143404146 lapkas fraktur ankle

60
LAPORAN KASUS FRAKTUR TERBUKA DISLOKASI ANKLE DEXTRA Disusun Oleh : Fiska Rahmawati (H2A010017) Pebimbing: Dr. Rudiansyah Harahap, Sp.OT DEPARTEMEN ILMU BEDAH FK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG RSUD TUGUREJO SEMARANG 1

Upload: mia-pradana-ningtyas

Post on 14-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

FRAKTUR TERBUKA

DISLOKASI ANKLE DEXTRA

Disusun Oleh :

Fiska Rahmawati (H2A010017)

Pebimbing:

Dr. Rudiansyah Harahap, Sp.OT

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD TUGUREJO SEMARANG

2015

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan

petunjuknya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Fraktur

Terbuka Ankle Dextra” ini tepat pada waktunya.

Laporan kasus ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik

di bagian ilmu penyakit bedah RSUD Tugurejo Semarang. Pada kesempatan ini

penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Rudiansyah Harahap, Sp.OT,

selaku dokter pembimbing dalam kepniteraan klinik ini dan rekan-rekan koass yang

ikut memeberikan bantuan dan semangat secara moril.

Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan

kesalahan, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari

semua pihak. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah

pengetahuan dalam bidang ilmu penyakit bedah khususnya dan bidang kedokteran

pada umumnya.

Jakarta, 20 Agustus 2015

Penyusun

2

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah laporan kasus dengan judul

“Fraktur Terbuka Ankle Dextra “

Telah diterima dan disetujui oleh pebimbing ,

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

Di RSUD Tugurejo Semarang periode 6 Juli – 12 September 2015.

3

Jakarta,…… Mei

2013.

(Dr. Tito Sulaksito Sp. B,Sp OT)

BAB 1

LAPORAN KASUS

I. Identitas pasien

No rekam medik : 482244

Tanggal masuk RS : 14 Agustus 2015

Nama : Ny. S

Umur : 64 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Kretek RT 03/ VIII Lerep Ungaran

Agama : Islam

Status perkawinan : Sudah menikah

4

II. Anamnesis

Anamnesa dilakukan di bangsal Anggrek tanggal 15 Agustus 2015 pukul 12.00

WIB.

Keluhan Utama :

Nyeri hebat pada kaki kanan

Keluhan tambahan : Tidak bisa berjalan akibat nyeri serta perdarahan hebat

dari kaki kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

Pasien mengaku jatuh dari tangga rumah sejak satu hari yang lalu.

Awalnya pasien jatuh dari anak tangga dirumah, pasien kesleo pada kaki kanan.

Pergelangan kaki kanan terbentur anak tangga sehingga mengalami perdarahan

hebat. Pasien melihat kaki kanannya berdarah sempat pingsan sebelum dibawa

ke rumah sakit. Nyeri pada kaki kanan (+), perdarahan (+), lemas (+), mual (+),

muntah (-), pusing (+), keluar darah dari lubang hidung (-), keluar darah dari

lubang telinga (-), dan riwayat dipijat (-). Karena ketakutan anak pasien

membawa pasien ke RSUD Ungaran, karena di RS tersebut belum ada spesialis

orthopedi pasien dirujuk ke RSUD Tugurejo Semarang.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :

Riwayat sakit sama (-)

Riwayat pasien DM (-)

Riwayat hipertensi (+)

Riwayat asma (-)

Riwayat penyakit jantung (-).

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

Riwayat DM (+)

Riwayat Hipertensi (+)

5

Riwayat Asma (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :

Pasien hanya seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama kedua anaknya beserta

ketiga cucunya di rumah. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.

III. Pemeriksaan fisik

Keadan umum : tampak sakit sedang

Berat badan :68 kg

Tinggi badan :154 cm

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign : Tekanan Darah : 180/100 mmHg

Nadi : 108x/menit

Pernafasan : 24x/menit

Suhu : 36,7° C

Status general :

Kepala

Normochepali

Tidak tampak adanya deformitas

Mata

Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem

Conjunctiva tidak anemis

Sklera tidak tampak ikterik

Pupil: isokor kiri kanan

Hidung

Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas

6

Septum : terletak ditengah dan simetris

Mukosa hidung : tidak hiperemis

Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan

Telinga

Daun telinga : normal

Tofi : tidak ditemukan

Lieng telinga : lapang

Membrana timpani : tidak diperiksa

Nyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan

Serumen : tidak diperiksa

Sekret : tidak diperiksa

Mulut dan tenggorokan

Bibir : tidak pucat dan tidak sianosis

Gigi geligi : lengkap, ada karies

Palatum : tidak ditemukan torus

Lidah : normoglosia

Tonsil : T1/T1 tenang

Faring : tidak hiperemis

Leher

Kelenjar getah bening : tidak teraba membesar

Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar

Trakea : letak di tengah

Thorax

Paru-Paru

Inspeksi : pergerakan nafas saat statis dan dinamis

Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru

Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru

7

Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-,

whezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis

sinistra, ICS 5

Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis

sinistra

Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea

midclavicularis sinistra

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi :tidak membuncit, frog like appearance (-)

Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen

Palpasi : supel, massa (-), nyeri tekan (-).

Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas atas

Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem

Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem

Ekstremitas Bawah

Lihat status lokalis

IV. Status Lokalis

Regio : Ankle Dextra

Look : a) Skin : Hiperemis (-), hematom (-), terdapat

luka terbuka dengan ukuran 10 cm x 3 cm dengan dasar

tulang.

8

b)Shape : oedem (+) ,deformitas (+)

c)Position : malposisi (+)

Feel : a) Skin : kalor (+)

b)Soft Tissue : oedem (+), kontraktur (-), nyeri

tekan(+)

c)Bone : nyeri tekan (+) di maleolus medial dan

lateral, krepitasi (+)

d)Pulse : teraba denyutan a.dorsalis pedis dextra,

teraba denyutan a.tibialis posterior

Move : a) Aktif : terbatas karena nyeri

b)Pasif : terbatas karena nyeri

c) Power : sulit ditentukan kerana nyeri

V. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal periksa: 17 Agustus 2015

Hematologi

- Hb : 8,50 g/dl (L)

- Eritrosit : 2,74 juta/mm3 (L)

- Ht : 25% (L)

- Leukosit : 10300/μl

- Trombosit : 230.000/dl

- GDS : 128 mg/dL

- SGOT : 14 U/L

- SGPT : 18 U/L

- Ureum : 50.0 mg/dL

- Kreatinin : 1.25 mg/dL (H)

