wrap up skenario nyeri uluhati blok git

35
BLOK GASTROINTESTINAL NYERI ULU HATI WRAP UP KELOMPOK B-6 KETUA : Muhammad Darmawan Saputra 1102011174 SEKRETARIS :Widyanisa Dwianasti 1102011291 ANGGOTA : Muhammad Iskandar 1102010183 Marinda Ramadhany 1102011155 Nadia Fitrisia 1102011187 Prayogo Budhi Prabowo 1102011209 Rahma Wirda 1102011219 Raisa Destya Adliza 1102011220 Tenny Widya Sari 1102011277 1

Upload: widyanisa-dwianasti

Post on 26-Sep-2015

57 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Blok GIT

TRANSCRIPT

BLOK GASTROINTESTINAL

NYERI ULU HATI

WRAP UP

KELOMPOK B-6

KETUA: Muhammad Darmawan Saputra1102011174

SEKRETARIS:Widyanisa Dwianasti1102011291

ANGGOTA: Muhammad Iskandar1102010183

Marinda Ramadhany1102011155

Nadia Fitrisia1102011187

Prayogo Budhi Prabowo1102011209

Rahma Wirda1102011219

Raisa Destya Adliza1102011220

Tenny Widya Sari1102011277

Tia Syalita1102011278

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

Jakarta

2012/2013

Nyeri Ulu Hati

Seorang wanita, Ny. M 55 tahun datang ke Poliklinik Yarsi karena sering merasakan nyeri ulu hati sejak kera mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit untuk mengatasi nyeri sendi yang ia alami sejak 2 tahun ini. Pada saat itu dokter pernah memberikan obat untuk mengatasi rasa nyeri pada lambungnya. Ia juga merasa khawatir ada masalah pada saluran cerna karena melihat buang air besar (BAB) berwarna hitam sejak 1 minggu yang lalu. Dari riwayat penyakit diketahui bahwa ia tidak pernah terlambat makan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium feses didapatkan darah samar tinja positif. Dokter kemudian merawat Ny. M, dan melakukan bilasan lambung dengan hasil cairan berwarna kemerahan dan tidak jernih.

Sebelum diijinkan pulang, dokter menjelaskan mengapa Ny. M mengalami penyakit ini, serta membekalinya dengan beberapa obat.

Sasaran Belajar

L.O 1Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster

1.1 Anatomi Makroskopis gaster

1.2 Anatomi Mikroskopis gaster

L.O 2Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster

2.1 Motilitas Gaster

2.2Fungsi dan sekresi sel-sel pada gaster

L.O 3Memahami dan Menjelaskan Biokimia Gaster

L.O 4Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dispepsia

4.1 Definisi Sindrom Dispepsia

4.2Epidemiologi Sindrom Dispepsia

4.3Etiologi dan klasifikasi Sindrom Dispepsia

4.4Patofisiologi Sindrom Dispepsia

4.5Diagnosis dan Pemeriksaan penunjang pada sindrom dispepsia

4.6Diagnosis banding dari sindrom dispepsia

4.7Tatalaksana Sindrom Dispepsia

4.8Prognosis Sindrom Dispepsia

L.O.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster

L.I.1.1 Anatomi Makroskopis Gaster

Gaster adalah organ berbentuk koma (,), terletak pada bagian superior kiri rongga abdomen dibawah diafragma. Semua bagian kecuali sebagian kecil, terletak pada bagian kiri garis tengah. Ukuran dan bentuk gaster bervariasi dari satu individu ke individu lain, tergantung :

1. Banyaknya isi pada gaster

1. Lanjutnya pencernaan

1. Kekuatan otot otot pada gaster

1. Keadaan usus usus disekelilingnya

Bagian-bagian gaster dapat dibagi dalam :

1. Cardia, tempat muara oesophagus kedalam lumen

1. Fundus, bagian yang menonjol ke kranial disebelah kiri oesophagus

1. Corpus, bagian dari tempat muara oesophagus sampai tempat terkaudal

1. Pars pylorica, bagian dari tempat terkaudal sampai akhir ventriculus

1. Pylorus, tempat terakhir ventrikulus

Pada batas antara corpus dan pars pylorica, lengkung venriculus lebih membuat suatu sudut atau angulus dengan incisura yang melintang disebut incisura angularis. Pada pylorus terdapat tempat yang sempit disebut isthmus dengan vena yang berjalan melintang. Terdapat serabut serabut yang berjalan melingkar membentuk m. Sfingter pylori.

