status ujian anestesi

47
BAB I STATUS UJIAN IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. N Umur : 55 Tahun JenisKelamin : Perempuan Alamat : Jl. Tipar cakung RT 010 RW 001 No. 65 kel. Sukapura kec. Celincing Agama : Islam Status : Menikah Nomor RM : 210533 Masuk RS : 22 Agustus 2015 ANAMNESIS (Auto dan Alloanamnesis) tanggal 24/8/2015 KU : Benjolan pada bahu kiri RPS : Pada Awalnya sekitar sebulan yang lalu pasien baru menyadari ada benjolan pada bahu kiri sampai lengan bagian atas sebelah kiri sebesar buah pir kadang-kadang terasa agak ngilu jika terlalu banyak beraktifitas tapi tidak menggangu kegiatan sehari-hari. Pasien tidak sadar awal timbulnya benjolan karena selama ini menurut pasien badannya naik berat badan bertambah gemuk. Tidak nyeri jika ditekan dan tidak terasa panas pada bagian benjolan. 1

Upload: rahmi-nur-fitriani-misilu

Post on 30-Jan-2016

242 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ujian

TRANSCRIPT

Page 1: Status Ujian Anestesi

BAB I

STATUS UJIAN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Umur : 55 Tahun

JenisKelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Tipar cakung RT 010 RW 001 No. 65 kel. Sukapura kec. Celincing

Agama : Islam

Status : Menikah

Nomor RM : 210533

Masuk RS : 22 Agustus 2015

ANAMNESIS (Auto dan Alloanamnesis) tanggal 24/8/2015

KU : Benjolan pada bahu kiri

RPS : Pada Awalnya sekitar sebulan yang lalu pasien baru menyadari ada

benjolan pada bahu kiri sampai lengan bagian atas sebelah kiri sebesar buah

pir kadang-kadang terasa agak ngilu jika terlalu banyak beraktifitas tapi tidak

menggangu kegiatan sehari-hari. Pasien tidak sadar awal timbulnya benjolan

karena selama ini menurut pasien badannya naik berat badan bertambah

gemuk. Tidak nyeri jika ditekan dan tidak terasa panas pada bagian benjolan.

Demam, mual, muntah, nyeri kepala disangkal oleh pasien.

R Peny.Dahulu : Pasien pernah berobat 1 bulan yang lalu ke puskesmas dan langsung

dirujuk ke Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura . Riwayat hipertensi

(-), Riwayat jantung (-) , Riwayat asma (-), riwayat DM (-), riwayat

operasi (-).

R Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami riwayat Hipertensi, DM

dan jantung disangkal

1

Page 2: Status Ujian Anestesi

R. Pengobatan : Os tidak pernah mengkonsumsi obat obatan yang berhubungan dengan

penyakitnya.

R. Alergi : Os menyangkal memiliki alergi seperti obat -, makanan -, zat tertentu

R. Psikososial : Os tidak merokok -, Konsumsi alkohol -

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TTV : TD : 140/90 mmHg

HR :88 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 36,5

Antropometri : BB : 65 kg

TB : 152 cm

Kepala : Normocephal

Mata : konjungtiva anemis (-/-),sclera ikterus (-/-), sianosis (-)

ODS : reflex cahaya+/+

Mulut : Gigi geligi dbn, gigi palsu -

Leher : bruit (-) pembesaran KGB (-)

Thorax :

Inspeksi : bentuk dada normochest, simetriskiri=kanan, ikutgeraknapas

Palpasi : MT (-), NT (-), focal fremituskiri=kanan

Perkusi : sonor kiri=kanan

Auskultasi : vesikuler (+/+), Rh -/-, Wh-/-

Jantung :

Inspeksi : IC tidak tampak

2

Page 3: Status Ujian Anestesi

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra

Perkusi : Batas kanan jantung di linea para sternal dextra

Batas kiri jantung di interkostalis 5 midclavicularis sinistra

Auskultasi : S1/S2murni, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : Cembung

Auskultasi : peristaltik (-)

Palpasi : pembesaran hepar/lien tidakteraba

Perkusi : timpani (-), ballottement (-)

Extremitas :

Atas : akral hangat +/+, sianosis -/-, edema -/-, RCT <2 dtk +/+

Bawah : akral hangat +/+, sianosis -/-, edema -/-, RCT <2 dtk +/+

STATUS LOKALIS

a/r. deltoid sinistra

Benjolan berukuran 7 x 5 cm, permukaan rata (+), mobile (+), nyeri tekan (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

HEMATOLOGI RUTIN

Hb 12,9 11,7-15,5 g/dL

leukosit 6900 3,60-11,00 10 D3 /µl

Ht 37,4 35-47 %

trombosit 380.000 150-440 10 D3 /µL

3

Page 4: Status Ujian Anestesi

Masa Perdarahan 2’00”

Masa Pembekuan 4’00”

RESUME

benjolan pada bahu kiri sampai lengan bagian atas sebelah kiri sebesar buah pir kadang-

kadang terasa agak ngilu jika terlalu banyak beraktifitas tapi tidak menggangu kegiatan

sehari-hari. Tidak nyeri jika ditekan dan tidak terasa panas pada bagian benjolan.