9

- Kalium : 4.40 mmol/L

- Natrium : 137 mmol/L

- Chlorida : 103 mmol/L

- Albumin : 3.3 g/dL

- Globulin : 2.5 g/dL (L)

- Bilirubin Total : 0.24 mg/dL

Pemeriksaan Radiologi

Tanggal: 14 Agustus 2015

Jenis foto : Foto Ankle Dextra AP dan Lateral

10

Tanggal : 18 Agustus 2015

Foto setelah reposisi

Jenis foto : Foto ankle dextra AP & Lat

Konfigurasi :

Post internal fiksasi tibia dan fibula

Posisi baik

Garis fraktur minimal

VI. Diagnosa kerja

Fraktur terbuka ankle dextra grade III B

11

VII. Diagnosa Banding

Tidak ada

VIII. Resume

Seorang pasien wanita berusia 64 tahun datang ke IGD RSUD

Tugurejo Semarang dengan keluhan nyeri hebat pada kaki kanan sejak satu hari

yang lalu. Pasien mengaku jatuh dari tangga rumah sejak satu hari yang lalu.

Awalnya pasien jatuh dari anak tangga dirumah, pasien kesleo pada kaki kanan.

Pergelangan kaki kanan terbentur anak tangga sehingga mengalami perdarahan

hebat. Pasien melihat kaki kanannya berdarah sempat pingsan sebelum dibawa

ke rumah sakit. Nyeri pada kaki kanan (+), perdarahan (+), lemas (+), mual (+),

muntah (-), pusing (+), keluar darah dari lubang hidung (-), keluar darah dari

lubang telinga (-), dan riwayat dipijat (-). Karena ketakutan anak pasien

membawa pasien ke RSUD Ungaran, karena di RS tersebut belum ada spesialis

orthopedi pasien dirujuk ke RSUD Tugurejo Semarang. Riwayat penyakit

dahulu hipertensi (+), riwayat penyakit keluarga hipertensi (+), riwayat DM (+).

Pasien seorang ibu rumah tangga tinggal bersama kedua anak dan ketiga

cucunnya dan biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.

Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah : 180/100 mmHg, nadi :

108x/menit, pernafasan : 24x/menit, suhu : 36,7° C. Inspeksi terdapat luka

terbuka dengan ukuran 10 cm x 3 cm dengan dasar tulang, oedem (+),

deformitas (+), malposisi (+). Palpasi nyeri tekan (+) di maleolus medial dan

lateral, kalor (+), krepitasi (+), teraba denyutan a.dorsalis pedis dextra, teraba

denyutan a.tibialis posterior, gerakan terbatas karena nyeri. Pemeriksaan

penunjang darah ditemukan Hb : 8,50 g/dl (L), eritrosit : 2,74 juta/mm3 (L),

Kreatinin: 1.25 mg/dL (H), dan Globulin : 2.5 g/dL (L).

IX. Penatalaksanaan

12

Pengobatan pre-operatif (umum)

Bed rest

Infus RL 8 tetes per menit

Ceftriaxone 2 x 1 gram

Ranitidin 2 x 1 amp

Ketorolac 3 x 1 amp

Amlodipine 1 x 10 mg

Puasa 6 jam sebelum operasi

Pengobatan Lokal

ORIF ankle

Drainase

Pengobatan Post operatif

Infus RL 20 tetes per menit

Injeksi Dexketoprofen 3x 1 ampul

Ganti balut setiap hari, jika drain ≤ 5 cc aff

Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan foto rontgen ankle dextra

Edukasi

Fisioterapi

Kontrol ke dokter Spesialis Tulang

X. Komplikasi

Dini : perdarahan, lesi neurovaskuler post reposisi, sindroma

kompartemen

13

Lanjut : malunion, delayed union ,non union, kekakuan sendi

XI. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PERGELANGAN KAKI

14

Sendi pergelangan kaki dibentuk oleh tiga tulang: fibula, tibia dan talus.

Bentuk Dua yang pertama sebuah kubah yang cocok di bagian atas ketiga.

Memungkinkan terutama mengubah gerakan maju dan mundur, yang fleksi dan

ekstensi gerakan kaki. Dalam arah lateral, batas maleolus lateral dan medial maleolus,

yang merupakan dua pelengkap tulang yang terus fibula dan tibia di kedua sisi,

mencegah gerakan penuh pergeseran lateral yang tetapi memungkinkan awal.1,2 Talus

bersandar pada kalkaneus untuk membentuk agak datar bersama, tanpa banyak

gerakan. Sendi subtalar merupakan sumber konflik dan mendukung transmisi daya

dari berat badan dan gerakan halus stabilitas kaki. Ketika tulang rawan memburuk ini

degenerasi, sendi rematik dan nyeri terjadi, yang kadang-kadang memerlukan

pembedahan untuk menekan atau meringankannya. Talus mengartikulasikan arah

yang mengarah ke jari-jari, dengan navicular dan berbentuk kubus, yang terletak di

kaki bagian dalam dan luar, masing-masing. Antara os skafoid dan garis yang

dibentuk oleh metatarsal, ada tiga wedges. Metatarsal adalah basis hampir datar dan

kepala bulat untuk mengartikulasikan dengan falang pertama jari-jari.3,4,5

Gambar 1. Sendi Pergelangan kaki atau articulation talocruralis (Ankle Joint). Gambar dikutip

dari : Moore KL, Agur AMR, Dalley AF. Chapter 5. Lower Limbs. In: Moore KL, Agur AMR, Dalley

AF. Essential Clinical Anatomy 4th edition. Lippincott Williams & Willkins. P 317-405.

15

II.1 Ligamen Pada Ankle

Stabilitas sendi pergelangan kaki ditentukan oleh struktur tulang dan

ligamen.4,5 Terdapat 3 kelompok ligamen (gambar 2) yang menyokong articulatio

talokruralis, antara lain ligamen syndesmosis, ligamen kolateral yang terdiri dari

anterior talofibular ligament (ATFL), posterior talofibular ligamnet (PTFL), dan

calcaneofibular ligamnet (CFL), dan ligamen kolateral medial oleh deltoid ligamen

yang menempel antara medial malleolus dan keempat lokasi, antara lain talus,

calcaneus, dan navicular (bagian tibionavicular, tibiocalcaneal, anterior dan posterior

tibiotalar)4,5,6 Secara umum ligamen-ligamen lateral berfungsi untuk menahan stress

inversi dan rotasi interna, sedangkan ligamen deltoid berfungsi untuk melawan stress

eversi dan rotasi eksterna (lebih jarang cedera). Kekuatan ligamen lateral tidak sekuat

ligamen medial, oleh karena itundaerah lateral merupakan daerah cedera yang paling

umum terjadi.

