tetanus

11
TETANUS A. Definisi Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin (toksin) yang dihasilkan oleh Clostridium tetani B. Faktor risiko 1. Tidak mendapat vaksinasi lengkap atau tidak melakukan pengulangan. Usia tua juga memperbesar resiko terserang tetanus karena imunitas terhadap tetanus sudah menurun. 2. Mengalami luka bakar 3. Mengalami injeksi intramuskuler 4. Bertato 5. Frosbite yang sering ditemukan pada pendaki gunung 6. Infeksi gigi seperti periodontal abscesses. 7. Mengalami luka tembus pada mata 8. Infeksi pada luka pemotongan tali pusar 9. Diabetes mellitus (mengalami gangren atau borok). 10. Mengalami luka kronik seperti borok, abses, gangren, dan operasi C. Gejala khas 1. terjadi setelah suatu trauma 2. Kontaminasi luka dengan tanah, kotoran binatang, atau logam berkarat. 3. Sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi intamuskular dan pembedahan. 4. Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek. Semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin lama. Inkubasi dan onset yang lebih pendek berkaitan dengan tingkat

Upload: moomiji

Post on 15-Jul-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

qq

TRANSCRIPT

TETANUS

A. Definisi

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus

otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin (toksin) yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani

B. Faktor risiko

1. Tidak mendapat vaksinasi lengkap atau tidak melakukan pengulangan. Usia tua juga memperbesar resiko terserang tetanus karena imunitas terhadap tetanus sudah menurun.

2. Mengalami luka bakar3. Mengalami injeksi intramuskuler4. Bertato5. Frosbite yang sering ditemukan pada pendaki gunung6. Infeksi gigi seperti periodontal abscesses. 7. Mengalami luka tembus pada mata8. Infeksi pada luka pemotongan tali pusar9. Diabetes mellitus (mengalami gangren atau borok). 10. Mengalami luka kronik seperti borok, abses, gangren, dan operasi

C. Gejala khas

1. terjadi setelah suatu trauma

2. Kontaminasi luka dengan tanah, kotoran binatang, atau logam berkarat.

3. Sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang

mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi

intamuskular dan pembedahan.

4. Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek. Semakin

besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin

lama. Inkubasi dan onset yang lebih pendek berkaitan dengan tingkat

keparahan penyakit yang lebih berat dan prognosis yang makin buruk.

5. Keluhan awal dari tetanus umum (generalized tetanus) adalah nyeri kepala,

gelisah dan iritabel, lalu diikuti dengan kekakuan, sulit mengunyah, sulit

menelan, dan leher kaku.

6. Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat disfungsi

otonomik .

7. Rigiditas adalah kontraksi otot terus menerus, dan terdapat resistensi saat

digerakkan secara pasif (oleh orang lain)

8. Spasme otot adalah kontraksi otot yang tidak disadari atau terkendali dan

biasanya disertai rasa nyeri

9. Disfungsi otonomik adalah gangguan pada fungsi otonomik (sistem saraf

simpatis + sistem saraf parasimpatis)

10. Spasme otot masseter menyebabkan trismus atau “rahang terkunci”, sehingga

membuat pasien kesulitan membuka mulut. Meluas ke otot-otot wajah

menyebabkan ekspresi wajah yang khas, “risus sardonicus” dan meluas ke otot-

otot untuk menelan yang menyebakan disfagia.

11. Spasme otot laring dan pernafasan mengakibatkan obstruksi saluran nafas dan

dapat mengakibatkan asfiksia.

12. Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi kepala.

13. Rigiditas tubuh menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi

14. Pasien dapat demam, walaupun banyak yang tidak, sedangkan kesadaran tidak

terpengaruh.

15. Toksin tidak mengganggu saraf sensorik maupun fungsi korteks dan pasien

tetap sadar, merasakan rasa nyeri yang kuat, terdapat rasa ketakutan terhadap

akan adanya kejang berikutnya.

16. Terdapat spasme otot yang bersifat episodik. Kejang bersifat mendadak,

kontraksi tonik yang kuat pada otot-otot sehingga posisi tangan mengepal,

lengan fleksi dan aduksi, sedang kaki hiperekstensi. Cahaya, suara dan

sentuhan adalah merupakan pencetus kejang. Pada awalnya, kejang ini hanya

berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan

dengan frekuensi yang lebih sering.

17. Spasme yang terjadi dapat sangat kuat sehingga menyebabkan fraktur atau

ruptur tendon. Jika sangat berat, terus-menerus, nyeri bersifat generalisata

sehingga menyebabkan sianosis dan gagal nafas.

