wrap up sk-2 respirasi b.12.docx

56
Skenario 2 Batuk Darah Seorang laki-laki, umur 50 tahun dating ke Puskesmas dengan keluhan batuk berdahak yang bercampur darah lebih kurang 3 sendok makan setiap batul sejak 3 hari yang lalu. Keluhan baru pertama kali dirasakan pasien. Dalam keluarga tidak ada yang menderita dengan keluhan yang sama. Pemeriksaan fisik: tanda vital dalam batas normal, bentu habitus asthenikus, konjungtiva palpebra pucat dan ada ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah tinggi. Pemeriksaan sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA). Pemeriksaan foto toraks: ada infiltrate di apeks paru kanan. Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) kategori I dan menunjuk seorang keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO). Dokter juga menganjurkan anggota keluarga yang serumah untuk melakukan pemeriksaan dan mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan penyakit. 1

Upload: wahyuni-herda

Post on 15-Jul-2016

244 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Skenario 2

Batuk Darah

Seorang laki-laki, umur 50 tahun dating ke Puskesmas dengan keluhan batuk berdahak yang bercampur darah lebih kurang 3 sendok makan setiap batul sejak 3 hari yang lalu. Keluhan baru pertama kali dirasakan pasien. Dalam keluarga tidak ada yang menderita dengan keluhan yang sama.Pemeriksaan fisik: tanda vital dalam batas normal, bentu habitus asthenikus, konjungtiva palpebra pucat dan ada ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah tinggi. Pemeriksaan sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA).Pemeriksaan foto toraks: ada infiltrate di apeks paru kanan.Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) kategori I dan menunjuk seorang keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO). Dokter juga menganjurkan anggota keluarga yang serumah untuk melakukan pemeriksaan dan mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan penyakit.

1

Page 2: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Kata Sulit

1. Habitus asthenikus keadaan dimana seseorang memiliki tubuh yang tinggi, kurus, dan bentuk dadanya biasanya cekung

2. Ronkhi basah halus bunyi tamnahan selain dari suara napas normal, terdengar pada akhir inspirasi, biasanya di bagian apeks

3. Infiltrate gambaran akibat adanya dahak/mukus dalam paru; gambaran radiologi berupa densitas paru abnormal yang umumnya berbentuk bercak-bercak kecil dan batas tidak tegas

4. Bakteri tahan asam bakteri yang tahan asam terhadap dekolorisasi terhadap alcohol asam

5. PMO orang yang ditunjuk untuk mengawasi pemberian obat pada pasien TB, biasanya keluarga terdekat

2

Page 3: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Pertanyaan1. Mengapa setiap batuk mengeluarkan darah?2. Mengapa ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan?3. Mengapa LED meningkat?4. Mengapa pasien mengalami anemia?5. Apa penyebab munculnya infiltrate?6. Apa indikasi pemberian OAT?7. Mengapa BTA ditemukan pada pemeriksaan sputum?8. Mengapa pemberian obat harus diawasi oleh orang lain?9. Mengapa keluarga pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan?10. Apa hebungan bentuk badan habitus asthenikus dengan keluhan pasien?11. Apa saja OAT kategori I?12. Bagaimana etika batuk menurut Islam?13. Apa saja etiologi dan faktor resikonya?14. Apakah penyakit ini bisa disembuhkan?15. Kapan waktu pemeriksaan sputum yang baik?16. Bagaimana morfologi dan sifat dari BTA?

Jawaban1. Bakteri masuk melalui inhalasi paru terinfeksi jaringan pembuluh darah pecah

alveolus rusak batuk keras keluar darah2. Adanya cairan infiltrate3. Karena terdapat infeksi bakteri4. Karena batuk darah, kurang napsu makan5. Karena bakterinya bersifat aerob, pada apeks paru banyak terdapat oksigen sehingga

bakteri dapat tumbuh dari apeks6. BTA positif, batuk berdahak berdarah sudah 3 hari, ronkhi basah halus, habitus

asthenikus, ada infiltrate, didukung oleh hasil pemeriksaan sputum (2 dari 3 kali pemeriksaan ditemukan BTA positif)

7. Karena pasien mengalami infeksi BTA8. Karena harus diberikan secara rutin selama 6 bulan karena jika terlewati atau tidak

rutin maka pengobatan harus diulang dari awal9. Untuk pencegahan dini karena penularannya melalui droplet10. Gizi buruk, tidak napsu makan sehingga berat badan menurun, karena sering batuk11. 2RHZE atau 4H3R3 untuk dewasa (2 bulan pertama RHZE diminum setiap hari/4

bulan selanjutnya H dan R diminum 3x seminggu)12. Mulut ditutup, tidak mengarah ke orang lain, jangan buang sputum sembarangan13. Etiologi Mycobacterium tuberculosis

Faktor resiko tingkat sosio-ekonomi rendah, jenis kelamin, aktivitas, stasus gizi, immunocompromised (contoh: HIV)