Gambar 2. Sendi pergelangan kaki atau articulatio talocruralis (Ankle Joint) dan

ligamennya. Gambar dikutip dari : Moore KL, Agur AMR, Dalley AF. Chapter 5. Lower Limbs. In :

16

Moore KL, Agur AMR, Dalley AF. Assential Clinical Anatomy. 4 th edition. Lippincott Williams &

Wilkins. P.317-405.

Syndesmosis dari ankle merujuk pada selaput atau membrane yang

menghubungkan tibia dan fibula.5 Terdapat 3 jenis ligamen yang termasuk dalam

syndesmosis (Gambar 3), antara lain anterior (anteroinferior) tibiofibular ligament

(AITFL) yang paling umum terjadi cedera, posterior (posteroinferior) tibiofibular

ligament (PITFL) yang terbagi menjadi dua bagian yaitu deep portion (inferior

transverse ligament (ITL) dan superficial portion, dan interosseous tibiofibular

ligament (IOL).4,5 Syndesmosis ini berpengaruh terhadap kestabilan sendi

pergelangan kaki, salah satu contoh adalah saat terjadi pelebaran jarak antara lateral

dan medialmalleolus yang terjadi dari plantarfleksi penuh ke dorsofleksi penuh

(sekitar 1,5 mm) dan rotasi tibia pada talus sebesar 6’ terjadi ketika seseorang

berjalan.5 Secara biomekanik AITFL berkontribusi sebesar 35%, IOL 22%, dan

PITFL deep sebesar 33% dan superficial 9% terhadap stabilitas sendi pergelangan

kaki.5

Gambar 3. Syndesmosis dari ankle joint. Gambar dikutip dari : Marsh JL, Saltzman CL.

Chapter 53. Ankle Fracture. In : Rock-wood & Green’s Fracture in Adults. 6 th Edition. Lippincott

Williams & Wilkins, 2006. P. 2148-247

Anterior talofibular ligament (ATFL) menahan inversi ketika plantar fleksi

dan CFL ketika dorsofleksi (pada saat dorsofleksi ATFL tegang dan CFL regang,

17

sedangkan plantar fleksi terjadi sebaliknya).5,6 Calcaneofibular ligament (CFL) lebih

tebal secara struktur, lebih kuat dibandingkan ATFL, dan berfungsi pula untuk

mencegah adduksi pada posisi netrla dan posisi dorsofleksi. Kekuatan CFL secara

kasar 2-3,5 kali lipat dibandingkan ATFL.7 Selain itu, karena CFL terbentang dari

lateral ankle joint sampai subtalar joint, ligamen ini berkontribusi terhadap stabilitas

untuk sendi ankle dan subtalar. Posterior talofibular (PTFL) merupakan ligamen yang

paling kuat ketika dorsofleksi dan berfungsi membatasi posterior talar displacement

dalam mortise dan rotasi eksterna dari talus. Apabila terdapat disrupsi pada ATFL

dan CFL, PTFL berfungsi membatasi rotasi interna dan adduksi pergelangan kaki

ketika dorsofleksi.6,7

Sendi memerlukan ikatan yang menjaga kohesi tulang yang membentuk,

mencegah perpindahan nya, dislokasi dan memungkinkan gerakan tangan lainnya

spesifik Anda. Deskripsi dari semua ligamen pergelangan kaki dan kaki akan bidang

yang sangat khusus karena jumlah dan kompleksitas. Kami menyebutkan yang paling

penting: Kapsul sendi di sekitar sendi, menciptakan ruang tertutup, dan membantu

menstabilkan ligamen dalam misinya.5,6

1. Ligamen lateral yang eksternal. Mulai dari ujung maleolus lateral, ligamentum

agunan lateral dibagi menjadi tiga angsuran (talar posterior peroneal, fibula

kalkanealis dan fibula talar atas), penahan di lereng dan kalkaneus

bertanggung jawab untuk memegang pergelangan kaki lateral. Jika mereka

melanggar (biasanya yang paling terkena dampak pada prinsipnya fibula talar

atas), cepat menghasilkan pembengkakan besar yang harus membalikkan

sesegera mungkin dengan menerapkan dingin (misalnya, melalui gurita

dengan neoprene). Cryotherapy (aplikasi dingin untuk tujuan terapeutik)

adalah ukuran paling sederhana dan paling efektif terhadap peradangan,

sehingga dengan pergelangan kaki (keseleo) memutar tidak pernah harus

kehilangan aplikasi dingin. Ligamentum yang menderita terkilir agunan lateral

yang kemudian berpihak pada gerakan memutar pergelangan re-investasi kaki.

18

2. Deltoid ligamen. Sebaliknya, ligamentum ini dari ujung medial dan malleolar

memegang bagian dalam pergelangan kaki.

3. Sindesmal ligamen, syndesmosis atau ligamen tibiofibular. Ikat bagian distal

tibia dan fibula untuk menahan mereka bersama-sama dalam peran yang telah

melompat permukaan artikular atas kubah talus. Kerusakan menimbulkan

banyak masalah. Dibutuhkan waktu lama untuk menyembuhkan dan dapat

meninggalkan gejala sisa permanen rasa sakit dan ketidakstabilan yang

memerlukan intervensi bedah. Ligamentum menghubungkan dua tulang di

jarak anteroposterior dari serikat mereka, tidak hanya di bagian depan

pergelangan kaki. Jadi, ketika istirahat, Anda dapat meninggalkan tergantung

pinggiran ke dalam sendi dan nyeri di bagian belakang pergelangan kaki.

4. Di bagian belakang pergelangan kaki juga ada jaringan ligamen yang

menghubungkan tibia dan fibula (tibiofibular posterior), tibia dan talus. Perlu

dicatat ligamentum transversal yang terluka oleh yang sama syndesmosis

mekanisme, yang dapat dianggap ekstensi kemudian.

II.2 Otot Pada Ankle

Otot-otot ekstrinsik kaki bertanggung jawab untuk gerakan pergelangan kaki

dan kaki. Meskipun mereka berada di kaki, pergelangan kaki olahraga menarik traksi

tulang mereka sisipan dan kaki. Mereka mendapatkan gerakan dorsofleksi, inversi

fleksi plantar, dan eversi kaki.4,5,6

1. Otot-otot intrinsik jari-jari kaki berada di kaki yang sama, mendapatkan

gerakan jari: fleksi, ekstensi, penculikan dan adduksi.

