fisiologi respirasi - sk

Upload: wendy-purnama

Post on 30-Oct-2015

206 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

feri

TRANSCRIPT

FISIOLOGI PERNAFASAN DAN ANESTESI

PAGE

FISIOLOGI PERNAFASAN DAN ANESTESI

Konsep kunci

1. Anestesi umum secara khusus mengurangi VO2 dan VCO2 sekitar 15%.

2. Saat akhir ekspirasi, tekanan intrapleura biasanya rata-rata 5 cmH2O dan tekanan alveolar 0 (tidak ada aliran), tekanan transpulmonar adalah + 5 cmH2O.

3. Volume paru saat akhir ekshalasi normal disebut kapasitas residu fungsional (FRC).

4. Kapasitas tertutup biasanya dibawah FRC, tetapi kenaikannya terus bertambah sesuai dengan umur. Kenaikan ini kemungkinan berperan terhadap penurunan tekanan oksigen arteri yang berkaitan dengan usia normal.

5. Saat volume ekspirasi diperkuat dalam 1 menit dan kapasitas vital diperkuat merupakan usaha dependen, aliran pertengahan ekspirasi diperkuat (FEF 25-27%) adalah usaha independen dan lebih dapat dipercaya mengukur obstruksi.

6. Induksi anestesi secara menetap menghasilkan penurunan FRC sebesar 15-20% (400 ml pada sebagian besar pasien) melampaui yang terjadi pada posisi supine.

7. Hipoksia adalah rangsangan kuat terjadinya vasokonstriksi pulmoner (berlawanan dengan efek sistemik).

8. Ventilasi/perfusi untuk unit paru (setiap alveolus dan kapilernya) berkisar dari 0 (tidak ada ventilasi) hingga tak terbatas (tidak ada perfusi); yang pertama berhubungan dengan pintas intrapulmoner, sementara yang terakhir merupakan ruang mati alveolar.9. Shunting merupakan proses terjadinya desaturasi, campuran darah vena dari jantung kanan kembali ke jantung kiri tanpa mengalami resaturasi dengan oksigen pada paru.10. Anestesi umum biasanya meningkatkan campuran darah vena 5-10%, kemungkinan karena atelektasis dan kolaps jalan nafas pada area dependen paru.11. Kenaikan sejumlah besar PaCO2 (> 75 mmHg) yang menetap menghasilkan hipoksia (PaO2 < 60 mmHg) pada suhu kamar tetapi tidak dengan konsentasi oksigen inspirasi.12. Ikatan oksigen terhadap hemoglobin tampaknya menjadi faktor terbatas dalam pemindahan oksigen dari udara alveolar ke dalam darah.13. Semakin besar shunt, semakin kecil kenaikan fraksi oksigen inspirasi yang akan mencegah hipoksemi.14. Pergeseran ke kanan pada kurva disosiasi oksigen hemoglobin menurunkan afinitas oksigen, memindahkan oksigen dari hemoglobin dan menyebabkan lebih banyak oksigen berada di jaringan; pergeseran ke kiri meningkatkan afinitas hemoglobin untuk oksigen, mengurangi ketersediaannya dalam jaringan.15. Pusat kemoreseptor berada pada permukaan anterolateral medulla dan berperan terutama mengubah cairan serebrospinal (H+). Mekanisme ini efektif dalam mengatur PaCO2 karena sawar darah otak dapat dilalui CO2 yang terlarut tetapi tidak oleh ion bikarbonat.16. Dengan bertambahnya kedalaman anestesi, kecondongan kurva PaCO2/ventilasi per menit menurun dan ambang batas apneu meningkat.Pentingnya fisiologi pernafasan terhadap praktik anestesi sangat jelas. Anestesi yang paling sering digunakan - agen inhalasi - tergantung pada paru untuk pengambilan dan eliminasi. Efek samping yang paling penting baik anestesi inhalasi dan intravena terutama pernafasan. Lebih lanjut, paralisis otot, posisi yang tidak biasa selama pembedahan dan teknik seperti anestesi satu paru dan pintas kardiopulmoner sangat mengubah fisiologi pernafasan normal.

Sebagian besar praktik anestesi modern berdasarkan pemahaman fisiologi pernafasan yang cermat dan betul-betul dipertimbangkan penerapan fisiologi pernafasan. Bab ini membahas konsep dasar pernafasan yang penting dipahami dan menerapkan teknik anestesi. Meskipun efek respirasi setiap agen anestesi bervariasi dibahas dalam bab lain dalam buku ini, bab ini juga membahas efek keseluruhan anestesi umum terhadap fungsi paru.

RESPIRASI SELULER

Fungsi penting paru adalah menyediakan pertukaran gas antara darah dan udara inspirasi. Hal ini membutuhkan energi sebagai hasil langsung metabolisme aerob seluler yang memerlukan permintaan menetap untuk pengambilan oksigen dan eliminasi CO2.

1. Metabolisme aerob

Biasanya, hampir seluruh sel manusia memperoleh energi melalui aerob dengan menggunakan oksigen. Karbohidrat, lemak dan protein dimetabolisme menjadi fragmen 2 karbon (asetil-koenzim A (asetil-CoA() yang memasuki siklus asam sitrat dalam mitokondria. Karena asetil-CoA dimetabolisme menjadi CO2, energi diperoleh dan disimpan dalam nikotin adenine dinukleotida (NAD), flavin adenine dinukleotida (FAD) dan guanosin trifosfat (GTP). Energi itu kemudian diubah menjadi adenosine trifosfat (ATP) melalui proses yang disebut oksidatif fosforilasi. Oksidatif fosforilasi memanfaatkan lebih dari 90% konsumsi oksigen seluruh tubuh dan melibatkan serangkaian enzim perantara pemindahan elektron yang berpasangan dengan ATP. Pada tahap akhir, oksigen molekuler berkurang menjadi air.

Untuk glukosa, bahan bakar sel yang penting, reaksi keseluruhan sebagai berikut :

C6H12O6 + 6O2 ( 6CO2 + 6H2O + energi

Energi yang dihasilkan ( kira-kira 1200 kJ tiap mol glukosa) sebenarnya disimpan dalam fosfat ketiga yang terikat pada ATP.

Energi + ADP + P ( ATP

Untuk setiap molekul glukosa teroksidasi, hingga total 38 mlekul ATP dapat dihasilkan. Sekali dibentuk, energi yang disimpan dalam ATP dapat digunakan untuk pompa ion, kontraksi otot, sintesis protein atau sekresi seluler; dalam prosesnya, adenosine difosfat dihasilkan kembali dari :

ATP ( ADP + P + energi

Sel mempertahankan rasio ATP terhadap ADP 10 : 1.

Catatan : ATP tidak dapat disimpan tetapi harus terus menerus dibentuk, membutuhkan suplai bahan dasar metabolik dan oksigen.

Rasio total produksi CO2 (VCO2) terhadap konsumsi oksigen (VO2) disebut sebagai hasil bagi respirasi (RQ) dan biasanya menunjukkan bahan bakar utama yang digunakan. Hasil bagi respirasi karbohidrat, lemak dan protein berturut-turut adalah 1,0; 0,7 dan 0,8. VCO2 biasanya berkisar 200 ml/menit, sedangkan VO2 diperkirakan 250 ml/menit. Karena protein biasanya tidak digunakan sebagai sumber bahan bakar utama, hasil bagi respirasi normal 0,8 kemungkinan menggambarkan penggunaan kombinasi lemak dan karbohidrat. RQ > 1 dapat dilihat dengan adanya lipogenesis (pemberian makanan berlebihan) dan RQ 0,7 menandakan lipolisis (puasa atau kelaparan). Konsumsi oksigen juga dapat diperkirakan berdasarkan berat pasien dalam kilogram :

VO2 = 10 (berat badan)

2. Metabolisme anaerob

Dibandingkan dengan metabolisme aerob, metabolisme anaerob menghasilkan jumlah ATP yang sangat terbatas. Dengan tidak adanya oksigen, ATP dapat dihasilkan hanya dari perubahan glukosa menjadi asam piruvat kemudian asam laktat. Setiap molekul glukosa hasil berat bersih metabolisme anaerob hanya 2 molekul ATP (61 kJ) (dibandingkan dengan 38 molekul ATP yang dibentuk secara aerob). Lebih lanjut, asidosis laktat progresif yang berkembang cepat membatasi aktivitas enzim yang terlibat. Ketika tekanan oksigen dipulihkan menjadi normal, laktat diubah kembali menjadi piruvat dan metabolisme aerob dilanjutkan kembali.

3. Efek anestesi pada metabolisme sel

Anestesi umum secara khusus mengurangi VO2 dan VCO2 sekitar 15%. Pengurangan ekstra sering terlihat sebagai hasil hipotermi. Pengurangan terbesar terdapat di otak dan konsumsi oksigen jantung.

ANATOMI PERNAFASAN FUNGSIONAL

1. Rongga dada dan otot pernafasan

Rongga dada terdiri dari 2 paru dan setiap paru dikelilingi oleh pleuranya sendiri. Apeks dada kecil, hanya memungkinkan untuk masuknya trakea, esophagus dan pembuluh darah, sedangkan dasarnya dibentuk oleh diafragma. Kontraksi diafragma otot pernafasan utama - menyebabkan dasar dari rongga dada turun 1,5 7 cm dan paru-paru mengembang. Pergerakan diafragma biasanya memperhitungkan 75% perubahan volume dada. Otot-otot pernafasan tambahan juga meningkatkan volume dada (dan pengembangan paru) dengan aksi mereka pada tulang iga. Setiap tulang iga (kecuali 2 tulang iga terakhir) menyambung di posterior dengan vertebra dan membentuk sudut ke bawah karena menempel di anterior pada sternum. Pergerakan tulang iga ke atas dan keluar mengembangkan dinding dada.

Selama pernafasan normal, diafragma dan otot-otot interkostal eksternal bertanggungjawab untuk inspirasi; ekspirasi biasanya bersifat pasif. Dengan meningkatnya usaha pernafasan, otot-otot sternokleidomastoideus, skalenus dan pektoralis dapat digunakan selama inspirasi. Otot sternokleidomastoideus membantu dalam mengangkat rongga dada, sedangkan otot skalenus mencegah pergeseran kedalam tulang-tulang iga atas selama inspirasi. Otot pektoralis dapat membantu pengembangan rongga dada ketika lengan diletakkan pada sandaran yang tetap. Ekspirasi biasanya pasif pada posisi supine tetapi menjadi aktif pada posisi tegak lurus dan dengan meningkatnya usaha pernafasan. Ekshalasi dipermudah dengan otot-otot termasuk otot-otot perut (rektus abdominis, internal dan eksternal oblik, dan transverses) dan mungkin interkostalis interna membantu pergerakan ke bawah tulang iga. Meskipun tidak selalu mempertimbangkan otot-otot pernafasan, beberapa otot faring penting dalam mempertahankan patensi jalan nafas. Aktivitas tonik dan refleks inspirasi pada genioglossus mempertahankan lidah jauh dari dinding posterior faring. Aktivitas tonik pada levator palate, tensor palate, palatofaringeus dan palatoglossus mencegah palatum durum jatuh ke belakang dinding faring, terutama pada posisi supine.

2. Pohon trakheobronkhial

Kelembapan dan penyaringan udara inspirasi merupakan fungsi jalan nafas bagian atas (hidung, mulut dan faring). Fungsi dari pohon trakheobronkhial adalah memberikan aliran gas ke dan dari alveoli. Pembagian dikotom (setiap cabang terbagi menjadi 2 bronkhus kecil), dimulai dengan trakhea dan berakhir dalam sakus alveolus, diperkirakan melibatkan 23 divisi atau cabang (gambar 22-1). Setiap cabang, jumlah jalan nafas terbagi menjadi 2. Setiap sakus alveolus terdiri dari rata-rata 17 alveoli. Diperkirakan 300 juta alveoli menyediakan membrane yang sangat luas (50-100 m2) untuk pertukaran gas pada rata-rata orang dewasa.

Gambar 22-1. Pembagian dikotom jalan nafas

Setiap cabang berturut-turut, epitel mukosa dan struktur penyokong jalan nafas berubah secara bertahap. Mukosa mengalami perubahan secara bertahap dari epitel kolumner bersilia menjadi epitel kuboid dan akhirnya menjadi epitel alveolar datar. Pertukaran gas dapat terjadi hanya melalui epitel datar yang mulai tampak pada bronkhiolus respiratori (cabang 17-19). Dinding jalan nafas secara bertahap kehilangan jaringan penyokong kartilaginosa (pada bronkhiolus) dan kemudian otot polosnya. Kehilangan jaringan kartilaginosa menyebabkan patensi jalan nafas kecil menjadi tergantung pada daya tarik radial oleh rekoil elastik jaringan disekitarnya; akibatnya diameter jalan nafas menjadi tergantung pada volume total paru.

