tugas 1 mpp
TRANSCRIPT
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN:
PENGERTIAN, ALASAN PENGGUNAAN, TUJUAN, MANFAAT
DAN LANGKAH-LANGKAH PENGGUNAAN
Disusun oleh:
Pande Made Mahendri Pramadewi
NIM 0915051080
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN....................................................................................... 1
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation.................................................. 1
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw........................................................................ 5
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered-Heads-Together)........................... 8
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division)........... 10
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)..................... 11
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Game Tournament).............................. 14
7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think-Pair-Share)............................................ 16
8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think-Talk-Write)........................................... 20
................................................................................................................................................
9. Model Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)................ 21
10. Model Pembelajaran PCL (Problem Centered Learning)..................................................... 24
11. Model Pembelajaran Learning Cycle "5E"............................................................................ 26
12. Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) ............................................................... 31
13. Model Pembelajaran ATI (Aptitude Treatment Interaction)................................................. 32
14. Model Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment and
Satisfaction)........................................................................................................................... 32
15. Model Pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating and
Transfering)........................................................................................................................... 36
16. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Instruction).................................. 38
DAFTAR PUSTAKA
ii
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran merupakan merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Rusman (2008:150) mengemukakan bahwa ciri-ciri model pembelajaran adalah sebagai
berikut:
Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh,
model penelitian kelompok disusun oleh herbert thelen dan berdasarkan teori john dewey.
Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. Misalnya model berfikir induktif
dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif.
Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas. Misalnya
model syntetic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial, dan (4) sistem
pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan
melaksanakan suatu model pembelajaran.
Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi:
(1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, (2) dampak pengiring,
yaitu hasil belajar jangka panjang.
Membuat persiapan mengajar (desain instrusional) dengan pedoman model pembelajaran
yang dipilihnya
Terdapat berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan antara lain sebagai
berikut.
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
a. Pengertian
Group Investigasi (kelompok investigasi) mungkin merupakan model
pembelajaran yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan, Group
Investigasi dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv,
merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja
dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta 1
perencanaan dan proyek kooperatif Sharan and Sharan, (Slavin, 2008). Dalam metode
ini, para siswa dibebaskan membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua
sampai enam orang anggota.
Peran guru dalam kelas yang melaksanakan proyek Group Investigation guru
bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator. Guru tersebut berkeliling di antara
kelompok-kelompok yang ada dan, untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola
tugasnya, dan membantu tiap kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi
kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang
berkaitan dengan proyek pembelajaran. Peran guru ini dipelajari dengan praktik
sepanjang waktu, seperti halnya peran siswa. Yang pertama dan terpenting, adalah
guru harus membuat model kemampuan komunikasi dan sosial yang diharapkan dari
para siswa.
b. Alasan Penggunaan
Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation ini
tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran ini antara
lain sebagai berikut.
Mampu menciptakan cara belajar siswa lebih aktif.
Menumbuhkan motivasi belajar mandiri dalam diri siswa.
Dapat menumbuhkan minat dan kreativitas siswa.
Lebih memupuk cara berpikir analitis dan divergen.
Dapat meningkatkan kepedulian antar anggota dalam belajar.
c. Tujuan
Tujuan adanya penelitian yang dilakukan bersama-sama (group investigation)
adalah untuk menggabungkan sisi akademik dan sisi sosial dalam meningkatkan
pembelajaran akademik maupun sosial. Jika sistem ini diterapkan sebagaimana
mestinya, maka akan memudahkan jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2
d. Manfaat
Siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mampu
membangun pengetahuanya sendiri sehingga hakikat dari belajar dapat dipenuhi.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Dalam Group Investigation, terdapat enam tahap atau langkah yang harus
dipenuhi. Tahap-tahap ini dan kompnen-komponennya dijabarkan di bawah ini
1) Tahap mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok
Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan. Guru
mempresentasikan serangkaian permasalahan atau isu (misalnya pada pelajaran
fisika membahas tentang pengaruh kalor pada suhu benda dan pengaruh kalor
terhadap wujud zat) kemudian para siswa mengidentifikasikan dan memilih
berbagai macam subtopik untuk dipelajari berdasarkan ketertarikan mereka.
Tahap ini dimulai dengan perencanaan kooperatif yang melibatkan seluruh kelas.
Kemudian pembentukan kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa, setiap
kelompok beranggotakan 2-6 orang, Komposisi kelompok pada pembelajaran ini
heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik. Tiap
siswa bergabung dalam kelompok untuk mempelajari subtopik dari pilihan
mereka sendiri. Guru boleh membatasi jumlah anggota dalam satu kelompok.
Apabila satu subtopik tetentu sangat popular, maka dua kelopmpok bisa saja
dibentuk untuk menginvestigasi subtopik tersebut. Karena perbedaan kebutuhan
dan ketertarikan anggota kelompok, tiap dua kelompok akan menghasilkan sebuah
karya yang berbeda meskipun subtopiknya sama.
2) Tahap merencanakan investigasi di dalam kelompok
Setelah mengikuti kelompok-kelompok penelitian mereka masing-masing,
para siswa mengalihkan perhatian mereka kepada subtopic yang mereka pilih.
Pada tahap ini anggota kelompok menentukan aspek dari subtopik masing-masing
yang akan mereka investigasi. Dalam tahap ini tiap kelompok harus
memformulasikan sebuah masalah yang dapat diteliti, memutuskan bagaimana
melaksanakannya, dan menentukan sumber-sumber mana yang akan dibutuhkan
untuk melakukan investigasi tersebut. Untuk lebih mempermudah setiap
kelompok bisa membuat sebuah lembar kegiatan seperti dibawah ini3
Topik Penelitian Kami :
Anggota Kelompok :
Permasalahan yan di Investigasi :
Sumber yang di Gunakan :
Bagaimana Cara Pembagian Tugas :
3) Tahap melaksakan penyelidikan
Dalam tahap ini tiap kelompok melaksanakan rencana yang telah
diformulasikan sebelumnya. Biasanya ini adalah tahap yang paling banyak
memakan waktu. Walaupun para siswa mungkin memang diberikan batas waktu
pengerjaan, tetapi jumlah pasti dari sesi yang mereka perlukan untuk
menyelesaikan investigasi mereka tidak selalu dapat dipastikan jumlahnya. Guru
harus mengupayakan berbagai cara untuk memungkinkan sebuah proyek
kelompok berjalan tanpa terganggu sampai investigasinya selesai, atau paling
tidak sampai sebagian besar dari pekerjaan tersebut selesai. Ketika individu atau
pasangan telah menyelesaikan tugas kelompoknya maka mereka memilih satu
orang untuk mencatat kesimpulan yang mereka dapatkan.
4) Tahap menyiapkan laporan akhir
Para siswa menganalisis dan mengsintesis berbagai informasi yang diperoleh
pada langkah tiga dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu
penyajian yan menarik di depan kelas.
5) Tahap menyajikan laporan
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai
topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
6) Tahap evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap
siswa secara individu atau kelompok dan bahkan kedua-duanya.Model group
4
invstigation ini memiliki dua dampak sekaligus pada diri para siswa, yakni
dampak instruksional (instructional effec) dan dampak sertaan (nuturance effect) .
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
a. Pengertian
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan tipe pembelajaran kooperatif
yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran
untuk mencapai prestasi yang maksimal.
Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa
untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan
merasa senang berdiskusi dalam kelompokya.
Motivasi teman sebaya dapat digunakan secara efektif dikelas
untukmeningkatkan, baik pemelajaran kognitif siswa maupun pertumbuhan efektif
siswa. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru adalah memotivasi siswa.