2. Plantar fleksor. Apakah yang menarik kaki kembali. Oleh karena itu terletak

di bagian belakang kaki di betis. Mereka adalah soleus dan gastrocnemius

pada tendon Achilles, yang umum untuk keduanya.

19

3. Fleksor punggung adalah mereka yang mengangkat ke atas kaki dan terletak

di bagian depan kaki. Mereka adalah tibialis anterior, Tertius peroneus dan

ekstensor digitorum.

4. Investor di kaki. Tibialis anterior dimasukkan ke metatarsal pertama dan baji

pertama.

5. Evertors kaki. Para longus peroneus dan peroneus brevis dimasukkan ke

dalam baji pertama dan dasar metatarsal pertama sedangkan peroneal anterior

dimasukkan ke dalam basis keempat dan kelima.

6. Fascia Plantar merupakan struktur anatomi yang harus diperhitungkan

karena, ketika dinyalakan, menimbulkan ke plantar fasciitis ditakuti, sangat

menyedihkan, dan melumpuhkan. Ini adalah struktur yang membentuk

lengkungan lantai plantar dan dimasukkan ke bagian bawah kalkaneus.

Pemegang peranan paling penting pada trauma dari pergelangan kaki adalah

sendi talocrural, karena itu yang biasanya diartikan dengan ankle joint adalah sendi

ini. Penting oleh karena pada sendi talocrural ini os talus diapit oleh kedua tangkai

garpu yang dibentuk oleh kedua malleoli. Integrasi peranan tulang dan ligamenta

pada sendi ini unik sekali.Pada sisi medial kita lihat dengan jelas ligamen deltoid

yang amat kuat yang terdiri dari tiga bagian, mengikat malleolus medialis pada os

navicular serta calcaneus dan talus (Tibionavicular, tibiocalcaneal dan talotibial ).

Pada sisi lateral ligamenta yang tampaknya tidak sekuat ligamen deltoid mengikat

malleolus lateralis pada calcaneus dan talus serta tibia (Fibulocalcaneal, Anterior

talofibular serta anterior tibiofibular). 5,6

Hubungan tibia dan fibula (syndesmosis) dipertahankan oleh Anterior

Tibiofibular dan Posterior Tibiofibular serta ligamen interosseus yang merupakan

lanjutan daripada membrana interossea pada tungkai bawah. Ligamenta ini yang

mempertahankan stabilitas sendi talocrural dan menentukan gerakan lingkup

sendinya (ROM = Range of Motion), juga bertanggung jawab terhadap penentuan

jenis trauma yang terjadi. Kebanyakan patah tulang malleoli tidak disebabkan oleh

trauma yang langsung tetapi oleh trauma yang indirek berupa : (i) bending, (ii)

20

twisting dan (iii) tearing pada ligamentanya. Bentuk tulang-tulang sekitar sendi ini

juga memainkan peranan yang penting. 5,6

Perbedaan sumbu anatomik dan sumbu fungsionil sendi talocrural yang cukup

besar serta beda lebar os talus bagian depan dan bagian belakang (1,5 -- 2 mm lebih

lebar pada bagian depan), maka dengan sendirinya pada waktu dorsifleksi tangkai

garpu malleolar akan melebar serta menyempit lagi waktu plantarfleksi. Dengan kata

lain gerakan-gerakan melebar-menyempit oleh karena terdorong, terdapat pada sendi

tibiofibular distal ini. Maka dari itu mempertahankan hal ini juga penting pada

pengobatan trauma sekitar sendi pergelangan kaki ini. Tidak lengkap kiranya

mempelajari anatomi sendi pergelangan kaki tanpa menyebut bermacam-macam

istilah yang terdapat pada sendi ini seperti :4,5

1 Plantarfleksi dan dorsifleksi

1 Eversi dan inversi atau Rotasi Eksternal dan Internal

1 Pronasi-supinasi untuk kaki bagian depan(forefoot) serta

4. Abduksi-adduksi untuk bagian belakang (hindfoot).

BAB III

FRAKTUR ANKLE

III.1 Definisi

Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan istilah

yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle fracture). Fraktur

ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang bertumpu di tanah

atau akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang berlebihan (overstressing)

pada sendi pergelangan kaki.4,7 Fraktur yang parah dapat terjadi pada dislokasi

pergelangan kaki. Fraktur ankle itu sendiri yang dimaksudkan adalah fraktur pada

maleolus lateralis (fibula) dan/atau maleolus medialis. Pergelangan kaki merupakan

sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus duduk dan dilindungi oleh

maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur sekitar

pergelangan kaki disebut sebagai fraktur Pott. Fraktur pada pergelangan kaki sering

21

terjadi pada penderita yang mengalami kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh).

Bidang gerak sendi pergelangan kaki hanya terbatas pada 1 bidang yaitu untuk

pergerakan dorsofleksi dan plantar fleksi. Maka mudah dimengerti bila terjadi

gerakan-gerakan di luar bidang tersebut, dapat menyebabkan fraktur atau fraktur

dislokasi pada daerah pergelangan kaki. Bagian-bagian yang sering menimbulkan

fraktur dan fraktur dislokasi yaitu gaya abduksi, adduksi, endorotasi atau

eksorotasi.5,6,7

III.2 Epidemiologi

Insidens sering terjadi pada :

1. Fraktur pergelangan kaki menduduki posisi kedua sebagai fraktur yang sering

ditemukan.

2. Fraktur pada anak-anak pada umunya melibatkan lempeng pertumbuhan.

3. Fraktur pada remaja (Fraktur Tillaux) memiliki pola khusus karena penutupan

parsial pada lempeng pertumbuhan.

