tetanus

18
PATOGENESIS Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi oksigen. Penyebaran toksin Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai berikut : 1. Masuk ke dalam otot Toksin masuk ke dalam otot yang terletak di bawah atau sekitar luka, kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinaps masuk ke dalam susunan saraf pusat. 2. Penyebaran melalui sistem limfatik Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik. 3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.

Upload: billa-nabilla

Post on 11-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

MEDIS

TRANSCRIPT

PATOGENESISClostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atauberkurangnya potensi oksigen.

Penyebaran toksinToksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai berikut :1. Masuk ke dalam ototToksin masuk ke dalam otot yang terletak di bawah atau sekitar luka, kemudian keotot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinaps masuk ke dalam susunan saraf pusat.2. Penyebaran melalui sistem limfatikToksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam noduslimfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka. Toksin bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.Mekanisme kerja toksin tetanus1. Jenis toksinClostridium tetani menghasilkan tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin mempunyai efek hemolisin dan protease, pada dosis tinggi berefek kardiotoksik dan neurotoksik. Sampai saat ini peran tetanolisin pada tetanus manusia belum diketahui pasti. Tetanospasmin mempunyai efek neurotoksik, penelitian mengenai patogenesis penyakit tetanus terutama dihubungkan dengan toksin tersebut.2. Toksin tetanus dan reseptornya pada jaringan sarafToksin tetanus berkaitan dengan gangliosid ujung membran presinaptik, baik pada neuromuskular junction, maupun pada susunan saraf pusat. Ikatan ini penting untuk transport toksin melalui serabut saraf, namun hubungan antara pengikat dan toksisitas belum diketahui secara jelas. Lazarovisi dkk (1984) berhasil mengidentifikasikan 2 bentuk toksin tetanus yaitu toksin A yang kurang mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan sel saraf namun tetap mempunyai efek antigenitas dan biotoksisitas, dan toksin B yang kuat berikatan dengan sel saraf.3. Kerja toksin tetanus pada neurotransmitterTempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf pusat, yaitu dengan jalan mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin, Gamma Amino Butyric Acid (GABA), dopamin dan noradrenalin. GABA adalah neuroinhibitor yang paling utama pada susunan saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf yang eksesif. Toksin tetanus tidak mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun GABA, namun secara spesifik menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah sinaps dangan cara mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan proses eksositosis.

Perubahan akibat toksin tetanus1. Susunan saraf pusatEfek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan listrik yangterus-menerus yang disebut sebagai Generator of pathological enhance excitation. Keadaan ini menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi tinggi dari SSP ke perifer, sehingga terjadi kekakuan otot dan kejang. Semakin banyak saraf inhibisi yang terkena makin berat kejang yang terjadi. Stimulus seperti suara, emosi, raba dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang karena motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain seperti retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval), hal ini mungkin karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin, ada beberapa yang resisten terhadap toksin.- Rasa sakitRasa sakit timbul dari adanya kekakuan otot dan kejang. Kadang kala ditemukan neurotic pain yang berat pada tetanus lokal sekalipun pada saat tidak ada kejang. Rasa sakit ini diduga karena pengaruh toksin terhadap sel saraf ganglion posterior, sel-sel pada kornu posterior dan interneuron.- Fungsi LuhurKesadaran penderita pada umumnya baik. Pada mereka yang tidak sadar biasanya berhubungan dengan seberapa besar efek toksin terhadap otak, seberapa jauh efek hipoksia, gangguan metabolisme dan sedatif atau antikonvulsan yang diberikan.

2. Aktifitas neuromuskular periferToksin tetanus menyebabkan penurunan pelepasan asetilkolin sehingga mempunyaiefek neuroparalitik, namun efek ini tertutup oleh efek inhibisi di susunan saraf pusat. Neuroparalitik bisa terjadi bila efek toksin terhadap SSP tidak terjadi, namun hal ini sulit karena toksin secara cepat menyebar ke SSP. Kadang-kadang efek neuroparalitik terlihat pada tetanus sefal yaitu paralisis nervus fasialis, hal ini mungkin n.fasialis lebih sensitif terhadap efek paralitik dari toksin atau karena axonopathi.Efek lain toksin tetanus terhadap aktivitas neuromuskular perifer berupa:- Neuropati perifer- Kontraktur miostatik yang dapat berupa kekakuan otot, pergerakan otot yang terbatas dan nyeri, yang dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah sembuh.- Denervasi parsial dari otot tertentu.

