tugas jurnal
DESCRIPTION
jurnal impact of ro toraksTRANSCRIPT
Dampak Foto Thoraks Terhadap Anak dengan Infeksi Saluran Pernapasan
Bawah: Menggunakan Pendekatan Propensity Score
Emmanuelle Ecochard-Dugelay, Muriel Beliah, Caroline Boisson, Francis Perreaux, Jocelyne de Laveaucoupet, Philippe Labrune, Ralph Epaud, Hubert Ducou-Lepointe, Jean Bouyer, Vincent Gajdos
abstrak
Latar Belakang: Penanganan infeksi saluran pernapasan akut secara substansial sangat bervariasi,
meskipun kondisi ini sering ditemui di bagian gawat darurat pediatrik. Penelitian sebelumnya
telah menunjukan bahwa penggunaan antibiotik lebih tinggi apabila telah mendapatkan tindakan
foto thoraks. Namun tak satu pun dari analisis tersebut dapat dianggap bisa menjadi indikasi
tetap dalam studi observasional.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara foto thoraks dan
pemberian resep antibiotik menggunakan analisis propensity score untuk mengatasi bias indikasi
karena tugas radiografi non-acak.
Metode: Kami melakukan studi prospektif dari 697 anak-anak yang berusia kurang dari 2 tahun
yang terdaftar selama musim dingin 2006-2007 dengan dugaan infeksi saluran pernafasan pada
Departemen Gawat Darurat Pediatric di rumah sakit Prancis (pinggiran kota Paris). Pertama kali
kami menentukan individu yang sesuai dengan propensity score (kemungkinan mendapatkan
foto thoraks sesuai dengan karakteristik dasar). Kemudian kami menilai hubungan antara
dilakukannya foto thoraks dengan pemberian resep antibiotik dengan menggunakan dua metode:
penyesuaian dan pencocokan pada propensity score.
Hasil: Kami menemukan bahwa dengan dilakukannya foto thoraks meningkatkan pemberian
antibiotik yang dapat dinyatakan sebagai OR = 2,3 , CI [1,3-4,1], atau sebagai peningkatan
penggunaan antibiotik sebesar 18,6 % [0,08-0,29] pada kelompok yang menjalani foto thoraks.
Kesimpulan: Foto thoraks memiliki dampak yang signifikan pada penanganan bayi yang
dicurigai mengalami infeksi saluran pernapasan di departemen kegawatdaruratan pediatrik dan
dapat menyebabkan pemberian antibiotic yang tidak perlu.
Pendahuluan
Infeksi saluran pernapasan bawah (Lower Respiratory Tract Infection) merupakan salah satu
kondisi yang paling umum yang dihadapi departemen kegawatdaruratan pediatrik (Pediatric
Emergemcy Departments) selama musim dingin. Keragaman penanganan infeksi saluran
pernapasan bawah mencerminkan adanya pengobatan konsensual. Meskipun kombinasi
gambaran klinis telah diusulkan untuk membedakan virus (penyebab paling sering) dari penyakit
bakteri, tidak ada cara yang cukup sensitif atau banyak digunakan. Tindakan foto thoraks ( CR )
umum dilakukan meskipun baru-baru ini pedoman Organisasi Kesehatan Dunia tidak
menganjurkan untuk penggunaan rutin. Meskipun temuan radiografi sering tidak spesifik,
observasi studi internasional telah melaporkan prevalensi pemberian resep antibiotik meningkat
pada anak-anak yang pernah foto thoraks. Namun, efek dari foto thoraks masih bias dalam
laporan ini karena karena anak-anak atau sampel ini belum dipilih secara acak untuk radiografi.
Untuk menghindari bias seperti itu, Rosenbaum dan Rubin menyarankan menggunakan
propensity score (PS), didefinisikan sebagai probabilitas menerima pengobatan tertentu atau
prosedur tergantung pada kovariat yang diamati : dua subjek dari kedua kelompok yang
dibandingkan (foto thoraks atau tidak) dengan propensity score dapat dianggap seolah-olah
mereka telah secara acak ditugaskan untuk dua kelompok. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menilai efek dari foto thoraks pada kemungkinan terapi antibiotik, menggunakan metode
PS berbasis meminimalkan bias karena tugas radiografi non-acak .
