uji toksisitas dan analisis kandungan senyawa … · alat dan bahan bahan yang dipergunakan ......

6
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 97 UJI TOKSISITAS DAN ANALISIS KANDUNGAN SENYAWA MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc.) Wiwik Susanah Rita 1 , I Made Dira Swantara 1 , I Made Sughita 2 , Ni Made Puspawati 1 , Lestari Mamik Setiani 1 1 Jurusan Kimia FMIPA, 2 Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana E-mail: [email protected]; [email protected] ABSTRACT Analysis compounds and toxicity test of Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc. essential oil has been done. The essential oil was extracted by steam distillation, while the toxicity test, as a prescreening for compounds suspected to have antitumor activity, was done by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) against Artemia salina Leach larvae. The toxic fraction was analyzed by Gas Chromatography and Mass Spectroscopy (GC-MS). Twenty Kg of temu putih was freshly steam distilled which gave 15.30 mL (13.49 g) gold oil. The oil was then subjected towards BSLT and the result showed the oil was active with LC50 of 19.96 ppm. The composition of essential oil was analyzed using GC-MS. The GC- MS spectra showed that the essential oil of temu putih was composed of eight major components including camphen, β-pinen, 1,3,3-trimetil-sineol, camphor, 1-ethenyl-1-methyl-2,4-bis(1-methylethenyl) cyclohexane, curzerene, germacron, and velleral. Keywords: Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc., essential oils, toxicity, Artemia salina Leach. PENDAHULUAN Semakin banyaknya kasus kematian akibat penyakit kanker menyebabkan terus dikembangkannya obat yang dapat menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel kanker dalam tubuh. Keragaman tumbuhan Indonesia memberikan potensi untuk dikembangkannya suatu obat tradisional yang dapat menghambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker. Salah satu tumbuhan yang dipercaya dapat mengatasi perkembangan sel kanker tersebut adalah temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.). Bagian yang biasanya digunakan untuk pengobatan adalah rimpangnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rimpang temu putih (Curcuma zedoaria) mempunyai banyak manfaat diantaranya mempunyai aktivitas antimikroba, yaitu antibakteri dan antijamur (Bugno et al., 2007; Wilson et al., 2005; Ficker, et al., 2003). Seo et al., (2005) melaporkan bahwa ekstrak air rimpang temu putih berperanan dalam menghambat penyebaran sel kanker melanoma B16, sementara Kim et al., (2005) menyatakan bahwa ekstrak air rimpang temu putih tersebut dapat digunakan untuk terapi penyakit liver kronis. Menurut Mau et al., (2003), minyak atsiri epikurzerenon, kurzerena, and azulenon juga berpotensi sebagai antioksidan. Rimpang segar temu putih pada konsentrasi 50, 100, 150, dan 200 mikrogram/mL mempunyai potensi kematian sel kanker di atas 50 persen. Sedangkan untuk sediaan jadi temu putih (ZF kapsul) mempunyai potensi kematian sel kanker di bawah 50 persen pada dosis yang sama (Gklinis, 2004). Sukmana (2006) melaporkan bahwa pemberian ekstrak Curcuma zedoaria pada mencit jantan dapat meningkatkan jumlah sel mukosa kolon mencit yang mengalami apoptosis setelah dipapar 9,10-Dimethyl-1,2-benz-(a)anthracene (DMBA). Rimpang temu putih mengandung 1-2,5% minyak menguap dengan komposisi utama seskuiterpen. Minyak menguap tersebut mengandung lebih dari 20 komponen seperti kurzerenon (zedoarin) yang merupakan komponen terbesar, kurzerena, pirokurkuzerenon, kurkumin, kurkumenon, epikurkumenol, kurkumol (kurkumenol), isokurkumenol, prokurkumenol, dehidrokurdon, furanodienon, isofuranodienon, furanodiena, zederon, dan kurdion. Selain itu mengandung flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung, dan sedikit lemak (Pdpersi, 2006). Sedangkan minyak atsiri yang terdapat pada temu putih asli India ditemukan juga 1,8-sineol (15.9%) and germakron (9.0%) (Purkayastha et al., 2006). Sementara itu minyak atsiri dalam rimpang temu putih yang diperoleh di sekitar Bali memiliki aktivitas antioksidan dengan % peredaman sebesar 64,63% pada 5 menit pertama dan 73,63% pada menit ke-60, serta dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans (Rita et al., 2008). Uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina L digunakan sebagai skrining awal untuk senyawa- senyawa yang diduga mempunyai aktivitas antitumor dan antikanker. Toksisitas yang tinggi dari senyawa uji sangat berkorelasi dengan aktivitas senyawa sebagai antitumor (Colegate, 1993). Uji toksisitas ekstrak n-heksana, kloroform, dan etilasetat rimpang temu putih terhadap larva udang Artemia salina L. menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana, koroform, dan etilasetat bersifat toksik dengan LC 50 berturut-turut sebesar 125,9; 28,2; dan 302,0 ppm. (Rita, 2009). Suatu bahan dikatakan bersifat toksik jika nilai LC 50 nya di bawah 1000 ppm (Meyer et al., 1982).

