skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41121/1/fitri...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENDETEKSIAN INDIKASI KECURANGAN PADA
LAPORAN KEUANGAN DENGAN PERSPEKTIF FRAUD PENTAGON
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
FITRI RAHMAWATI
NIM. 1112082000043
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ii
ANALISIS PENDETEKSIAN INDIKASI KECURANGAN PADA
LAPORAN KEUANGAN DENGAN PERSPEKTIF FRAUD PENTAGON
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
FITRI RAHMAWATI
NIM. 1112082000043
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 M/2018 H
ANALISIS PENDETEKSIAN INDIKASI KECURANGAN PADA
LAPORAN KEUANGAN DENGAN PERSPEKTIF FRAUD PENTAGON
iii
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Fitri Rahmawati
NIM: 1112082000043
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing
Hepi Prayudiawan, SE., MM., AK., CA
NIP.19720516200901 1 006
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Selasa, 10 Mei 2016 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswa/i
1. Nama : Fitri Rahmawati
2. NIM : 1112082000043
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Analisis Pendeteksian Indikasi Kecurangan pada
Laporan Keuangan dengan Perspektif Fraud Pentagon
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan
yangbersangkutan selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa/i tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Mei 2016
1. Dr. Amilin, SE., M.Si., AK., CA., QIA., BKP
NIP. 19730615 200501 1 009 (________________)
Penguji 1
2. Hepi Prayudiawan, SE., MM., AK., CA
NIP. 19720516 200901 1 006 (________________)
Penguji 2
v
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Selasa, 13 Maret 2018 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1 Nama : Fitri Rahmawati
2 NIM : 1112082000043
3 Jurusan : Akuntansi
4 Judul Skripsi : Analisis Pendeteksian Indikasi Kecurangan pada
Laporan Keuangan dengan Perspektif Fraud
Pentagon
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Maret 2018
1. Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si
NIP. 19760924 200604 2 002
(___________________)
Ketua Penguji
2. Hepi Prayudiawan, SE., MM, Ak., CA
NIP.19720516 200901 1 006
(___________________)
Sekretaris Penguji
3. Dr. Amilin, SE., M.Si., Ak., CA., QIA., BKP
NIP. 19730615 200501 1 009
(___________________)
Penguji Ahli
4. Hepi Prayudiawan, SE., MM, Ak., CA
NIP.19720516 200901 1 006
(___________________)
Pembimbing
vi
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fitri Rahmawati
NIM : 1112082000043
Jurusan : Akuntansi
Fakultas : Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya
ini
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, Februari 2018
Yang Menyatakan,
(Fitri Rahmawati)
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Fitri Rahmawati
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 18 September 1994
3. Alamat : Jl. H. Mencong No.7 RT. 02 RW. 014
Paninggilan Utara, Ciledug, Tangerang
4. Telepon : 085697167979
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Paninggilan 7 Tahun 2000-2006
2. SMP Negeri 11 Jakarta Tahun 2006-2009
3. SMA Negeri 47 Jakarta Tahun 2009-2012
4. S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Tahun 2012-2018
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Sekretaris OSIS (Organisasi Intra Sekolah) SMA Negeri 47 Kota
Jakarta periode 2010-2011
2. Staff Divisi Peralatan PSM (Paduan Suara Mahasiswa) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2016
3. Staff Divisi Urusan Rumah Tangga PSM (Paduan Suara Mahasiswa)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2017
viii
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Sukarno
2. Ibu : Sunarni
3. Anak ke- : Ke-3 dari 3 bersaudara
ix
DETECTION OF FRAUD INDICATION OF FINANCIAL STATEMENTS
WITH FRAUD PENTAGON PERSPECTIVE
ABSTRACT
The purpose of this research was found an evidences regarding the
influence of financial stability pressure, external pressure, nature of industry,
ineffective monitoring, change of auditor, change of directors, and frequent
number of CEO’s picture on fraudulent financial reporting.