Gambar 1.1 Gaster

Persarafan pada lambung

Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis untuk lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.

Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum. Serabut-serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus auerbach dan submukosa ( meissner ) membentuk persarafan intrinsic dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.

Aliran darah pada lambung

Suplai pembuluh darah berasal dari beberapa arteri utama yaitu:

1. A.Gastrika kiri, cabang aksis coeliacus berjalan sepanjang kurvatura minor.

2. A.Gastrika kanan, cabang a.hepatica, beranastomose dengan a.gastrika kiri.

3. A.Gastroepiploika kanan, cabang a.gastroduodenal yang merupakan cabang a.hepatica, memperdarahi lambung yang berjalan pada kurvatura mayor.

4. A.Gastroepiploika kiri, cabang a.lienalis dan beranastomosis dengan a. gastroepploika kanan.

5. Pada fundus terdapat a. gastrika brevis, cabang dari arteri lienalis.

L.I.1.2 Anatomi Mikroskopis Gaster

1. Tunika mukosa gaster :

0. Membran mukosa tebal, pada keadaan kosong mengkerut menjadi rugae

0. Permukaan mukosa terbagi oleh daerah cekungan dangkal disebut foveola gastrica, pada setiap foveola terdapat gastric pit, lubang yang berbentuk sumuran menuju ke bawah

0. Epitelnya mukosanya sel epitel selapis torak dan jarak antar sel berhimpit dan menjadi bagian membentuk sawar mukosa gaster

0. Pada tiap-tiap bagian gaster, tunika mukosanya menmpunyai ciri khas masing-masing yang dapat dibagi menjadi:

0. Daerah cardia

Foveola lebar dan dalam

Kelenjar amat sedikit, berbentuk tubular simplek bercabang

Sel kelenjar adalah sel mukosa, mirip sel mukosa pada sel pylorus

Kelenjar pendek pendek dan agak bergelung

0. Daerah fundus dan korpus

Foveola sempit, gastric pit pendek

Kelenjar fundus menempati 2/3 lambung berupa kelenjar tubulosa panjang lurus dan bercanggah dua ( bifurcatio )

Kelenjar tebagi atas bagian isthmus leher dan basis

0. Daerah pylorus

Merupakan 20% dari lambung, berlanjur dengan duodenum

Gastric pit lebih dalam, bercabang dan bergelung

Kelenjar pylorus menyerupai kelenjar cardia

Mensekresi enzim lisosom

Antara sel mukus terdapat sel gastrin, yang merangsang pengeluaran asam pada kelenjar lambung

1. Sel-sel pada gaster

1. Sel mukosa isthmus

i. Pada bagian atas kelenjar

ii. Merupakan peralihan sel gastric pit dan bagian leher kelenjar

iii. Sel rendah, granula mukus lebih sedikit, mensekresi mukus netral

1. Sel parietal

i. Pada setengah bagian bagian atas kelenjar, jarang pada basis

ii. Tersisip antara sel mukus leher, berbentuk piramid, inti sferis ditengah, berwarna eosinofil

iii. Menghasilkan

HCl

Gastric intrinsic factor untuk absorbsi vitamin B12

1. Sel mukosa leher

i. Pada leher kelenjar, berupa kelompokan sel maupun tunggal diantara sel parietal

ii. Mensekresi mukus asam, kaya glikosaminoglikan, berbeda dengan mukus permukaan yang netral

iii. Bentuk tidak teratur, inti pada basis sel, granula ovoid/sferis pada apikal sel

