referat - firda widasari

50
Tinjauan Pustaka ACUTE MYELOID LEUKEMIA Oleh: Firda Widasari, S. Ked I1A010068 Pembimbing: Dr. dr. M. Darwin Prenggono, Sp. PD - KHOM BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

Upload: firda-potter

Post on 23-Nov-2015

194 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Acute myeloid leukemia

TRANSCRIPT

Tinjauan Pustaka

ACUTE MYELOID LEUKEMIA

Oleh:Firda Widasari, S. KedI1A010068

Pembimbing:Dr. dr. M. Darwin Prenggono, Sp. PD - KHOM

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM RSUD ULINBANJARMASIN

Juni, 2014DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL1DAFTAR ISI2BAB I PENDAHULUAN 31.1. Latar Belakang 31.2. Tujuan 4BAB II TINJAUAN PUSTAKA 52.1. Definisi 52.2. Epidemiologi 52.3. Klasifikasi 62.4. Etiologi dan Faktor Risiko 182.5. Patofisiologi 192.6. Diagnosis 202.7. Penatalaksanaan 23BAB III PENUTUP 31DAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar belakangLeukimia diklasifikasikan sebagai akut dan kronik tergantung pada seberapa cepat penyakit tersebut berjalan dan memburuk. Leukimia kronik berkembang relatif lambat dan sel-sel darah abnormal masih dapat berfungsi pada awal penyakit dan ini biasanya menyerang orang dewasa. Leukimia akut memburuk sangat cepat dan jumlah sel-sel darah abnormal yang tidak dapat berfungsi meningkat secara cepat. Leukimia akut dapat terjadi pada dewasa maupun anak-anak (1). Leukimia juga diklasifikasikan menurut jenis sel darah dan prekursornya yang terlibat. Terdapat 2 jenis leukimia kronik yaitu Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL); dan Chronic Myeloid Leukemia (CML),dan terdapat 2 jenis dari leukimia akut yaitu Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) dan Acute Myeloid Leukemia (AML). AML ditandai dengan peningkatan jumlah dari sel abnormal myeloid blast, prekursor sel darah merah, platelet dan granulosit (jenis sel darah putih) (1)Leukemia mieloblastik akut (AML) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. AML merupakan hasil dari akumulasi sel-sel imatur abnormal pada sumsum. Sum sum tulang berhenti memproduksi sel darah merah, trombosit, dan leukosit yang normal. Di negara maju seperti Amerika Serikat, AML merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia. Pada 2014 kejadian AML di US diperkirakan sebanyak 18,860 kasus, dimana pada wanita 7,330 orang dan laki-laki 11,530 orang. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak (15%). Insidens AML umumnya tidak berbeda dari masa anak anak hingga masa dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insidensi AML meningkat secara eksponensial sejalan dengan meningkatnya usia. (1,2,3). Leukimia menyerang baik laki-laki maupun wanita. Beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi AML pada populasi tertentu adalah pajanan berulang bahan kimia benzena, pasca pengobatan dengan kemoterapi, dan kelainan genetik seperti trisomi kromosom 2l (3,4). Pada tahun 2003-2009 angka harapan hidup 5 tahun pada leukimia adalah sebesar 59,2%, diantaranya AML adalah sebesar 24.9% secara keseluruhan dan 64,8% merupakan anak dan remaja 50% dengan leukocytopenia. Diagnosis dibuat jika kurang dari 3% dari blast yang positif untuk peroksidase atau Black Sudan dan jika positif untuk penanda myeloid terkait CD13, 14, CD15 atau CD33, CD34 dan negatif untuk B atau T lineage marker (CD3, CD10, CD19 dan CD5). Aspirasi aumsum tulang menunjukkan hypercellular pada semua pasien dengan banyak blast. Hampir tidak ada sel-sel myeloid matang terlihat. Blast berbentuk lingkaran berukuran kecil sampai ukuran sedang dengan inti eksentrik. Inti sering memiliki bentuk pipih dan kadang-kadang lobulated atau dibelah dan berisi kromatin halus dengan beberapa nukleolus yang berbeda. Sitoplasma adalah lightly basophilic tanpa granula. Batang Auer tidak ditemukan (7).

