laporan tutorial skenario 4 (nyeri viseral)
DESCRIPTION
fkTRANSCRIPT
BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH
1.1. Nyeri perut
Nyeri yang dirasakan di abdomen yang berasal dari dalam abdomen,
dinding abdomen, atau merupakan nyeri alih dari suatu sumber di luar
abdomen pada tulang belakang atau thorax (David Mattingly and Charles
Seward, 1996)
1.2. Daerah Kuadran Kanan Bawah
Daerah yang termasuk kedalam bagian empat kuadran pada pemeriksaan
fisik abdomen, yaitu dengan membuat garis vertical dan horizontal melalui
umbilicus sehingga terdapat daerah kuadran atas, kiri atas, kanan bawah,
kiri bawah. Organ di kuadran kanan bawah meliputi caecum, appendix,
sebagian colon ascendens,ovarium dextra, tuba falopi dextra,ureter dextra
(Sudoyo,2007)
1.3. Unit Gawat Darurat (UGD)
Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan
cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Di UGD dapat
ditemukan dokter dari berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan
juga asisten dokter.
1.4. Periumbilikus
Menurut Dorland (2012) periumbilikus artinya terletak disekitar atau dekat
umbilikus (pusar).
1.5. Titik Mc Burney
Titik Mcburney adalah perpotongan lateral dan duapertiga dari garis ysng
menghubungkan spina iliaka superior anterior kanan (tonjolan tulang pada
bagian panggul) dan umbilikus (Paulsen & Waschke, 2014).
1.6. Defance muscular
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale (Sabiston, 1995)
Defans Muscular yaitu nyeri tekan pada seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan parietale (Departemen Bedah
UGM,2010)
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa
BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1 Faktor yang mempengaruhi repon nyeri
BAB IV
SISTEMATIS MASALAH
BAB V
SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu memahami strategi dalam penegakan
diagnosis.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penanganan nyeri
yang berkaitan dengan skenario.
3. Mahasiswa mampu menginterpretasikan pemeriksaan fisik pasien.
4. Mahasiswa mampu menginterpretasikan pemeriksaan
laboratorium.
BAB VI
BERBAGI INFORMASI
6.1. Strategi penegakan diagnosis pada pasien ini
Menurut Swartz (1995) penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan :
a) Anamnesis
Terutama tentang riwayat keluhan nyeri perut yang muncul sejak 3 hari
lalu, dimana dirasakan pertama kali? Berikut gejala mual dan muntah
yang mengiringinya. Sehingga didapatkan awal nyeri viseral dirasakan
mulai dari periumbilikus yang selanjutnya terlokalisis pada kuadran
kanan bawah, mual dan muntah karena nyeri viseral.
b) Pemeriksaan fisik
Dilihat dan diperhatikan secara kasat mata, sehingga didapat kesadaran
CM, nampak kesakitan, tidak pucat.
Pengukuran TD, nadi, RR dan suhu tubuh, sehingga didapat TD 110/80
mmHg, nadi 96 kali/menit, RR 24 kali/menit dan suhu 38°C.
Pemeriksaan mata didapat conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Pemeriksaan thorak didapat tidak ada kelainan
Palpasi pada abdomen didapat nyeri tekan pada kuadran kanan
bawah/titik Mc Burney dan defance muscular (+).
Pemeriksaan ekstremitas didapat tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah, sehingga didapat Hb 14 g/dl, leukosit 14.000, LED
65 mm/jam, Leukosit hitung jenis : Eusinofil 2%, Basofil 1%, Netrofil
batang 8%, Netrofil segmen 72%, Limfosit 14%, Monosit 3%.
Pemeriksaan urin, didapat HCG (human chorionic gonadotropin) :
negatif.
d) Pemeriksaan penunjang lainnya yang dilakukan dalam penegakan diagnosis
meliputi :
Pemeriksaan Radiology berupa foto barium usus buntu (Appendiogram)
dapat melihat terjadinya sumbatan atau kotoran (skibala) di dalam lumen
usus buntu.
Abdominal X-Ray, melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis
biasanya pada anak anak.
USG, pemeriksaan ini terutama dilakukan pada wanita apabila
pemeriksaan fisik meragukan dan dicurigai adanya abses. USG ini dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik.
CT Scan, dengan CT Scan dapat terlihat adanya komplikasi dari
appendisitis seperti terjadinya abses.