Pemeriksaan fisik:

TD : 140/90 mmHg

HR : 88 x/menit

RR : 22 x/menit

Status lokalis

a/r. deltoid sinistra

Benjolan berukuran 7 x 5 cm, permukaan rata (+), mobile (+), nyeri tekan (-)

Diagnosis : Giant Lipoma dan Hipertensi

LAPORAN STATUS ANASTESIA

Nama :Ny. N

Umur : 55 Tahun

Ruangan : Abudzar 1

Anastesiologis : Dr. Eva Susana, Sp.An.

Operator : Dr. Sunaryo,Sp. B

4

Page 5: Status Ujian Anestesi

Jenis Operasi : Eksterpasi

Jenis Anastesi : General Anasthesia

Respirasi : Kendali, O2 nasal : 2 lt/ mnt

Anastesia dengan : ketalar, recofol

TekhnikAnastesia : TIVA

a) Diagnosis pra-bedah : Giant Lipoma dan Hipertensi

b) Diagnosis post-bedah : Giant Lipoma dan hipertensi

c) Jenis pembedahan : Ekterpasi

Preoperatif :

TD: 160/90 mmHg; HR: 95x/menit; RR : 21x/menit; T : 36,50C

TB : 152 cm; BB : 65 kg

HB : 12,9; HT : 37,4

Riwayat asma (-)

Riwayat Hipertensi (+)

Riwayat jantung ( -)

Riwayat DM (-)

Riwayat alergi obat2an (-)

Riwayat operasi (-)

Premedikasi :

Tidak Terdapat gigi palsu

ASA : II (Terdapat penyakit sistemik ringan/sedang “hipertensi”)

Persiapan Operasi :

Dipuasakan 6-8 jam sebelum op. :

Intake oral terakhir :03.00 WIB tgl 24 Agustus 2015

Saat di ruang persiapan, pasien di infus dg Rl.

5

Page 6: Status Ujian Anestesi

Lalu pasien masuk ruang op jam 09.00 WIB

Dilakukan pemasangan pengukur saturasi 02, manset utk mengukur TD

Catatan Anasthesia :

Jenis Anestesi : General Anesthesia

Teknik Anestesi : TIVA

Pelaksanaan :

Pasien diinduksi pd jam 09.20

Dg obat :

o Prozepam 7,5 mg

o Ketalar 30 mg

o Recofol 50 mg

Monitoring :

o TTV :

o TD : 170/95 mmHg, Nadi : 91 x/menit, RR : 20 x/menit kendali, SpO2 99%.

Dilakukan pemsangan kanul oksigen 2 liter permenit

Monitoring TTV, SpO2

Pemberian Obat-obatan :

Pukul 09.30:

o Ketalar 30 mg

o Recofol 50 mg

Pukul 09.35

o Ketalar 20 mg

o Recofol 50 mg

Stlh nafas pasien adekuat, lalu pasien dipindahkan ke ruang observasi.

Dilakukan monitoring Skor ALDRETE, TD, Nadi dan SpO2

Skor Aldrete

Pasien pulih sesuai skor aldrete jam 09.45

6

Page 7: Status Ujian Anestesi

Skor Aldrete 10.

* Aktivitas 2 pasien mampu menggerakkan ke 4 ekstremitas

* Respirasi 2 pasien mampu bernapas spontan/batuk

* TD 2 20% pra anestesi

* Kesadaran 2 Sadar

* Saturasi 02 2 > 99%

Pasca anastesia :

TTV :

* TD : 140/70 mmHg

* Nadi : 68 x/menit

* RR : 20 x/menit

* Sp O2 : 99% dan tanpa O2

Jumlah Medikasi :

(1) Prozepam 7,5 mg

(2) Ketalar 80 mg

(3) Recofol 150 mg

(4) Cairan : Ringer Laktat 20 tpm

7

Page 8: Status Ujian Anestesi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANASTESI PADA PASIEN HIPERTENSI

a. Penilaian Preopertaif dan Persiapan Preoperative Pasien Hipertensi

Sebuah pertanyaan sering muncul dalam praktek anestesi adalah derajat hipertensi pra

operasi yang dapat diterima pada pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif.Kecuali

untuk pasien secara optimal dikontrol, kebanyakan pasien hipertensi masuk ke ruang operasi

dengan beberapa derajat hipertensi.Meskipun pada saat preoperative pasien memiliki

hipertensi sedang (tekanan <diastolik 90-110 mm Hg) namun hal ini tidak menutup

kemungkinan terjadinya komplikasi pasca operasi.Penelitian lainnya menunjukkan bahwa

pasien hipertensi yang tidak diobati atau tidak terkontrol lebih cenderung untuk mengalami

episode iskemia intraoperatif infark, aritmia, atau hipertensi, dan hipotensi.Penyesuaian

intrabedah selama anestesi serta penggunaan obat vasoaktif diharapkan dapat mengurangi

insiden komplikasi postoperasi yang disebabkan preoperatif tidak memadai untuk mengontrol

hipertensi. (Morgan, 2002)

pemeriksaan dengan melakukan anamnesis riwayat perjalanan penyakitnya,

pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan prosedur diagnostik lainnya.Penilaian status

volume cairan tubuh adalah menyangkut apakah status hidrasi yang dinilai merupakan yang

sebenarnya ataukah suatu relative hipovolemia (berkaitan dengan penggunaan diuretika dan

vasodilator).Disamping itu penggunaan diuretika yang rutin, sering menyebabkan

hipokalemia dan hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya

aritmia. Untuk evaluasi jantung, EKG dan x-ray toraks akan sangat membantu. Adanya LVH

dapat menyebabkan meningkatnya risiko iskemia miokardial akibat ketidak seimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen.Untuk evaluasi ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan

