin dia akan mengalami penderitaan yang

lebih parah.

Gambaran perilaku malasuai dan penyebabnya

c.

d.

e.

6

Kegagalan orang tua dan sekolah untuk terlibat secara emosional

Self - involvement

Lingkaran kegagalan

Kebutuhan tak terpenuhi

Page 7: Pendekatak konseling realita

f.

B. Konseling Realita

1. Konsep Utama

Penekanan konseling realitas adalah pada asumsi akan tanggung jawab

pribadi dan pada urusan terhadap kekinian. Konselor membantu konseli

memperoleh kekuatan psikologis untuk menerima tanggung jawab pribadi atas

hidup mereka dan membantu mereka belajar berbagai cara untuk memperoleh

kembali kendali hidup mereka dan untuk hidup lebih efektif. Konseli ditantang

untuk menguji apa yang mereka lakukan, pikirkan, dan rasakan untuk

mendapatkan gambaran jika ada suatu cara lebih baik bagi keberfungsian mereka.

Konseli melakukan evaluasi diri yang eksplisit atas tiap komponen perilaku untuk

menentukan dan memutuskan jika mereka ingin berubah.

2. Kondisi Pengubahan

a. Tujuan Konseling

Konseling realita membantu individu mencapai otonomi. Otonomi

merupakan keadaan kematangan yang menyebabkan orang mampu melepaskan

dukungan lingkungan dan menggantikannya dengan dukungan pribadi atau diri

sendiri (internal). Tujuan konseling keseluruhan model ini adalah untuk

membantu orang menemukan jalan lebih baik dalam memenuhi kebutuhan

mereka untuk: survival, cinta dan kepemilikan, kekuasaan/prestasi, kebebasan,

dan kesenangan. Pengubahan perilaku perlu menghasilkan kepuasan atas

kebutuhan dasar ini. Tujuan lain di samping perubahan tingkah laku meliputi

pertumbuhan pribadi, peningkatan, perbaikan lifestyle, dan pengambilan

keputusan yang lebih baik.

b. Peran Konselor

Motivator, yang mendorong klien untuk :

menerima dan memperoleh keadaan nyata,baik dalam perbuatan maupun

harapan yang ingin dicapainya;dan

7

Tidak mau belajar menerapkan 3R dan kurang memiliki ketrampilan verbal, sosial, dan intelektual

Page 8: Pendekatak konseling realita

merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri,sehingga klien

tidak menjadi individu yang hidup selalu ketergantungan yang dapat

menyulitkan dirinya sendiri.

Penyalur tanggung jawab, sehingga :

keputusan terakhir berada di tangan klien;

klien sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam menilai

perilakunya sendiri.

Moralis;

Orang yang memegang peranan untuk menentukan kedudukan nilai dari

tingkah laku yang dinyatakan kliennya. Terapis akan memberi pujian apabila

klien bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila

tidak dapat bertanggung jawab terhadap perilakunya.

Guru;

Orang yang berusaha mendidik klien agar memperoleh berbagai

pengalaman dalam mencapai harapannya.

Pengikat janji (kontraktor);

Artinya peranan terapis punya batas-batas kewenangan, baik berupa limit

waktu, ruang, lingkup, kehidupan klen yang dapat dijajagi maupun akibat yang

ditimbulkannya.

c. Peran Konseli

Praktek terapi realitas mulai dengan usaha konselor untuk menciptakan

lingkungan yang mendukung di mana klien dapat memulai membuat perubahan

dalam hidupnya. Konselor harus bisa terlibat dalam hidup kliennya dengan

menciptakan iklim saling mempercayai, dengan cara melalui kombinasi proses

mendengarkan dan mengajukan pertanyaan trampil serta mengeksplorasi

gambaran yang ada dalam benak klien berupa keinginannya, kebutuhannya, dan

persepsinya. Dengan demikian klien diharapkan dapat :

Mengevaluasi hidup

Bergerak ke arah yang lebih efektif

8

Page 9: Pendekatak konseling realita

Bergerak maju melalui eksplorasi keinginan-keinginan kebutuhan, dan

persepsinya.

Mengeksplorasi perilaku total.

Menentukan perilaku baru.

Membuat rencana yang membawa ke arah perubahan.

Komitmen terhadap rencana yang telah dibuatnya.

3. Situasi Hubungan

Konseling realita didasarkan pada hubungan pribadi dan keterlibatan

antara klien dan konselor. Konselor dengan kehangatan, pengertian, penerimaan,

dan kepercayaan pada kapasitas orang untuk mengembangkan identitas berhasil,

harus mengomunikasikan dirinya kepada klien bahwa dirinya membantu. Melalui

keterlibatan prbadi dengan konselor, klien banyak belajar mengenai hidup

ketimbang memusatkan pada mengungkap kegagalan dan tingkahlaku yang tidak

bertanggungjawab. Konselor juga menunjukkan bantuannya melalui menolak

untuk memberikan celaan atau mengampuni klien. Konselor cukup membantu

melalui memandangnya atas dasar apa yang mereka dapat lakukan ketika

menghadapi realita hidup. Bersamaan dengan hubungan yang hangat ini

rintangan-rintangan akan terhindarkan.

