trauma tumpul

46
Referat TRAUMA TUMPUL PADA MATA Oleh Dwi Srihandayani NIM. I1A006010 Pembimbing Dr. H. Agus F. Razak, Sp.M BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA

Upload: cutechooey

Post on 12-Dec-2014

217 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Mata

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Tumpul

Referat

TRAUMA TUMPUL PADA MATA

Oleh

Dwi Srihandayani

NIM. I1A006010

Pembimbing

Dr. H. Agus F. Razak, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA

FK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

Oktober, 2012

Page 2: Trauma Tumpul

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3

I.TRAUMA TUMPUL BOLA MATA................................................................3

II. BERBAGAI KERUSAKAN JARINGAN MATA AKIBAT TRAUMA

DAN PENANGANANNYA................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Trauma Tumpul

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang

dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan

rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu

fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab

yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda,

karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah.

Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering

mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya

kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu

lintas.1Setiap tahunnya di Amerika Serikat terdapat sekitar 2,4 juta kasus trauma

pada mata, di mana 20.000 sampai 68.0000 dengan trauma yang mengancam

penglihatan dan 40.000 orang menderita kehilangan penglihatan yang signifikan.1

(USEIR) merupakan sumber informasi epidemiologi yang digunakan

secara umum di AS. Menurut data dari USEIR (United States Eye Injury

Registry), rata-rata umur orang yang terkena trauma okuli adalah 29 tahun, dan

laki-laki lebih sering terkena dibanding dengan perempuan. Sedangkan

berdasarkan studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkana

trauma okuli perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering

mengkonsumsi alkohol, trauma terjadi di rumah. Selain itu cedera akibat olah raga

dan kekerasan merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan trauma.2

1

Page 4: Trauma Tumpul

Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk trauma tumpul, trauma

tembus bola mata, trauma kimia, dan trauma radiasi. Trauma tumpul dapat

dibedakan menjadi dua yaitu kontusio yang merupakan kerusakan yang

disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar terhadap bola mata tanpa

menyebabkan robekan pada dinding bola mata. Kedua yaitu konkusio yang

merupakan kerusakan tidak langsung, trauma terjadi pada jaringan mata kemudian

getarannya sampai ke bola mata. Baik kontusio maupun konkusio dapat

menimbulkan kerusakan jaringan berupa kerusakan molekuler, reaksi vaskuler,

dan robekan jaringan. Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan kerusakan dari

palpebra sampai dengan saraf optikus.3

2

Page 5: Trauma Tumpul

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TRAUMA TUMPUL BOLA MATA

Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda

yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut

dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan

pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.3,4 Trauma tumpul biasanya terjadi

karena kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan

lalu lintas.5 Trauma tumpul dapat bersifat Coupe maupun Counter Coupe, yaitu

terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang

berseberangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan

sampai dengan makula.6

Gambar 2.1. Gambar anatomi bola mata

3

Page 6: Trauma Tumpul

Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang

berat, tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera

yang fatal. Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga

memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma.

Trauma okuli tumpul dapat berupa non-peroforasi, perforasi, laserasi,

maupun ruptur. Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology definisi trauma

pada mata dapat didasarkan pada tabel berikut: 7

Tabel 2.1. Definisi trauma Okuli menurut BETT

4

Page 7: Trauma Tumpul

Menurut BETT klasifikasi trauma okuli dapat digambarkan menurut bagan

berikut:7

Menurut klasifikasi BETT trauma okuli dibedakan menjadi closed globe

dan open globe. Closed globe adalah trauma yang hanya menembus sebagian

kornea, sedangkan open globe adalah trauma yang menembus seluruh kornea

hingga masuk lebih dalam lagi. Selanjutnya closed globe injury dibedakan

menjadi contusio dan lamellar laceration. Sedangkan open globe injury

dibedakan menjadi rupture dan laceration yang dibedakan lagi menjadi

penetrating, IOFB, dan perforating.7

Trauma tumpul dapat menimbulkan kerusakan jaringan dari palpebra

sampai dengan saraf optikus berupa:

kerusakan molekuler,

reaksi vaskuler, dan

robekan jaringan.

5

Page 8: Trauma Tumpul

2.1.1 Anamnesis

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma,

benda apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda yang

mengenai mata tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan bagaimana

kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda

yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi atau

bahan lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah

pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan. Ditanyakan

juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan keluarnya darah dan

rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya.3

2.1.2 Pemeriksaan Fisik

Suatu anamnesis yang baik dan terarah akan membantu dokter dalam melakukan

pemeriksaan fisik yang tepat.1,3

Pada pasien yang sadar dan kooperatif, visus harus dinilai:

o Untuk menilai tajam penglihatan pada pasien yang berbaring di

tempat tidur dapat digunakan kartu baca.

o Jika terdapat ekimosis dan edema pada palpebra, dapat digunakan

spekulum namun sebelumnya diberikan anestesi topikal.