Dalam model Jigsaw versi Aronson, kelas dibagi menjadi suatu kelompok kecil
yang heterogen yang diberi nama tim Jigsaw dan materi dibagi sebanyak kelompok
menurut anggota timnya. Tiap-tiap tim diberikan satu set materi yang lengkap dan
masing-masing individu ditugaskan untuk memilih topik mereka. Kemudian siswa
dipisahkan menjadi kelompok “ahli” atau “rekan” yang terdiri dari seluruh siswa
dikelas yang mempunyai bagian informasi yang sama.
Dalam pembelajaran Jigsaw siswa dikelompokan menjadi empat-empat untuk
mempelajari sebuah bab dalam sebuah buku ajar. Oleh sebab itu, bab tersebut dibagi
menjadi empat bagian,yang mengajak setiap anggota kelompok menjadi ahli pada
satu bagian dan kemudian bertanggung jawab untuk mengajarkan anggota lain dalam
kelompok tentang hal tersebut.
b. Alasan Penggunaan
Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini tidak terlepas
dari kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
adalah:
Dapat mengembangkan hubungan antar pribadi posistif diantara siswa yang
memiliki kemampuan belajar berbeda.
Menerapkan bimbingan sesama teman.5
Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi.
Memperbaiki kehadiran dan keaktifan dalam keikutsertaan belajar.
Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar.
Sikap apatis berkurang.
Pemahaman materi lebih mendalam.
Meningkatkan motivasi belajar.
c. Tujuan
Tujuan utama dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini
adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut
pada anggota kelompoknya.
d. Manfaat
Model Jigsaw ini memiliki dua manfaat sekaligus pada diri siswa, yakni dampak
instruksional (instructional effecs) dan dampak sertaan (nuturance effecs). Dampak
instruksional meliputi struktur konsep, kebergantungan positif, kepemimpinan
kolektif dan kepekaan sosial, sedangkan dampak sertaan meliputi pemrosesan
kelompok, kesadaran akan perbedaan serta toleransi atas perbedaan tersebut.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Model Jigsaw ini terdiri dari empat tahap sebagai berikut.
1) Tahap Penentuan Bahan Ajar
Guru memilih satu bab dalam buku ajar kemudian membagi bab tersebut
menjadi bagian-bagian sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Jadi, apabila
jumlah anggota kelompo 4 orang siswa maka bab tersebut dibagi menjadi empat
bagian. Setiap anggota kelompok ditugasi untuk membaca dan mempelajari
bagiannya pada bab tersebut. Pada tahap selanjutnya masingmasing anggota
kelompok bertemu dengan ahli-ahli dari kelompok lain dalam kelas.
2) Tahap Diskusi Kelompok Ahli6
Kelompok ahli harus melakukan pertemuan sekitar satu kali pertemuan
untuk mendiskusikan topic yang ditugaskan. Setiap anggota kelompok ahli harus
menerima satu lembar kerja “ ahli “. Lembar kerja ahli harus memuat pertanyaan-
pertanyaaan dan kegiatan ( jika ada ) untuk mengarahkan diskusi kelompok. Guru
mendorong para siswa untuk menggunakan cara belajar yang bervariasi. Tujuan
kelompok ini adalah mempelajari subbab tersebut dan menyiapkan ringkasan
presentasi untuk mengajarkan subbab tersebut kepada kelompok kecil masing-
masing.
3) Tahap Pelaporan dan Pengetesan
Masing-masing anggota kelompok ahli kembali ke kelompok kecil masing-
masing. Masing-masing anggota kelompok kecil mengajarkan topik masing-
masing ke anggota lainya dalam kelompo. Guru mendorong para siswa untuk
menggunakan metode mengajar yang bervariasi. Guru mendorong anggota
kelompok untuk mengajukan pertanyaan ke penyaji dan mendiskusikan lembar
kerja kelompok kecil. Setelah diskusi kelompok kecil guru menyelenggarakan tes
yang mencakup materi satu bab penuh dalam waktu yang tidak lebih dari 15
menit.Seringlah menggunakan kuis-kuis dan jangan menggunakan skor tim, skor
kemajuan atau lembar berita. Cukup berikan nilai individual kepada siswa.
(Slavin, 2008).
4) Tahap Tahap Penghargaan
Tahap ini merupakan tahap yang mampu mendorong para siswa untuk lebih
kompak. Pada tahap ini rata-rata peningkatan kelompok dilaporkan pada carta
penghargaan mingguan. Guru dapat menggunakan kata-kata khusus untuk
memerikan kinerja kelompok semacam Bintang Sains, Kelompok Einstein, atau
sebutan lainnya. Penghargaan kerja masing-masing kelompokdapat disajikan pada
papan pengumuman yang melaporkan peringkat masing-masing kelompok dalam
kelas. Kinerja individu yang luar biasa juga dilaporkan. Kepekaan guru sangat
diperlukan disini. Penting untuk dipahami bahwa menghargai siswa secara
akademik dari kelompok berkemampuan rendah merupakan bagian integral
keefektifan pembelajaran Jigsaw. Ellizabeth Cohen telah menemukan bahwa
penting untuk menyadari akan para siswa yang diduga memiliki kompetensi yang 7
konsisten rendah. Ketika siswa semacam ini menunjukan kinerja baik, segera beri
dia penghargaan khusus yang bersifat terbuka untuk kompetensi ini.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered-Heads-Together)
a. Pengertian
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan
salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Ibrahim (Rahmi, 2008: 3) menyebutkan bahwa “NHT merupakan variasi dari salah
satu metode diskusi kelompok yang lebih banyak meminta keaktifan siswa”.
Model Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Menurut Rahmi (2008) “Ciri
khas dari NHT adalah seorang guru hanya menunjuk seorang siswa dengan
menyebutkan nomor yang mewakili kelompoknya itu. Sehingga masing-masing
anggota kelompok harus paham dengan hasil kerja kelompoknya.”
Dalam pembelajaran kooperatif NHT dapat dipastikan seluruh siswa akan
terlibat total dalam pembelajaran, hal ini yang menjadi alasan dipilihnya NHT
(Numbered Head Together) dalam penelitian ini. NHT juga merupakan cara yang
sangat baik untuk menambah tanggung jawab individual terhadap diskusi kelompok.
Seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim (Rahmi, 2008): “NHT pada dasarnya
merupakan sebuah variasi kelompok, ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk
seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa
yang akan mewakili kelompoknya. Cara ini menjamin keterlibatan semua siswa, dan
juga merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab
individual dalam diskusi kelompok.”
b. Alasan Penggunaan
Guru menggunakan model yang kurang bervariasi dan siswa kurang dilibatkan
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran menyebabkan siswa
menjadi pembelajar yang pasif dan mudah merasa bosan karena dalam kegiatan
pembelajaran siswa lebih berperan sebagai penerima informan pasif yaitu cenderung
hanya mendengar dan mencatat penjelasan oleh guru bukan sebagai subjek yang
melakukan aktivitas belajar.8
Numbered Heads Together (NHT) memiliki beberapa kelebihan diantaranya
adalah sebagai berikut.
Masing-masing anggota kelompok memiliki banyak kesempatan untuk
berkontribusi.
Interaksi lebih mudah.
Banyak ide yang muncul.
Lebih banyak tugas yang bisa dilaksanakan.
Guru mudah memonitor kontribusi.
c. Tujuan
Tujuan dari penerapan model pembelajaran NHT adalah menjadikan siswa
untuk lebih aktif dan bertanggung jawab penuh dalam memahami materi
pembelajaran baik secara kelompok maupun individual. Model pembelajaran ini
menuntut siswa untuk berinteraksi dengan temannya karena dalam tipe pembelajaran
ini siswa diberi waktu untuk memikirkan, menjawab pertanyaan yang dilontarkan
guru sehingga membutuhkanm komunikasi yang baik antar teman sekelompoknya
untuk mempersatukan ide.
d. Manfaat
Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial antar anggota tim.
