tugas 1

Upload: tri-murwanto

Post on 09-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN PRECEPTORSHIPS PADA PENGELOLA PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR (P2M) TB PARU DI PUSKESMAS

Disusun oleh :

SRI WAHYUNINIM: 13069PROGRAM STUDI S-I KEPERAWATANSTIKes KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2015BAB I

PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGDi Indonesia program preceptorship masih sangat jarang ditemui. Istilah preceptoship lebih dikenal dengan bimbingan klinik, sedangkan preceptor dikenal dengan istilah CI (clinical instructor). Penulis tertarik untuk membahas tentang gambaran peran preceptor di tempat bekerja penulis yaitu di Puskesmas Bulukerto. Dalam hal ini penulis merupakan Preceptee sedangkan Pengelola program TB Paru merupakan Preceptor.World Health Organization (WHO) menyatakan kedaruratan dunia (global emergency) terhadap penyakit Tuberkulosis paru ini sejak tahun 1993. Sampai saat ini, Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia belum ada satu negara pun yang bebas TB..Indonesia sebagai negara terbesar kelima di dunia dengan masalah tuberkulosis ini telah menetapkan Program Pemberantasan Penyakit (P2) sebagai upaya untuk mencapai tujuan tersebut. Tim pengelola program P2TB/petugas pelaksana program TB paru di Puskesmas yang antara lain terdiri perawat sebagai petugas program, analis sebagai petugas labolatorium, dan dokter sebagai petugas di balai pengobatan merupakan ujung tombak dalam penemuan, pengobatan dan evaluasi penderita maupun pelaksanaan administrasi program puskesmas. Uraian tugas tersebut merupakan tugas pokok yang harus dilakukan oleh tim pengelola program TB puskesmas.B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran peran seorang preceptor di Puskesmas Bulukerto2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendeskripsikan peran preceptor sebagai panutan (rolemodeling)

b. Untuk mendeskripsikan peran preceptor sebagai pembangkitkemampuan (skill building)

c. Untuk mendeskripsikan peran preceptor sebagai sosialisator (socialize)C. MANFAAT

Program precetorship digunakan sebagai alat sosialisasi dan orientasi. Model preceptorship sebagai salah satu metode rekrutmen staf atau mempersiapkan perawat untuk mengelola suatu program yang ada di Puskesmas, karena program yang ada dipuskesmas merupakan tugas terintegrasi di luar tugas pokok dan fungsi perawat, sehingga diperlukan pengetahuan khusus mengenai program tersebut. Untuk mengakses pengetahuan tentang program tersebut diskusi antara preceptor dan preceptee diperlukan untuk memberikan praktik terkini dalam lingkungan klinik dengan harapan preceptee akan memiliki kemampuan yang sama dengan preseptor-nya (Nursalam, 2008). Preceptor adalah seorang perawat yang mengajar, memberikan bimbingan, dapat menginspirasi rekannya, menjadi tokoh panutan (role model), serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu (trainee) untuk angka waktu tertentu dengan tujuan khusus mensosialisasikan trainee pada peran barunya (Nursalam, 2008)BAB II

KONSEP PRECEPTORSHIPSA. PRECEPTORSHIPMenurut NMC (Nurse Midwifery Council di UK, 2009) Preceptorshipadalah suatu periode (preceptorship) untuk membimbing dan memotivasi semua praktisi baru yang memenuhipersyaratan untuk melewati perubahan peran dari mahasiswa untukmengembangkan kualitas praktek mereka lebih lanjut. Sehinggamahasiswa akan lebih percaya diri dengan lingkungan barunya, dalam peran barunya sebagai perawat. Hal itu dikarenakan mahasiswa merasa dipacu untuk mencapai kompetensi yang membantu perannya (Department of Health, 2010).

