tafsir para fuqaha’ - drsmusthofiq.files.wordpress.com€¦ · web viewahkam al-qur’an ibn...
TRANSCRIPT
TAFSIR FIQHII. PENDAHULUAN
Tafsir Fiqhi adalah corak tafsir yang lebih menitikberatkan kepada
pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta
membahas perdebatan/perbedaan pendapat seputar pendapat-pendapat
imam madzhab.1 Tafsir fiqhi ini juga dikenal dengan tafsir Ahkam, yaitu tafsir
yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam al-Qur,an (ayat-ayat
ahkam).2 Tafsir fiqhi lebih populer dengan sebutan tafsir ayat ahkam atau
tafsir ahkam karena lebih berorientasi pada ayat-ayat hokum dalam alqur’an.3
II. PEMBAHASAN1. Mufassir Awwal ( Penafsir Alqur’an Pertama )
Orang yang pertama berhak menyandang predikat mufassir adalah
Rasulullah SAW., kemudian para shahabat, diantara mereka yang paling
terkenal adalah sepuluh orang yaitu ; empat khulafaurrasyidin, Ibnu Mas’ud,
Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, dan
Abdullah ibnu Zubair. Baru setelah ini periode mufassir tabi’in, kemudian
periode mufassir tabi’it tabi’in dan orang-orang yang setelahnya, yang pada
periode mereka ini dinamakan periode tadwin ( pengodifikasian). Seiring
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dengan cabang cabangnya
tafsirpun terus berkembang sampai periode mutakhirin. 4
Di masa Rasulullah para sahabat memahami Al-Qur’an dengan
“insting” kearaban mereka. Jika terjadi kesulitan dalam memahami sesuatu
ayat, mereka kembali kepada Rasulullah SAW lalu beliau menjelaskan
kepada mereka.
Setelah Rasulullah SAW wafat, para fuqaha dari kalangan sahabat
mengendalikan umat di bawah kepemimpinan Khulafa al Rasyidin. Jika
terdapat persoalan-persoalan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya,
maka Al-Qur’an merupakan tempat kembali mereka dalam mengistinbathkan
hukum-hukum syara’nya. Mereka pun sepakat atas hal tersebut.jarang sekali
1 Wahbah Zuhaili, et al. (Prof. Dr.) Ensiklopedia al-Qur’an. (Jakarta, Gema Insani, 2007), hal. 963.2 Muhammad Amin Suma, (Prof. Dr.) Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2001), Jilid 2 hal. 139. 3 Drs. Ahmad Izzan, M.Ag,2007, Metodologi Ilmu Tafsir, Tafakkur:Yogyakarta4 Wahbah Zuhaili, et al. (Prof. Dr.) Ensiklopedia al-Qur’an. Hal.
Tafsir Fuqaha21
mereka berselisih pendapat ketika terdapat kontradiksi dalam memahami
suatu lafazh, seperti perselisihan mereka mengenai ‘iddah bagi wanita hamil
yang ditinggal mati suaminya; apakah ‘iddah itu berakhir dengan melahirkan
atau empat bulan sepuluh hari ataukah dengan waktu paling lama diantara
keduanya? ini semua mengingat kepada berfirman Allah:
ذين صن أزواجا ويذرون منكم يتوفون وال بأنفسهن يترب وعشرا أشهر أربعة
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari. Q.S Al Baqarah,2: 234
.… …
“Dan prempuan-perempuan yang hamil, masa ‘iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungan mereka.”(Ath-Thalaq,65:4)
Keadaan seperti ini, sekalipun jarang terjadi, tetapi pada hakikatnya
merupakan awal dari suatu perbedaan pendapat di bidang fiqih dalam
memahami ayat-ayat hukum.