Upload: nguyenliem

Post on 05-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 97

UJI TOKSISITAS DAN ANALISIS KANDUNGAN SENYAWA MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc.)

Wiwik Susanah Rita1, I Made Dira Swantara1, I Made Sughita2, Ni Made Puspawati1, Lestari Mamik Setiani1

1Jurusan Kimia FMIPA, 2Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

E-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRACT

Analysis compounds and toxicity test of Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc. essential oil has been done. The essential oil was extracted by steam distillation, while the toxicity test, as a prescreening for compounds suspected to have antitumor activity, was done by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) against Artemia salina Leach larvae. The toxic fraction was analyzed by Gas Chromatography and Mass Spectroscopy (GC-MS). Twenty Kg of temu putih was freshly steam distilled which gave 15.30 mL (13.49 g) gold oil. The oil was then subjected towards BSLT and the result showed the oil was active with LC50 of 19.96 ppm. The composition of essential oil was analyzed using GC-MS. The GC-MS spectra showed that the essential oil of temu putih was composed of eight major components including camphen, β-pinen, 1,3,3-trimetil-sineol, camphor, 1 -ethenyl-1-methyl-2 ,4-bis(1-methylethenyl) cyclohexane, curzerene, germacron, and velleral.

Keywords: Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc., essential oils, toxicity, Artemia salina Leach.

PENDAHULUAN

Semakin banyaknya kasus kematian akibat penyakit kanker menyebabkan terus dikembangkannya obat yang dapat menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel kanker dalam tubuh. Keragaman tumbuhan Indonesia memberikan potensi untuk dikembangkannya suatu obat tradisional yang dapat menghambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker. Salah satu tumbuhan yang dipercaya dapat mengatasi perkembangan sel kanker tersebut adalah temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.). Bagian yang biasanya digunakan untuk pengobatan adalah rimpangnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rimpang temu putih (Curcuma zedoaria) mempunyai banyak manfaat diantaranya mempunyai aktivitas antimikroba, yaitu antibakteri dan antijamur (Bugno et al., 2007; Wilson et al., 2005; Ficker, et al., 2003). Seo et al., (2005) melaporkan bahwa ekstrak air rimpang temu putih berperanan dalam menghambat penyebaran sel kanker melanoma B16, sementara Kim et al., (2005) menyatakan bahwa ekstrak air rimpang temu putih tersebut dapat digunakan untuk terapi penyakit liver kronis. Menurut Mau et al., (2003), minyak atsiri epikurzerenon,

kurzerena, and azulenon juga berpotensi sebagai antioksidan.

Rimpang segar temu putih pada konsentrasi 50, 100, 150, dan 200 mikrogram/mL mempunyai potensi kematian sel kanker di atas 50 persen. Sedangkan untuk sediaan jadi temu putih (ZF kapsul) mempunyai potensi kematian sel kanker di bawah 50 persen pada dosis yang sama (Gklinis, 2004). Sukmana (2006) melaporkan bahwa pemberian ekstrak Curcuma zedoaria pada mencit jantan dapat meningkatkan jumlah sel mukosa kolon mencit yang mengalami apoptosis setelah dipapar 9,10-Dimethyl-1,2-benz-(a)anthracene (DMBA).

Rimpang temu putih mengandung 1-2,5% minyak menguap dengan komposisi utama seskuiterpen. Minyak menguap tersebut mengandung lebih dari 20 komponen seperti kurzerenon (zedoarin) yang merupakan komponen terbesar, kurzerena, pirokurkuzerenon, kurkumin, kurkumenon, epikurkumenol, kurkumol (kurkumenol), isokurkumenol, prokurkumenol, dehidrokurdon, furanodienon, isofuranodienon, furanodiena, zederon, dan kurdion. Selain itu mengandung fl avonoid, sulfur, gum, resin, tepung, dan sedikit lemak (Pdpersi, 2006). Sedangkan minyak atsiri yang terdapat pada temu putih asli India ditemukan juga 1,8-sineol (15.9%) and germakron (9.0%) (Purkayastha et al., 2006).