Gambar 2.3. AML M0

Acute myeloblastic leukemia without maturation (M1)M1 Acute myeloblastic without maturation ditandai dengan persentase yang tinggi dari blast tanpa bukti yang signifikan pematangan untuk neutrofil. Jenis ini ditemukan pada semua kelompok umur dengan insiden tertinggi terlihat pada orang dewasa dan pada bayi berumur kurang dari satu tahun. Leukosit pada sekitar 50% pasien pada saat diagnosis meningkat. Sel dominan dalam darah perifer biasanya myeloblast dengan diferensiasi yang kurang baik dengan finely reticulated chromatin dan prominent nucleoli. Batang Auer ditemukan dalam blast 50% dari M1. Jika tidak ada bukti butiran atau batang Auer hadir, blast dapat menyerupai L2 lymphoblast. Pemeriksaan myeloperoxidase atau black sudan positif pada lebih dari 3% blast menunjukkan diferensiasi dari granulosit, diagnosis lebih mungkin AML-M1 dibanding ALL. Pemeriksaan PAS dan alpha-naftil asetat esterase dan naftol AS-D-esterase menunjukkan hasil negatif. Sekitar 50% dari pasien akan memperoleh penyimpangan kromosom klonal dalam sel-sel leukemia. CD13, 14, 15, 33 dan CD34 antigen myeloid sering positif di M1 leukemia. Kelainan sitogenetik yang paling umum adalah: t (9; 22) (Q34; Q11) (7).

Gambar 1.4. AML M1.

M2 Acute myeloblastic leukemia with maturation.Karakteristik yang muncul untuk M2 AML yang mirip dengan tipe M1. Leukosit meningkat pada 50% pasien. Myeloblast biasanya dapat ditemukan dalam hapusan darah. Pseudopelger-Huet dan neutrofil hypogranular menjadi sel-sel yang paling umum terlihat di M2. Hasil aspirasi sumsum tulang adalah hypercellular dan myeloblast tipe I dan II yang membentuk 30-83% dari promyelocytes matang. Komponen monocytic kurang dari 20%, hal ini membedakan dari M2 M4. Basofil di beberapa pasien meningkat. Eosinofil dan prekursornya dapat meningkat, dan dalam beberapa kasus mencakup hingga 15% dari myelogram. Karakteristik yang membedakan AML-M2 dari AML-M1 adalah adanya pematangan pada atau di luar fase promyelocyte. Abnormal pematangan neutrofil tampaknya menjadi bagian integral dari AML-M2 dengan translokasi t (8; 21). Neutrofil dapat menunjukkan banyak segmentasi nuklir abnormal dan batang Auer (7).

Gambar 1.5. AML M2

M3 Acute Promyelocytic Leukemia (APL)Usia rata-rata dan rata-rata kelangsungan hidup APL adalah sekitar 18 bulan dan terjadi pada orang dewasa yang lebih muda. Jenis M3 ini khusus karena dihasilkan dari gabungan potongan retinoic acid receptor alpha (RAR-alpha) gen pada kromosom 17 pada sebuah unit transkripsi yang disebut PML (Promyelocytic leukemia) di kromosom 15. Sangat menarik untuk dicatat bahwa dosis tinggi dari vitamin A turunan asam all-trans-retinoic mampu menghambat diferensiasi baik in vitro dan in vivo dan agen ini telah berhasil digunakan untuk menginduksi remisi pada pasien. Varian bentuk M3 ditandai dengan kurangnya granule dalam blast promyelocytic. Blast berukuran besar dengan sitoplasma melimpah, dan inti biasanya tidak teratur. Nukleus sangat menonjol dan biasanya terlihat di setiap lobus. Sitoplasma dikelilingi kumpulan granula yang besar, berwarna merah muda cerah, merah atau ungu. Sel yang berisi kumpulan Auer rods "faggots" yang secara acak didistribusikan dalam sitoplasma adalah karakteristik pada M3, namun tidak hadir dalam semua kasus (7).Diyakini bahwa pelepasan sejumlah besar granula promyelocytic mengandung prokoagulan akan menginisiasi disseminated intravascular clotting (DIC). Ini adalah komplikasi yang paling serius dari M3 AML sering terjadi di kedua AML-M3 serta AML-M3 varian. Terapi awal dengan agen asam all-trans-retinoic (ATRA) telah meningkat secara signifikan mengurangi kematian akibat DIC. Sitokimia Peroxidase (MPO) dan Black sudan B kuat positif. Periodic Acid Schiff (PAS) adalah negatif dan esterase nonspesifik juga lemah positif. Reaksi MPO juga positif kuat dalam varian AML-M3.Studi imunologi menunjukkan positif dengan CD13, CD15, CD33 CD1 dan antigen myeloid. Studi sitogenetika telah mengungkapkan prevalensi tinggi (hampir 50%) dari t translokasi kromosom (15, 17) yang berhubungan dengan kedua AML M3 M3 dan varian. M3 AML dengan t (15; 17) biasanya ditandai dengan asosiasi penanda limfoid, CD2 dan CD19, dengan spidol myeloid dan negatif dari HLA-DR dan CD34 (7).