14. Tergantung kepatuhan pasien minum obat dan perbaikan gizi pasien15. SPS (sewaktu dating pertama ke klinik-pagi besoknya di rumah-sewaktu dating ke

klinik lagi)16. Morfologi batang, warna merah, gram negative

Sifat dorman, berkapsul, pada dinding terdapat asam lemak, peptidoglikan, dll sehingga bisa tahan asam, bisa tetap hidup di tempat yang lembab dan gelap, aerob

3

Page 4: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Hipotesis

Keluhan didapatkan karena bakteri masuk ke dalam paru-paru dan segera dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Ditemukan adanya cairan infiltrate karena terdapat infeksi BTA yang berkembang biak pada apeks paru, batuk berdarah karena pecahnya pembuluh darah alveolus, kurang napsu makan, ditemukan BTA pada pemeriksaan sputum, ronkhi basah halus, habitus asthenikus, dan gizi buruk. Pemeriksaan sputum dilakukan SPS (sewaktu dating pertama ke klinik-pagi besoknya di rumah-sewaktu dating ke klinik lagi). Ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan didukung juga oleh tingkat sosio-ekonomi rendah, jenis kelamin, aktivitas, stasus gizi, immunocompromised (contoh: HIV), sehingga pasien terdiagnosis menderita TB. Tata laksana yang dilakukan adalah pemberian OAT secara rutin selama 6 bulan, serta dilakukan pencegahan berupa pemeriksaan terhadap keluarga/orang sekitar dan menerapkan etika batuk yang baik. Pasien akan sembuh jika ia patuh minum OAT.

4

Page 5: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Napas Bawah1.1 Makroskopis

Trachea Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa yang terletak di tengah – tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum superior. Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang menjadi bronchus dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV – V. Percabangan tersebut dikenal dengan ”bifurcatio trachea”.  Panjang trachea (10-12 cm), pria (12 cm), dan wanita (10 cm) yang terdiri dari (16-20 cincin) yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui cartilago cricoid dengan ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan terdapat jaringan ikat ”ligamentum intertrachealis (ligamentum annulare)”. Trachea adalah saluran napas yang penting dalam penyumbatan saluran napas terutama daerah larynx dengan membuat tracheostomi (membuat lubang pada trachea terutama obstruksi larynx mendadak) 1-2 cm di atas incisura jugularis sterni.  

Persarafan trachea Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang melapisi trachea.   Bronchus Percabangan trachea setinggi batas vetebra thoracal iv-v disebut bifurcatio trachea. Bifurcatio trachea memberi cabang 2 buah brochus, yaitu brochus primarius dextra dan sinistra. Selanjutnya, bronchus primarius akan memberikan cabang-cabang ke setiap lobus paru, disebut bronchus secunderius. Broncus secunderius bercabang lagi menjadi bronchus tersier (bronchus segmentalis).  

Bronchus dextra (terdapat 10 cabang bronchus segmentalis) 1. Lobus superior: Segmen apical, anterior, dan segmen posterior. 2. Lobus media: Segmen medial dan lateral. 3. Lobus inferior: Segmen superior, medial basal, lateral basal, anterior basal, dan posterior

basal. Bronchus sinistra (terdapat 9 cabang bronchus segmentalis) 1. Lobus superior: Segmen apico posterior, anterior, lingularis superior, dan lingularis

inferior. 2. Lobus inferior: Segmen superior, mediobasal, laterobasal, anterobasal, dan posterobasal. 

5

Page 6: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Diantara lobus pulmo (paru) terdapat pembatas, yaitu fissure horizontal yang membatasi antar lobus superior dengan lobus media pada pulmo dextra, dan fissure obliq yang membatasi lobus media dengan lobus inferior pada pulmo dextra atau antara lobus superior dengan lobus inferior pada pulmo sinistra. 

Perbedaan bronchus dextra dan sinistra 1. Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan sinistra. 2. Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan terdiri dari 6-8 buah cincin,

sedangkan sinistra panjangnya 5 cm dengan 9-12 buah cincin. 3. Bronchus dextra membentuk sudut 25˚ dengan garis tengah, sedangkan sinistra 45˚

sehingga posisi bronchus kanan lebih curam. Oleh karena itu, bronchus dextra lebih sering terkena infeksi. 

Pulmo Paru adalah organ utama untuk proses pernafasan yang berbentuk kerucut, dimana bagian apex terdapat dibagian atas dan basal pada bagian bawah. Paru terletak dalam cavum thorax yang mengisi ruangan dibagian lateral dari mediastinum. Pulmo dibungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Pleura parietalis 

Lapisan luar yang melapisi dinding dada yang terletak dibawah fascia endothoracica. 2. Pleura visceralis 

Bagian pleura yang melekat ke paru-paru. Pada kedua lapisan pleura tersebut terdapat rongga / ruangan yang disebut dengan cavum pleura dimana rongga tersebut mengandung sedikit cairan pleura yang dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua lapisan pleura. 

 Berdasarkan letaknya pleura parietalis tebagi atas : 1. Pleura costalis yaitu pleura yang melapisi iga. 2. Pleura diaphragmatica yaitu pleura yang melapisi diaphragma. 3. Pleura mediastinalis yaitu pleura yang melapisi mediastinum. 4. Pleura cervicalis (cupula pleura) yaitu pleura yang melapisi bagian apex paru. 

