sumber fraktur ankle 2

44
TRAUMA Ankle fractures Aleksandar Lesic, Marko Bumbasirevic Institute for Orthopaedic Surgery and Traumatology, School of Medicine, Visfegradska 26, 11000 Belgrade, Serbia and Montenegro Kata Kunci : Fraktur Ankle; Pengobatan; Komplikasi; Prognosis Rangkuman Injuri ankle, terutama fraktur maleolus, cukup sering terjadi. Outcome penanganannya tergantung pada identifikasi mekanisme injuri yang benar dan realignment fraktur ankle dengan fiksasi yang sesuai. Diagnosis fraktur ankle dapat ditegakkan pada pemeriksaan radiologis awal dan jika hanya ada satu bagian yang patah pada ankle mortice, tanpa displacement yang signifikan, maka bisa ditangani dengan terapi non operatif. Double break ankle mortice ring yang disertai dengan displacement dan kerusakan tibiofibular memerlukan open reduction dan fixasi internal. Apapun teknik yang digunakan sebaiknya memberikan fiksasi yang stabil dan kongruensi sempurna pada ankle joint mortice dan seharusnya diikuti dengan mobilisasi awal. Pronasi atau Fraktur ankle tipe Weber C dan fraktur pilon dikaitkan dengan skor outcome yang lebih rendah sementara itu fraktur supinasi-eversi pada klasifikasi Lauge-Hansen ditandai dengan displacement dan komplikasi yang lebih sedikit. 1

Upload: gzz-ripp

Post on 21-Jan-2016

272 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

orthopedi journal of medicine free for you to download my file now

TRANSCRIPT

Page 1: Sumber Fraktur Ankle 2

TRAUMA

Ankle fracturesAleksandar Lesic, Marko BumbasirevicInstitute for Orthopaedic Surgery and Traumatology, School of Medicine, Visfegradska 26, 11000 Belgrade, Serbia and Montenegro

Kata Kunci : Fraktur Ankle; Pengobatan; Komplikasi; Prognosis

Rangkuman

Injuri ankle, terutama fraktur maleolus, cukup sering terjadi. Outcome

penanganannya tergantung pada identifikasi mekanisme injuri yang benar dan

realignment fraktur ankle dengan fiksasi yang sesuai. Diagnosis fraktur ankle dapat

ditegakkan pada pemeriksaan radiologis awal dan jika hanya ada satu bagian yang patah

pada ankle mortice, tanpa displacement yang signifikan, maka bisa ditangani dengan

terapi non operatif. Double break ankle mortice ring yang disertai dengan displacement

dan kerusakan tibiofibular memerlukan open reduction dan fixasi internal. Apapun teknik

yang digunakan sebaiknya memberikan fiksasi yang stabil dan kongruensi sempurna pada

ankle joint mortice dan seharusnya diikuti dengan mobilisasi awal.

Pronasi atau Fraktur ankle tipe Weber C dan fraktur pilon dikaitkan dengan skor

outcome yang lebih rendah sementara itu fraktur supinasi-eversi pada klasifikasi Lauge-

Hansen ditandai dengan displacement dan komplikasi yang lebih sedikit.

Sejarah

Fraktur ankle didefinisikan oleh Sir Pervical Pott pada tahun 1768, sebagai fraktur

fibula yang disertai dengan kerusakan deltoid.1 Fraktur bimaleolus didefinisikan oleh

Dupuytren pada tahun 1819 sebagai fraktur ankle tipe supinasi-eversi. Maison-neuve

pada tahun 1840 menjelaskan adanya fraktur spiral pada bagian proksimal fibula, yang

disebabkan oleh rotasi eksternal. Tillaux pada tahun 1872 menemukan terjadinya fraktur

avulse dari insersi tibia ke anterior tibiofibular ligament. Semuanya ini menjadi eponym

tipe tertentu dari fraktur ankle.2

Penanganan dan biomekanika fraktur ankle masih menjadi masalah, walaupun

telah ada berbagai publikasi klasifikasi dan makalah. Tujuan akhir penanganan fraktur

ankle adalah memperoleh posisi anatomi ankle mortice dan ankle joint yang stabil,

mobile, dan bebas nyeri. Injuri ankle sangat sering terjadi dan bisa melibatkan struktur

1

Page 2: Sumber Fraktur Ankle 2

tulang serta ligament.3 Tingkat keparahan trauma bervariasi dari ankle sprain sampai

unstable bi/trimalleolar fracture, pilon, dan open ankle fractures/ dislocations.

Ankle merupakan modified hinge joint yang terdiri dari tiga tulang (tibia, fibula,

dan talus), serta ligamen-ligamen yang mempersatukan tulang-tulang tersebut.4

Stabilitas talocrural ankle joint ditentukan oleh elemen osseus dan ligament yang

kuat. Lateral collateral ligament terdiri dari tiga komponen: anterior talofibular ligament

(ATFL), calcaneofibular ligament (CFL), dan posterior talofibular ligament (PTFL),

sementara itu medial deltoid ligament terdiri dari bagian superficial dan profundus

(bagian yang lebih kuat) yang merupakan medial stabilizers ankle joint.5

Ujung distal fibula berada di tibial groove, diperkuat oleh tibiofibular ligament

dan diberi nama syndesmosis. Bagian yang kompleks ini terdiri dari sekelompok

ligament – anteroinferior dan posteroinferior tibiofibular ligament dan yang paling kuat,

interosseus ligament yang merupakan bagian interosseus membrane yang paling tebal.2,4

Di sekitar ankle joint ada 11 tendon dan elemen neurovaskulernya.6 Tidak ada

perlekatan otot atau active stabilizers, sehingga stabilitas sendi hanya tergantung pada

struktur konfigurasi tulang dan capsuloligament.

Biomekanika

Ligament dan tendon yang berada di sekitar ankle joint memperkuat stabilitas

sendi demikian pula coupled motion pada sagital plane dan lebih sedikit pada frontal

plane. Pergerakan ankle memiliki rentang antara 150 sampai dengan 320 dorsiflexion

sampai 15-300 plantarflexion.7 Untuk langkah normal hanya diperlukan 100 dorsiflexion

dan 200 plantarflexion.8 Juga ada beberapa pergerakan fibula pada bagian distal

tibiofibular joint.9

Ankle merupakan weight bearing joint (sendi yang digunakan untuk menyangga

berat badan) yang dapat menahan beban sampai dengan lima kali lipat berat badan selama

berjalan dan berlari.5 Fibula bisa menahan seperenam berat badan. Fungsi ankle

tergantung pada pemeliharaan hubungan anatomi yang normal antara semua elemen ini,

terutama integritas syndemosis.

Dengan demikian, ankle injuries yang menurunkan tibiotalar contact area akan

menyebabkan peningkatan contact pressure, rasa nyeri pada sendi, dan meningkatkan

2

Page 3: Sumber Fraktur Ankle 2

degenerasi.10 Hal ini sering dijumpai pada syndemotic dan bipolar injuries, dengan talar

displacement dimana ankle joint inkongruen dan rentan terhadap terjadinya perubahan

arthritis tanpa penanganan yang adekuat.