Ketika tiba masa empat imam fikih dengan kaidah-kaidah istinbath
hukum masing-masing, ditambah lagi berbagai peristiwa dengan membawa
persoalan barunya yang banyak dan belum pernah terjadi sebelumnya, maka
semakin bertambah pula sisi-sisi perbedaan pendapaat dalam memahami
ayat ayat hukum ini. Hal ini di sebabkan perbedaan segi dalalahnya, yang
setiap ahli fikih tentu berpegang pada apa yang dipandangnya benar, tetapi
bukan karena fanatisme terhadap suatu madzhab tertentu. Karena itu ia tidak
memandang dirinya hina jika ia mengetahui kebenaran pada pihak lain untuk
merujuk kepadanya.
Keadaan tetap berjalan demikian, sampai datanglah masa taklid
( periode muqallidin ) dan fanatisme madzhab. Pada periode ini aktivitas
ijtihad mulai ditinggalkan mereka hanya menjadi para pengikut imam mujtahid
yang sudah ada. Aktivitas mereka hanya terfokus pada penjelasan dan
pembelaaan terhadap madzhab mereka. Meskipun untuk itu mereka harus
membawa ayat-ayat Al -Qur’an kepada maknanya yang lemah ( dhoif ) dan
jauh dari makna yang rajih. Akibatnya, muncullah tafsir fikih yang khusus
Tafsir Fuqaha22
membahas ayat-ayat hukum dalam Al-Qu’an. Di dalamnya fanatisme
madzhab terkadang menjadi memanas dan kadang mereda 5
2. Para Mufassir Tafsir Fiqhi beserta hasil karyanya 6
Corak tafsir fiqhi terus berlangsung sampai masa kini. Diantara para
mufassir dengan corak tafsr fiqhi dan kitab-kitab hasil karyanya yang terkenal
adalah:
1. Ahkam al-Qur’an,disusun oleh al-Imam Hujjat al-Islam Abi Bakr
Ahmad bin Ali al-Razi, al-Jasshash (303-370 H/917-980M), salah
seorang ahli Fiqih dari kalangan madzhab Hanafi.
2. Ahkam Al-Qur’an al-Kiya al-Harasi, karya al-Kiya al-Harasai (w. 450
H/1058 M), salah seorang Mufassirin berkebangsaan Khurasan.
3. Ahkam al-Qur’an Ibn al-Arabi, merupakankarya momumental Abi Bakar
Muhammad bin Abdillah, yang lazim popular dengan sebutan Ibnul
‘Arabi (468-543 H/1075-1148 M)
4. Jami’ li Ahkam al-Qur’an wa a-Mubayyin lima tadzammanahu minal-as
Sunnah wa ayi al-Qur’an (himpunan hukum-hukum al-Qur’an dan
penhjelasan terhadap isi kandungannya dari al-Sunnah dan ayat-ayat
al-Qur’an), pengarangnya adalah abi Abdillah Muhammad al-Qurthubi
(W. 671 H./1272 M).
5. Tafsir Fath al Qadir, karya besar Muhammad bin Ali bin Muhammad
bin Abdullah al-Syaukani ( 1173 – 1250 H/1759 -1839 M)
6. Tafsiru Ayat Al-Ahkam, disusun oleh Syaikh Muhammad Ali As-Sayis
untuk kepentingan intrn mahasiswanya di Kulliyat al-Syari’ah wa al-
Qanun ( Fakultas Syari’ah dan undang-undang) di Universitas al-
Azhar Mesir. Tapi kemudian dibukukan dan diterbitkan sehingga
beredar luas di duniaIslam. Termasuk dalam lingkungan perguruan
tinggi agama Islam di Indonesia terutama di IAIN dan STIN yang
mencantumkan kitab tersebut sebagai salah satu buku wajib dalam
mata kuliah tafsir ahkam.
7. Tafsir al-Maraghi karangan Ahmad Musthafa al-Maraghi (1298-1373
H/1881-1945 M).