Subjek dan Metode
Desain penelitian dan pengumpulan data klinis dilakukan berdasarkan Komite etika , Comite ' de
Protection des personnes Ile de France 3 menyatakan bahwa penelitian ini sesuai dengan prinsip-
prinsip ilmiah yang berlaku umum, dan untuk Hukum Perancis dan peraturan Informed consent
lisan diperoleh dari orang tua dan penolakan untuk berpartisipasi tidak mengubah klinis
perawatan yang diberikan kepada pasien. Kami melakukan studi prospektif dalam pediatric
emergemcy departement dari rumah sakit umum di Perancis (pinggiran kota Paris). Semua bayi
(kurang dari 2 tahun ) yang terdaftar dengan dugaan lower respiration tract infection Oktober
2006 dan Februari 2007 yang disertakan. Diagnosis lower respiration tract infection
didefinisikan sebagai satu atau lebih temuan klinis berikut:
- hipoksia ( 95 % )
- takipnea
- tanda-tanda pernapasan distress (retraksi , cuping hidung, pernapasan perut) atau
suara khas pada napas (mengi , fase ekspirasi yang berkepanjangan, atau crackles)
diperoleh dengan auskultasi .
Dokter mengisi kuesioner singkat dengan format pilihan, mengumpulkan informasi tentang
demografi, sejarah kasus, pemeriksaan fisik dan penanganannya. Data demografi, kronis usia
disertakan, jenis kelamin, riwayat prematur, penyakit yang pernah dialami, dan episode mengi
sebelumnya. Informasi riwayat kasus termasuk lamanya gejala, riwayat demam, nafsu makan
berkurang, dan penggunaan antibiotik sebelum masuk pediatric emergency department. Dokter
juga diminta untuk melaporkan suhu pada evaluasi pertama, laju pernapasan, saturasi oksigen,
tanda-tanda retraksi, temuan auskultasi, kehadiran otitis media akut, konjungtivitis atau toksisitas
jelas. mereka juga mencatat rincian penanganan sebagai berikut: foto thoraks, pemberian
antibiotic dan keputusan tentang perawatan di rumah sakit. Pasien yang menerima terapi
antibiotik sebelum masuk dikeluarkan dari penelitian karena terapi antibiotik sebelumnya
diragukan dapat mempengaruhi hasil akhir dari penelitian.
Metode Statistik
Analisis data deskriptif dan multivariat dilakukan dengan Stata 11.2 software ( Statacorp. 2009
Stata statistik Software Rilis 11 College Station , TX : StataCorp LP ) Seperti yang disarankan,
propensity score (PS), yaitu probabilitas untuk menjalani foto thoraks adalah dihitung dengan
regresi logistik multivariat non-seleksi model (tanpa algoritma seleksi variabel) dengan dasar
karakteristik saat masuk sebagai kovariat independen (termasuk kedalamnya 14 variabel) dan
foto thoraks sebagai variabel dependen dichotomized. Karakteristik awal ini dipilih karena
mereka terkait dengan tindakan foto thoraks dan pemberian antibiotik. Pada penelitian ini
terdapat beberapa variable dikotomis (riwayat prematur, infantile asma, adanya gangguan
makan, fase ekspirasi yang berkepanjangan, crackles, mengi, konjungtivitis, adanya tanda-tanda
keracunan). lima kuantitatif variabel yang diubah menjadi kelas yang relevan secara klinis
(temperature, saturasi oksigen, durasi gejala pernapasan, tingkat pernapasan dari klasifikasi Liu
propensity score (tabel 1) dan score distress pernafasan oleh Silverman). Tiga variabel
yang tersisa dalam bentuk terus menerus, kami mempelajari hubungan mereka dengan variabel
yang meliputi suatu bentuk linear (arteri-suhu-saturasi oksigen) atau dengan polinomial
fraksional (usia) . Daerah di bawah kurva Karakteristik Receiver Operator (ROC) dihitung untuk
menilai Model diskriminasi. Untuk mempelajari hubungan antara foto thoraks dan pemberian
antibiotik, dan mengendalikan indeks bias, kami menggunakan dua metode:
penyesuaian dan pencocokan pada propensity score. Metode penyesuaian dari propensity score
termasuk sebagai variabel penyesuaian terus menerus dalam model logistik dengan pemberian
resep antibiotic sebagai variabel dependen dan foto thoraks sebagai variabel independen. Untuk
memastikan bahwa komponen lain dapat dipertimbangkan sebaik mungkin, kami juga
menyesuaikan pada sembilan kovariat terkait dengan pemberian resep antibiotik , yang mengarah
ke model double-robust yang sebelumnya talah dijelaskan oleh D' Agostino dan al. Metode ini
memberikan odds-ratio (OR) untuk foto thoraks dengan confidence interval 95 % (CI). Variabel
yang berhubungan dengan pemberian resep antibiotik dipilih secara bertahap : demam, saturasi
oksigen darah, durasi gejala pernapasan, usia, prematuritas, fase ekspirasi berkepanjangan,
adanya ronki, konjungtivitis, adanya gejala keracunan. Metode pencocokan terdiri dari
pencocokan dua subjek di propensity score (satu dari masing-masing kelompok, foto thoraks
atau tidak) sehingga memperoleh pasangan dengan kovariat awal yang sama. Kami
menggunakan metode nearest-neighbor matching dimana subjek dicocokan dengan nilai
propensity score yang terdekat. Metode ini memberikan perbedaan antara persentasi usia dua
kelompok yang diberi resep antibiotik (dengan CI 95 %), setelah memperhitungkan indeks bias.