This research based on purposive sampling method. The populations of this
research used property and real estate companies listed on the Indonesia Stock
Exchange (IDX) of 56 companies. Through the defined criteria and screening
data, selected a sample of 19 companies with 5 years observation. Hypothesis in
this research were tested by multiple regression analysis.
The results of this research indicated and frequent number of CEO’s
picture gave influence on fraudulent financial reporting. While financial stability
pressure, external pressure, nature of industry, ineffective monitoring, change of
auditor, and change of directors did not influence on fraudulent financial
reporting.
Keywords: fraudulent financial reporting, financial stability pressure, external
pressure, nature of industry, ineffective monitoring, change of
auditor, change of directors, frequent number of CEO’s picture
x
PENDETEKSIAN INDKASI KECURANGAN TERHADAP LAPORAN
KEUANGAN DENGAN PERSPEKTIF FRAUD PENTAGON
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti mengenai pengaruh
financial stability pressure, external pressure, nature of industry, ineffective
monitoring, pergantian auditor, perubahan direksi, dan frequent number of CEO’s
picture terhadap kecurangan pada laporan keuangan.
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling sebagai metode
pemilihan sampel. Populasi penelitian adalah perusahaan properti dan real estate
sebanyak 56 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berdasarkan kriteria dan screening data, terpilih sampel berjumlah 19 perusahaan
dengan pengamatan selama 5 tahun. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis regresi berganda.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa akrual frequent number of CEO’s
picture berpengaruh terhadap kecurangan pada laporan keuangan. Sedangkan
financial stability pressure, external pressure, nature of industry, ineffective
monitoring, change of auditor dan perubahan direksi tidak berpengaruh terhadap
kecurangan pada laporan keuangan.
Kata Kunci: Kecurangan pada laporan keuangan, financial stability
pressure, external pressure, nature of industry, ineffective
monitoring, change of auditor, perubahan direksi, frequent
number of CEO’s picture
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Pendeteksian Indikasi Kecurangan pada Laporan Keuangan
dengan Perspektif Fraud Pentagon”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk
memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Kedua orang tua saya, yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan,
semangat, motivasi, nasihat dan pelajaran hidup yang sangat berharga serta
ridho dan doa yang tidak pernah putus kepada penulis.
2. Kakak-kakak saya yang telah menyemangati dan memberikan banyak
dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc, MA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri, SE.,M.Si.,Ak.,CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE.,MM.,Ak.,CA. selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu dan
nasihatnya yang sangat berharga untuk membimbing penulis dengan penuh
kesabaran dan kebijaksanaan selama menyusun skripsi.
6. Ibu Dr. Rini, M.Si., Ak., CA. selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis
selama menimba ilmu di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Semua guru, dosen, dan pendidik yang telah memberikan ilmu-ilmu serta
nasihat-nasihat kepada penulis sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.
8. Sahabat-sahabat Akuntansi B 2012, Annisa, Farida, Dina, Rita, Seren, Kia,
Dita, Latul, Vivi, Dara, Dwi, Jian, Nindy, Intan, Randi, Hery, Mayeda, Fadil,
Ilman, Rifai, Galih, Farid, Revan, Fajar, Yudhi terimakasih atas segala
xii
memori indah, kekompakan, dan solidaritasnya selama ini dari awal kenal
hingga sekarang. Terkhusus Randi yang telah bersedia menjadi pembimbing
tidak resmi dengan sukarela selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan disela-
sela kesibukannya.
9. Keluarga besar Akuntansi 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih
karena telah menjadi sahabat-sahabat yang menyenangkan selama ini.
10. Keluarga besar PSM UIN Jakarta, terutama angkatan Swarnagita, Landu,
Jolls, Rhapsody, Onike, Symna, Miwaltz, Druni, Laning,, Angelom, Opera,
Ensemble, Juah, Falsetto, Bakuw, Laosen, Javert, Oktaf, Serimbu dan masih
banyak lagi. Serta kakak-kakak dan adik adik di PSM, terimaksih atas
memori indah selama saya berda di tengah-tengah kalian selama ini.
