tetanus neonatorum

32
Marco Handoko Tetanus Neonatorum 2011 BAB I PENDAHULUAN Tetanus neonatorum merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan terjadinya penyakit tetanus pada neonatus (bayi berusia 3-28 hari). 1,2 Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit yang berbahaya dan memilki tingkat morbiditas yang tinggi. Data WHO tahun 2005 menunjukan Tetanus neonatorum merupakan penyebab dari 14 % kematian neonatus di dunia. 3 Clostridium tetani merupakan bakteri yang menyebabkan terjadinya penyakit tetanus, di mana pada bayi baru lahir infeksi terutama terjadi melalui luka saat pemotongan tali pusat atau akibat proses partus yang kurang steril. Proses partus dan penanganan tali pusat yang kurang steril memungkinkan adanya infeksi bakteri sehingga membahayakan baik bagi si bayi maupun ibu melahirkan. 1,3,4 Hal inilah yang menyebabkan 90% kasus tetanus neonatorum terjadi di negara negara yang kurang dan masih berkembang, di mana standar kesehatan masih sangat rendah dan fasilitas kesehatan yang layak tidak tersedia atau terbatas. 1,3,4 Terapi pada tetanus neonatorum meliputi pemberian antitoksin tetanus, pelemas otot dan pemberian makanan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 1

Upload: marco-handoko

Post on 01-Jul-2015

4.830 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

a review

TRANSCRIPT

Page 1: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus neonatorum merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan

terjadinya penyakit tetanus pada neonatus (bayi berusia 3-28 hari).1,2 Tetanus neonatorum

merupakan suatu penyakit yang berbahaya dan memilki tingkat morbiditas yang tinggi. Data

WHO tahun 2005 menunjukan Tetanus neonatorum merupakan penyebab dari 14 % kematian

neonatus di dunia.3

Clostridium tetani merupakan bakteri yang menyebabkan terjadinya penyakit tetanus,

di mana pada bayi baru lahir infeksi terutama terjadi melalui luka saat pemotongan tali pusat

atau akibat proses partus yang kurang steril. Proses partus dan penanganan tali pusat yang

kurang steril memungkinkan adanya infeksi bakteri sehingga membahayakan baik bagi si

bayi maupun ibu melahirkan.1,3,4 Hal inilah yang menyebabkan 90% kasus tetanus

neonatorum terjadi di negara negara yang kurang dan masih berkembang, di mana standar

kesehatan masih sangat rendah dan fasilitas kesehatan yang layak tidak tersedia atau

terbatas.1,3,4

Terapi pada tetanus neonatorum meliputi pemberian antitoksin tetanus, pelemas otot

dan pemberian makanan intravena.4 Selain itu juga dapat diberikan anti microbial,

debridement luka dan penanganan jalan napas pasien.4

Pencegahan penyakit ini sebenarnya sangat mudah dan menjadi fokus utama WHO,

yaitu dengan pemberian vaksin pada ibu sebelum atau selama masa kehamilan; proses partus

serta penanganan paska melahirkan yang steril. WHO telah mencanangkan program eliminasi

tetanus maternal dan tetanus neonatorum sejak tahun 1989. Program ini telah berhasil

dilaksanakan oleh negara-negara maju dan sebagian negara berkembang sehingga tetanus

neonatorum sangat jarang ditemukan di negara-negara tersebut.4

Keterbatasan ekonomi di negara-negara kurang berkembang menyebabkan tingginya

jumlah kasus tetanus neonatorum. Fasilitas kesehatan yang terbatas dan rendahnya

pengetahuan masyarakat akan masalah ini tetap menjadikan tetanus neonatrum sebuah

problematika kesehatan pada neonatal.1,4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 1

Page 2: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos yang berarti kencang atau tegang.1

Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis yang disebabkan

oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus berdasarkan gejala

klinisnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi (umum), tetanus local dan

tetanus sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering terjadi adalah tetanus generalisasi dan juga

merupakan bentuk tetanus yang paling berbahaya.1,3,4

Neonatal (berasal dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir)2

merupakan suatu istilah kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak bayi

lahir hingga usia 28 hari kehidupan.1,2

Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang terjadi pada

masa neonatal.3,4

ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi neorutoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan

bakteri Clostridium tetani pada masa neonatal. Umumnya infeksi terjadi akibat proses partus

dan penanganan tali pusat yang kurang steril.1,3 Penyakit ini khususnya terjadi pada bayi

dengan ibu yang belum mendapatkan imunisasi tetanus sebelumnya1,3

Pada tahun 1884, Arthur Nicolaier berhasil mengisolasi bakteri Clostridium tetani

yang hidup bebas dan pada tahun 1889 Kitasato Shibasaburo berhasil mengisolasi bakteri ini

dari manusia. Vaksin tetanus (Tetanus toxoid) pertama kali pada tahun 1924 oleh P

Descombey.1

EPIDEMIOLOGI

Tetanus merupakan suatu masalah kesehatan di berbagai belahan dunia dengan taraf

ekonomi rendah. Jumlah kasus tetanus neonatorum dapat dikatakan berbanding terbalik

dengan kondisi sosial ekonomi suatu negara. Semakin baik taraf sosial ekonomi suatu begara

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 2

Page 3: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

semakin sedikit pula jumlah kasus tetanus neonatorum di negara tersebut, demikian juga

sebaliknya.