Silia pada epitel kuboid dan kolumner biasanya bergerak dengan cara yang sinkron sehingga mukus yang dihasilkan kelenjar sekretori yang melapisi jalan nafas (dan ada hubungannya dengan bakteri atau debris) bergerak naik ke mulut.

Alveoli

Ukuran alveolar berfungsi sebagai gravitasi maupun volume paru. Rata-rata diameter alveolus diperkirakan antara 0,05-0,33 mm. Pada posisi tegak lurus, alveoli terbesar terdapat pada apeks paru, sedangkan alveoli terkecil cenderung terdapat pada basal. Dengan inspirasi, ketidaksesuaian ukuran alveolar menjadi berkurang. Setiap alveolus berhubungan secara tertutup dengan jaringan kapiler pulmoner. Dinding setiap alveolus tersusun secara asimetris (gambar 22-2). Pada sisi yang tipis, dimana terjadi pertukaran gas, epitel alveolar dan endotel kapiler terpisah oleh masing-masing membran basalis dan seluler; pada sisi yang tebal, dimana terjadi pertukaran cairan dan zat terlarut, ruang interstisial paru memisahkan epitel alveolar dari endotel kapiler. Ruang interstisial paru terutama terdiri dari elastin, kolagen dan serabut saraf. Pertukaran gas terjadi terutama pada sisi tipis dari membran alveolokapiler dimana ketebalannya kurang dari 0,4 (m. Sisi yang tebal (1-2 (m) memberikan penyokong structural untuk alveolus.

Gambar22-2. Ruang interstisial paru dengan kapiler melewati 2 alveoli. Kapiler menyatu dengan lapisan tipis (pertukaran gas) alveolus di kanan. Ruang interstisial paru menyatu dengan lapisan tebal alveolus di kiri.

Epitel respirasi terdiri dari sedikitnya 2 tipe sel. Pneumosit tipe 1 datar dan membentuk ikatan yang kuat (1 (m) satu sama lain. Ikatan ini sangat penting dalam mencegah masuknya molekul aktif onkotik dengan berat molekul besar seperti albumin ke dalam alveolus. Pneumosit tipe 2 , dimana jumlahnya lebih banyak dari pneumosit tipe 1 (karena bentuknya mengisi kurang dari 10% ruang alveolar), dikelilingi sel-sel yang terdiri dari inklusi sitoplasmik prominen (badan lamellar). Badan inklusi ini terdiri dari surfaktan, bahan yang sangat penting untuk mekanik pulmoner normal. Tidak seperti sel tipe 1, pneumosit tipe 2 memiliki kemampuan untuk membelah diri dan dapat menghasilkan pneumosit tipe 1 bila sel tersebut rusak. Sel tersebut juga tahan terhadap toksisitas oksigen.

Sel tipe lain yang ada pada jalan nafas bagian bawah termasuk makrofag alveolar pulmoner, sel mast, limfosit dan sel APUD (amino precursor uptake and decarboxylation). Netrofil juga khas terdapat pada perokok dan pasien dengan trauma paru akut.

3. Sirkulasi pulmoner dan limfatik

Paru-paru disediakan oleh 2 sirkulasi, pulmoner dan bronchial. Sirkulasi bronchial naik dari jantung kiri dan dan menyokong kebutuhan metabolik pohon trakheobronkhial sampai tingkat bronkhiolus respirasi. Di bawah tingkat ini, jaringan paru disokong oleh kombinasi gas alveolar dan sirkulasi pulmoner.

Sirkulasi pulmoner biasanya menerima output total dari jantung kanan melalui arteri pulmonalis, yang terbagi menjadi cabang kanan dan kiri untuk memberi suplai setiap paru. Darah yang mengalami deoksigenasi lewat melalui kapiler pulmoner, dimana oksigen diambil dan CO2 dikeluarkan. Darah yang teroksigenasi kemudian kembali ke jantung kiri melalui 4 vena pulmoner utama (2 untuk setiap paru). Meskipun aliran melalui sirkulasi pulmonal dan sistemik sama, rendahnya tahanan vaskuler pulmoner menghasilkan tekanan vaskuler pulmoner seperenam pada sirkulasi sistemik; disebabkan baik arteri maupun vena pulmoner biasanya memiliki dinding yang lebih tipis dengan sedikit sel otot polos.

Terdapat hubungan antara sirkulasi pulmoner dan bronkhial. Hubungan langsung arteriovena pulmoner, menghindari kapiler pulmoner biasanya tidak bermakna tetapi dapat menjadi penting pada keadaan patologik tertentu. Pentingnya sirkulasi bronkhial dalam membantu percampuran darah vena normal akan dibicarakan di bawah ini.

Kapiler pulmoner

Kapiler pulmoner tergabung ke dalam dinding alveoli. Rata-rata diameter kapiler ini (sekitar 10 (m) hampir cukup untuk menyediakan lewatnya 1 sel darah merah. Karena setiap jaringan kapiler menyediakan lebih dari 1 alveolus, darah dapat lewat melalui beberapa alveoli sebelum mencapai vena pulmonalis. Karena tekanan yang relatif rendah pada sirkulasi pulmonal, sejumlah darah mengalir melalui jaringan kapiler dipengaruhi oleh gravitasi dan ukuran alveolar. Alveoli yang besar memiliki area potong lintang kapiler-kapiler yang lebih kecil dan akibatnya meningkatkan tahan terhadap aliran darah. Pada posisi tegak lurus, kapiler apikal cenderung mengurangi aliran, sedangkan kapiler basal memiliki aliran yang tinggi.

Endotel kapiler pulmoner memiliki ikatan yang relatif luas, selebar 5 nm, memudahkan lewatnya molekul besar seperti albumin. Akibatnya, cairan interstisial paru relatif kaya akan albumin. Makrofag dan netrofil yang beredar dapat lewat melalui endotel sebagaimana ikatan epitel alveolar yang relatif longgar. Makrofag pulmoner umumnya terlihat pada ruang interstisial dan di dalam alveoli; sehingga mencegah infeksi bakteri dan memakan benda asing.

Limfatik pulmoner

Aliran limfatik pada paru-paru mula-mula pada ruang interstisial. Karena ikatan endotel yang luas, limfatik paru relatif mengandung protein tinggi dan aliran limfe pulmoner total biasanya sebanyak 20 ml/jam. Pembuluh limfe besar berjalan naik disepanjang jalan nafas, membentuk rantai nodus limfatikus trakheobronkhial. Aliran drainase limfatik dari kedua paru berhubungan dengan trakhea. Cairan dari paru kiri mengalir terutama menuju ke duktus torasikus sedangkan yang beasal dari paru kanan mengalir ke duktus limfatikus kanan.

4. Persarafan

Diafragma dipersarafi oleh nervus phrenikus yang berasal dari akar saraf C3-C5. Hambatan nervus phrenikus unilateral atau kelumpuhan sederhana mengurangi fungsi pulmoner (sekitar 25%). Meskipun kelumpuhan nervus phrenikus bilateral menghasilkan gangguan yang lebih berat, pergerakan otot-otot pernafasan tambahan dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pad beberapa pasien. Otot interkostalis dipersarafi oleh akar saraf torakalis. Trauma medulla spinalis di atas C5 inkompatibel dengan ventilasi spontan karena baik nervus phrenikus dan interkostalis terkena.

Nervus vagus memberikan persarafan sensori terhadap pohon trakheobronkhial, baik persarafan otonom simpatis dan parasimpatis otot polos bronkhial dan kelenjar sekretori. Aktivitas vagal memperantarai bronkhokonstriksi dan meningkatkan sekresi bronkhial melalui reseptor muskarinik. Aktivitas simpatik (T1-T4) memperantarai bronkhodilatasi dan juga menurunkan sekresi melalui reseptor (2 adrenergik. Stimulasi reseptor (1 adrenergik menurunkan sekresi tetapi dapat menyebabkan bronkhokonstriksi. Sistim bronkhodilator nonadrenergik, nonkolinergik diduga melibatkan neurotransmitter peptida intestinal vasoaktif. Persarafan pada laring akan dibicarakan dalam bab 5.

Reseptor ( dan ( adrenergik terdapat pada pembuluh darah paru tetapi sistim simpatis biasanya mempunyai efek sedikit pada tonus pembuluh darah paru. Aktivitas (1 menyebabkan vasokonstriksi; aktivitas (2 memperantarai vasodilatasi. Aktivitas vasodilatasi parasimpatis tampaknya diperantarai melalui pelepasan N2O.

MEKANISME DASAR PERNAFASAN

Pertukaran periodik gas alveolar dengan udara segar dari jalan nafas atas menyediakan oksigen bagi darah yang mengalami desaturasi dan mengeluarkan CO2. Perubahan ini dipengaruhi gradien tekanan siklus kecil pernafasan. Selama ventilasi spontan, gradien ini merupakan tambahan terhadap variasi tekanan intratorakal; selama ventilasi mekanik mereka dihasilkan dari tekanan positif intermiten pada jalan nafas atas.

Ventilasi spontan

Variasi tekanan normal selama pernafasan spontan ditunjukkan dalam gambar 22-3. Tekanan dalam alveoli selalu lebih besar dibandingkan tekanan sekitarnya (intratorakal), kecuali alveoli dalam keadaan kolaps. Tekanan alveolar biasanya 0 atmosfer saat akhir inspirasi dan akhir ekspirasi. Sesuai dengan fisiologi respirasi, tekanan pleura digunakan sebagai pengukuran tekanan intratorakal. Meskipun hal ini tidak sepenuhnya benar untuk menunjukkan tekanan pada ruang potensial, konsep ini memberikan perhitungan tekanan transpulmoner. Tekanan transpulmoner atau P transpulmoner didefinisikan sebagai berikut :

P transpulmoner = P alveolar P intrapleura

Saat akhir ekspirasi, tekanan intrapleura biasanya rata-rata sekitar 5 cmH2O dan sejak tekanan alveolar 0 (tidak ada aliran), tekanan transpulmoner + 5 cm H2O. Aktivitas otot interkostalis dan diafragma selama inspirasi mengembangkan dada dan menurunkan tekanan intrapleura dari 5 cmH2O menjadi 8 atau 9 cmH2O. Akibatnya, tekanan alveolar juga menurun (antara 3 dan 4 cm H2O) dan gradien alveolar-jalan nafas atas dapat ditetapkan; gas mengalir dari jalan nafas atas menuju alveoli. Saat akhir inspirasi (ketika aliran gas berhenti), tekanan alveolar kembali 0, tetapi tekanan intrapleura tetap menurun; tekanan transpulmoner yang baru (5 cmH2O) membantu ekspansi paru.

Selama ekspirasi, relaksasi diafragma mengembalikan tekanan intrapleura menjadi 5 cmH2O. Sekarang tekanan transpulmoner tidak membantu volume paru yang baru dan recoil elastic paru menyebabkan pembalikan gradien alveolar-jalan nafas atas; gas mengalir keluar dari alveoli dan volume paru yang semula diperbaiki.

Gambar 22-3. Perubahan pada tekanan alveolar dan intrapleural selama pernafasan normal. Catatan bahwa pada volume tidal maksimal, aliran nol dan tekanan alveolar 1 atmosfer.

Ventilasi mekanik

Sebagian besar bentuk ventilasi mekanik secara intermiten menggunakan tekanan positif jalan nafas pada jalan nafas atas. Selama inspirasi, gas mengalir ke alveoli sampai tekanan alveolar mencapai tekanan jalan nafas atas. Selama fase ekspirasi pernafasan, tekanan positif jalan nafas berkurang; gradient sebaliknya, memberikan aliran gas keluar dari alveoli.

Efek anestesi pada pola pernafasan

Efek anestesi pada pernafasan sangat kompleks dan berhubungan dengan perubahan posisi dan agen anestesi. Ketika pasien ditempatkan pada posisi supine dari posisi duduk atau tegak lurus, proporsi pernafasan dari perubahan rongga dada berkurang; pernafasan abdominal lebih dominan. Posisi tertinggi diafragma dalam dada (sekitar 4 cm) menyebabkan diafragma lebih efektif berkontraksi dibandingkan ketika pasien tegak lurus. Demikian pula pada posisi lateral dekubitus, ventilasi membantu paru-paru yang dependen karena hemidiafragma dependen mengambil posisi tertinggi dalam dada.