BUN sebaiknya diperiksa untuk memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim

ginjal.Jika ditemukan ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya hiperkalemia dan

peningkatan volume plasma perlu diperhatikan.Untuk evaluasi serebrovaskuler, riwayat

adanya stroke atau TIA dan adanya retinopati hipertensi perlu dicatat.Tujuan pengobatan

hipertensi adalah mencegah komplikasi kardiovaskuler akibat tingginya TD, termasuk

penyakit arteri koroner, stroke, CHF, aneurisme arteri dan penyakit ginjal.

8

Page 9: Status Ujian Anestesi

Sementara itu pasien yang harus menjalani operasi elektif idealnya hanya bisa

dilakukan ketika tekanan darah dalam batas normal, pendekatan ini tidak selalu layak atau

selalu diinginkan karena gangguan autoregulasi serebral.Penurunan tekanan darah yang

berlebihan dapat mengganggu perfusi serebral. Selain itu, keputusan apakah akan menunda

atau melanjutkan dengan intervensi bedah harus bersifat individual, tergantung pada beratnya

elevasi tekanan darah sebelum operasi, kemungkinan iskemi miokard, disfungsi ventrikel

atau komplikasi vaskularisasi serebral atau ginjal, dan pembedahan (jika perubahan besar

yang disebabkan operasi di awal jantung atau afterload yang diperbolehkan). Dalam banyak

kasus, hipertensi saat preoperative terjadi karena ketidakpatuhan pasien dengan pola obat

yang diberikan.Dengan sedikit pengecualian, antihipertensi harus dilanjutkan sampai

operasi.Beberapa dokter mempertahankan pemberian ACE inhibitor di pagi hari sebelum

operasi karena hubungannya dengan peningkatan insiden hipotensi intraoperatif. ACE

inhibitor diketahui dapat mencegah terjadinya risiko hipertensi perioperatif dan mampu

mencukupi kebutuhan antihipertensi parenteral. Operasi pada pasien dengan tekanan diastolik

preoperatif lebih besar dari 110 mmHg, terutama pada pasien yang telah diketahui pasti

mengalami kerusakan organ akhir maka operasi harus ditunda sampai tekanan darah lebih

terkontrol selama beberapa hari. (morgan, 2002)

b. Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan

untuk:

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi anesthesia

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Meminimalkan jumlah obat anestesi

Mengurangi mual-muntah pasca bedah

Menciptakan amnesia

Mengurangi isi cairan lambung

Mengurangi reflek yang membahayakan

Premedikasi bertujuan mengurangi kecemasan pra operasi dan sangat dibutuhkan pada pasien

hipertensi.Preoperatif hipertensi ringan hingga menengah sering sembuh setelah pemberian

agen anxiolytic, seperti midazolam.pemberian antihipertensi preoperatif harus dilanjutkan

sesuai jadwal dan dapat diberikan dengan sedikit tegukan air. Seperti disebutkan sebelumnya,

9

Page 10: Status Ujian Anestesi

beberapa dokter melanjutkan pemberian ACE inhibitor karena diketahui dapat mencegah

menurunkan tekanan darah intraoperatif. Pemberian α2adrenergik agonis sentral dapat

dijadikan sebagai tambahan yang berguna untuk premedikasi penderita hipertensi, pemberian

sedasi tambahan klonidine dosis 0,2 mg dapat mengurangi penggunaan obat anestesi

intraoperatif dan mengurangi terjadinya hipertensi perioperative. Sayangnya, pemerian

klonidine selama selain dapat menimbulkan hipotensi tapi juga menyebabkan terjadinya

bradikardi selama operatisi. (morgan, 2002)

c. Manajemen Intraoperatif

Objektif

Secara keseluruhan tujuan anestesi untuk pasien dengan hipertensi adalah

menjaga kestabilan tekanan darah pasien.Pasien batas akhir hipertensi dapat diobati

seperti pasien dengan tekanan darah normal. Pada pasien usia lanjut atau pasien

dengan hipertensi yang tidak terkontrol telah terjadi perubahan autoregulasi aliran

darah serebral dimana tekanan darah yang tinggi mempertahankankan aliran darah

otak yang memadai. Pada sebagian besar pasien dengan hipertensi yang lama harus

dipikirkan kemungkinan terjadinya penyakit arteri koroner dan hipertrofi

jantung,sehingga peningkatan tekanan darah yang berlebihan dapat dihindari.

Hipertensi, terutama dalam kaitannya dengan takikardia, dapat memicu terjadinya

iskemia miokard, disfungsi ventrikel bahkan keduanya.Tekanan darah arteri

umumnya harus dijaga dalam 10-20% dari tingkat pra operasi. Jika hipertensi terjadi

sebelum operasi dimana tekanan darah lebih dari 180/120 mmHg, maka tekanan darah

arteri harus dipertahankan dalam batas normal, yaitu 150-140/90-80 mm Hg.