Tetanus neonatorum saat ini merupakan suatu penyakit yang dapat dikatakan langka

di banyak negara maju dan berkembang, di mana proses partus yang steril dan pemberian

vaksin tetanus secara umum telah disosialisasikan dan dilaksanakan sebagai suatu prosedur

kesehatan wajib. Amerika Serikat memilki insiden tetanus neonatorum yang sangat rendah

yaitu 0,01/1000 kelahiran sejak tahun 1967.5

Tetanus neonatorum terjadi sama banyaknya baik pada laki-laki maupun wanita (1:1),

usia ibu yang paling sering mengalami tetanus maternal adalah antara usia 20-30 tahun

(berbanding lurus dengan usia melahirkan terbanyak). 90 % kasus tetanus neonatorum dan

tetanus maternal terjadi pada partus yang dilakukan di luar fasilitas kesehatan (di rumah,

dukun, dsb).6

Tetanus neonatorum memilki tingkat morbiditas yang tinggi, dimana > 50% kasus

tetanus neonatorum berakhir dengan kematian. Menurut data UNICEF, setiap 9 menit,

seorang bayi meninggal akibat penyakit ini.6 WHO menyatakan bahwa tetanus neonatorum

merupakan poenyebab dari 14 % kematian neonatus di seluruh dunia.7

Tetanus neonatorum dan tetanus maternal merupakan suatu kesatuan dan dengan

dieliminasinya tetanus neonatorum, maka tetanus pada ibu melahirkan secara tidak langsung

juga dieliminasi.5,6 Pada tahun 1989, WHO mencanangkan suatu program dengan target pada

tahun 1995, penyakit tetanus pada maternal-neonatus dapat dieliminasi dan pada tahun 2005

penyakit ini bukan lagi sebuah masalah kesehatan masyarakat dunia.8 Eliminasi dianggap

tercapai jika jumlah kasus tetanus neonatorum <1 kasus / 1000 kelahiran.6,8 Program ini

meliputi program vaksin toxoid tetanus dan penyediaan fasilitas kesehatan yang memenuhi

standard dan sosialisasi tentang penyakit ini di seluruh dunia.6,8

Penurunan drastis kematian neonatus akibat tetanus berhasil dicapai sejak

diberlakukannya program WHO tersebut, di mana pada tahun 1980, menurut data WHO

dilaporkan 800.000 neonatus meninggal akibat tetanus, dan kemudian pada tahun 2002

menurun menjadi 180.000 neonatus yang meninggal akibat penyakit ini.9 Kasus tetanus

neonatorum berkurang drastis setiap tahunnya dan pada tahun 2009, jumlah kematian

neonatus akibat tetanus adalah 61.000.9,10

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 3

Page 4: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

Hingga saat ini, Maternal-Neonatal Tetanus (MNT) masih belum berhasil dieliminasi

secara menyeluruh, di mana pada tahun 2009, penyakit ini masih merupakan suatu masalah

kesehatan 57 negara di dunia, terutama di Asia dan Afrika, termasuk di antaranya adalah

Indonesia.6,9 Sekitar 1 juta kasus tetanus dilaporkan dari seluruh dunia pada tahun 2010, dan

lebih dari 50 % kematian akibat penyakit ini terjadi pada neonatus.1

gambar 1 Perkiraan WHO tentang Eliminasi Tetanus Neonatorum Dunia

Indonesia walaupun belum berhasil mengeliminasi tetanus neonatorum ini, juga telah

berhasil menekan secara drastis jumlah kasus penyakit ini. Pada tahun 1980, jumlah kematian

akibat tetanus neonatorum di Indonesia adalah 71.000 (8 % dari total kematian akibat tetanus

neonatorum di seluruh dunia pada saat itu).10 Pada tahun 2010, WHO menyatakan bahwa

daerah Jawa dan Bali (59 % dari populasi Indonesia) telah berhasil bebas dari tetanus

neonatorum.11 Survey pada daerah-daerah lainnya masih dalam proses, dan diharapkan pada

tahun 2015, Indonesia secara keseluruhan sudah bebas dari penyakit ini.12 Selain itu, menurut

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 4

Page 5: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

survey jumlah daerah yang terlindungi dengan vaksin tetanus toxoid, Indonesia telah berhasil

meningkatkan jumlah perlindungan vaksin dari 79 % pada tahun 1990 menjadi 89 % pada

tahun 2010.10

MIKROBIOLOGI

Clostridium tetani merupakan suatu bakteri bersifat obligat anaerob, gram positif,

yang berasal dari genus Clostridium. Bakteri ini sering ditemukan pada tanah dan sebagai

parasit di traktus intestinal mamalia. Bakteri ini memiliki 2 fase hidup, yang pertama adalah

dalam bentuk vegetative dan kemudian memproduksi endospora.11

C. tetani dalam bentuk vegetatif berbentuk batang, rentan terhadap oksigen dan sangat

sensitif terhadap panas.

gambar 2 Bentuk vegetative C tetani

Bakteri ini kemudian akan menghasilkan endospora yang kemudian memberikan

karakteristik khas dari bakteri ini. Setelah menghasilkan endospora, C. tetani dapat berbentuk

seperti stik drum dan dapat bertahan terhadap panas, bahkan terhadap antiseptik.11

Clostridium tetani dalam bentuk spora dapat bertahan hingga suhu 121oC selama 0-15 menit.