Laparoscopi, merupakan tindakan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukan dalam abdomen dan appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Teknik ini dilakukan dibawah pengaruh anestesi umum. Jika
terlihat peradangan appendix maka saat itu juga dilakukan pengangkatan
appendix.
6.2. Penanganan nyeri pada pasien ini
Berdasarkan pemeriksaan fisik, dari palpasi terdapat nyeri tekan
pada kuadran kanan bawah (titik Mc Burney) dan defance muscular (+),
dimana nyeri tersebut merupakan nyeri viseral yang nampaknya diakibatkan
oleh peradangan pada abdomen, disamping itu peradangan tersebut
menimbulkan demam ringan (suhu tubuh 38°C), maka setelah penegakan
diagnosis sebagai penanganan awal untuk mengatasi nyeri pada pasien ini
sebaiknya diberikan obat analgesik yang juga bersifat antipiretik yaitu
Parasetamol, adapun untuk mengurangi peradangan dapat diberikan
antibiotik Ampicillin (Noor et al., 2011).
6.2. Jenis-jenis obat analgesik untuk mengatasi nyeri
Menurut FK UI (2007) dan Tjay & Rahardja (2010) berdasarkan sifat
farmakologisnya, obat anti nyeri (analgetika) dibagi kepada dua kelompok
yaitu :
1) Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
2) Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fractura dan kanker.
Obat-obat anti nyeri perifer terdiri dari analgesik antipiretik, analgesik
antiinflamasi, dan obat gout. Untuk memudahkan penggunaannya di klinik
sebagai analgesik maupun anti-inflamasi, obat-obat ini dapat dibagikan kepada
tiga kelompok yaitu :
a. Obat yang berefek analgesik dan anti-inflamasi lemah, contohnya
parasetamol.
b. Obat- obat yang berefek analgesik dan anti-inflamasi ringan sampai sedang,
contohnya derivat asam propionat yaitu ibuprofen.
c. Obat yang berefek analgesik dan anti-inflamasi kuat, yaitu derivat asam
salisilat (aspirin), derivat pirazolon (fenilbutazon, dipiron), derivat asam
asetat (diklofenak), dan derivat oksikam (piroksikam).
Hampir semua obat-obat ini bekerja di perifer dengan menghambat biosintesis
prostaglandin. Obat-obat analgesika narkotika disebut juga sebagai opioida. Obat
ini merupakan zat yang bekerja terhadap reseptor opioid khas di sistem saraf
pusat, sehingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah atau
dikurangi. Analgesika narkotika ini dapat bertindak pada empat macam reseptor
dalam tubuh untuk menimbulkan efeknya yaitu reseptor mu, kappa, delta dan
sigma (Sulaiman et al., 2006).
Kerja obat AINS terutamanya sangat efektif dalam meredakan rasa nyeri
yang berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan karena ia
menurunkan produksi prostaglandin yang mensensitisasikan nosiseptor kepada
mediator-mediator inflamasi seperti bradikinin. Oleh itu, zat-zat ini efektif dalam
menanggulangi artritis, bursitis, nyeri pada otot dan vaskuler, nyeri gigi,
dismenorea, nyeri semasa postpartum dan nyeri akibat metastase kanker tulang
(semua kondisi yang berhubungan dengan peningkatan sintesis prostaglandin).
Jika dikombinasikan dengan opioid, gabungan tersebut bisa meredakan nyeri
paska operasi. Kebolehan obat ini dalam meredakan nyeri kepala mungkin berkait
rapat dengan menurunkan efek vasodilatasi oleh prostaglandin pada pembuluh
darah di serebri. Terdapat juga bukti yang mengatakan bahawa ia mempunyai efek
sentral yang bertindak terutamanya pada medulla spinalis (Rang et al., 2003).
A. Obat analgesik perifer (non narkotik)
No. Nama Obat Dosis
1 Piroxicam 20 mg/hari
2 Asam Mefenamat 3-4x/hari 250 mg
3 Allopurinol 100 mg/hari
4 Natrium Diklofenak 3x/ hari 25-50 mg
5 Ibuprofen 1200-2400 mg/hari
6 Salisiamid 3-4 kali 300-600 mg/hari
7 Diflunisal 2x/hari 0,25-0,5 g
8 Parasetamol 300 mg - 1 g per kali
9 Ketoprofen 2 kali 100 mg sehari
10 Indometasin 2-3x/ hari 20-50 mg
Sumber : FK UI (2007) dan Tjay & Rahardja (2010)
B. Obat analgetik Narkotik
No. Nama Obat Dosis
1 Kodein 3-6x/hari 15-60 mg
2 Noskapin 2-3x/hari 15-30 mg
3 Metadon 4-6x/hari 2,5-10 mg
4 Tramadol 3-4x/hari 50-100 mg
5 Pentazosin 3-4x/hari 50-100 mg
Sumber : FK UI (2007) dan Tjay & Rahardja (2010)
6.3. Interpretasi pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda khas yang didapatkan dari palpasi yaitu:
1. Nyeri tekan (+) Mc.Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik
Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis
2. Nyeri lepas (+)
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat
(dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney.