Peran struktur ankle yang berbeda telah diteliti secara luas dan kesimpulannya

primary stabilizer pada ankle joint adalah lateral fibular complex dan talus.11 Tibiofibular

dysfunction menyebabkan talar displacement yang hebat dan berhubungan dengan

perubahan degeneratif.12

Ankle ligament injuries sering terjadi (terutama anterior talofibular ligament) dan

jika terjadi bersamaan dengan fraktur ankle, maka waktu penyembuhan akan menjadi

lebih lama. Dengan demikian, jika nyeri tetap ada untuk waktu yang lama setelah

terjadinya penyembuhan fraktur, maka hal ini mungkin terjadi akibat instabilitas sendi,

reactive synositis atau kompresi saraf. Ankle injuries yang samar-samar (hampir tidak

terlihat secara radiografi) seperti fraktur osteochondral atau chondral bisa menimbulkan

rasa nyeri. Maka dalam hal ini disarankan untuk melakukan magnetic resonance imaging

(MRI).

Klasifikasi

Dengan adanya penelitian mengenai fraktur ankle selama beberapa dekade, maka

ada banyak klasifikasi yang melibatkan mekanisme injuri dan pola fraktur. Klasifikasi

yang paling sering digunakan adalah Lauge-Hansen dan Weber.13 Klasifikasi Weber lebih

mudah digunakan secara klinis, namun terlalu sederhana sehingga tidak bisa menjelaskan

mekanisme injuri/fraktur ankle yang kompleks. Kombinasi kedua klasifikasi ini lebih

disukai karena ahli bedah akan bisa menetapkan hubungan antara radiografi fraktur,

mekanisme injuri dan metode penanganan yang optimal.

Klasifikasi Lauge – Hansen

Saat ini, klasifikasi yang paling bisa diterima adalah yang dibuat oleh Lauge-

Hansen pada tahun 1948. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan percobaan, gambaran klinis

dan radiografi dan menunjukkan bahwa tipe fraktur tergantung pada posisi foot dan arah

gaya saat terjadinya injuri.14-17 Pemahaman klasifikasi Lauge-Hansen merupakan dasar

bagi penanganan fraktur ankle secara rasional.

3

Page 4: Sumber Fraktur Ankle 2

Istilah klasifikasi Lauge-Hansen, yang dibuat berdasarkan penelitian dengan

menggunakan cadaver, saat ini dimodifikasi untuk alasan semantik. Eversi foot diubah

dengan istilah external rotation, yang menekankan mekanisme utama fraktur ankle berupa

rotasi yang berlebihan dan posisi talus pada ankle mortice, pada saat injury.18 Ada lima

kelompok utama fraktur ankle (table 1).

Klasifikasi Danis-Weber

Klasifikasi Danis-Weber dibuat berdasarkan tingkat fraktur lateral/fibula, tingkat

kerusakan syndesmosis tibiofibular, dan kemungkinan instabilitas talus (ankle).19

Berdasarkan system Danis-Weber, setiap tipe fraktur bisa dihubungkan dengan tipe injuri

yang sesuai dengan klasifikasi Lauge-Hansen (Tabel 2).

Pada fraktur tipe A, terjadi fraktur fibula transversal di bawah joint line, dengan

syndemosis yang intak, dan fraktur tipe ini berhubungan dengan fraktur supinasi-aduksi

Lauge-Hansen.

4

Page 5: Sumber Fraktur Ankle 2

Fraktur tipe B berupa fraktur pada tingkat ankle joint line, disertai dengan partial

syndemosis injury. Fraktur ini sesuai dengan supination-eversion injury pada klasifikasi

Lauge-Hansen.

Tipe C merupakan fraktur fibula di bagian proksimal tibiofibular joint yang

berhubungan dengan kerusakan syndesnmosis. Ada dua subtype fraktur yang diketahui:

diaphysis (Dupuytren) dan proksimal (Maisonnevue). Fraktur tipe ini sesuai dengan

fraktur pronation-eversion atau pronation-abduction Lauge-Hansen. Fraktur ini memiliki

instabilitas yang paling lemah.

Weber mengabaikan bagian medial ankle joint dan menekankan syndemosis

fibula dan tibiofibular.

Segi penting klasifikasi apapun tergantung pada kemampuannya untuk

dipraktekkan secara klinis. Harus ditunjukkan struktur mana yang mengalami kerusakan

dan bagian mana yang harus diperbaiki, bahkan walaupun bagian tersebut tidak terlihat

pada X-ray (lesi ligament).

Yang tidak boleh dilupakan adalah ankle sprain yang merupakan injuri yang

paling sering ditemukan pada ankle, namun injuri ini tidak dibahas pada artikel mengenai

fraktur ankle. Sebagian besar ankle sprain terjadi akibat foot inversion dan injuri terletak

pada lateral ligament complex. Sebagian besar ankle sprain, termasuk grade III, bisa

ditangani dengan gips (cast immobilization).

Epidemiologi

External-rotation (eversion) fractures adalah fraktur yang paling sering

terjadi,5,14,20,21 sementara itu fraktur pronation-dorsiflexion (pilon) jarang terjadi (Tabel

3).

5

Page 6: Sumber Fraktur Ankle 2

Diagnosis

Diagnosis fraktur ankle ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

gambaran radiologis.

Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai mekanisme injuri, keadaan medis

sebelumnya, dan kegiatan fisik (kebutuhan fungsional pergerakan ankle) yang merupakan

faktor yang paling penting untuk mengambil keputusan metode penanganan apa yang

akan diambil. Mekanisme injuri yang paling sering pada sebagian besar kasus adalah

jatuh (66% kasus pada penelitian kami).21,22

Pemeriksaan fisik mengidentifikasi kasus urgen, open fractures, gangguan

neurovaskuler, dan tanda-tanda terdapatnya sindrom kompartemen. Nyeri tekan lokal dan

stabilitas ankle seharusnya diperiksa.

Gambaran radiologis penting untuk menentukan struktur mana yang mengalami

injuri, dan menentukan rencana terapi, konfirmasi kualitas reduction dan evaluasi hasil

penanganan.

Pemeriksaan X-ray awal meliputi tiga proyeksi: anterior-posterior, lateral, dan

mortice view dengan posisi foot internal rotation 150. Kadang-kadang diperlukan

penekanan gambaran radiografi untuk mencari instabilitas lateral atau medial. Three

dimensional computed tomography (3DCT) berguna untuk fraktur pilon.23 MRI juga

berguna untuk mendeteksi lesi ankle chondral, tendon atau ligamen.

Pada pemeriksaan radiografi, perlu dievaluasi beberapa parameter berikut ini

untuk menilai integritas tibiofibular dan ankle alignment:3,5,24-26

1. medial joint space kurang dari 4 mm, dengan talar tilt kurang dari 2 mm (pada

mortice view)

2. interosseus clear space kurang dari 5 mm (Chaput clear space)

3. overlap antara anterior tibial tubercle dan fibula minimal 10 mm

4. talocrural angle (normal 830 ± 40)

5. talar tilt (00, dengan toleransi perbedaan 50 antara dua ankle joint)

6. tibiotalar line pada radiografi lateral dan AP harus melewati bagian tengah tibia

dan pertengahan talus.