Sementara itu minyak atsiri dalam rimpang temu putih yang diperoleh di sekitar Bali memiliki aktivitas antioksidan dengan % peredaman sebesar 64,63% pada 5 menit pertama dan 73,63% pada menit ke-60, serta dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans (Rita et al., 2008).

Uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina L digunakan sebagai skrining awal untuk senyawa-senyawa yang diduga mempunyai aktivitas antitumor dan antikanker. Toksisitas yang tinggi dari senyawa uji sangat berkorelasi dengan aktivitas senyawa sebagai antitumor (Colegate, 1993). Uji toksisitas ekstrak n-heksana, kloroform, dan etilasetat rimpang temu putih terhadap larva udang Artemia salina L. menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana, koroform, dan etilasetat bersifat toksik dengan LC50

berturut-turut sebesar 125,9; 28,2; dan 302,0 ppm. (Rita, 2009). Suatu bahan dikatakan bersifat toksik jika nilai LC

50nya di

bawah 1000 ppm (Meyer et al., 1982).

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 98

Oleh karena rimpang temu putih berpotensi sebagai obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan kanker, dan memiliki kandungan utama minyak atsiri, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji toksisitas dan analisis kandungan senyawa minyak atsiri rimpang temu putih yang diperoleh di sekitar Bali.

METODOLOGI PENELITIAN

Alat dan Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rimpang temu putih yang diperoleh di Denpasar pada bulan Oktober 2009. Penyiapan bahan meliputi determinasi tanaman yang dilakukan di UPT Balai Konversi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali, pengumpulan bahan, pembersihan, dan pemotongan bahan. Bahan uji yang digunakan yaitu Larva udang Artemia salina L. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, dimetil sulfoksida (DMSO) Merck, kalsium klorida anhidrat (CaCl2

) Merck, dan ragi.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, timbangan, seperangkat alat destilasi uap (destilasi stahl), botol tempat minyak atsiri, aluminium foil, neraca analitik, pipet mikro, pipet volume, pipet tetes, tabung reaksi, dan seperangkat alat GC-MS QP2010S SHIMADZU.

Tempat penelitian

Penelitian ini dikerjakan di Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana dan Laboratorium Biologi Kelautan Universitas Udayana. Identifi kasi dengan GC-MS dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Isolasi minyak atsiri dengan destilasi uap

Metode yang digunakan adalah destilasi uap (destilasi stahl). Rimpang temu putih sebanyak ± 20 kg didestilasi secara bertahap sebanyak 4 kali, dengan setiap kali destilasi menggunakan ± 5 kg rimpang temu putih. Rimpang temu putih dipotong kecil-kecil kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang telah berisi air. Dandang yang digunakan dilengkapi dengan kondensor, kemudian dipanaskan dengan api kecil. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dan air. Dimana, dengan menggunakan destilasi stahl, minyak dapat langsung terpisah dari air. Namun, minyak perlu dibebaskan lagi dari sisa-sisa air dengan menambahkan CaCl2

anhidrat untuk mengikat air. Minyak atsiri yang diperoleh dapat digunakan untuk uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina L dan dianalisis menggunakan GC-MS.

Uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina L.

Minyak atsiri yang telah diperoleh kemudian diuji

toksisitasnya menggunakan larva udang Artemia salina L. Pada uji toksisitas, terlebih dahulu dibuat media pertumbuhan larva udang dengan cara menyaring air laut secukupnya. Air laut tersebut dimasukkan ke dalam akuarium yang memiliki sekat berlubang dengan satu bagian dari akuarium dibuat terang sedangkan satu bagian lagi dibuat gelap. Telur Artemia salina L dimasukkan pada bagian gelap, selanjutnya akuarium disimpan pada tempat yang memiliki penerangan dan diberi oksigen selama 48 jam.

Uji toksisitas dilakukan dengan menyiapkan 10 tabung reaksi, dimana 9 tabung digunakan untuk tempat bahan uji dan 1 tabung untuk kontrol. Sebanyak 20 mg minyak atsiri rimpang temu putih ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 2 mL etanol. Selanjutnya, larutan yang diperoleh dipipet masing-masing sebanyak 5 µL, 50 µL dan 500 µL ke dalam tabung reaksi dan pelarutnya diuapkan selama 24 jam. Selanjutnya, dimasukkan 1 mL air laut, 50 µL dimetil sulfoksida, 10 ekor larva udang Artemia salina L, dan setetes ragi roti, kemudian ditambahkan air laut sampai volumenya 5 mL, sehingga konsentrasi masing-masing larutan sebesar 10, 100, dan 1000 ppm.

