status neurologi
DESCRIPTION
status neurologiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi
klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang. WHO
mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi
stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi
adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama
dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan penyakit
tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih
sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu tingginya
angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras,
gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes,
dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu
negara.
1
STATUS NEUROLOGI
RSAL DR MINTOHARDJO
SUB DEPARTEMEN NEUROLOGI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Alamat : Jl. KPBT V RT/RW 10/09 No. 60 Tanah Abang Jakarta Pusat
Agama : Islam
Status : Kawin
Tanggal Masuk : 18 Februari 2015
Nomor RM : 077122
Ruang Rawat : P. Tarempa kelas II
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di ruang Tarempa secara Alloanamnesis pada tanggal 18 Februari
2015.
1. Keluhan Utama :
Kelemahan anggota badan sebelah kanan sejak 1 hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan
Kelemahan lengan dan tungkai sebelah kanan. Hal ini sebenarnya sudah dirasakan oleh
pasien sejak 1 hari SMRS. Pada awalnya tangan dan kaki kanan terasa lemas,
kesemutan, dan masih dapat digerakkan. Namun lama kelamaan kelemahan dirasakan
bertambah, tangan dan kaki dirasakan memberat dan tidak bisa digerakkan sama sekali.
Pasien juga mengeluhkan bicaranya menjadi pelo dan mulutnya miring ke kiri sejak
2
tangan dan kaki kanannya lemas. Pasien juga mengeluh mual dan muntah-muntah.
Keluhan lainnya seperti sakit kepala,kejang, dan pingsan sebelum timbul kelemahan
disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar, dan
trauma disangkal oleh pasien. Riwayat Stroke berulang disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat darah tinggi minum obat secara teratur, serta memiliki riwayat
diabetes mellitus rutin control. Riwayat sakit jantung, asma, kejang, dan alergi obat atau
makanan disangkal oleh pasien.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat stroke, diabetes mellitus, hipertensi, asma, alergi obat atau makanan dalam
anggota keluarga disangkal.
5. Riwayat kebiasaan :
Pasien tidak suka makan makanan yang tinggi lemak seperti jeroan, tidak suka makan
makanan asin, pasien tidak merokok dan minum minuman beralkohol.
6. Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi :
Sehari-hari pasien tidak bekerja. Pasien sudah berkeluarga. Biaya rumah sakit
ditanggung oleh BPJS.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Pasien
Kesadaran : GCS (E4V5M6)
Tekanan darah : 170/80 mmHg
Nadi : 94 x/ menit
Pernafasan : 24x/ menit, thorakoabdominal
Suhu : 36,5oC
Kepala : normocephali
3
Leher : pergerakan baik, jejas (-), memar (-)
Thoraks
Jantung : S1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, jejas (-), memar (-), supel, nyeri tekan (-)
bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : oedem +|+, akral dingin -|-
+|+ -|-
2. Status Psikikus tidak dilakukan
Cara berpikir :
Perasaan hati :
Tingkah laku :
Ingatan :
Kecerdasan :
3. Status Neurologis
A. Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
B. Kepala
Bentuk : normocephali
Nyeri tekan : (-)
Pulsasi : (-)
Simetri : (+)
C. Leher
Sikap : normal
4
Pergerakan : dapat digerakkan
D. Afasia motorik : (+)
Afasia sensorik : (-)
Disartia : (+)
E. Nervi kranialis
N. I (Olfaktorius) tidak dilakukan
Subjektif :
Dengan beban :
N. II (Optikus)
Tajam penglihatan : baik/baik
Lapang penglihatan : (+)/(+)
Melihat warna :
Penglihatan ganda : (-)/(-)
N.III (Okulomotorius)
Sela mata : 2 cm / 2 cm
Pergerakan bulbus :
Strabismus : (-) / (-)
Nistagmus : (-) / (-)
Eksofthalmus : (-) / (-)
Pupil
Besarnya : 3 mm / 3 mm (isokor)
Bentuknya : bulat / bulat
Refleks cahaya : RCL +/+, RCTL +/+
Refleks konvergensi :
Melihat kembar : (-)/(-)
5
N. IV (Trokhlearis)
Pergerakan mata : (+)/(+)
(ke bawah – ke dalam)
Sikap bulbus :
Melihat kembar : (-)/(-)
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut : (+)/(+)
Mengunyah : (+)/(+)
Menggigit : (+)/(+)
Refleks kornea :
Sensibilitas muka : (+)/(+)
N. VI (Abducen)
Pergerakan mata (ke lateral) : (+)/(+)
Sikap bulbus :
Melihat kembar : (-)/(-)
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi : (+)/(+)
Menutup mata : (+)/(+)
Memperlihatkan gigi : (-) / (+) sudut mulut sebelah kanan turun
Bersiul : tidak dapat dilakukan
Perasaan lidah (2/3 depan) : tidak dilakukan
Hiperakusis : tidak dilakukan
N. VIII (Vestibulokokhlearis) tidak dilakukan
Detik arloji :
Suara berbisik :
Tes Swabach :
Tes Rinne :
6
Tes Weber :
N. IX (Glossofaringeus) tidak dilakukan
Perasaan lidah (1/3 belakang) :
Sensibilitas faring :
N. X (Vagus) tidak bisa dilakukan
Arkus faring :
Berbicara :
Menelan :
Nadi :
Refleks okulokardiak :
N. XI (Accesorius) tidak bisa dilakukan
Mengangkat bahu :
Memalingkan kepala :
N. XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah : baik, miring ke kanan
Tremor lidah : -