6

Page 7: Sumber Fraktur Ankle 2

7. setelah reduction, hasilnya dievaluasi dengan menggunakan control X ray dan

hasil yang bisa diterima adalah residual displacement sampai dengan 2 mm,

terutama untuk panjang fibula dan sampai dengan 0,5 mm untuk talar

displacement.27,28

Selama follow up, seharusnya dicatat mengenai perubahan arthritis secara radiologis.

Outcome hasil harus dinilai secara kuantitatif dan disajikan dengan menggunakan

sistem skor. Walaupun ada beberapa sistem skor yang digunakan, kami memiliki

pengalaman yang baik dengan sistem Petrone yang mengevaluasi tiga kelompok

skor:29 klinis (100 poin), radiological reduction (35 poin), dan skor arthritis (15 poin).

Skor ini lebih disukai penggunaannya dengan pertimbangan clinical outcome

(subyektif dan obyektif) yang menyatakan bahwa gambaran radiologis yang buruk

bisa diterima jika pasien merasa lebih baik. Walaupun demikian, aturannya adalah

gambaran klinis berhubungan dengan gambaran radiologis dan observasi ada tidaknya

arthritis.

Penanganan

Penanganan fraktur ankle bisa secara konservatif maupun operatif dan tergantung

pada tipe fraktur, keadaan sirkulasi dan kondisi kulit, kondisi umum pasien dan

kemungkinan ada tidaknya berbagai komplikasi.

Aturan/pedoman yang penting dalam penanganan fraktur ankle adalah sebagai

berikut:5,6

a) fraktur dan fraktur/dislokasi sebaiknya direduksi secepat mungkin pada korban

(pasien) karena gross displacement bisa menyebabkan gangguan sirkulasi perifer,

neuropraxia, dan ischemic loss of skin.

b) Semua permukaan articular harus direkonstruksi secara anatomis, karena

inkongruen bisa menyebabkan post traumatic arthritis

c) Reduksi fraktur harus dipertahankan selama periode penyembuhan, namun

external cast immobilization (gips) yang berlebihan memiliki efek yang sangat

buruk terhadap cartilago

d) Pergerakan ankle seharusnya dimulai pada saat awal untuk mencegah dan

meminimalkan efek imobilisasi yang tidak diinginkan misalnya atropi, kontraktur,

7

Page 8: Sumber Fraktur Ankle 2

perlekatan synovium, degenerasi cartilago, dan perubahan vaskuler yang disertai

dengan edema.30

Apakah penanganan fraktur ankle dilakukan secara open ataupun closed,

keberhasilan penanganan juga tergantung pada keadaan dan penanganan soft tissue serta

kulit. Abrasi yang terjadi dalam periode 12-14 jam bisa menunda pembedahan secara

signifikan, sementara itu ketegangan (tension) pada betis dan peningkatan nyeri saat

passive stretching seharusnya dicurigai oleh ahli bedah sebagai compartment syndrome

pada ankle dan foot.

Penanganan non operatif vs operatif untuk fraktur ankle

Penanganan non operatif

Beberapa penelitian menyatakan bahwa closed reduction dengan cast

immobilization seharusnya ditujukan untuk fraktur yang stabil, non displaced,

anatomically reduced fractured dan untuk para pasien dengan kondisi medis yang buruk.

Di sisi lain, fraktur yang tidak stabil atau fraktur yang disertai dengan displacement

seharusnya ditangani dengan jalan pembedahan.31-36

Pada closed reduction fraktur ankle, reduction dilakukan dengan membalik

mekanisme injuri.37 Hal ini seharusnya dilakukan dengan menggunakan anestesi umum

atau spinal dengan posisi knee in flexion dan lower leg dropped down (menggantung)

pada ujung meja. Dengan posisi ini, maka proses reduksi akan dipermudah dengan

bantuan gaya gravitasi.

Jika ada pembengkakan dan kemungkinan untuk terjadinya redisplacement, maka

sebaiknya diambil X-ray yang kedua dalam waktu 48 jam, tujuh hari, dan empatbelas hari

serta setiap dua minggu kemudian. Jika edema berkurang, maka reduction gagal, dan

pembedahan segera seharusnya dilakukan, serta hal ini akan memberikan hasil yang

sempurna.5 Above knee plaster dipasang pada posisi knee fleksi 150. Setelah tiga sampai

dengan empat minggu,38 dipasang below knee plaster cast. Tergantung pada penilaian ahli

bedah mengenai instabilitas ankle, maka pasien diperbolehkan weight bear dengan

walking cast setelah tiga sampai dengan empat minggu. Fraktur normalnya menyambung

(unites) dalam waktu 12-16 minggu.

8

Page 9: Sumber Fraktur Ankle 2

Penanganan operatif

Prinsip utama di dalam penanganan fraktur ankle adalah stabilisasi ankle ring.

Displaced ankle fractures bisa ditangani dengan open reduction jika anatomic reduction

tidak bisa dilakukan secara closed atau jika tidak mungkin untuk mempertahankan

reduction.

Indikasi open reduction and internal fixation adalah displaced unstable fractures,

terutama jika terjadi talar subluxation, bahkan pada pasien yang berusia lanjut.39

Kontraindikasi open reduction and internal fixation adalah infeksi, paraplegia

(imobilitas pasien), orang usia lanjut, dan pasien dengan kegiatan yang berisiko untuk

mengalami multiple injury.6

Waktu pembedahan penting karena fase pembengkakan dan inflamasi fraktur

akan mempengaruhi outcome. Untuk kasus ini lebih disukai jika dilakukan pembedahan

pada saat awal.40 Setelah 21 hari, anatomic reduction sering kali tidak mungkin dicapai

dan penundaan pembedahan dalam waktu lebih dari 3 minggu akan menyebabkan

outcome yang buruk.41

Outcome setelah penanganan operatif atau non operatif (berdasarkan Pugh5)

disajikan pada tabel 4 (dinyatakan dalam bentuk persentase hasil yang baik atau

sempurna).

Pada fraktur tipe supination-eversion (Weber tipe A), tidak ada perbedaan besar

antara penanganan operatif dan non operatif, namun untuk fraktur tipe pronation (tipe C),

outcome lebih baik pada kelompok operatif. Hasil penanganan fraktur ankle

9

Page 10: Sumber Fraktur Ankle 2

menunjukkan bahwa hasil yang paling buruk, setelah penanganan non operatif,

ditemukan pada kelompok C (injuri tipe pronation-eversion dan pronation abduction)

Pada penelitian kami, sebagian besar fraktur tipe pronation ditangani secara

pembedahan, sementara itu fraktur tipe A (SE) bisa ditangani secara baik dengan closed

reduction and cast immobilization.5,21,25

Dari sudut pandang pembedahan, penting sekali untuk menjelaskan prinsip utama

penanganan operatif untuk tipe fraktur tertentu (dari open ankle fractures sampai mono-,

bi-, dan trimalleolar fractures serta pilon fractures).