18. Spasme faringeal sering diikuti dengan spasme laringeal dan berkaitan dengan

terjadinya aspirasi dan obstruksi jalan nafas akut yang mengancam nyawa.

19. Penyebaran kaudal yang progresif mempengaruhi seluruh tubuh.

20. Disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan pendarahan di dalam otot.21. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil 22. Takhikardia

D. Tipe Tetanus

Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:1. Generalized tetanus (tetanus umum)

Bentuk yang sering ditemukan dan dapat timbul mendadak. Memiliki pola

yang desendens. Gejala klinis seperti yang disebutkan diatas. Spasme dapat

berlangsung hingga 3-4 minggu. Selama periode ini penderita berada dalam

kesadaran penuh. Pemulihan sempurna memerlukan waktu hingga beberapa bulan.

2. Localized tetanus (tetanus lokal)

Tetanus lokal terjadi pada ekstremitas dengan luka yang terkontaminasi

serta memiliki derajat yang bervariasi. Kejang dan nyeri terjadi di otot sekitar luka.

Hal ini ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala

ini dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Dapat

berkembang menjadi bentuk umum namun dengan derajat yang lebih ringan.

Bentuk ini merupakan tetanus yang jarang dan memiliki prognosis yang baik. Hanya

sekitar 1% kasus yang menyebabkan kematian.

3. Cephalic tetanus (tetanus sefalik)

Tetanus sefalik merupakan bentuk tetanus yang jarang dan ditandai adanya

trismus dan paralisis dari ≥ 1 saraf otak. Secara klinik dapat juga ditemukan retraksi

kelopak mata, deviasi arah bola mata, risus sardonicus, spasme otot lidah dan faring,

dan disfagia.

Umumnya terjadi setelah trauma kepala atau setelah infeksi telinga tengah.

Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik (seringkali pada saraf fasialis).

Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki

masa inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya buruk dan memiliki angka mortalitas

yang tinggi.

4. Tetanus neonatorum

Tetanus neonatorum adalah tetanus umum yang terjadi pada neonates.

Onset biasanya dalam 3-12 hari dengan gejala tidak mau menyusu disertai

menangis, mulut mencucu dan spasme berat. Bayi gelisah, rewel, kurang bergerak,

kalau dipegang bayi menjadi tegang kaku, dan opistotonus. Umbilikus nampak kotor,

dengan bekuan darah atau basah, berbau, dan tidak terawat baik. Tetanus

neonatorum terjadi pada negara yang belum berkembang dan menyumbang

sekitar setengah kematian neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak

yang dilahirkan dari ibu yang tidak diimunisasi secara adekuat, terutama setelah

perawatan bekas potongan tali pusat yang tidak steril. Resiko infeksi tergantung

pada panjang tali pusat, kebersihan lingkungan, dan kebersihan saat mengikat dan

memotong umbilikus.

Biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan biasanya fatal apabila tidak

diterapi. Angka mortalitas dapat melebihi 70%. Diantara neonatus yang terinfeksi,

90% meninggal dan retardasi mental terjadi pada yang bertahan hidup.

E. Klasifikasi Ablett

Derajat I (ringan) : Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa

gangguan pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.

Derajat II (sedang) : Trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat

ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang dengan frekuensi

pernapasan lebih dari 30, disfagia ringan.

Derajat III (berat) : Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks

berkepanjangan, frekuensi pernapasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia

berat dan takikardia lebih dari 120.

Derajat IV (sangat berat) : Derajat tiga dengan gangguan otonomik erat

melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia terjadi

berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.

F. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi(8):

- Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat

luka.

- Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap

- Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan

otot perut (opisthotonus), rasa sakit serta kecemasan.

- Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek

- Kejang umum episodik dicetusklan dengan rangsang minimal maupun

spontan dimana kesadaran tetap baik.

- Uji spatula dilakukan dengan menyentuh dinding posterior faring dengan

menggunakan akat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika

terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit spatula), dan hasil negating

jika ada reflex muntah. Uji spatula memiliki spesifitas dan sensitivitas yang

tinggi.

- Temuan laboratorium (tidak ada yang spesifik):

- Lekositosis ringan

- Trombosit sedikit meningkat

- Glukosa dan kalsium darah normal

- Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat

- Enzim otot serum mungkin meningkat

- EKG dan EEG biasanya normal

- Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari

luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang

gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak

ditemukan.

- Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)

G. Diagnosis Banding

1) Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis. Dijumpai kaku kuduk(+), gangguan

kesadaran dan kelainan LCS dan tidak dijumpai trismus dan risus sardonikus.

2) Tetani karena hipokalsemia. Dijumpai adanya spasme karpopedal dan laryngeal

spasm.

