tugas firda

28
PERSPEKTIF KAJIAN ILMU KOMUNIKASI ; PERSPEKTIF POST POSITIVISME (PERTEMUAN KE –2) Oleh: Nama / NPM : Firda Aulia / Jurusan : Komunikasi Mata Kuliah : Teori dan Perspektif Komunikasi Dosen : Dr. Umaimah Wahid

Upload: firda-female

Post on 18-Jun-2015

1.602 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Firda

PERSPEKTIF KAJIAN ILMU KOMUNIKASI ; PERSPEKTIF POST POSITIVISME

(PERTEMUAN KE –2)

Oleh:

Nama / NPM : Firda Aulia / Jurusan : Komunikasi Mata Kuliah : Teori dan Perspektif Komunikasi Dosen : Dr. Umaimah Wahid

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SAHID JAKARTA

2010

Page 2: Tugas Firda

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi 2

1. PENDAHULUAN 3

1.1. LATAR BELAKANG 3

1.2. MASALAH 3

1.3. TUJUAN 4

2. KERANGKA TEORI 5

3. STUDI KASUS 13

4. ANALISIS KRITIS TERHADAP PERSPEKTIF POST-POSITIVISME 15

Kesimpulan 16

Daftar Pustaka 17

Surat Pernyataan Orisinalitas 18

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

2

Page 3: Tugas Firda

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tiap penelitian berpegang pada paradigma / Persepsi tertentu. Paradigma

menjadi tidak dominan lagi dengan timbulnya paradigma baru. Pada mulanya

orang memandang bahwa apa yang terjadi bersifat alamiah. Peneliti bersifat pasif

sehingga tinggal memberi makna dari apa yang terjadi dan tanpa ingin berusaha

untuk merubah. Masa ini disebut masa pra-positivisme.

Setelah itu timbul pandangan baru, yakni bahwa peneliti dapat dengan

sengaja mengadakan perubahan dalam dunia sekitar dengan melakukan berbagai

eksperimen, maka timbullah metode ilmiah. Masa ini disebut masa positivisme.

Pandangan positivisme dalam perkembangannya dibantah oleh pendirian

baru yang disebut post-positivisme. Pendirian post-positivisme ini bertolak

belakang dergan positivisme. Dapat dikatakan bahwa post-positivisme sebagai

reaksi terhadap positivisme. Menurut pandangan post-positivisme, kebenaran

tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu teori

tertentu saja.

Dalam penelitian, dikenal tiga metode yang secara kronologis berurutan

yakni metode pra-positivisme, positivisme, dan post-positivisme.

1.2. Masalah

Menurut Leon (1994) paradigma positivis yang hanya berkutat pada

angka-angka tidak lagi mampu meng-cover fenomena dan problem sosial.

Bahkan,menurut Lincoln dan Guba (1990), gugus post-positivisme mampu

mengantarkan pada pemahaman mendalam atas proses-proses sosial yang

komplek yang akan menggantikan pendekatan eksperimental dalam gugus

pemikiran positivisme.

Pemikiran Mazhab Frankfrut muncul karena kekecewaan terhadap

pengaruh paradigma positivis yang menyamaratakan ilmu manusia dengan ilmu

alam. Manusia bukan lah benda mati yang gampang diukur. Kalau suatu benda

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

3

Page 4: Tugas Firda

diukur, maka akan ditemukan dengan mudah dari benda itu. Lalu ukuran itu akan

terus berlaku bagi benda tersebut sampai kapan pun.Tapi manusia tidaklah

demikian. Fisik manusia seperti tinggi dan berat mungkin bisa diukur, itupun

akan terus berubah. Ilmu sosial yang mencoba memahami tindak tanduk manusia

akan mengalami kesulitan ketika hendak membuat ukuran yang pasti dan tetap.