(morgan, 2002)

Pemantauan

Sebagian besar pasien hipertensi tidak memerlukan pemantauan intraoperatif

khusus.Pemantauan tekanan darah harus terus menerus dilakukan pada pasien dengan

tekanan darah yang tidak stabil dan pasien dengan prosedur pembedahan utama yang

terkait dengan perubahan yang cepat atau ditandai dengan preload jantung atau

afterload.Pemantauan elektrokardiografi bertujuan untuk mengetahui dengan cepat

tanda-tanda iskemia.Produksi urin harus dipantau melalui kateter urin terutama pada

pasien gangguan ginjal yang sedang menjalani tindakan dan diharapkan dapat

bertahan lebih dari 2 jam.Selama pemantauan hemodinamik invasive dilakukan,

10

Page 11: Status Ujian Anestesi

pemenuhan kebutuhan ventrikel sering berkurang terutama pada pasien dengan

hipertrofi ventrikel.

Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan selama pemeliharaan

anestesia adalah meminimalkan terjadinya fluktuasi tekanan darah yang terlalu tinggi.

Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama periode intraoperatif adalah sama

pentingnya dengan pengontrolan hipertensi pada periode preoperative. Pada hipertensi

kronis akan menyebabkan pergeseran tekanan autoregulasi dari serebral dan ginjal.

Sehingga pada penderita hipertensi ini akan mudah terjadi penurunan aliran darah

serebral dan iskemia serebral jika tekanan darah diturunkan secara tiba-tiba. Terapi

jangka panjang dengan obat antihipertensi akan mengubah kembali kurva autregulasi

kekiri kembali ke normal. Dalam mengukur autoregulasi serebral dapat digunakan

beberapa acuan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu:

Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal yang

dianjurkan untuk penderita hipertensi.

Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala hipoperfusi otak.

Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadian stroke.

Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal kurang lebih sama dengan

yang terjadi pada serebral.

Anestesia akan aman jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi dengan

memperhatikan kestabilan hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia dengan

volatile (tunggal atau dikombinasikan dengan N2O), anestesia imbang (balance

anesthesia) dengan opioid + N2O + pelumpuh otot, atau anestesia total intravena bisa

digunakan untuk pemeliharaan anestesia. Anestesia regional dapat dipilih sebagai

teknik anestesia, namun perlu diingat bahwa anestesia regional sering menyebabkan

hipotensi akibat blok simpatis dan ini sering dikaitkan pada pasien dengan keadaan

hipovolemia. Jika hipertensi tidak berespon terhadap obat-obatan yang diberikan,

maka penyebab yang lain harus dipertimbangkan seperti phaeochromacytoma,

carcinoid syndrome dan tyroid storm.

Induksi Anestesi

Induksi anestesia dan intubasi endotrakea sering menyebabkan gangguan

hemodinamik pada pasien hipertensi.Saat induksi sering terjadi hipotensi namun saat

intubasi sering menimbulkan hipertensi.Hipotensi terjadi akibat vasodilatasi perifer

terutama pada keadaan kekurangan volume intravaskuler sehingga pemberian cairan

sebelumnya penting dilakukan untuk tercapainya normovolemia sebelum induksi.

11

Page 12: Status Ujian Anestesi

Disamping itu hipotensi juga sering terjadi akibat depresi sirkulasi karena efek dari

obat anestesi dan efek dari obat antihipertensi yang sedang dikonsumsi oleh penderita,

seperti ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker. Hipertensi yang terjadi

biasanya diakibatkan stimulus nyeri karena laringoskopi dan intubasi endotrakea yang

bisa menyebabkan takikardia dan iskemia miokard.Angka kejadian hipertensi akibat

tindakan laringoskopi-intubasi endotrakea bisa mencapai 25%. Durasi laringoskopi

dibawah 15 detik dapat membantu meminimalisir terjadinya fluktuasi hemodinamik

Beberapa teknik dibawah ini bisa dilakukan sebelum tindakan laringoskopi-intubasi

untuk menghindari terjadinya hipertensi (morgan, 2002)

Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas volatile yang poten selama 5-10 menit.

Pemberian opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25 mikrogram/kgbb,

sufentanil 0,25- 0,5 mikrogram/kgbb, atau ramifentanil 0,5-1 mikrogram/ kgbb).

Pemberian lidokain 1,5 mg/kgbb secara intravena atau intratrakea.

Penggunakan beta-adrenergik blockade dengan esmolol 0,3-1,5 mg/kgbb, propanolol 1-3

mg, atau labetatol 5-20 mg).