11. Pejuang skripsi, Kak Bastride dan Kak Subito atas suka duka, semangat dan
dukungan yang saling ditularkan selama kita mengerjakan skripsi.
12. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk bantuannya selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, Februari 2018
Fitri Rahmawati
xiii
DAFTAR ISI
COVER .......................................................................................................... i
COVER DALAM .......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................... iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI …………............................. v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................... vi
DAFAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
ABSTRAK ...................................................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................. xi
DAFTAR ISI.................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................ 13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 14
1. Tujuan Penelitian ......................................................... 14
2. Manfaat Penelitian ....................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 17
A. Tinjauan Literatur ................................................................ 17
xiv
1. Teori Keagenan ............................................................. 17
2. Kecurangan (fraud) ........................................................ 19
a. Pengertian Fraud .................................................... 19
b. Fraud Tree............................................................... 22
c. Pelaku Tindak Kecurangan...................................... 28
d. Faktor Pemicu Kecurangan..................................... 31
3. Fraud Triangle ............................................................... 32
a. Tekanan (Pressure) ................................................. 33
b. Kesempatan (Opprtunity) ....................................... 35
c. Rasionalisasi (Rationalization) ............................... 37
4. Fraud Diamond.............................................................. 38
5. Fraud Pentagon ............................................................. 39
6. Manajemen Laba ............................................................ 41
7. Kecurangan pada Laporan Keuangan ............................ 46
B. Penelitian Terdahulu ............................................................ 47
C. Kerangka Pemikiran ........................................................... 54
D. Hipotesis .............................................................................. 56
1. Financial stability pressure sebagai variabel untuk
mendeteksi financial statement fraud............................. 56
2. External Pressure sebagai variabel untuk mendeteksi
financial statement fraud ............................................... 57
3. Nature of industry sebagai variabel untuk mendeteksi
financial statement fraud ............................................... 58
xv
4. Ineffective monitoring sebagai variabel untuk mendeteksi
financial statement fraud ................................................ 59
5. Chage in auditor sebagai variabel untuk mendeteksi
financial statement fraud ............................................... 61
6. Pergantian direksi sebagai variabel untuk mendeteksi
financial statement fraud ............................................... 61
7. Frequent number of CEO’s picture sebagai variabel
untuk mendeteksi financial statement Fraud ................. 63
8. Financial Stability pressure, External Pressur, Nature
of Industry, Ineffective Monitoring, Change in Auditor,
Perubahan Direksi, dan Frequent Number of CEO’s
Picture sebagai Variabel untuk Mendeteksi Financial
Statement Fraud ........................................................... 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 65
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 65
B. Metode Penentuan Sampel ................................................ 65
C. Metode Pengumpulan Data ............................................... 67
D. Metode Analisis Data ........................................................ 67
1. Uji Statistik Deskriptif ................................................. 68
2. Uji Asumsi Klasik ........................................................ 68
a. Uji Normalitas ......................................................... 69
b. Uji Multikolonieritas ............................................... 70
c. Uji Autokorelasi ...................................................... 71
xvi
d. Uji Heteroskedastisitas ............................................ 72
3. Uji Hipotesis ................................................................. 73
a. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................. 75
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji statistik F) ................ 75
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji statistik t) ..... 76
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian .................................. 76
1. Variabel Terikat (Dependen) ...................................... 76
2. Variabel Bebas (Independen) ..................................... 79
a. Financial Stability ................................................... 79
b. External Pressure .................................................... 80
c. Nature of Industry ..................................................... 81
d. Ineffective Monitoring .............................................. 82
e. Change in Auditor...................................................... 83
f. Pergantian Direksi .................................................... 84
g. Frequent Number of CEO’s Picture ......................... 84
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 88
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ....................... 88