Manusia selalu berubah, tindakannya tak bisa diprediksi dengan penjelasan yang

mutlak dan pasti

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk menganalisis perspektif post-positivis

2. Melakukan studi kasus perspektif post-positivis.

3. Sedangkan manfaat untuk penulis adalah untuk memenuhi tugas

perkuliahan perspektif dan teori komunikasi

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

4

Page 5: Tugas Firda

2. KERANGKA TEORI

Perspektif/Paradigma Kajian Ilmu Komunikasi

Pemahaman atas komunikasi manusia, merupakan masalah perspektif

yang dipakai untuk memahaminya (Fisher, 1990:86).

Perspektif adalah sudut pandang dan cara pandang kita terhadap sesuatu.

Cara kita memandang, atau pendekatan yang digunakan dalam mengamati

kenyataan akan menentukan pengetahuan yang kita peroleh

Perspektif yang kita gunakan dalam menghampiri suatu peristiwa

komunikasi akan menghasilkan perbedaan yang besar dalam jawaban dan makna

yang kita deduksi

Sedangkan menurut Guba, paradigma dalam ilmu pengetahuan

mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang memandu

tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah.

Secara umum pengertian paradigma/perspektif adalah seperangkat

kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak

dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Guba, paradigma dalam ilmu

pengetahuan mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang

memandu tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam

penyelidikan ilmiah

Perspektif Post-Positivisme

Pada tahun 1970/1980 muncullah gugatan-gugatan mengenai kebenaran

positivisme, pemikirannya dinamai post-positivisme (teori Falsifikasi-nya Karl

Popper, Scientific Revolution-nya Thomas Khun, Farewell to Reason-nya

Feyerabend). Post positivisme merupakan pemikiran yang menggugat asumsi dan

kebenaran positivisme.

Dapat dikatakan bahwa post-positivisme sebagai reaksi terhadap

positivisme. Menurut pandangan post-positivisme, kebenaran tidak hanya satu

tetapi lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu teori tertentu saja.

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

5

Page 6: Tugas Firda

“Karakteristik utama paradigma postpositivisme adalah pencarian makna di balik

data” (Noeng Muhadjir. 2000:79).

Aliran post-positivime tidak menerima adanya hanya satu kebenaran,.

Rich (1979) mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is not one

thing, – or even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia

begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuah teori. Freire

(1973) mengemukakan bahwa tidak ada pendidikan netral, maka tidak ada pula

penelitian yang netral.

Pemikiran ini muncul dengan sejumlah tokoh seperti Karl R. Popper,

Thomas Khun dan para filusf frankfrut school (Mazhab frankfrut). Pemikiran

tokoh-tokoh ini banyak dipengaruhi penemuan Neils Bohr, Werner Heisenberg,

dan Einstein yang menyatakan Fisika Newton yang menjadi dasar positivisme

tidak berlaku.

Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions

(1962) bahwa perkembangan filsafat ilmu, terutama sejak tahun 1960 hingga

sekarang ini sedang dan telah mengalami pergeseran dari paradigma positivisme-

empirik,–yang dianggap telah mengalami titik jenuh dan banyak mengandung

kelemahan–, menuju paradigma baru ke arah post-positivisme yang lebih etik.

Berikut ini dikemukakan beberapa asumsi dasar post-positivisme.

Pertama, fakta tidak bebas melainkan bermuatan teori. Kedua, Falibilitas teori.

Tidak satu teori pun yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti

empiris. Ketiga, fakta tidak bebas melainkan penuh dengan nilai. Keempat,

interaksi antara subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukanlah reportase

objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang penuh dengan

persoalan dan senantiasa berubah.

Salah satu tokoh yang dapat dikategorikan sebagai pemikir post-

positivisme adalah popper. Ia disebut Post-Positivisme karena pemikirannya pada

satu sisi mencoba melepaskan diri dari kecenderungan positivisme, Popper

misalnya mengkritk objektivisme yang diantu Comte

Empat macam paradigma post-positivisme :

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

6

Page 7: Tugas Firda

1. Post-positivisme rasional yang menggunakan paradigma kuantitatif dan

metodologi kuantitatif statistik : empirik analitik tetapi membuat payung

berupa grand concept agar data empirik sensual dapat dimaknai dalam

cakupannya yang lebih luas.