Memungkinkan para siswa saling belajar mengenal sikap, ketrampilan, informasi
dan perilaku sosial.
Meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya kerjasama dalam tim.
Meningkatkan rasa saling percaya kerpada sesama manusia
e. Langkah-langkah Penggunaan
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dibagi kedalam
empat langkah (Lie, 2008), yaitu sebagai berikut.
1) Tahap Penomoran (Numbering)
Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, setiap kelompok beranggotakan
empat sampai lima orang dan masing-masing diberikan nomor sehingga setiap
9
siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda sesuai dengan jumlah
kelompok dari masing-masing kelompok.
2) Tahap Pengajuan pertanyaan (quesioning)
Guru mengajukan pertanyaan dan memberikan tugas, kemudian masing-
masing kelompok mengerjakannya.
3) Berpikir bersama (Heads Together)
Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban yang telah disepakati
oleh semua anggota kelompok.
4) Pemberian jawaban (Answering)
Guru memanggil salah satu nomor secara acak. Semua siswa yang memiliki
nomor yang disebutkan oleh guru harus bersiap untuk presentasi, karena guru
akan memilih satu kelompok yang akan mempresentasikan hasil kerja kelompok
secara acak. Siswa dengan nomor dan kelompok yang dipanggil
mempresentasikan hasil kerjasama mereka.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
a. Pengertian
Student Teams Achievement Division adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk
permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Dalam
model pembelajaran ini siswa dalam kelas dikelompokkan dalam beberapa kelompok
yang beranggotakan 4-6 siswa yang terdiri dari siswa yang pandai, sedang dan rendah.
Disamping itu guru juga mempertimbangkan heterogenitas kriteria yang lain, seperti
jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan dan sebagainya.
10
b. Alasan Penggunaan
STAD bersifat sederhana sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan dalam
kegiatan pembelajaran dan memiliki pengaruh yang bagus terhadap pembelajaran
dalam hal akademik dan hubungan sosial antar siswa.
c. Tujuan
Memotivasi siswa supaya saling mendukung dan membantu satu sama lain
dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru.
d. Manfaat
Hubungan sosial terjalin baik antar siswa, pemupukan keinginan untuk
berkompetisi serta tanggung jawab individual menjadi terlatih, disamping tujuan
pembelajaran yang terpenuhi secara baik.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut.
1) Membentuk kelompok yang beranggotakan empat sampai enam orang secara
heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Guru memberi tugas kapada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota
kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota
lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4) Guru memberi kuis atau petanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab
kuis tidak boleh saling membantu
5) Memberi evaluasi
6) Kesimpulan
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)
a. Pengertian
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran yang
membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir yang
berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan.
(Suyitno, 2004: 9). Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa 11
yang pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat
meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat
mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan siswa yang lemah
dapat terbantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
b. Alasan Penggunaan
Slavin (2008) mengemukakan bahwa ada tiga hal yang melandasi model
pembelajaran ini. Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan
program pengajaran individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek
sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam
program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual.
Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini tidak terlepas
dari kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI
adalah:
Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.
Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar
kelompok-kelompok kecil.
Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa
dapat melakukannya.
Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi yang diberikan
dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan
jalan pintas.
Tidak menghabiskan waktunya untuk mempelajari kembali materi yang telah
mereka kuasai atau saat siswa menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan
bantuan guru.
Para siswa akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain, sekalipun bila siswa
yang bertugas mengecek memiliki kemampuan yang berada di bawah siswa yang
dicek, dan prosedur pengecekan akan cukup sederhana dan tidak mengganggu
pengecek/pemeriksa.
Program mudah dipelajari, baik oleh guru/siswa, tidak mahal, fleksibel, dan tidak
membutuhkan guru tambahan/tim guru.
Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif,
dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk 12
terbentuknya sikap positif terhadap siswa-siswa yang kurang secara kademik dan
penerimaan terhadap siswa dari latar belakang ras atau etnik yang berbeda.
c. Tujuan
Untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem
pengajaran individual.
d. Manfaat
Siswa belajar bagaimana bekerjasama dalam satu kelompok, diajari menjadi
pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok,
berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman
lain dan sebagainya. Sehingga siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan
dan keterampilannya sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami
permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut.
1) Guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk mempelajari materi
pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan guru.
2) Guru memeberikan kuis secara individual kepada peserta didik untuk
mendapatkan skor dasar atau skor awal (bisa digantikan dengan rata-rata nilai
ulangan harian).
3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat sampai
enam peserta didik dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat
kemampuan (tingi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal
dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
4) Hasil belajar perta didik secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam
diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu
kelompok.
5) Guru memfasilitasi peserta didik dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6) Guru memberikan kuis kepada peserta didik sacara individual.
13
7) Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Game Tournament)
a. Pengertian
Teams Game Tournament, pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries
dan Keith Edwards, yang merupakan metode pembelajaran pertama dari John
Hopkins. TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan
siswa dalam kelompok–kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa
yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.
Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing–
masing. Dalam kerja kelompok, guru memberikan LKS kepada setiap kelompok.
Tugas yang diberikan dikerjakan bersama–sama dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan,
maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban
atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai
pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan
akademik siswa akan dibagi dalam meja–meja turnamen, dimana setiap meja
turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya
masing–masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang
berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen
secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen
kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat ditentukan dengan
melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test.
Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada
lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor–skor
yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota
kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim
berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.
b. Alasan Penggunaan14
Penciptaan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan pemberian
penghargaan menjadi salah satu faktor pendukung dalam pemenuhan tujuan
pembelajaran secara lebih efektif. Model TGT menjadi alternatif model pembelaran
yang dapat menciptakan suasana kompetisi yang menyenangkan di tengah kegiatan
pembelajaran.
c. Tujuan
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mempunyai tujuan sebagai berikut.
1) Meningkatkan pencapaian prestasi akademik para siswa.
2) Memperbaiki self-esteem.
3) Mengembangkan ketrampilan sosial dan kesetiakawanan.
4) Menciptakan keceriaan.
5) Mengembangkan lingkungan yang pro-sosial.
d. Manfaat
Prestasi akademik dari siswa dapat ditingkatkan, selain itu hubungan dan
keterampilan sosial dapat diasah melalui pembelajaran yang bersifat kooperatif atau
pembelajaran yang menitikberatkan pada kerjasama antar anggota tim.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament)
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa agar terlibat pada
aktivitas pembelajaran, kemudian membagikan modul materi pokok.
2) Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok (tim) yang masing-masing terdiri dari 5
siswa (anggota tim heterogen).
3) Guru memberi kesempatan siswa untuk membaca modul serta berdiskusi dengan
timnya mengenai materi. Siswa dipersilakan mengajukan pertanyaan kepada tim
sebelum bertanya pada guru dan memberikan umpan balik terhadap ide yang
dikemukakan anggota satu tim. Setiap tim bertanggung jawab terhadap anggota
timnya, sehingga semua anggota tim dapat memahami materi sebagai persiapan
untuk menghadapi turnamen.
15
4) Guru mempersiapkan turnamen dengan menata kartu permainan yang dilengkapi
nomor, skor, pertanyaan, dan jawaban mengenai materi pada meja turnamen.