1. Sel zymogen

i. Sel utama, terdapat dalam jumlah besar, terutama di korpus kelenjar

ii. Sel serosa, berwarna basofil, terdapat granula zymogen pada daerah apikal sel

iii. Mensintesa protein, granula berisi enzim pepsinogen dalam bentuk inaktif

iv. Pada manusia menghasilkan :

Pepsin ( proteolitik aktif )

Lipase ( enzim lipolitik )

1. Sel argentaffin

i. Terdapat pada dasar kelenjar, terselip diantara chief cell

ii. Granula padat terdapat di basal sel

iii. Merupakan kelenjar endokrin uniselular

iv. Mensekresi serotonin

Gambar 1.2 Anatomi Mikroskopis Gaster

L.O.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster

L.O.2.1 Motilitas Gaster

Ada 4 aspek pada motilitas gaster :

1. Pengisian lambung

Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai sekitar 1000 ml ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20x lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intra lambung jika tidak terdapat dua faktor ini :

Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar. Dengan demikian, pada saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat lambung menyerah (melemas) tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot. Namun, peregangan yang melebihi batas akan memicu kontraksi yang dapat menutupi perilaku plastisitas yang pasif tersebut.

Interior lambung membentuk lipatan-lipatan dalam yang dikenal sebagai rugae. Selama makan lipatan-lipatan tersebut mengecil dan mendatar pada saat lambung sedikit demi sedikit melemas karena terisi, seperti pengembangan perlahan-lahan kantung es yang semula kolaps lalu terisi. Relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan ini disebut relaksaksi reseptif.

2. Penyimpanan lambung

Pola depolarisasi spontan ritmik di sepanjang lambung menuju sfingter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit disebut Basic Electrical Rhythm (BER) lambung, berlangsung secara terus-menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung bagian fundus bagian atas. Di fundus dan korpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari esophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.

3. Pencampuran lambung

Kontraksi peristaltic lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltic antrum mendorong kimus ke depan ke arah sfingter pylorus. Kontraksi tonik sfingter pylorus dalam keadaan normal menjaga sfingter hampir tetapi tidak seluruhnya tertutup rapat. Lubang yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, tetapi terlalu kecil untuk kimus yang kental untuk lewat, kecuali apabila kimus terdorong oleh kontraksi peristaltic yang kuat. Walaupun demikian, dari 30 ml kimus yang dapat ditampung antrum, hanya beberapa ml isi antrum yang terdorong ke duodenum oleh setiap gelombang peristaltik. Sebelum lebih banyak kimus yang dapat diperas keluar, gelombang peristaltic sudah mencapai sfingter pylorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Gerakan maju mundur tersebut disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.

4. Pengosongan lambung

Kontraksi peristaltik antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung, juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap gelombang peristaltic sebelum sfingter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristaltic. Semakin tinggi eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan potensial aksi, semakin besar aktifitas peristaltic di antrum dan semakin cepat pengosongan lambung.

Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Isi lambung harus diubah menjadi bentuk cairan kental merata sebelum dikosongkan. Semakin cepat derajat keeenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.

Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenum lah yang lebih penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung.

4 faktor duodenum terpenting yang mempengaruhi pengosongan lambung adalah :

1. Lemak

Lemak, dicerna dan diserap lebih lambat dibandingkan dengan nutrien lain. Selain itu, pencernaan dan penyerapan lemak hanya berlangsung di dalam lumen usus halus. Oleh karena itu, apabila di duodenum sudah terdapat lemak, pengosongan isi lambung yang berlemak lebih lanjut ke dalam duodenum ditunda sampai usus halus selesai mengolah lemak yang sudah ada disana.

1. Asam

Asam, karena lambung mengeluarkan asam Hidroclorida, kimus yang sangat asam dikeluarkan ke dalam duodenum, tempat kimus tersebut mengalami netralisasi oleh natrium bikarbonat (NaHCO3) yang disekresikan ke dalam lumen duodenum oleh pancreas. Dengan demikian, asam yang tidak dinetralkan di duodenum menghambat pengosongan isi lambung yang asam lebih lanjut sampai proses netralisasi selesai.