Menurut High Quality Workforce: NHS Next Stage Review

preceptorshipadalah Suatu periode dasar (preceptorship) bagi praktisiuntuk memulai karir yang akan membantu mereka memulai perjalanan dari pemula sampai ketahap ahli. Dengan adanya preceptorship para preceptee atau pemula atau mahasiswa akan lebih terbantu dalam pencapaian kompetensi yang dibutuhkan oleh mereka (Department of Health, 2010).

Menurut Cannadian Nurses Association 1995, preceptorship merupakan pertemuan pembelajaran yang terjadi secara terus menerus, dan metode pembelajaran menggunakan perawat sebagai role model klinik. Pendekatan yang dilakukan dalam preceptorshipini adalah pendekatan hubungan satu-satu, belajar mandiri, memberikan lingkungan yang aman sebagai refleksi dan berfikir kritis, pemberian nasihat, konseling, bimbingan, memberikan kekuatan dan umpan balik

yang konstruktif. Bagaimanapun juga preceptorship digunakan khusus dalam proses formal yaitu dalam membantu preceptee untuk memperoleh kompetensi praktek awal melalui supervisi langsung melalui waktu yang pendek (CNA, 2004).

B. TUJUAN PRECEPTORSHIPPreceptorship secara mikro (bagi individu) adalah untuk membenatu proses transisi dari pembelajar ke praktisioner (mahen dan Clark, 1996) mengurangi dampak syok realita (Kramer, 1947) dan memfasilitasi bidan untuk berkembang apa yang dihadapi dalam lingkungan barunya (bain, 1996). Fokus pada efisiensi dan efektifitas layanan kebidanan yang berkembang cepat sering kali mem menimbulkan culture shock tersendiri khususnya bagi perawat baru.

C. KRITERIA PRECEPTORAdalah seorang perawat profesional yang terpilih yang ahli dalam praktek klinik keperawatan dan memenuhi kriteria sebagai berikut: Mature

Perawat profesional

Memahami konsep dan asuhan keperawatan.

Mampu mendesiminasi ilmu yang dimiliki

Mampu mengadakan perubahan.

Mampu menerima feed backs.

Menjadi role model

Berminat dalam pendidikan keperawatan.

Berpartisipasi dalam mempersiapkan peran.

Berpendidikan

B. TANGGUNG JAWAB PRECEPTORMenurut Cerinus dan Ferguson (1994) bahwa tanggung jawab dari seorang preceptor diantaranya sebagai berikut :a. Mengorientasikan dan mensosialisasikan preceptee pada masing-masing unitb. Menilai perkembangan dari tujuan yang akan dicapai precepteec. Merencanakan kolaborasi dan implementasi program pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan precepteed. Melakukan tindakan sebagai role modele. Mengobservasi dan mengevaluasi perkembangan precepteef. Memfasilitasi pengembangan dari apa yang harus dikuasai preceptee melalui model preceptorship.C. CARA MENINGKATKAN KEBERHASILAN PRECEPTOR1. Peran dan tanggungjawab masing-masing harus jelas bagi peserta didik dan preceptor yang ditunjuk.

2. Adanya alur komunikasi antara peserta didik dan preceptor maupun staf ruangan dan keperawatan.

3. Harus terorientasi dan disiapkan peserta didik dan preceptor.

4. Pemilihan preceptor sesuai kriteria.

5. Agar preceptorship efektif perlu membuat jadwal.

6. Tujuan harus jelasF. MANFAAT PRECEPTORSHIP

Ada beberapa keuntungan dari preceptorship, keuntungan bagiperawat baru atau mahasiswa, keuntungan bagi perawat klinik,keuntungan bagi preceptor sendiri dan keuntungan bagi profesi. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perawat Baru atau preceptorship dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu: preceptoship dapat membantu seorang perawat baru dalam mengembangkan kepercayaan diri.,menjadi tempat sosialisasi profesional untuk masuk kedalam lingkungan kerja, meningkatkan kepuasan kerja, meningkatkan kepuasan pasien/klien, mengurangi stress seorang perawat baru karena ia dibimbing dan diarahkan sesuai kompetensinya, untuk pengembangan diri dan mendapatkan pengetahuan dan keahlian (kompetensi) baru.