5 Syaikh Manna’ al-Qaththan, (PENGANTAR STUDI ILMU AL-QUR’AN , terjemahan Aunur Rafiq el Mazni, Pustaka Al-Kautsar Jakarta, 2006). Hal 467
6 Prof.Dr. Moh. Quraish Shihab, MA et all,2001, Sejarah & Ulum al qur’an,Pustaka Firdaus: Jakarta
Tafsir Fuqaha23
8. Al-Iklil fi Istinbath At-tazil, oleh As-Suyuthi
9. Tafsiru Ayat Al-Ahkam, oleh Syaikh Manna’ Al-Qaththan
10. Adwa’u al-Bayan, oleh Syaikh Muhammad Asy-Syinqithi
11. Al Kasysyaf ( Penyelidikan ) oleh al Zamakhsyari.
12. Ruhul Ma’ani ( Semangat makna) karya al Alusi.
13. Tafsir An Nasafi ( Tafsir Nasafi ) karya An Nasafi ( madzhab Hanbali )
14. Al Jaami’ li ahkam alqur’an ( Himpunan hukum-hukum alqur’an) karya
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al
Qurthubi ( madzhab Maliki )
15.Tafsir Al Kaabir atau Mafaatih al Ghaib ( Kunci Kegaiban ) karya
Fakhruddin al Razi ( madzhab Syafi’i )
3. Mengenal Tafsir FiqihBerikut ini di perkenalkan sebagian diantara Tafsir Fiqih :
a. Ahkam Al-Qur’an Penulis kitab ini adalah Abu Baker Ahmad bin Ar-Razi,dikenal dengan
nama Al-Jasshash, sebagai penisbatan kepada profesinya sebagai jashshash
(tukang plester).Dia salah seorang imam fikih Hanafi pada abad 4 H. Akam
Al-Qur’an itu adalah karyanya yang dipandang sebagai kitab tafsir fikih
terpenting, khususnya bagi penganut madzhab Hanafi.
Dalam kitab ini penulis memfokuskan pada penafsiran ayat-ayat yang
berkaitan dengan masalah hukum furu’ ia mengemukakan satu atau
beberapa ayat lalu mejelasakan maknanya secara ma’tsur, dengan perspektif
fikih. Salanjutnya ia mengetengahkan berbagai perbedaan antar madzhab
fikih tenteng hal berkenaan, oleh sebab itu, kitab ini di rasa oleh pembaca
bukan lagi sebuah tafsir, tetapi kitab fikih.
Al-jasshash memiliki panatisme yang kental terhadap madzhabnya,
sehingga berefek pada penafsiran atau pentakwilan suatu ayat. Akibatnya,
penafsiranya bias madzhab. Ia juga ekstrim dalam membantah pendapat
yang berbeda dengannya
Dari tafsirnya ini nampak jelas bahwa Al-Jasshash, juga penganut
aliran Mu’tazilah. Misalnya ia menagtakan tentang ayat,
…. “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.”(Al-An’am:103).
Tafsir Fuqaha24
Makna ayat ini ialah: Dia tidak dilihat oleh penglihatan mata. Ini
merupakan pujian dengan peniadaan penglihatan mata, seperti firmanya:
… … ”…tidak mengantuk dan tidak tidur…” Al-Baqarah:255).
Apa yang ditiadakan Allah untuk memuji diri-Nya dengan peniadaan
penglihatan dengan mata terhadap-Nya, maka menetapkan kebalikanya yaitu
tidak diperkenankan dilihat, karena yang demikian itu menetapakn sifat aib
dan kurang (bagi-Nya).
Pengertian ayat tersebut tidak bisa dibatasi dengan ayat,
”Orang-orang mukmin pada hari itu berseri –seri. kepada Tuhannya merka
melihat.”(Al-Qiyamah:22-23).
Sebab kata nazharu ats-tsawab (menunggu pahala), sebagaimana
diriwayatkan dari segolongan ulama salaf. Oleh karena ayat tersebut
memungkinkan untuk ditakwil, maka jangan dibawa kepada apa yang tidak
ditakwilkan.