2. Post-positivisme fenomenologi – interpretif adalah teori post postivisme

kritis yang menggunakan paradigma kualitatif, membuat telaah holistik,

mencari esensi dan mengimplisitkan nilai moral dalam observasi, analisis

dan pembuatan kesimpulan.

3. Post-postivisme teori kritis dengan weltan schauung yang berangkat dari

gugatan atas ketidakadilan kemudian pandangan dunia dapat

dikembangkan dengan weltan schauung tertentu.

4. Post-positivisme konstruksivisme, kostruksivis menolak objektivitas ala

positivisme yang mengakui adanya fakta dan adanya empirik sedangkan

konstruktivis berpendapat bahwa ada pemaknaan tentang kenyataan diluar

diri yang dikonstruksi.

Ontologi Perspektif Post-PositivismePerspektif post-positivisme merupakan aliran yang ingin memperbaiki

kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan

pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis, post-

positivisme bersifat critical realism. critical realism menyatakan bahwa realitas

memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, oetapi suatu hal yang

mustahil bila manusia dapat melihat realitas tersebut secara pasti (Apa adanya

seperti keyakinan positivisme)

Ada tiga bentuk ontologi yang berkembang meliputi realisme,

nominalisme, dan konstruksionisme sosial. Kalangan realis meyakini bahwa

realitasyang dapat diamati adalah realitas sebenarnya, yang mutlak benar.

Sementara kalangan nominalis mengajukan gagasan bahwa keberadaan fenomena

sosial hanya terwujud dalam batas nama dan label yang subjek berikan pada

realitas tersebut. Sedangkan kalangan konstruksionis sosial menekankan bahwa

realitas itu dianggap ada atau tidak bergantung pada pengaruh makna sosial yang

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

7

Page 8: Tugas Firda

memiliki subjek- Makna sosial ini dibentuk melalui interaksi historis yang

dialami subjek.

Epistemologi dan Aksiologi Perspektif Post-PositivismeSeperti pada basis ontologi, sementara positivisme menekankan pada

ralisme mutlak, post-posiitivisme melilih realisme kritis. Demikian pula dalam

hal epistemologi dan aksiologinya. Asumsi-asumsi kalangan post-positivis

tentang landasan ilmu-ilmu sosial dan aturan nilai dalam produksi pengetahuan

sosial didasarkan pada prinsip-prinsip objektivisme.

Secara epistemologis, Denzin dan Guba (2001) menyatakan, hubungan

antara peneliti atau pengamat dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah

bisa dipisahkan. Aliran post-positivis ini meyakini bahwa subjek tidak mungkin

dapat mencapai atau melihat kebenaran, apabila pengamat berdiri dibelakang

layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. Oleh karena itu hubungan

antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif, dengan catatan bahwa

pengamat harus bersifat sesentral mungkin, sehingga tingkat subjektifitas dapat

dikurangi secara minimal

Struktur Teori Perspektif Post-PositivismeTeori pada dasarnya merupakan sebuah abstraksi. Kualitas abstrak sebuah

teori secara partikular berhubungan eret, dalam pendekatan post-positivisme,

dengan keberadaan teori itu sendiri. Kalangan sarjana post-positivis percaya

bahwa teori-teori yersebut mesti menyediakan penjelasan umum yang melandasai

penyelidikan peristiwa-peristiwa individual. Seorang sarjana post-positivis juga

menghendaki agar pernyataan umum dalam sebuah teori harus tertata logis dan

memiliki keterhubungan yang tak dapat dipungkiri dengan realitas yang akan

diteliti.

Jadi, teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori yang

dikonstruksi sedemikian rupa, bukan diterima begitu saja. Untuk dapat

memahami proses konstruksi teori ini, kita akan mengamati karya klasik Robert

Dubin (1978) tentang theory building. Meski buku ini ditulis oleh seorang

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

8

Page 9: Tugas Firda

sosiolog, namun ia cukup representatif untuk menggambarkan proses konstruksi

sebuah teori dalam tradisi post-positivis – termasuk dalam bidang komunikasi.