Gambar 1.6. AML M3

M4 Acute Myelomonocytic Leukemia (AMML)M4 dibedakan dari M1, M2, dan M3 oleh peningkatan proporsi sel leukemia monocytic di sumsum tulang atau darah atau keduanya. Hiperplasia gingiva dengan perdarahan gingiva merupakan gejala yang sering muncul. Enzim lisozim biasanya meningkat karena proliferasi monocytic. Jumlah leukosit biasanya meningkat berupa sel monocytic (monoblast, promoncytes, monosit), yang meningkat menjadi 5000/L atau lebih. Anemia dan trombositopenia muncul pada hampir semua kasus. Aspirasi sumsum tulang dapat memberdakan M4 dari M1, M2 dan M3, dimana sel-sel monocytic melebihi 20% dari sel-sel berinti nonerythroid. Jumlah sel myelocytic termasuk myeloblast, promyelocytes dan granulosit adalah > 20% dan 80% monoblast. M5B: granulosit 80% 100.000), mungkin memerlukan tindakan leukoparesis emergensi untuk menghindari leukostasis dan sindrom tumor lisis akibat terapi induksi. Sangat penting untuk mengingatkan agar terapi AML sebaiknya dilakukan di rumah sakit yang mempunyai tim leukemia yang bersifat multi-disiplin, sarana laboratorium mikrobiologi yang memadai, akses untuk transfusi darah yang lengkap serta ruang steril/semi-steril untuk pelaksanaan pengobatan. Tanpa prasarana tersebut angka kematian saat pengobatan akan sangat tinggi (3).Untuk mencapai hasil pengobatan yang kuratif harus dilakukan eradikasi sel-sel klonal leukemik dan memulihkan hematopoesis normal di dalam sumsum tulang. Survival jangka panjang hanya didapatkan pada pasien yang mencapai remisi komplit. Dosis kemoterapi tidak perlu diturunkan karena alasan adanya sitopenia, karena dosis yang diturunkan ini tetap akan menimbulkan efek samping berat berupa supresi sumsum tulang, tanpa punya efek yang cukup untuk mengeradikasi sel-sel leukemik maupun untuk mengembalikan fungsi sumsum tulang. Eradikasi sel-sel leukemik yang maksimal, memerlukan strategi pengobatan yang baik (3). Prinsip terapi dari leukimia akut terbagi dua yaitu kemoterapi induksi dan post remisi (konsolidasi). Fase induksi dipengaruhi oleh karakteristik pasien itu sendiri seperti usia, faktor komorbid, dan adanya myelodisplasia. Pasien yang tidak mendapatkan terapi post remisi akan mengalamai relapse setelah 6-9 bulan kemudian. Pada akhirnya seluruh penderita AML harus diberikan terapi supportive terkait dengan efek samping dari kemoterapi maupun penyakit yang mendasari leukemia. Seperti yang sudah disebutkan di atas, tujuan utama pengobatan AML adalah untuk mengeradikasi sel-sel leukemik di dalam sumsum tulang. Tindakan ini juga akan mengeradikasi sisa-sisa sel hematopoeisis normal yang ada di dalam sumsum tulang, sehingga pasien AML akan mengalami periode aplasia pasca terapi induksi. Pada saat tersebut pasien sangat rentan terhadap infeksi dan perdarahan. Pada kasus yang berat kedua komplikasi ini dapat berakibat fatal. Oleh karena itu terapi suportif berupa penggunaan antibiotika dan transfusi kotlponen darah(khususnya sel darah merah dan trombosit) sangat penting untuk menunjang keberhasilan terapi AML. Terapi pada AML dibedakan menjadi 2 yaitu terapi untuk AML pada umumnya dan terapi khusus untuk leukemia promielositik akut (APL) (3,9) .Tiga hari anthracycline (misalnya, daunorubisin, setidaknya 60 mg/m2, idarubicin, 10-12 mg/m2, atau anthracenedione mitoxantrone, 10-12 mg/m2) dan 7 hari sitarabin (100-200 mg/m2 IV kontinu) atau "3+7" saat ini tetap menjadi standar untuk terapi induksi. Dengan rejimen tersebut, complete remission dicapai pada 60% sampai 80% orang dewasa yang lebih muda. Tidak intervensi lain yang terbukti lebih baik. Induksi kemoterapi harus dimulai setelah diagnostik tegak, sebaiknya dengan penundaan yang minimal. Retrospective data yang menunjukkan bahwa hasil pengobatan mungkin berdampak buruk ketika waktu dari diagnosis untuk memulai pengobatan