5) Tahap permainan/pertandingan (game/turnamen):
a) Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk memilih kartu bernomor
yang tersedia pada meja turnamen dan mencoba menjawab pertanyaan yang
muncul.
b) Apabila tiap anggota dalam suatu tim tidak bisa menjawab pertanyaannya,
maka pertanyaan tersebut dilempar kepada kelompok lain, searah jarum jam.
c) Tim yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan itu akan mendapat skor
yang telah tertera dibalik nomor tersebut. Skor ini yang nantinya dikumpulkan
tim untuk menentukan skor akhir tim.
d) Pemilihan kartu bernomor akan digilir pada tiap-tiap tim secara bergantian
searah jarum jam, sampai habis jatah nomornya.
6) Setelah selesai tindakan dilakukan pengisian angket oleh siswa dan post-test
(pemberian tes akhir semua materi) yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya peningkatan motivasi dan hasil belajar.
7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think-Pair-Share)
a. Pengertian
Tipe Think Pair Share (TPS) dalam pembelajaran kooperatif pertama kali
diperkenalkan oleh Frank Lymn, (1985). Tipe ini merupakan tipe yang sederhana
dengan banyak keuntungan karena dapat meningkatkan partisipasi siswa dan
pembentukan pengetahuan oleh siswa. Dalam metode pembelajaran koopeatif, tipe
ini termasuk ke dalam metode struktural (Trianto, 2007). Metode struktural
menekankan penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk memengaruhi pola
interaksi siswa.
Dengan menggunakan suatu posedur atau struktur tertentu, para siswa dapat
belajar dari siswa yang lain dan berusaha untuk mengeluarkan pendapatnya dalam
situasi non kompetisi sebelum mengungkapkannya di depan kelas. Kepercayaan diri
siswa meningkat dan seluruh siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
kelas. Keunggulan dari tipe Think Pair Share ini adalah optimalisasi partisipasi siswa,
sedangkan keuntungan bagi guru adalah efisiensi waktu pemberian tugas dan
meningkatkan kualitas dan kontribusi siswa dalam diskusi kelas. Siswa dan guru akan 16
memperoleh pemahaman yang lebih besar akibat perhatian dan partisipasinya dalam
diskusi.
b. Alasan Penggunaan
Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini tidak terlepas
dari kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS
adalah:
Mudah dilaksanakan dalam kelas yang besar.
Memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan isi materi pelajaran.
Memberikan waktu kepada siswa untuk melatih mengeluarkan pendapat sebelum
berbagi dengan kelompok kecil atau kelas secara keseluruhan.
Meningkatkan kemampuan penyimpanan jangka panjang dari isi materi pelajaran.
c. Tujuan
Pembelajaran kooperatif tipe TPS berbasis kontekstual yang diterapkan dalam
proses pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa. Keaktifan
siswa yang dimaksud adalah sejauh mana siswa aktif pada saat KBM berlangsung.
d. Manfaat
Manfaat dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and
Share adalah sebagai berikut.
Optimalisasi partisipasi siswa dalam pembelajaran dan member kesempatan
kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada siswa
lain.
Siswa dapat meningkatkan motivasi dan mendapatkan rancangan untuk berpikir,
sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menguji ide dan
pemahamannya sendiri.
Siswa akan lebih banyak berdiskusi, baik pada saat berpasangan, dalam kelompok
berempat, maupun dalam diskusi kelas, sehingga akan lebih banyak ide yang
dikeluarkan siswa dan akan lebih mudah untuk merekontruksi pengetahuannya.
Setiap siswa memperoleh kesempatan untuk berdiskusi dengan siswa yang lebih
pintar atau lebih lemah, daripada cara klasikal yang hanya satu orang atau
beberapa orang saja yang berbicara.17
Guru lebih mudah membagi menjadi berpasangan, lebih banyak ide yang muncul,
lebih banyak tugas yang dilakukan, dan guru lebih mudah memonitor.
Dominasi guru dalam pembelajaran semakin berkurang. Guru hanya berresan
sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotovasi siswa untuk belajar
mandiri.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Arends (2008) mengemukakan bahwa teknis pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair and Share dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Persiapan materi dan pengelompokkan siswa
Hal yang perlu dilakukan pertama kali dalam pelaksanaan model ini adalah
mempersiapkan bahan ajar dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Guru
mengelompokan siswa secara heterogen (berdasarkan hasil pretes) dan
menjelaskan prosedur pelaksanaan serta batasan waktu setiap tahap kegiatan.
2) Tahap pendahuluan
Guru menunjukkan beberapa bagian menarik dari materi yang akan dibahas
dan menjelaskan tujuan pembelajaran materi tersebut.Kemudian, guru
menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk setiap kegiatan dan memotivasi
siswa supaya terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang akan diberikan.
3) Pelaksanaan
a) Tahap Think (berpikir secara individu)
Proses pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and Share dimulai pada
saat guru memberikan pertanyaan yang merangsang pemikiran siswa kepada
seluruh kelas. Pertanyaan yang diberikan oleh guru dimaksudkan agar para
siswa mencari solusi atau jawaban dari masalah atau pertanyaan tesebut.
Dalam tingkatan paling rendah jawaban pertanyaan yang singkat harus
dihindari dalam model ini. Pertanyaan harus mengetengahkan masalah atau
dilema yang merangsang siswa untuk mencari solusinya. Pada tahap ini siswa
diberi batasan waktu untuk memikirkan jawabannya sendiri terhadap
pertanyaan yang diberikan. Waktuharus ditentukan oleh guru yang dalam
penentuannya guru harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu pengetahuan 18
dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, jenis dan bentuk
pertanyaan atau masalah yang disuguhkan, serta jadwal pembelajaran untuk
setiap kali pertemuan. Hal yang dapat membantu berhasilnya tahapan ini
meskipun tidak harus yaitu siswa diharuskan untuk menuliskan jawaban atau
solusi mereka. Siswa akan memiliki anggapan bahwa mungkin saja mereka
mengungkapkan jawaban yang salah, tapi harus dijelaskan oleh guru bahwa
hal itu tidak apa-apa karena setiap siswa dapat mengemukakan jawaban yan
berbeda. Tahapan ini secara otomatis membentuk “waktu tunggu”
sebelummasuk ke dalam tahapan diskusi.
b) Tahap Pair (berpasangan dengan teman sebangku)
Akhir dari tahapan Think memberi tanda kepada siswa untuk mulai
bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan jawaban dari pernyataan.
Setiap siswa kini memiliki kesempatan untuk mendiskusikan berbagai
kemungkinan jawaban. Secara bersama,setiap pasang siswa dapat
memformulasikan jawaban mereka yang berdasarkan jawaban bersama untuk
memberikan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang diberikan.
Pada dasarnya, proses ini dapat melaju satu langkah dengan meminta
satu pasang siswa lain untuk membentuk kelompok dengan tujuan
memperkaya pemikiran mereka sebelum berbagi dengan kelompok yang lebih
besar (kelas). Kelompok besar yang dibentuk ini dapat mengurangi kompetisi
antarsiswa sehingga didapatkan hasil sebagai usaha bersama. Tahap Pair
dalam metode ini juga memungkinkan terjadinya lebih banyak diskusi diantara
siswa tentang jawaban yang diberikan.
c) Tahap Share (berbagi di depan kelas)
Siswa mempresentasikan jawaban mereka secara perseorangan atau
secara kelompok di depan kelas sebagai seluruh kelompok belajar. Pada saat
kelomppok yang dipilih untuk maju ke depan mengkontruksi jawabannya
dalam bentuk jawaban atau gambar, setiap anggota dari kelompok tersebut
dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka. Tahap akhir dari tipe
Think Pair Share memiliki beberapa keuntungan bagi seluruh siswa. Mereka
mencari jawaban yang sama dengan berbagai cara yang berbeda karena 19
perbedaaan individu dapat menghasilkan ekspresi yang unik atas jawaban dari
pertanyaan. Lebih lanjut, konsep yang digunakan sebagai jawaban dirangkai
menggunakan bahasa para siswa, bukan bahasa baku atau bahasa guru
sehingga konsep akan lebih dimengerti.