Open ankle fractures merupakan injuri yang berat, sering kali disertai dengan

kontaminasi. Penanganan open ankle fractures seharusnya dilakukan berdasarkan prinsip

yang ditetapkan pada tahun 1976 oleh Gustillo dan Anderson.42 Mereka

mengklasifikasikan open fractures menjadi tiga tipe berdasarkan kerusakan soft tissue

dan kontaminasi.

Tipe I – luka bersih – laserasi kurang dari 1 cm

Tipe II – laserasi > 1 cm tapi tanpa kerusakan soft tissue yang luas, skin flaps ataupun

avulsion.

Tipe IIIa – laserasi soft tissue atau flaps yang luas namun tulang masih tertutup soft tissue

Tipe IIIb – laserasi soft tissue atau flaps yang luas sampai kelihatan bagian tulangnya.

Tipe IIIc – open fracture disertai dengan vascular injury yang memerlukan pembedahan.

Pada saat pemeriksaan awal, seharusnya dilakukan kultur dengan bahan wound

swab, luka sebaiknya ditutup, dan diberikan profilaksis tetanus serta antibiotic. Pada

fraktur tipe II dan III juga diberikan aminoglikosida. Penanganan pembedahan pada open

ankle fractures dilakukan dalam tiga tahapan.43

i. Irigasi dan debridemen luka

ii. Fiksasi internal atau eksternal pada fraktur

iii. Evaluasi soft tissue dan penutupan defek kulit

Penutupan luka ditunda dalam waktu 48 – 72 jam setelah debridemen awal.

Waktu yang sebenarnya untuk penutupan luka secara definitive tergantung pada keadaan

luka. Penutupan kapsul merupakan hal yang penting, sementara itu kulit bisa ditutup

kemudian.44,45 Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan internal fixation pada saat

awal, namun pada grade II dan III lebih baik menggunakan external fixation dan kulit

10

Page 11: Sumber Fraktur Ankle 2

ditutup pada saat awal (gambar 1a dan b). Defek soft tissue sulit ditutup namun bisa

digunakan rotational or free muscle flaps. Walaupun telah diberikan profilaksis, angka

kejadian infeksi sangat tinggi: 2% pada grade I, 6% pada grade II dan 30% pada

grade III.42

Lateral malleolar fractures: fraktur ini bias terjadi tanpa disertai dengan fraktur

yang lainnya namun paling sering dihubungkan dengan bimalleolar and trimalleolar ankle

fractures. Minimal displacement, yaitu kurang dari 2 mm, memberikan outcome yang

baik/sempurna setelah dilakukan penanganan konservatif.28 Pada displaced fractures,

diindikasikan untuk penanganan operatif. Konfigurasi fraktur menentukan tipe alat fiksasi

yang digunakan. One third tubular plates bias ditempatkan di bagian lateral (gambar 2)

dengan atau tanpa interfragmentary screws atau jika ada fraktur oblik yang berukuran

kecil maka bisa digunakan posterior antigrade plate.46

11

Page 12: Sumber Fraktur Ankle 2

Beberapa ahli lebih suka menggunakan tension wiring fixation untuk fragmen

distal fibula yang berukuran kecil, namun jika terjadi displacement yang lebih lebar pada

fraktur tipe ini maka bisa digunakan one third tubular plate, yang ditempatkan di bagian

permukaan lateral maupun posterolateral fibula. Hal ini terutama diindikasikan pada

tulang yang telah mengalami osteoporosis.47 Juga telah digunakan intramedullary rods.

Cedel menyarankan penggunaan non rigid fixation disertai dengan minimal fixation

device (gambar 3).

Sekarang, alat semacam ini tidak digunakan secara luas lagi karena tidak dapat

mengontrol rotasi fibula dan bisa menyebabkan malunion, namun beberapa ahli masih

menyarakan penggunaannya.48

Isolated medial malleolar fractures: Chapman dan Nuney menemukan sedikit

bukti untuk membenarkan penggunaan fiksasi internal pada undisplaced medial malleolar

fractures. Walaupun demikian, mereka merekomendasikan penggunaan fiksasi untuk

displaced fractures pada medial malleolus karena anatomic reduction ujung medial ankle

joint merupakan hal yang penting. Demikian pula, karena bagian anteromedial kapsul

sendi diinsisi, maka cavitas sendi dicuci dan fragmen-fragmen kecil dipertahankan.

Medial malleolus selanjutnya difiksasi dengan menggunakan rigid internal fixation

system yang terdiri dari dua cannulated malleolar 4 mm screws atau 4,5 mm malleolar

screw (gambar 4).

12

Page 13: Sumber Fraktur Ankle 2

Pada kasus fragmen yang berukuran kecil, atau tulang yang mengalami osteoporosis,

maka tension wire construct mungkin merupakan metode yang lebih nyaman (gambar 3).

Akhir-akhir ini, malleolar fractures telah difiksasi dengan menggunakan biodegradable

screws.49,50

Robekan deltoid ligament: kondisi ini jarang terjadi secara tersendiri, namun lebih

sering dihubungkan dengan fraktur fibula (sehingga diberi nama bimalleolar equivalent).

Yablon menyatakan bahwa injuri deltoid saja tidak menyebabkan instabilitas ankle dan

tidak perlu di-repair.

Bimalleolar fractures: keputusan penanganan dibuat berdasarkan kebutuhan

individu, risiko, dan akseptabilitas radiografi post reduksi. Closed reduction bisa

dilakukan terutama pada pasien berusia lanjut dengan fraktur supinasi-eversi. Namun

pada pasien yang berusia lebih muda dengan supination-abduction and pronation-

eversion type of fractures, metode operasi lebih disukai.21 Lateral malleolus merupakan

kuncinya dan penting distabilisasi dahulu untuk mencegah lateral talar subluxation,

selanjutnya diakukan fiksasi pada sisi medial. Jika tidak, maka pemendekan dan rotasi

13

Page 14: Sumber Fraktur Ankle 2

fibula bisa menyebabkan peningkatan contact pressure,10 dan terjadinya arthritis pada saat

awal kadang-kadang memerlukan fusi ankle.

Reduksi fraktur diperkuat dengan lima sampai dengan enam semitubular plate

yang ditempatkan pada ujung posterolateral fibula. Kadang-kadang bagian dital plate

harus dibengkokkan. Pada high fibular fracture with comminution, IC-DCP plate yang

lebih kuat diperlukan untuk meningkatkan stabilitas. Medial malleolus difiksasi dengan

dua screws.

Trimalleolar fractures: Trimalleolar fractures meliputi bimalleolar fracture yang

disertai dengan fraktur posterior lip tibia. Fragmen ini memiliki ukuran yang bervariasi

dan penanganannya tergantung pada ukuran posterior malleolar fragment.51 Untungnya

fragmen ini berukuran kecil pada sebagian besar kasus, dan sering kali, dengan reduksi

lateral malleolus, fragmen posterior bisa dikembalikan ke posisi yang bisa diterima.