Spora ini juga dapat bertahan terhadap berbagai antiseptik. (cth: phenol). Bentuk spora ini lah

yang umumnya bersifat infektif. 11,12 Pada pewarnaan gram, Clostridium tetani memberikan

gambaran seperti raket tenis.11

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 5

Page 6: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

gambar 3 C. tetani pada pewarnaan Gram.

Clostridium tetani menghasilkan 2 jenis eksotoksin, yaitu tetanolisin dan

tetanospasmin. Tetanolisin merupakan suatu eksotoksin yang bersifat sitolisin, sedangkan

tetanospasmin merupakan suatu neurotoksin dengan tingkat toksisitas teringgi ke dua

terhadap manusia, dengan batas lethal toksin 2,5 x 10-6 mg/kg berat badan.12

FAKTOR RESIKO

Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya tetanus neonatorum berhubungan

dengan rendahnya sterilisasi dan kebersihan dari proses partus, penanganan pasca persalina

yang tidak adekuat dan kurangnya pengetahuan dan sosialisasi vaksin tetanus toxoid di

berbagai negara miskin dan kurang berkembang.13

Faktor-faktor resiko tersebut mencakup faktor medis dan faktor non medis. Faktor

medis meliputi kurangnya standard perawatan prenatal (kurangnya perawatan antenatal pada

ibu hamil, kurangnya edukasi ibu hamil tentang pentingnya vaksinasi tetanus toxoid),

perawatan perinatal (kurang tersedianya fasilitas persalinan dan tenaga medis sehingga

banyak persalina dilakukan di rumah dan penggunaan alat-alat yang tidak steril, termasuk

dalam penanganan tali pusat) dan perawatan neonatal (neonatus lahir dalam keadaan tidak

steril, tingginya prematuritas, dsb).18 Faktor non medis sering kali berhubungan dengan adat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 6

Page 7: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

istiadat setempat (contoh: Beberapa suku di Pakistan sering kali mengoleskan kotoran sapi

pada lokasi pemotongan tali pusat).19

PATOFISIOLOGI

Dalam kondisi normal, sistem muskuloskeletal akan bereaksi sesuai dengan sinyal

(aktif potensial) yang berasal dari neuron-neuron (eksitatorik dan inhibitorik). Sel-sel neuron

akan bereaksi terhadap suatu sinyal dengan menghasilkan neurotransmitter dan dikeluarkan

menggunakan suatu protein membrane (synaptobrevin) menuju saraf motorik.

Neurotransmiter tersebut kemudian menyampaikan sinyal tersebut dan saraf motorik akan

merangsang serat otot untuk bereaksi.17,20,21

Pada kontraksi otot skeletal, neuron eksitatorik akan mengeluarkan neurotransmiter

(cth: Asetilkolin) untuk menyampaikan sinyal eksitatorik ke motor neuron yang merangsang

otot untuk berkontraksi, sementara itu neuron inhibitorik juga akan menghasilkan

neurotransmitter (cth: GABA) untuk membatasi dan memodulasi kontraksi yang terjadi, di

mana pada saat satu bagian otot berkontraksi, pada saat bersamaan terdapat otot lain yang

relaksasi (antagonis refleks).20 Infeksi Clostridium tetani menyebabkan neuron inhibitorik

gagal mengeluarkan neurotransmitter inhibitori, sehingga kontraksi yang terjadi tidak

diimbangi dengan inhibisi otot yang lain. Akibatnya baik otot agonis maupun antagonis

mengalami kontraksi dan tidak terkontrol sehingga terjadi spasme otot yang menjadi

gambaaran khas pada tetanus.19,20

Clostridium tetani menghasilkan endospora yang membutuhkan kondisi anaerobik

untuk dapat berkembang.18 Jaringan yang nekrosis atau mengalami infeksi merupakan lokasi

yang sangat mendukung bagi tumbuhnya bakteri ini.18 Bakteri ini biasanya masuk ke situs

luka dan setelah melalui proses germinasi (berkisar antara 3-21 hari), bakteri ini akan

menghasilkan 2 jenis exotoxin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin yang

dihasilkan oleh Clostridium tetani bersifat sitolisin, dan mengawali infeksi bakteri ini dengan

merusak jaringan-jaringan yang belum nekrosis dan mengoptimalkan suasana anaerob yang

terbentuk pada situs luka.17 Tetanospasmin sebagai neurotoksin kemudian menjadi agen

penyebab munculnya berbagai gejala klinis pada tetanus.17

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 7

Page 8: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

Tetanospasmin merupakan suatu neurotoksin yang berbentuk rantai polipeptida

ganda. Rantai polipeptida ini terdiri atas sebuah rantai polipeptida berat(100000 Da) dan 1

rantai polipeptida ringan(50.000 Da). Ke dua rantai tersebut dihubungkan oleh suatu