1. Hipertonisitas

Hipertonisitas dan peregangan maksudnya bergantung pada jumlah dan tingkat keenceran dari kimus yang nantinya berpengaruh pada kerja duodenum. Semakin banyak dan semakin pekat maka duodenum akan semakin ekstra bekerja untuk menyerap makanan dan berusaha memperlambat pengosongan lambung. Namun sebaliknya, semakin encer dan sedikit kimus yang ada semakin ringan pula kerja dari duodenum dan semakin cepat melakukan pengosongan lambung.

1. Peregangan

Adanya satu atau lebih rangsangan tersebut di duodenum mengaktifkan reseptor duodenum yang sesuai, kemudian memicu respon syaraf atau hormon untuk mengerem motilitas lambung dan memperlambat pengosongan lambung dengan menurunkan eksitabilitas otot polos lambung. Respon syaraf diperantai oleh pleksus syaraf intrinsic (refleks pendek) dan syaraf otonom (refleks panjang). Secara kolektif, refleks-refleks tersebut disebut refleks enterogastric.

Refleks hormon melibatkan pengeluaran dari mukosa duodenum beberapa hormon yang secara kolektif disebut enterogastron. Hormon-hormon itu diangkut oleh darah ke lambung, tempat mereka menghambat kontraksi antrum untuk mengurangi pengosongan lambung. 3 dari enterogastron tersebut sudah diketahui mendalam : sekretin, kolesistokini , dan peptida inhibitorik lambung. Juga terdapat faktor diluar sistem pencernaan yang mempengaruhi pengosongan lambung, yaitu : emosi yang dapat merangsang atau pun menghambat pengosongan lambung, nyeri hebat yang dapat menghambat motilitas dan pengosongan, penurunan pemakaian glukosa di hipothalamus yang dapat merangsang motilitas.

L.2.2 Sekresi dari sel-sel pada gaster beserta fungsinya

Mukosa , lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar dan hormon pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya, yaitu :

1. Kelenjar kardia

Terletak didekat orifisium kardia dan menyekresikan mukus.

1. Kelenjar fundus atau gastrik

Terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus. Kelenjar gastrik memiliki 3 tipe utama sel, yaitu :

1. Sel-sel zimogenik (chieff cell) Pepsinogen

1. Sel-sel parietal HCL

1. Faktor intrinsik Untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus

1. Sel-sel mukus terletak di leher kelanjar fundus Mukus

1. Sel G Memproduksi hormon gastrin yang merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Terletak pada daerah pilorus lambung.

1. Substansi lain yang disekresei ke dalam lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion kalium, natrium dan klorida.

Pada periode interdigestif (antar dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal (basal acid output, BAO). Diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan lambung selama puasa 12 jam. Sekresi lambung normal pada saat ini, terutama terdiri atas mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi, rangsangan emosional dapat meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah satu penyebab terjadinya ulkus peptikum.

Regulasi sekresi gaster

Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjdi fase sefalik, gastrik, dan intestinal.

Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu akibat melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Fase ini seluruhnya diperntarai oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang dan menyeksresikan HCl, pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10 % dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.

Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi antrum juga menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus. Impuls ini merangsang pelepasangastrin secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawwa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung total setelah makan.

Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna sebagian dala duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan lambung terus menerus menyekskresikan sejumlah kecil cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar.

Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus mientrikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung. Adanya asam, lemak dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin, kolesitokinin, dan peptida pengahambat gastrik, semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.

Regulasi pembentukan HCL dan liur lambung

Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. Ion H dan Cl secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berada di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H dalam lumen mencapai 3 sampai 4 juta kali lebih besar daripada konsentrasinya didalam darah. Klorida juga disekresikan secara aktif tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih kecil. Ion H yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses metabolisme didalam sel parietal. Apabila H disekresikan, netralitas interior sel dipertahankan oleh pembentukan H baru dari asam karbonat untuk menggantikan H yang keluar. Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase, dengan adanya sel karbonat anhidrase, H2O mudah berikatan dengan CO2 yang diproduksi oleh sel parietal melalui proses metabolisme atau berdifusi masuk dari darah.