Penggunakan anestesia topikal pada jalan napas.

d. Pemilihan obat anestesi

Obat induksi

Keunggulan dari setiap obat induksi dan teknik yang dilakukan belum jelas

bagi agen hipertensi.Meskipun dengan anestesi regional, penurunan tekanan darah

yang tajam justru lebih sering terjadi pada pasien hipertensi dibandingkan dengan

pasien normotensi.Barbiturat, benzodiazepin, propofol, dan etomidare adalah

induksi anestesi yang paling aman diberikan pada pasien hipertensi. Pemberian

ketamin merupakan kontraindikasi untuk tindakan operasi karena dapat memicu

terjadinya hipertensi namun hal ini dapat dihilangkan dengan pemberian dosis

kecil bersama dengan agen lainnya, terutama benzodiazepin atau

propofol(morgan, 2002)

Rumatan

Anestesi bisa aman dilanjutkan dengan agen volatile (tunggal atau dengan

oksida nitrous), suatu teknik seimbang (oksida opioid + nitrous + relaksan otot),

atau sama sekali teknik intravena. Terlepas dari teknik pengobatan primer,

penambahan agen volatile atau vasodilator intravena umumnya memungkinkan

kontrol lebih memuaskan tekanan darah intraoperatif.vasodilatasi Depresi dan

12

Page 13: Status Ujian Anestesi

miokard yang relatif cepat dan reversibel yang diberikan oleh agen volatile dapat

berpengaruh terhadap tekanan darah arteri.Oleh sebab itu, beberapa dokter

percaya bahwa pemberian opioid dan sufentanil dapat menekan saraf otonom serta

mengontrol tekanan darah. (morgan, 2002)

Pelumpuh otot

Dengan beberapa pengecualian seperti pankuronium, setiap pelumpuh otot

dapat digunakan secara rutin.Pankuronium memiliki efek memblokade syaraf

vagal dan melepaskan katekolamin sehingga dapat memperburuk keadaan pasien

hipertensi yang tidak terkontrol. Ketika pankuronium diberikan perlahan-lahan

dan sedikit demi sedikit akan terjadi peningkatan detak jantung serta naiknya

tekanan darah. Tetapi pankuronium berguna utnuk mengimbangi kekuatan vagal

berlebihan yang disebabkan oleh manipulasi opioid atau bedah. Pemberian obat

hipotensi seperti tubocurarine, merocurine, acracurium, atau mungkin mivacurium

dapat dijadikan pilihan untuk pasien hipertensi.1

Vasopressors

Penderita hipertensi dapat menampilkan respon berlebihan untuk kedua

ranjau-catechola endogen (dari inkubasi atau stimulasi bedah) dan agonis simpatik

eksogen diberikan.Jika seorang vasopresor diperlukan untuk mengobati hipotensi

berlebihan, dosis kecil agen langsung penuaan seperti fenilefrin (25-50 Âμg)

mungkin lebih baik untuk agen langsung.Namun demikian, dosis kecil efedrin (5-

10 mg) lebih tepat bila tinggi nada vagal. Kesabaran sympatholytics diambil

sebelum operasi mungkin menunjukkan respon jatuh ke vasopressors, terutama

efedrin.1

e. Hipertensi Intraoperatif

Hipertensi intraoperatif tidak menanggapi peningkatan kedalaman anestesi

(terutama dengan agen volatile) dapat diobati dengan berbagai agen parenteral

(Tabel 20-5).menyebabkan Reversible siap seperti kedalaman anestesi yang tidak

memadai, hipoksemia, atau hypercapnia harus selalu dikecualikan sebelum

memulai terapi antihipertensi. Pemilihan agen hipotensi tergantung pada

ketajaman, keparahan, dan menyebabkan hipertensi, fungsi dasar ventrikel, tingkat

hem, dan adanya penyakit paru-paru bronchospastic.β-adrenergik blokade sendiri

atau sebagai dukungan-plement merupakan pilihan yang baik untuk pasien dengan

13

Page 14: Status Ujian Anestesi

fungsi ventrikel yang baik dan detak jantung tinggi tetapi kontraindikasi pada

pasien dengan penyakit bronchospastic. Nicardipine mungkin lebih baik untuk

pasien dengan penyakit bronchospastic. Reflex tachycardia berikut nifedipin

sublingual telah associted dengan infark ischernia.Nitroprusside tetap menjadi

agen yang paling cepat dan efektif untuk pengobatan intraoperarive hipertensi

sedang sampai parah.Nitrogliserin mungkin kurang efektif tetapi juga berguna

dalam mengobati atau mencegah iskemia miokard.Fenoldopam juga merupakan

agen yang berguna dan dapat meningkatkan atau mempertahankan fungsi

ginjal.hydralazine Berkelanjutan menyediakan kontrol tekanan darah namun

memiliki onset tertunda dan sering dikaitkan dengan takikardi refleks. Yang

terakhir ini tidak terlihat dengan labetalol karena kombinasi blockade α dan β

adrenergik(morgan, 2002)

f. Manajemen Postoperratif

Hipertensi pascaoperasi harus diantisipasi terutama pada pasien dengan

hipertensi kurang terkontrol.Pemantauan tekanan darah harus terus dilanjutkan

baik di ruang pemulihan dan periode pasca operasi dini.Iskemia miokard dan

gagal jantung kongestif dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah

sehingga terjadi hematoma dan luka pada garis jahitan gangguan pembuluh darah.