Artikulasi : disartria
F. Badan dan Anggota gerak
1. Badan
Respirasi : thorakoabdominal
Gerak kolumna vertebralis : tidak dapat dinilai
Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan
7
2. Anggota gerak atas
Motorik
Pergerakan : tidak dapat dinilai
Kekuatan : tidak dapat dinilai
Trofi : normotrofi / normotrofi
Tonus : normotonus / normotonus
Refleks fisiologis
Biseps : (+) / (+)
Triseps : (+) / (+)
Radius : tidak dilakukan
Ulna : tidak dilakukan
Refleks patologis
Hoffman – Tromner : (-) / (-)
Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan
3. Anggota gerak bawah
Motorik
Pergerakan : tidak dapat dinilai
Kekuatan : tidak dapat dinilai
Trofi : normotrofi / normotrofi
Tonus : normotonus / normotonus
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)
8
Refleks patologis
Babinski : (+) / (+)
Chaddock : (-) / (-)
Schaefer : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Klonus
Paha : (-) / (-)
Kaki : (-) / (-)
Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan
G. Koordinasi, gait, dan keseimbangan tidak dilakukan
Cara berjalan :
Tes Romberg :
Disdiadokinesis :
Ataksia :
Rebound phenomenon :
Dismetri :
H. Gerak abnormal
Tremor : (-) / (-)
Athetose : (-) / (-)
Mioklonik : (-) / (-)
Chorea : (-) / (-)
9
I. Alat vegetatif
Miksi : dengan kateter
Defekasi : baik
Refleks anal : tidak dilakukan
Refleks kremaster : tidak dilakukan
Refleks bulbokavernosus : tidak dilakukan
J. Laseque : (-)
Patrick : (-)
Kontra Patrick : (-)
4. Pemeriksaan Siriraj Stroke Score
No Gejala / Tanda Penilaian Indek Skor
1. Kesadaran (0) Kompos mentis
(1) Mengantuk
(2) Semi koma/koma
X 2,5 2,5
2. Muntah (0) Tidak
(1) YaX 2 +2
3. Nyeri Kepala (0) Tidak
(1) YaX 2 +2
4. Tekanan Darah Diastolik X 10 % +8
5. Ateroma
a. DM
b. Angina pektoris
c. Hiperkolesterolemia
Klaudikasio Intermiten
(0) Tidak
(1) YaX (-3) -3
6. Konstanta - 12 -12
HASIL SSS -0,5
Interpretasi : 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non-hemoragik
10
Total: -0,5 → klinis Stroke non-hemoragik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin tanggal: Hb : 14,6 g/dL (12-14 g/dL)Ht : 42 % (37-42%)Leukosit : 6400/uL (5.000-10.000/uL)Trombosit : 307 ribu/uL (150.000-450.000/uL)Eritrosit : 4,8 juta/ uL (4,2-5,4 juta/uL)
GDS : 252 mg/dL (<200 mg/dL)
Pemeriksaan fungsi ginjal tanggal Ureum : 33 mg/dL (17-43 mg/dL)Kreatinin : 0,9 mg/dL (0,6-1,1 mg/dL)
2. EKG → dalam batas normal
3. CT Scan Kepala tanggal 18/2/15
Kesan : Infark Cerebri di Temporal Kiri
V. RESUME
Pasien Wanita, 61 tahun datang diantar keluarganya ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo
dengan keluhan Kelemahan tangan dan kaki sebelah kanan. Hal ini sebenarnya sudah
11
dirasakan oleh pasien sejak 1 hari SMRS. Pada awalnya tangan dan kaki kanan terasa
lemas, kesemutan, dan masih dapat digerakkan. Namun lama kelamaan kelemahan
dirasakan bertambah, tangan dan kaki dirasakan memberat dan tidak bisa digerakkan
sama sekali. Pasien juga mengeluhkan bicaranya menjadi pelo dan mulutnya miring ke
kiri sejak tangan dan kaki kanannya lemas. Pasien juga mengeluh mual dan muntah-
muntah. Pasien memiliki riwayat darah tinggi minum obat secara teratur, serta memiliki
riwayat diabetes mellitus rutin kontrol. Riwayat Stroke berulang disangkal. Dari
pemeriksaan didapatkan kesadaran Compos Mentis, GCS E4V5M6. Tekanan darah
170/80. Status generalis dalam batas normal. Status lokalis pupil isokor, RCL +/+,
RCTL+/+. Refleks Fisiologis positif normal di keempat ektremitas. Reflex babinski
positif di ektremitas bawah. Terdapat parese N.VII perifer dextra dan parese N. XII
dextra. CT-Scan kesan infark cerebri di temporal kiri.
VI. ASSESMENT (DIAGNOSIS)
Dx1 : Diagnosa klinis : hemiparese dextra, parese N.VII perifer dextra dan N. XII
dextra
Diagnosa etiologis : CVD
Diagnosa patologis : Stroke non- hemorragik
Diagnosa topis : Cereberi Temporalis Kiri
Dx2 : Hipertensi grade II
Dx3 : Diabetes Mellitus Tipe 2
VII.PLANNING
A. Terapi
IVFD RL 20 tpm
Pasang DC dan NGT
Diet DM 1200 kalori
Inj.Cithicholin 2x 500 mg
Inj. Novorapid 3 x 10 IU
Inj. Lantus 1 x 10 IU
12
Inj. Ranitidine 2 x 25 mg ( 1 ampul )
Asam folat 2 x 1 tab
Vit. B6 2x1 tab
Vit B12 2x 1 tab
Simvastatin 1 x 10 mg tab
Amlodipin 1 x 10 mg tab
Valsartan 1 x 80 mg tab
Ascardia 1 x 80 mg tab
B. Monitoring
Awasi tanda-tanda vital
Intake dan output cairan
Gula Darah Sewaktu
VII.PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Follow up harian
Tgl S O A P
18/2 S: kelemahan lengan dan tungkai kanan, mual dan muntah 2x
Td:170/80 mmHg
Nadi: 94x/menit
GCS E4V5M6
Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
RF ++/++ , RP --/--
Paresis N VII sentral, N XII dex
Motorik
Dx1 : -klinis : hemiparese dextra, parese N.VII perifer dextra dan N. XII dextra- Etiologis : CVD- Patologis : Stroke non- hemorragik- Topis : Cereberi Temporalis KiriDx2 : Hipertensi
Terapi
IVFD RL 14 tpm As. Folat 2x1 tab Simvastatin 1x10
mg Vit B6 2x 1tab Vit. B12 2x 1 tab
13
RR : 24x/menit
Suhu : 36,9oc
1111 5555
1111 5555
Hemiparese dextra
grade II
Dx3 : Diabetes Mellitus Tipe 2
19/2 S: kelemahan lengan dan tungkai kanan, mual dan muntah (-)
Td:170/80 mmHg