3. Perubahan pada sistem saraf autonomPada tetanus terjadi fluktuasi dari aktifitas sistem simpatis dan parasimpatis, hal inimungkin terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari kedua sistem tersebut. Mekanisme terjadinya disfungsi sistem autonom karena efek toksin yang berasal dari otot (retrograd) maupun hasil penyebaran intraspinalis (dari kornu anterior ke kornu lateralis medula spinalis torakal). Gangguan sistem autonom bisa terjadi secara umum mengenai berbagai organ seperti kardiovaskular, saluran cerna, kandung kemih, fungsi kendali suhu dan kendali otot bronkus, namun dapat pula hanya mengenai salah satu organ tertentu.4. Gangguan Sistem pernafasanGangguan sistem pernafasan dapat terjadi akibat :a. Kekakuan dan hipertonus dari otot-otot interkostal, badan dan abdomen; otot diafragma terkena paling akhir. Kekakuan dinding thorak apalagi bila kejang yang terjadi sangat sering mengakibatkan keterbatasan pergerakan rongga dada sehingga menganggu ventilasi. Tetanus berat sering mengakibatkan gagal nafas yang ditandai dengan hipoksia dan hiperkapnia. Namun dapat terjadi takipnea akibat aktifitas berlebihan dari saraf di pusat persarafan yang tidak terkena efek toksin.b. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret trakea dan bronkus karena adanya spasme dan kekakuan otot faring dan ketidakmampuan untuk dapat batuk dan menelan dengan baik. Sehingga terdapat resiko tinggi untuk terjadinya aspirasi yang dapat menimbulkan pneumonia, bronkopneumonia dan atelektasis.c. Gangguan mikrosirkulasi pulmonalKelainan pada paru bahkan dapat ditentukan pada masa inkubasi. Kelainan yang terjadi bisa berupa kongesti pembuluh darah pulmonal, edema hemoragik pulmonal dan ARDS. ARDS dapat terjadi pula karena proses iatrogenik atau infeksi sistemik seperti sepsis yang mengikuti penyakit tetanus.d. Gangguan pusat pernafasanPenderita mengalami penurunan resistensi terhadap asfiksia. Observasi klinis yang menunjukkan kecurigaan keterlibatan pusat pernafasan pada penderita tetanus adalah :- Adanya episode distres pernafasan akibat kesulitan bernafas yang berat tanpa ditemukan adanya komplikasi pulmonal, bronkospasme dan peningkatan sekret pada jalan nafas. Episode ini bervariasi dalam beberapa menit sampai 1 jam.- Adanya apnoeic spells, tanda ini biasanya berlanjut menjadi prolonged respiratory arrest (henti nafas berkepanjangan) dan akhirnya meninggal.5. Gangguan hemodinamikaKetidakstabilan sistem kardiovaskular ditemukan penderita tetanus dengan gangguan sistem saraf autonom yang berat.6. Gangguan metabolikMetabolik rate pada tetanus secara bermakna meningkat dikarenakan adanyakejang, peningkatan tonus otot, aktifitas berlebihan dari sistem saraf simpatik dan perubahan hormonal. Konsumsi oksigen meningkat, hal ini pada kasus tertentu dapat dikurangi dengan pemberian muscle relaxans. Katabolisme protein yang berat, ketidakcukupan protein dan hipoksia akan menimbulkan metabolisme anaerob dan mengurangi pembentukan ATP, keadaan ini akan mengurangi kemampuan sistem imunitas dalam mengenali toksin sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak cukupnya antibodi yang dibentuk.

Kontaminasi luka dengan spora C. tetaniC.tetani hasilkan tetanospasmin masuk ke pembuluh darah / limfatetanospasmin berikatan dengan terminal motor neuron di perifer masuk ke axon di transport ke badan sel saraf di medula spinalis dan batang otak melalui transport regtrograde intraneuronaltoxin bermigrasi ke presynaptic terminal toxin memotong synaptobrevin, protein untuk melepas neurotransmitermenghambat pelepasan NT inhibisi glycine dan GABAresting rate motorinhibisi kontraksi otot saraf otonom rigidityspasmhiperhidrosis perut papan kaki kanan & tangan kanan trismus opisthotonuskaku otot leher rhisus sardonicus nyeri punggungretraksi kepala cephalgia

KOMPLIKASI1) Saluran pernapasanOleh karena spasme otototot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman sehingga sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis akibat obstruksi oleh sekret.

2) KardiovaskulerKomplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer.3) Tulang dan ototPada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat kejang yang terusmenerus terutama pada anak dan orang dewasa.4) Komplikasi lain:- Laserasi lidah akibat kejang- Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja- Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi yaitu bronkopneumonia, cardiac arrest, septikemia dan pneumotoraks.

PENATALAKSANAAN1) Pengobatan Umum:- Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan harus tenang.- Perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H202.- Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka dibersihkan dengan pengisap lendir.2) Pengobatan Khusus:a) Anti Tetanus toksinSelama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:- Toksin bebas dalam darah- Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian antitoksin harus dilakukan:- Anamnesa apakah ada riwayat alergi- Tes kulit dan mata- Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.Tes mataPada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin tetanus 1:10 dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang lain hanya ditetesi garam faali. Positif bila dalam 20 menit, tampak kemerahan dan bengkak pada konjungtiva.Tes kulitSuntikan 0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali secara intrakutan. Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan terjadi kemerahan dan indurasi lebih dari 10 mm. Bila tes mata dan kulit keduanya positif, maka antitoksin diberikan secara bertahap.Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Behrman (1987) dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000100.000 u yang diberikan setengah lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat intravena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100200 cc glukosa 5% dan diberikan selama 12 jam. Di FKUI, ATS diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis 10.000 i.m, sekali pemberian.

b) Antikonvulsan dan sedatifObatobat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam penanganan tetanus ialah obat yang dapat mengontrol kejang dan menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakangerakan volunter atau kesadaran.Obatobat yang lazim digunakan ialah: - DiazepamBila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali i.v. perlahanlahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulangi setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral(sonde lambung) dengan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali sehari diberikan 6 kali.- FenobarbitalDosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 75 mg intramuskuler. Dilanjutkan dengan dosis oral 59 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 3 dosis.- LargactilDosis yang dianjurkan 4 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 6 dosis. c) Antibiotik- Penisilin ProkainDigunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani. Dosis: 50.000 u/kg.bb/hari i.m selama 10 hari atau 3 hari setelah panas turun. Dosis optimal 600.000 u/hari.- Tetrasiklin dan EritromisinDiberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin. Tetrasiklin : 3050 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis.Eritromisin : 50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.d) OksigenBila terjadi asfiksia dan sianosis.

e) TrakeostomiDilakukan pada penderita tetanus jika terjadi:- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi- Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan - Obstruksi larings- Koma.

PENCEGAHAN1) Perawatan lukaTerutama pada luka tusuk, kotor atau luka yang tercemar dengan spora tetanus.2) Imunisasi pasif Diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2 bentuk, yaitu: - ATS dari serum kuda;- Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH).Dosis yang dianjurkan belum ada keseragaman pendapat- 15003000 u i.m - 30005000 u i.m.Pemberian ini sebaiknya didahului dengan tes kulit dan mata.Dosis TIGH: 250500 u i.m3) Imunisasi aktif Imunisasi tetanus biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT; DT dan TT.- DPT : diberikan untuk imunisasi dasar- DT: diberikan untuk booster pada usia 5 tahun; diberikan pada anak dengan riwayat demam dan kejang - TT: diberikan pada: ibu hamil dan anak usia 13 tahun ke atas.Sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi, imunisasi dilakukan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan booster dilakukan pada usia 1,52 tahun dan usia 5 tahun. Dosis yang diberikan adalah 0,5 cc tiap kali pemberian secara intramuskuler.

PROGNOSISMeningkatnya kadar kematian pada penderita tetanus adalah berhubung dengan faktor- faktor berikut:a. Masa inkubasi yang pendekb. Onset kejang yang dini (early onset)c. Penanganan yang lambatd. Apabila terdapat lesi di kepala dan muka yang terkontaminasie. Tetanus neonatorumBerdasarkan 5 kriteria menurut Patel dan Joag, dibuat 5 tingkatan yaitu:a. Tingkat 1 (ringan):minimal 1 kriteria (K1 atau K2), mortalitas 0%b. Tingkat 2 (sedang):minimal 2 kriteria (K1atau K2) dengan masa inkubasi > 7hari dan awitan > 2 hari, mortalitas 10%c. Tingkat 3 (berat):minimal 3 kriteria (K1atau K2) dengan masa inkubasi < 7 hari dan awitan < 2 hari, mortalitas 32%d. Tingkat 4 (sangat berat):minimal 4 kriteria, mortalitas 60%e. Tingkat 5:minimal 5 kriteria termasuk tetanus neonatorum maupun puerperium, mortalitas 80%.