Hipertensi pada periode pemulihan sering multi-faktorial dan ditingkatkan

dengan gangguan pernapasan, rasa sakit, volume overload, atau distensi kandung

kemih.Masalah tambahan harus diatasi dan pemberian obat antihipertensi

parenteral dapat dilakukan jika perlu.Pemberian nicardipine melalui intravena

berguna dalam mengontrol tekanan darah terutama jika dicurigai iskemia miokard

dan bronkospasme.Ketika pasien kembali mendapatkan asupan oral, maka

pengobatan preoperatif harus ulang diulang kembali. (morgan, 2002)

B. LIPOMA

Definisi

Lipoma adalah tumor mesenkim jinak (benign mesenchymal tumors) yang

berada dibawah kulit yang berasal dari jaringan lemak (adipocytes). Biasanya lipoma

dijumpai pada usia lanjut (40-60 tahun). Karena lipoma merupakan lemak, maka

dapat muncul dimanapun pada tubuh. Jenis yang paling sering adalah yang berada

14

Page 15: Status Ujian Anestesi

lebih ke permukaan kulit (superficial). Biasanya lipoma berlokasi di kepala, leher,

bahu, badan, punggung, atau lengan. Jenis yang lain adalah yang letaknya lebih dalam

dari kulit seperti dalam otot, saraf, sendi, ataupun tendon.

Prevalensi

Lipoma adalah tumor jaringan lunak yang paling umum dengan prevalensi

sebesar 2,1 per 1.000 orang. Lipoma terjadi pada 1% penduduk dengan tingkat

prevalensi 1/5.000 pada orang dewasa.

Gejala Klinis

Lipoma berbentuk seperti benjolan dengan diameter 2-10 cm, terasa kenyal

dan lembut. Serta bergerak bebas di kulit, namun overlying skin ini secara khas

normal. Sering terdapat pada leher, lengan dan dada. Tetapi bisa muncul di bagian

tubuh manapun. Pada umumnya orang orang tidak menyadari jika mereka mengidap

lipoma sampai benjolannya tumbuh besar dan terlihat.

Lipoma bersifat lunak pada perabaan, dapat digerakkan, dan tidak nyeri.

Pertumbuhannya sangat lambat dan jarang sekali menjadi ganas. Lipoma kebanyakan

berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari diameter 6 cm.

memiliki batas dengan jaringan yang tidak nyata. Kapsul yang membungkus merupakan

pseudokapsul yang berasal dari jaringan lemak yang tidak rata maka akan muncul

gambaran pseudolobulated pada palpasi. Oleh karena sifat sel lemak yang lunak seperti

cairan maka sering dikatakan sebagai pseudokistik.

C. TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)

15

Page 16: Status Ujian Anestesi

TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat

anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi

termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi

yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik.

Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu

Amnesia

Arefleksia otonomik

Analgesik

+/- relaksasi otot

Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan

kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen

tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di

atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen

anestesi intravena yang paling lengkap.

Kelebihan TIVA:

Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih

akurat sesuai yang dibutuhkan.

Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan

nafas atau paru-paru.

Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.

a. DEFINISI

Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan

memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat

tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik.

Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai

pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.10

Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi

dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton,

Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

b. INDIKASI ANESTESI INTRAVENA

1. Obat induksi anesthesia umum

16

Page 17: Status Ujian Anestesi

2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat

3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

4. Obat tambahan anestesi regional

5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

c. CARA PEMBERIAN

Sebagai  obat tunggal :

·         Induksi anestesi

·         Operasi singkat: cabut  gigi

Suntikan berulang :

·         Sesuai kebutuhan : curetase

Diteteskan lewat infus :

·         Menambah kekuatan anestesi

d. JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA

Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )

Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena

dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam

praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum,

pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung

lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh

adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada

pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih

susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga

kompatibel dengan D5W.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek

primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma Amino Butired Acid).

Farmakokinetik

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,

eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh

propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh

lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi

cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif

17

Page 18: Status Ujian Anestesi

singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni

tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.

Farmakodinamik

Pada sistem saraf pusat

Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat

menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi

(2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood

tapi tidak  sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular

sebanyak 35%.

    Cp50 - respon terhadap perintah hilang (verbal ) = 2.3 - 3.5 mcg/ml

      Pemeliharaan : 1.5-6 mcg/ml

      Pasien bangun: < 1.6 mcg/ml

      Pasien terorientasi: < 1.2 mcg/ml

Pada sistem kardiovaskuler

Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh

darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini

diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan

menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung

tergantung dari :

- Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali

- Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding

pemberian secara bolus

- Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung

Pada sistem pernafasan

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus

dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara lebih

detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan adalah seperti berikut:

·         Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi

yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.

Pemberian 2,4 mg/kg:

18

Page 19: Status Ujian Anestesi

Memperlambat frekuensi pernafasan selama 2 menit

ü  Volume tidal (VT) menurun selama 4 menit

Pemberian 100 µg/kg/min:

ü  Respons CO2 sedikit menurun  

ü  VT berkurang 40% ,frekuensi pernafasan meningkat 20%

Pemberian 200 µg/kg/min:

ü  Hanya sedikit mendepresi VT

ü  paCO2 menurun

Dosis dan penggunaan

a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus

c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to effect).

d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung

penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%

f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang

steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah

kontaminasi dari bakteri.

Efek Samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa

muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan

dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2

menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara

I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien

setelah operasi menggunakan propofol.Propofol merupakan emulsi lemak sehingga

pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti

hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik

(thiopental < propofol < etomidate atau  methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan

terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang.Terdapat juga kasus

19

Page 20: Status Ujian Anestesi

terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian

propofol.