di atas 5 hari. Bila terdapat residual disease pada hari ke-28 perlu dipertimbangkan adanya gagal terapi primer dan perlu dimulai terapi alternatif dengan regimen lain. (8).Pada pasien dengan gangguan fungsi jantung pemakaian antrasiklin merupakan kontra indikasi terutama bila terdapat riwayat miokard infark dan fraksi ejeksi kurang dari 50%. Pilihan terapi pada kondisi ini adalalah High dose cytarabine (ara-C)/HDAC. Regimen terapi yang dipakai pada HDAC adalah sitarabin2-3 g/m2 infus iv selama 1-2 jam tiap 12 jam selama l2 dosis atau sitarabin 2-3 g/m2 selama 2 jam setiap 12 jam pada hari 1,3, dan 5. Pilihan untuk terapi post remisi dapat berupa kemoterapi konsolidasi, transplantasi sel stem hematopoetik (hematopoetic stem cell transplantion / HSCT) otolog, atau HSCT alogenik. Jenis terapi pada pasca remisi ditentukan berdasarkan usia dan faktor prognostik, terutama profil sitogenetik. Sebagian besar pasien usia muda memberikan respons yang lebih baik dibanding pasien usia tua (3).Bila terjadi relaps dapat diberikan lagi kemoterapi intensif dan/atau HSCT untuk mencapai remisi komplit kedua atau hanya diberikan perawatan suportif. Pencapaian remisi komplit kedua tidak begitu dipengaruhi karakter sitogenetik, namun lebih dipengaruhi oleh durasi remisi komplit pertama, usia, dan ada tidaknya komorbiditas aktif. Durasi median remisi komplit kedua umumnya kurang dari 6 bulan bila tanpa HSCT dengan disease-free survival kurang dari l0 bulan. Survival meningkat bila sebelumnya pasien telah menjalani HSCT alogenik, namun donor untuk prosedur tersebut umumnya terbatas (3).Insidensi leukemia promielositik akut (APL) sebesar l0-15% pasien AML. Penyakit ini ditandai dengan kelainan sitogenetik berupa t(15;17) yang dijumpai pada sekitar 90% kasus. Kelainan sitogenetik t(15;17) akan menyebabkan fusi gen PML dan RAR, menjadi gen PML-RAR. Fusi gen PML-RAR mengakibatkan blokade maturitas pada seri promielosit sehingga terjadi APL. Kini dikembangkan suatu obat yang disebut all-trans retinoic acid (ATRA) yang menjadikan fusi gen PML-RAR sebagai target aksi kerjanya. Pengobatan APL dengan ATRA menghasilkan angka kesembuhan lebih dari 70%. APL merupakan predisposisi untuk terjadinya koagulopati yang dalam hal ini diakibatkan oleh kombinasi antara DIC dan hiperfibrinolisis primer. Pasien dengan manifestasi koagulopati harus segera mendapat terapi induksi (ATRA). Pada pasien yang mengalami perdarahan yang tidak terkendali (setelah terapi transfusi) dapat diberikan e-aminocaproic acid (EACA) dan tranexamide acid (3).Terapi induksi APL terdiri atas kombinasi ATRA plus kemoterapi berbasis antrasiklin. Antrasiklin dapat menginduksi remisi pada 60-90% pasien bila digunakan sebagai obat tunggal. Sel leukemik pasien APL sensitif terhadap antrasiklin karena rendahnya ekspresi Pgp dan petanda resistensi lainnya pada sel-sel APL dibanding dengan subtipe AML lainnya. ATRA adalah suatu derivatif vitamin A yang mampu menginduksi remisi klinis dengan mengaktifkan maturasi sel tanpa menyebabkan hipoplasia sumsum tulang. Sebagai obat tunggal ATRA menginduksi remisi pada 72-81% pasien. Umumnya ATRA mulai diberikan dalam 2-3 hari pertama pada pasien dengan perdarahan berat untuk mengatasi koagulopati pada APL sebelum mulai dengan terapi berbasis antrasiklin. Cara ini akan menyebabkan angka lekosit menjadi tidak terlalu tinggi lagi. Selain itu cara ini menurunkan insidens sindrom asam retinoid (retinoic acid syndrome / RAS). Terapi induksi menggunakan ATRA 45 mg/m2/hari per oral yang terbagi dalam 2 dosis setiap hari sampai remisi komplit plus derivat antrasiklin, daunorubisin 50-60 mg/ m2/hari selama 3 hari atau idarubisin 12 mg/m2/hari selama 4 hari (3). Terapi induksi dilanjutkan dengan terapi konsolidasi dengan kemoterapi berbasis antrasiklin dan terapi pemeliharaan dengan