Namun jika fragmen posterior melibatkan lebih dari 25% reduksi permukaan sendi, maka

direkomendasikan untuk melakukan fiksasi internal (Gambar 5a, b, dan c) untuk

mencegah subluksasi talus ke posterior (instabilitas anterior) dan arthritis post traumatik.

14

Page 15: Sumber Fraktur Ankle 2

Tibiofibular disruption (injuries of the tibifibular syndesmosis): sebagian besar

pronation-eversion fractures dengan high fibular fracture (3-4 cm di atas joint line)

diklasifikasikan unstable dan syndesmosisnya harus distabilkan52,54 untuk mencegah

pelebaran ankle dan perubahan menjadi arthritis selanjutnya. Stabilitas fibula harus

dievaluasi intraoperatif, secara manual dan radiografi.

Pada kasus syndesmosis disruption, fibula harus direduksi dan ditransfiksasi

menggunakan transfixion screw atau pada kasus comminution atau osteoporotic bone,

screw ditempatkan pada semitubular plate (Gambar 6).

Transfixion screw harus ditempatkan sekitar 2 cm di atas joint line di bagian posterior

dan superior supaya bisa melewati tibia. Sebelum ‘mengencangkan’ (memperkuat)

syndesmosis screw, semua elemen fraktur ankle harus distabilkan dengan posisi ankle 900

karena posisi ini memberikan gerakan ankle yang paling penuh (sempurna). Masih ada

beberapa kontroversi seperti misalnya berapa cortices yang digunakan dan dia

mengangkat syndesmotic screw setelah 6 minggu. Myerson mengangkat screw-nya

setelah 3 bulan.

Pada kasus neglected tibiofibular disruption, bisa dilakukan fibular osteotomy di

bagian proksimal joint line. Fragmen distal ditarik ke arah distal dengan internal rotation.

15

Page 16: Sumber Fraktur Ankle 2

Ditambahkan bone graft dan difiksasi dengan plate. Pasien berjalan menggunakan brace

atau walking cast selama empat sampai dengan enam minggu dan setelah cast diangkat,

maka terapi fisik dimulai. Pasien harus membatasi aktivitasnya selama 3 bulan.

Posterior tibial lip fracture: fraktur ini jarang terjadi secara tersendiri. Juga dikenal

dengan nama posterior third malleolus fracture. Avulsion fractures dan fraktur yang

melibatkan lebih dari 25% permukaan sendi memerlukan penanganan operasi.8,20 Setelah

reduksi melalui posterior approach, fragmen posterior difiksasi secara temporer dengan

K-wires dan kontrol X-ray, cannulated screw ditempatkan dari anterior ke posterior.55

Anterior tibial lip fracture: lebih jarang terjadi dibandingkan dengan posterior

tibial lip fracture. Bisa dibagi ke dalam tiga bentuk: yang pertama adalah avulsion

(berupa anterior margin avulsion pada anterior joint capsule), yang kedua berupa fragmen

yang lebih kecil dari 25% permukaan sendi dan yang ketiga adalah fraktur dengan

fragmen yang lebih besar dari 25%. Fraktur ini disebabkan oleh benturan aksial (axial

blow and impaction) dan memerlukan fiksasi internal dengan screw. Kadang-kadang,

pada kasus comminution, fiksasi anterior lip fracture sulit atau bahkan tidak mungkin

dilakukan.

Posterior tibial lip fracture – Pilon fractures: istilah ini pertama kali diperkenalkan

oleh Destaut pada tahun 1911. Tibial pilon/plafond fractures merupakan fraktur pada

bagian distal tibia dengan adanya kemungkinan kerusakan permukaan sendi tibiotalar

joint. Fraktur ini disebabkan oleh axial compression force (high energy trauma), yang

menyebabkan talus bergerak ke arah tibia. Fraktur pada bagian distal tibia merupakan

fraktur ankle yang paling berat, yang menyebabkan terjadinya kerusakan epifisis dan

sendi.

Klasifikasi AO pilon fractures ditegakkan berdasarkan tingkat keparahan

comminuition dan displacement.

Pilon fractures paling baik dilihat dengan menggunakan three dimensional

computed tomography (gambar 7).23

16

Page 17: Sumber Fraktur Ankle 2

Menurut Yablon, jika pilon fracture melibatkan kurang dari 20% permukaan

sendi, atau displacement- nya kurang dari 2 mm, maka bisa ditangani secara non operatif.

Indikasi lainnya untuk tidak melakukan pembedahan adalah peripheral vascular disease,

diabetes mellitus, kerusakan kulit, paralisis comminution berat dan kondisi soft tissue

yang buruk. Semua hal ini memiliki risiko tinggi terjadinya infeksi setelah dilakukan

fiksasi internal.8

Setelah fiksasi internal klasik (dengan prinsip AO), angka kejadian komplikasi

yang tinggi dilaporkan pada lebih dari 40% kasus. Walaupun Miller menyarankan untuk

melakukan open reduction and internal fixation, Teeny melaporkan hasil yang buruk

sebanyak 50% dan infeksi profundus sebanyak 26% pada type C pilon fractures.3,58

Ovadia dan Beals59 hanya menemukan 22% hasil yang baik sampai sempurna setelah

dilakukan conventional rigid internal fixation dengan T plate dan bone graft.

Komplikasinya signifikan, antara lain infeksi, hilangnya kulit, dan amputasi.5 Oleh karena

itu, debridement dan external fixation adalah pilihan yang masuk akal.

External fixation dilakukan pada comminution fractures dengan cara bridging

pada ankle joint sehingga terjadi rigid fixation pada kedua sisi fraktur dan ankle joint.

Fiksasi eksternal ini hanya bersifat temporer. Sekarang ada metode dynamic joint fixation

dengan minimal internal fixation yang memampukan pergerakan ankle dan meningkatkan

17

Page 18: Sumber Fraktur Ankle 2

regenerasi cartilago sendi (gambar 8).60,61 Kami hanya memiliki dua kasus non union atau

infeksi dalam dari 28 kasus yang ada yang ditangani dengan dynamic external fixation

pada type C pilon fractures.62

Walaupun demikian, fiksasi eksternal mungkin hanya bersifat temporer dan bisa

diikuti dengan delayed interna fixation dan bone grafting defek metafisis.25,26

Akhir-akhir ini, arthtroscopy ankle bisa dilakukan dalam waktu 48-72 jam,

melalui distraction dengan external fixator,6 fragmen sendi bias dimanipulasi dan

difiksasi dengan menggunakan canulated screw atau thin olive wires yang dilekatkan

pada external fixator. Primary tibiotalar arthrodesis tampaknya tidak sesuai untuk

prosedur primer pilon fracture. Penanganan kasus pilon fracture yang kronis dengan

arthrosis ankle yang disertai dengan rasa nyeri adalah dengan arthrodesis atau

replacement.