Tiopenton

Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan

nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat

anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan

memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai

puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan

kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan

menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.

Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-

thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid],

dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Ada juga turunan barbiturat

yang dipakai sebagai induksi seperti secobarbital dan pentobarbital tetepi penggunaannya

sangat jarang. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates,

sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.

Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental merupakan

obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak dipergunakan untuk

induksi anestesi.

Mekanisme kerja

Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan

menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan

sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang

beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk

kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps

saraf dari pada akson.Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam

gamma aminobutirik (GABA).Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter

(presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).

Farmakokinetik

Absorbsi

Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi

anestesi umum pada orang dewasa dan anak – anak.Perkecualian pada tiopental rektal atau

sekobarbital atau metoheksital untuk induksi pada anak – anak.Sedangkan phenobarbital atau

sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.

20

Page 21: Status Ujian Anestesi

Distribusi

Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan

diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi, secara perlahan

akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah

terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat

dari otak ke dalam jaringan lemak.

Metabolisme

Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.

Ekskresi

Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3 ml/kg/menit dan

pada anak – anak terjadi 6 ml/kg/menit.

Farmakodinamik

Pada Sistem saraf pusat

Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis

subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada

dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental turut

menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah

pemberian dosis tinggi.

Mata

Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental atau

methohexital.Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi thiopental supaya

tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.

Sistem kardiovaskuler

Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung,

penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini

disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan

dilatasi pembuluh darah.Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan

disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat

ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau

dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh

darah karena depresi pusat vasomotor.Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi

oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.

Sistem pernafasan

21

Page 22: Status Ujian Anestesi

Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi

penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya

asidosis respiratorik.Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding

propofol sehingga menyebabkan laringospasme.Jarang menyebabkan bronkospasme.

Dosis

Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg.Untuk menghindarkan efek negatif

dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien

Efek samping

Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini

kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat

menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi

pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-

aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan

kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat

diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

Ketamin

Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip

dengan phencyclidine.Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini

disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering

menyebabkan halusinasi dan kejang.Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika

selama perang Vietnam.

Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid acting non

barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali

diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.

Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi,

hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah

, pandangan kabur dan mimpi buruk.

Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan

mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.

Mekanisme kerja

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan

medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor

metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.

Farmakokinetik

22

Page 23: Status Ujian Anestesi

Absorbsi

Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular

Distribusi

Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh

organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis

induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek

baru akan muncul setelah 15 menit.

Metabolisme

Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit

yang masih aktif.

Ekskresi

Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.

Farmakodinamik

Susunan saraf pusat

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan

tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan

dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic

appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang.Itu merupakan efek

anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila

diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan

mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi.

Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.

Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia ketika operasi kurang

lebih antara 0,7 sampai 2,2 µg/ml (sampai 4,0 µg/ml buat anak-anak). Pasien dapat terbangun

jika Cp dibawah 0,5µg/ml

Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang non

kompetitif yang menyebabkan :

·         Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat

·         Mengurangi pembebasan presinaps glutamat

·         Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)

Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:

·         Mimpi buruk

·         Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)

·         Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi

23

Page 24: Status Ujian Anestesi

·         Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan

·         20%-30% terjadi pada orang dewasa

·         Dewasa > anak-anak

·         Perempuan > laki-laki

Mata

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan

tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.

Sistem kardiovaskuler

Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan

tekanan darah dan jantung.Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan

vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

Sistem pernafasan

Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi.dapat menimbulkan

dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada

pasien asma.

Dosis dan pemberian

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh

darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat

diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10

mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk

mendapatkan efek yang diinginkan.

Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara

intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai

operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8

mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.

Efek samping

Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu

dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca

operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin

juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya

nistagmus dan diplopia.

Kontra indikasi

Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan

diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja.Pada pasien yang menderita

24

Page 25: Status Ujian Anestesi

penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang

meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan

intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler.

Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat – obat simpatomimetik,

seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.

Opioid

Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium

didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata “opium “ berasal dari

bahasa yunani yang berarti getah.

Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids.Morphine, meperidine, fentanyl,

sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan

dalam general anestesi.efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid

kadang digunakan dalam operasi kardiak.Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan

efek samping.

Mekanisme kerja

Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan

lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ. Walaupun opioid menimbulkan sedikit

efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid

tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif.Aktivasi

reseptor opiat menghambat presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter

ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.

Farmakokinetik

Absorbsi

Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak

level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif

menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada

anak-anak (15-20 μg/Kg) dan dewasa (200-800 μg).

Distribusi

Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit).Kelarutan lemak yang rendah dan morfin

memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja

juga Iebih panjang.Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat

setelah injeksi bolus.

Metabolisme

25

Page 26: Status Ujian Anestesi

Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar.Produk

akhir berupa bentuk yang tidak aktif.

Ekskresi

Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung

pada aliran darah hepar. 5 – 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit

aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.

Farmakodinamik

Sistem kardiovaskuler

System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun

tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi

penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian

meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.

Sistem pernafasan

Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas,

dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2

tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu

menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid

juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. 

Sistem gastrointestinal

Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.

Endokrin

Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan

pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.

Dosis dan pemberian

Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb,

sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.