Tanpa memperhatikan agen anestesi yang digunakan, anestesi ringan sering menghasilkan pola pernafasan ireguler; menahan nafas lebih sering terjadi. Pernafasan menjadi regular dengan semakin dalamnya tingkat anestesi. Agen inhalasi pada umumnya menghasilkan pernafasan yang cepat dan dangkal, sementara teknik nitrous-narkotik menghasilkan pernafasan yang dalam dan lambat.

Menariknya, induksi anestesi mengaktifkan otot-otot ekspirasi; ekspirasi menjadi aktif. Pada akhirnya pernafasan regular membutuhkan paralisis selama pembedahan abdomen. Aktivitas otot-otot inspirasi juga berubah. Sebagian besar anestesi inhalasi menyebabkan menurunnya ketergantungan dosis selama perubahan rongga dada; aktivitas otot interkostal menurun secara bertahap seiring dengan bertambah dalamnya anestesi. Pemeliharaan yang baik dari fungsi diafragma lebih lanjut membantu abdominal lebih dari perubahan rongga dada. Efek terakhir ini mungkin tidak menonjol dengan ketamin dan metoheksital

MEKANIKA PERNAFASAN

Pergerakan paru-paru bersifat pasif dan ditentukan oleh tahanan sistim pernafasan, yang terbagi menjadi tahanan elastik jaringan dan lapisan cairan-gas dan tahanan non elastik terhadap aliran gas. Tahanan elastik jaringan mempengaruhi volume paru dan tekanan-tekanan yang berhubungan pada keadaan statik (tidak ada aliran gas). Tahanan non elastik berhubungan dengan tahanan gesekan terhadap aliran udara dan deformasi jaringan. Pergerakan paru sangat penting untuk mengatasi tahanan elastik yang disimpan sebagai energi potensial, tetapi kurang penting untuk mengatasi tahanan nonelastik, dimana energi tersebut penting untuk menanggulangi tahanan non elastik yang hilang sebagai panas.

1. Tahanan elastik

Paru-paru maupun dada memiliki sifat elastik. Dada memiliki kecenderungan untuk mengembang keluar, sedangkan paru cenderung untuk kolaps. Ketika dada terpapar tekanan atmosfer (pneumotorak terbuka), dada biasanya mengembang sekitar 1 L pada dewasa. Sebaliknya ketika paru-paru terpapar tekanan atmosfer, paru-paru kolaps dan semua gas yang berada di dalamnya keluar. Efek pengembangan dada disebabkan komponen struktural yang menahan deformasi termasuk tonus otot dinding dada. Pengembangan elastik paru disebabkan karena paru-paru berisi serabut-serabut elastin dan yang lebih penting tekanan permukaan bergerak kuat pada lapisan cairan-udara pada alveoli.

Kekuatan tekanan permukaan

Lapisan cairan-gas yang membatasi alveoli menyebabkan alveoli menjadi gelembung-gelembung. Kekuatan tekanan permukaan cenderung mengurangi area lapisan dan membantu alveolalus kolaps. Hukum Laplace dapat digunakan untuk menghitung kekuatan ini :

Tekanan =2 x tekanan permukaan

Diameter alveolus

Tekanan dihasilkan dari persamaan yang ada dalam alveolus. Kolapsnya alveolus berbanding lurus dengan tekanan permukaan, tetapi berbanding terbalik dengan ukuran alveolus. Kolaps alveolus lebih sering terjadi ketika tekanan permukaan bertambah atau ukuran alveolus berkurang. Untungnya, surfaktan pulmoner menurunkan tekanan permukaan alveolus. Lebih lanjut lagi, kemampuan surfaktan untuk menurunkan tekanan permukaan berbanding lurus dengan konsentrasi surfaktan dalam alveolus. Karena alveoli semakin kecil, maka surfaktan didalamnya menjadi lebih terkonsentrasi dan tekanan permukaan menjadi lebih efektif berkurang. Sebaliknya, ketika alveolus menjadi overdistensi, konsentrasi surfaktan berkurang dan tekanan permukaan bertambah. Keuntungannya adalah mempertahankan alveolus; alveolus kecil dicegah agar tidak semakin kecil, sedangkan alveolus besar dicegah agar tidak semakin besar.

Pengembangan paru

Rekoil elastik biasanya dikenal dengan istilah pengembangan paru, yang diartikan sebagai perubahan volume dibagi dengan perubahan dalam pengembangan tekanan. Pengukuran pengembangan paru dihasilkan baik dari dada, paru-paru atau keduanya bersamaan (gambar 22-4). Pada posisi supine, pengembangan dinding dada berkurang karena berat isi abdomen melawan diafragma. Pengukuran biasanya dihasilkan pada kondisi static, seperti saat kesetimbangan. (Pengembangan paru dinamik [Cdyn L] yang diukur selama pernafasan irama juga tergantung pada tahanan jalan nafas). Pengembangan paru (Cl) diartikan sebagai :

Cl =Perubahan volume paru

Perubahan tekanan transpulmoner

Cl biasanya 150-200 ml/cm H2O. Faktor-faktor yang bervariasi termasuk volume paru, volume darah paru, cairan paru ekstravaskuler dan proses patologi seperti inflamasi dan fibrosis mempengaruhi Cl.

Pengembangan dinding dada (Cw) =Perubahan volume rongga dada

Perubahan tekanan transtorakal

Dimana tekanan transtorakal sama dengan tekanan atmosfir dikurangi tekanan intrapleura. Biasanya pengembangan dinding dada adalah 200 ml/cm H2O. Pengembangan total (paru bersama dinding dada) adalah 100 ml/cm H2O dan digambarkan dengan persamaan berikut :

1=1+1

CtotalCwCL

Gambar 22-4. Hubungan volume-tekanan untuk dinding dada, paru dan keduanya pada posisi tegak lurus (A) dan supine (B).

2. Volume paru

Volume paru merupakan parameter penting dalam fisiologi pernafasan dan praktik klinik (table 22-1 dan gambar 22-5). Jumlah semua volume paru sama dengan jumlah maksimal paru dapat mengembang. Kapasitas paru secara klinis merupakan pengukuran yang menunjukkan kombinasi dua atau lebih volume.

Tabel 22-1. Volume dan kapasitas paru

PengukuranDefinisiNilai rata-rata dewasa (mL)

Volume tidal (VT)Setiap pernafasan normal500

Volume cadangan inspirasi (IRV)Volume tambahan maksimal yang bisa diinspirasi di atas VT3000

Volume cadangan ekspirasi (ERV)Volume maksimal yang diekspirasi di bawah VT1100

Volume residual (RV)Volume tetap setelah ekshalasi maksimal1200

Kapasitas paru total (TLC)RV+ERV+VT+IRV5800

Kapasitas residu fungsional (FRC)RV+ERV2300

Gambar 22-5. Spirogram menunjukkan volume paru static.

Kapasitas residu fungsional

Volume paru saat akhir ekshalasi normal disebut kapasitas residu fungsional (FRC). Pada volume ini, pengembangan elastik paru ke dalam kurang lebih sama dengan pengembangan elastik dada ke luar (termasul tonus diafragma istirahat). Sifat elastik dada dan paru menegaskan titik dari mana pernafasan normal dimulai. Kapasitas residu fungsional dapat diukur dengan teknik wash out nitrogen atau wash in helium atau dengan pletismografi tubuh. Faktor-faktor yang diketahui merubah FRC sebagai berikut :

Bentuk tubuh : FRC secara langsung sebanding dengan tinggi badan. Kegemukan, bagaimanapun juga, secara nyata menurunkan FRC (terutama sebagai hasil berkurangnya pengembangan dada).

Jenis kelamin : FRC berkurang sekitar 10% pada wanita dibandingkan pria.

Posisi : FRC menurun jika pasien berpindah dari posisi tegak lurus menjadi posisi supine atau prone. Hal ini merupakan hasil berkurangnya pengembangan dada akibat isi abdomen terdorong melawan diafragma. Perubahan besar terjadi antara 0 sampai 60 derajat. Tidak ada penurunan lebih lanjut diamati dengan posisi kepala turun hingga 30 derajat.

Penyakit paru : Berkurangnya pengembangan paru, dada atau keduanya ditandai gangguan paru restriktif, semuanya berhubungan dengan berkurangnya FRC.

Tonus diafragma : biasanya berhubungan dengan FRC

Kapasitas tertutup

Seperti digambarkan di bawah, jalan nafas kecil yang tidak memiliki penyokong kartilaginosa bergantung pada gaya tarik radial disebabkan pengembangan elastik jaringan disekitarnya untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka; patensi jalan nafas terutama pada area basal paru, sangat tergantung pada volume paru. Volume dimana jalan nafas mulai menutup pada bagian paru yang tergantung disebut kapasitas tertutup. Pada volume paru terendah, alveoli pada area yang tergantung berlanjut menjadi area perfusi, tetapi tidak lagi mengalami ventilasi ; pintas intrapulmoner darah yang mengalami deoksigenasi menyebabkan hipoksemia.

Kapasitas tertutup biasanya diukur menggunakan elemen gas (xenon 133), yang dihirup mendekati volume residual kemudian dikeluarkan dari kapasitas total paru. Kapasitas tertutup biasanya di bawah FRC (gambar 22-6), tetapi naik menetap dengan umur (gambar 22-7). Kenaikan ini dimungkinkan karena usia normal berhubungan dengan penurunan tekanan oksigen arterial. Pada rata-rata usia 44 tahun, kapasitas tertutup sama dengan FRC pada posisi supine; pada usia 66 tahun, kapasitas tertutup sama atau melebihi FRC pada posisi tegak lurus pada sebagian besar individu. Tidak seperti FRC, kapasitas tertutup tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh.

Gambar 22-6. Hubungan antara kapasitas residu fungsional, volume tertutup dan kapasitas tertutup.

Gambar 22-7. Pengaruh usia terhadap kapasitas tertutup dan hubungannya dengan kapasitas residu fungsional. Catatan bahwa FRC tidak berubah.

Kapasitas vital

Kapasitas vital (VC) adalah volume maksimal udara yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi maksimal. VC juga tergantung pada kekuatan otot-otot pernafasan dan pengembangan paru-paru-dada. Biasanya VC berkisar 60-70 ml/kgbb.

3. Tahanan non elastik

Tahanan jalan nafas terhadap aliran gas

Aliran gas dalam paru-paru adalah campuran aliran laminar dan turbulen. Aliran laminar bias dianggap sebagai aliran gas dalam silinder konsentris yang menetap dalam berbagai kecepatan; kecepatan tertinggi pada pusat dan berkurang menuju perifer. Selama aliran laminar,

Aliran =Gradient tekanan

Tahanan jalan nafas

Tahanan jalan nafas =8 x panjang x viskositas gas

( x (jari-jari)4

Aliran turbulen ditandai dengan gerakan acak molekul gas menurunkan aliran udara. Gambaran secara matematika aliran turbulen lebih kompleks.

Gradien tekanan =Aliran2 xDensitas gas

Jari-jari5

Tahanan tidak menetap, tetapi meningkat sebanding dengan aliran gas. Lebih lanjut lagi, tahanan berbanding lurus dengan kepadatan gas dan berbanding terbalik dengan kekuatan lima kali jari-jari. Hasilnya, aliran gas turbulen sangat sensitive terhadap diameter jalan nafas.

Turbulensi pada umumnya terjadi pada aliran gas tinggi, sudut tajam atau titik cabang dan pada reaksi terhadap perubahan mendadak diameter jalan nafas. Aliran laminar atau turbulen yang terjadi dapat diprediksi dengan angka Reynolds yang beasal dari persamaan berikut.

Angka Reynolds =Kecepatan linier x diameter x densitas gas

Viskositas gas

Angka Reynolds yang rendah (1500) menghasilkan aliran turbulen. Aliran laminar biasanya terjadi hanya dibagian distal bronkhiolus kecil (30o) dapat mengurangi FRC lebih lanjut karena peningkatan volume darah intratorakal.Sebaliknya, induksi anestesi pada posisi duduk memiliki efek sedikit terhadap FRC.Kelumpuhan otot tidak tampak merubah FRC secara bermakna ketika pasien sudah dianestesi.

Gambar 22-13. Posisi diafragma pada akhir ekspiras pada pasien sadar ventilasi spontan, pasien teranestesi ventilasi spontan dan pasien dengan paralisis.