menggunakan ATRA. RAS dapat terjadi pada 10-15% pasien dan umumnya terjadi 7 -14 hari setelah terapi ATRA. RAS jarang terjadi selama penyembuhan akibat aplasia setelah kemoterapi dan selama terapi pemeliharaan. RAS adalah suatu sindrom kebocoran kapiler dengan manifestasi demam, distres respirasi, dan munculnya infiltrat pada paru. Dapat juga terjadi peningkatan berat badan, efusi pleura atau efusi perikard, dan gagal ginjal. Lekositosis berat merupakan faktor prognostik walaupun RAS sering juga terjadi pada lekopenia. Bila angka lekosit lebih dari 5.000-10.000/uL, ATRA dan kemoterapi diberikan bersama-sama pada saat awal terapi. Bila saat monoterapi ATRA terjadi lekositosis lebih dari 1 0.000/uL induksi kemoterapi harus segera dimulai. Tanpa melihat angka lekosit dan kemungkinan sepsis netropenia, bila terdapat sesak dan infiltrat paru, dengan atau tanpa demam, terapi deksametason harus segera diberikan (10 mg iv 2 kali sehari). Terapi ATRA dapat dihentikan sampai RAS menunjukkan perbaikan. Sekitar 20%-30% pasien APL yang mecapai remisi komplit dengan terapi berbasis ATRA akan mengalami relaps dan umumnya kelompok pasien ini juga resisten terhadap terapi ATRA yang berikutnya. Arsenik, suatu racun yang sudah digunakan sebagai obat pada pengobatan tradisional Cina sejak beberapa abad yang lalu, saat ini diketahui mempunyai efek pengobatan yang positif pada pasien ATRA yang relaps atau resisten terhadap terapi ATRA. Salah satu komponen arsen yang sering digunakan di dalam klinik untuk terapi APL yang relaps atau resisten terhadap ATRA adalah arsenic trioxide (ATO). Sebagai terapi APL, ATO mempunyai mekanisme kerja dengan memacu degradasi fusi protein PML-RAR (khususnya protein PML, menginduksi apoptosis, memacu diferensiasi sel - sel leukemik serta menghambat apaoptosis). AIO umumnya diberikan dengan dosis 0,15 mg per kg BB melalui infus 3 jam hingga tercapai remisi komplit dengan maksimal pemberian 50 hari. Pada pasien APL relaps, terapi AIO menghasilkan respon sebesar 70% hingga 100% (3).Terapi SuportifPencegahan penyakit menularKebersihan pribadi, perawatan gigi, dan mencuci tangan (yang terakhir juga bagi keluarga dan pengasuh) sangat penting untuk pencegahan infeksi.Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk melindungi pasien dari bakteri atau jamur di lingkungan mereka (8).Infeksi jamur invasif adalah utama penyebab morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan neutropenia berkepanjangan. Sebuah tinjauan percobaan acak di AML menemukan penurunan yang signifikan dalam mortalitas terkait infeksi jamur dan infeksi jamur invasif pada pasien yang diberikan profilaksis anti jamur daripada plasebo. Profilaksis anti jamur dapat diberikan dengan itraconazole, posaconazole, atau amfoterisin (6).Infeksi bakteri adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada pasien neutropenia setelah kemoterapi untuk AML. Antibiotik secara signifikan menurunkan kematian dan risiko semua penyebab kematian pada uji coba profilaksis dengan kuinolon, meskipun tetap memiliki efek samping dan terjadinya resistensi. Antibiotik profilaksis harus diberikan setelah kemoterapi untuk AML dengan pilihan golongan kuinolon (8).Growth FactorBanyak studi telah menunjukkan bahwa myeloid growth factor, baik GM-CSF atau G-CSF, mempercepat pemulihan neutrofil dalam 2 sampai 5 hari, dapat mengurangi penggunaan antibiotik, durasi demam, dan jumlah hari yang dihabiskan di rumah sakit, dan tidak menghambat recovery platelet, atau memiliki efek yang merugikan oleh stimulasi pertumbuhan sel leukemia. Namun, penggunaan faktor pertumbuhan tidak berdampak pada kelangsungan hidup. Sehingga penggunaanya hanya direkomendasikan kasus-kasus individu (misalnya, infeksi berat sebelum pemulihan neutrofil), penggunaan growth faktor dapat dipertimbangkan (8).