 Recessus pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis, disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsi recessus ini adalah pada waktu inspirasi paru akan mengembang dan akan mengisi recessus tersebut. Pada kedua hillus paru kedua lapisan pleura berhubungan dan bergantung longgar diatas hillus dan disebut dengan ligamentum pulmonale. Ligamentum pulmonale berfungsi untuk mengatur pergerakan alat dalam hillus selama proses respirasi. Pulmo terdiri dari 2 buah, yaitu : 1. Pulmo dextra 

Terdiri dari 3 lobus : lobus superior, lobus media dan lobus inferior. 2. Pulmo sinistra 

Terdiri dari 2 lobus : lobus superior dan lobus inferior. 

Alat – alat penting yang terdapat pada hillus pulmonis : 1. Alat-alat yang masuk pada hillus pulmonis : 

Bronchus primer, A. Pulmonalis, A. Bronchialis, dan syaraf. 

6

Page 7: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

2. Alat-alat yang keluar dari hillus pulmonis : 2 buah vena pulmonalis,vena bronchialis, dan limfonodus. 

Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan alur : 1. impresio cardiaca. 2. sulcus vena cava. 3. sulcus aorta thoracalis. 4. sulcus oesophagia 

Pendarahan Paru Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos. Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor. Persarafan Paru Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus. Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi. Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar. Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis

1.2 Mikroskopis

7

Page 8: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

1. Trakea

Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan berkas-berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk.

2. Pulmo Trachea akan bercabang dua menjadi bronchus primer kiri dan kanan. Sebelum memasuki parenkim paru, bronchus primer bercabang menjadi bronchus sekunder (bronchus lobaris) yang masuk kedalam lobus. Didalam lobus paru, bronchus lobaris bercabang menjadi bronchus tersier dan turut menyusun segmen brochopulmonar. Bronchus tersier bercabang lagi, menjadi cabang yang lebih kecil, dan setelah 9 – 11 percabangan terbentuk saluran dengan diameter lebih kurang 1mm, tanpa tulang rawan pada dindingnya. Saluran ini disebut bronchiolus. Bronchiolus turut menyusun lobus paru. Setiap segmen bronchopulmonar mempunyai 30-60 lobuli. Didalam setiap lobulus, bronchiolus bercabang membentuk 4-7 bronchioli terminalis. Setiap bronchioli terminalis bercabang menjadi 2 bronchiolus respiratorius yang kemudian akan bercabang lagi sekitar 3 kali manjadi ductus alveolaris. Ductus alveolaris akan bercanang dua sebelum bermuara kedalam atria. Atria akan bermuara ke saccus alveolaris yang kemudian akan bermuara ke alveoli. Makin kecil saluran nafas dindingnya semakin tipis dan lamina propianya tidak lagi mengandung kelenjar, akan tetapi masih dilengkapi otot polos, sel epitel bersilia dan sel goblet. Sel goblet tidak terdapat lagi pada bronchiolus respiratorius. 

2. Bronchus 

Bronchus extra pulmonal sangat mirio dengan trachea, hanya diameternya lebih kecil. Gambaran bronchus intra pulmonal berbeda karena tidak terdapat rangka tulang

8

Page 9: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

rawan yang berbentuk huruf C, melainkan berupa lempeng tulang rawan hialin yang bentuknya tidak beraturan melingkari lumen. Pada potongan melintang rangka ini akan terlihat seperti potongan-potongan tulang rawan pada dinding bronchus. Mucosa tidak rata, terdapat lipatan-lipatan longitudinal karena kontraksi oto polos. Mucosa dilapisi oleh epitel bertingkat thorak dengan silia dan sel goblet. Pada lamina propia terdapat berkas-berkas otot polos. Dibawah lapisan otot polos ini terdapat kelenjar campur. Pada dinding bronchus yang terkecil kerangka tulang rawannya sedikit dan tidak lagi membentuk lingkaran penuh mengelilingi lumen. 

 3. Bronchiolus 

Dinding bronchilus tidak lagi mempunyai kerangka tulang rawan dan pada lamina propia tidak lagi terdapat kelenjar. Lamina propia terutama diisi oleh serat otot polos dan serat elastin. Pada bronchiolus besar, mucosa dilapisi oleh epitel bertingkat torak dengan silia dan sel goblet. Makin keujung sel bersilia makin jarang, sejalan dengan itu sel goblet pun menghilang. Sel epitel semakin rendah. Pada bronchiolus kecil, mucosa dilapisi oleh sel-sel kuboid atau torak rendah, terdapat sel tanpa silia, tidak terdapat sel goblet. Diantara sel epitel terdapat sel torak tidak bersilia, berbentuk kubah. Sel-sel ini adalah sel clara. 

 4. Bronchiolus Terminalis 

Pendek, sehingga hanya dapat dikenali pada potongan melintang ditempat percabangannya menjadi bronchiolus respiratorius. Mucosa dilapisi oleh selapis sel kuboid, pada dinding tidak terdapat alveolus. Pada lamina dapat dilihat serat-serat otot polos. 