3. Defens musculer (+)
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Menurut Williams & Schizas (2010), Noor et al. (2011) dan Jain &
Viswanath (2013) adanya tanda-tanda khas tersebut dari penyakit apendisitis,
oleh karena itu interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien ini diagnosisnya
adalah penyakit apendisitis, untuk lebih meyakinkan dapat ditunjang oleh
pemeriksaan laboratorium. Apalagi dari anamnesis diketahui gejala awal yang
khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri
tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.
Keluhan nyeri yang disertai dengan rasa mual muntah (yang bukan karena
adanya kehamilan/ urin HCG negatif) dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan
jelas letaknya, dimana nyeri pada titik ini mengarah pada infeksi di apendiks.
Radang pada apendiks terpicu karena adanya sumbatan, dimana sumbatan
dapat mengakibatkan pembengkakan dan lama-lama tekanan intra-lumen
apendiks meningkat, sehingga lama kelamaan dapat mengakibatkan dinding
apendiks rapuh dan perforasi/pecah (Noor et al., 2011).
b) Diferensial Diagnosis
Noor et al. (2011) menyatakan bahwa pada pasien wanita gejala
apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya mirip
dengan apendisitis yaitu :
1. Kehamilan Ektopik, dengan gejala :
Rasa nyeri yang sangat pada daerah perut bagian bawah
Mual dan muntah
Rasa sakit pada daerah panggul salah satu sisinya dan biasanya terjadi
dengan tiba-tiba
Mengalami kondisi perdarahan vagina di luar jadwal menstruasi atau
menstruasi yang tidak biasa
Kulit ibu hamil terlihat lebih pucat
Adanya tekanan darah rendah (hipotensi)
Terjadinya denyut nadi yang meningkat
Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan urin HCG pada
pasien, dimana hasilnya dinyatakan (-), sehingga gejala sakit pasien bukan
karena kehamilan Ektopik.
2. Penyakit penyumbatan Tuba Falopi/Salpingitis dengan gejala :
Nyeri pada perut bagian kanan atau kiri, bahkan bisa pada bagian kanan
maupun kiri perut
Mual dan muntah
Sakit pinggang yang berlebih
Demam dan menggigil
Keputihan yang tidak normal
Nyeri saat ovulasi
Dismenore/nyeri haid
Nyeri saat berhubungan intim
Sering buang air kecil
3. Penyakit Ureteritis/Infeksi saluran ureter, dengan gejala :
Nyeri pada perut bagian bawah
Mual dan muntah
Selalu ingin buang air kecil
Ketika kencing akan timbul rasa nyeri
6.4. Interpretasi pemeriksaan laboratorium
a) Hasil pemeriksaan laboratorium atas darah pasien
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah pasien dibanding dengan nilai normal
Pemeriksaan darah Pasien Nilai Normal
Hb 14 g/dl 12-15 g/dl
Leukosit 14.000 5.000-10.000
Leukosit hitung jenis :
Eusinofil
Basofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
2%
1%
8%
72%
14%
3%
1-3%
0-1%
3-5%
50-70%
25-35%
4-6%
LED 65 mm/jam ˂15 mm/jam
Nilai leukosit pasien lebih tinggi daripada normal, hal ini merupakan
leukositas yang menandakan terjadinya peradangan pada tubuh pasien (Williams
& Schizas, 2010; Noor et al., 2011), begitupun adanya nilai LED pasien yang
tinggi yang diakibatkan oleh peradangan. Adapun adanya peningkatan jumlah
netrofil (baik batang maupun segmen) relatif dibanding limfosit dan monosit
dikenal juga dengan sebutan shift to the left, menandakan bahwa peradangan
tersebut merupakan infeksi bakteri (Noor et al., 2011)
Jadi hasil pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang, bahwa telah
terjadi peristiwa peradangan pada tubuh pasien yaitu pada organ apendiks yang
mengakibatkan nyeri pada titik Mc Burney.