Benzodiazepin

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam

(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut

dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan

emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis

tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan

benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5. 

26

Page 27: Status Ujian Anestesi

Mekanisme kerja

Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,

antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.Benzodiazepine bekerja di reseptor

ikatan GABAA.Afinitas pada reseptor GABAA berurutan seperti berikut lorazepam >

midazolam > diazepam.  Reseptor spesifik benzodiazepine akan berikatan pada komponen

gamma yang terdapat pada reseptor GABA. 

Farmakokinetik

Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 -

8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini

adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan

efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus,

metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.

Farmakodinamik

Sistem saraf pusat

Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi,

efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.

Sistem Kardiovaskuler

Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak

mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada

dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.

Sistem Pernafasan

Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin

dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.

Sistem saraf otot

Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal ,

sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.

Dosis

Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.

- Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb

- Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5 mg

- Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena

27

Page 28: Status Ujian Anestesi

- Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

Efek samping

Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai sedasi.Lorazepam

dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan trombophlebitis.Benzodiazepine turut

memperpanjang waktu sedasi dan amnesia pada pasien. Efek Benzodiazepines dapat di

reverse dengan flumazenil (Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn to 1 mg, dan 0.5 - 1

mcg/kg/menit berikutnya.

BAB III

PEMBAHASAN

28

Page 29: Status Ujian Anestesi

Pada pasien ini didagnosis dengan Giant Lipoma di bahu kiri dengan status fisik ASA II

dengan hipertensi dan akan dilakukan tindakan pembedahan berupa eksterpasi. Pada

pembedahan tersebut akan dilakukan anestesi TIVA karena memenuhi indikasi untuk

dilakukan anestesi TIVA yaitu durasi pembedahan yang singkat. TIVA merupakan tindakan

anestesi yang aman bagi pasien dengan hipertensi. Tujuan anestesi untuk pasien dengan

hipertensi adalah menjaga kestabilan tekanan darah pasien. Pada pasien usia lanjut atau

pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol telah terjadi perubahan autoregulasi aliran

darah serebral dimana tekanan darah yang tinggi mempertahankankan aliran darah otak yang

memadai. Tekanan darah arteri umumnya harus dijaga dalam 10-20% dari tingkat pra

operasi. Jika hipertensi terjadi sebelum operasi dimana tekanan darah lebih dari 180/120

mmHg, maka tekanan darah arteri harus dipertahankan dalam batas normal, yaitu 150-

140/90-80 mm Hg.

Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan selama pemeliharaan anestesia adalah

meminimalkan terjadinya fluktuasi tekanan darah yang terlalu tinggi. Mempertahankan

kestabilan hemodinamik selama periode intraoperatif adalah sama pentingnya dengan

pengontrolan hipertensi pada periode preoperative. Dalam mengukur autoregulasi serebral

dengan acuan ini yaitu :

Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal yang

dianjurkan untuk penderita hipertensi.

Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala hipoperfusi otak.

Pada kasus ini menggunakan prozepam yaitu termasuk golongan benzodiazepine bekerja

sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja

di sentral.

Pada saat induksi digunakan ketalar dan propofol. Efek samping ketalar salah satunya adalah

hipertensi sedangkan pada pasien sudah terdapat hipertensi akan tetapi ketalar memiliki efek

sedasi dan analgetik kuat sehingga masih tetap dipakai dan diseimbangkan dengan pemberian

propofol karena propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan

menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%.

Operasi selesai dalam waktu 25 menit, pasien masuk ke ruang pulih sadar dengan tekanan darah TD:

140/70 mmHg, nadi: 68 x/menit dan Sp O2 : 99% dengan aldrete score 10.

Selama operasi diberikan 1 colf infuse RL dikarenakan untuk mengganti kebutuhan cairan karena

puasa selama 6 jam dan stress operasi

29

Page 30: Status Ujian Anestesi

DAFTAR PUSTAKA

1. Said A. Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian Anestesiologi dan

Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.

30

Page 31: Status Ujian Anestesi

2. “Intravenous Anesthetics” didapat dari http://www.metrohealthanesthesia.com/edu.htm

3. “Intravenous anesthesic” didapat dari http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic

4. “Anestesi Intravena” didapat dari http://ryan-mul.blogspot.com/2009/04/anestesi

intravena.html

5. “Opioid” didapat dari http://en.wikipedia.org/wiki/Wikipedia: Opioid

6. “Anestesi Umum” didapat dari http://www.scribd.com/anestesiumum

7. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003:p.283.

8. Cuschieri A, Grace P, Darzi A, Borley N, Rowley D. Clinical Surgery. 2nd ed. Oxford:

Blackwell Publishing, 2003:p.7-9.

9. Charlton ed. The managemnt of post operative pain. Accesed on 25th September 2012.

Available on : http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u07/u07_004.htm

10. Davidson,J.K.,Eckhardt III William F., Perese Deniz A., Clinical anesthesia Procedures

of the Massachusetts General Hospital. 4 th edition. Boston, Little, Brown and Company,

1993: 582-588

11. G. Edward Morgan, dkk., Clinical Anesthesiology, London,McGraw-Hill,2006 : 359

12. Vadebouncer Timothy R, Management of Post Operative Pain in Introduction to

Anasthesia, W.B. SAUNDERS COMPANY, 1989.

31