4) Penghargaan
Langkah yang terakhir adalah melakukan penghargaan kepadasetiap siswa
dan setiap kelompok. Dari kegiatan penghargaan ini, didapat nilai individu dan
nilai kelompok. Nilai individu di dapat dari postes, sedangkan nilai kelompok
didapat dari rata-rata perkembangan prestasi belajar siswa pada kelompok
tersebut. Keberhasilan dan kualitas dari kegiatan tipe Think Pair Share sangat
tergantung dari kualitas pertanyaan yang diberikan pada tahap pertama (pretes).
Jika pertanyaan merangsang pemikiran siswa secara utuh, maka keutuhan
pemikiran siswa ini secara signifikan dapat menciptakan keberhasilan tipe
pembelajaran tipe Think Pair Share.
8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think-Talk-Write)
a. Pengertian
Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung
jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut
kepada anggota dalam kelompoknya secara heterogen dan bekerja sama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi
pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompoknya sehingga didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak
hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya.
Martunis (2008:84) mengatakan bahwa: model pembelajaran think talk write
beranggotakan 3-5 orang secara heterogen dalam kemampuan dengan melibatkan
siswa berpikir atau berdiskusi dengan dirinya sendiri setelah membaca, selanjutnya
berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis.\
20
b. Alasan Penggunaan
Model ini dapat membangun keaktifan siswa dan kreatifitas berpikir siswa
sehingga sangat relevan dengan hakikat dari tujuan pembelajaran itu sendiri.
c. Tujuan
Untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
d. Manfaat
Manfaat utama dari penerapan model pembelajatan TTW ini adalah dapat
menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Langkah- langkah pembelajaran dengan menggunakan kooperatif tipe Think Talk
Write (TTW) adalah sebagai berikut.
1) Guru membagikan Lembaran Kerja Siswa (LKS) yang memuat soal yang harus
dikerjakan oleh siswa serta petunjuk pelaksanaannya.
2) Siswa membaca teks dan membuat catatan kecil berupa hal- hal yang diketahui
dan tidak diketahui (think).
3) Siswa berinteraksi dan berkerjasama dengan teman satu kelompok untuk
membahas isi catatan kecil pribadi (talk).
4) Siswa mereduksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman ke dalam tulisan
karangan deskripsi setelah berpikir kritis (write).
9. Model Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
a. Pengertian
CIRC atau Cooperative Integrated Reading and Compotition merupakan metode
kooperatif yang memperkenalkan teknik terbaru latihan kurikulum mengenai
pengajaran praktis pelajaran membaca dan menulis. Pengembangan CIRC dihasilkan
dari sebuah analisis masalahmasalah tradisional dalam pengajaran pelajaran
membaca, menulis, dan seni berbahasa (Suprijono, 2010).
CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition,
termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya 21
merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis untuk kelas-kelas
tinggi sekolah dasar. Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada
pelajaran bahasa, akan tetapi ilmu sosial dan ilmu alam.
b. Alasan Penggunaan
Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini tidak terlepas dari
kelebihan yang dimiliki. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah:
Dapat lebih memahami bacaan/wacana/kliping dan tidak bergantung pada teks
tertentu.
Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memberikan suatu solusi terhadap
suatu permasalahan yang diberikan guru.
Dapat digunakan untuk siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah.
Meningkatkan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
Meningkatkan rasa percaya diri siswa karena mereka bisa menemukan sendiri
konsep dari materi yang dipelajari dan berani menyampaikan pendapat di dalam
kelas.
c. Tujuan
Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk
membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan yang dapat
diaplikasikan secara luas. Beberapa unsur CIRC memang diarahkan untuk tujuan ini.
d. Manfaat
Meningkatkan kemampuan akademik siswa terutama dalam aspek pemahaman
terhadap bacaan. Selain itu keterampilan sosial siswa juga akan berkembang karena
pembelajaran CIRC berbasis pada pembelajaran kooperatif.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Langkah-langkah penggunaan model CIRC adalah sebagai berikut.
1) Guru memberi penjelasan tentang:
a) Kegiatan apa yang harus dilakukan oleh siswa.
Pada setiap awal kegiatan teknik CIRC, guru harus selalu menjelaskan
petunjuk kegiatan dan menjelaskan apa manfaatnya bagi siswa. Hal ini 22
dilakukan agar siswa merasa guru selalu dekat dan siap membantu mereka
dalam melakukan kegiatan ini.
b) Membentuk kelompok secara heterogen
Pembagian kelompok bisa dilakukan oleh guru ataupun siswa. Setiap
kelompok beranggotakan siswa dengan klasifikasi yang berbeda, contohnya
berdasarkan klasifikasi nilai bahasa Indonesia tertinggi.
c) Peranan setiap anggota.
2) Guru memberikan judul teks bacaan
Pada tahap ini guru memberikan teks bacaan yang sesuai dengan materi
yang diajarkan. Teks bacaan ini bertujuan agar siswa dapat mencari contoh-contoh
materi yang diajarkan. Misalnya, siswa diberi teks bacaan karangan narasi, maka
siswa akan menemukan contoh-contoh alur, latar, tokoh yang baik untuk menulis
karangan narasi.
3) Guru menugaskan siswa untuk menemukan apa saja (yang berhubungan dengan
materi) yang terdapat pada teks bacaan tersebut. Siswa mulai membaca teks
bacaan tersebut secara bergiliran dengan anggotakelompoknya. Setelah itu, siswa
bekerja sama mencari segala sesuatu yang terdapat pada teks bacaan.
4) Hasil dari diskusi kelompok itu dipresentasikan di depan kelas. Pada tahap ini
guru dapat menunjuk salah satu kelompok, atau siswa berinisiatif
mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka.
5) Setiap kelompok yang dapat mempresentasikan hasil diskusi mereka dengan baik
mendapatkan poin tertinggi, dan mendapat gelar “kelompok hebat”.Pemberian
poin dan gelar bertujuan untuk memotivasi siswa agar lebih baik lagi pada
pembelajaran berikutnya.
6) Siswa ditugaskan untuk menulis sesuai dengan kebutuhan materi. Misalnya,
materi karangan narasi, maka siswa ditugaskan untuk menulis karangan narasi.
Siswa saling bertukar karangan dengan anggota kelompok mereka. Hal ini
bertujuan agar mereka dapat saling mengoreksi tugas anggota kelompok mereka.23
7) Guru memberikan penjelasan tentang materi yang diajarkan.
10. Model Pembelajaran PCL (Problem Centered Learning)
a. Pengertian
Pembelajaran yang berpusat pada masalah merupakan terjemahan dariProblem
Centered Learning (PCL) dan berasal dari Problem Centered Math. Pendekatan ini
pada awalnya dikembangkan oleh Cobb pada tahun 1986 di sekolah dasar dan pada
saat itu disebut Problem Centered Classroom. Kemudian pada awal tahun 90-an,
Wheatley mengembangkan metode ini di sekolah menengah dan disebut sebagai
Problem centered Learning (Suyatno, 2009).