5. Bronchiolus respiratorius Cabang dari bronchiolus terminalis, epitel terdiri dari sel torak rendah atau kuboid. Epitel terputus-putus, karena pada dinding terdapat alveolus. Sel epitel bersilia kadang-kadang masih ada, yang akan menghilang semakin keujung saluran. Tidak terdapat sel goblet. Pada lamina propia dapat terlihat serat otot polos, kolagen dan elastin. 

6. Ductus Alveolaris Cabang dari bronciolus repiratorius, berupa saluran dengan dinding terdiri dari alveolus. Pada setiap pintu ke alveolus terdapat sel-sel epitel berbentuk gepeng. Didalam lamina propia masih dapat terlihat serat-serat otot polos, biasanya terpotong melintang. 

7. Atria, Saccus alveolaris, dan alveoli Ductus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan yang berhubungan dengan alveolus dan saccus alveolaris. Dari tiap atria muncul 2 atau lebih saccus alveolaris. Dari saccus alveolaris terbuka pintu yang menuju ke setiap alveolus. Alveolus berupa kantung dilapisi epitel selapis gepeng yang sangat tipis. Pada septum inter alveolare terdapat serat retikuler dan serat elastin. Disini terlihat 3 macam sel, yaitu sel gepeng pada permukaan disebut pneumosit tipe I, sel alveolar besar, sel septal (pneumosit tipe II) berbentuk kuboid menonjol kedalam ruang alveolus. Selain kedua sel tersebut terdapat sel endothelial kapiler. 

9

Page 10: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologis Pernapasan1. Pernapasan Dada, adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk, yang berperan mengangkat tulang rusuk, sedangkan otot antartulang rusuk dalam berperan menurunkan tulang rusuk ke posisi semula. Mekanisme pernapasan dada dapat dibedakan sebagai berikut.

a) Fase inspirasi, berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga volume rongga dada membesar. Akibatnya, tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.

b) Fase ekspirasi, merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga volume rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

2. Pernapasan Perut, merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktivitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat sebagai berikut.

a) Fase inspirasi, otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar. Akibatnya, volume rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.

b) Fase ekspirasi, merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula) sehingga volume rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar. Akibatnya, udara keluar dari paru-paru keluar.

Tiga pusat pengaturan pernapasan normal yaitu: 1) Pusat Respirasi

Terletak pada formatio retikularis medula oblongata sebelah kaudal. Pusat respirasi ini terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi.

2) Pusat Apneustik Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen vagus dari reseptor paru-paru. Bila pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan, maka terjadi apneustik.

3) Pusat Pneumotaksis Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat apneustik secara periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumostaksis ini merangsang pusat respirasi.

Proses fisiologi pernapsan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke jaringan-jaringan,dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagai menjadi tiga stadium, yaitu ventilasi,transportasi, dan repirasi sel. 1) Ventilasi

Merupakan gerak udara masuk paru yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dan alveoli akibat gerakan paru dalam rongga dada yang diperkuat oleh otot-otot pernapasan. Tekanan intrapleura menjadi lebih negatif selama inspirasi dan kurang negatif selama ekspirasi. Udara bergerak ke dalam paru selama inspirasi bila tekanan alveolus lebih rendah daripada tekanan atmosfir, dan udara keluar dari paru selama ekspirasi bila tekanan atmosfir.

2) Transportasi a) Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan. Penggerak kekuatan difusi gas melewati membran alveolokapiler terdiri dari perbedaan tekanan parsial antara darah dan rongga alveolar. Perbedaan tekanan parsial untuk difusi O2 relatif besar : O2 alveolar kira-kira 100 mmHg

10

Page 11: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

dan sekitar 40 mmHg dalam darah kapilar paru venosa campuran. Difusi CO2 dari darah ke alveolus membutuhkan perbedaan tekanan parsial yang lebih kecil daripada O2 karena CO2 lebih dapat larut dalam lipid.

b) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus. Hal ini berkaitan dengan hubungan antara ventilasi(dalam paru)-perfusi(aliran darah dalam kapiler). Idealnya, efisiensi pertukaran gas yang optimal akan diberikan melalui distribusi dan perfusi sehingga ventilasi-perfusi hampir seimbang (pada orang normal). Keseluruhan V/Q normal adalah 0,8(4L/menit : 5L/menit). Karena gaya gravitasi aliran darah pulmonal, V/Q pada apex paru lebih tinggi dari 0,8 (V lebih tinggi dari Q), sedangkan V/Q pada basis paru lebih rendah dari 0,8(V lebih rendah dari Q). Ketidaksamaan V/Q yang menyebabakan hipoksemi terjadi pada kebanyakan penyakit pernapasan.