Noor et al. (2011), Ohle et al. (2011) dan Memon et al. (2013)
menyatakan bahwa untuk meyakinkan bahwa pasien menderita sakit apendisitis,
maka dapat menggunakan skor Alvarado, suatu sistem skor yang dibuat untuk
meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.
Tabel 2. Skor Alvarado pada pasienThe Modified Alvarado Score Skor Pasien
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah
1 1
Mual-Muntah 1 1Anoreksia 1 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2 2Nyeri lepas 1 -Demam diatas 37,5 ° C 1 1
Pemeriksaan Lab
Leukositosis 2 2
Hitung jenis leukosit shift to the left
1 1
Total 10 9Interpretasi dari Modified Alvarado Score: 1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut 5-7 : sangat mungkin apendisitis akut 8-10 : pasti apendisitis akut
Berdasarkan skor Alvarado pada Tabel 2 pasien mempunyai skor 9, maka
dapat dipastikan pasien wanita tersebut menderita penyakit apendisitis akut
BAB VII
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Nyeri visceral adalah nyeri yang disebabkan oleh aktivasi reseptor
nyeri di organ dalam rongga dada, perut atau daerah panggul yang
biasanya bersifat tumpul dan tidak terlokalisir. Nyeri visceral disebabkan
oleh adanya iskemia jaringan, stimulus kimia, spasme viskus berongga,
distensi berlebihan pada viskus berongga, dan visera yang tidak sensitif.
Mekanisme terjadinya nyeri visceral meliputi proses transduksi, transmisi,
modulasi, dan persepsi. Pada skenario, nyeri visceral yang dirasakan oleh
Mba Anna merupakan penyakit radang appendiks atau appendisitis.
Penatalaksanaan nyeri yang dilakukan dapat berupa terapi non
farmakologis maupun terapi farmakologis menggunakan obat analgetik.
1.2. Saran
Sebagai mahasiswa kedokteran sebaiknya kita harus selalu aktif
mencari pengetahuan secara mandiri serta kritis dalam menggali
pengetahuan baru yang berhubungan dengan ilmu kedokteran. Setelah
kegiatan tutorial ini kita diharapkan memahami mengenai penyebab dan
mekanisme nyeri visceral serta mampu menentukan diagnosa penyakit
terhadap kasus yang dihadapi. Selain itu, sebagai calon doter kita juga
harus selalu berusaha untuk menjaga kesehatan diri maupun lingkungan
sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
Doegos,E Marlyn.(2002).Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
FK UI. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FK. Universitas
Indonesia.
Guyton and Hall.(1997).Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran:EGC
Jain, A.M.C., & Viswanath. (2013). Surgical Management of Appendicitis and its
Complications - A Retrospective study. The Southeast Asian Journal of
Case Report and Review 2(4), 212-217.
Joyce,Lefever.(2007).Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan
Diagnostik.Jakarta:EGC
Memon, Z.A., Irfan, S., Fatima, K., Iqbal, M.S., & Sami, W. (2013) Acute
appendicitis: Diagnostic accuracy of Alvarado scoring system. Asian
Journal of Surgery 36(4), 144-149.
Noor, B.A., Putra, D.A., Oktaviati, Syaiful, R.A., Amaliah, R., & Rachmawati
(2011). Penatalaksanaan Apendisitis. . Jakarta : Departemen Ilmu Bedah,
FKUI/RSCM.
Ohle, R., O'Reilly, F., O'Brien, K.K., Fahey, T., & Dimitrov, B.D. (2011) The
Alvarado score for predicting acute appendicitis: a systematic review.
BMC Medicine 9, 139-146.
Rang, H.P., M.M. Dale, J.M. Ritter and P.K. Moore.(2005). Pharmacology, Fifth
Edition, Elsevier, Churchil Livingstone, India
Sulaiman MR, Zakaria A, Daud A, Ng FN, Ng YC, Hidayat TM.
(2006).Antinociceptive and Anti-inflamatory Activities of the aqueous
extract of Kaempferia galanga L. leaves in a Animal Model.Korea: J Nat
Med
Swartz, H.S. (1995). Buku Ajaar Diagnostik Fisik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tjay, T.H., & Rahardja, K. (2010). Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Williams, B.A., & Schizas, A.M.P. (2010). Management of Complex Appendicitis.
New York : Elsevier Pte. Ltd.