4. Angka kejadian fraktur ini lebih tinggi pada kelompok dewasa muda.

III.3 Mekanisme Cedera

Mekanisme cedera pada fraktur malleolus pada pergelangan kaki umumnya

meliputi gerakan rotasi atau memutar pada sendi, termasuk low-energy akibat terjatuh

karena tersandung dengan gaya memutar atau high-energy akibat kecelakaan lalu

lintas atau terjatuh dari ketinggian.8 Pola fraktur ditentukan oleh dua hal, antara lain

posisi dari kaki dan arah gaya pada saat terjadi cedera (deforming force). Beberapa

gerakan dari sendi pergelangan kaki yang harus diketahui sebelum mempelajari

mekanisme cedera, anta lain dorsofleksi dan plantarfleksi, abduksi (bagian distal

menjauhi plana medial) dan adduksi (bagian distal mendekati plana medial), inversi

(bagian hindfoot menghadap ke medial) dan eversi (bagian hindfoot menghadap ke

lateral), terakhir supinasi (kombinasi dari plantar fleksi, inversi, dan adduksi) dan

pronasi (kombinasi dorsofleksi, eversi, dan abduksi).9,10 Posisi kaki dapat berupa

22

supinasi atau pronasi (posisi supinasi menyebabkan ligamen kontralateral lateral

tegang dan sebaliknya posisi pronasi mengakibatkan ligamen kontralateral medial

tegang), sedangkan arah gaya berupa transversal yaitu adduksi dan abduksi, atau

rotasi lateral.4,8

III.4 Klasifikasi

Lauge-Hansen (1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya

pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan

pengobatan atau manipulasi yang dilakukan.

Klasifikasi yang sering dipakai adalah klasifikasi dari Danis–Weber yang

berdasarkan pada level fraktur fibula. Klasifikasi lainnya adalah dari AO serta Lauge-

Hansen yang berdasarkan patogenesanya. Klasifikasi Danis – Weber adalah sebagai

berikut :

1. Weber type A

Fraktur fibula dibawah tibiofibular syndesmosis yang disebabkan adduksi atau

abduksi. Medial maleolus dapat fraktur atau deltoid ligamen robek.

2. Weber type B

Fraktur oblique dari fibula yang menuju ke garis syndesmosis. Disebabkan

cedera dengan pedis external rotasi syndesmosisnya intak tapi biasanya struktur

dibagikan medial ruptur juga.

3. Weber type C

Fibulanya patah diatas syndesmosis disebut C1 bila 1/3 distal dan C2 bila

lebih tinggi lagi. Disebabkan abduksi saja atau kombinasi abduksi dan external

rotasi. Syndsmosis & membrana interosseus robek juga.

23

Gambar 4. Klasifikasi Danis-Weber. Gambar dikutip dari : Whittle AP, Chapter 51.

Fractures of the Lower Extremily. In : Canale ST, Beaty JH. Campbell’s Operative Orthopaedics.

Eleventh Edition. Volume 3. Mosby, El Sevier. P. 3085-237.

Klasifikasi AO/OTA merupakan pembaharuan dari klasifikasi Danis-Weber

dan mengklasifikasikan lebih lanjut menjadi 9 subtipe dan 27 subkelompok.4 Tiga

tetap dipertahankan sesuai dengan klasifikasi Danis-Weber yaitu tipe A

(infrasyndesmotic), tipe B (transsyndesmotic), dan tipe C (suprasyndesmotic). Tiap

tipe diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 subtipe untuk masing-masing tipe (gambar

5) dan 27 subkelompok berdasarkan terkaitnya cedera dengan struktur sekitar.4,11

Sayangnya, klasifikasi yang awalnya sederhana menjadi sangat kompleks dan sulit

untuk digunakan sehingga tidka banyak diterapkan secara klinis.4

24

Gambar 5. Tipe dan Subtipe dari klasifikasi AO/ATO. Gambar dikutip dari : Whittle

AP. Chapter 51. Fractures of the Lower Extremity. In : Canale ST, Beaty JH. Campbell’s Operative

Orthopaedics. Eleventh Edition. Volume 3. Mosby, El Sevier. P. 3085-237.

Klasifikasi Lauge-Hansen mengelompokkan fraktur pergelangan kaki

menjadi, fraktur supinasi-aduksi, supinasi-eksternal rotasi, pronasi-abduksi, dan

pronasi-eksternal rotasi.4,11 pada semua tipe tersebut, cedera inisial dapat terisolasi

pada hanya 1 bagian tertentu atau dapat terjadi cedera-cedera sekitar berikutnya

sesuai tahapan yang ada. Tipe cedera yang paling umum dalam klasifikasi ini adalah

tipe supinasi-eksternal rotasi (SER).4 Cedera dimulai secara lateral pada bagian

ATFL, menuju eksternal, malleolus lateral atau fraktur oblik spiral dari fibula distal,

PTFL atau posterior malleolus, dan terakhir struktur medial yaitu fraktur malleolus

medial atau ruptur ligamen deltoid (gambar 5).4,11 Cedera tipe supinasi-aduksi (SA)

dikarakteristikan dengan adanya fraktur transverse dari distal fibula dan fraktur

vertikal relatif dari malleolus medial (gambar 5), sedangkan cedera pronasi-abduksi

menyebabkan fraktur transverse dari malleolus medial dan fraktur oblik pendek pada

fibula (relatif horizontal pada x-ray lateral). Cedera pronasi-eksterna rotasi (PER)

dikarakteristikan dengan adanya robekan pada ligamen deltoid atau fraktur pada

25

malleolus medial dan fraktur oblik spiral pada fibula yang letaknya relatif tinggi dari

sendi pergelangan kaki (gambar 6).11

Gambar 5. Cedera Supinasi-Eksternal Rotasi (SER) dan Supinasi-Adduksi. Gambar

dikutip dari : Marsh JL, Saltzman CL. Chapter 53. Ankle Fracture. In : Rock-wood & Green’s

Fracture in Adults. 6th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, 2006. P. 2148-247

26

Gambar 6. Cedera Pronasi-Eksternal Rotasi (PER) dan Pronasi-Abduksi. Gambar

dikutip dari : Marsh JL, Saltzman CL. Chapter 53. Ankle Fracture. In : Rock-wood & Green’s

Fracture in Adults. 6th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, 2006. P. 2148-247

27

Lauge Hansen dari Denmark berhasil melakukan pembagian dari jenis-jenis

trauma serta berdasarkan pembagian ini hampir semua fraktur serta trauma dapat

dibagi dalam 5 dasar mekanismenya.4,5

1. Trauma supinasi/Eversi

Dalam jenis ini termasuk lebih dari 60% dari fraktur sekitar sendi talocrural.

2. Trauma Pronasi/Eversi

Tidak begitu sering, hanya kurang lebih 7 -- 8% fraktur sekitar sendi

talocrural.

3. Trauma Supinasi/Adduksi

Antara 9 -- 15% dari fraktur sendir talocrural termasuk golongan ini.

4. Trauma Pronasi/Abduksi

Sekitar 6 -- 17% fraktur sendi talocrural.

5. Trauma Pronasi/Dorsifleksi

Sangat jarang terjadi tapi perlu disebutkan.

Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam

beberapa macam trauma:

1. Trauma abduksi

Tauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang

bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan pada

ligamen  bagian medial.