Efek anestesi terhadap kapasitas tertutup lebih bervariasi. Baik FRC dan kapasitas tertutup, biasanya sama-sama berkurang selama anestesi. Risiko meningkatnya shunt intrapulmoner sama dengan keadaan sadar; paling besar pada usia tua, pasien gemuk dan pada penyakit paru yang mendasari.

Efek terhadap tahanan jalan nafas

Pengurangan FRC berhubungan dengan anestesi umum diharapkan meningkatkan tahanan jalan nafas. Peningkatan tahanan biasanya tidak diamati, bagaimana juga dikarenakan sifat bronkodilatasi anestesi inhalasi. Peningkatan tahanan jalan nafas umumnya disebabkan faktor patologik (lidah tedorong kebelakang; laringospasm; brongkokonstriksi; atau sekresi, darah, atau tumor pada jalan nafas) atau masalah alat (ET kecil/konektor, malfungsi katup atau sumbatan sirkuit pernafasan).

Efek terhadap kerja pernafasan

Peningkatan kerja pernafasan selama anestesi sering mengurangi pengembangan paru dan dinding dada, umumnya tidak sebanyak peningkatan tahanan jalan nafas (lihat diatas). Masalah peningkatan kerja pernafasan biasanya dicegah dengan mengatur ventilasi mekanik.

HUBUNGAN VENTILASI/PERFUSI

1. Ventilasi

Ventilasi biasanya diukur sebagai jumlah seluruh volume gas exhalasi dalam 1 menit (ventilasi menit atau V). Jika tidal volume tetap,

Ventilasi menit = RR X tidal volume

Untuk rata-rata dewasa saat istirahat, ventilasi menit sekitar 5 L/menit. Tidak semua campuran gas inspirasi mencapai alveoli, beberapa diantaranya menetap di jalan nafas dan dikeluarkan tanpa bertukar dengan gas alveolar. Bagian tidal volume (VT) yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas alveolar dikenal sebagai ruang mati (VD). Ventilasi alveolus (VA) adalah volume gas inspirasi sebenarnya yang ikut serta dalam pertukaran gas dalam 1 menit.

VA = RR X VT-VD

Ruang mati sebenarnya disusun dari gas-gas dalam jalan nafas nonrespirasi (ruang mati anatomis), juga pada alveoli yang tidak mengalami perfusi (ruang mati alveolar). Jumlah kedua ruang mati disebut sebagai ruang mati fisiologis. Pada posisi tegak lurus, ruang mati biasanya sekitar 450 mL untuk sebagian besar pasien (kira-kira 2 mL/kg) dan mendekati seluruh anatomi. Berat pasien dalam pound secara kasar ekuivalen dengan ruang mati dalam milliliter. Ruang mati dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor (Tabel 22-3).

Tabel 22-3. Faktor yang mempengaruhi ruang mati

FaktorEfek

Posisi

Tegak lurus

Supine((

Posisi jalan nafas

Ekstensi leher

Fleksi leher((

Usia(

Jalan nafas artificial(

Ventilasi tekanan positif(

Obat antikolinergik(

Perfusi pulmoner

Emboli paru

Hipotensi((

Penyakit vaskuler pulmoner

Emfisema(

Sejak volume tidal pada rata-rata dewasa kira-kira 450 mL (6 mL/kg BB), VD/VT biasanya 33%. Rasio ini bisa diturunkan dari persamaan Bohr:

VD=PACO2 - PECO2

VTPACO2

Dimana PACO2 adalah tekanan CO2 alveolar dan PECO2 adalah tekanan CO2 ekspirasi campuran. Persamaan ini berguna secara klinis jika tekanan CO2 arterial (PACO2) digunakan untuk memperkirakan konsentrasi alveolar dan tekanan CO2 pada gas udara ekspirasi rata-rata diukur lebih dari beberapa menit.

Distribusi ventilasi

Tanpa memperhatikan posisi tubuh, ventilasi alveolar terdistribusi tidak sama rata dalam paru-paru. Paru-paru kanan menerima ventilasi lebih banyak dibanding kiri (53% melawan 47%), dan area terbawah (tergantung) kedua paru cenderung terventilasi dengan baik dibanding area teratas karena secara gravitasi meningkatkan gradien tekanan intrapleura (dan terpenting lagi tekanan transpulmonar). Tekanan pleura menurun sekitar 1 cm H2O (menjadi kurang negatif) tiap 3 cm penurunan pada ketinggian paru. Perbedaan ini memindahkan alveoli dari area yang berbeda pada titik yang berbeda pada kurva pengembangan paru (Gambar 22-14). Karena tekanan transpulmonar lebih tinggi, alveoli pada area paru sebelah atas mendekati inflasi maksimal dan relatif tidak mengembang, dan mereka mengalami pengembangan lebih sedikit selama inspirasi. Sebaliknya, alveoli yang lebih kecil pada area tergantung memiliki tekanan transpulmonar yang lebih rendah, lebih mengembang dan mengalami pengembangan lebih besar selama inspirasi.

Gambar 22-14. Efek gravitasi terhadap pengembangan alveolar pada posisi tegak lurus

Tahanan jalan nafas juga berperan serta pada perbedaan regional ventilasi pulmonary. Volume inspirasi alveolar akhir semata-mata tergantung pada pengembangan hanya jika waktu inspirasi tidak terbatas. Kenyataannya, waktu inspirasi perlu dibatasi oleh frekuensi nafas dan waktu yang dibutuhkan untuk ekspirasi; akibatnya waktu inspirasi terlalu pendek akan mencegah alveoli dari pencapaian perubahan volume yang diharapkan. Lebih lanjut lagi, pengisian alveolar mengikuti fungsi eksponensial yang tergantung pada pengembangan dan tahanan jalan nafas. Meski dengan waktu inspirasi normal, kelainan pada pengembangan atau tahanan dapat mencegah pengisian alveolar komplit.

Ketetapan waktu

Inflasi paru dapat digambarkan secara matematik dengan ketetapan waktu, (.

( = Pengembangan total X Tahanan jalan nafas

Variasi regional pada tahanan atau pengembangan tidak hanya mempengaruhi pengisian alveolar tapi dapat menyebabkan asinkroni pada pengisian alveolar selama inspirasi; beberapa unit alveolar berlanjut mengisi karena alveoli lainnya kosong.

Variasi pada ketetapan waktu dalam paru normal dapat ditunjukkan pada individu normal yang bernafas spontan selama frekuensi nafas tinggi yang abnormal. Pernafasan cepat dangkal membalikkan ventilasi distribusi normal, mendahului membantu area atas (tidak tergantung) paru melebihi area yang bawah.

2. Perfusi pulmoner

Kira-kira 5 L/menit darah mengalir melalui paru, hanya sekitar 70-100 mL setiap waktu dalam kapiler paru menjalani pertukaran gas. Pada membran kapiler alveolar, volume kecil ini membentuk 50-100 m2 lembar darah kira-kira ketebalan satu sel darah merah. Lebih lanjut, untuk memastikan pertukaran gas optimal, setiap kapiler mem-perfusi lebih dari satu alveolus.

Meskipun volume kapiler masih relatif tetap, volume darah paru total dapat bervariasi antara 500-1000 mL. Peningkatan baik curah jantung atau volume darah ditoleransi dengan sedikit perubahan tekanan karena dilatasi pasif pembuluh darah terbuka dan mungkin beberapa pembuluh darah paru yang kolaps. Peningkatan kecil volume darah paru biasanya terjadi selama sistol kardiak dan dengan tiap inspirasi normal (spontan). Pergeseran posisi dari supine ke tegak lurus menurunkan volume darah paru (hingga 27%); posisi Trendelenburg mempunyai efek berlawanan. Perubahan dalam kapasitas sistemik juga mempengaruhi volume darah paru; konstriksi vena sistemik menggeser darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonar, sementara vasodilatasi menyebabkan redistribusi pulmonar ke sistemik. Dengan cara ini, paru bertindak sebagai reservoir untuk sirkulasi sistemik.

Faktor lokal lebih penting dibanding sistem otonom dalam mempengaruhi tonus vaskuler paru. Hipoksia adalah stimulus kuat untuk vasokonstriksi paru (berlawanan dengan efek sistemik). Baik arteri pulmonary (vena campuran) dan hipoksi alveolar menyebabkan vasokonstriksi, tetapi stimulus yang terakhir lebih kuat. Respon ini tampaknya disebabkan efek langsung hipoksia pada pembuluh darah paru atau meningkatnya produksi leukotrien yang relative menyebabkan vasodilatasi. Penghambatan produksi N2O juga turut memegang peranan. Vasokonstriksi pulmoner hipoksik adalah mekanisme fisiologi yang penting dalam mengurangi shunt intrapulmoner dan mencegah hipoksemia (lihat di bawah). Hiperoksia memiliki sedikit efek terhadap sirkulasi pulmoner pada individu normal. Hiperkapnik dan asidosis memiliki efek konstriktor sedangkan hipokapnia menyebabkan vasodilatasi paru.

Distribusi perfusi waktu

Aliran darah paru tidak sama. Tanpa memperhatikan posisi tubuh, bagian terbawah paru (dependen) menerima aliran darah lebih banyak dibandingan bagian teratas. Pola ini merupakan hasil gradient gravitasional 1 cm H2O tiap cm ketinggian paru. Biasanya tekanan rendah pada sirkulasi pulmoner (lihat bab 19) menyebabkan gravitasi mempunyai pengaruh yang bermakna pada aliran darah.

Untuk penyederhanaannya, tiap paru dapat dibagi menjadi 3 zona berdasarkan pada tekanan alveolar (PA), tekanan arterial (Pa) dan tekanan vena (Pv) (gambar 22-15). Zona I adalah zona paling atas dan menunjukkan ruang mati alveolar karena tekanan alveolar terus-menerus menghambat kapiler paru. Pada zona pertengahan (zona II) aliran kapiler pulmoner secara intermiten berubah selama pernafasan berdasarkan gradient tekanan arterial alveolar. Aliran kapiler paru berlanjut ke zona III dan sebanding dengan gradient tekanan arteri-vena.

Gambar 22-15. Tiga model zona pada paru. A: posisi tegak lurus, B: posisi supine

Rasio ventilasi/perfusi

Ventilasi alveolar (VA) biasanya sekitar 4 L/menit dan perfusi kapiler paru (Q) adalah 5 L/menit, keseluruhan rasio V/Q sekitar 0,8. V/Q untuk unit paru individu (tiap alveolus dan kapilernya) dapat berkisar antara 0 (tanpa ventilasi) hingga tak terbatas (tidak ada perfusi), yang pertama disebut sebagai shunt intrapulmoner sedangkan yang terakhir merupakan ruang mati alveolar. V/Q biasanya berkisar antara 0,3 sampai 3,0; dengan sebagian besar area paru tertutup menjadi 1,0 (gambar 22-16A). Karena perfusi meningkat lebih besar disbanding ventilasi, area non dependen (apical) cenderung memiliki rasio V/Q lebih tinggi disbanding area dependen (basal) (gambar 22-16B).

Gambar 22-16. Distribusi rasio V/Q untuk keseluruhan paru (A) dan berdasarkan tinggi (B) pada posisi tegak lurus. Catatan bahwa aliran darah meningkat lebih cepat dibandingkan ventilasi pada area dependen.

Pentingnya rasio V/Q berhubungan dengan efisiensi unit paru mengalami resaturasi darah vena dengan O2 dan eliminasi CO2. Darah vena paru dari area dengan rasio V/Q rendah memiliki tekanan O2 rendah dan tekanan CO2 tinggi sama dengan darah vena campuran sistemik. Darah dari unit ini cenderung menekan tekanan oksigen arterial dan meningkatkan tekanan CO2 arterial. Efeknya terhadap tekanan oksigen arteri lebih menonjol dibandingkan pada tekanan CO2; kenyataannya tekanan CO2 arteri sering berkurang akibat refleks yang menyebabkan hipoksemia meningkat dalam ventilasi alveolar. Meningkatnya kompensasi uptake oksigen tidak dapat mempertahankan area dimana V/Q normal karena darah akhir kapiler paru biasanya sudah ter-saturasi maksimal dengan oksigen (lihat di bawah).