Kitab ini telah diterbitkan dalam tiga jilid dan beredar luas dikalangan
ahli ilmu karena ia merupakan rujukan penting fikih Hanafi.
b. Ahkam Al-Qur’an 7
Adalah Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin
Abdullah bin Ahmad Al-Ma’arrifi Al-Andalusi Al-Isyibili salah satu ulama
Andalusia yang luas ilmunya. Dia bermadzhab Maliki. Kitabnya yang bertajuk
Ahkam Al Qur’an, merupakan rujukan bagi tafsir fikih kalangan pengikut
Maliki.
Dialah Ibnul ‘Arabi, orang yang cukup adil dan moderat dalam
tafsirnya. Tidak fanatik madzhab, cukup halus dalam membantah lawan-
lawan pendapatnya. Tidak seperti yang dilakukan Oleh Al-Jasshash. Namun
Ibnul ‘Arabi kurang peduli atas kesalahan ilmiah yang dilakukan oleh ulama
Maliki.
Dalam menafsirkan ayat, Ibnul ‘Arabi mengemukakan pendapat
berbagai ulama, tetapi yang masih memiliki kaitan dengan ayat-ayat hukum,
7 Manna Khalil al Qattan, 2001, Studi Ilmu-ilmu alqur’an, Lentera Antar Nusa: Jakarta.
Tafsir Fuqaha25
kemudian memaparkan berbagai kemungkinan makna ayat bagi madzhab
lain selain Maliki.
Ia memisahkan setiap poin-poin permasalahan dalam tafsir dengan
topik-topik tertentu. Misalnya ia mengatakan: ”Maslah pertama., masalah
kedua..,” dan seterusnya. Seperti disebutkan sebelumnya, ia cukup halus
dalam menghadapi lawan-lawan polemiknya. Sebagai contoh,
…. “Wahai orang-orang yang beriman,apabila kamu hedak mengerjakan shalt, maka
basuhlah mukamu…”(Al-Maidah:6)
Firman-Nya; “faghsilu” (artinya basuhlah). Asy-Syafi’i mengira (kata
sahabatnya yang bernama Ma’d bin Adnan di dalam fashahah, juga Abu
Hanifah yang lainya bahwa membasuh adalah menuangkan air pada sesuatu
yang di basuh tanpa menggosok-gosok. Kami telah menjelaskan lemahnya
pendapat ini dalam masalah khilafiyah dan di dalam tafsir surat An-Nisa.
Menurut kami, “membasuh” adalah menyentuhkan tangan atau benda lain
sebagai penggantinya dengan mengalirkan air.
Di dalam tafsirnya itu Ibnul ‘Arabi berpegang kepada masalah bahasa
dalam mengistinbatkan hukum, meninggalkan Israiliyat, mengkritik hadits-
hadits dha’if dan memperingatkannya.
Kitab tersebut telah di terbitkan beberapa kali. Di antaranya ada yang
dicetak dalam dua jilid besar dan ada pula yang di cetak dalam empat jilid.
Kitab itu beredar luas dikalangan para ulama.
c. Al-Jami’li Ahkam Al-Qur’anAdalah Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh Al-
Anshari Al-Khazraji Al-Andalusi seorang ulama ternama di kalangan Maliki.
Karyanya cukup banyak dan paling mashur adalah kitab tafsirnya:Al-Jami’li
Ahkam Al-Qur’an
Di dalam tafsirnya ini Al-Qurtubi tidak membatasi kajianya pada ayat-
ayat hukum saja., tetapi konprehensif. Metodologi tafsirnya adalah;
menyebutkan asbabun nuzul (sebab-sebab turunya ayat), mengemukakan
ragam Qira’at dan I’rab, menjelaskan lafazh-lafazh yang gharib (asing),
melacak dan menghubungkan berbagai pendapat kepada sumbernya,
Tafsir Fuqaha26
menyediakan paragraph khusus bagi kisah para mufassir dan berita-berita
dari para ahli sejarah, mengutip dari para ulama terdahulu yang dapat
dipercaya, khususnya penulis kitab hukum.Misalnya, ia mengutip dari ibnu
Jarir Ath-Thabari. Ibnu ‘Athiyah, Ibnu Arabi, Alkiya Harrasiy dan Abu baker Al-
Jasshash.