Data yang tidak valid (kurang dari 5 % per variabel) yang diperhitungkan dengan menggunakan
metode yang didasarkan pada beberapa persamaan.
Hasil
Studi Populasi
Karakteristik demografi dan klinis sampel ( n = 697 ) ditunjukkan pada tabel 2. Usia rata-rata
adalah 7,7 bulan (+ / 25,8). Prematuritas dan riwayat asma bayi dilaporkan 14 % dan 21 % dari
pasien, masing-masing. Distres pernapasan moderat diamati pada 56 % bayi (propensity score 1)
dan 14 % disajikan dengan tekanan yang lebih berat (propensity score ≥ 2). Setengah dari pasien,
memiliki lama gejala pernapasan yang pendek (kurang dari 3 hari ) dan 57 % memiliki tingkat
pernapasan yang berkaitan dengan usia normal. Sebagian besar anak (87,4 %) tidak hipoksia
(saturasi oksigen ≥95 %). Rerata suhu diamati adalah 37.90C ( +/-1). Sedangakan berurutan
diketahui, 58 % , 9 % dan 48 % dari masing-masing subyek yang diketahui mengi, ronki dan fase
ekspirasi yang berkepanjangan. Lima puluh satu persen dari pasien menjalani foto thoraks. Tiga
puluh satu foto thoraks dianggap normal ( 8,7 % ) : 29 dengan kondensasi alveolar, satu dengan
lobar atelectasia dan satu dengan kardiomegali. Pemberia resep antibiotik dilakukan pada 31 %
dari pasien dalam kelompok dengan foto thoraks dan 8 % dari kelompok tanpa foto thoraks.
Propensity Score
Distribusi propensity score ditampilkan oleh kelompok (foto thoraks atau tidak) di Gambar 1.
Rerata propensity lebih rendah pada kelompok tanpa foto thoraks dibandingkan kelompok
dengan foto thoraks. Namun, ada daerah yang tumpang tindih yang luas antara distribusi dari
kedua kelompok, sehingga memungkinkan memerlukan pencocokan yang berkualitas tinggi.
Area di bawah kurva ROC untuk propensity score itu 0,84 (0,83-0,85), menunjukkan kapasitas
diskriminasi yang baik.
Pengaruh menjalani foto thoraks dengan penggunaan antibiotik (tabel 3 )
Nilai OR pada foto thoraks dan pemberian resep antibiotik adalah 4,9 (dengan CI 95% [3,1-7,8],
p=0,001). Setelah penyesuaian untuk propensity score dan untuk subset dari sembilan kovariat
terkait dengan terapi antibiotik, hubungan antara foto thoraks dan pemberian resep antibiotik
tetap bermakna OR 2,3 (95 % CI [1,3-4,1], p = 0,004). Dengan metode yang sesuai, kami
menemukan tingkat signifikan lebih tinggi (18,6 % lebih tinggi) dari resep antibiotik pada
kelompok pasien dengan foto thoraks dibandingkan pada kelompok tanpa foto thoraks (mean
effect= 0,186 , CI 95% [0,08-0,29]) .