jembatan disulfida.3,17 Rantai polipeptida ringan (mengandung zinc metalloprotease) akan

berikatan dengan neuromuscular junction sedangkan rantai polipeptida berat (mengandung

suatu amino terminus yang berfungsi untuk memberi sinyal kepada sel) menyebabkan

tetanospasmin dapat masuk ke dalam akson3,18 Tetanospasmin kemudian masuk ke dalam sel

hingga mencapai sistem saraf pusat secara intra-aksonal. Setelah mencapai daerah intrasel,

tetanospasmin dapat berdifusi keluar dari sel dan berikatan dengan reseptor interneuron

inhibitorik (pada medulla spinalis). Tetanospasmin akan diendositosis ke dalam sel

intraneuron inhibitorik ini.18,21

gambar 4 susunan tetanospasmin

Di dalam sel, ikatan disulfida antara rantai polipeptida ringan dan berat akan rusak

akibat suasana asam, rantai polipeptida ringan kemudian akan masuk ke sitoplasma sel

intraneuron. Kandungan zinc metalloprotease yang terdapat pada rantai ringan ini kemudian

akan merusak synaptobrevin (protein membrane) yang dibutuhkan dalam proses transportasi

neurotransmitter dari sel interneuron menuju saraf motorik. Hal ini menyebabkan pelepasan

neurotransmitter inhibitori (terutama Gamma Amino Butric Acid/GABA) tidak dapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 8

Page 9: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

dilakukan. Dihambatnya transport GABA ini menyebabkan refleks antagonis otot skeletal

menjadi hilang, akibatnya terjadi kontraksi otot tidak terkontrol dan spasme dari otot-otot

skeletal.3,18,20,21 Tetanospasmin selain merusak refleks antagonis pada sistem musculoskeletal, pada tahap lanjut, juga mengganggu refleks antagonis sistem saraf

simpatik, sehingga pada kondisi tersebut, pelepasan katekolamin storm atau disebhiper-adrenergik.14,22

Masa inkubasi pada bayi lebih cepat dibanding tetanus tipe lain yaitu berkisar antara 3-10

hari, dan biasanya bermanifestasi pada akhir minggu pertama atau awal minggu ke dua pasca

persalinan sehingga sering kali disebut sebagai penyakit hari ke tujuh (disease of the seventh

day). Hal ini membantu membedakan tetanus neonatorum dengan penyakit lain pada

neonatus, di mana pada penyakit lain akan muncul gejala pada 2 hari pertama kehidupan.1

GEJALA KLINIS

Manifestasi awal yang ditemukan pada tetanus neonatorum dapat dilihat ketika bayi

malas minum dan menangis yang terus menerus.7 Bayi kemudian akan kesulitan hingga tidak

sanggup menghisap dan akhirnya mengalami gangguan menyusu. Hal tersebut menjadi tanda

khas onset penyakit ini. Kekakuan rahang (trismus) mulai terjadi, dan mengakibatkan

tangisan bayi berkurang dan akhirnya berhenti. Mulai terjadi kekakuan pada wajah (bibir

tertarik kearah lateral, dan alis tertarik ke atas) yang disebut risus sardonicus. Kaku kuduk,

disfagia dan kekakuan pada seluruh tubuh akan menyusul dalam beberapa jam berikutnya.7,18

Awalnya kekakuan tubuh yang terjadi bersifat periodik, dan dipicu oleh rangsangan-

rangsangan sensoris (suara atau sentuhan).1,7,18 Kemudian kejang akan terjadi secara spontan

dan akhirnya terus menerus. Spasme dan kejang berulang atau terus menerus yang terjadi

akan mempengaruhi sistem saraf simpatik sehingga terjadi vasokonstriksi pada saluran napas

dan akan terjadi apneu dan bayi menjadi sianosis. Hal ini merupakan penyebab kematian

terbesar pada kasus tetanus neonatorum.7,19,23

Pada saat spasme dan kejang berlangsung, kedua lengan biasanya akan fleksi pada

siku dan tertarik ke arah badan, sedangkan kedua tungkai dorsofleksi dan kaki akan

mengalami hiperfleksi. Spasme pada otot punggung menyebabkan punggung tertarik

menyerupai busur panah (opisthotonos).24

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 9

Page 10: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

Jarak antara gejala pertama muncul sampai munculnya gejala berikutnya pada kasus

tetanus neonatorum disebut periode onset. Periode onset ini berperan penting dalam

menentukan prognosis penyakit ini. Semakin pendek periode onset ini, semakin buruk

prognosisnya.6 Periode onset pada neonatus lebih pendek dibandingkan dengan pada anak

atau dewasa (lebih ke arah beberapa jam daripada beberapa hari seperti pada dewasa), hal ini

mungkin disebabkan jarak akson yang lebih pendek sehingga infeksi lebih cepat mencapai

CNS.6

gambar 5 Opisthotonos dan Risus Sardonicus

KLASIFIKASI TETANUS

Tetanus berdasarkan tingkat keparahannya diklasifikasikan oleh Ablett menjadi 4

stadium.