Problem Centered Math adalah suatu pendekatan pendidikan matematika yang
bedasarkan pada pemecahan masalah, atau disebut juga pendekatan yang berpusat
pada siswa (student centered approach). Pembelajaran dengan PCL artinya siswa
belajar dari suatu masalah untuk terlatih memecahkan masalah. Dengan PCL siswa
mengembangkan kemampuan matematikanya sendiri, untuk menemukan prosedur
mereka sendiri dalam pemecahan masalah, serta mampu menggunakan keterampilan-
keterampilan yang diperoleh pada masalah-masalah yang baru. Pembelajaran PCL ini
mengikuti teori konstruktivisme yang mengatakan bahwa belajar terjadi ketika siswa
membangun pengetahuannya sendiri.
b. Alasan Penggunaan
Berikut ini adalah beberapa alasan penggunaan model PCL.
Pembelajaran PCL memfokuskan aktivitas pembelajaran pada masalah-masalah
yang menarik bagi siswa dan siswa selalu berusaha memecahkan masalah
tersebut.
Pembelajaran PCL memfokuskan pada pentingnya komunikasi dalam
pembelajaran karena semua aktivitas dilakukan oleh siswa yangbekerja dalam
kelompok kooperatif dan kolaboratif.
Pembelajaran PCL memfokuskan pada proses-proses penyelidikan dan penalaran
dalam pemecahan masalah dan bukan memfokuskan pada mendapatkan hasil-hasil
eksperimen yang benar atau jawaban yang benar terhadap suatu pertanyaan
masalah semata.24
Pembelajaran PCL merupakan pengembangan kepercayaan diri siswa dalam
menggunakan (menerapkan) matematika ketika merekamenghadapi situasi-situasi
kehidupan sehari-hari menjadi logis.
c. Tujuan
Tujuan model pembelajaran PCL adalah memberi kesempatan yang seluas-
luasnya kepada siswa melakukan aktivitas belajar potensial. Untuk membangun
konsep dan ide matematika mereka sendiri, melalui proses berpikir, bertanya dan
berkomunikasi (negoisasi) dalam situasi matematik (Suhendri, 2006: 27).
d. Manfaat
Manfaat penerapan model PCL adalah dapat memfasilitasi kegiatan siswa aktif
dalam proses pembelajaran dengan mendorong mereka:
Untuk menemukan cara-cara mereka sendiri dalam memecahkanbeberapa
masalah.
Untuk saling tukar pandangan ide-ide penyelesaian yang tidak hanyamemperkuat
jawaban yang salah atau benar semata, dan
Untuk berpikir kreatif yang tidak hanya sekedar menghitung denganmenggunakan
alat tulis.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Langkah-langkah Problem Centered Learning (PCL) adalahs sebagai berikut.
1) Pembelajaran PCL dimulai dengan menyiapkan kelas, agar guru dapat
menugaskan siswa untuk mengerjakan tugas secara individu dan membuat siswa
memecahkan masalah.
2) Siswa bekerja atau sharing dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4
sampai 5 orang. Pembagian kelompok belajar dilakukan dengan memperhatikan
kemampuan siswa dan diusahakan dalam kelompok tersebut tidak ada siswa yang
mendominasi diskusi. Pada langkah kedua ini, guru berperan sebagai fasilitator
yang berusaha mengkondisikan siswa agar selalu melakukan kolaborasi dalam
aktivitas kelompok.
3) Menyatukan seluruh siswa dalam kegiatan diskusi kelas (sharing). 25
Siswa secara keseluruhan melakukan diskusi selama beberapa menit yang
dipandu oleh guru. Setiap kelompok menyajikan solusi-solusi yang mereka
temukan didepan kelas kepada kelompok lainnya. Jika kelompok lain tidak setuju,
mereka dapat menyajikan solusinya. Dari aktivitas diskusi kelas diusahakan
tercapai kesepakatan/persetujuan bersama oleh siswa untuk menetapkan solusi
yang paling benar dengan cara memperolehnya sangat mudah.
Peran guru dalam diskusi ini adalah sebagai fasilitator dan setiap usaha
dibuat untuk tidak bersifat menilai tetapi hanya bersifat mendorong siswa untuk
aktif bernegosiasi. Guru dapat mendengarkan gagasan-gagasan siswa sambil
memotivasi mereka untuk mendengarkan pendapat teman-temannya.
11. Model Pembelajaran Learning Cycle “5E”
a. Pengertian
Dalam bahasa Indonesia Learning Cycle disebut sebagai siklus belajar. Learning
Cycle merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap
kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperan aktif . Dengan kata lain pembelajaran dengan menggunakan model Learning
Cycle berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator.
Dalam artikelnya yang berjudul The Learning Cycle as a Tool for Planning
Science Instruction, Anthony W. Lorsbach mengemukakan bahwa “model Learning
Cycle terbagi ke dalam lima tahap, yaitu tahap engage, explore, explain, extend dan
evaluate. Tahap-tahap dalam Learning Cycle yang dikemukakan oleh Anthony W.
Lorsbach ini sering disebut 5E.
Engage (mengajak), yaitu fase pengenalan terhadap pelajaran yangakan
dipelajari yang sifatnya memotivasi atau mengaitkannya dengan hal-hal yang
membuat siswa lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru
dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi, membaca,
atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan siswa dan
mengembangkan rasa keingintahuan siswa. Fase ini juga digunakan untuk mengetahui
tingkat pengetahuan dan pikiran siswa mengenai konsep yang akan dipelajari.
Explore (menyelidiki), yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh
pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang 26
akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki konsep dari
bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya.
Explain (menjelaskan), yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap
siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka
dapatkan ketika fase eksplorasi. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada
kemudian didiskusikan sehingga pada akhirnya didapatkan konsep dan definisi baru
yang lebih formal.
Extend (memperluas), yaitu fase yang tujuannya ingin membawa siswa untuk
menggunakan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep, dan keterampilan-
keterampilan yang telah dimiliki siswa. Fase ini dapat meliputi penyelidikan,
pemecahan masalah, dan membuat keputusan.
Evaluate (menilai), fase ini bukanlah fase yang terakhir, fase ini dilaksanakan
diseluruh fase pembelajaran. Evaluate yaitu fase penilaian terhadap seluruh
pembelajaran dan pengajaran. Pada fase ini dapat digunakan berbagai strategi
penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus menerus dapat
mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya
untuk menilai tingkat pengetahuan dan/atau kemampuannya, kemudian melihat
perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya.
27
b. Alasan Penggunaan
Model pembelajaran learning cycle “5E” merupakan salah satu solusi yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa dalam proses
pembelajaran. Dengan model pembelajaran learning cycle “5E” merupakan salah
satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya nalar siswa. Dalam model
pembelajaran learning cycle “5E” dilakukan kegiatan-kegiatan yaitu berusaha untuk
membangkitkan minat siswa pada pelajaran matematika (engagement), memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan panca indera mereka semaksimal
mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan telaah literatur
(exploration), memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk menyampaikan
ide atau gagasan yang mereka miliki melalui kegiatan diskusi (explaination),
mengajak siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang mereka dapatkan dengan
mengerjakan soal-soal pemecahan masalah (elaboration) dan terdapat suatu tes akhir
untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahamansiswa terhadap konsep yang telah
dipelajari (evaluation).
c. Tujuan
Tujuan dari penerapan model pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan kognitif siswa dalam proses pembelajaran.
d. Manfaat
Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses
pembelajaran.
Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa.
Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Langkah-langkah atau sintaks penggunaan metode learning cycle “5E” dapat
dilihat dalam tabel berikut ini.