b. Perawat pengelola program yang baruMempelajari tugas-tugas pada bidang program tersebut, baik penanganan maupun pengadministrasian serta pencatatan dan pelaporan, memberi kesempatan pengelola baru untuk timbang terima tugas, mengurangi risiko keluhan dari pasien dan keluarga pasienc. Pembimbing Klinik/Preceptor

Manfaat preceptorship pada preceptor sendiri adalah dapat mengembangkan penilaian, supervisi, bimbingan dan ketrampilan yang mendukung. Dapat mendukung pembelajaran sepanjang hayat, serta dapat membantu dalam meningkatkan keinginan karier dan aspirasi kedepan seorang preceptor, mengidentifikasi jika perceptee membutuhkan dukungan tambahan atau perubahan perand. Profesi.

Manfaat dari preceptorship bagi profesi mencakup tanggung jawab profesional diantaranya: memberikan standar praktek tinggi dan pelayanan perawatan sepanjang waktu. Meningkatkan jumlah perawat dengan jiwa kepemimpinan dan kemampuan mengajar.

BAB III

LAPORAN PELAKSANAAN PRECEPTORSHIPS

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Preceptorships Program Studi S-I keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta preceptee segera mengadakan kontrak untuk kegiatan preceptoring pada tanggal 20 April 2015. Kegiatan preceptoring dilaksanakan di Ruang Kerja Pengelola Program P2TB Paru dengan pelaksanaan sebagai berikut:1. Preceptor- Nama

: Darmanto, AMK- Status

: Pengelola P2TB Paru- Pendidikan: D3 Keperawatan2. Preceptee- Nama : Sri Wahyuni,AMK- Status

: Mahasiswa- NIM : ST 13069Kegiatan preceptoring mulai dilaksanakan tanggal 23 April 2015 pukul 13.00 WIB saat preceptor sudah selesai melaksanakan kegiatan di Puskesmas. Preceptee melakukan kontrak kembali dengan preceptor tentang kegiatan preceptoring. Preceptor dan preceptee sepakat dengan adanya kegiatan preceptoring, dimana preceptee berencana utuk belajar tentang penanganan TB paru . METODE Perceptee melakukan wawancara mengenai penanganan penderita TB paru di puskesmas mulai dari screening penemuan penderita, pengambilan dan pembuatan sediaan dahak, tracking penderita, melakukan penyuluhan serta sistem pelaporan. Preceptor menguraikan tugas pengelola TB sebagai berikut:Adapun Tugas yang harus dikerjakan sebagai berikut:

1. Menentukan target penderita TB BTA Positif Baru dengan metode menemukan secara cepat dan tepat kasus TB Paru dengan serangkaian kegiatan terdiri dari penjaringan suspek, diagnosa, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.2. Penemuan pasien TB secara pasif, dengan penyuluhan aktif dengan melibatkan semua layanan dengan maksud untuk mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan pengobatan.3. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap :

a. Kelompok khusus tang rentan atau resiko tinggi sakit TB seperti pasien dengan HIV AIDS.

b. Kelompok yang rentan tertular TB (rumah tahanan), daerah kumuh, keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA positif.

c. Pemeriksaan anak < 5 tahun pada keluarga TB untuk menentukan tindak lanjut apakah perlu pengobatan TB / pengobatan pencegahan.

d. Kontak dengan pasien TB resistan obat.

4.Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

5.Pengelola melalukan anamese dan mencatat mengenai

Berapa lama batuk ?

Berdahak/tidak ?

Dahak bercampur darah/tidak ?

Sesak nafas /tidak ?

Nyeri dada / tidak ?

Kurang nafsu makan/tidak ?

Berat badan menurun / tidak ?

Riwayat kontak dengan penderita TBC ?... dan

Apakah pernah minum obat paru-paru selama kurang dari 1 bulan atau lebih dari 1 bulan ?