Komplikasi

Komplikasi fraktur ankle, baik ditangani secara operatif maupun non operatif, ada

banyak antara lain malunion, non-union, distal tibia synostosis, infeksi, wound

dehiscence, arthritis, algodystrophy, deep venous thrombosis, emboli, dan compartment

syndrome.63

Malunion

18

Page 19: Sumber Fraktur Ankle 2

Hal ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan non-union dan menimbulkan rasa

nyeri serta arthritis ankle joint. Penyebab utama malunion pada ankle adalah kegagalan

fibular reduction dengan pemendekan dan rotasi fibula yang menyebabkan lateral talar

displacement. Kadang-kadang residual talar instability bisa menyebabkan nyeri dan

selanjutnya arthritis. Oleh karena itu, sebagian besar ahli menyarankan fibular oseotomy,

distal advancement dan derotasi dengan bone graft and plate fixation.64 Keputusan

mengenai tipe penanganan operasi mana yang akan diberikan pada kasus fibular

malunion (rekonstruksi vs fusi ankle) tergantung pada derajat kerusakan sendi dan

kebutuhan pasien itu sendiri (gambar 9a-c).

Di sisi lain, malunion medial malleolus lebih jarang terjadi dan timbul setelah

incomplete reduction. Ada penyempitan pada anterior ankle joint yang menyebabkan

talus impingement pada medial malleolar margin. Pada kondisi nyeri semacam ini,

osteotomi medial malleolus melalui garis fraktur awal dilakukan dengan koreksi posisi

dan fiksasi.

19

Page 20: Sumber Fraktur Ankle 2

Non-union

Hal ini paling sering terjadi pada medial malleolus setelah closed reduction

(gambar 10). Bisa bersifat asimtomatik. Jika disertai dengan rasa nyeri, tempat terjadinya

non-union difiksasi memakai screw atau plate. Diperlukan bone graft untuk lateral

malleolus.65,67

Arthritis post traumatic

Hal ini lebih sering ditemukan pada gambaran radiologi dibandingkan dengan

yang diperkirakan dan terjadi sekitar 30% kasus.68 Walaupun demikian, beberapa pasien

bisa mengatasi keadaan ini. Pada kasus yang lainnya jika disertai dengan rasa nyeri, maka

diindikasikan untu melakukan arthrodesis atau arthroplasty (gambar 11).

20

Page 21: Sumber Fraktur Ankle 2

Distal tibial synostosis

Hal ini timbul setelah fraktur fibula atau neglected tibiofibular disruption. Pada

tempat major soft injury terbentuk tulang baru (gambar 11). Osifikasi heterotropik

asimtomatik pada sebagian besar kasus namun jika disertai dengan rasa nyeri, maka

dilakukan eksisi tulang heterotropik dan ini akan membawa hasil yang menguntungkan.9

Syndesmosis malunion

Hal ini ditandai dengan tibiofibular diastasis. Pada sebagian besar kasus

diperlukan penanganan operasi.

Infeksi

Setelah open reduction and internal fixation, infeksi terjadi pada sekitar 1%

pasien.69 Kultur dari aspirasi ankle atau luka harus dilakukan. Berikut ini adalah pilihan

penanganan yang bisa dikerjakan setelah terjadinya infeksi ankle:

a) Pada kasus infeksi superficial, hanya penanganan luka dan antibiotik yang sesuai

yang diperlukan37

b) Pada kasus deep ankle infection, jika fixation device longgar, maka harus

diangkat dan fraktur distabilisasi dengan menggunakan external fixator. Jika

tempat fraktur cukup ‘aman’, maka fixation device dibiarkan di tempatnya sampai

terjadinya fraction union. Penanganan antibioitik diberikan selama 4-6 minggu

kemudian.

Wound dehiscence

Hal ini sering terjadi pada aspek lateral ankle joint karena kurangnya jaringan

subkutan. Setelah fiksasi dengan plate, kadang-kadang sulit sekali untuk dilakukan

penutupan luka. Satu-satunya kemungkinan terapi yang bisa diberikan adalah elevasi

ekstremitas dengan menggunakan overhead frame yang akan menjamin terjadinya

drainase secara fisiologis. Elevasi bantal saja tidak cukup.

Diabetic foot

21

Page 22: Sumber Fraktur Ankle 2

Ini adalah kondisi khusus dengan angka kejadian infeksi empat kali lipat lebih

tinggi, bahkan pada para pasien yang ditangani secara non operatif. Angka komplikasi

dua sampai tujuh kali lipat lebih besar dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes yang

fraktur ankle-nya dioperasi.70

Deep venous thrombosis dan emboli paru

Hal ini biasa terjadi setelah fraktur ankle.71

Compartment syndrome

Ini merupakan komplikasi penting yang biasa terjadi pada ankle dan foot.

Penyebab utamanya adalah perdarahan dan edema atau plaster cast yang dipasang terlalu

ketat, yang menyebabkan gangguan mikrosirkulasi. Tekanan compartment normal

biasanya kurang dari 10 mmHg. Tekanan yang lebih tinggi dari 30 mmHg dianggap

abnormal dan pada tekanan 50 mmHg harus dilakukan fasciotomy. Compartment

syndrome dilaporkan terjadi pada minor ankle fractures yang ditangani dengan

pemasangan gips.72

Algodystrophy

Komplikasi lainnya yang terjadi setelah fraktur ankle adalah algodystrophy yang

bahkan bisa terjadi setelah injuri minor. Kondisi ini ditandai dengan nyeri tumpul yang

bersifat konstan. Juga terjadi edema, penurunan rentang pergerakan ankle, dan kekakuan

yang timbul pada fase akhir penyakit ini. Penanganan terdiri dari prosedur fisik

(fisioterapi), obat-obatan anti depresan, anti konvulsif atau adrenergik. Calcium blockers

juga bisa digunakan karena memiliki masa kerja yang panjang.

Komplikasi yang lainnya

Faktor-faktor yang lainnya bisa memiliki pengaruh terhadap outcome antara lain

subtalar sprain, kesalahan diagnosa tendon injuries di sekitar ankle, lesi synovium atau

osteochondral yang bisa ditemukan selama arthroscopy.73-76 Juga kepribadian pasien bisa

menerangkan terjadinya beberapa kesenjangan antara hasil klinis dan gambaran

radiologis. Bisa timbul evaluasi subyektif yang buruk karena beberapa gejala post

22

Page 23: Sumber Fraktur Ankle 2

traumatic stress disorders (PTSD) mungkin ditemukan pada pasien yang menderita

trauma.77,78

Kesimpulan

Faktor-faktor yang signifikan secara statistik, yang telah dipastikan dengan

analisis multivariat saya dan mempengaruhi outcome akhir antara lain: umur pasien

(pasien yang berusia lebih muda memiliki hasil yang lebih baik), tipe fraktur (tipe pronasi

memiliki outcome yang lebih buruk), parameter radiologis tertentu seperti talocrural

angle, subluksasi talus, reduksi anatomi yang sebenarnya (tanpa tibiofibular diastasis),

dan ukuran posterior malleolus (Tabel 5).

References

23

Page 24: Sumber Fraktur Ankle 2

1. Bonnin JG. Injuries to the ankle. London: William Heinemann Medical Books Ltd.;

1950.