Tabel 1. Klasifikasi tetanus oleh Ablett berdasarkan tingkat keparahannya 18

Stadium Gejala Klinis

1. Ringan Trismus ringan, spastic tanpa spasme, tanpa disertai disfagia

2. Sedang Trismus sedang, spasme mulai muncul, disfagia ringan, mulai ada gangguan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 10

Page 11: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

respiratori, Jumlah napas > 30 x/menit

3. Berat Trismus berat, spastic dan spasme seluruh tubuh, disfagia berat, jumlah

napas >140x/menit, mulai muncul apneu dan sistem simpatis mulai tergang

ditandai takikardi >120x/menit

4. Sangat berat Stadium 3 ditambah dengan gangguan sistem saraf simpatis berat termasuk sistem

kardiovaskuler

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat gambaran dan gejala

klinis yang ada. Pemeriksaan kultur jarang dilakukan karena ditemukan tidaknya bakteri

Clostridium tetani bukan merupakan suatu tanda karakterisitik pada infeksi bakteri ini.

Pemeriksaan dengan spatula lidah dapat digunakan untuk mendeteksi dini penyakit ini. Hasil

positif ditunjukan ketika spatula disentuhkan ke orofaring lalu terjadi spasme pada otot

maseter dan bayi menggigit spatula lidah.25

KOMPLIKASI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 11

Page 12: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

1. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan/atau otot pernapasan menyebabkan

gangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada kasus tetanus

neonatorum.

2. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot berlebihan

yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan kepadatan

tulang masih belum sempurna

3. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat

menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti

jantung (cardiac arrest). Merupakan penyebab kematian neonatus yang sudah

distabilkan jalan napasnya.

4. Sepsis akibat infeksi nosokomial (cth: Bronkopneumonia)

5. Pneumonia Aspirasi (sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun minuman

yang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung)

KOMPLIKASI JANGKA PANJANG

Pada sebuah penelitian, ditemukan deficit neurologis pada sebagian penderita tetanus

neonatorum yang selamat. Gejala yang muncul dapat berupa cerebral palsy, gangguan

perkembangan intelektual maupun gangguan perilaku.26 Gejala tersebut didapatkan pada

anak-anak berusia 7-12 tahun. Hal ini diperkirakan terjadi akibat anoxia yang terjadi semasa

kejang yang terjadi. 26 Namun demikian presentasi terjadinya sequalae pada penyakit ini

belum dapat dipastikan.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan tetanus neonatorum pada dasarnya sama dengan tetanus lainnya,

yaitu meliputi terapi suportif (sedasi, pelemas otot, dsb) selama tubuh berusaha

memtabolisme neurotoxin, mencegah bertambahnya toxin yang mencapai CNS dan berusaha

membunuh kuman yang masih dalam bentuk vegetatif untuk mencegah produksi

tetanospasmin yang berkelanjutan.24 Perawatan di NICU mutlak diperlukan.7

Eliminasi kuman dalam bentuk vegetatif dilakukan dengan membersihkan situs luka;

debridement merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk membersihkan luka,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 12

Page 13: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

diharpakan dengan tindakan tersebut, suasana anaerobik yang dibutuhkan kuman untuk

germinasi dapat dihilangkan.18 Pemberian antibiotik diperlukan untuk membunuh kuman

bukan untuk netralisasi toksin. Penicillin G (100.000 U/kg/24 jam IV dibagi menjadi 4-6 kali

pemberian selama 10-14 hari) merupakan salah satu antibiotik pilihan,3 namun studi terbaru

menemukan bahwa penicillin merupakan suatu antagonis GABA sehingga dapat

meningkatkan efek dari tetanospasmin, oleh karenanya saat ini antibiotik pilihan adalah

Metronidazole IV (30 mg/kg/hari, dengan dosis maksimal 4 g/hari selama 10-14 hari).7

Netralisasi toksin dalam sirkulasi dilakukan dengan pemberian Tetanus

Immunoglobulin (TIG) 3000-6000 unit dosis tunggal intramuskular.7 Pada suatu penelitian

ditemukan bahwa dosis sebesar 500 unit memiliki efektifitas yang sama dengan pemberian

dosis yang lebih besar, namun hingga saat ini pemberian dosis TIG 3000-6000 unit (IM)

masih menjadi rekomendasi resmi WHO.7,24 Jika sediaan TIG tidak tersedia, pemberian anti-

tetanus serum (ATS) dapat menjadi pilihan alternatif. ATS dapat diberikan dengan dosis

10.000 unit dan pemberiannya dibagi menjadi 2 dosis ( ½ IM, ½ IV).3,7 Di negara-negara

miskin dan berkembang, TIG masih sulit didapatkan karena harganya yang mahal, sedangkan

ATS karena harganya yang lebih murah lebih banyak digunakan. Penggunaan ATS harus

didahului dengan uji desensitisasi terhadap antigen serum yang terkandung di dalamnya

karena sering menimbulkan reaksi alergi pada penderita.7,24 Pemberian TIG ataupun ATS

harus dilakukan secepatnya (maksimal 24 jam setelah didiagnosis), karena toksin tidak dapat

lagi dinetralisir oleh TIG atau ATS apabila sudah mencapai medula spinalis.3,18

Terapi Suportif

Terapi suportif mutlak diperlukan dan memegang peranan penting dalam menentukan

tingkat mortalitas yang terjadi.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah penanganan jalan napas. Penggunaan

ventilator merupakan pilihan utama. Selain itu pemberian muscle-relaxant atau sedative

dengan tujuan mengurangi spasme otot sekaligus melebarkan jalan napas. Obat yang terbukti

cukup efektif adalah benzodiazepine (cth: diazepam, midazolam).7,27 Diazepam memiliki efek

pelemas otot, anti anxietas dan sedasi. Hal itu menyebabkan diazepam efektif digunakan

dalam penanganan tetanus neonatorum.27 Pemberian diazepam bervariasi untuk tiap individu,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 13