Sedangkan untuk kontrol, ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 mL air laut, 50 µL dimetil sulfoksida, 10 ekor larva udang Artemia salina L, dan setetes ragi roti, kemudian ditambahkan air laut sampai volumenya 5 mL. Pengamatan dilakukan selama 24 jam. Selanjutnya, dilakukan perhitungan terhadap larva udang Artemia salina L yang mati dan dihitung nilai LC50.

Analisis kualitatif dengan kromatografi gas–spektroskopi massa (GC-MS)

Minyak atsiri yang diperoleh kemudian dianalisis dengan GC–MS untuk mengetahui komponen penyusun minyak atsiri rimpang temu putih. Spektrum massa yang diperoleh dibandingkan dengan spektrum senyawa standar yang telah diketahui dalam database yang telah terprogram pada alat GC–MS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Minyak Atsiri

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 kg temu putih yang diekstraksi dengan destilasi uap. Destilasi dilakukan secara bertahap sebanyak 4 kali, dimana setiap destilasi digunakan ± 5 kg sampel temu putih yang telah dibersihkan dan dipotong kecil-kecil. Minyak atsiri yang diperoleh berwarna kuning kental sebanyak 15,30 mL (13,49 g). Minyak atsiri yang diperoleh memiliki densitas sebesar 0,88 g/mL, dengan kadar minyak sebesar 0,067 % b/b, Selanjutnya, minyak atsiri yang diperoleh digunakan untuk uji toksisitas antitumor terhadap larva udang Artemia salina Leach.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 99

Uji Toksisitas Minyak Atsiri

Hasil uji toksisitas minyak atsiri rimpang temu

putih terhadap larva udang Artemia salina L. disajikan

dalam Tabel 1 dan Gambar 1. Hasil uji toksisitas ini

Konsentrasi ppm

Jumlah larva yang mati

Jumlah larva yang hidup Akumulasi

matiAkumulasi

hidup % kematian1 2 3 1 2 3

10 7 6 8 3 4 2 3,7 16,6 24,18100 10 10 10 0 0 0 8,4 5,3 61,131000 10 10 10 0 0 0 18,4 0 100.00

menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang temu putih

mempunyai nilai LC50

sebesar 19,96 ppm, sehingga

dapat dikatakan bahwa minyak atsiri rimpang temu

putih berpotensi sebagai antitumor.

Tabel 1. Hasil uji toksisitas minyak atsiri rimpang temu putih terhadap larva udang Artemia salina L.

Keterangan: Jumlah larva tiap konsentrasi 10 ekor (total larva pada tiga konsentrasi adalah 30 ekor).

Gambar 1. Grafi k log konsentrasi Vs % kematian minyak atsiri temu putih

Analisis Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih dengan

GC-MS

Minyak atsiri rimpang temu putih yang diperoleh

dari proses destilasi uap dianalisis komponen senyawa

yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan

GC-MS. Kromatogram hasil analisis minyak atsiri

Gambar 2. Kromatogram hasil analisis minyak atsiri rimpang temu putih

rimpang temu putih dengan GC memperlihatkan 19

puncak seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.

Masing-masing puncak diidentifi kasi lebih lanjut

dengan spektrometer massa, dimana setiap senyawa

memiliki pola fragmentasi massa yang spesifi k.

Identifi kasi dilakukan dengan membandingkan

spektrum massa masing-masing puncak dengan

senyawa-senyawa yang sudah diketahui dan terprogram

dalam database GC-MS (WILEY 7), sehingga dapat

diduga senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri

rimpang temu putih.

Hasil analisis spektrum massa dari kromatogram

minyak atsiri rimpang temu putih dan perkiraan

senyawa berdasarkan database WILEY 7 dapat dilihat

pada Tabel 2.

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 100

Tabel 2. Senyawa-senyawa yang diduga dari masing-masing puncak pada kromatogram minyak atsiri rimpang temu putih berdasarkan database WILEY 7.

Spektrum massa dari senyawa kamfen (4,77%) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 (a) Spektrum massa puncak 1; (b) Spektrum massa database standar senyawa kamfen

Tabel 3. Kemungkinan fragmen yang hilang dari senyawa kamfen

a.

b.