28
Tahapan
Model LC 5E
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Engage
(mengajak)
Membangkitkan minat dan
keingintahuan siswa
Mengembangkan minat dan
rasa ingin tahu terhadap
materi yang akan diajarkan
Mengajukan pertanyaan
mengenai permasalahan yang
berhubungan dengan materi
yang akan diajarkan
Memberikan respon terhadap
pertanyaan guru
Explore
(menyelidiki)
Membentuk kelompok,
memberi kesempatan untuk
bekerja sama dalam
kelompok
secara mandiri
Berkelompok dan berusaha
bekerja dalam kelompok
Guru berperan sebagai
fasilitator
Membuktikan hipotesis yang
sudah dibuat pada tahap
sebelumnya, mencoba
alternatif
pemecahannya dengan
melakukan pengamatan,
mengumpulkan data, diskusi
dengan kelompoknya dan
membuat suatu kesimpulan
Explain
(menjelaskan)
Mendorong siswa untuk
menjelaskan konsep dengan
kalimat mereka sendiri
Mencoba memberikan
penjelasanterhadap konsep
yang ditemukan
Meminta bukti dan
klarifikasi
dari penjelasan siswa
Menggunakan data hasil
pengamatan dalam memberi
penjelasan
Mendengar secara kritis
penjelasan antar siswa
Melakukan pembuktian
terhadap konsep yang
29
Tahapan
Model LC 5E
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
diajukan
Memandu diskusi Melakukan diskusi
Memberi definisi dan
penjelasan tentang konsep
yang
dibahas dengan
menggunakan
penjelasan siswa
Mendengarkan dan
memahami penjelasan guru.
Elaborate
(memperluas)
Mengingatkan siswa pada
penjelasan alternatif dan
mempertimbangkan data saat
mereka mengeksplorasi
situasi
baru.
Menerapkan konsep dan
keterampilan dalam situasi
baru
dan menggunakan label dan
definisi formal.
Mendorong dan
memfasilitasi
siswa untuk menerapkan
konsep dalam situasi yang
baru.
Memecahkan masalah,
membuat keputusan,
melakukan percobaan dan
pengamatan.
Evaluate
(menilai)
Mengamati pengetahuan atau
pemahaman siswa.
Mengevaluasi belajarnya
sendiri dengan mengajukan
pertanyaan dan mencari
jawaban dari bukti dan
penjelasan yang telah
diperoleh sebelumnya
Mendorong siswa melakukan
evaluasi diri
Mengambil kesimpulan
lanjut
atas situasi belajar yang
dilakukannya
Mendorong siswa memahami Melihat dan menganalisis30
Tahapan
Model LC 5E
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
kekurangan atau
kelebihannya
dalam kegiatan pembelajaran
kekurangan atau
kelebihannya
dalam kegiatan pembelajaran
12. Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)
a. Pengertian
Teknik pembelajaran Two Stay Two Stray / dua tinggal dua tamu yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2008:61) merupakan teknik pembelajaran
yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi
dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi atau
bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi.
b. Alasan Penggunaan
Selain aspek kognitif, aspek afektif dan psikomotorik merupakan dua aspek
yang harus dilatih melalui kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran TSTS
merupakan model pembelajaran yang mampu untuk mengakomodir pengembangan
ketiga aspek atau ranah tersebut.
c. Tujuan
Untuk melatih kemampuan berpikir kritis, kemampuan bekerja sama,
keterampilan sosial dan kemampuan untuk menjelaskan materi ke siswa yang lain
dengan sikap yang baik.
31
d. Manfaat
Terjadinya pemerataan pengetahuan dan kemampuan akademik dari siswa serta
terlatihnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa secara seimbang.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Tahapan pembelajarannya sebagai berikut.
1) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
2) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok lainnya.
3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka.
4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkantemuan mereka dari kelompok lain.
5) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
13. Model Pembelajaran ATI (Aptitude Treatment Interaction)
a. Pengertian
Model pembelajaran ATI (Aptitude Treatment Interaction) merupakan suatu
konsep atau model yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran yang efektif
digunakan untuk siswa tertentu sesuai dengan perbedaan kemampuannya.
Sebagai sebuah kerangka teoritik model pembelajaran ATI berasumsi bahwa
optimalisasi prestasi atau hasil belajar akan tercipta bilamana perlakuan-perlakuan
dalam pembelajaran disesuaikan sedemikian rupa dengan perbedaan kemampuan
siswa.
b. Alasan Penggunaan
Model pembelajaran ATI menjadi alternatif pembelajaran yang
mempertimbangkan keberanekaragaman kemampuan siswa dalam suatu kelas
sehingga dapat mengoptimalkan hasil dan prestasi belajar siswa.
32
c. Tujuan
Tujuan penerapan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)
adalah untuk mengakomodasi dan mengapresiasi perbedaan individual siswa dalam
pembelajaran dalam rangka mengoptimalkan prestasi belajar.
d. Manfaat
Seluruh siswa dengan kemampuan yang berbeda dapat terfasilitasi dengan baik
pada saat kegiatan pembelajaran sehingga dapat tercipta iklim pembelajaran yang
seimbang antara siswa dengan kemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
dibawahnya.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Prinsip model pembelajaran ATI ini terdiri dari beberapa langkah yang dapat
dikembangkan, yaitu sebagai berikut.
1) Studi atau penelitian yang diawali dengan melaksanakan pengukuran kemampuan
masing-masing siswa, dalam hal ini dapat dilakukan melalui survey terhadap nilai
matematika pada rapor siswa.
2) Mengelompokkan siswa menjadi tiga kelompok (tinggi, sedang dan rendah) esuai
dengan klasifikasi yang didapatkan dari hasil survey.
3) Melakukan tes awal (pre-test) untuk mengetahui kemampuan awal siswa secara
keseluruhan.
4) Memberikan perlakuan (treatment) kepada masing-masing kelompok siswadalam
pembelajaran.
14. Model Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment and
Satisfaction)
a. Pengertian
Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS
(Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction). Model Pembelajaran ARIAS
merupakan model pembelajaran yang mengandung lima komponen yaitu: attention
(minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction
(kepuasan/bangga)dan assessment (penilaian).
Assurance (percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan
berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil.33
Relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman
sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir
sekarang atau yang akan datang.
Interest, adalah yang berhubungan dengan minat/ perhatian siswa.
Assessment, yaitu yang berhubungan dengan penilaian terhadap siswa.
Satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang
dicapai.
b. Alasan Penggunaan
Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan
mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri
siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian
kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung
pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik
minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara
minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk
memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun
dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction.
Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk
menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya
dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara minat/perhatian siswa.
Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan
memberikan penguatan (reinforcement). Dengan demikian model pembelajaran
ARIAS patut untuk diterapkan.
c. Tujuan
Meningkatkan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar adalah tingkat kemajuan
yang telah dicapai siswa dalam suatu periode proses belajar tertentu sebagai realisasi
kapasitasnya menjadi suatu hasil belajar.
34
d. Manfaat
Menjadikan siswa aktif dalm membangun pengetahuannya sendiri serta
memfasilitasi siswa untuk menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri terhadap
prestasi belajar yang dapat diraihnya.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Penggunaan model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejakawal, sebelum
guru melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini digunakan
sejak guru atau perancang merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk satuan
pelajaran misalnya. Satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman) guru kelas dan
satuan pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa. Satuan pelajaran sebagai pegangan
bagi guru disusun sedemikian sehingga satuan pelajaran tersebut sudah mengandung
komponen-komponen ARIAS. Artinya, dalam satuan pelajaran itu sudah
tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan untuk menanamkan rasa percaya
diri pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan, membangkitkan minat/perhatian
siswa, melakukan penilaian dan menumbuhkan rasa dihargai/bangga pada siswa.
Guru atau pengembang sudah merancang urutan semua kegiatan yang akan
dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan digunakan, media
pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang dibutuhkan, dan
bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian pelaksanaan
kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan situasi, kondisi dan lingkungan siswa.
Demikian juga halnya dengan satuan pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa.