B. Analisis dan Pembahasan ................................................... 91
1. Statistik Deskriptif ........................................................ 91
2. Uji Asumsi Klasik ....................................................... 96
a. Uji Normalitas ....................................................... 97
b. Uji Multikolonieritas ............................................. 99
c. Uji Autokorelasi .................................................... 101
xvii
d. Uji Heteroskedastisitas .......................................... 102
3. Uji Hipotesis .............................................................. 104
a. Uji Koefisien Determinasi (R2) ............................. 104
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji statistik F) .............. 105
c. Uji Signifikansi Parameter Individual
(Uji Statistik t) ......................................................... 107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 119
A. Kesimpulan ...................................................................... 119
B. Saran ................................................................................ 121
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 123
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 127
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya ............................................................. 48
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran ........................................ 86
Tabel 4.1 Rincian Sampel Penelitian ................................................................. 90
Tabel 4.2 Daftar Nama Perusahaan ................................................................... 90
Tabel 4.3 Hasil Statistik Deskriptif..................................................................... 91
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas: Nilai Kolmogorov-Smirnov.............................. 99
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolonieritas.............................................................. 100
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi...................................................................... 101
Tabel 4.7 Hasil Uji Heterokedasitas (Glejser).............. ................... .............. 103
Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi.......... .......... .......... .......... ............ 104
Tabel 4.9 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) .............................. 106
Tabel 4.10 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) .......... 107
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fraud Tree ..................................................................................... 23
Gambar 2.2 Fraud Triangle .............................................................................. 33
Gambar 2.3 Fraud Diamond ............................................................................. 39
Gambar 2.4 Fraud Pentagon.............................................................................. 39
Gambar 2.5 Skema Kerangka Pemikiran ........................................................... 55
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas: Grafik Histogram....................................... 97
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas: Grafik Normal Probability Plot.................. 98
Gambar 4.3 Hasil Uji Scatterplot....................................................................... 102
Gambar 4.4 Model Koefisien Regresi Antar Variabel...................................... 108
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Nama Sampel Penelitian .................................................... 128
Lampiran 2 Hasil Perhitungan........................................................................... 129
Lampiran 3 Hasil Output SPSS.......................................................................... 133
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada perusahaan yang sudah go public laporan keuangan merupakan
faktor penting dalam keberlangsungan perusahaan, karena melalui laporan
keuangan tersebut calon investor dapat melihat dan mempertimbangkan
keputusannya untuk menanamkan modal di suatu perusahaan. Laporan
keuangan menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, seperti
laporan posisi keuangan yang menggambarkan posisi aset, kewajiban dan
ekuitas perusahaan, laporan laba rugi yang menggambarkan laba atau rugi
yang dihasilan perusahaan, atau laporan arus kas yang menggambarkan arus
kas masuk dan arus kas keluar selama satu periode pencatatan. Laporan
keuangan berisi informasi yang berguna bagi para investor yang tujuannya
adalah mencari keuntungan. Begitu pula dengan kreditor, pihak kreditor akan
mempertimbangkan keputusannya untuk memberikan pinjaman modal
kepada suatu perusahaan apabila perusahaan tersebut memiliki laporan
keuangan yang berkualitas.
Laporan keuangan akan berfungsi maksimal apabila disajikan sesuai
dengan unsur-unsur kualitatifnya, antara lain: mudah dipahami, andal, dapat
dibandingkan (comparable), dan relevan. Laporan keuangan disajikan kepada
para pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu: pihak manajemen,
karyawan, investor, kreditor, supplier, pelanggan, maupun pemerintah.
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang
2
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyebutkan bahwa
pengguna laporan keuangan meliputi investor, karyawan, pemerintah serta
lembaga keuangan, dan masyarakat. Dalam hal pengambilan keputusan
ekonomi laporan keuangan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:
keadaan perekonomian, politik dan prospek industri. Komponen laporan
keuangan yang diterapkan di Indonesia sudah semakin komprehensif. Namun,
terdapat banyak celah dalam laporan keuangan yang dapat menjadi ruang
bagi manajemen dan oknum tertentu untuk melakukan kecurangan (Fraud)
pada laporan keuangan. (Sihombing dan Rahardjo, 2015).