Puncak M+ Waktu retensi(menit) Kelimpahan (%) Senyawa yang diduga

1 136 3,252 4,77 Kamfen 2 136 3,569 4,16 Beta pinen3 154 4,399 7,27 1,3,3-trimetil-sineol4 152 7,132 8,27 Kamfor7 189 14,609 4,35 1-etenil-1-metil-2,4-bis(1-metiletenil)

sikloheksana13 216 17,473 7,72 Kurzeren16 218 22,238 21,85 Germakron19 232 24,500 24, 29 Velleral

Berdasarkan data dari library WILEY 7 berat molekul senyawa kamfen adalah 136. Oleh karena itu ion molekul (M+) senyawa pada puncak 1 adalah m/z 136 dengan puncak dasar pada m/z 93. Dengan melihat berat molekul dan pola fragmentasi berdasarkan

pendekatan WILEY 7, maka diduga senyawa puncak 1 adalah kamfen (2,2-dimetil-3-metilenbisiklo-heptana).

Spektrum massa senyawa kamfen menunjukkan hilangnya fragmen-fragmen seperti terlihat pada Tabel 3.

No m/z Kemungkinan fragmen yang hilang

1 136 M+

2 121 M+ - 15 - .CH3

3 107 M+ - 29 - .CH2 CH3

4 93 M+ - 43 - .C3H7

5 79 (M+ - 15)-28-14 - CH2

6 67 (M+ - 43)-26 - C2H2

7 53 (M+ - 15)-28-14-26 - C2H2

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 101

Senyawa kamfen memiliki struktur sebagai berikut:

Fragmentasi yang terjadi pada senyawa kamfen sesuai dengan spektrum massa di atas dapat diperkirakan sebagai berikut.

CH3

CH3

CH2

Berdasarkan data dari GC-MS, maka senyawa-senyawa mayor yang terdeteksi selain kamfen adalah beta pinen, 1,3,3-trimetil-sineol, kamfor, 1-etenil-1-metil-2,4-bis(1-metiletenil) sikloheksana, kurzeren, germakron, dan velleral. Struktur senyawa-senyawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

CH3

CH3

CH2

H3C

H3CCH2

O

CH3

CH3

CH3 CH3

H3C

H3C

O

kamfen β-pinen Sineol KamforCH CH2

CH3

C CH3

CH2

H2C C

CH3

O

Me

CH2=C-Me

Me

CH2=C-Me

CMe

O

Me

Me

CH3

CH3

CH3

HC

HC

O

O

1-etenil-1-metil-

2,4-bis(1-metiletenil)

sikloheksana

Kurzerena Germakron Velleral

Gambar 4. struktur senyawa-senyawa mayor yang terdapat dalam minyak atsiri rimpang temu putih Curcuma zedoaria (Berg) Rosc.)

Senyawa velleral muncul dengan persentase kelimpahan terbesar yaitu 24,29%, dimana senyawa ini termasuk dalam golongan azulen. Menurut Rita et al., 2008, velleral dalam minyak atsiri menyebabkan minyak atsiri aktif sebagai antijamur terhadap jamur Candida albicans dan antioksidan. Senyawa β-pinen juga muncul dengan persentase kelimpahan 4,16% dimana senyawa ini termasuk dalam golongan

monoterpen hidrokarbon yang banyak terkandung dalam minyak atsiri. Senyawa terpena lainnya yang muncul adalah kamfen (4,77%), 1,3,3-trimetil-sineol (7,27%), kamfor (8,27%), dan germakron (21,85%). Dengan adanya senyawa terpena dan kesinergisan komponen-komponen senyawa lain dalam minyak atsiri sehingga dapat mengoptimalkan toksisitas minyak atsiri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc.) memiliki densitas sebesar 0,88 g/mL, kadar minyak sebesar 0,067 % b/b, dan bersifat toksik terhadap larva udang Artemia salina Leach dengan nilai LC50

sebesar 19,96 ppm. Senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri yaitu terdiri dari 19 senyawa dengan 8 senyawa mayor antara lain kamfen (4,77%), beta pinen (4,16%), 1,3,3-trimetil-sineol (7,27%), kamfor (8,27%), 1-etenil-1-metil-2,4-bis(1-metiletenil) sikloheksana (4,35%), kurzeren (7,72%), germakron (21,85%), dan velleral (24,29%).