Page 14: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

0,1-0,8 mg/kg/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis untuk spasme ringan, dan 0,1-0,3 mg/kg IV

dalam 4-8 jam untuk spasme sedang-berat. Diazepam kemudian dititrasi untuk maintenance

dose dengan dosis yang bervariasi dan belum memiliki suatu standard resmi. Pada suatu

laporan kasus, maintenance dose diberikan 0,08 mg/kg IV setiap 4 jam dan midazolam 0,1

mg/kg/jam.27

Pemberian cairan harus diberikan untuk menggantikan cairan dan elektrolit.

Pemberian makanan secara oral dilarang, karena dapat menyebabkan aspirasi, oleh karena itu,

nutrisi diberikan secara parenteral atau via nasogastric tube (NGT). Pada kasus neonatus

dengan jalan napas yang tidak berhasil distabilkan atau intubasi yang melebihi 10 hari,

trakeostomi dapat dilakukan.25

Pencegahan/Profilaksis

1. Proses persalinan yang steril yang didukung tenaga medis dan peralatan medis

yang mendukung

2. Pendidikan dan pengarahan tentang pentingnya persalinan yang steril dan

sosialisasi vaksinasi tetanus pada ibu hamil khususnya yang belum mendapat

vaksinasi atau dengan riwayat vaksinasi yang belum jelas.

3. Imunisasi pada ibu hamil merupakan fokus primer dalam pencegahan tetanus

neonatorum

VAKSINASI TETANUS

Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang bertindak sebagai

antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi antibodi dengan protein spesifik.

Pemberian vaksin tetanus toksoid dilakukan untuk profilaksis jika riwayat vaksin tidak

diketahui atau kurang dari 3 kali imunisasi TT.1

Imunisasi tetanus pada wanita masa subur (12 atau 15 tahun sampai 45 tahun) atau

sedang mengandung merupakan cara pencegahan tetanus neonatorum yang paling mudah dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 14

Page 15: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

efektif.7 Melalui imunisasi tetanus lengkap, proteksi terhadap infeksi tetanus mencapai lebih

dari 90%.

Wanita tanpa adanya riwayat imunisasi tetanus harus diberikan dua dosis tetanus

toxoid (TT) atau difteri tetanus toxoid (Td) atau DPT (difteri pertusis tetanus) dengan jarak

antar dosis minimal 4 minggu. Dosis ke 3 diberikan 6-12 bulan kemudian, dosis ke 4 satu

tahun sesudah pemberian dosis ke 3, dan dosis ke 5, 1 tahun setelah pemberian dosis ke 4.8

Pada wanita yang sudah pernah diimunisasi 1 kali baik dengan TT, Td, atau DPT,

dapat diberikan booster setiap 10 tahun.8

Pada wanita hamil dengan riwayat imunisasi yang jelas, harus diberikan vaksin

pertama secepatnya dan disusuli oleh dosis ke 2 maksimal 3 minggu sebelum melahirkan.8

Wanita yang sudah mendapat 2 dosis vaksin pada kehamilan sebelumnya harus

diberikan dosis ke 3 pada kehamilan berikutnya. Dosis ke 3 ini dapat memberikan

perlindungan hingga 5 tahun.8

Tabel 2 Rekomendasi jadwal imunisasi tetanus toxoid (TT) dan tetanus dan difteri toxoid (Td) untuk wanita pada masa subur yang belum divaksinasi

Dosis Jadwal Pemberian

TT1 atau Td1 Pada kontak pertama atau sedini mungkin saat kehamilan

TT2 atau Td2 Paling sedikit 4 minggu setelah dosis pertama

TT3 atau Td3 6-12 bulan setelah dosis kedua atau pada kehamilan berikutnya

TT4 atau Td4 1-5 tahun setelah dosis ketiga atau saat kehamilan berikutnya

TT5 atau Td5 1-10 tahun setelah dosis keempat atau saat kehamilan berikutnya

Tabel 3 Efikasi vaksin tetanus toxoid berdasarkan dosis

Dosis Interval minimum antar dosis

Percent protected Durasi proteksi

TT1 - - -

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 15

Page 16: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

TT2 4 minggu 80% 3 tahun

TT3 6 bulan 95% 5 tahun

TT4 1 tahun 99% 10 tahun

TT5 1 tahun 99% Mungkin seumur hidup

PERAWATAN PERSALINAN DAN PASCA PERSALINAN

Perawatan persalinan dan pasca persalinan yang bersih dan steril secara signifikan

dapat menurunkan jumlah infeksi perinatal, termasuk di dalamnya tetanus neonatorum.