Persaingan bisnis yang semakin berkembang dan meningkat pesat
mengakibatkan terjadinya krisis finansial global, sehingga berpengaruh
terhadap perilaku bisnis. Dalam kondisi krisis, para pelaku bisnis dituntut
untuk menyampaikan informasi laporan keuangan secara akurat dan relevan,
namun kenyataannya kondisi tersebut mendorong para pelaku bisnis
melakukan tindakan kecurangan dengan memanipulasi atau pendistorsian
informasi laporan keuangan sehingga kondisi perusahaan terlihat tetap sehat
dan memiliki kinerja yang baik (Ardiyani dan Utamaningsih, 2015).
Sekarang ini, sudah banyak kasus dan praktik yang terkait dengan
kecurangan (fraud) baik di Indonesia maupun di dunia internasional, salah
satunya yaitu kecurangan dalam proses penyusunan laporan keuangan.
Kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) banyak dilakukan
oleh pihak-pihak yang dilatarbelakangi oleh kepentingan terhadap keuangan
perusahaan. Kepentingan tersebut biasanya menunjuk pada kebutuhan
3
perusahaan dalam memperoleh dukungan finansial dari pihak ketiga, yaitu
investor dan kreditor. Upaya menarik investor dan kreditor tersebut kadang
mengakibatkan perusahaan memanipulasi laporan keuangan sesuai yang
mereka inginkan yang berakibat pada biasnya laporan keuangan tersebut.
Menurut Tuannakotta (2012), kecurangan laporan keuangan adalah
kesengajaan atau kecerobohan dalam melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan laporan
keuangan menjadi menyesatkan secara material.
Kasus pelanggaran emiten di pasar modal merupakan permasalahan
yang kerap dihadapi badan regulator di bidang pasar modal. Di Indonesia,
wewenang untuk melakukan pengawasan di bursa efek dilakukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Atas
perannya sebagai otoritas pengawas bursa, Bapepam-LK telah mengeluarkan
berbagai aturan untuk melindungi kepentingan investor dan menjaga sistem
perdagangan yang fair dan terbuka, namun dalam praktiknya pelanggaran
aturan Bapepam-LK masih cukup tinggi (Sukirman dan Sari, 2013).
Bapepam yang sekarang melebur ke dalam Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) menemukan sejumlah perusahaan yang terdeteksi melakukan
kecurangan (fraud). Berdasarkan indikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
ditemukan adanya kecurangan yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk yang
tidak melakukan keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan
kepada publik dan keterbukaan informasi kepada pemegang saham tertentu
4
pada 13 Maret 2007 dan PT Aneka Tambang Tbk yang terkena sanksi atas
laporan konsolidasi pada 7 Juli 2011 (Nugraha dan Heny, 2015).
Salah satu kasus kecurangan di Indonesia yang perlu menjadi
perhatian salah satunya adalah dari sektor properti dan real estate. Menurut
Sudaryatmo selaku ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
terjadi peningkatan pada pengaduan kasus hukum sektor properti oleh
konsumen ke YLKI. Berdasarkan data yang di peroleh YLKI terdapat 157
kasus pengaduan sektor properti yang ditujukan kepada sekitar 100
pengembang. Total dari keseluruhan kasus terdapat 17 jenis keluhan, dua
diantaranya adalah tanah properti yang dijual mengalami sengketa, perbedaan
luas selisih bangunan, dan keluhan lainnya. Peningkatan kasus pada sektor ini
sebesar 12,7% dari tahun 2013 yang hanya 121 kasus (Annisya et al., 2016).