Dubin menyatakan bahwa sebuah teori terdiri dari satuan-satuan

pembentuk, karena itu sebelum digunakan dalam penelitian suatu teori harus

dibagi dalam unit-uniat (bagian-bagian) tertentu. Unit utamanya adalah konsep

yang menjadi inti dari teori tersebut. Tentu saja dalam suatu teori akan terdapat

banyak konsep. Setelah menetapkan unit-unit yang diinginkan, teori harus dapat

menspesifikasikan hukum-hukum interaksi antar unit-unit yang dimiikinya dan

juga harus menspesifikasikan batas-batas konseptual, penerapan suatu teori. Bila

kita telah menemukan unit (satuan pembentuk) , hukum-hukum, batas-batas

konseptual dan proporsi dari suatu teori, itu berarti kita telah merumuskan bagian

abstrak dari sebuah teori

Disamping itu, seorang peneliti juga harus membuat detil bagaimana

sebuah teori bisa terhubung dengan dunia penelitian empirik. Ini berarti, sebuah

teori harus mencakup indikator empirik. Ini berarti, sebuah teori harus mencakup

indikator empirik dalam setiap term teoritisnya. Jadi setiap teori harus diubah ke

dalam definisi operasional. Melalui definisi operasional ini peneliti dapat

menetapkan cara-cara pengukuran unit teoritis dengan realitas empirik.

Indikator-indikator empirik itu pada akhirnya bisa menjadi pengganti akan

menghasilkan hipotesis yang dapat diuji secara empirik melalui suatu proses

verifikasi dan falsifikasi sebuah teori.

Setelah unit-unit dasar ini ditetapkan definisinya, peneliti post

positivisme akan membuat detail hukum-hukum interaksi antar unit dan

menurunkan proporsi berdasarkan hukum-hukum tersebut.

Dengan demikian, struktur teori dalam tradisi post-positivisme

mensyaratkan bahwa teori-teori yang ada mesi menyediakan penjelasan abstrak

fenomena empiris dalam bentuk konsep-konsep spesifik ataupun definisi-definisi,

relasi-relasi spesifik (Yang seringkali bersifat kausal) antara konsep-konsep

tersebut, serta hubungan eksplisit antara konsep-konsep abstrak dan observasi

empirik suatu fenomena. Struktur seperti ini menekankan pendekatan deduktid

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

9

Page 10: Tugas Firda

dalam teori dimana abstraksi tentang dunia diolah untuk kemudian diuji melalui

observasi dalam dunia sosial.

Fungsi Perspektif Post-PositivismeFungsi teori dalam kebanyakan pemikiran kalangan post – positivisme

adalah untuk menentukan beberapa keteraturan atas pengalaman yang tak teratur.

(Dubin, 1978).

Pada level yang lebih spesifik, ada tiga fungsi yang paling sering diyakini

kaum post-positivisme, yakni Fungsi yang saling terkait antara penjelasan

(explanation), Prediksi ( prediction) Kontrol ( control )

Fungsi penjelasan (explanation)berarti bahwa teori-teori harus dapat

menjelaskan bagaimana sesuatu itu terjadi. Hal itu berarti bahwa dalam

memindahkan dunia empirik kedalam dunia pemikiran abstrak, sebuah teori

melalui observasi berusaha menjelaskan mekanisme yang terjadi di balik suatu

fenomena.

Fungsi kedua yakni Prediksi ( prediction). Prediksi berarti upaya teori

dalam menyediakan penjelasan abstrak mengenai fenomena tertentu, kemudian

melalui penjelasan abstrak tersebut teori dapat digunakan untuk memprediksi apa

yang akan terjadi dalam situasi yang serupa.