2. Trauma adduksi

Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat

oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya

menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya

trauma.

3.   Trauma rotasi eksterna

      Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi

fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial

28

atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai

dengan dislokasi talus.

4.   Trauma kompresi vertikal

      Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur  tibia distal bagian depan disertai

dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan robekan

diastasis.

Satu hal yang penting yang dapat selalu ditarik dari dasar pembagian ini

adalah kita dapat mengenal mekanismenya dari trauma dan kemudian setelah melihat

penemuan radiologik , menghubungkan trauma yang terdapat pada ligamen-

ligamennya. Mengenai trauma inversi juga telah dilakukan penyelidikan-penyelidikan

eksperimentil dan memang dapat dihasilkan secara eksperimentil tapi suatu trauma

inversi hampir tidak pernah akan ditemukan dalam kehidupan sehari- hari. Perlu

ditekankan kembali bahwa sprain , robekan ligamen serta patah tulang pada sendi

talocrural adalah suatu kesatuan etiologi. Kekuatan-kekuatan indirek yang sama,

tergantung dari kedudukan kaki pada saat itu serta arah rotasi sendi talocrural/yang

bekerja pada setiap jenis trauma.

Gambar 7. Posisi Kaki Dorsofleksi

29

Pada gambar di atas, kaki dalam keadaan netral atau dorsifleksi. Bila trauma

menimbulkan rotasi eksternal yang hebat maka ligamentum tibiofibular anterior akan

teregang. Bila rotasi terjadi terus menerus maka kerusakan ligamentum deltoid dapat

terjadi.

Gambar 8. Posisi Kaki Plantar Fleksi Maksimal

Pada gambar di atas, kaki dalatn keadaan plantar fleksi maksimal. Bila trauma

menimbulkan rotasi eksterna yang hebat maka dapat tcrjadi ruptur dari ligamentum

talofibular, disertai luxasi antcrior dari talus.

30

Gambar 9. Fraktur Maleolus Lateralis

Pada gambar di atas, fraktur maleolus lateralis yang terjadi bila trauma

menimbulkan rotasi eksterna dan abduksi yang hebat memutar os talus dan

mendorong meleolus lateral ke posterior Bila trauma cukup kuat ruptur dari

ligamentum dcltoid anterior (tibiotalar dan tibio navicular) serta ligamentum

tibiofibular anterior dapat tcrjadi.

III.6 Diagnosa Klinis

Diagnosa pasti menge nai trauma pada sendi talocrural tidak dapat didasarkan

secara radiologik saja, karena pemeriksaan ini hanya akan memberikan keterangan

yang sedikit sekali mengenai kerusakan pada ligamenta. Diagnosa pada sendi

talocrural membutuhkan palpasi secara metodik oleh karena kebanyakan struktur

yang penting berada langsung dibawah permukaan kulit. Lakukanlah palpasi pertama

pada daerah yang paling tidak memberikan rasa nyeri, dan singkirkan kemungkinan

adanya kerusakan dengan tidak terdapatnya nyeri tekan setempat serta tidak adanya

pernbengkakan pada daerah tersebut. Misalnya kedua malleoli dapat diraba, dan

bilamana tidak memberi rasa nyeri pada penekanan maka kemungkinan fraktur pada

kedua nya kecil sekali. Ligamenta yang mudah diperiksa antara lain adalah :7,8,9

31

1. Medial ligamen. Komponen fibulocalcaneal serta talofibular anterior dari

ligamen lateral.

2. Ligamen tibiofibular inferior. Bilamana ligamenta ini tidak nyeri pada

perabaan dan dapat ditegangkan tanpa memberi rasa sakit, kemungkinan kerusakan

adalah kecil.

Pada setiap pemeriksaan, lingkup gerak sendi harus diperiksa secara teliti. Batasan

dari gerak atau adanya rasa nyeri harus diperhatikan. Untuk mengetahui stabilitas

sendi talocrural perlu hubungan talus dengan kedua tangkai garpu malleolar

diperiksa. Penting pula diingat bahwa nyeri daerah ini mungkin juga disebabkan oleh

karena terdapatnya fraktur pada os calcaneus atau pada basis os metatarsal ke lima.4,5,8

III.6.1 Gejala Klinis

Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali dan tak

dapat berjalan. Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan

atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah

pada daerah tulang atau pada ligamen.7,8

Nyeri pada pergelangan kaki dan ketidakmampuan menahan berat tubuh.

Deformitas dapat timbul bersama dengan fraktur/dislokasi. Sering juga ditemukan

pembengkakan dan ekimosis.7,8

III.6.2 Pemeriksaan Fisik

1. Pengkajian primer

Airway : Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya

penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.

Breathing : Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,

timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar

ronchi /aspirasi.

32

Circulation : Tekanan darah dapat normal atau meningkat , hipotensi

terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,

disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

2. Pengkajian sekunder

Aktivitas/istiraha : Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena dan

Keterbatasan mobilitas.

Sirkulasi : Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon

nyeri/ansietas), hipotensi (respon terhadap kehilangan darah), tachikardi,

penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, cailary refil melambat, pucat

pada bagian yang terkena, dan masa hematoma pada sisi cedera.

Neurosensori : Kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekan, dan

kelemahan

Kenyamanan :Nyeri tiba-tiba saat cidera dan spasme/ kram otot

Keamanan :Laserasi kulit, perdarahan. perubahan warna dan

pembengkakan lokal

Palpasi pada daerah yang terpengaruh dan menginspeksi tiap patahan pada

kulit atau tenting. Memeriksa pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibia posterior dan

semua saraf sensoris maupun motoris pada kaki. Cedera inversi pada pergelangan

kaki dapat menyebabkan palsy nervus peroneus. Memeriksa ada tidaknya

pembengkakan yang parah dan kemungkinan terjadinya sindrom kompartemen pada

kaki.1,2,3,4

III.7 Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologik perlu dilakukan bilamana dicurigai adanya patah

tulang atau disangka adanya suatu robekan ligamen. Biasanya pemotretan dari dua

sudut, anteroposterior dan lateral sudah akan memberikan jawaban adanya hal-hal

tersebut. Pandangan oblique tidak banyak dapat menambah keterangan lain. Untuk

mendapatkan pandangan yang lebih baik mengenai permukaan sendi talocrural, suatu

33

pandangan anteroposterior dengan kaki dalam inversi dapat dilakukan. Suatu stress

X-ray dapat dibuat untuk melihat berapa luas robekan dari ligamen, hal ini terutama

berguna untuk ligamenta lateral. Diastasis sendi (syndesmosis) tibiofibular distal

penting sekali untuk dikenali. Tapi tidak ada suatu cara khusus untuk melihat luasnya

diastasis ini. Suatu fraktur fibula diatas permukaan sendi talocrural (dapat sampai

setinggi 1/3 proksimal fibula) secara tersendiri (tanpa fraktur tibia pada ketinggian

yang sama), selalu harus diperhatikan akan kemungkinan adanya suatu diastasis.