Diskusi
Studi kami menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami kegawatdaruratan infeksi saluran
pernapasan bawah lebih mungkin untuk menerima antibiotik jika mereka mendapatkan tindakan
foto thoraks sebagai bagian evaluasi awal mereka. Antibiotik diresepkan pada bayi dengan foto
thorak lebih 18,6% dibandingkan pada mereka yang tanpa mendapatkan tindakan foto thoraks.
Temuan ini menunjukkan bahwa pengelolaan dua bayi dengan karakteristik awal infeksi saluran
pernapasan bawah yang sama memiliki prognostik yang berbeda, tergantung pada apakah
mereka memiliki riwayat foto thoraks, karena itu foto thoraks memiliki dampak yang signifikan
terhadap perawatan dan mungkin telah menyebabkan pemberian terapi antibiotik yang tidak
perlu. Untuk tujuan penelitian ini , gambar foto thoraks yang independen ditinjau oleh dua ahli
radiologi yang tidak mengetahui riwayat klinis. Mereka hanya menyadari bahwa pencitraan itu
diperoleh sebagai bagian dari evaluasi infeksi saluran pernapasan bawah tetapi tidak mengetahui
hasil dan riwayat klini lainnya. Departemen Kegawatdaruratan membuat keputusan klinis
berdasarkan penafsiran mereka sendiri dari foto thoraks. Hal ini sangat penting karena salah satu
tujuan dari studi kami adalah untuk menentukan apakah tindakan foto thoraks mempengaruhi
pemberian resep antibiotik, terutama tanpa interpretasi oleh ahli radiologi pediatrik. Temuan
kami konsisten dengan penelitian sebelumnya. Sebuah percobaan acak control yang diterbitkan
pada tahun 1998 melaporkan bahwa melakukan foto thoraks memiliki konsekuensi untuk kedua
penanganan dan hasil klinis pada 522 anak-anak yang merupakan kasus pneumonia berdasarkan
definisi WHO. Foto thoraks secara acak dilakukan. Meskipun itu bukan hasil utama dalam
penelitian ini, penggunaan antibiotik lebih tinggi pada kelompok dengan foto thoraks ( 60,8 % vs
52,2 % , p=0,05 ). Namun, anak-anak dengan klinis tanda-tanda keparahan dikeluarkan dari
penelitian ini sebelumnya, membatasi ekstrapolasi hasil untuk penyebab lain dari infeksi saluran
pernapasan bawah.
Studi lain menggunakan data pengamatan dan tidak mempertimbangkan indikasi Bias. Shuh et al
mempelajari 265 bayi yang mendapatkan tindakan foto thoraks dengan bronkiolitis yang khas.
Mereka melaporkan pemberian antibiotik lebih tinggi pada anak yang mendapatkan tindakan
foto thoraks (pasca-radiografi). Studi lain menunjukkan bahwa melakukan foto thoraks dikaitkan
dengan kemungkinan peningkatan penggunaan antibiotik di kalangan anak-anak berusia lebih
dari 3 bulan ( OR 1,22 , CI 95 % [1,10-1,36] , p = 0,001 ); untuk anak-anak kurang dari 3 bulan,
ada yang mirip tapi tidak signifikan hubungannya (OR 1.11, CI 95 % [0,96-1,28]). Penelitian
kami memiliki dua kekuatan utama : pemilihan studi populasi dan kontrol bias indikasi
menggunakan Propensity score. Kami menganalisis sampel besar bayi di bawah dua tahun
dengan berbagai bentuk klinis dan propensity score keparahan gangguan pernapasan. Populasi
pada studi kamu tidak dipilih, sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk mewakili populasi
yang ditemui dalam praktek klinis. Kami fokus pada bayi karena bentuk klinis dan penyebab
infeksi saluran pernafasan pada anak di bawah usia 2 tahun umumnya homogen dan
sebanding. Kami memiliki persentasi foto thoraks dari 51 % yang konsisten dengan hasil yang
dilaporkan dalam studi observasional sebelumnya [6,19-21 ]. Menggunakan Propensity Score
(yaitu kemungkinan bahwa pasien akan mendapatkan tindakan foto thoraks) untuk mengetahui
hubungan antara penggunaan antibiotik dan foto thoraks, kami menirukan ''quasi-randomized''