Nadi: 88x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,5oc
GCS E4V5M6
Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
RF ++/++ , RP --/--
Paresis N VII sentral, N XII dex
Motorik
1111 5555
1111 5555
Hemiparese dextra
idem Terapi dilanjutkan
+ Novorapid 3 x 10 IU
Ranitidin 2 x 1 amp
20/2 S: kelemahan lengan dan tungkai kanan, mual dan muntah 3x isi makanan
Td:1750/80 mmHg
Nadi: 84x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,5oc
GCS E4V5M6
Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
RF ++/++ , RP --/--
Paresis N VII sentral, N XII dex
Motorik
1111 5555
1111 5555
Hemiparese dextra
Idem Terapi dilanjutkan +
Amlodipin 1 x 10
mg tab
Valsartan 1 x 80
mg tab
21/2 S: kelemahan lengan dan
GCS E4V5M6 Idem Terapi dilanjutkan +
14
tungkai kanan, mual dan muntah(-)
Td:150/80 mmHg
Nadi: 84x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,5oc
Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
RF ++/++ , RP --/--
Paresis N VII sentral, N XII dex
Motorik
1111 5555
1111 5555
Hemiparese dextra
Ascardia 1 x 80 mg tab
22/2 S: lemas
Td:150/80 mmHg
Nadi: 84x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,5oc
GCS E4V5M6
Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
RF ++/++ , RP --/--
Paresis N VII sentral, N XII dex
Motorik
1111 5555
1111 5555
Hemiparese dextra
Idem Terapi dilanjutkan
23/2 S: lemas
Td:150/80 mmHg
Nadi: 84x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,5oc
GCS E4V5M6
Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
RF ++/++ , RP --/--
Paresis N VII sentral, N XII dex
Motorik
1111 5555
Idem Terapi dilanjutkan
15
1111 5555
Hemiparese dextra
24/2 S: lemas lengan dan tungkai
Td:150/80 mmHg
Nadi: 84x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,5oc
GCS E4V5M6
Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
RF ++/++ , RP --/--
Paresis N VII sentral, N XII dex
Motorik
1111 5555
1111 5555
Hemiparese dextra
Idem Terapi dilanjutkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
16
STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK
A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.1
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang
berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis;
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
17
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark
miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.2
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi
dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak),
dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia,
anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi
arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya
trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).2
C. Faktor Resiko
18
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter untuk
menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke non
hemoragik, yakni: 2,3
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas
darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami stroke
non hemoragik.2
D. Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana
sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini,
kesadaran tidak terganggu
19
Berdasarkan subtipe penyebab :4
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom
stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama.
Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu
dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri
vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-
gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang
terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini
bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas.
Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke
hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang
jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis yang
ekstensif.
E. Patofisiologis
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah
aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri kecil,
dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di
20
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut
sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami
kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis
laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam
empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.
Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari
otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di
daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat,
yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada
membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak
membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah
influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya.
Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas,
yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul
lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks
kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan
kematian sel.
21
Pembuluh darah
Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah
Oklusi