1. Unit untung rugi (V/Q > 0,8), ventilasi normal tanpa perfusi (pada embolisme paru) 2. Unit pirau (V/Q <0,8), tanpa ventilasi perfusi normal (pada edema paru, pneumonia) 3. Unit diam, tanpa ventilasi dan perfusi

c) Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. 1. Transpor O2 dalam darah

Hampir semua O2 yang dibawa ke jaringan dalam darah terikat pada hemoglobin , dan hanya sedikit jumlah yang larut dalam plasma (karena O2 tidak larut dalam plasma). Meskipun kebutuhan jaringan bervariasi , namun sekitar 75% Hb masih berikatan dengan O2 pada waktu Hb kembali ke paru dalam bentuk darah vena campuran. Jadi hanya 25% O2 dalam darah arteri yang digunakan untuk keperluan jaringan.

2. Transpor CO2 dalam darah Transpor CO2 dari jaringan ke paru untuk dibuang dilakukan dengan tiga cara:

* Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma, * Sekitar 20% CO2 berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam eritrosit. * Sekitar 70% CO2 diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma 3) Respirasi sel

Merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel.

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium tuberculosis

3.1 MorfologiMycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm.

11

Page 12: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Dinding  M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang  dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel  yang kompleks tersebut menyebebkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai,  tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat  molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000  α, protein MTP 40 dan lain lain.   UNSUR-UNSUR POKOK BASIL TUBERKULOSIS 1. Lipid.  

Mikobakteri kaya akan lipid. Lipid ini mencakup mycolic acid (asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin dan fosfatida. Pada sel, lipid sangat terikat dengan protein dan polisakarida. Muramyl dipeptida (dari peptidoglikan) bersama dengan mycolic acid dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fospolipid menginduksi nekrosis kaseosa. Lipid menentukan sifat tahan asam hingga batas tertentu. Penghilangan lipid dengan asam panas akan menghancurkan sifat tahan asam; hal ini bergantung pada integritas  dinding sel dan keberadaan lipid tertentu. Analisis lipid melalui kromatografi memperlihatkan pola yang membantu dalam klasifikasi spesies yang berbeda.  Galur virulen basil tuberkulosis membentuk “tali menyerupai ular” (serpentine cords), yaitu kumpulan basil tahan asam yang tersusun dalam rantai paralel. Pembentukan tali ini berhubungan dengan virulensi. Sebuah “cord factor” (trehalose-6,6- dimycolate) telah diekstraksi dari basil virulen dengan eter petroleum. Senyawa ini menghambat migrasi leukosit, menyebabkan granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai “adjuvan” imunologis. 

2. Protein  Masing masing tipe mikobakteria mengandung beberapa protein yang menimbulkan reaksi tuberkulin. Protein yang berikatan dengan sebuah fraksi lilin dengan injeksi dapat menginduksi sensitivitas tuberkulin. Protein tersebut juga dapat menyebabkan pembentukan berbagai antibodi. 

3. Polisakarida Mikobakteri mengandung berbagai polisakarida. Perannya dalam patogenesis penyakit belum jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitivitas tipe segera dan dapat berfungsi sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi. 

3.2 SifatMikrobakterium tidak dapat diklasifikasikan sebagi gram positif atau gram negatif karena sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium, karenanya ia termasuk dalam bakteri tahan asam. Mikrobakterium cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol.

12

Page 13: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Mikrobakterium tidak menghasilkan kapsul atau spora; dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP; dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Bakteri ini adalah bakteri aerob, karenanya pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikrobakterium mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang patogen. Mikrobakterium cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

LO 4. Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru4.1 DefinisiTuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari.TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun diluar paru. Sedangkan tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberculosis ekstrapulmonal. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman M.tuberculosis

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarakan aspek kesehatan masyarakat:

a. kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes tuberculin negatif

b. kategori I : terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif

c. kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan sputum negatif

d. kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis dan mikrobiologis:

A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :

13

Page 14: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

1. Tuberkulosis paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan

gambaran tuberkulosis.c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negative

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatifb. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

C. Riwayat pengobatan TB paru-paru sebelumnya :

Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis. WHO merekomendasikan pembacaan dengan skala International Union

a) Kasus Baru Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b) Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

d) Kasus Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

WHO 1991 berdasarkan terpai pembagi TB :

a. kategori I1) kasus baru dengan sputum +

14

Page 15: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

2) kasus baru dengan bentuk TB beratb. kategori II

1) kasus kambuh2) kasus gagal dengan sputum BTA +

c. kategori III1) kasus BTA – dengan kelainan paru yang tidak luas2) kasus TB ekstrea paru selain dari yang disebut dalam kategori I

d. kategori IV, ditunjukan terhadap TB kronik

4.2 Etiologi dan Faktor ResikoTB paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Dapat menular melalui :

Percikan dahak (droplet) saat penderita tuberculosis BTA (+) batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan.

Selain itu, dapat juga melalui inokulasi langsung pada TB kulit. Bila infeksi oleh M.bovis dapat disebabkan karena meminum susu yang tidak steril.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TB : 1. Faktor Sosial Ekonomi

Berkaitan dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TB, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2. Status Gizi Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan factor penting yang berpengaruh di Negara miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak – anak.

3. Umur Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15-50 tahun). Namun, sekarang ini pada orang lansia (>55 tahun) juga sering ditemukan, karena system imunologis menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru.