4. Mekanisme Pengubahan

a. Prosedur atau Tahap-Tahap Konseling

Prosedur yang spesifik dari praktik konseling realitas ini oleh Wubbolding

diringkas dalam model "WDEP". Secara garis besar langkah atau prosedur

WDEP:

Langkah 1 : Keterlibatan (involvement: focus on personal)

Pengembangan Keterlibatan dalam tahap ini konselor mengembangkan

kondisi fasilitatif konseling, sehingga konseli terlibat dan mengungkapkan apa

yang dirasakannya dalam proses konseling

Langkah 2 : Eksplorasi Keinginan, Kebutuhan dan Persepsi (wants and

needs)

Dalam tahap eksplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi konselor

9

Page 10: Pendekatak konseling realita

berusaha mengungkapkan semua kebutuhan konseli dan beserta persepsi konseli

terhadap kebutuhannya. Eksplorasi kebutuhan dan keinginan dilakukan terhadap

kebutuhan dan keinginan dalam segala bidang. Berikut ini beberapa pertanyaan

yang dapat digunakan untuk panduan mengeksplorasi kebutuhan dan keinginan

konseli.

Kepribadian seperti apa yang kamu inginkan?

Jika kebutuhanmu dan keluargamu sesuai, maka kamu ingin keluargamu

seperti apa?

Apa yang kamu lakukan seandainya kamu dapat hidup sebagaimana yang

kamu inginkan?

Apakah kamu benar-benar ingin mengubah hidupmu?

Apa keinginan yang belum kamu penuhi dalam kehidupan ini?

Langkah 3 : Eksplorasi Arah dan Tindakan (direction and doing).

Eksplorasi tahap ini dilakukan untuk mengetahui apa saja yang telah

dilakukan konseli guna mencapai kebutuhannya. Tindakan yang dilakukan oleh

konseli yang dieksplorasi berkaitan dengan masa sekarang. Tindakan atau

perilaku masa lalu juga boleh dieksplorasi asalkan berkaitan dengan tindakan

masa sekarang dan membantu individu membuat perencanaan yang lebih baik di

masa mendatang. Dalam melakukan eksplorasi arah dan tindakan, konselor

berperan sebagai cermin bagi konseli. Tahap ini difokuskan untuk mendapatkan

esadaran akan total perilaku konseli. Membicarakan perasaan konseli bisa

dilakukan asalkan dikaitkan dengan tindakan yang dilakukan oleh klien. Beberapa

bentuk pertanyaan yang dapat digunakan dalam tahap ini: “Apa yang kamu

lakukan?”, “Apa yang membuatmu berhenti untuk melakukan yang kamu

inginkan?”

Fase 4 : Evaluasi Diri (self evaluation)

Tahap ini dilakukan oleh konselor untuk mengevaluasi tindakan yang dilakukan

konseli dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya: keefektifan dalam

memenuhi kebutuhan. Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk

memandu tahapan ini:

a. Apakah yang kamu lakukan menyakiti atau membantumu memenuhi

kebutuhan?

10

Page 11: Pendekatak konseling realita

b. Apakah yang kamu lakukan sekarang seperti yang ingin kamu lakukan?

c. Apa perilakumu sekarang bermanfaat bagi kamu?

d. Apakah ada kesesuaian antara yang kamu lakukan dengan yang kamu

inginkan?

Setelah proses evaluasi diri ini diharapkan konseli dapat malakukan evaluasi diri

bagi dirinya secara mandiri.

Langkah 5 : Rencana dan Tindakan (planning)

Ini adalah tahap terakhir dalam konseling realitas. Di tahap ini konselor

bersama klien membuat rencana tindakan guna membantu konseli memenuhi

keinginan dan kebutuhannya. Perencanaan yang baik harus memenuhi prinsip

SAMIC3, yaitu:

a. Sederhana (simple)

b. Dapat dicapai (attainable)

c. Dapat diukur (measureable)

d. Segera dilakukan (immediate)

e. Keterlibatan konseli (involeved)

f. Dikontrol oleh pembuat perencanaan atau konseli (controlled by planner)

g. Komitmen (commited)

h. Secara terus-menerus dilakukan (continuously done)

Ciri-ciri rencana yang bisa dilaksanakan klien:

a. Rencana itu didasari motivasi dan kemampuan klien

b. Rencana yang baik sederhana dan mudah dipahami

c. Rencana berisi runtutan tindakan yang positif

d. Konselor mendorong klien untuk melaksanakan rencana secara independen

e. Rencana yang efektif dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari dan berulang-

ulang

f. Rencana merupakan tindakan yang berpusat pada proses, bukan hasil Sebelum

rencana dilaksanakan, dievaluasi terlebih dahulu apakah realistis dan dapat

dilaksanakan Agar klien berkomitmen terhadap rencana, rencana dibuat tertulis

dan klien bertanda tangan di dalamnya.