2. Kelkian H, Kelikan A5. Disorders of the ankle. Philadelphia, London, Toronto,

Mexico City, Rio de Janeiro, Sydney, Tokyo: WB Saunders Cc; 1985.

3. Miller SD. In: Mayerson MS, editor. Ankle fractures in foot and ankle disorders.

Philadelphia: WB Saunders; 2000. p. 1341-66.

4. Sarrafian SK. Anatomy of the foot and ankle, 2nd ed. Philadelphia: JB Lippincott

Company; 1993.

5. Pugh KJ. In: Fitzgerald RH, Kaufer H, Malkani AL, editors. Fractures and soft tissue

injuries about the ankle in orthopoedics. St. Louis, London, Philadelphia, Sydney,

Toronto: Mosby; 2002. p. 419-31.

6. Nuney JA. In: Coughlin MC, Mann RA, editors. Fracture and fracture- dislocations

of the ankle in surgery of the

foot and ankle. St, Louis, Baltimore, Boston: Mosby; 1999. p. 1398-421.

7. Lindsjo U, Danckwardt-Lilliestrom G, Sahlestedt B. Measurement of the motion

range in the loaded ankle. Clin Orthop Relat Res 1985;199:68.

8. Yablon I, Forman ES. In: Helal B, Rowley D, Gracchiolo A, Mayerson MS, editors.

Ankle fractures in surgery of disorders of the foot and ankle. London: Martin Dunitz;

1996. p. 679-96.

9. Karrholm J, Hansson LI, Selvik G. Mobility of the lateral malleolus, roentgen

stereophotogrametric analysis. Acta Orthop Scand 1985;56:479-83.

10. Ramsey PL, Hamilton W. Changes in tibiotalar area of contact caused by lateral.

talar shift. J Bone Joint Surg 1976;58A:356- -7.

11. Yablon IG, Heller FG, Shouse L. The key role of the lateral maleolus in the

displaced fractures of the ankle. J Bone Joint Surg 1977;59A:169-73.

12. Mitchell WG, Shaftan GW, Sclafani SJA. Mandatory open reduction: its role in

displaced ankle fractures. J Trauma 1979;19(8):602-15.

13. Lindsjo U. Classification of ankle fractures: the Lauge Hansen or AO system? Ctin

Orthop Relat Res 1985;199:12-6. 14. Lauge-Hansen N. Fractures of the ankle:

analytic historic survey as a basis of new experimental, roentgenological and clinical

investigations. Arch Surg 1948;56:259-315.

24

Page 25: Sumber Fraktur Ankle 2

15. Lauge Hansen N. Fractures of the ankle II: combined experimental--surgical and

experimental roentgenotogicat investigation. Arch Surg 1950;60:957-85.

16. Lauge-Hansen N. Fractures of the ankle IV Clinical use of genetic roentgen

diagnosis and genetic reduction. AMA Arch Surg 1952;64:488-500.

17. Lauge-Hansen . Fractures of the ankle-V pronation-dorsiflexion fractures. AMA

Arch Surg 1953;67:813-20.

18. Mizel M5, Miller RA, Scioli MW. Foot and ankle 2. Orthopaedic Knowledge

Update. Rosement, IL: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 1998. p. 185-

99.

19. Mutter ME, Allgower M, Schneider R, et al. Manual of internal fixation, 3rd ed.

New York: Springer; 1991.

20. Trafton PG, Bray TJ, Simpson LA. Fractures and soft tissue injuries of the ankle.

In: Browner BD, Jupite JB, Levine AM, Trafton PG, editors. Skeletal trauma, vol. II.

Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo: WB Saunders Co; 1992.

p. 1871-941.

21. Lesic A, Milovic I, Bumbasirebic M, Simic A. Operative and nonoperative

treatment of malleolar fractures. Srp Arch Celok Lek 1992;120:341-4.

22. Bauer M, Bengner U, Jahnell 0, Redlund-Johnell I. Supination-eversion fractures of

the ankle joint: changes in incidence over 30 years. Foot Ankle 1987;8(1):26-8.

23. Magid D, Michelson JD, Ney DR, et al. Adult ankle factures: comparison of plain

films and interactive two and threedimensional CT scans. AJR Am J

Roentgeno( 1990;154: 1017-23.

24. Adelaar RS, editor. Complex foot & ankle trauma. Philadelphia, New York:

Lippincott-Raven; 1999.

25. Kelikian A5, Rinella A5. Ankle fractures. In: Kelikian A5, editor. Operative

treatment of the foot and ankle. Stanford, Connecticut: Appleton Et Lange; 1999. p.

255-83.

26. Larsen E. Experimental instability of the ankle, a radiographic investigation.

Clinical Orthop Relat Res 1986;204:193-200.

27. Joy G, Patzakis MJ, Harvey Jr JB. Precise evaluation of severe ankle fractures,

technique and correlation with end result. J Bone Joint Surg 1974;56(A):979-97.

25

Page 26: Sumber Fraktur Ankle 2

28. Michetson JD, Magid D, Ney DR, Fishman EK. Examination of the pathologic

anatomy of the ankle fractures. J Trauma 1992;32:65-70.

29. Pettrone FA, Gail M, Pee D, Fitzpatrick T Van Herpe LB. Quantitative criteria for

prediction of the results after displaced fractures of the ankle. J Bone Joint Surg 1983;

45A:667-77.

30. Salter RB, Semmonds DE, Malcolm BW, Rumble EJ, MacMitchel D, Clement ND.

The biological effect of continuous passive motion on the healing of full-thickness

defects on articular cartilage. J Bone Joint Surg 1980;62A: 1232-51.

31. Burnwell HN, Charntey AD. The treatment of displaced fractures at the ankle by rigid

internal fixation and early joint movement. J Bone Joint Surg 1965;47B:634-60.

32. Yde J, Kristensen KID. Ankle fractures: supination- eversion fractures of stage IV.

Primary and late repair of operative and non-operative treatment. Acta Orthop Scand

1980; 51:981--90.

33. Kristensen KID, Hansen T. Closed treatment of ankle fractures--stage II supination -

eversion fracture followed 20 years. Acta Orthop Scand 1986; 56:107-9.

34. Yde J, Kristensen KID. Ankle fractures: supinaion-eversion fractures stage II, primary

and late results of operative and nonoperative treatment. Acta Orthop Scand 1980;51:

695-702.

35. Cedell CA.Supination-outwardrotation injuries of theankle.A clinical and

roentgenological study with special reference to the operative treatment. Acto Orthop

Scond 1967;110(suppl):1-148.

36. Cedell CA. Is closed treatment of ankle fractures advisable? Quest editorial. Acta

Orthop Scand 1985;56:101-2.

37. Wilson FC. Fractures of the ankle. In: Rockwood Jr CA, Green DP, Bucholz RW,

Heckman DJ, editors. Rockwood and Green's fractures in adults. Philadelphia: JB

Lippincott-Raven Publishers; 1996. p. 201.

38. Segal D, Wiss DA, Whitelaw GP. Functional bracing and rehabilitation of the ankle

fractures. Clin Orthop Re(ot Res 1985;199:39-45.