4. JenisKelamin Penyakit TB-paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki disbanding perempuan, karena banyak laki-laki yang suka merokok tembakau dan minum alcohol sehingga dapat menurunkan system pertahannan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.

4.3 EpidemiologiPada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai globalhealth emergency.TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/4 penduduk

15

Page 16: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB.Pada tahun 1998 ada 4.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia. Sebagian besar kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia. Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan: 1. kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada Negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di Negara maju. 2. adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup. 3. perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di negeri-negeri miskin. 4. tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter. 5. terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan khusus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat. 6. adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia.

EPIDEMIOLOGI TB DI INDONESIA Di Indonesia TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5. Menyerang sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah dilakukan, tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun.Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1985 dan survey kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena masih relative rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa dating melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.

4.4 Patogenesis

16

Page 17: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. 

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah  kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 

 Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.  Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system

17

Page 18: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 

 Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan  paru  biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 

 Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. 

 Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 

 Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. 

 Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi  focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun- tahun  kemudian,  bila  daya  tahan  tubuh  pejamu  menurun,  focus  TB  ini     dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. 

 Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk  ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB

18

Page 19: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 

 Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. 

 Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan  beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. 

 Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik  biasanya  terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. 

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer. 

4.5 Manifestasi Klinis

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala sistemik/umum:  Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)  Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari

disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul 

Penurunan nafsu makan dan berat badan  Perasaan tidak enak (malaise), lemah 

 

Gejala khusus: 

19

Page 20: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak. 

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. 

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. 

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. 

 Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah. 

4.6 Diagnosis dan Diagnosis BandingMengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

1. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

2. P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

3. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan fluorosens pewarnaan auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan kultur dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan menggunakan media Lowenstein-jensen, ataupun media agar.

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:

1. 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif

2. 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau BTA positif. Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.

20

Page 21: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:

1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular 3. Bayangan bercak milier 4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.

2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).

3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi: 1. Fibrotik 2. Kalsifikasi 3. Schwarte atau penebalan pleura

SUSPEK TB PARU

21

Page 22: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis antara lain:

1. Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric 2. Polymerase Chain Reaction (PCR) 3. Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB 4. Analisis cairan pleura :Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura

perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.

5. Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi pada Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB), Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman), Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka), dan Otopsi pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan

22

Page 23: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

6. Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu 7. Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa

Tes Serologi

Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis adalah Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128 dianggap positif, yang berarti proses tuberkulosis masih aktif.

Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.

2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) :>= 10mm, uji mantoux positif.Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia2. Abses paru3. Kanker paru

Kanker paru-paru stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala apapun. Tapi dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadi antara lain:a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuhb. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafasc. Nyeri dada yang terus menerusd. Batuk darahe. Suara serak 

23

Page 24: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumoniag. Selalu merasa sangat letih h. Kehilangan berat badan

4. Bronkiektasis5. Pneumonia aspirasi6. Ronkopneumonia

4.7 Tata LaksanaFARMAKOTERAPI

Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3 bulan) dan lanjutan (4-7 bulan)

d. Tahap intensif: obat diberikan setiap hari,dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi obat. Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan

e. Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktu yang lama. Tahap ini penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah kekambuhan.

Jenis OAT Sifat Dosis yang Direkomendasikan (mg/kg)Harian 3x seminggu

Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)Pyrazinamid (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu: Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.

Isoniazid (INH)

a. Efek antibakteri : bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.

24

Page 25: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

b. Mekanisme kerja: menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.

c. Farmakokinetik: mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar 75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.

d. Efek samping: reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin.

e. Sediaan dan posologi: terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400 mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak <4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15 mg/kgBB/hari.

Rifampisin

a. Aktivitas antibakteri: menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif.

b. Mekanisme kerja: terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.

c. Farmakokinetik: pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi ke seluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat.

d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual, dan muntah.

e. Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.

Etambutol

a. Aktivitas antibakteri: menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.

b. Farmakokinetik: pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.

c. Efek samping: jarang. Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman

25

Page 26: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada 50% pasien.

d. Sediaan dan posologi: tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.

Pirazinamid

a. Aktivitas antibakteri: mekanisme kerja belum diketahui. b. Farmakokinetik: mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya

terutama melalui filtrasi glomerulus. c. Efek samping: yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi

asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam.

d. Sediaan dan posologi: bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35 mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kali sehari.

Streptomisin

a. Aktivitas antibakteri: bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.

b. Farmakokinetik: setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.

c. Efek samping: umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya terganggu.

d. Sediaan dan posologi: bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20 mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.

Etionamid

a. Aktivitas antibakteri: in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 𝜇g/mL.

b. Farmakokinetik: pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan jaringan. Ekskresi cepat dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.

c. Efek samping: paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental, mengantuk dan asthenia.

d. Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mg sehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan dosis 125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung.

Paraaminosalisilat

a. Aktivitas bakteri: in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 𝜇g/mL.

26

Page 27: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

b. Farmakokinetik: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.

c. Efek samping: gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelianan darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis atipik, trombositopenia.

d. Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12 g sehari.