Langkah 6 : Evaluasi Pelaksanaan Rencana

11

Page 12: Pendekatak konseling realita

Sebenarnya, pada langkah perencanaan, konseling dapat dikatakan

berakhir. Namun demikian dalam kenyataannya beberapa konseli tidak akan

melaksanakan rencananya . dalam hal ini konselor dapat menekankan kepada

konseli bahwa seharusnya mereka harus dapat bertanggung jawab atas rencana

yang telah dibuatnya sendiri.

b. Teknik-teknik dan Prosedur-prosedur utama

Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal.

Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi

klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk

mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan

identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:

Terlibat dalam permainan peran dengan klien

Menggunakan humor

Mengkonfrontasi klien dan menolak dalih apapun

Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi

tindakan

Bertindak sebagai model dan guru

Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi

Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk

mengkonfrontasi klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis

Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih

efektif.

C. Kelemahan dan Kelebihan

1. Kekurangan

Tidak memberi penekanan cukup pada perasaan, ketaksadaran, nilai

terapis bermimpi, penempatan pemindahan/transferensi dalam konseling,

pengaruh trauma awal masa kanak-kanak, dan kekuatan masa lalu untuk

mempengaruhi kepribadian seseorang. Ada suatu kecenderungan model ini untuk

mengurangi peran yang rumit dari lingkungan sosial dan budaya seseorang dalam

membentuk perilaku. Mungkin ini lebih merupakan tritmen yang berorientasi

gejala dan mengabaikan suatu explorasi isu emosional yang lebih dalam.

12

Page 13: Pendekatak konseling realita

2. Kelebihan

Jantung konseling Realitas terdiri atas menerima tanggung jawab pribadi

dan pemerolehan kendali yang lebih efektif. Setiap orang mempunyai tanggung

jawab pada hidup mereka bukannya menjadi korban keadaan di luar kendali

mereka. Model Konseling ini mengajar konseli untuk memusatkan pada apa yang

mereka mampu dan ingin lakukan saat ini untuk mengubah perilaku mereka.

Teori ini terdiri dari konsep sederhana dan jelas serta prinsip-prinsipnya

dapat digunakan oleh orang tua, para guru, pelayan/pejasabantuan, pendidik, para

manajer, konsultan, para penyelia, karyawan kemasyarakatan, dan konselor.

13

Page 14: Pendekatak konseling realita

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konseling merupakan proses belajar yang menekankan dialog rasional

dengan konseli. Konselor secara verbal aktif mengajukan banyak prtanyaan

tentang situasi kehidupan konseli sekarang. konselor menggunakan petanyaan

pada seluruh proses konseling untuk membantu konseli menyadari

tingkahlakunya, membuat pertimbangan nilai atas tingkahlakunya, dan

membangun rencana pengubahan tingkahlaku.

Disamping mengajukan pertanyaan-pertanyaan konselor secara verbal

aktif dalam berbagai cara. Konselor mengikat konseli dengan percakapan yang

menarik dan menyenagkan, yang kadang-kadang tidak berhubungan dengan

masalah konseli saat itu; konselor menggunakan humor, diskusi, sebagai bagian

penting dari konseli. Konfrontasi verbal kadang-kadang juga digunakan,

khususnya bila konselor menerima tiada ampunan. Sebaliknya, diam yang

berkepanjangan antara konselor dan konseli merupakan kejadian yang jarang

terjadi dalam konseling ini. Glasser memandang cara ini (diam) sebagai teknik

konseling yang kurang berpengaruh. Glasser mengharapkan konselor secara

verbal aktif sebagai hal yang diperlukan untuk tetap terlibat dengan konseli.

B. Saran

Konselor dalam menggunakan konseling realita ini sebaiknya juga

menggunakan konseling yang lainnya, agar konseling yang dijalankan dapat

berjalan dengan baik dan tidak bergantung pada konseling realita saja.

14

Page 15: Pendekatak konseling realita

SUMBER RUJUKAN

Corey, Gerald. 1999. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:

Rafika Aditama

Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:

Rafika Aditama

Fauzan, Lutfi dan Sudjiono. 1991. Modul Reality Therapy Sebagai Pendekatan

Rasional dalam Konseling Kelompok. IKIP Malang

Fauzan, Lutfi. 1994. Pedekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang

Emas

http://inunkchubb.blogspot.com/2010/05/reality- konselling.html?zx=a5a1a3f5e72d0df, diakses dan diunduh pada Senin, 28 Maret 2011, pukul 13.58

http://smphasyimasyari.blogspot.com/2009/05/model-model-konseling.html, diakses dan diunduh pada, Senin 28 Maret 2011, pukul 13.57

http://www.lailil.co.cc/2010/12/terapi-realita.html, diakses dan di unduh pada Senin, 28 Maret 2011, pukul 13.59 WIB

15