Selanjutnya Sudaryatmo mengatakan konsumen properti harus mewaspadai
praktik kecurangan para pengembang yang berusaha memailitkan diri agar
terbebas dari segala kewajiban. Pasalnya, dari sejumlah kasus sengketa
properti, pailit terbukti hanya akal-akalan pengembang. Seperti kasus pailit
yang terjadi pada PT. Mitra Safir Sejahtera (MSS) tahun 2012 silam. Dalam
sejumlah kasus, pailit merupakan rekayasa pengembang agar dapat terbebas
dari tanggung jawab. Padahal para pengembang tersebut wanprestasi, tidak
dapat merampungkan pembangunan proyek yang sudah dibeli konsumen. Hal
senada juga dikemukakan oleh mantan ketua DPP Asosiasi pengembang
perumahan dan pemukiman seluruh Indonesia (Apersi), Fuad Zakaria.
Menurutnya, pengembang yang memailitkan diri sama artinya dengan
5
memainkan kepercayaan konsumen (Alexander, 2014). Berdasarkan
Indonesia Property Watch (IPW) selama periode Januari hingga Februari
2014, tercatat 43 pengaduan konsumen properti. Berdasarkan data itu, kasus
yang melibatkan mafia pailit memiliki jumlah terbanyak, yaitu 8 kasus dan
semuanya terjadi di Jakarta (Diela, 2014). Hal ini mengindikasikan perlunya
pengawasan terhadap potensi kecurangan di sektor ini.
Pengukuran tingkat korupsi menggunakan Corruption Perception
Index pada tahun 2013 menempatkan Indonesia pada posisi 114 dari 177
negara, serta posisi 7 dari 10 negara di kawasan ASEAN (Transparancy
International, 2013 dalam Rustiarini dan Novitasari, 2014). Kecurangan
diyakini sebagai permasalahan yang paling serius dan menantang dalam
lingkungan bisnis saat ini sehingga perlu adanya langkah-langkah proaktif
dari akuntan, auditor, dan profesi akuntansi untuk dapat mendeteksi
kecurangan ini (Smith et al., 2005 dalam Rustiarini dan Novitasari, 2014).
Menurut Rahman dan Anwar (2014), berbicara mengenai kekeliruan
dan kecurangan dalam konteks pelaporan keuangan berarti mengindikasikan
adanya salah saji secara material baik yang dilakukan oleh suatu lembaga
orgnisasi ataupun individu. Fraud yang dimaksud merupakan salah satu dari
bentuk kejahatan di bidang ekonomi, yang tidak sedikit memakan biaya yang
besar bagi suatu organisasi dan yang lebih tragisnya lagi bahwa organisasi
yang bersangkutan secara implisit terkesan menyembunyikannya. Menurut
Palmore (1987) dalam Rahman dan Anwar (2014) kecurangan dalam
laporan keuangan merupakan sebagian dari kasus hukum terhadap auditor.
6
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mark S. Beasly (1996) dalam Rahman
dan Anwar (2014), yang menunjukkan adanya kecurangan laporan keuangan
yang berhubungan dengan komposisi dewan direktur. Auditor sebagai profesi
yang independen mempunyai tanggung jawab dalam mengungkapkan
kecurangan atas laporan keuangan dituntut untuk melakukan seperti yang
disyaratkan oleh standar profesionalnya yaitu menurut Statement on Auditing
Standard AS, No. 53, tentang The Auditor’s Responsibility to Detect and
Report Error and Regularities (AICPA, 1989 dalam Rahman, 2014), dan SA
Seksi 316; tentang Pertimbangan atas Kecurangan Audit Laporan Keuangan
(IAI, 2001 dalam Rahman dan Anwar, 2014).
Fraud merupakan suatu kesengajaan atau kecerobohan dalam
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
sehingga laporan keuangan menyesatkan secara material (Tuanakotta, 2012).