Sikloserin

a. Aktifitas bakteri: in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 𝜇g/mL dengan menghambat sintesis dinding sel.

b. Farmakokinetik: baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelah pemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.

c. Efek samping: SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll.

d. Sediaan dan posologi: bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30 𝜇g/mL.

Kanamisin dan Amikasin

a. Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif. b. Farmakokinetik: melalu suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr,

atau dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2 bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.

Efek samping ringan OATEfek Samping Penyebab PenatalaksanaanTidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Semua OAT diminum malam

sebelum tidurNyeri sendi Pirasinamid Beri AspirinKesemutan s/d rasa terbakar pada kaki INH Beri Vitamin B6 (Piridoxin)

100mg/hrKemerahan pada air seni Rifampisin Perlu penjelasan ke pasien

Gatal dan Kemerahan Semua jenis OAT

Ikuti petunjuk pelaksanaan

Tuli streptomisin Hentikan,ganti dengan EtambutolGangguan Keseimbangan streptomisin Hentikan,ganti dengan EtambutolIkterus tanpa sebab lain Hampir

semua OATHentikan,sampai menghilang

Bingung dan muntah-muntah Hampir semua OAT

Hentikan,segera tes fungsi hati

Gangguan Penglihatan Etambutol HentikanPurpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan

a) OAT kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3). Panduan OAT ini diberikan untuk: 1. Pasien baru TB paru BTA positif

27

Page 28: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

2. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif 3. Pasien TB ekstra paru

Dosis panduan OAT-KDT kategori 1Berat Badan Tahap intensif tiap hari

selamaTahap lanjutan 3 kali seminggu

56 hari RHZE (150/75/400/275)

selama 16 minggu RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT≥70 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis panduan OAT-Kombipak kategori 1

Tahap pengobatan Lama pengobatan Dosis /hr/kali

Tablet Isoniazid @300mgr

Kaplet Rifampisin @450mgr

Tablet Pirazinamid @500mgr

Tablet Etambutol @250mgr

Intensif 2 bulan 1 1 3 3Lanjutan 4 bulan 2 1 - -

b) OAT kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Panduan OAT ini diberikan untuk BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

1. Kambuh 2. Gagal 3. Dengan pengobatan setelah putus berobat

Dosis panduan OAT-KDT kategori 2

BB Tahap intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275)+S

Tahap lanjutan 3 x smgg RH (150/150)+E(400)

56 hari 28 hari 20 mgg30-37 kg 2 tab

4KDT+750mg streptomisin inj.

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT+2 tab Etambutol

38-54 kg 3 tab 4KDT+500mg streptomisin inj.

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT+3 tab Etambutol

55-70 kg 4 tab 4KDT+1000mg streptomisin inj.

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol

28

Page 29: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

≥71 kg 5 tab 4KDT+ 1000mg streptomisin inj.

5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol

Dosis panduan OAT-Kombipak kategori 2

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS

1. Kehamilan Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

2. Ibu menyusui dan bayinya Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu danbayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

3. Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal,atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDSsama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution(Kewaspadaan Keamanan Universal)

29

Page 30: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk kepelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukareladengan test HIV).

5. Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinisikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H)selama 6 bulan.

6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat.Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

7. Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat antidiabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan antidiabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.

9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yangmembahayakan jiwa pasien seperti:

a. Meningitis TB b. TB milier dengan atau tanpa meningitis c. TB dengan Pleuritis eksudativa d. TB dengan Perikarditis konstriktiva.

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikandengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.

10. Indikasi operasi

30

Page 31: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah: 1) Untuk TB paru:

a. Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan carakonservatif. b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapatdiatasi secara

konservatif. c. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.

2) Untuk TB ekstra paru: Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulangyang disertai kelainan neurologik.

4.8 PencegahanBerkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Environment dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain : a. Pencegahan Primer

Dengan promisi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi : 1. Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG) secara nasional dan internasional pada daerah dengan kejadian tinggi dan orang tua penderita atau berisiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan Environment 2. Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak 3. Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

b. Pencegahan Sekunder Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama : Agent, Host dan Environment. Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif. Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif.Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap epidemic TBC.Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.

c. Pencegahan Tersier Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

31

Page 32: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut : 1. Perkembangan media. 2. Metode solusi problem keresistenan obat. 3. Perkembangan obat Bakterisidal baru. 4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin. 5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel. 6. Studi lain yang intensif. 7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol

4.9 KomplikasiPenyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas à PPOK (sindrom obstruksi Pasca

Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat à fibrosis paru, kor pulmonal, amilodosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

4.10 PrognosisDi negara-negara dengan tingkat TB yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi dalam waktu 12 bulan dari penyelesaian pengobatan dan karena kambuh. Di negara-negara dengan tingkat TB yang lebih tinggi, yang paling kekambuhan setelah pengobatan yang tepat mungkin karena infeksi ulang daripada kambuh.Prognostik yang buruk termasuk keterlibatan paru, keadaan immunocompromised, usia yang lebih tua, dan riwayat pengobatan sebelumnya.