Segmen anterior idealnya diperiksa dengan menggunakan slit lamp:

o Perhatikan apabila terdapat laserasi kornea-sklera. Lokasi dan

lebar laserasi dicatat.

o Jika terdapat prolaps intraokuler melalui laserasi maka

pemeriksaan selanjutnya harus dilakukan di dalam kamar operasi.

6

Page 9: Trauma Tumpul

o Pengukuran tekanan intraokular juga perlu dilakukan, karena

tekanan pada bola mata dapat menimbulkan keluarnya isi bola

mata.

Ukuran dan bentuk pupil harus dicatat, serta reaksi terhadap cahaya. Jika

memungkinkan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat

defek pupil aferent yang relatif.

Tes konfrontasi untuk mengetahui lapangan pandang harus dilakukan.

Mata yang sehat juga perlu diperiksa, termasuk pemeriksaan fundus

Setelah ditegakkan diagnosa laserasi kornea-sklera, maka mata dibebat

dan tidur dengan menggunakan bantal yang ditinggikan.

Gejala-gejala lain seperti nyeri, mual dan muntah harus diberikan obat-

obat simptomatik.

Gambar 2.2. Tanda dari trauma mata

7

Page 10: Trauma Tumpul

2.2 BERBAGAI KERUSAKAN JARINGAN MATA AKIBAT TRAUMA

DAN PENANGANANNYA

2.2.1. Orbita

Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong

dan menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan

fraktur dari maksila yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod

pada zygoma yang akan mengenai dasar orbita.1

Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan

paralisis otot-otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus.

Diplopia dapat disebabkan kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi

orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior orbita dan jaringan di

sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh forseps

menjadi terbatas.1

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas

adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai

pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan

sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan

meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan

secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata. Analgetik,

antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan. Induksi anestesi

umum harus menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi

neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan bola mata,

sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.1

8

Page 11: Trauma Tumpul

Gambar 2.3. Fraktur orbita pada mata kanan

Gambar 2,4. Tanda fraktur orbita

2.2.2. Palpebra

Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai

mata dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan

subkutis, dan erosi palpebra.8

Hematom palpebra merupakan pembengkakan atau penimbunan

darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.

Biasanya terjadi pada trauma tumpul kelopak mata. Bila perdarahan terletak

9

Page 12: Trauma Tumpul

lebih dalam mengenai kedua kelopak dan berbentuk kaca mata hitam yg sedang

dipakai,disebut hematom kaca mata. Bisa terjadi akibat pecahnya arteri

oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Dapat diberikan kompres

dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah

lama, untuk memudahkan absorpsi darah dapat di lakukan kompres hangat pada

kelopak mata. 3,4

Trauma tumpul dapat pula menimbulkan luka laserasi pada palpebra. Bila

luka ini hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula.8

Gambar 2.5. Laserasi palpebra

2.2.3. Konjungtiva

Edema Konjungtiva

Jaringan konjungtiva akan terjadi kemotik. Kemotik konjungtiva yang

berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah

rangsangan terhadap konjungtiva. Dapat diberikan dekongestan untuk mencegah

pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. 3,4

Hematoma Subkonjungtiva

Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah

konjungtiva (arteri konjungtiva dan arteri episklera). Pecahnya pembuluh darah

10

Page 13: Trauma Tumpul

ini akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii atau pada keadaan pembuluh

darah yang rentan dan mudah pecah misalnya pada usia lanjut, hipertensi,

arteriskerosis. Pemeriksaan Funduskopi diperlukan bila tekanan bola mata

rendah dengan pupil lonjongdisertai tajam penglihatan yang menurun dan

hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk

mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. Pengobatan dini dilakukan

kompres hangat, Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1

– 2 minggu tanpa diobati. 3,4,6

Gambar 2.6. Hematoma Subkonjungtiva

2.2.4. Sklera

Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total,

bilik depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan

bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi

karena trauma langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula

terjadi pada trauma tak langsung.9

11

Page 14: Trauma Tumpul

Gambar 2.7. Perdarahan subkonjungtiva disertai robekan sklera

Penanganan robekan sklera, jika robekannya kecil, sekitar robekan

didiatermi dan robekannya dijahit. Pada robekan yang besar, lebih baik dilakukan

enukleasi bulbi, untuk hindarkan oftalmia simpatika. Robekan ini biasanya

terletak dibagian atas.9

2.2.5.Koroid dan korpus vitreus

Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid

ke belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga

dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila

perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus.

Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan

eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera.8

Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas

tegas, biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada

12

Page 15: Trauma Tumpul

membran Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis,

dan degenerasi koroid.8

Gambar 2.8. Perdarahan vitreus

2.2.6. Kornea

Trauma tumpul dapat mengenai membran descemet yang mengakibatkan

edema kornea. Pasien merasa penglihatan kabur dan terlihat pelangi disekitar

sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasido yang

positif. Edema kornea ynag berat akan dapat mengakibatkan masuknya

serbukan sel radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea.

Pengobatan diberikan NaCl, glukosa dan larutan albumin. Bila terdapat

peningkatan tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida.3,4

13

Page 16: Trauma Tumpul

Gambar 2.9. Edem kornea

Erosi Kornea

Akibat gesekan keras kornea dapat mengalami erosi. Erosi kornea

merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh

gesekan keras. Pasien merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang

mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, blefarospasme, fotofobia dan

penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh. Pada kornea akan

terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan fluoresein

akan berwarna hijau. Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam

penglihatan dan menghilangkan rasa sakit, pemberiannnya harus hati – hati karena

dapat menambah kerusakan epitel. Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya

dilepas atau dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika, akibat

rangsangan yang mengakibatkan spasmesiliar maka diberikan sikloplegik aksi

pendek seperti tropikamida. 3,4,8

14

Page 17: Trauma Tumpul

Gambar 2.10. Erosi kornea dengan fluorescein, iluminasi lampu putih

Gambar 2.11. Erosi kornea dengan fluorescein, iluminasi lampu biru

Pada kornea juga bisa terjadi laserasi.

Gambar 2.12. Laserasi kornea

2.2.7. Uvea

Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila

trauma ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan

15

Page 18: Trauma Tumpul

iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti

dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup

hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu

dengan kacamata.8

Iridodialis adalah disinsersi dari akar iris dan badan siliar, biasanya

bersamaan dengan terjadinya hifema. Pasien akan melihat ganda dengan satu

matanya, pupil terlihat menonjol. Sebaiknya dilakukan pembedahan dengan

melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas. 3,4

Gambar 2.13. Iridodialisis

Iridoplegia merupakan kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil

menjadi lebar atau midriasis, pasien sukar melihat dekat karena gangguan

akomodasi, silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil

terlihat tidak sama besar dan bentuknya ireguler, disertai lambat atau tidak adanya

refleks cahaya, dapat permanen atau sementara. Pasien sebaiknya istirahat untuk

mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian roborantia.3,4

Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.

Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar

okuli anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler

16

Page 19: Trauma Tumpul

okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan

dalam kornea. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan

kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik.8

Gambar 2.14. Robekan Iris

Gambar 2.15. Prolaps Iris

Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa

vasokonstriksi yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia.

Eksudasi kadang-kadang hebat sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan

iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui deposit-deposit pigmen

hemosiderin. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat

menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut

hifema.10

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera

oculi anterior). Hifema biasanya disebabkan trauma tumpul pada mata yang

17

Page 20: Trauma Tumpul

merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek

pembuluh darah iris dan merusak sudut camera oculi anterior (COA). Tetapi dapat

juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler ocular. Darah ini dapat

bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea. Inflamasi

yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa

menyebabkan perdarahan pada bilik depan mata. Kadang-kadang pembuluh darah

baru yang terbentuk pada kornea pasca bedah katarak dapat pecah sehingga timbul

hifema.6,11

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan

primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder

biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih

hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus

dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena

resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak

mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali. 4,6

Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor

pada iris, retinoblastoma, dan kelainan darah. Hifema spontan pada anak

sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukemia dan retinoblastoma.4

Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam

bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schiem sedangkan

sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat

dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan

setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari

18

Page 21: Trauma Tumpul

hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea

menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang

hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat

terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.4

Rakusin membagi hifema menjadi:11

- Hifema tingkat I : perdarahan mengisi ¼ bagian bilik depan mata

- Hifema tingkat II : perdarahan mengisi ½ bagian bilik depan mata

- Hifema tingkat III : perdarahan mengisi ¾ bagian bilik depan mata

- Hifema tingkat IV : perdarahan mengisi penuh bilik depan mata

Sumber lain, membagi hifema menjadi:9,10

- Hifema tingkat I : bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.