L.O.3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia Gaster

Sel-sel pada gaster mensekresikan sekret-sekretnya yang terdiri dari:

1. Cairan jernih berwarna kuning pucat

2. Mengandung hcl 0,2-0,5 %,ph =+1

3. Terdiri dari 97-99% air,sisanya musin,garam anorganik,dan enzim pencernaan

Pencernaan protein dan enzim yang terlibat

1. HCl lambung

Di sekresi oleh sel parietal. Fungsinya untuk mendenaturasi protein dan membunuh bakteri.

1. Pepsin

1. Di sekresi oleh sel chief dalam bentuk zimogen disebut pepsinogen menjadi pepsin.pepsin akan mengaktifkan molekul pepsinogen.pepsin memecah protein jadi proteosa dan pepton.

1. Merupakan enzim endopeptidase yang bersifat spesifik.

1. Rennin (kimosin,rennet) terdapat pada pencernaan bayi. Fungsinya mencegah susu melintas secara cepat dari dalam lambung, kasein susu menjadi parakasein aktif. Tidak terdapat pada lambung orang dewasa

Pencernaan lemak dan enzim yang terlibat

1. Untuk mencairkan lemak dibutuhkan panas lambung dengan bantuan kontraksi peristaltic

1. Lemak(triasilgliserol) dihidrolisis menjadi asam lemak bebas + 1,2 diasilgliserol

1. Enzim lipase pada ph rendah(hancur)

1. Lemak dapat dicerna dalam waktu 2-4 jam

1. Asam lemak hidrofilik diserap masuk kedalam v.porta

1. Asam lemak hidrofobik(rantai panjang) akan diteruskan ke doedunum

L.O.4. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dispepsia

L.I.4.1 Definisi

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh,/begah. Keluhan ini tidak selalu semua terdapat pada pasien dan bahkan keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya.

L.I.4.2 Epidemiologi

Dyspepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7-41%, tetapi hanya 10-20% yang akan mencari pertolongan medis. Belum ada data epidemiologi di Indonesia.

L.I.4.3 Klasifikasi dan Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, sindrom dyspepsia dapat dibagi menjadi:

0. Dispepsia yang disebabkan karena penyakit organic seperti tukak peptic, gastritis)

0. Dispepsia fungsional : ketika sarana penunjang diagnostic yang konvensional atau baku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural atau biokimiawi. Dalam usaha untuk mencoba kearah praktis pengobatan, dyspepsia fungsional ini dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Dyspepsia tipe seperti ulkus, dimana yang lebih dominan adalah nyeri epigastrik

1. Dyspepsia tipe seperti dismotilitas, dimana yang lebih dominan adalah keluhan kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang

1. Dyspepsia nonspesifik, dimana tidak ada keluhan yang dominan

L.I.4.4 Patofisiologi

Patofisiologi sindrom dyspepsia organic karena tukak

Mukosa gaster dilindungi oleh sawar mukosa lambung sehingga asam lambung tidak bisa secara langsung merusak mukosa. Sawar mukosa ini dibentuk oleh lapisan mucus yang diproduksi oleh sel-sel mukosa dan persambungan yang erat pada apeks sel-sel ini. Ketika sawar mukosa ini terdestruksi, maka perlindungan mukosa pun berkurang yang mengakibatkan pengrusakan mukosa oleh asam lambung. Kerusakan dari sawar mukosa ini bisa disebabkan oleh obat-obatan seperti NSAID. Pengrusakan ini memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah.

Patofisiologi sindrom dyspepsia fungsional

Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral.

0. Sekresi asam lambung. Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung yang rata-rata normal, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.

0. Helicobacter pylori. Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima.

0. Dismotilitas gastrointestinal. Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum. Tapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambuk tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.

0. Ambang rangsang persepsi. Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor. Berdasarkan studi, tampaknya kasus dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap disetensi balon di gaster atau duodenum.