Fungsi ketiga atau terakhir adalah Kontrol ( control ). Fungsi kontrol

berarti bila seseorang bisa menjelaskan dan memprediksi fenomena, maka ia juga

kadang kala dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengontrol berita yang

akan terjadi

Proses perkembangan teori

Penolakan atau kritik post-positivisme terhadap perspektif positivisme

melahirkan satu pertanyaan lagi, yaitu apa metode ilmiah yang digunakan oleh

post-positivisme? Pertanyaan ini didasarkan asumsi, bahwa bila post positivisme

menolak positivisme, pastilah mengembangkan metode ilmiah baru yang lebih

khas. Kemudian bila positivisme meyakini bahwa teori dapat terbentuk ketika

subjek menemukan hukum-hukum dari realitas, maka post-positivisme (yang

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

10

Page 11: Tugas Firda

menolak adanya pemastian hukm pada realitas teramati) pastilah memiliki pola

pembentukan suatu teori.

Faktor utama dalam pengembangan teori dan pertumbuhan ilmu

pengetahuan dalam tradisi post-positivisme mengembangkan teori dan

mengakumulasi pengetahuan tentang dunia lewat proses pengujian teori secara

empirik.Ketika suatu teori yang abstrak tentang komunikasi dikembangkan, ia

mesti diuji lewat observasi atas tindakan komunikatif. Tegasnya, pada setiap

proses pengujiandan pengembangan teori, kita harus merangkai observasi dengan

metode ilmiah tertentu. Untuk dapat memahami metode ilmiah dan penelitian

perspektif post-positivisme dapat kita lihat pada tabel berikut.

Seleksi konsep-konsep abstrak untuk mempresentasikan fenomena-fenomena

yang diselidiki

Pendefinisian konsep-konsep baik secara konseptual maupun operasional

Menghubungkan konsep-konsep tersebut lewat proporsi

Pengujian teori dengan bukti penyelidikan

Mengontrol penjelasan alternatif lewat desain studi

Pengolahan definisi dan prosedur-prosedur umum untuk penelitian oleh

komunitas ilmiah

Penggunaan bukti-bukti yang tidak bersifat bias dalam membut klaim

kebenaran

Rekonsiliasi teori dan observasi secara objektif

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

11

Page 12: Tugas Firda

Post positivisme dalam ilmu sosial dan komunikasi

Perspektif post positivisme membawa pengaruh yang besar pada ilmu

sosial termasuk ilmu komunikasi.

Melalui kritik yang mendasar terhadap positivisme yang terlalu realis,

bebas nilai, dan memisahkan subyek dan objek penelitian, post positivisme

memberikan penelitian dengan sudut pandang ilmu sosial.

Manusia bukanlah benda yang ketika diteliti hanya menghasilkan efek

yang sama, manusia itu hidup dan dapatmengonstruksi tanggapan tertentu

ketika diteliti. Maka keobjektifan tak bisa ditemukan sebagaimana kita

menmukannya ketika meneliti benda-benda.

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

12

Page 13: Tugas Firda

4. STUDI KASUS

Sudi kasus yang akan dibahas pada kelompok kami adalah maraknya

wanita-wanita melakukan upaya-upaya agar terlihat “cantik” seperti operasi

plastik merubah wajah, sedot lemak (liposuction), ataupun munculnya penyakit

bulemia dan anorexia hanya karena wanita ingin terlihat langsing.

Kabar terbaru dari peristiwa “Mempercantik diri” tersebut adalah kasus

meninggalnya Dr.dr. Atie W. Soekandar, SpFK., yang disebabkan oleh operasi

sedot lemak (liposuction).

Awalnya, Atie menjalani operasi pada Jumat (7/3) di Rumah Sakit Mitra

Kemayoran, Jakarta. Seminggu kemudian Atie dipindahkan ke Rumah Sakit

Hasan Sadikin (RSHS),Bandung. Kondisinya terus menurun, bahkan sempat

mengalami koma hingga akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya disana pada

Rabu (19/3).

Hal ini mengindikasikan terjadinya penyeragaman secara mutlak makna

cantik bagi wanita yang pada awalnya diperlihatkan berbagai media, hingga

berimbas kepada masyarakat.