39. Beuchamp CG, Clay NR, Thexton PW. Displaced ankle fractures in patients over 50

years of age. J Bone Joint Surg 1983;65B:329-32.

26

Page 27: Sumber Fraktur Ankle 2

40. James LA, Sookhan N, Subar D. Timing of operative intervention in the management

of acutely fractured ankles and the cost implications. Injury 2001;32:469-72.

41. Fogel GR, Morrey BF Delayed open reduction and ankle fixation. Clin Orthop Relot

Res 1987;215:187-95.

42. Gustilo RB, Anderson JT. Prevention of infection in the treatment of the one thousand

and twenty-five open fractures of long bones: retrospective and prospective analysis. J

Bone Joint Surg 1976;58A:453-8.

43. Court-Brown CM, McQuen MM, Quaba AD. Management of open fractures. London:

Martin Dunitz, Mosby; 1996.

44. Chapman MW, Olson SA. Open fractures, in fractures of the ankle. In: Rockwood Jr

CA, Green DP, Bucholz RW, Heckman DJ, editors. Rockwood and Green's Fractures in

adults. Philadelphia: JB Lippincott-Raven Publishers; 1996. 305.

45. Kenzora JE, Edwards CC, Browner BD, Gamble JG, DeSilva JB. Acute management

of major trauma involving the foot and ankle with Hoffman internal fixation. Foot

Ankle 1981;1(6):348-63.

46. Schaffer JJ, Manoli A. The antiglade plate for distal fibular fixation. J Bone Joint Surg

1987;69A:596-604.

47. Fernandez GN. Internal fixation of the oblique, osteoporotic fractureof the lateral

malleolus.lnjury 1988;19:257-8.

48. McLennan JG, Ungersma JA. A new approach to the treatment of ankle fractures,

the inyo nail. Clin Orthop Relat Res 1986:213:125-36.

49. Bucholz RW, Henry S, Henley ME. Fixation with bioabsorbable screws for the

treatment of fractures of ankle. J Bone Joint Surg 1994;76A:319-24.

50. Bostman 0, Vainiopaa S, Hirvensalo E, Makela A, Vihtonen K, Tormala P,

Rakkonen P. Biogradable internal fixation for malleolar fractures. A prospective

randomised trial. J Bone Joint Surg 1987;69B:615-9.

51. Macko VW, Matthews LS, Zwirkoski P, Goldstein SA, Arbor A. The joint-contact

area of the ankle: the contribution of the posterior malleolaus. J Bone Joint Surg

1991;73A:347-51.

27

Page 28: Sumber Fraktur Ankle 2

52. Boden SD, Labropoulos PA, McCowin P, Lestini WF, Hurwitz SR. Mechanical

consideration for the sindesmosis crew---a cadaver study. J Bone Joint Surg

1989;71A:1548-55.

53. Smith MGH. Inferior tibio-fibular diastasis treated by cross screwing. J Bone Joint

Surg 1963;45B:737-9.

54. Edwards GS, DeLee JC. Ankle diastasis without fracture. Foot Ankle

1984;4(6):305--12.

55. Hansen TS. Functional reconstruction of the foot and ankle. Philadelphia:

Lippincott Williams & Willkins; 2000. p. 43-64. 56. McFerran MA, Smith SW,

Boulas HJ, Schwartz HS. Complications encountered in the treatment of piton

fractures. J Orthop Trauma 1992;6:195--200.

57. Dillin L, Slabaugh F Delayed wound heating, infection, and non-union following

open reduction and internal fixation of tibia[ plafond fractures. J Trauma

1986;26:1116-9.

58. Teeny SM, Wiss DA. Open reduction and internal fixation of tibial piton fractures.

Clin Orthop 1993;292:108-17.

59. Ovadia DN, Beats RK. Fractures of the tibia[ plafond. J Bone Joint Surg

1986;68A:543-51.

60. Mast JW, Spiegel PG, Pappas JN. Fractures of the tibia[ , piton. Clin Orthop Relat Res

1988;230:68-82.

61. Gaudinez RF, Matlik AR, Szporn M. Hybrid external fixation in tibia[ plafond

fractures. Clin Orthop 1996;329:223-32.

62. Mitkovic M, Bumbasirevic M, Lesic A, Golubovic Z. Dynamic external fixation of

comminuted intra-articular fractures of the distal tibia (type C piton fractures). Acto

Orthop Belg 2002;68(5):508-14.

63. Yablon IG. Complication and their management. In: Yablon G, Leach SD, editors.

Ankle injuries. New York: Churchill Livingstone; 1983. p. 103-12.

64. Offierski CM, Graham JD, Hall JH, Harris WR, Schatzker JL. Late revision of

fibular malunion in ankle fractures. Clin Orthop Relat Res 1982;171:145-9.

65. Sneppen 0. Long-term course in 119 cases of pseudoarthrosis of the medial

maleolus. Acta Ortoped Scand 1970;40:807-16.

28

Page 29: Sumber Fraktur Ankle 2

66. Sneppen 0. Pseudoarthrosis of the lateral malleols. Acta Orthop Scand

1971;42:187-200.

67. Sneppen O. Treatment of pseudoarthrosis involving the malleolus, a prospective

followup of 34 cases. Acto Orthop Scand 1971;42:210-6.

68. Bauer M, Johnsson K, Nilsson B. Thirty-year follow up of ankle fractures. Acto

Orthop Scond 1985;56:103-6.

69. Meyer Jr TL, Kumler KW. ASIF technique and ankle fractures. Clin Orthop

1980;150:211-6.

70. Blotter RH, Connolly E, Wasan A, Chapman WM. Acute complications in the

operative treatment of isolated ankle fractures in patients with diabetes meltitus.

Foot Ankle Int 1999;20:687-94.

71. Wang F, Wera G, Knoblich G0, Chou LB. Pulmonary embolism following operative

treatment of ankle fractures: a report of three cases and review of literature. Foot Ankle

Int 2002;23:406-10.

72. Hawkins BJ, Bays PN. Catastrophic complication of simple cast treatment: case report.

J Trauma 1993;34:76Q2.

73. Meyer JM, Garcia J, et al. The subtalar sprain-a rcentgenographic study. Clin Orthop

Relot Res 1988;226:169--73. 74. Martin JW, Thompson GH. Achilles tendon--

occurrence with closed ankle fracture. Clin Orthop Re(ot Res 1986;110:216- 9. 75.

Parisien JS, Vangsness T Operative arthroscopy of the ankle, the three years's

experience. Clin Orthop Relot Res 1985;199:4(r-53.

76. Loren GJ, Ferkel RD. Arthroscopic assessment of occult intra-articular injury in acute

ankle fractures. Arthrosopy 2002;18:412-21.

77. Opalic P, Lesic A. Psyche and physical trauma. Beograd: CIBIF-Medicinski Fakultet;

2001.

78. Opalic P, Lesic A. Investigation of psychopathological state of patients depending on

specific clinical character istics of physical trauma. Panmierva Med 2002;44(1): 11 -7.

29