0. Disfungsi autonom. Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.

0. Aktivitas mioelektrik lambung. Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi hal ini bersifat inkonsisten.

0. Hormonal. Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.

0. Diet dan faktor lingkungan. Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol.

0. Psikologis. Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik pada kasus dispepsia fungsional.

L.I.4.5 Diagnosis dan pemeriksaan penunjang

a. Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi, karakteristik keterkaitan dengan penyakit tertentu, keluhan bersifat local atau manifestasi gangguan sistemik. Harus terjadi persepsi yang sama untuk menginterpretasikan keluhan tersebut antara dokter dan pasien yanh dihadapinya.

b. Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang padat (misalnya tumor), organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang peritoneal

c. Ultrasonografi : untuk mengidentifikasi kelainan padat intra abdomen, misalnya adanya batu kadung empedu, kolesistitis, sirosis hati dsb.

d. Endoskopi (esofagogastroduodenoskopi) : pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dyspepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut dengan alarm symptoms. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organic, terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan structural/organic intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor, dsb, serta dapat disertai pengambilan contoh jaringan (biopsy) dari jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.

e. Radiologi (dalam hal ini pemeriksaan barium meal): pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan structural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran kea rah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat melewatinya.

L.I.4.6 Diagnosis banding

Penyakit jantung iskemik sering memberi keluhan nyeri ulu hati, panas di dada, perut kembung, perasaan lekas kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering memberikan keluhan rasa sakit perut di atas, mual, kembung, kadang-kadang penderita angina mempunyai keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.

Penyakit vaskular kolagen, terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus, akan sering memberi keluhan sindroma dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita SLE, terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid.

L.I.4.7 Tatalaksana

I. TERAPI FARMAKOLOGIS

0. Antasid Sistemik

Natrium bikarbonat

Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon dioksida yang tebentuk dalam lambung dapat menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis metabolik, obat ini dapat menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat sudah jarang digunakan sebagai antasid. Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis metabolik, alkalinisasi urin, dan pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat tersedia dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Pemberian dosis besar NaHCO3 atau CaCO3 bersama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik dapat menimbulkan sindrom alkali susu (milk alkali syndrom)

0. Antasid Non-sistemik

Aluminium hidroksida -- Al(OH)3

Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling panjang. Al(OH)3 bukan merupakan obat yang unggul dibandingkan dengan obat yang tidak larut lainnya. Al(OH)3 dan sediaanya Al (aluminium) lainnya dapat bereaksi dengtan fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga eksresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astringen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Absorsi makanan setelah pemberian Al tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah. Aluminium juga bersifat demulsen dan adsorben.

Efek samping Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osteomalasia. Al(OH)3 dapat mengurangi absorbsi bermacam-macam vitamin dan tetrasiklin. Al(OH)3 lebih sering menyebabkan konstipasi pada usia lanjut.

Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan. Antasid Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH)3 gel yang mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL. Tersedia juga dalam bentuk tablet Al(OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu gram Al(OH)3 dapat menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.

Kalsium karbonat

Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat, maka daya kerjanya lama dan daya menetralkannya cukup lama.Kalsium karbonat dapar menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal, dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan berdasarkan daya netralisasi asam, tetapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal mengeluarkan HCl (H+). Sebagai akibatnya sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi ialah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi pada penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk alkali syndrom).

Pemberian 4 g kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan, sedangkan pemberian 8 g dapat menyebabkan hiperkalsemia sedang. Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram.

Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2

Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis, tidak larut, dan tidak efektif sebelum obat ini berinteraksi dengan HCl membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi denagn HCl akan tetap berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Antasid ini dan natrium bikarbonat sama efektif dalam hal menetralkan HCl.

Ion magnesium dalam usus akan cepat diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui ginjal, hal ini akan membahayakan pasien yang fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang diabsorbi akan bersifat sebagai antasid sistemik sehingga dapat menimbulkan alkali uria, tetapi jarang alkalosis.

Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorbsi, tetapi tetap berada dalam usus dan akan menarik air. Sebanyak 5-10% magnesium diabsorbsi dan dapat menimbulkan kelainan neurologik, neuromuskular, dan kardiovaskular.