6.Mengisi buku daftar suspek form. TB.06

7.Pengelola memberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak dan cara batuk yang benar untuk mendapatkan dahak yang kental dan purulen.

8.Memberikan pot dahak sewaktu kunjungan pertama dan pengambilan dilakukan disamping Puskesmas.

9.Memeriksa kekentalan, warna dan volume dahak. Dahak yang baik untuk pemeriksaan adalah berwarna kuning kehijau-hijauan (mukopurulen), kental, dengan volume 3-5ml. Bila volumennya kurang, pengelola harus meminta agar penderita batuk lagi sampai volumenya mencukupi.Jika tidak ada dahak keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai dan harusdimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi kuman TBC.

10.Bila hasil pemeriksaan BTA positif, memberikan pengobatan sesuai protap pengobatan TB. Setelah pengobatan tahap intensif akhir bulan ke II, dilakukan pemeriksaan BTA, bila hasil negative dilanjutkan tahap lanjutan, dan bila hasil pemeriksaan BTA positif diberikan sisipan dengan dosis sesuai berat badan pasien. Dan bila hasil pemeriksaan pada akhir tahap intensif negative dilanjutkan tahap lanjutan, kemudian diperiksa dahak ulang pada akhir bulan ke V, bila hasil negative dilanjutkan pengobatannya, dan dilakukan pemeriksaan ulang pada akhir bulan ke VI atau akhir pengobatan. Bila hasil pemeriksaan pada bulan ke VI negative dan pada awal pengobatan positif pasien dinyatakan sembuh.Dan bila pada akhir pengobatan hasil negative dan pada awal pengobatan negative dengan rongsent positif pasien dikatakan 15. Bila masih tetap batuk dilakukan pemeriksaan rotgen thorax

16. Upload Laporan TB ke SITT (Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu) per triwulan.Menata slide cross check dari puskesmas dan rumah sakit.Entry Data Slide Pemeriksaan Suspek TB dari puskesmas setiap bulan.Mengirim slide cross check.Memberikan umpan balik hasil cross check per triwulan ke Fasyankes.Menggabungkan data cross check untuk 1 tahun (4 triwulan).Mengambil Logistik TB ke Dinkes DKK.Mengambil Obat Anti Tuberkulosis ke Gudang Farmasi

17. Membuat perencanaan pengadaan OAT.

18. Membuat perencanaan pengadaan keperluan laboratorium untuk pemeriksaan TB .

19. Menganalisa dan mengelompokkan informasi pasien mangkir.Meneruskan informasi pasien mangkir ke puskesmas sesuai tempat tinggal pasien.

20. Menerima hasil pelacakan pasien mangkir dari puskesmas.21. Meneruskan informasi pasien mangkir ke rumah sakit atau kab/kota lain.