Diastasis juga jelas bila ada subluksasi talus menjauhi malleolus medialis. Tapi bila

tidak terdapat subluksasi ini, belum berarti tidak adanya suatu diastasis.

Pemeriksaan radiologi standar pada daerah pergelangan kaki, antara lain

menggunakan x-ray ankle anteroposterior, lateral, dan mortise (internal rotasi sekitar

15’ agar dapat melihat ankle mortise dengan lebih jelas).2,4 Pemeriksaan ini

digunakan untuk menentukan alignment dan menyimpulkan tingkat stabilitas dari

cedera yang terjadi. Beberapa aspek yang harus dinilai untuk menentukan alignment

(gambar 8), antara lain subchondral bone line (menentukan ada-tiadanya

pemendekan, rotasi, atau displacement dari fibula), talocrural ankle sekitar 83’ untuk

menentukan adanya pemendekan dari fibula, medial clear space menentukan adanya

lateral shift dari talus, dan syndesmotic widening <6 mm.4

34

Gambar 10. Aspek yang perlu dinilai untuk menentukan alignment yang normal pada ankle

joint. Gambar dikutip dari : Marsh JL, Saltzman CL. Chapter 53. Ankle Fracture. In : Rockwood &

Green’s Fracture in Adults. 6th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, 2006. P.2148-247.

III.8 Penatalaksanaan1,3,4,5,8

III.8.1 Penatalaksanaan Berdasarkan Jenis Fraktur

1. Fraktur terisolir maleolus lateralis

Bilamana hanya sebagian tulang yang kecil teravulsi, ini dapat diperlakukan

sebagai suatu robekan ligamen lateral yang partial . Bilamana fragmen lebih besar

maka lebih baik dilakukan immobilisasi dengan gips selama dua sampai tiga minggu,

setelah mana mobilisasi dilakukan tapi dengan Partial Weight Bearing, dan masih

melakukan proteksi dengan elastisch verband.

2. Fraktur maleolus medialis

Dapat  dicoba dengan reposisi tertutup. Bila berhasil baik dipertahankan

dengan imobilisasi gips di bawah lutut selama 8 minggu. Bila hasil reposisi jelek,

harus dipikirkan kemungkinan terjadinya interposisi periosteum antara kedua

35

fragmen. Untuk hal ini harus dilakukan tindakan operasi, dipasang internal fiksasi

dengan pemasangan screw.

3. Fraktur maleolus lateralis

Umumnya dengan melakukan reposisi tertutup hasilnya baik. Imobilisasi

dengan gips di bawah lutut selama 6 minggu. Fraktur maleolus lateralis disertai

dengan robeknya ligamen deltoid. Terjadinya fraktur maleolus lateralis dan dislokasi

tulang talus ke lateral. Hal ini dapat coba ditanggulangi dengan reposisi tertutup. Bila

hasil reposisi tertutup gagal, dilakukan tindakan open reduksi dengan pemasangan

internal fiksasi pada tulang fibula.

4. Fraktur maleolus lateralis dan medialis (Bimaleolus)

Terjadi fraktur maleolus lateralis dimana garis patahnya terletak di atas

permukaan sendi pergelangan kaki dan fraktur avulsi maleolus medialis. Hal ini dapat

dicoba dengan melakukan reposisi tertutup. Kalau hasilnya jelek, dilakukan tindakan

operasi reposisi terbuka dengan pemasangan internal fiksasi pada kedua maleolus.

III.8.2 Penatalaksanaan Fraktur Ankle

1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup

Tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin

untuk kembali seperti letak semula.

2. Imobilisasi fraktur

Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna

3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan, pemberian

analgetik untuk mengerangi nyeri, status neurovaskuler (misal:

peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau, latihan isometrik dan

setting otot diusahakan untuk meminimal akan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah

36

1 Langkah Umum

Analgesik dan elevasi adalah terapi yang harus dilakukan.

Semua fraktur pergelangan kaki harus dipasangi splint dalam posisi

netral.

Fraktur fibula yang terisolasi atau fraktur malleolus media yang tak

bergeser harus dipasangi casting below-the-knee.

Fraktur stabil harus diterapi secara fungsional dengan splint udara dan

peningkatan fungsi weightbearing secara bertahap.

Kesesuaian sendi pergelangan kaki penting untuk dipikirkan ketika

melakukan reduksi pada arthritis post-trauma.

Dislokasi harus secepatnya di reduksi dengan menggunakan sedasi

yang sesuai.

Pasien yang mengalami fraktur terbuka harus dimasukan ke ruang

operasi untuk dilakukan irigasi, debridement, dan fiksasi dalam jangka

waktu 8 jam.

Pasien dilarang bertumpu pada pergelangan kaki yang mengalami

fraktur hingga tidak ada lagi nyeri dan tanda-tanda penyembuhan

fraktur telah tampak pada gambaran radiologis.

Fraktur bimalleolar atau fraktur fibula dengan cedera ligament media

atau cedera syndesmosis hanya dapat diterapi dengan melakukan

operasi.

5. Aktivitas

Pergelangan kaki harus diangkat untuk mengurangi pembengkakan.

Weightbearing dan ROM yang lebih dini sangat penting dilakukan

untuk mencegah kekakuan.

6. Perawatan

Penggosokan pada splint atau cast sebaiknya tidak dilakukan.

7. Terapi khusus

37

Terapi Fisik

ROM pada sendi MTP dan, kemudian, pada pergelangan kaki dan

pertengahan kaki penting dilakukan untuk mencegah kontraktur dan mengurangi

parut jaringan lunak.

8. Medikamentosa

Lini Pertama : Analgesik

Operasi

Selain persoalan yang terdapat mengenai tindakan operatip pada fraktur yang

tidak stabil ada beberapa trauma pada sendi talocrural yang memang merupakan

indikasi untuk tindakan operatif, seperti :

Fraktur Malleolus medialis dengan interposisi jaringan lunak.

Diastasis syndesmosis Tibiofibular inferior (distal).