Makna cantik menjadi seragam saat ini, bahwa wanita cantik haruslah

bertubuh langsing, berkulit putih, berhidung mancung, titik!, Saat para wanita

merasa tidak sesuai dengan kriteria tersebut, berlomba-lomba lah mereka untuk

merubahnya, melangsingkan, memutihkan dsb hingga mengakibatkan sakit dan

meninggal dunia.

Dari sisi post-positivis. Pengertian cantik seharusnya bukanlah kriteria

mutlak yang selama ini dianut beberapa wanita. Dalam perspektif post-positifis

dalam menilai makhluk sosial, Manusia bukan lah benda mati yang mudah

diukur dengan sesuatu yang pasti dan mutlak melainkan lebih kompleks dan

beragam serta fleksibel.

Sehingga seharusnya tidak ada ketetapan mutlak dalam kriteria cantik.

Setiap manusia yang dilahirkan memiliki sisi kecantikan masing-masing. Seperti

dalam perspektif post-positivis, setiap manusia berbeda, tidak ada yang sama,

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

13

Page 14: Tugas Firda

wanitapun memiliki kecantikan yang berbeda, kecantikan hati, kecantikan

pikiran, kecantikan prilaku, dsb.

Sehingga seharusnya ditiadakan kriteria cantik yang mutlak tersebut.

Biarkan wanita memiliki cantiknya sendiri. Karena manusia adalah makhluk

yang kompleks.

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

14

Page 15: Tugas Firda

5. ANALISIS KRITIS TERHADAP PERSPEKTIF

POST-POSITIVISME

Analisis kritis penulis terhadap perspektif post-positivisme adalah

pemikirannya yang terlalu luas, kompleks dan abstrak. Sehingga terkadang

menyulitkan pencarian pemahaman. Dan membuat sesuatu terlihat bias.

Selain itu, pada perspektif post-positivis.. Karena sifat pemikirannya

abstrak dan kompleks. Bila peneliti tidak mampu membatasi ruang lingkup

analisa, maka analisanya akan sangat mudah menjadi melebar, hal itu dapat

menyebabkan hilangnya esensi dari penelitian tersebut. Penelitian dengan

perspektif post-positivis ini juga sangat bergantung kepada kemampuan personal

peneliti dalam mengungkapkan dan mengabstraksikan fenomena yang

sebenarnya karena bukan penelitiannya berupa hitungan yang pasti.

Walaupun pandangan positivisme yang melihat sebuah ilmu adalah

sesuatu yang mutlak ini memang tidak sesuai bila diterapkan dalam ilmu ke-

manusia-an. Namun, pandangan positivisme ini tidak sepenuhnya salah. Ada

waktunya, dimana pandangan positivisme di perlukan untuk menjadi perspektif

penelitian dalam beberapa keadaan. Seperti mengaitkan masalah sosial dari sudut

pandang ekonomi.

Itulah sebabnya dalam penelitian ada dua pilihan sudut pandang yaitu

kuantitatif yang berasal dari perspektif positivisme, dan kualitatif yang berasal

dari perspektif post-positivisme.

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

15

Page 16: Tugas Firda

KESIMPULAN

Kesimpulan terhadap persepsi post-positivis ini bahwa Pemikiran yang muncul

dari tokoh-tokoh seperti Karl R. Popper, Thomas Khun dan para filusf frankfrut

school (Mazhab frankfrut) ini merupakan pemikiran yang menggugat asumsi dan

kebenaran positivisme yang beranggapan bahwa makhluk hidup dapat

dihiperhitungkan dengan angka dan nilainya mutlak/pasti. Post-positivisme

berpandangan kebenaran tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak

dapat diikat oleh satu teori tertentu saja. Manusia bukan lah benda mati yang

gampang diukur.

Menurut Lincoln dan Guba (1990), gugus post-positivisme mampu

mengantarkan pada pemahaman mendalam atas proses-proses sosial yang komplek

yang akan menggantikan pendekatan eksperimental dalam gugus pemikiran

positivisme.