3. Shunts

Shunting diartikan sebgai proses terjadinya desaturasi, darah vena campur dari jantung kanan kembali ke jantung kiri tanpa mengalami resaturasi dengan O2 di paru (gambar 22-17). Efek keseluruhan shunting adalah menurunkan kandungan oksigen arterial (dilusi); tipe shunting ini disebut right-to-left. Shunt left-to-right (tanpa kongesti paru) tidak menghasilkan hipoksemia. Shunt intrapulmoner sering diklasifikasikan sebagai absolute atau relative. Shunt absolute menunjukkan shunt anatomic dan unit paru dengan V/Q nol. Shunt relative adalah area di paru dengan rasio V/Q rendah. Secara klinis, hipoksemia akibat shunt relative biasanya diperbaiki dengan meningkatkan kandungan oksigen inspirasi.

Gambar 22-17. Tiga model kompatemen pertukaran gas dalam paru menunjukkan ventilasi ruang mati, pertukaran alveolar-kapiler normal dan shunting.

Campuran vena

Istilah ini lebih menunjukkan konsep dibandingkan keseluruhan fisiologi yang sesungguhnya. Campuran vena adalah jumlah darah vena campuran yang akan bercampur dengan darah akhir kapiler paru menghasilkan perbedaan tekanan oksigen antara darah arterial dan darah akhir kapiler paru. Darah akhir kapiler paru memilki konsentrasi sama dengan gas alveolar. Campuran vena (Qs) biasanya digambarkan sebagai fraksi curah jantung total (QT). Persamaan untuk Qs/QT berasal dari hukum perubahan massa oksigen melawan pulmonary bed :

QT x CaCO2 = (Qs x CvO2) + (Qc x CcO2)

Dimana Qc = aliran darah melalui kapiler paru yang mengalami ventilasi

QT = Qc + QS

CcO2 = kandungan oksigen ideal pada darah akhir kapiler pulmoner

CaO2 = kandungan oksigen arteri

CvO2 = kandungan vena campuran

Persamaan yang sederhana adalah :

Qs/QT =CcO2 CaO2

CcO2-CvO2

Formula untuk penghitungan kandungan oksigen darah diberikan di bawah. Qs/QT dapat dihitung secara klinis melalui pengukuran gas darah arterial dan vena campuran ; yang pertama membutuhkan kateter arteri pulmoner. Persamaan gas alveolar digunakan untuk memperoleh tekanan oksigen kapiler akhir paru. Darah kapiler paru biasanya tersaturasi 100% untuk FiO2 ( 0,21. Perhitungan campuran vena menduga bahwa semua shunt intrapulmoner disebabkan shunt absolute (V/Q = 0). Qs/QT normal terutama disebabkan hubungan antara vena bronkhial dalam dan vena pulmoner, sirkulasi jantung dan area rendah V/Q di paru (gambar 22-18). Campuran vena pada individu normal (shunt fisiologis) kuran dari 5 %.

Gambar 22-18. Komponen percampuran vena normal

4. Efek anestesi terhadap pertukaran gas

Kelainan pada pertukaran gas selama anestesi sering terjadi. Hal ini termasuk ruang mati, hipoventilasi dan meningkatnya shunt intrapulmoner dimana terdapat peningkatan rasio V/Q. Peningkatan ruang mati alveolar paling sering terlihat selama ventilasi kontrol tetapi jarang terjadi selama ventilasi spontan. Anestesi umum biasanya meningkatkan percampuran vena hingga 5-10%, kemungkinan akibat atelektasis dan kolaps jalan nafas pada area dependen paru. Agen inhalasi termasuk N2O juga dapat menghambat vosokonstriksi pulmoner hipoksik pada dosis tinggi; untuk agen volatile, ED50 sekitar 2 MAC. Pasien tua tampaknya memiliki peningkatan besar pada Qs/QT. Tekanan oksigen inspirasi 30-40% biasanya mencegah hipoksemia diduga karena anestesi meningkatkan shunt relative. PEEP efektif dalam mengurangi percampuran vena dan mencegah hipoksemia selama anestesi umum selama curah jantung dipertahankan (lihat bab 50). Pemberian konsentrasi inspirasi oksigen tinggi yang lama (>50%) berhubungan dengan mningkatnya shunt absolute. Pada contoh ini, kolaps alveoli komplit dengan rasio V/Q rendah diduga terjadi sekali selama diabsorpsi ( atelektasis absorbsi).

TEKANAN GAS ALVEOLAR, ARTERIAL DAN VENA

Ketika menghubungan percampuran gas, setiap gas mempunyai peranan terpisah terhadap tekanan gas total dan tekanan parsialnya sebanding lurus dengn konsentrasinya. Udara memiliki konsentrasi oksigen kira-kira 21%; selanjutnya jika tekanan barometric 760 mmHg, tekanan parsial oksigen (PO2) dalam udara biasanya 159,6 mmHg :

760 mmHg x 0,21 = 159,6 mmHg

Dalam bentuk umumnya, persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

PiO2 = Pb x FiO2Dimana Pb = tekanan barometric dan FiO2 = fraksi oksigen inspirasi. Dua hokum dapat juga digunakan :

Tekanan parsial dalam millimeter air raksa kira-kira prosentase x 7

Tekana parsial dalam kilopascal kira-kira sama dengan prosentase

1. Oksigen

Tekanan oksigen alveolarSetiap bernafas, campuran gas inspirasi dilembabkan pada suhu 370 C pada jalan nafas atas. Tekanan inspirasi oksigen (PiO2) berkurang dengan menambahkan penguapan air. Tekanan uap air tergantung hanya pada suhu menjadi 47 mmHg pada suhu 370 C. dalam udara lembab, tekanan parsial normal oksigen adalah 149,7 mmHg :

(760-47) x 0,21 = 149,7 mmHg

Persamaan ummnya adalah :

PiO2 = (Pb-PH2O) x FiO2Dimana PH2O = tekanan uap air pada suhu tubuh.

Pada alveoli, gas inspirasi bercampur dengan gas sisa alveolar dari pernafasan sebelumnya, oksigen diambil dan CO2 ditambahkan. Tekanan oksigen alveolar akhir (PAO2) tergantung pada semua factor ini dan dapat diperkirakan dengan persamaan berikut :

PAO2 =PiO2 -PaCO2

RQ

Dimana PaCO2 = tekanan CO2 arterial dan Rq = hasil bagi respirasi. Rq biasanya tidak dihitung. Catatan bahwa Peningkatan PaCO2 dalam jumlah besar (>75 mmHg) menyebabkan hipoksia (PaO2 < 60 mmHg) pada udara ruangan, tetapi tidak pada konsentrasi oksigen inspirasi tinggi.

Metode sederhana yang sudah ada memperkirakan PAO2 dalam millimeter air raksa adalah mengalikan prosentase konsentrasi oksigen inspirasi dengan 6, sehingga pada 4%, PaO2 adalah 6 x 40 atau 240 mmHg.

Tekanan oksigen akhir kapiler pulmoner

Untuk tujuan praktis, tekanan oksigen akhir kapiler pulmoner (PcO2) dianggap sama dengan PAO2; gradient PAO2-PcO2 biasanya dalam menit. PcO2 tergantung pada tingkat difusi oksigen melalui membrane kapiler alveolar seperti pada volume darah kapiler paru dan waktu transit. Area permukaan kapiler luas pada alveoli dan ketebalan membrane alveolar-kapiler 0,4-0,5 (m semakin mempermudah difusi oksigen. Kuatnya ikatan oksigen terhadap hemoglobin pada saturasi di atas 80% juga memudahkan difusi oksigen (lihat di bawah). Waktu transit kapiler dapat diperkirakan dengan membagi volume darah kapiler paru dengan curah jantung (aliran darah pulmoner); sehingga waktu transit kapiler normal adalah 70 mL : 5000 ml/menit (0,8 detik). PcO2 maksimal biasanya hanya dicapai setelah 0,3 detik, menghasilkan batas aman yang luas.

Ikatan oksigen pada hemoglobin tampaknya menjadi faktor pembatas utama dalam transfer oksigen dari gas alveolar ke darah. Selanjutnya kapasitas difusi pulmoner menggambarkan tidak hanya kapasitas dan permeabilitas membrane alveolar-kapiler tetapi juga aliran darah pulmoner. Uptake oksigen biasanya dibatasi dengan aliran darah pulmoner bukan difusi oksigen melalui membrane alveolar-kapiler; yang terakhir menjadi bermakna selama latihan pada individu normal pada tempat sangat tinggi dan pasien dengan destruksi ekstensif membrane alveolar-kapiler.

Transfer oksigen melalui membrane alveolar-kapiler digambarkan sebagai kapasitas difusi oksigen (DLO2):

DLO2 =Uptake oksigen

PAO2-PcO2

PcO2 tidak dapat diukur secara akurat, pengakuran kapasitas difusi karbonmonoksida digunakan untuk menilai transfer gas melalui membrane alveolar-kapiler. Karena karbonmonoksida memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap hemoglobin, terdapat sedikit CO pada darah kapiler paru sehingga pemberian pada konsentrasi rendah PcCO dapat dikatakan nol. Selanjutnya,

DLCO =Uptake karbonmonoksida

PACO

Berkurangnya DLCO menandakan kesulitan dalam transfer gas melalui membrane alveolar-kapiler. Kesulitan ini disebabkan karena rasio V/Q abnormal, destruksi ekstensif membrane alveolar gas-kapiler dan waktu transit kapiler yang sangat singkat. Kelainan ini dapat ditekan dengan meningkatkan konsumsi oksigen dan curah jantung, seperti yang terjadi selama latihan.

Tekanan oksigen arterial

PaO2 tidak dapat dihitung seperti PAO2 tetapi harus diukur pada suhu ruangan. Gradien tekanan parsial oksigen alveolar (gradient A-a) menuju arteri biasanya kurang dari 15 mmHg, tetapi meningkat secara cepat sesuai usia hingga 20-30 mmHg. Tekanan oksigen arterial dapat diperkirakan dengan formula berikut (dalam mmHg):

PaO2 =102 -Usia

3

PaO2 berkisar antara 60-100 mmHg (8-13 kPa). Penurunan kemungkinan merupakan hasil dari peningkatan progresif kapasitas tertutup relative terhadap FRC (lihat di atas). Tabel 22-4 berisi mekanisme hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg)

Tabel 22-4. Mekanisme hipoksemia

Rendahnya tekanan oksigen alveolar

Rendahnya tekanan oksigen inspirasi

Rendahnya konsentrasi inspirasi fraksional

Tempat tinggi

Hipoventilasi alveolar

Efek gas ketiga (hipoksi difusi)

Meningkatnya konsumsi oksigen

Meningkatnya gradient arterial-alveolar

Shunting right-to-left

Meningkatnya area dengan rasio V/Q rendah

Rendahnya tekanan oksigen vena campuran

Menurunnya curah jantung

Meningkatnya konsumsi oksigen

Menurunnya konsentrasi hemoglobin

Mekanisme yang paling sering terjadi pada hipoksemia adalah meningkatnya gradient alveolar-arterial. Gradien A-a untuk oksigen tergantung pada jumlah shunt right to left, jumlah V/Q dan tekanan oksigen vena campuran. Yang terakhir tergantung pada curah jantung, konsumsi oksigen dan konsentrasi hemoglobin.

Gradien A-a untuk oksigen berbanding lurus dengan shunt dan berbanding terbalik dengan tekanan oksigen vena campuran. Pengaruh setiap variable terhadap PAO2 dapat ditentukan hanya jika variable lain tetap. Gambar 22-19 menunjukkan pengaruh perbedaan derajat shunting terhadap PaO2. Harus dicatat bahwa semakin besar shunt, semakin sedikit kemungkinan peningkatan FiO2 mencegah hipoksemia. Lebih lanjut, batas isoshunt tampaknya paling berguna pada konsentrasi oksigen antara 35-100%. Konsentrasi oksigen rendah membutuhkan modifikasi batas dalam memperhitungkan efek V/Q.

Gambar 22-19. Kurva isoshunt menunjukkan efek sejumlah shunt terhadap PaO2. Catatan bahwa ada sedikit keuntungan dalam peningkatan konsentrasi oksigen inspirasi pada pasien dengan shunt sangat besar.

Efek curah jantung pada gradien A-a (gambar 22-20) disebabkan tidak hanya efek sekundernya pada tekanan oksigen vena campuran (lihat bab 19) tetapi juga hubungan langsung antara curah jantung dan shunting intrapulmoner. Seperti terlihat, curah jantung rendah cenderung menekan efek shunt terhadap PaO2. Pengurangan percampuran vena biasanya terlihat dengan rendahnya curah jantung selanjutnya menyebabkan vasokonstriksi pulmoner dari tekanan oksigen vena campuran yang rendah. Di sisi lain, tingginya curah jantung dapat meningkatkan percampuran vena dengan menaikkan tekanan oksigen vena campuran; yang terakhir vasokonstriksi pulmoner hipoksik.