Fraktur Posterior marginal (VOLKMAN Striangle) daritibia, bilamana lebih

dari 1/3 permukaan sendi.

Fraktur Anterior marginal dari Tibia (Pronation/dorsiflexion injury).

Sebaiknya tindakan operatip dilakukan secepatnya. Penting diingat bahwa

tindakan operatip pada penderita, dimana harus dijelaskan bahwa tujuannya adalah

mendapatkan sendi yang sebaik mungkin dan kemauan penderita untuk melatih

setelah operasi akan memegang peranan terjadinya kekakuan atau tidak. Dengan

menekankan bahwa rehabilitasi setelah tindakan konservatip maupun operatip adalah

suatu keharusan, kiranya pengertian dasar mengenai trauma pada persendian

talocrural dalam karangan ini telah diuraikan.

Untuk menentukan ada tidaknya cedera medial, kita dapat melakukan

eksternal rotasi disertai penekanan. Fraktur fibula biasanya ditangani dengan plat

melalui pendekatan insisi lateral (kita dapat menggunakan plat lateral atau posterior

yang bersifat antiglide). Fraktur malleolar medial dapat distabilisasi dengan sekrup

kompresi. Sebuah plat penopang dapat digunakan untuk mengatasi fraktur vertical.

Cedera sindesmosis yang bersifat tidak stabil pada tes fluoroskopis harus ditangani

38

dengan fiksasi sekrup sindesmosis. Fraktur terbuka atau tidak stabil membutuhkan

sebuah fiksator eksternal dengan atau tanpa internal fiksasi.

9. Follow Up

Gambaran radiografi pasien harus di-follow up tiap 1-2 minggu

Setelah splint awal dilepaskan, pasien sebaiknya dipasangi cast below-

the-knee atau moon boot selama 4 minggu.

Setelah itu gambaran radiografi di-follow up lagi tiap 6 minggu hingga

fraktur sembuh.

10. Disposisi

11. Rujukan

Fraktur tidak stabil atau yang bergeser harus segera dirujuk ke dokter spesialis

ortopedi.

III.9 Prognosis

Pada umumnya fraktur pergelangan kaki dapat sembuh tanpa komplikasi dan

pasien dapat kembali beraktivitas sebagaimana biasanya.

a. Pada fraktur yang parah, lepuhan dapat timbul dan menyebabkan gangguan

pada integritas kulit.

b. Lesi tendon peroneal dapat disebabkan oleh plat posterior antiglide.

c. Piranti keras yang menyakitkan harus dilepaskan segera setelah fraktur

sembuh.

d. Sindrom kompartemen.

e. Fraktur terbuka dapat mengalami infeksi dan membutuhkan irigasi  dan

deridemen

f. Nonunion,sering membutuhkan operasi fusi.

g. Malunion, kadang-kadang membutuhkan osteotomy korektif

h. Pada pasien tua memiliki tulang osteoporotik, yang menyulitkan proses

operasi.

39

i. Lebih rentan mengalami kerusakan kulit atau luka, dan membutuhkan terapi

khusus untuk memastikan asupan darah tetap lancar.

j. Artritis pasca-trauma:

Terjadi pada 25% pasien yang mengalami fraktur pergelangan kaki

dan membutuhkan fusi pergelangan kaki untuk mengatasinya.

Terjadi peningkatan jumlah pasien yang mengalami nyeri pergelangan

kaki dan arthritis yang berbanding lurus dengan panjangnya masa

follow up setelah fraktur.

k. Pengawasan Pasien

Pemeriksaan radiografi harus dilakukan tiap 2-6 minggu, tergantung

pada pola fraktur dan tanda-tanda penyembuhan

III.10 Komplikasi

1. Vaskuler

Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan

pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.

2.   Malunion

Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak

akurat yang akan menimbulkan osteoarthritis.

3.   Osteoartritis

4. Algodistrofi

   Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat

pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi

perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.

1 Kekakuan yang hebat pada sendi

KESIMPULAN

40

Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan istilah

yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle fracture). Fraktur

ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang bertumpu di tanah

atau akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang berlebihan (overstressing)

pada sendi pergelangan kaki.

Klasifikasi yang sering dipakai adalah klasifikasi dari Danis–Weber yang

berdasarkan pada level fraktur fibula. , Lauge Hansen dari Denmark berhasil

melakukan pembagian dari jenis-jenis trauma serta berdasarkan pembagian ini hampir

semua fraktur serta trauma dapat dibagi dalam 5 dasar mekanismenya, yaitu : trauma

supinasi / eversi, trauma pronasi / eversi, trauma supinasi / adduksi, trauma pronasi /

abduksi, dan trauma pronasi / dorsifleksi.

Sebaiknya tindakan operatip dilakukan secepatnya. Penting diingat bahwa

tindakan operatip pada penderita, dimana harus dijelaskan bahwa tujuannya adalah

mendapatkan sendi yang sebaik mungkin dan kemauan penderita untuk melatih

setelah operasi akan memegang peranan terjadinya kekakuan atau tidak. Dengan

menekankan bahwa rehabilitasi setelah tindakan konservatip maupun operatip adalah

suatu keharusan, kiranya pengertian dasar mengenai trauma pada persendian

talocrural dalam karangan ini telah diuraikan.

DAFTAR PUSTAKA

41

1. Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi,

Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.2012. 1058-1064.

2. Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah

Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.

3. Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C;

Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. Intisari Prinsip

Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000.

4. Reksoprojo.S: Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU; Sumardi.R;

Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.

Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.2001.

5. Hafiz et al. Ankle Fractures : The Operative Outcome. Malysian Orthopaedic

Journal 2011 : 5 (I); 40-3

6. Bugler KE, White TO, Thordarson DB. Focus on Ankle Fracture.

J_Bone_Joint_Surg_Br 2012;I;I-4

7. Marsh JL, Saltzman CL. Chapter 53. Ankle Fracture. In : Rockwood & Green’s

Fracture in Adults. 6th Lippincott Williamsm & Wilkins. P.317-405

8. Moore KL, Agur AMR, Dalley AF. Chapter 5. Lower Limbs. In : Moore KL,

Agur AMR, Dalley AF. Essentials Clinical Anatomy. 4th Lippincott Wiliams &

Wilkins. p.317-405

9. Hoagland TM, Gest TR, Ankle Joint Anatomy. EmedicineMedscape Accessed

by : http://emedicine.medscape.com/article/1946201-overview.

10. Bowyer G. Chapter 31. Injuries of the Ankle and Foot. In : solomon L, Warwick

D, Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9 th Hodder

Arnold, London. 2010. P.907-34

42

43