- Hifema tingkat II : bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan

mata.

- Hifema Tingkat III : bila perdarahan lebih dari 1/2 bilik depan mata.

- Hifema tingkat IV : total hifema

Gambaran klinik dari penderita dengan hifema traumatik adalah: 

perdarahan pada bilik depan bola mata (diperiksa dengan flashlight) kadang-

kadang ditemukan gangguan tajam penglihatan, ditemukan adanya tanda-tanda

iritasi dari conjunctiva dan pericorneal,  penderita mengeluh nyeri pada mata,

fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), sering disertai blepharospasme,

kemungkinan disertai gangguan umum yaitu lethargia, disorientasi, somnolen.11

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang

19

Page 22: Trauma Tumpul

terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk,

hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema

dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Selain itu, dapat terjadi

peningkatan tekanan intra ocular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk

menghindari terjadinya glaucoma.4

Gambar 2.16. Hifema

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior,

maka pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada

mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari

adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat

pigmentasi hemosiderin. Penanganan trauma tumpul dengan hifema, yaitu:11

20

Page 23: Trauma Tumpul

A. Perawatan konservatif / tanpa operasi

1. Tirah baring sempurna (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala

diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45º. Hal ini akan

mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita

mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli

mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus

dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan Darr dan Rakusin

menunjukkan bahwa dengan tirah baring sempurna absorbsi dari hifema

dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.

Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat

kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih

pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat

tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat

di antara para ahli. Edward- Layden lebih condong untuk menggunakan bebat

mata pada mata yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola

mata yang sakit. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata

akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa tak enak, dengan akibat

penderita (matanya) tidak istirahat Akhirnya Rakusin mengatakan bahwa dalam

pengamatannya tidak ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian

21

Page 24: Trauma Tumpul

bebat atau tidak terhadap absorbsi, timbuInya komplikasi maupun prognosa bagi

tajam penglihatannya

3. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah

mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat

absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas

digunakan obat-obatan seperti :

(a) Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun

parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya:

Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C.

Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik 

(Dipasaran obat ini dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan

darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk

memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya

perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya

kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan

gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio

kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.

(b) Midriatika Miotika

Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan

midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan

kerugian sendiri-sendiri: Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi

22

Page 25: Trauma Tumpul

meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.

Gombos menganjurkan pemberian midriatika bila didapatkan komplikasi

iridiocyclitis. Akhirnya Rakusin membuktikan bahwa pemberian midriatika dan

miotika bersama-samadengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan

mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja. Darr

menentangnya dengan tanpa menggunakan kedua golongan obat tersebut pada

pengobatan hifema traumatik.

(c) Ocular Hypotensive Drug

Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara

oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.

Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea,

manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan

bahwa cara ini tidak rutin.

Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah

diamox, glyserin, nilai selama 24 jam :

Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,

lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea

Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan

dievaluasi setiap hari

Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke

5-9 lakukan juga parasentesa

(d) Kortikosteroid dan Antibiotika

23

Page 26: Trauma Tumpul

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi

iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika. Yasuna

menganjurkan pemberian prednison 40 mg/hari secara oral segera setelah

terjadinya hifema traumatik guna mengurangi perdarahan sekunder.

(e) Obat-obat lain

Sedativa diberikan bilamana penderita gelisah. Diberikan analgetika

bilamana timbul rasa nyeri.

B. Perawatan operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma

sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea dan tidak ada

pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5

hari.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah:

1. Paracentesa : mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata melalui

lubang yang kecil di limbus. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan

diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam bilik mata depan pada hari

5-9.

2. Melakukan irigasi bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik,

3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka corneo-

scleralnya sebesar 120°.

24

Page 27: Trauma Tumpul

2.2.8 Lensa

Dislokasi Lensa

Dislokasi lensa terjadi karena putusnya zonula zinii yang akan

mengakibatkan kedudukan lensa terganggu. Bila zoluna ziniii putus maka lensa

akan mengalami luksasi ke depan (luksasi anterior) atau luksasi ke belakang

(luksasi posterior).3,4,13

25

Page 28: Trauma Tumpul

Gambar 2.17. Dislokasi Lensa

Subluksasi Lensa

Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga lensa berpindah

tempat, subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita

kelainan pada zonula zinii yang rapuh (Sindrom Marphan). Akibat pegangan

lensa pada zonula zinii tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung,