eksperimen di mana dua subjek dengan karakteristik awal yang sama secara acak ditetapkan
menjadi dua kelompok (mendapatkan terapi foto thoraks atau tidak ada). Hal ini dapat
ditunjukkan bahwa propensity memberikan estimasi objektif tentang hubungan antara foto
thoraks dengan pemberian antibiotik. Oleh karena itu, kami mengumpulkan data untuk berbagai
kovariat awal dan dibangun sesuai dengan pedoman propensity score saat ini merekomendasikan
dibentuknya non-parsimonious metode menggunakan semua data yang tersedia. Selanjutnya
variabel yang dimodelkan sesuai dengan gradien linier mereka , atau sebagai kategoris. Semua
pertimbangan ini menyebabkan metode yang kuat untuk
memperkirakan hubungan independen antara foto thoraks dan pemberian antibiotik dari data
pengamatan. Ada beberapa keterbatasan potensi untuk penelitian kami, beberapa faktor yang
relevan mungkin telah teramati atau terukur. Akibatnya, hasil kami tidak dapat diandalkan
seperti orang-orang dari uji coba secara acak. Data dikumpulkan hanya dalam satu pediatric
emergency department sehingga ekstrapolasi hasilnya ke pusat-pusat lain atau pada bayi
konsultasi dalam praktek swasta mungkin dipertanyakan. Kami juga mengamati tingkat
penggunaan antibiotik lebih tinggi pada kelompok yang menjalani foto thoraks ( 30,9 % )
dibandingkan dalam penelitian lain sebelumnya yang melaporkan terapi antibiotik pada 15%
kelompok foto thoraks. Namun, tingkat penggunaan terapi antibiotik secara total memiliki nilai
yang rendah ( 20 % ), dibandingkan dengan nilai yang dilaporkan dalam literatur (antara 30 dan
60 %). Akhirnya , kami menekankan bahwa tindakan foto thoraks harus dibatasi untuk
beberapa alasan, selain mengurangi tingkat penggunaan terapi antibiotik yang tidak perlu.
Meskipun paparan radiasi yang digunakan untuk foto thoraks kecil (0,02 mSv, yang
dibandingkan dengan paparan alam diperkirakan mencapai sekitar 0,05 mSv per minggu ),
sebuah laporan baru pada eksposur Penduduk Perancis untuk radiasi pengion yang berkaitan
dengan tindakan medis diagnosis melaporkan rata-rata 0,2 foto thoraks per tahun per anak di
bawah usia satu tahun (sekitar 160.000 prosedur per tahun untuk negara dengan 800.000
kelahiran per tahun). Selain itu, dalam analisis efektivitas pembiayaan, Yong et al.
menyimpulkan bahwa selektif dalam melakukan foto thoraks rutin pada bayi dengan bronkiolitis
menyimpan 59 dolar per pasien (karena penghematan dalam biaya radiografi dan rawat inap)
tanpa mengorbankan akurasi diagnostik diagnosis alternatif dan pneumonia terkait. Namun,
dalam beberapa situasi tertentu (yaitu ketika tanda-tanda klinis sulit untuk ditafsirkan), foto
thoraks mungkin lebih penting dari menghilangkan infeksi bakteri yang membutuhkan antibiotik.
KesimpulanPenelitian kami menemukan bahwa penggunaan antibiotic meningkat pada anak-anak yang mendapatkan tindakan foto thoraks, bahkan ketika bias indikasi diperhitungkan. Kita dapat mengasumsikan pemberian antibiotik ini tidak perlu, dalam konteks ruang gawat darurat. Pedoman harus diperbarui untuk mengurangi tindakan foto thoraks di pediatric emergency department untuk anak-anak yang diduga mengalami infeksi saluran pernapasan bawah.
Daftar Pustaka
Hall CB, Weinberg GA, Iwane MK, Blumkin AK, Edwards KM, et al. (2009). The burden of respiratory syncytial virus infection in young children. N Engl J Med 360: 588–598.
Mathews B, Shah S, Cleveland RH, Lee EY, Bachur RG, et al. (2009) Clinical predictors of pneumonia among children with wheezing. Pediatrics 124: e29–36.
Neuman MI, Monuteaux MC, Scully KJ, Bachur RG (2011) Prediction of pneumonia in a pediatric emergency department. Pediatrics 128: 246–253.