Gambar 22-20. Efek curah jantung terhadap perbedaan PO2 alveolar-arterial dengan derajat shunting yang berbeda

Konsumsi oksigen dan konsentrasi hemoglobin juga mempengaruhi PaO2 melalui efek sekundernya pada tekanan oksigen vena campuran. Tingginya tingkat konsumsi oksigen dan rendahnya konsentrasi hemoglobin dapat meningkatkan gradien A-a dan menekan PaO2.

Tekanan oksigen vena campuran

Tekanan oksigen vena campuran normal (PvO2) sekitar 40 mmHg dan menunjukkan keseimbangan menyeluruh antara konsumsi oksigen dan penyampaian oksigen (table 22-5;lihat di bawah). Contoh darah vena campuran yang sesungguhnya mengandung drainase vena dari vena kava superior, vena kava inferior dan jantung; dan dapat diperoleh dari kateter arteri pulmoner (lihat bab 6).

Tabel 22-5. Perubahan dalam tekanan oksigen vena (dan saturasi)

Penurunan PvO2

Meningkatnya konsumsi O2

Demam

Menggigil

Olahraga

Hipertermi maligna

Badai tiroid

Menurunnya delivery oksigen

Hipoksia

Menurunnya curah jantung

Menurunnya konsentrasi hemoglobin

Hemoglobin abnormal

Peningkatan PvO2

Shunting left-to-right

Tingginya curah jantung

Gangguan uptake jaringan

Keracunan sianida

Menurunnya konsumsi oksigen

Hipotermi

Kombinasi mekanisme

Sepsis

Kesalahan sampling

Kateter arteri pulmoner

2. Karbondioksida

Karbondioksida adalah hasil metabolisme anaerob di mitokondria. Gradien tekanan CO2 semakin lama semakin kecil dari mitokondria menuju sitoplasma, cairan ekstraseluler, darah vena dan alveoli dimana CO2 akhirnya dieliminasi.

Tekanan karbondioksida vena campuran

Tekanan CO2 vena campuran normal sekitar 46 mmHg dan merupakan hasil akhir campuran darah dari berbagai aktivitas metabolic jaringan. Tekanan CO2 vena lebih rendah di jaringan dengan aktivitas metabolik rendah (kulit) tetapi lebih tinggi dalam darah dengan aktivitas relative tinggi (jantung).

Tekanan karbondioksida alveolar

Tekanan CO2 alveolar (PACO2) umumnya menggambarkan keseimbangan antara produksi CO2 total (VCO2) dan ventilasi alveolar (eliminasi):

PaCO2 =VCO2

VA

Dimana VA adalah ventilasi alveolar (gambar 22-21). Pada kenyataannya, PACO2 berhubungan dengan eliminasi CO2 daripada produksi. Meskipun keduanya sama pada keadaan tetap, ketidakseimbangan terjadi selama periode hipoventilasi akut atau hipoperfusi dan CO2 yang berlebihan meningkatkan kandungan tubuh total. Secara klinis, PACO2 lebih tergantung pada ventilasi alveolar disbanding VCO2 karena keluaran CO2 tidak cukup besar dalam keadaan itu. Lebih lanjut lagi, kapasitas tubuh untuk menyimpan CO2 menyangga perubahan akut dalam VCO2.

Gambar 22-21. Efek ventilasi alveolar pada PCO2 alveolar saat produksi CO2 pada 2 tingkat

Tekanan karbondioksida akhir kapiler pulmoner

Tekanan CO2 akhir kapiler pulmoner (PcCO2) sama dengan PACO2 untuk beberapa alas an seperti yang dibicarakan dalam bahasan tentang oksigen. Tingkat difusi CO2 melalui membrane alveolar-kapiler 20 kali lebih besar disbanding oksigen.

Tekanan karbondioksida arterial

Tekanan CO2 arterial (PaCO2) yang sudah diukur sama dengan PcCO2 dan memerlukan PACO2. PaCO2 normal adalah 38 + 4 mmHg (5,1 + 0,5 kPa); secara praktis 40 mmHg biasanya dianggap normal.

Meskipun rasio V/Q rendah cenderung meningkatkan PaCO2 sedangkan rasio V/Q tinggi cenderung menurunkan PaCO2 (berlawanan dengan oksigen [lihat di bawah]), gradient bermakna arterial ke alveolar untuk CO2 bertambah hanya pada kelainan V/Q (>30% campuran vena); meski gradient relative kecil (2-3 mmHg). Lebih lanjut lagi peningkatan kecil pada gradient meningkatkan keluaran CO2 melalui alveoli dengan V/Q relative normal. Gangguan moderat hingga berat gagal merubah CO2 arterial karena refleks meningkat pada ventilasi dari hipoksemia.

Tekanan karbondioksida akhir tidal

Karena gas akhir tidak terutama gas alveolar dan PACO2 sama dengan PaCO2, tekanan CO2 akhir tidal (PETCO2) secara klinis digunakan sebgai perkiraan PaCO2 (lihat bab 6). Gradien PACO2-PETCO2 biasanya kurang dari 5 mmHg dan menggambarkan dilusi gas alveolar dengan gas bebas CO2 dari alveoli non perfusi (ruang mati alveolar).

TRANSPORTASI GAS PERNAFASAN DALAM DARAH

1. Oksigen

Oksigen dibawa darah dalam 2 bentuk: terlarut dalam plasma dan terikat dengan hemoglobin.

Oksigen terlarut

Jumlah oksigen yang terlarut dalam darah berasal dari hukum Henry yang menyatakan bahwa konsentrasi setiap gas dalam larutan sebanding dengan tekanan parsialnya. Gambaran matematikanya sebagai berikut :

Konsentrasi gas = ( x tekanan parsial

Dimana ( = koefisien kelarutan gas dalam larutan biasa pada suhu biasa. Koefisien kelarutan untuk oksigen pada suhu tubuh normal adalah 0,003 ml/dl/mmHg. Meski dengan PaO2 100 mmHg, jumlah maksimal oksigen terlarut dalam darah sangat kecil (0,3 ml/dl) dibandingkan yang terikat hemoglobin.

Hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul besar kompleks yang terdiri dari 4 heme dan 4 protein subunit. Heme adalah komponen porfirin besi yang penting sebagai tempat ikatan oksigen; hanya besi bentuk divalent (+2) yang dapat mengikat oksigen. Molekul hemoglobin normal (HbA1) terdiri dari 2 rantai ( dan 2 rantai ( (subunit); keempat subunit berikatan bersama dengan ikatan lemah diantara residu asam amino. Setiap gram hemoglobin membawa 1,39 ml oksigen.

Kurva disosiasi hemoglobin

Tiap molekul hemoglobin berikatan dengan 4 molekul oksigen. Interaksi kompleks antara subunit hemoglobin menghasilkan ikatan nonlinier dengan oksigen (bentuk Semangka memanjang) (gambar 22-22). Saturasi hemoglobin adalah jumlah ikatan oksigen yang dinyatakan sebagai prosentase kapasitas ikatan oksigen total. Empat reaksi kimia terpisah terlibat dalam setiap ikatan 4 molekul oksigen. Perubahan dalam penyesuaian molekul disebabkan oleh ikatan pertama ketiga molekul mempercepat ikatan molekul oksigen keempat. Reaksi terakhir berperan untuk mempercepat ikatan antara saturasi 25-100%. Sekitar saturasi 90%, penurunan dengan reseptor oksigen yang tersedia meluruskan kurva hingga saturasi penuh tercapai.

Gambar 22-22. Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen dewasa normal.

Faktor yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin

Faktor penting yang mengubah ikatan oksigen termasuk konsentrasi ion hydrogen; tekanan CO2; suhu dan konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG). Efeknya terhadap interaksi oksigen hemoglobin dapat digambarkan dengan P50, tekanan oksigen dimana hemoglobin 50% mengalami saturasi (gambar 22-23). Setiap factor menggeser kurva disosiasi baik ke kanan (meningkatkan P50) atau ke kiri (menurunkan P50). Pergeseran ke arah kanan menurunkan afinitas oksigen, memisahkan oksigen dari hemoglobin dan membuat lebih banyak oksigen tersedia untuk jaringan. Pergeseran ke arah kiri meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, mengurangi ketersediaannya untuk jaringan. P50 normal pada dewasa 26,6 mmHg (3:4 kPa)

Gambar 22-23. Efek perubahan status asam basa, suhu tubuh dan konsentrasi 2,3-DPG pada kurva disosiasi hemoglobin-oksigen

Peningkatan konsentrasi ion hydrogen dalam darah mengurangi ikatan oksigen terhadap hemoglobin (efek Bohr). Karena bentuk kurva disosiasi Hb, efek lebih penting dalam darah vena disbanding darah arteri (gambar 22-23); keuntungannya adalah memudahkan pelepasan oksigen ke jaringan dengan sedikit gangguan pada uptake oksigen (kecuali hipoksia berat terjadi)

Pengaruh tekanan CO2 pada afinitas hemoglobin terhadap oksigen penting secara fisiologi dan berhubungan dengan kenaikan konsentrasi ion hydrogen ketika tekanan CO2 meningkat. Kandungan CO2 tinggi pada darah kapiler dengan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, memudahkan pelepasan oksigen ke jaringan; sebaliknya kandungan CO2 rendah pada kapiler pulmoner meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, memudahkan uptake oksigen dari alveoli.

2,3-DPG merupakan hasil glikolisis (pintas Rapoport-Luebering) dan menumpuk selama metabolisme anaerob. Meskipun efek pada hemoglobin dibawah kondisi ini secara teori menguntungkan, kepentingan fisiologis biasanya tampak minor. Kadar 2,3-DPG bagaimanapun juga berperan penting pada pasien dengan anemia kronik dan bermakna mempengaruhi kapasitas pembawa oksigen transfuse darah (lihat bab 29).

Ligan abnormal dan bentuk abnormal hemoglobin

Karbonmonoksida, sianida, asam nitrat dan ammonia dapat bergabung dengan hemoglobin pada tempat ikatan oksigen. Mereka dapat menggantikan oksigen dan menggeser kurva saturasi ke kiri. Karbonmonoksida sangat poten, memiliki afinitas 200-300 kali terhadap hemoglobin dibanding oksigen bergabung membentuk karboksihemoglobin. Karbonmonoksida mengurangi kapasitas hemoglobin sebagai pembawa oksigen dan mengganggu pelepasan oksigen ke jaringan.

Methemoglobin dihasilkan ketika besi pada heme teroksidasi menjadi bentuk trivalent. Nitrat, nitrit, sulfonamide dan obat lain jarang menghasilkan methemoglobinemia yang bermakna. Methemoglobin tidak bisa bergabung dengan oksigen kecuali dibah kembali oleh enzim methemoglobin reduktase; methemoglobin juga menggeser kurva saturasi hemoglobin normal ke kiri. Methemoglobin seperti racun karbonmonoksida, pada akhirnya mengurangi kapasitas pembawa oksigen sehingga mengganggu pelepasan oksigen. Pengurangan methemoglobin menjadi hemoglobin normal dipermudah oleh agen metilen biru atau asam askorbat.

Hemoglobin abnormal dapat juga dihasilkan dari variasi komposisi protein subunit. Setiap varian memiliki karakteristik saturasi oksigen sendiri termasuk hemoglobin fetal, HbA2 dan hemoglobin sickle (lihat bab 29).

Kandungan oksigen

Kandungan total oksigen dalam darah adalah jumlah oksigen dalam larutan ditampah yang terikat hemoglobin. Pada kenyataannya, oksigen yang berikatan dengan hemoglobin tidak pernah mencapai maksimum tetapi mendekati 1,31 ml O2/dl darah/mmHg. Kandungan oksigen total digambarkan dengan persamaan sebagai berikut :

Kandungan oksigen = ((0,003 ml O2/dl darah/mmHg( x PO2) + (SO2xHbx1,31 ml/dl darah)

Dimana Hb adalah konsentrasi hemoglobin dalam g/dl darah dan SO2 adalah saturasi hemoglobin pada PO2 biasa.