Bahan/materi tersebut harus disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS.
Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi, pada bahan/materi dapat
menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu, dan apa yang
dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi
bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengadakan penilaian diri dan siswa merasa dihargai yang dapat
menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru dan/atau pengembang agar
menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, katakata yang jelas dan
kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga maksudnya dapat dengan mudah
ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar dilengkapi dengan gambar yang jelas
dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat menimbulkan berbagai macam 35
khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa lebih mudah memahami bahan/materi
yang sedang dipelajari.
15. Model Pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating and
Transfering)
a. Pengertian
Model pembelajaran REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating
and Transfering) merupakan model pembelajaran kontekstual yang telah
diperkenalkan oleh Center of Occupational Research and Development (CORD),
Amerika Serikat yang menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka
penerapan pembelajaran kontekstual, yang disingkat dengan strategi pembelajaran
REACT, yaitu:
Relating (mengaitkan) yaitu belajar dalam konteks pengalaman manusia.Ini
merupakan jenis pembelajaran kontekstual yang khas terjadi pada anak-anak.
Ketika anak-anak tumbuh semakin besar memberikan konteks yang bermakna
untuk belajar menjadi semakin sulit. Kurikulum yang mencoba menempatkan
pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus minta perhatian siswa pada
peristiwa, dan kondisi sehari-hari. Kemudian siswa harus menghubungkan situasi
sehari-hari itu dengan informasi baru yang diserap atau masalah yang dipecahkan.
Experiencing (mengalami) yaitu belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan
diskaveri merupakan jantung pembelajaran kontekstual. Akan tetapi, siswa
mungkin akan menjadi termotivasi dan merasa nyaman berkat hasil strategi
pembelajaran lain seperti aktivitas dengan teks, cerita, atau video. Pembelajaran
tampak akan berjalan lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi alat-alat dan
materi dan mengerjakan bentuk-bentuk penelitian yang lain.
Applying (menerapkan) yaitu menerapkan konsep dan informasi dalam konteks
yang berguna sering memproyeksikan siswa ke arah masa depan yang diharapkan
atau ke arah tempat kerja yang mungkin tidak familier. Dalam pembelajaran
kontekstual, penerapan sering didasarkan pada aktivitas okupasional. Hal itu
terjadi lewat teks, video, lab, dan kegiatan, meskipun dalam banyak sekolah,
pengalaman pembelajaran kontekstual itu akan diikuti dengan pengalaman
langsung, misalnya: wisata, pertanian, pengaturan, pementoran, dan pemagangan.
36
Cooperating (bekerja sama) yaitu belajar dalam konteks peragihan, penanggapan,
dan pengkomunikasian dengan pembelajar yang lain merupakan strategi
pembelajaran yang utama dalam pengajaran kontekstual. Pengalaman bekerjasama
tidak hanya membantu sebagian besar siswa untuk mempelajari bahan ajar. Oleh
sebab itu, keterampilan kooperatif perlu mendapatkan perhatian serius agar dapat
dikuasai dengan baik oleh siswa.
Transferring (memindahkan) yaitu pembelajaran sesuatu isi dalam konteks
pengetahuan yang ada atau memindahkannya berlandaskan apa yang telah
diketahui pelajar. Setelah siswa paham terhadap konsep yang dipelajarinya, maka
selanjutnya siswa menerapkan atau memanfaatkan pengetahuan yang telah
diperolehnya ke dalam konteks yang baru.
b. Alasan Penggunaan
Model pembelajaran REACT mengakomodasi siswa untuk mengembangkan
pengetahuan yang dimilikinya dan mengaitkan dengan kehidupan nyata sehingga
sangat relevan dengan tujuan pembelajaran saat ini.
c. Tujuan
Untuk melatih kemampuan berfikir kritis, berfikir logis, berfikir sistematis,
objektif, jujur, disiplin, dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah, serta
mampu menjadikan pengetahuan sosial nya sebagai alat komunikasi dan mampu
memecahkan permasalahan sosial yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
d. Manfaat
Siswa mampu mampu meningkatkan motivasi, pemahaman konsep,
keterampilan komunikasi, penguasaan materi, dan konstribusi pribadi dan sosial.
e. Langkah-langkah Penggunaan
Adapun langkah-langkah atau tahap-tahap dalam penerapanpembelajaran model
REACT adalah:
1) Aspek relating (mengaitkan), siswa mengamati gambar-gambar sebagai media
pembelajaran, kemudian mengaitkannya dengan kehidupan nyata.
37
2) Aspek applying (menerapkan), siswa dapat melakukan sesuatu atau kegiatan yang
sesuai dengan materi yang telah dipelajari.
3) Aspek experiencing (mengalami), setelah siswa dapat melakukan sesuatu atau
kegiatan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari maka siswa akan dapat
mengalami sendiri kegiatan yang ada pada materi pelajaran yang telah dipelajari.
4) Aspek cooperating (bekerja sama), yang dilakukan guru adalah membagi siswa
menjadi beberapa kelompok kemudian tiap kelompok mencari contoh-contoh
tentang materi pelajaran yang telah dipelajari dilingkungan masyarakat sekitar.
5) Aspek transferring (mentransfer), siswa diajak untuk bertukar pikiran dengan
teman lainnya untuk merumuskan hasil dari kegiatan pembelajaran mengenai
materi pelajaran yang telah dipelajari.
16. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Instruction)
a. Pengertian
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pembelajaran inovatif
yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Instruction atau disingkat PBI) merupakan suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah.
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu model pembelajaran dimana
siswa dituntut untuk memecahkan suatu permasalahan yang nyata mereka alami
dalam kehidupan sehari-hari, melalui serangkaian proses inkuiri. Dari proses inkuiri
tersebut siswa menemukan dan membangun konsep yang kemudian dengan bekal
pengetahuan dan konsep yang telah mereka peroleh itulah siswa memecahkan
permasalahan yang mereka hadapi. Di samping sebagai sarana untuk membangun
konsep, Pembelajaran Berbasis Masalah juga merupakan wahana untuk melatih
kemandirian, mengembangkan ketrampilan berpikir, kreativitas serta kepercayaan diri
siswa.
38
b. Alasan Penggunaan
Kemampuan untuk memecahkan masalah mutlak dimiliki oleh siswa, pelatihan
terhadap kemampuan ini diakomodir melalui penerapan model pembelajaran berbasis
masalah.
a. Tujuan
PBI utamanya diterapkan dengan tujuan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan
intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
b. Manfaat
Siswa mampu menguasai konsep atau pengetahuan yang dipelajari secara
komprehensif, tidak sekedar mampu menghafal dimana suatu saat pengetahuan
tersebut bisa saja hilang dari ingatan.
c. Langkah-langkah Penggunaan
Langkah-langkah atau sintaks penggunaan metode PBI dapat dilihat dalam tabel
berikut ini.
Fase-fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Orientasi siswa pada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat
pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Fase 2
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing
penyelidikan individual
maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan dan
39
menyajikan hasil karya model yang membantu mereka untuk membagi tugas
dengan temannya.
Fase 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses
yang mereka gunakan.
40
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard. I. 2007. Belajar Untuk Mengajar. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto
dan Sri Mulyantini Soetjipto. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Joyce, Bruce. Dkk. 2009. Model-Model Pengajaran. Terjemahan oleh Achmad Fawaid dan
Ateilla Mirza. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-
Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-
Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo
Rahmi, Ali. 2008. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Bumi
Aksara.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Salvin, R.E. 2008. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktis. Bandung: Nusa Media
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana Pustaka
Suyitno, Amin. 2004. Dasar-Dasar Proses Pembelajaran Matematika. Semarang: UNNES
Press