Persalinan yang bersih didefinisikan sebagai suatu persalinan yang dibantu oleh tenaga medis

di dalam suatu institusi medis atau dilakukan di rumah dengan bantuan bidan dengan

prosedur persalinan yang higienis (memastikan kebersihan tangan, tali pusat, perineum, dan

semua substans yang digunakan).7

DIAGNOSIS BANDING

Tetanus neonatorum memilki ciri khas, namun demikian, beberapa kelainan lainnya dapat

menyebabkan kejang pada neonatus dan harus dapat dibedakan dari tetanus neonatorum.8

Secara umum penyebab kejang pada neonatus dapat dibagi menjadi 3 kategori:

1. Kongenital (anomaly cerebral)

2. Perinatal (komplikasi persalinan, trauma perinatal, anoxia, perdarahan intracranial)

3. Postnatal (infeksi dan gangguan metabolisme)

Kerusakan otak oleh karena gangguan kongenital atau perinatal dapat menyebabkan spasticity,

gerakan tubuh yang jerky, dan kejang. Cerebral contusion, umumnya berhubungan dengan trauma

pada saat persalinan atau kesulitan obstetrik lainnya, dan terjadi pada bayi cukup bulan. Sindrom

kerusakan otak sering menyebabkan laxness of mouth and tongue; refleks hisap hilang, dan bayi tidak

dapat menelan sejak lahir. Tidak ada kondisi yang menyebabkan trismus seperti tetanus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 16

Page 17: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

Infeksi terpenting saat neonatus adalah meningitis, umumnya berhubungan dengan

septicemia. Meningitis neonatorum dapat disebabkan oleh Streptococcus grup B, Escherichia coli,

Lysteria monocytogenes, atau Klebsiella-Enterobacter-Serratia. Dua infeksi pertama mencakup 70%

penyebab infeksi sistemik oleh bakteri pada neonatus. Bayi dengan meningitis datang dengan letargi,

kejang, episode apneu, sulit minum, hipotermi atau hipertermi, dan, kadang, respiratory distress pada

minggu pertama. Gejala yang sering ditemukan adalah ubun-ubun besar yang tegang.

Infeksi streptococcus grup B dapat mengenai bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

Onset gejala dapat awal, dalam 48 jam pertama kehidupan, atau telat, antara 10 hari sampai 4 bulan.

Apneu merupakan gejala pertama yang sering ditemukan dan pneumonia dengan gagal napas dapat

terjadi.

Trismus tidak terdapat pada penyakit-penyakit di atas, dan sifat kejang berbeda dengan yang

disebabkan oleh tetanus. Kejang pada kondisi di atas umumnya terjadi dengan gerakan yang lebih

lambat dalam waktu yang lebih singkat dan umumnya hanya mengenai satu bagian tubuh. Pada

tetanus neonatorum, tidak ditemukan ubun-ubun tegang.

Gangguan metabolik meliputi hipoglikemi – terutama pada bayi BBLR atau bayi dari ibu

dengan diabetes – dan hipokalsemi. Insidens hipokalsemi pada neonatus tinggi pada hari pertama,

kedua, atau ketiga kehidupan, dan akhir minggu pertama. Hypocalcemic tetany pada bayi baru lahir

dapat menimbulkan kejang dan laringospasme. Kejang berbeda dengan yang disebabkan oleh tetanus,

dan umumnya disertai tremor dan muscle twitching, sedangkan hipokalsemi tidak menimbulkan

trismus atau rigiditas seluruh tubuh yang dilihat pada tetanus. Bayi dengan hypocalcemic tetany

kelihatan normal di antara episode kejang.

PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada masa inkubasi, waktu yang dibutuhkan dari inokulasi

spora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya gejala hingga spasme

tetanik yang pertama.29 Statistik terbaru menunjukkan tingkat mortalitas pada tetanus ringan-

sedang mencapai 6%. Sedangkan tetanus berat memiliki tingkat mortalitas 60%. 7

Suatu sistem penilaian untuk menilai prognosis dari tetanus dibuat oleh sebuah tim

dari Senegal.30 Semakin tinggi nilai yang didapat, semakin buruk prognosisnya.29

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 17

Page 18: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

Tabel 4. Sistem skor untuk menentukan prognosis Tetanus

Nomor Faktor Prognosis 1 point 0 point

1 Masa Inkubasi < 7 hari >7 hari

2 Masa Onset < 2 hari >2hari

3 Situs masuk kuman (port of entry) Umbilikus, uterus,

luka bakar, fraktur

terbuka, injeksi

intramuskular

Situs lain atau tidak

diketahui

4 Spasme yang muncul mendadak,

dan bertambah buruk (paroxysm)

ya Tidak

5 Suhu (diukur melalui rectal) >38,4o C ≤38,4o C

6 Nadi : pada dewasa :

pada neonatus :

> 120x/menit

> 150x/ menit

<120x/menit

<150x/menit

REFERENSI

1. Hinfey BP. eMedicine: Infectious Disease,Tetanus. Last updated January 28, 2011.

Diambil dari eMedicine website: http://emedicine.medscape.com/article/229594-

overview.