LO 5. Memahami dan Menjelaskan Program Kerja Pemerintah terhadap TuberkulosisFaktor Predisposisi, Prevalensi dan Sebaran Geografik

Faktor Predisposisi 1. Faktor Agent( Mycobacterium tuberculosis) Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi congenital yang jarang terjadi.

2. Faktor Lingkungan Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya.Penularannya pun berpola se kuler tanpadipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC.Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi.Terdapat pula aspek dinamis berupa

32

Page 33: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitasperdesaan.Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewanternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

3. Faktor Host Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku padagolongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi.Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekananpsikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalamTBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

4. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

Prevalensi dan Sebaran Geografik Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakittuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman dormantersebut dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebutsebagai “ penderita tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk

33

Page 34: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%. Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

Preventif dan Promotif a. Upaya Promotif Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja, penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja,peningkatan gizi kerja b. Upaya preventif Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakitTBC.

> Pencegahan Primer : Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakitpada populasi yang sehat. * Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control) : Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan * Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control): Pesyaratan penerimaan tenaga kerja Pencatatan pelaporan Monitoring dan evaluasi * Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain : Sistem ventilasi yang baik Pengendalian lingkungan keja * Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain :Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, caraminum obat dll. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)- Peningkatan gizi pekerja Penelitian kesehatan

> Pencegahan sekunder

34

Page 35: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkinmencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya: * Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatanyang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau juru TBC * Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja- * Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai danrujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala. * Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perluprioritas penanggulangan TBC bagi pekerja * Pengelolaan logisti * Sumber dan cara penularan Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara danlamaya menghirup udara tersebut.

Prinsip Dasar Program P2M a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS). Diagnosis hanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi saja. b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 kali positif disebut kasus BTA(+). c) Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada pemeriksaan Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya. d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler. e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapiRontgen f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksaan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi). g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3 bulan sekali). h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatment Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.

Cara Menemukan Kasus TB Paru Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan penderita TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB

35

Page 36: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

yang paling efektif di masyarakat.Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif tahun terakhir. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi. Data dari penyedia pelayanan swasta belum termasuk dalam data di program pengendalian TB nasional. Sedangkan untuk rumah sakit, data yang tersedia baru berasal dari sekitar 30% rumah sakit yang telah melaksanakan strategi DOTS. Proporsi kasus TB dengan BTA negatif sedikit meningkat dari 56% pada tahun 2008 menjadi 59% pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif yang terjadi selama beberapa tahun terakhir sangat mungkin disebabkan oleh karena meningkatnya pelaporan kasus TB dari rumah sakit yang telah terlibat dalam program TB nasional. Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus BTA positif.Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%. Angka-angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Tugas dan Peran Pengawas Minum Obat (PMO) Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan member penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan. Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah : a) Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru. b) Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari. c) Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali d) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak :

1. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang dahak dilakukan untuk menentukan obat tambahan. 2. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan. 3. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan.

e) Memberikan penyuluhan f) Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita. g) Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat

Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah : a) Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik. b) Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.

36

Page 37: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

c) Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan. d) Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai. e) Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat. f) Merujuk pasien bila efek samping semakin berat. g) Melakukan kunjungan rumah h) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberculosis yang mempunyai gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.

Tujuan Kunjungan Petugas Puskesmas Kunjungan Rumah (Home Visit) kepada pasien TB yang tidak memeriksakan diri pada waktu yang telah ditentukan. Tujuannya adalah untuk memantau keberadaan pasien D.O (Drop-Out/putus pengobatan), melihat kelanjutan pengobatan dan mengetahui kendala pasien menghentikan pengobatan. .

LO 6. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dalam IslamCara Batuk yang Benar yaitu : a. Langkah 1 : Sedikit berpaling dari orang disekitar anda dan tutup hidung dan mulut atau hidung saat batuk dan bersin dengan menggunakan tissu, sapu tangan atau lengan baju. b. Langkah 2 : Segera buang tisu yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah. c. Langkah 3 : Cuci tangan dengan mengunakan sabun atau menggunakan gel pembersih tangan. d. Langkah 4 : Gunakan masker. Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia. Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.

Etika batuk menurut islam Rasulullah saw. Bersabda: “Jika salah seorang dan kalian bersin, maka hendaklah ia berkata, ‘Segala puji bagi Allah’, dan hendaklah saudaranya mengatakan padanya, ‘Semoga Allah merahmatimu’, dan jika saudaranya telah mengatakan, ‘Semoga Allah merahmatimu’, maka hendaklah orang yang bersin berkata, ‘Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu, dan memperbaiki hatimu’.” (Diriwayatkan Al-Bukhari). Abu Hurairah ra berkata, “Jika Rasulullah SAW. bersin, beliau meletakkan tangannya, atau pakaiannya di mulutnya, dan merendahkan suaranya.” (Muttafaq Alaih).

37

Page 38: Wrap up SK-2 Respirasi B.12.docx

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC Eroschenko, VP. 2010. Atlas Histologi diFiore. Ed. 11.Jakarta : EGC Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 335-54. Kuehnel. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed Stuttgart: Thieme; 2003. p. 340-51. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen Kesehatan Republic Indonenesia. Bakti Husada. Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC. Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI Snell. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta  

38