Menggunakan formula di atas dan hemoglobin 15 gr/dl, kandungan oksigen normal baik dalam darah arteri dan darah vena serta perbedaan arterivena dapat dihitung :

CaO2= (0,003x100) + (0,975x15x1,31)

= 19,5 ml/dl darah

CvO2= (0,003x40) + (0,75x15x1,31)

= 14,8 ml/dl darah

(CaO2-CvO2) = 4,7 ml/dl darah

Transport oksigen

Transport oksigen tergantung pada fungsi pernafasan dan sirkulasi (lihat bab 19). Pengangkutan oksigen total (DO2) ke jaringan merupakan hasil kandungan oksigen arterial dan curah jantung :

DO2 = CaO2 x QT

Catatan bahwa kandungan oksigen arteri tergantung pada PaO2 sama seperti konsentrasi hemoglobin. Sehingga, kekurangan pengangkutan oksigen dapat disebabkan rendahnya PaO2, rendahnya knsentrasi hemoglobin atau curah jantung tidak adekuat. Pengangkutan oksigen normal dapat dihitung sebagai berikut :

Pengangkutan oksigen = 20 ml O2/dl darah x 50 dl/mnt = 1000 ml O2/mnt

Persamaan Fick menggambarkan hubungan antara konsumsi oksigen, kandungan oksigen dan curah jantung :

Konsumsi oksigen = VO2 = QT x (CaO2-CvO2)

Penyusunan kembali persamaan :

CaO2 =VO2+ CvO2

QT

Oleh karena itu, perbedaan arteri vena adalah pengukuran penganggkutan oksigen adekuat secara keseluruhan yang baik.

Dengan konsumsi oksigen normal diperkirakan 250 ml/mnt dan curah jantung 5000 ml/mnt, perbedaan arterivena normal dengan persamaan ini membutuhkan sekitar 5 ml O2/dl darah. Catatan bahwa fraksi ekstraksi normal oksigen ((CaO2-CvO2)/CaO2( adalah 5 ml : 20 ml atau 25%; kemudian tubuh biasanya mengkonsumsi hanya 25% oksigen yang dibawa hemoglobin. Ketika permintaan oksigen melebihi suplai, fraksi ekstraksi melebihi 25%, sebaliknya jika suplai oksigen melebihi permintaan, fraksi ekstraksi jatuh dibawah 25%.

Ketika DO2 sedikit berkurang, VO2 biasanya tetap normal karena peningkatan ekstraksi oksigen (penurunan saturasi oksigen vena); VO2 mempertahankan pengangkutan bebas. Dengan pengurangan DO2 selanjutnya, titik kritis dicapai melebihi VO2 sehingga berbanding lurus dengan DO2. Pernyataan oksigen tergantung suplai secara khusus berhubungan dengan asidosis laktat progresif yang disebabkan hipoksia seluler.

Simpanan oksigen

Konsep simpanan oksigen penting dalam anestesi. Ketika aliran normal oksigen terganggu dengan apneu, simpanan oksigen yang ada digunakan untuk metabolisme seluler; jika simpanan berkurang, hipoksia dan kematian sel pada akhirnya akan mengikuti. Secara teori, simpanan oksigen normal pada dewasa sekitar 1500 ml. Jumlah ini termasuk sisa oksigen pada paru-paru yang berikatan dengan hemoglobin (dan mioglobin) dan yang larut dalam cairan tubuh. Hanya saja, afinitas tinggi hemoglobin terhadap oksigen (afinitas mioglobin lebih tinggi) dan jumlah oksigen yang terbatas dalam larutan membatasi ketersediaan simpanan ini. Kandungan oksigen dalam paru-paru saat FRC (volume paru awal selama apneu), pada akhirnya menjadi sumber oksigen yang paling penting. Dari volume tersebut, kemungkinan hanya 80% yang terpakai.

Apneu pada pasien, sebelumnya bernafas dengan udara kamar meninggalkan kira-kira 480 ml oksigen dalam paru. (Jika FiO2 = 0,21 dan FRC = 2300 ml, kandungan oksigen = FiO2 x FRC). Aktivitas metabolic jaringan secara cepat mengurangi cadangan ini ( agaknya eqiuvalen dengan VO2); hipoksemia berat biasanya terjadi dalam 90 detik. Onset hipoksemia dapat diperlambat dengan meningkatkan FiO2 sebelum terjadi apneu. Ventilasi dengan oksigen 100%, FRC mengandung sekitar 2300 ml oksigen; hipoksemia yang terlambat ini mengikuti terjadinya apneu dalam 4-5 menit. Konsep ini adalah dasar untuk preoksigenasi mendahului induksi anestesi.

2. Karbondioksida

Karbondioksida diangkut dalam darah dalam 3 bentuk : larut dalam plasma, sebagai bikarbonat dan dengan protein dalam bentuk komponen karbamino (lihat table 22-6). Jumlah ketiga bentuk ini adalah kandungan CO2 total dalam darah (biasanya dilaporkan dengan pengukuran elektrolit).

Karbondioksida terlarut

Karbondioksida lebih mudah larut dalam darah disbanding oksigen, dengan koefisien kelarutan 0,031 mmol/L/mmHg (0,067 ml/dl/mmHg) pada suhu 370 C.

Bikarbonat

Dalam larutan air, CO2 perlahan-lahan berikatan dengan air membentuk asam karbonat dan bikarbonat, berdasarkan reaksi sebagai berikut :

H2O + CO2 ( H2CO3 ( H+ + HCO3-

Dalam plasma, meskipun kurang dari 1% CO2 terlarut yang mengalami reaksi ini, adanya enzim karbonik anhidrase dalam eritrosit dan endotel meningkatkan reaksi ini. Akibatnya, bikarbonat menggambarkan fraksi terbesar CO2 dalam darah (table 22-6). Pemberian acetazolamid, penghambat karbonik anhidrase dapat mengganggu transport CO2 antara jaringan dan alveoli.

Tabel 22-6. Pembagian transport karbondioksida dalam 1 L darah

BentukPlasmaEritrositKombinasiProsentase (%)

Vena

CO2 terlarut0,760,511,275,5

Bikarbonat14,415,9220,3387,2

Karbamino CO2Diabaikan1,701,707,3

Total CO215,178,1323,30

Arteri

CO2 terlarut0,660,441,105,1

Bikarbonat13,425,8819,3089,9

Karbamino CO2Diabaikan1,101,105,1

Total CO214,087,4221,50

Dalam darah vena, CO2 memasuki sel darah merah dan diubah menjadi bikarbonat yang berdifusi keluar sel darah merah memasuki plasma; ion klorida bergerak dari plasma menuju sel darah merah untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit. Dalam kapiler paru, terjadi sebaliknya; ion klorida keluar dari sel darah merah karena ion bikarbonat masuk kembali ke dalam untuk berubah menjadi CO2 yang berdifusi keluar menuju alveoli. Rangkaian ini ditujukan untuk ion klorida atau pergeseran Hamburger.

Komponen karbamino

Karbondioksida dapat bereaksi dengan gugus amino pada protein seperti terlihat dalam persamaan berikut :

R-NH2 + CO2 ( RNH CO2- + H+

Pada pH fisiologis, hanya sejumlah kecil CO2 dibawa dalam bentuk ini, terutama sebagai karbamino-hemoglobin. Hemoglobin deoksigenasi (deoksihemoglobin) memiliki afinitas yang lebih besar (3,5 kali) terhadap CO2 dibanding oksihemoglobin. Akibatnya darah vena membawa lebih banyak CO2 dibanding darah arteri (efek Haldane; lihat table 22-6). PCO2 biasanya memiliki efek sedikit terhadap fraksi CO2 yang dibawa sebagai karbamino-hemoglobin.

Efek buffer hemoglobin terhadap transport karbondioksida

Aksi buffer hemoglobin (lihat bab 30) juga memperhitungkan sebagian efek Haldane. Hemoglobin dapat berfungsi sebagai buffer pada pH fisiologis karena kandungan histidine yang tinggi. Lebih lanjut lagi, sifat asam basa hemoglobin dipengaruhi keadaan oksigenasi:

H+ + HbO2 ( HbH+ + O2Pelepasan oksigen dari hemoglobin pada kapiler jaringan menyebabkan molekul hemoglobin memiliki sifat basa dengan mengikat ion hidrogen, hemoglobin menggeser keseimbangan CO2-bikarbonat menghasilkan benuk bikarbonat yang lebih besar:

CO2 + H2O + HbO2 ( HbH+ + HCO3- + O2Sebagai akibat langsung, deoksihemoglobin juga meningkatkan jumlah CO2 yang dibawa darah vena sebagai bikarbonat. Karena CO2 diambil dari jaringan dan diubah menjadi bikarbonat maka kandungan CO2 total darah meningkat (table 22-6)

Dalam paru, terjadi sebaliknya oksigenasi hemoglobin menghasilkan aksi sebagai asam dan melepaskan ion hydrogen menggeser keseimbangan dalam menghasilkan bentuk CO2 yang lebih besar:

O2 + HCO3- + HbH+ ( H2O + CO2 + HbO2Konsentrasi bikarbonat menurun karena CO2 dibentuk dan dieliminasi, sehingga kandungan CO2 total darah menurun dalam paru. Catatan bahwa terdapat perbedaan antara kandungan CO2 (konsentrasi per liter) keseluruhan darah (table 22-6) dan plasma (table 22-7).

Tabel 22-7. Kandungan karbondioksida plasma (mmol/L)

ArteriVena

CO2 terlarut1,21,4

Bikarbonat24,426,2

Karbamino CO2DiabaikanDiabaikan

Total CO225,627,6

Kurva disosiasi karbondioksida

Kurva disosiasi CO2 dapat disusun dengan memotong kandungan CO2 total darah terhadap PCO2. Peran serta setiap bentuk CO2 juga dapat dihitung dengan cara ini (gambar 22-24).

Gambar 22-24. Kurva disosiasi CO2 dalam darah

Simpanan karbondioksida

Simpanan karbondioksida dalam tubuh kira-kira 120 L pada dewasa dan terutama dalam bentuk CO2 terlarut dan bikarbonat. Ketika ketidakseimbangan terjadi antara produksi dan eliminasi, menetapkan keseimbangan CO2 baru membutuhkan 20-30 menit (dibandingkan kurang dari 4-5 menit untuk oksigen; lihat di bawah). Simpanan karbondioksida dapat diklasifikasikan menjadi kompartemen keseimbangan cepat, sedang dan lambat. Karena kapasitas yang lebih besar pada kompartemen sedang dan lambat, tingkat kenaikan tekanan CO2 arteri umumnya lebih lambat mengikuti perubahan akut dalam ventilasi.

KONTROL PERNAFASAN

Ventilasi spontan adalah hasil aktivitas neural ritmik pada pusat pernafasan dalam batang otak. Aktivitas ini mengatur otot pernafasan untuk mempertahankan tekanan oksigen dan CO2 normal dalam tubuh. Dasar aktivitas neuronal ditentukan dengan masukan dari area lain dalam otak, kemauan sendiri dan otonom serta reseptor perifer dan sentral.

1. Pusat pernafasan sentral

Dasar irama pernafasan berasal dari medulla. Dua kelompok saraf medulla secara umum dikenal : kelompok respirasi dorsal, terutama aktif selama inspirasi; dan kelompok respirasi ventral yang aktif selama ekspirasi. Meskipun tidak sungguh-sungguh ditegakkan, asal mula irama dasar disebabkan aktivitas penyaluran spontan intrinsic pada kelompok dorsal atau reciprocating aktivity antara kelompok dorsal dan ventral. Hubungan tertutup kelompok neuron dorsal dengan traktur solitarius dapat menjelaskan perubahan refleks dalam pernafasan dari stimulasi saraf glosofaringeal atau vagus.

Dua area pontin mempengaruhi pusat medulla dorsal (inspirasi). Pusat pontin yang lebih rendah (apneustik) sebagai pemacu, sedangkan pusat pontine yang lebih tinggi sebgai penghambat. Pusat pontin tampaknya mengubah frekuensi dan irama pernafasan dengan baik.

2. Sensor sentral

Yang paling penting pada sensor ini adalah kemoreseptor yang bereaksi terhadap perubahan konsentrasi ion hydrogen. Kemoreseptor sentral terletak pada permukaan anterolateral medulla dan bereaksi terutama terhadap perubahan cairan serebrospinal (H+(. Mekanisme ini efektif dalam mengatur PaCO2, karena sawar darah otak (lihat bab 25) permeable terhadap CO2 terlarut, tetapi tidak terhadap ion bikarbonat.. Perubahan akut pada PaCO2 tetapi tidak di arteri (HCO3-( digambarkan dalam cairan serebrospinal; kemudian perubahan pada CO2 harus menghasilkan perubahan dalam (H+(:

CO2 + H2O ( H+ + HCO3-Selama beberapa hari, (HCO3-( cairan serebrospinal dapat mengimbangi utnuk melawan setiap perubahan pada (HCO3-( arteri.