Sediaan susu magnesium (milk of magnesium) berupa suspensi yang berisi 7-8,55 Mg(OH). Satu ml susu magnesium dap menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 5-30 ml. Bentuk lain ialah tablet susu yang berisi 325 mg Mg(OH)2 yang dapat dinetralkan 11,1 mEq asam.

Magnesium trisiklat

Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi dalam lambung sebagai berikut:

Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silika dari magnesium trisiklat akan diabsorbsi melalui usus dan dieksresi dalam urin. Silika gel dan megnesium trisiklat merupakan adsorben yang baik; tidak hanya mengadsorbsi pepsin tetapi juga protein dan besi dalam makanan. Mula kerja magnesium trisiklat lambat, untuk menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15 menit, sedangkan untuk menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam.

Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan terjadi batu silikat setelah penggunaan kronik magnesium trisiklat. Ditinjau dari efektivitasnya yang rendah dan potensinya yang dapat menimbulakan toksisitas yang khas, kurang beralasan mengunakan obat ini sebagai antasid.

Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Tersedia pula sebagai bubuk magnesium trisiklat yang mengandung sekurang-kurangnya 20% MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram magnesium trisiklat dapat menetralkan 13-17 mEq asam.

0. Anti Histamin-2 (AH-2)

Menghambat reseptor histamine pada gaster sehingga produksi asam lambung berkurang. Yang termasuk glongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidine, dan nizatidin. Untuk tiap pilihan obat, dapat diberikan satu kali sehari sebelum tidur dengan dosis simetidin 800 mg, ranitidine 300 mg, famotidine 40 mg, nizatidin 300 mg selama 8 minggu. Pada pasien dengan adanya gangguan ginjal, perlu dikurang dosisnya hingga setengahnya. Untuk masing-masing obat efek sampingnya sangat kecil kecuali simetidin berefek pada androgen yang mengakibatkan disfungsi seksual dan ginekomastia.

0. Penghambat Pompa Proton (PPI)

Obat ini akan berefek pada penghambatan sekresi asam lambung dan langsung bekerja pada bagian sel parietal. Yang termasuk golongan obat ini : ameprazol, esomeprazole, lansoprazol, rabeprazol, dan pantoprazole.

0. Sitoprotektif

Obat bisa berupa misoprostol dan sulkralfat. Misoprostol merupakan prostaglandin sintetik yang dapat menambah perlindungan pada mukosa lambung.

L.I.4.8 Prognosis

Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik.

Daftar Pustaka

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2011. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Price, Sylvia. A. 2005. Patofisiologi Buku 2 Edisi 6. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC

Sofwan, Achmad. 2013. Tractus Digestivus (Apparatus Digestorius). Jakarta: FK YARSI

Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamJilid I. Jakarta: Interna Publishing

1

1

BLOK GASTROINTESTINAL

NYERI ULU HATI

WRAP UP

KELOMPOK B

-

6

KETUA

: Muhammad Darmawan Saputra

1102011174

SEKRETARIS

:Widyanisa Dwianasti

1102011291

ANGGOTA

: Muhammad Iskandar

1102010183

Marinda R

amadhany

1102011155

Nadia Fitrisia

1102011187

Prayogo Budhi Prabowo

1102011209

Rahma Wirda

1102011219

Raisa Destya Adliza

1102011220

Tenny Widya Sari

1102011277

Tia Syalita

1102011278

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

Jakarta

2012/2013

1

BLOK GASTROINTESTINAL

NYERI ULU HATI

WRAP UP

KELOMPOK B-6

KETUA : Muhammad Darmawan Saputra 1102011174

SEKRETARIS :Widyanisa Dwianasti 1102011291

ANGGOTA : Muhammad Iskandar 1102010183

Marinda Ramadhany 1102011155

Nadia Fitrisia 1102011187

Prayogo Budhi Prabowo 1102011209

Rahma Wirda 1102011219

Raisa Destya Adliza 1102011220

Tenny Widya Sari 1102011277

Tia Syalita 1102011278

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

Jakarta

2012/2013