26

Page 29: Trauma Tumpul

dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang menjadi sangat cembung

mendorong iris kedepan sehingga sudut bilik mata tertutup, bila sudut bilik mata

menjadi sempit maka mudah terjadi glaukoma sekunder.3,4

Pada subluksasi biasanya dilakukan dengan koreksi terbaik sehingga tidak

timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit glaukoma maka dilakukan

ekstraksi lensa pada orang tua sedang pada orang muda dilakukan ekstraksi linear

atau ekstraksi lensa ekstrakapsuler.3

Luksasi lensa anterior 

Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa dapat

masuk kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan pengaliran

keluar cairan bilik mata yang dapat mengakibatkan glaukoma kongestif akut.

Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang

sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan

fisik terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik ma t a

depan, iris terdorong kebelakang dengan pupil yang lebar, tekanan bola mata yang

tinggi.3,4

Pada luksasi lensa anterior: harus dilakukan pengeluaran lensa yang

terletak didalam bilik mata depan. Tekanan bola mata sudah harus terkontrol baik

sebelum lensa dikeluarkan. Pembedahan lensa yang telah mengalami subluksasi

atau luksasi seringkali karena sering disertai penyulit pasca bedah, karena itu

diperlukan persiapan yang baik.3

Luksasi lensa posterior 

27

Page 30: Trauma Tumpul

Akibat putusnya zonula zinii diseluruh lingkaran ekuator sehingga lensa

jatuh kedalam badan kaca dan tenggelam dibawah polus posterior fundus okuli.

Pasien mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa yang

mengganggu kampus. Mata akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa , pasien

akan melihat normal dengan lensa + 12,0 dioptri untuk jauh , bilik mata

depan dalam dan iris tremulans.3,4

2.2.9 Retina

Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio

okuli. Bila hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa

terjadi pada tempat kontusio, tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling

diskus dan makula. Dapat pula terjadi nekrosis dan perdarahan retina yang pada

proses penyembuhan akan meninggalkan atrofi dan sikatrik.1

Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula

atau edema berlin. Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula

berwarna putih ke abu-abuan dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai

gambaran oklusi arteri retina sentralis. Edema dapat berkembang menjadi kistik

atau macular hole. Bila edema tidak hebat, hanya akan meninggalkan pigmentasi

dan atrofi. Segera setelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti oleh

vasodilatasi, menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di

retina, subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya

menyebabkan retinopati proliferatif.3,4

28

Page 31: Trauma Tumpul

Gambar 2.18. Edem Berlin

Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina

terjadi pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya,

sehingga trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina

sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada

kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai

dengan ablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi

akibat: 8

- Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat ruptur

- Perdarahan koroid dan eksudasi

- Robekan retina dan koroid

- Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.

- Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.

Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya

cedera makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular

29

Page 32: Trauma Tumpul

intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi

tersebut

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta, Widya Medika, 2000

2. Aronson AA. Corneal Laceration. http://emedicine.medscape.com/article/798005 diakses tanggal 14 Oktober 2012.

3. Ilyas S, dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, Edisi Kedua. Jakarta: CV. Sagung Seto.

4. Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

5. Eye Injuries: Recent Data and Trends in the United States http://www.aao.org/newsroom/guide/upload/Eye-Injuries - BkgrnderLongVersFinal-l.pdf diakses tanggal 14 Oktober 2012

6. Rappon J. Primary Care Ocular Trauma Management. Pacific University, Forest Grove, Oregon, USA. http://www.pacificu.edu/optometry/ce/courses/21042/primarycaretraumapg1.cfm diakses tanggal 14 Oktober 2012

7. Kuhn F. BEET: The Terminology of Ocular Trauma. http://www.thieme.de/detailseiten/inh/9783131257710.pdf diakses tanggal 14 Oktober 2012

30

Page 33: Trauma Tumpul

8. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. Injury to the eye. BMJ 2004;328:36-8

9. Lekuona K. Editorial : Assessing and managing eye injuries. Community eye Health Journal 2005; 18(55): 101-16

10. Berke SJ. Post traumatic glaucoma in ophtalmology. Edisi II: Yanoff M, Duker JS, Augsburger, Mosby, 2004.

11. Soerosa A. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Rudapaksa. CDK 1980; 19: 44-6

12. Blanch RJ and Scott RAH. Military ocular injury: presentation, assessment, and management. JR Army Med Corps 155(4): 279-84.

13. Kuhn F, Zlatko S. Damage control surgery in ocular traumatology. Int. J. Care Injured 2004; 35: 690-6.

31