Perfusi jaringan cerebral ↓
Iskemia
Hipoksia
Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak
Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan penglihatan, afasia
F. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
22
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke
seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi
serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot
wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy
biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan
dahinya.2,5
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat:6
23
Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain
Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral
(lengan lebih berat dari
tungkai) hemihipestesia
kontralateral.
Afasia global (hemisfer
dominan), Hemi-neglect
(hemisfer non-dominan),
agnosia, defisit visuospasial,
apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian
atas)
Hemiplegia kontralateral
(lengan lebih berat dari
tungkai) hemihipestesia
kontralateral.
Afasia motorik (hemisfer
dominan), Hemi-negelect
(hemisfer non-dominan),
hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian
bawah)
Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
dominan), afasia afektif
(hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral,
tidak ada gangguan
sensoris atau ringan sekali
Afasia sensoris transkortikal
(hemisfer dominan), visual dan
sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral
(tungkai lebih berat dari
lengan) hemiestesia
kontralateral (umumnya
ringan)
Afasia transkortikal (hemisfer
dominan), apraksia (hemisfer
non-dominan), perubahan
perilaku dan personalitas,
inkontinensia urin dan alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris
umumnya normal
Gangguan kesadaran samapi ke
sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang
24
berganti dengan pola
gerak chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
bagian sentral, prosopagnosia,
aleksia
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand
2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan
leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang
diderita saat ini seperti anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki
gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit
yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat
menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga
penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner.
Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim
jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.3
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).3
25
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon
sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan
gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA
juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.3
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3
26
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu,
modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan
foto thoraks.3
G. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu
dipelihara fungsi optimal:1
Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
27
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan,
elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan
pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV
sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-
PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping
dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada
tahun 1996.7
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark
serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.7
28
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi
tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4
jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan
dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.8
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping
tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari
selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
29
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel
yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.1
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke
seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur 1
30
BAB V
KESIMPULAN
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang
oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke iskemik
sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa
suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti.
Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan.
Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat
dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak terjadi
iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke otak,
mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M,
Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.
5. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery. A
Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc., 1991:13-24.
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.
32