Rothrock SG, Green SM, Fanelli JM, Cruzen E, Costanzo KA, et al. (2001) Do published
guidelines predict pneumonia in children presenting to an urban ED? Pediatr Emerg Care 17: 240–243.
American Academy of Pediatrics (2006) Diagnosis and management of bronchiolitis. Pediatrics 118: 1774–1793.
Christakis DA, Cowan CA, Garrison MM, Molteni R, Marcuse E, et al. (2005) Variation in inpatient diagnostic testing and management of bronchiolitis. Pediatrics 115: 878–884.
Schuh S, Lalani A, Allen U, Manson D, Babyn P, et al. (2007) Evaluation of the utility of radiography in acute bronchiolitis. J Pediatr 150: 429–433.
Rosenbaum PR, Rubin DB (1983) The central role of the propensity score in observationnal studies for causal effects. Biometrika 70: 41–55.
Austin PC (2011) A Tutorial and Case Study in Propensity Score Analysis: An Application to Estimating the Effect of In-Hospital Smoking Cessation Counseling on Mortality. Multivariate Behav Res 46: 119–151.
Liu LL, Gallaher MM, Davis RL, Rutter CM, Lewis TC, et al. (2004) Use of a respiratory clinical score among different providers. Pediatr Pulmonol 37: 243– 248.
Dabbous IA, Tkachyk JS, Stamm SJ (1966) A double blind study on the effects of corticosteroids in the treatment of bronchiolitis. Pediatrics 37: 477–484.
Royston P, Sauerbrei W (2008) Multivariable model-building. A pragmatic approach to regression analysis based on fractional polynomials for modeling continuous variables: Chichester: John Wiley & Sons.
Metz CE (1978) Basic principles of ROC analysis. Semin Nucl Med 8: 283–298.
Austin PC, Mamdani MM (2006) A comparison of propensity score methods: acase-study estimating the effectiveness of post-AMI statin use. Stat Med 25: 2084–2106.
D’Agostino RB Jr (1998) Propensity score methods for bias reduction in the comparison of a treatment to a non-randomized control group. Stat Med 17: 2265–2281.
Austin PC (2008) A critical appraisal of propensity-score matching in the medical literature between 1996 and 2003. Stat Med 27: 2037–2049.
Van Buuren S, Boshuizen H, Knook D (1999) Multiple imputation of missing blood pressure covariates in survival analysis. Statistics in Medicine 18: 681–694.
Swingler GH, Hussey GD, Zwarenstein M (1998) Randomised controlled trial of clinical outcome after chest radiograph in ambulatory acute lower-respiratory infection in children. Lancet 351: 404–408.
Brand PL, Baraldi E, Bisgaard H, Boner AL, Castro-Rodriguez JA, et al. (2008) Definition, assessment and treatment of wheezing disorders in preschool children: an evidence-based approach. Eur Respir J 32: 1096–1110.
Willson DF, Horn SD, Hendley JO, Smout R, Gassaway J (2001) Effect of practice variation on resource utilization in infants hospitalized for viral lower respiratory illness. Pediatrics 108: 851-855.
Plint AC, Johnson DW, Wiebe N, Bulloch B, Pusic M, et al. (2004) Practice variation among pediatric emergency departments in the treatment of bronchiolitis. Acad Emerg Med 11: 353–360.
Kwiatkowski F, Slim K, Verrelle P, Chamorey E, Kramar A (2007) [Propensity score: interest and limits]. Bull Cancer 94: 680–686.
Blackstone EH (2002) Comparing apples and oranges. J Thorac Cardiovasc Surg 123: 8–15.
Weitzen S, Lapane KL, Toledano AY, Hume AL, Mor V (2004) Principles for modeling propensity scores in medical research: a systematic literature review. Pharmacoepidemiol Drug Saf 13: 841–853.
Etard C, Sinno-Tellier S, Aubert B (2010) Exposition de la population franc¸aise aux rayonnements ionisants lie´saux axtes de diagnostic me´dical en 2007. Institut de veille sanitaire.
Yong JH, Schuh S, Rashidi R, Vanderby S, Lau R, et al. (2009) A cost effectiveness analysis of omitting radiography in diagnosis of acute bronchiolitis. Pediatr Pulmonol 44: 122–127.