Peningkatan PaCO2 menaikkan konsentrasi hydrogen CSF dan mengaktifkan kemoreseptor. Stimulasi kedua pada pusat pernafasan medulla yang berdekatan meningkatkan ventilasi alveolar (gambar 22-25) dan mengurangi PaCO2 kembali normal. Sebaliknya, penurunan konsentrasi ion hydrogen CSF mengurangi PaCO2 dan mengurangi ventilasi alveolar. Catatan bahwa hubungan antara PaCO2 dan volume menit mendekati linier juga tekanan PaCO2 arteri yang sangat tinggi menekan respon ventilasi (narcosis CO2). PaCO2 saat ventilasi nol dikenal sebagai batas ambang apneu. Respirasi spontan tidak ada selama anestesi ketika PaCO2 jatuh di bawah batas ambang apneu. (Pada keadaan bangun, kortikal mencegah apneu sehingga batas ambang apneu tidak jelas terlihat). Berlawanan dengan kemoreseptor perifer (lihat di bawah), aktivitas kemoreseptor sentral ditekan oleh hipoksia.

Gambar 22-25. Hubungan antara PaO2 dan ventilasi menit.

3. Sensor perifer

Kemoreseptor perifer

Kemoreseptor perifer termasuk badan carotis (pada percabangan arteri karotis komunis) dan badan aorta (disekeliling arkus aorta). Badan karotis merupakan kemoreseptor perifer utama pada manusia dan sensitive terhadap perubahan PaO2, PaCO2, pH dan tekanan perfusi arteri. Mereka berinteraksi dengan pusat pernafasan sentral melalui saraf glosofaringeus menghasilkan refleks meningkatkan ventilasi alveolar sebagai respon untuk mengurangi PaO2, perfusi arteri atau meningkatkan (H+( dan PaCO2. Kemoreseptor perifer juga dirangsang oleh sianida, doxapram dan nikotin dosis besar. Berlawanan dengan kemoreseptor sentral, yang berperan terutama terhadap PaCO2 ((H+( yang sesungguhnya), badan carotis sangat sensitive terhadap PaO2 (gambar 22-26). Catatan bahwa aktivitas reseptor tidak cukup besar meningkatkan sampai PaO2 turun di bawah 50 mmHg. Sel badan karotis (sel glomus) merupakan neuron dopaminergik. Obat antidopaminergik (seperti fenotiazin). Yang paling sering digunakan ahli anestesi dan pembedahan karotis bilateral menghilangkan respon ventilasi perifer terhadap hipoksemia.

Gambar 22-26. Hubungan antara PaO2 dan ventilasi menit saat istirahat dan dengan PaO2 normal.

Reseptor paru

Impuls dari reseptor ini dibawa ke pusat oleh saraf vagus. Reseptor regangan tersebar pada otot polos jalan nafas; mereka berperan untuk menghambat inspirasi ketika paru mengembang dengan volume berlebihan (refleks inflasi Hering-Breuer) dan pemendekan ekshalasi ketika paru deflasi (refleks deflasi). Reseptor regangan biasanya berperan kecil pada manusia. Kenyataannya, hambatan nervus vagus bilateral memiliki efek minimal pada pola pernafsan normal.

Reseptor iritan pada mukosa trakheobronkhial bereaksi terhadap gas berbahaya, rokok, debu dan gas dingin; aktivasi menghasilkan refleks yang meningkatkan frekuensi nafas, bronkhkonstriksi dan batuk. Reseptor J (juxta kapiler) terletak di ruang interstisial antara dinding alveolar; reseptor ini menimbulkan dispneu akibat ekspansi volum ruang interstisial dan berbagai mediator kimiawi yang mengikuti kerusakan jaringan.

Reseptor lain

Hal ini termasuk berbagai reseptor otot dan sendi pada otot pernafasan dan dinding dada. Input dari reseptor ini penting selama latihan dan pada keadaan patologik berhubungan dengan berkurangnya pengembangan paru dan dada.

4. Efek anestesi terhadap kontrol pernafasan

Efek sebagian besar anestesi umum yang paling penting pada pernafasan adalah kecenderungan menyebabkan hipoventilasi. Mekanismenya kemungkinan ada dua: depresi pusat kemoreseptor dan depresi aktivitas otot interkostal eksternal. Yang terpenting hipoventilasi umumnya sesuai dengan kedalaman anestesi. Dengan bertambahnya kedalaman anestesi, kelengkungan kurva PaCO2/ventilasi menit berkurang dan batas ambang apneik bertambah (gambar 22-27). Efek ini pada akhirnya di-reverse sebagian dengan stimulasi pembedahan.

Gambar 22-27. Pengaruh agen volatile (halotan) terhadap kurva respon ventilasi PETCO2

Respon perifer terhadap hipoksemia lebih sensitive pada anestesi dibandingkan respon CO2 sentral dan dicegah dengan dosis subanestetik sebagian besar agen inhalasi (termasuk nitrous okside) dan agen intravena. Agen anestesi juga mengganggu respon stimulasi perifer doxapram, tetapi aksi sentral tampaknya dipertahankan (lihat bab 15). Efek respirasi setiap agen dibicarakan dalam bab 7 dan 8.

FUNGSI NONRESPIRASI PARU

Fungsi filtrasi dan cadangan

A. Filtrasi

Keunikan dalam posisi rangkaian kapiler pulmoner dalam sirkulasi menyebabkan mereka berperan sebagai penyaring debris dalam darah. Kandungan tinggi heparin dan activator plasminogen dalam paru memudahkan pemecahan debris fibrin yang terperangkap. Meskipun kapiler pulmoner memiliki diameter rata-rata 7 (m,partikel besar lewatelalui jantung kiri.

B. Fungsi cadangan

Peranan sirkulasi pulmoner sebagai cadangan untuk sirkulasi sistemik akan dibicarakan di bawah.

Metabolisme

Paru-paru adalah organ metabolic yang sangat aktif. Pada sintesis surfaktan, pneumosit berperan besar untuk fungsi oksidasi ekstrahepatik. Netrofil dan makrofag pada paru menghasilkan oksigen yang beasal dari radikal bebas sebagai respon terhadap infeksi (dan respon inflamasi sistemik; lihat bab 50). Endotelium paru memetabolisme berbagai komponen vasoaktif termasuk norepinefrin, serotonin, bradikinin dan beragam prostaglandin dan leukotrien. Histamin dan efinefrin umumnya tidak dimetabolisme dalam paru; kenyataannya paru menjadi tempat sintesis histamine dan pelepasan selama reaksi alergi.

Paru juga berperan untuk perubahan angiotensin I menjadi bentuk fisiologi aktif angiotensin II. Enzim yang berperan, enzim converting angiotensin terikat pada permukaan endotel pulmoner.

DISKUSI KASUS :

SUARA NAFAS BERKURANG UNILATERAL SELAMA ANESTESI UMUM

Laki-laki usia 67 tahun dengan karsinoma menjalani reseki kolon dengan anestesi umum. Riwayat penyakit dahulu termasuk OMI anterior dan gagal jantung kongestif yang terkompensasi. Kateter arterial dan kateter arteri pulmoner dipasang sebelum operasi untuk memantau selama pembedahan. Diikuti dengan induksi pelan thiopental-fentanyl dan intubasi atraumatik dengan suksinilkolin, anestesi dipertahankan dengan 60%nitrous okside dalam oksigen, isofluran dan vecuronium. Satu setengah jam memasuki operasi, operator meminta posisi Trandelenburg untuk memudahkan lapangan operasi. Pulse oksimetri yang sudah terbaca saturasi 99%, tiba-tiba turun dan bertahan 93%. Sinyal pulse oksimetri kuat dan bentuk gelombang tidak berubah. Auskultasi paru menunjukkan berkurangnya suara paru pada paru kiri.

Apa penjelasan yang paling masuk akal?

Berkurangnya suara nafas unilateral selama anestesi umum umumnya disebabkan penempatan yang kurang hati-hati atau perpindahan pipa endotrakheal ke dalam 1 atau 2 bronkhus utama. Akibatnya, hanya satu paru yang mengalami ventilasi. Penyebab lain berkurangnya suara nafas unilateral seperti pneumotoraks, plak mucus besar, atelektasis lobaris atau massa mediastinum yang tidak terdiagnosis tidak mudah terdiagnosis tetapi jarang terjadi selama anestesi.

Posisi Trendelenburg (head-down) menyebabkan ujung pipa endotrakheal relative bertambah 1-2 cm masuk ke karina trachea. Pada kasus ini, pipa diletakkan tepat di atas karina pada pasien dengan posisi supine, tetapi berpindah ke bronchus utama ketika posisi Trendelenburg ditentukan. Diagnosis ditegaskan dengan menarik pipa kembali 1-2 cm sambil melakukan auskultasi dada. Suara paru akan menjadi sama lagi ketika ujung pipa masuk kembali ke trachea. Mengikuti langkah awal, pipa endotrakheal seharusnya rutin diperiksa untuk memperbaiki posisinya dengan mendengarkan dada, memastikan kedalaman insersi pipa dengan menandai pipa (20-24 cm pada gigi untuk dewasa) dan merasakan cuff pada suprasternal notch. Posisi pipa juga dapat dikonirmasi dengan bronkoskopi fiberoptik fleksibel.

Apakah pipa endotrakheal masuk ke salah satu bronkhus utama?

Pada sebagian besar kasus intubasi endobronkhial yang tidak disengaja, pipa endobronkhial masuk ke bronchus kanan karena brokhus kanan menyimpang jauh dari trachea pada sudut yang kurang lancip dibandingkan bronchus kiri.

Mengapa saturasi hemoglobin berkurang?

Kegagalan ventilasi pada satu paru sedangkan perfusi paru terus berlanjut menyebabkan shunt intrapulmoner yang besar. Percampuran vena meningkat dan cenderung mengurangi PaO2 dan saturasi hemoglobin.

Apakah saturasi 93% bukan akibat intubasi endobronkhial?

Tidak; jika kedua paru tetap memiliki aliran darah yang sama, percampuran vena meningkat 50% menghasilkan hipoksemia berat dan saturasi hemoglobin yang sangat rendah. Vasokonstriksi pulmoner hipoksik adalah respon kompensasi kuat yang cenderung mengurangi aliran ke paru yang hipoksik dan mengurangi percampuran vena yang diharapkan. Kenyataannya, jika pasien menerima konsentrasi inspirasi oksigen lebih tinggi (50-100%) penurunan tekanan arterial mungkin tidak terdeteksi dengan pulse oksimetri yang memperlihatkan karakteristik kurva saturasi hemoglobin normal. Sebagai contoh, intubasi endobronkhial pada pasien dengan oksigen inspirasi 50% dapat menurunkan PAO2 dari 250 mmHg menjadi 95 mmHg; perubahan hasil pada pulse oksimetri yang terbaca (100-99 menjadi 98-97) akan sulit dicatat.

Tekanan gas darah vena campuran dan arterial diperoleh dengan hasil berikut :

PaO2 = 69 mmHg; PaCO2 = 42 mmHg; SaO2 = 93% dan SvO2 = 75%. Konsentrasi hemoglobin 15 gr/dl.

Bagaimana kalkulasi percampuran vena?

Pada kasus ini, PcO2=PAO2=([760-47]x0,4)-42=243 mmHg. Kemudian, CcO2=(15x1,31x1,0)+(243x0,003)=20,4 ml/dl.

CaO2=(15x1,31x0,93)+(69x0,003)=18,5 ml/dl

CvO2=(15x1,31x0,75)+(40x0,003)=14,8 ml/dl

QS/QT=(20,4-18,5)/(20,4-14,8)=32%

Bagaimana intubasi endobronchial mempengaruhi tekanan arterial dan O2 akhir tidal?

PaCO2 tidak berubah selama ventilasi per menit dipertahankan sama (lihat anestesi satu paru, bab 24). Secara klinis, gradient PaCO2-PETCO2 sering melebar, kemungkinan karena meningkatnya ruang mati alveolar (overdistensi paru yang mengalami ventilasi). Sehingga PETCO2 dapat berkurang atau tetap tidak berubah

PAGE 8