2. Mosby's Medical Dictionary, 8th edition. © 2009, Elsevier.

3. Arnon Stephen. Tetanus (Clostridium tetani). In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB. Nelson Textbook of Pediatrics. 17thed. p 951-953. Philadelphia PA: W.B.

Saunders; 2004

4. Neonatal Tetanus Elimination: Field Guide.1st Edition., Washington PAHO.1993

5. Grossman Mosses. Tetanus. In: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Rudolph’s

Pediatrics.20th ed. p 612-614. Stamford, Connecticut: Appleton and Lange; 1996

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 18

Page 19: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

6. Bardenheier B, Prevots DR, Khetsuriani N, Wharton M. Tetanus surveillance --

United States, 1995-1997. In: CDC surveillance summaries (July). MMWR

1998;47(no. SS-2):1-13.

7. Neonatal Tetanus Elimination: Field Guide.2nd Edition., Washington PAHO.2005

8. Maternal and Neonatal Tetanus. Diambil dari website UNICEF:

http://www.unicefusa.org/work/health/tetanus/

9. Maternal and Neonatal Tetanus Elimination by 2005, WHO/V&B/02.09

10. Tetanus in Immunization surveillance, assessment and monitoring.2010.Diambil dari

website WHO:

http://www.who.int/immunization_monitoring/disease/tetanus/en/index.html

11. Indonesia: WHO and UNICEF estimates of immunization coverage, 1997-2009.

WHO immunization monitoring 2010.

12. Regional Jawa Bali mencapai eliminasi tetanus maternal dan neonatal.2010. diambil

dari: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1281-regional-jawa-

bali-mencapai-eliminasi-tetanus-neonatal-dan-maternal-.html

13. Ryan KJ.Clostridium tetani. In: Sherris Medical Microbiology, 4th ed. Ray CG

(editors).McGraw Hill.2004

14. Tetanus. In Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases (The Pink

Book), 9th ed. p 273-275. Public Health Foundation.2006

15. MH Roper, JH Vandelaar, FL Gasse. Maternal and Neonatal Tetanus. Lancet. 2008

Feb 2;371(9610):385-6.

16. Tetanus in Immunization, vaccines and biologicals.2008.Diambil dari website WHO:

http://www.who.int/immunization/topics/tetanus/en/index.html

17. Tetanus in Immunization surveillance, assessment and monitoring.2010.Diambil dari

website WHO:

http://www.who.int/immunization_monitoring/disease/tetanus/en/index.html

18. Handel MJ, Protheroe RT, Cook MT. Tetanus: a review of the literature.2001. Br J

Anaesth ; 87: 477–87

19. Ilic M, et al. Neonatal tetanus: a report of a case.2010. Turk J Pediatr; 52: 404-408

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 19

Page 20: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

20. Suleman O. Mortality from tetanus neonatorum in Punjab (Pakistan).1982. Pak

Pediatr J, 6(2-3):15-83

21. Animaton of Tetanospasmin mechanism.W. W. Norton & Company: Microbiology

Animations

22. Todar K. Pathogenic Clostridia, including Botulism and Tetanus. In: Todar’s online

textbook of bacteriology.2011

23. Haddad El Boutros, Hanrahan Jill, Assi Maha. Tetanus: the Forgotten Disease. A case

report.2007. KUMC; p: 9-14.

24. Wassilak SGF, Roper MH, Kretsinger K, Orenstein WA. Tetanus Toxoid. In: Plotkin

S, Orenstein W, Offit P. Vaccines 5th ed. p 806-809. Elsevier Saunders.2006

25. Eldich RF, et al. Management and treatment of Tetanus.2003. J Long Term Eff Med;

13(3), 139-154

26. Teknetzi P, Manios S, Katsouyanopoulos V. Neonatal tetanus-long term residual

handicaps.Arch Dis Child 58:68-69, 1983

27. Khoo BH, Less EL, Lam KL. Neonatal tetanus treated with high dose diazepam. Arch

Dis Child 1978;53:737–739.

28. Wassilak SGF, Roper MH, Kretsinger K, Orenstein WA. Tetanus Toxoid. In: Plotkin

S, Orenstein W, Offit P. Vaccines 5th ed. p 820-823. Elsevier Saunders.2006

29. Ogunrin OA. Tetanus-A review of current concepts in management.2009. bjpm 11:

46-59

Ralat

Protokol pemberian diazepam pada tetanus neonatorum:

- Pemberian diazepam 10 mg/kg/hari secara IV, atau dengan bolus IV setiap 3-6 jam

dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg/kali pemberian.

- Dosis maksimal diazepam : 40 mg/kg/hari

- Pemberian via pipa nasogastric ataupun rectal dapat diberikan apabila jalur infuse

belum terpasang (dosis sama dengan IV)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 20

Page 21: Tetanus neonatorum

Marco Handoko Tetanus Neonatorum

2011

- Bila frekuensi napas < 30x/menit, dan alat bantu napas tidak tersedia, pemberian

diazepam harus dihentikan

- Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara bertahap dan diberikan

melalui pipa nasogastrik (dengan asumsi pasien mengalami perbaikan)

Referensi: Panduan penatalaksanaan IDAI 2010

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak periode 7 Februari 2011 - 16 April 2011 Page 21