Al-Qurtubi sangat luas dalam mengkaji ayat-ayat hukum. Ia
mengetengahkan masalah-masalah khilafiyah, hujjah bagi setiap pendapat
lalu mengomentarinya. Dia tidak fanatik madzhab. Contohnya saat
menafsirkan firman Allah,
......... “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa dengan istri-istri kamu,”(Al-
Baqarah:187)
Dalam masalah kedua belas dari masalah yang terkandung dalam ayat
ini, sesudah mengemukakan perbedaan pendapat para ulama mengenai
hukum orang yang akan makan siang hari dibulan Ramadhan karena lupa,
dan mengutip pendapat Imam Malik, ynag mengatakan batal dan wajib
mengqadha ; Ia mengatakan, “Menurut pendapat selain Imam Malik, tidaklah
dipandang batal setiap orang yang makan karena lupa akan puasanya, dan
jumhur pun berpendapt sama bahwa barang siapa makan atau minum karena
lupa, ia tidak wajib mengqadha’nya. Dan puasanya tetap sempurna. Hal ini
berdasarkan pada hadits Abu Hurairah, katanya, Rasulullah bersabda, “jika
seseorang sedang berpuasa lalu makan atau minum karena lupa, maka yang
demikian adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya, dan ia tidak wajib
mengqadha’nya,”
Dari kutipan ini kita melihat, dengan pendapat yang dikemukakannya
itu Al-Qurtubi tidak lagi sejalan dengan madzhabnya sendiri, ia berlaku adil
terhadap madzhab lain.
Al-Qurtubi juga melakukan konfrontasi terhadap sejumlah golongan
lain. misalnya, ia menyanggah kaum Mu’tazilah, Qadariyah, Syi’ah Rafidhah,
para filosof dan kaum sufi ynag ekstrim. Tetapi dilakukan dengan bahasa
yang halus. Dan di dorong oleh rasa keadilan, kadang-kadang ia pun
membela orang-orang yang di serang oleh ibnul ‘Arabi dan mencelanya
karena ungkapan-ungkapannya yang kasar dan keras terhadap ulama. Dan
Tafsir Fuqaha27
jika perlu mengkritik, maka kritikannya pun bersih serta dilakukan dengan
cara sopan dan terhormat.
Kitab Al-Jami’Li Ahkam Al-Qur’an ini pernah hilang dari perpustakaan,
hingga akhirnya Dar Al-Kutub Al-Mishiriyah mecetaknya kembali. Kini bagi
para pembaca mudah untuk memperolehnya.
.
III. KESIMPULAN
1. Tafsir Fiqhi adalah tafsirnya lebih menitikberatkan kepada
pembahasan masalah-masalah fiqih.
2. Para Mufassir umumnya membela madzhab yang dianutnya, sehingga
kadang-kadang kurang obyektif.
3. Corak Tafsir Fiqhi sudah muncul sejak zaman rasulullah masih hidup,
karena Al-Qur’an merupakan dasar dan sumber utama hukum Islam,
4. Keberadaan Tafsir fiqhi sangat tampak ketika tiba masa empat imam
madzhab fikih, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali,
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan, Manna Khalil, (PENGANTAR STUDI ILMU AL-QUR’AN , terjemahan Aunur Rafiq el Mazni, Pustaka Al-Kautsar Jakarta, 2006).
Amin Suma, Muhammad, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2001)
Tafsir Fuqaha28