Saran

Saran yang dapat dikemukakan adalah perlu dilakukannya penelitian antitumor minyak atsiri rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) terhadap sel tumor.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada DP2M Ditjen Dikti sebagai penyedia dana dan Lembaga Penelitian Universitas Udayana yang telah memfasilitasi dalam penyaluran dana sehingga penelitian ini dapat berlangsung. Serta Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bugno, A., Nicoletti, M.A., Almodovar, A.A.B, Pereira,

T.C., and Auricchio, M.T. 2007. Antimicrobial

effi cacy of Curcuma zedoaria extract as assessed

by linear regression compared with commercial

CH3

CH3

CH2

m/z 136

-eCH3

CH3

CH2

-CH3-15 CH2

CH2

Η

rH

C

CH2

CH2

H

H

-CH2CH2-28

C CH

H

CH2 -CH2

-14

m/z 93

m/z 121

H2C

H

H

m/z 79

-C2H2

-26

m/z 53

The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011 102

mouthrinses, Braz. J. Microbiol. Vol.38 no.3.\

Colegate, S.M., and Molyneux, R.J., 1993, Bioactive

Natural Product, CRC Press, London.

Ficker, C.E., Smith, M.L., Susiarti, S., Leaman, D.J.,

Irawati, C., and Arnason, J.T. 2003. Inhibition

of human pathogenic fungi by members of

Zingiberaceae used by the Kenyah (Indonesian

Borneo), Journal of Ethnopharmacology, Vol. 85, Issue

2-3, p. 289-293.

Kim, D-I, Lee, T-K; Jang T-H, and Kim, C-H. 200.,

The inhibitory effect of a Korean herbal medicine,

Zedoariae rhizoma, on growth of cultured human

hepatic myofi broblast cells, Life Sciences, Vol. 77,

Issue 8, pp. 890-906.

Mau, J.L, Lai, E.Y.C., Wang, N-P, Chen, C-C; Chang,

C-H, and Chyau, C-C. 2003. Composition and

antioxidant activity of the essential oil from

Curcuma zedoaria, Food Chemistry, Volume 82,

Issue 4, Pages 583-591.

Meyer, B.N, Ferrigni, N.R, and McLaughlin. 1982.

Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for

Active plant Constituents, Journal of Planta Medical

Research, Volume 45, pp. 31-34.

Pdpersi, 2006, Temu Putih (Curcuma zedoria [Berg.]

Rosc.), http//www.pdpersi.co.id./temu putih.

Akses 12/02/2008.

Purkayastha, J., Nath, S. C. and Klinkby, N. 2006,

Essential Oil of the Rhizome of Curcuma zedoaria

(Christm.) Rosc. Native to Northeast India,

Journal of Essential Oil Research: JEOR, Mar/Apr

2006.

Rita, W. S., Puspawati, N. M, Marlin Wijayanti, N.

P, 2008, Aktivitas Antijamur dan Antioksidan

Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih (Curcuma

zedoaria Rosc.), Proceeding SNHKI, ISBN 978-979-

8286-83-4.

Rita, W.S., 2009, Penapisan Fitokimia dan Uji

Toksisitas Ekstrak Rimpang Temu Putih

(Curcuma zedoaria Rosc.), Medicina, Jurnal Ilmiah

Kedokteran, 40(2): 104-108.

Seo, W-G, Hwang J-C, Kang, S-K; Jin, U-H, Suh, S-J,

Moon, S-K, and Kim, C-H. 2005. Suppressive

effect of Zedoariae rhizoma on pulmonary

metastasis of B16 melanoma cells, Journal of

Ethnopharmacology, Vol. 101, Issue 1-3, p.249-257.

Sukmana, J. (2006), Efek Curcuma zedoaria terhadap

Peningkatan Apotosis Sel Mukosa Kolon Mencit

Jantan yang Terpapar 9,10-dimethyl-1, 2- benz(a)

anthracene, Master Theses dari JIPTUNAIR,

Copyright © 2006 by Airlangga University Library,

Surabaya, http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-

gdl-s2-2007-sukmanajud-6312&PHPSESSID=5a6769

dff38e0f3f4b3b91df43575469, akses 11/02/2008.

Wilson, B., Abraham, G., Manju, V.S., Mathew,

M., Vimala, B., Sundaresan, S., and Nambisan,

B. 2005. Antimicrobial Activity of Curcuma

zedoaria and Curcuma malabarica tubers, Journal of

Ethnopharmacology, Vol. 99, Issue 1, 147-151.