TransfusiTransfusi trombosit secara dramatis mengurangi mortalitas akibat perdarahan di AML.Untuk bertahun-tahun, transfusi trombosit diberikan untuk menjaga jumlah trombosit di atas 20x109/L. American Society of Clinical Onkologi Guidelines merekomendasikan ambang batas 10x109/L untuk transfusi trombosit profilaksis. Selain jumlah trombosit, perdarahan mukosa, infeksi, mucositis parah, dan demam harus dipertimbangkan dalam penilaian risiko perdarahan dan harus meningkatkan ambang batas transfusi. Transfusi sel darah merah diperlukan untuk menjaga tingkat hemoglobin diatas 8g/dL, terutama pada pasien thrombositopeni (8).

BAB IIIPENUTUP

Leukemia mieloid akut (AML) merupakan keganasan darah yang berasal dari akumulasi sel-sel imatur abnormal pada sumsum tulang. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak (15%). Leukimia menyerang baik laki-laki maupun wanita dengan angka harapan hidup selama 5 tahun hanya sebesar 24.9%. Kematian akibat AML pada tahun 2014 di Ameriksa Serikat adalah sebanyak 10.460 kasus. Kemoterapi konvensional memiliki angka keberhasilan yang berbeda-beda. Berbagai bentuk dari transplantasi stem sel telah diteliti sebagai tambahan pada kemoterapi pada berbagai tahap pengobatan dengan harapan dapat meningkatkan angka harapan dan kualitas hidup penderita leukimia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Leukemia and Limphoma Society. Facts Spring Leukemia. White Plains New York. 2014.

2. Ashfaq K, Yahya I, Hyde C, et al. Clinical effectiveness and cost-effectiveness of stem cell transplantation in the management of acute leukaemia: a systematic review. Health Technology Assessment. UK: 2010. Vol 14(54).

3. Kurnianda J. Leukemia Mieloblastik Akut, Dalam: Edisi V Jilid III Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2009.

4. OBrien EC, Prideaux S, Chevassut T. The Epigenetic Landscape of Acute Myeloid Leukemia.UK: Hindawi Publishing Corporation Advances in Hematology. 2014.

5. Fey MF & Buske C. Acute myeloblastic leukaemias in adult patients: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Annals of Oncology. Oxford University Press: 2013.

6. Daniel AA. Realistic Pathologic Classification of Acute Myeloid Leukemias. Am J Clin Pathol . 2001;115:552-560.

7. Hamid GA. Classification of Acute Leukemia, Acute Leukemia - The Scientist's Perspective and Challenge, Prof. Mariastefania Antica (Ed.) 2011. ISBN: 978-953-307-553-2.

8. Dohner H, Estey EH, Amadori S, et al. Diagnosis and management of acute myeloid leukemia in adults: recommendations from an international expert panel, on behalf of the European. The American Society of Hematology. 2010 : VOL. 115 (3).

9. Kumar S & Gregory K. National Comprehensive Cancer Network Guideline Acute Myeloid Leukimia. National Comprehensive Cancer Network: 2011.30