22. Menyiapkan data TB untuk keperluan P2 KapusPreceptor menekankan pendokumentasian diruang paru harus baik ,semua data pasien dan tindakan didokumentasikan dengan baik kedalam buku buku penunjang yang telah disediakan, sehingga memudahkan pantauan terhadap penderita, preceptor mengajarkan pengisian form TB, preceptor masih sulit memahami cara-cara pengisian karena banyaknya dokumen. Menunjukkan cara mengupload data dengan SITT,namun karena keterbatasan penguasaan IT preceptee tidak maksimal memahami, dan harus berkonsultasi melalui telephone dengan Ibu Helmi pengelola P2TB di Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri. Selama karena kesulitan upload data, preceptor membawa data ke DKK untuk di upload di DKK.Preceptor juga menjelaskan keberhasilan pengelolaan TB membutuhkan peran dan kinerja yang baik dari tenaga kesehatan. Oleh karena itu, pencapaian angka kesembuhan menunjukkan kinerja baik dari Petugas P2 TB.Kinerja Petugas P2 TB sangat penting diperhatikan dalam rangka pencapaian angka kesembuhan TB Paru. Kinerja petugas yang bagus dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan yakni kesembuhan TB Paru. Termasuk peningkatan pengetahuan masyarakat untuk mengenali penyakit TBC, mengambil tindakan untuk melaksanakan pengobatan sampa selesa, dan meningkatkan peran keluarga penderita TBC untuk melakukan pengawasan minum obat untuk itu penyuluhan sangat efektif . Preceptor mengenalkan materi penyuluhan dan meminta preceptee untuk melakukan penyuluhan pada pelaksanaan Puskesling mengenai TB.Pada tanggal 27 April 2015 pukul 10.00 WIB preceptor mengajak preceptee ke Puskesling desa Sugihan dan preceptee mempraktikan penyuluhan TBC di desa.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE PRECEPTORPreceptor mampu menjelaskan tugasnya sesuai dengan uraian program tuberkulosis, namun pada beberapa uraian tugasnya antara lain penyuluhan khusus TB, penjaringan suspek, pengambilan dan pembuatan sediaan dahak, penggunaan form TB.05 dan pemeriksaan contact tracing sehinggaPreceptee mudah memahami pengetahuan baru tersebutKekurangan dari metode preceptor adalah preceptee hanya belajar pasif mengingat terbatasnya waktu dan kesempatan preceptor dan preceptee. Banyaknya laporan belum sepenuhnya bisa dipahami oleh preceptee, dan preceptor tidak maksimal menjelaskan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu karena keterbatasan pengetahuan mengenai IT .PENDAPAT TEMAN Preceptor adalah petugas TB yang aktif, dari menyusun POA sampai dengan melaksanankan perencanaan tersebut sampai dengan pelaporan. Hubungan Preceptor dengan teman sejawat, bidan desa dan binwil serta perangkat desa sangat kooperatif dalam melakukan transfer informasi mengenai TB Paru. Dalam pelaporan preceptor mengalami kesulitan upload data karena keterbatasan pengetahuan tentang IT dari preceptor, namun hal tersebut bisa diatasi dengan kerja sama dengan teman-teman dan DKK yang lebih menguasai hal tersebut.KESIMPULAN DAN SARAN

Diberikan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan Petugas Puskesmas agar mampu memberikan bimbingan klinik karena tidak menutup kemungkinan Puskesmas dijadikan lahan praktek mahasiswa. Perlu dikenalkan Preceptorship kepada petugas puskesmas agar peran petugas Puskesmas sebagai preceptor yang diharapkan bisa menjadi role model, pembangkit pengetahuan serta transfer ilmu yang diharapkan mahasiswa / preceptee bisa dicapai. DAFTAR PUSTAKANursalam dan Efendi, F. 2008. Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Rahayu, G. R. (2007). Menyusun Tools untuk program preseptorship dan mentorship. Disampaikan pada Pelatihan Nasional Preceptorship dan Mentorship untuk Pendidikan Ners. Yogyakarta, 12 14 Februari 2007.Pusdiknakes (2004). Panduan pembelajatan klinik. Jakarta: Badan Pengambangan dan Pemberdayaan Sumber daya Kesehatan

file://localhost/D:/About_Chu_PhiT/Semester%204/PDK/tgs%20revisi%20pdk/book.htm file://localhost/D:/About_Chu_PhiT/Semester%204/PDK/tgs%20revisi%20pdk/books%20perceptorsip.htm Department of Health (2008). A High Quality Workforce: NHS Next Stage London: Department of Health

Nursing and Midwifery Council (2008). The Code: standards of conduct, performance and ethics for nurses and midwives London: Nursing and Midwifery Council

Kementerian Kesehatan RI (2012). Penemuan dan Pengobatan Pasien Tubeckulosis . Jakarta : Penerbit Buku Kementerian RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan

Kementerian Kesehatan RI (2012). Panduan Pengelolaan Logistik Program Pengendalian Tuberkulosis . Jakarta : Penerbit Buku Kementerian RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan

0