Secara ontologis, post-positivisme bersifat critical realism. Yang menyatakan

bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, oetapi

suatu hal yang mustahil bila manusia dapat melihat realitas tersebut secara pasti (Apa

adanya seperti keyakinan positivisme) Sedangkan dalam hal epistemologi dan

aksiologinya didasarkan pada prinsip-prinsip objektivisme. Secara epistemologis,

Denzin dan Guba (2001) menyatakan, hubungan antara peneliti atau pengamat

dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan.

Tiga fungsi yang paling sering diyakini kaum post-positivisme, yakni Fungsi

yang saling terkait antara penjelasan (explanation) yang berarti bahwa teori-teori

harus dapat menjelaskan bagaimana sesuatu itu terjadi, Prediksi ( prediction) yakni

upaya teori dalam menyediakan penjelasan abstrak mengenai fenomena tertentu,

kemudian melalui penjelasan abstrak tersebut teori dapat digunakan untuk

memprediksi apa yang akan terjadi dalam situasi yang serupa. Dan yang terakhir

Kontrol ( control ) yang berarti bila seseorang bisa menjelaskan dan memprediksi

fenomena, maka ia juga kadang kala dapat menggunakan informasi tersebut untuk

mengontrol berita yang akan terjadi.

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

16

Page 17: Tugas Firda

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar teori komunikasi:Analisis dan Aplikasi. Buku 1 edisi ke-3. Terjemahan. Maria Natalia Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika.

LittleJhon, Stephen W dan Karenn A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Edisi 9. Terjemahan. Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta: Salemba Humanika.

Miller, Katherine, 2005, Communication Theories, Perspectives, Processes, and Contexts, Second Edition. New York: McGraw Hill

Sumber Internet :

http://massofa.wordpress.com/2008/01/14/kupas-tuntas-metode-penelitian-kualitatif-bag-1/

http://journal.uii.ac.id/index.php/JAAI/article/viewFile/850/776

http://www.freelists.org/post/nasional_list/ppiindia-OPINI-Achmad-Gunawan,1

http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg15939.html

http://denikusdiansyah.wordpress.com/category/sosiologi/

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=1&ved=0CAcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.bielens.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSQa95woKCGwAADCmDnQ1%2FPerspektif%2520Teori-Teori%2520Komunikasi.ppt%3Fnmid%3D126072651&rct=j&q=macam+post-positivisme+komunikasi&ei=X1xJS9yqIYHY7APMqZjXCw&usg=AFQjCNGYLjegA3ihwgb3n3tvZqWfOsPiiw&sig2=5r-zPGDoKEbYJdrOJdwPlQ

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/metodologi-penelitian/paradigma-ilmu-pengetahuan

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/perkembangan-filsafat-ilmu/

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

17

Page 18: Tugas Firda

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Firda Aulia

NIM :

Program Studi : Magister Ilmu Komunikasi

Konsentrasi : Manajemen Public Relation

Semester : I (Satu)

Judul karya : Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif

Post-Positivisme

Dengan penuh kesadaran menyatakan bahwa :

1. Karya tulis / Makalah / Paper yang saya serahkan adalah benar-

benar merupakan hasil karya intelektual yang orisinil.

2. Karya tulis / Makalah / Paper yang dihasilkan ini telah

mempergunakan sumber ilmiah dengan tata cara pengutipan

sumber yang benar sebagaimana berlaku dikalangan ilmiah

3. Jika dikemudian hari terdapat kekeliruan, kesalahan, dan

ditemukan praktek penjiplakan disengaja ataupun tidak, maka

karya ilmiah tersebut dapat dibatalkan sepihak oleh pihak program

dan segala konsekuensinya sepenuhnya menjadi tanggung jawab

siswa yang bersangkutan.

Jakarta, 12 Januari 2010

Yang membuat karya ilmiah,

(Firda Aulia)

Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi: Perspektif Post-Positivisme

18