3) Keracunan striknin: minum tonikum terlalu banyak (pada anak). Dijumpai kaku

otot muka dan leher. Pada stadium awal , terjadi gerakan ekstensi yang masih

terkoordinasi, akhirnya menjadi konvulsi tetanik. Episode kejang berulang,

frekuensi kejang >> dengan adanya rangsang sensorik.

4) Rabies: dijumpai hidrofobia dan kesukaran menelan, pada anamnesis terdapat

riwayat gigitan binatang.

5) Trismus akibat proses lokal yang disebabkan oleh mastoiditis, OMSK, dan abses

peritonsilar. Biasanya asimetris.

H. Penatalaksanaan

Tatalaksana umum

1. Menjaga saluran napas tetap bebas, Oksigen, pernafasan buatan dan tracheostomi

bila diperlukan.

2. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Mengatur keseimbangan cairan dan

elektrolit. Pemberian cairan secara intravena sekaligus pemberian obat-obatan.

3. Farmakologi obat-obatan yang biasa dipakai pada tetanus

Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat

kortikal. Setelah spasme berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis

rumatan sesuai dengan keadaan klinis pasien.

- Dosis dewasa : ringan 5-10 mg oral tiap 4-6 jam, sedang 5-10 mg i.v, berat

50-100 mg dalam 500 ml D5 diinfuskan 40 mg perjam

Kontraindikasi : Hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit, kehamilan, pasien dengan

kadar albumin rendah dan gagal hati.

Fenbarbital

- Dosis dewasa : 1mg/kgBB i.m tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400mg/hari

- Kontraindikasi : hipersensitivitas, gangguan fungsi hati, penyakit paru-paru

berat, pasien nefritis, dan kehamilan.

Baklofen intratekal. Relaksan otot kerja sentral.

- Dosis dewasa : <55 th = 100 mcg IT

>55 th = 800 mcg IT

Diberikan secara blus injeksi. Dapat diulang 12 jam atau lebih bila spasme

paroksismal kembali terjadi.

Dantrolen menstimulasi relaksasi otot dengan demodulasi kontraksi otot pada

daerah setelah hubungan myoneural dan dengan aksi langsungnya pada oto.

- Dosis dewasa : 1mg/kg i.v selama 3 jam. Diulang tiap 4-6 jam bila perlu.

Penisilin G. Terapi selama 10-14 hari

- Dosis dewasa : 10-24 juta unit/hari i.v terbagi dalam 4 dosis.

Metronidazole. Terapi selama 10-14 hari

- Dosis dewasa : 500mg per oral tiap 6 jam atau 1 g i.v tiap 12 jam. Tidak lebih

dari 4g/hari

Doksisiklin : 100mg oral/i.v tiap 12 jam

Vekuronium : 0,08-0,1 mg/kg i.v

A. Prognosis

Banyak faktor yang berperan penting dalam prognosis tetanus. Semakin pendek

masa inkubasi, prognosisnya menjadi semakin buruk. Semakin pendek masa awitan,

semakin buruk prognosis. Letak, jenis luka dan luas kerusakan jaringan turut

memegang peran dalam menentukan prognosis. Tetanus neonatorum dan tetanus

sefalik harus dianggap sebagai tetanus berat, karena mempunyai prognosis buruk.

Pemberian antitoksin profilaksis dini meningkatkan angka kelangsungan hidup,

meskipun terjadi tetanus. Berikut ini adalah skala/derajat keparahan yang

menentukan prognosis tetanus menurut sistem skoring Bleck

SISTEM SKORING 1 0MASA INKUBASI < 7 hari ≥ 7 hariAWITAN PENYAKIT < 48 jam ≥ 48 jamTEMPAT MASUK luka bakar, luka operasi,

bagian dari fraktur, aborsi septik, tali pusat, ataupenyuntikan intramuskular

Selain tempat tersebut

SPASME (+) (-)SUHUAKSILARREKTAL

38,4°C > 40°C

≤ 38,4°C ≤ 40°C

TAKIKARDIA DENGAN FREKUENSI LEBIH DARI 120X/MENIT (PADA NEONATUS >150X/MENIT)

(+) (-)

TETANUS UMUM (+) (-)

ADIKSI NARKOTIKA (+) (-)

TOTAL SKOR DERAJAT KEPARAHAN TINGKAT MORTALITAS

0-1 Ringan <10%

2-3 Sedang 10-20%

4 Berat 20-40%

5-6 Sangat berat >50%

Tetanus sefalik selalu merupakan derajat berat atau sangat berat

Tetanus neonatorum selalu merupakan derajat sangat berat