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengklasifikasikan
kecurangan dalam tiga jenis yaitu penyalahgunaan aset, korupsi, dan
kecurangan atas pernyataan. Kecurangan yang sering terjadi dan
menimbulkan kerugian besar adalah kecurangan atas pernyataan, sering
disebut kecurangan laporan keuangan (Kartikasari dan Irianto, 2010 dalam
Rustiarini dan Novitasari, 2014).
Standar Auditing Seksi 316 (PSA no. 70) menyatakan bahwa auditor
tidak dapat memperoleh keyakinan absolut namun auditor harus dapat
memperoleh keyakinan memadai bahwa salah saji material dalam laporan
keuangan dapat terdeteksi, termasuk salah saji material sebagai akibat dari
7
kecurangan. Audit harus secara khusus menaksir risiko salah saji material
dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus
mempertimbangkan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang
akan dilaksanakan. Pada saat melakukan penaksiran ini, auditor harus
mempertimbangkan faktor risiko kecurangan yang berdasarkan pada teori
fraud triangle oleh Cressey pada tahun 1953 (Ratmono et al., 2015). ACFE
menggunakan The Fraud Triangle sebagai model dalam berbagai penelitian
terkait kecurangan. Konsep fraud triangle yang diperkenalkan oleh Donald
Cressey pada tahun 1950 menekankan tiga kondisi penyebab terjadinya
kecurangan yaitu tekanan (pressure/incentive), kesempatan (opportunity), dan
sikap untuk merasionalisasi tindakan (rationalization/attitude) (Dorminey et
al., 2012 dalam Rustiarini dan Novitasari, 2014).
Tekanan terjadi apabila stabilitas keuangan terancam, terdapat
persaingan pasar atau kegagalan bisnis, adanya target laba yang tinggi dari
pemegang saham sehingga manajemen terancam memiliki kinerja yang
rendah. Kesempatan terjadi akibat transaksi yang besarnya tidak wajar,
banyak menggunakan estimasi akuntansi, pertimbangan subyektif atau tidak
pasti, operasi internasional, serta perbedaan kultur bisnis (Hariyanto et al.,
2012 dalam Rustiarini dan Novitasari, 2014). Pada penelitian yang dilakukan
oleh Sihombing dan Rahardjo (2014) dan Ratmono et al. (2014)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara tekanan dengan
kecurangan pada laporan keuangan, Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Ardiyani dan Utaminingsih (2015) dan Amaliah et al. (2015)
8
menemukan hubungan negatif antara tekanan dengan kecurangan pada
laporan keuangan.
Kesempatan juga terjadi apabila perusahaan memiliki tata kelola yang
buruk (Choo dan Tan, 2007 dalam Rustiarini dan Novitasari, 2014).
Kesempatan merupakan bagian penting dari setiap pekerjaan fraud karena
jika seorang pelaku fraud tidak memiliki kesempatan untuk melakukannya,
maka fraud menjadi tidak mungkin untuk dilakukan (Zaini et al., 2015).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Amaliah et al. (2015) menemukan
bahwa kesempatan dan kemampuan menjadi faktor penyebab kecurangan
pada laporan keuangan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ardiyani
dan Utaminingsih (2015) dan Tessa G dan Harto (2016) menemukan
hubungan negatif antara tekanan dengan kecurangan pada laporan keuangan.
Rasionalisasi adalah sikap seseorang yang melakukan justifikasi atas
perbuatan yang dilakukan. Hal tersebut dikarenakan ketidakcukupan
informasi dan komunikasi mengenai standar etika yang harus diterapkan,
pertumbuhan laba agresif, dan kegagalan penerapan sistem akuntansi dan
pengendalian internal dalam perusahaan (Hariyanto et al., 2012 dalam
Rustiarini dan Novitasari, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Ratmono et
al. (2014) dan Sihombing dan Rahardjo (2014) menyatakan rasionalisasi
berpengaruh terhadap kecurangan pada laporan keuangan, namun penelitian
yang dilakukan oleh Tessa G dan Harto (2016) dan Sukirman dan Sari
(2013) menyatakan rasionalisasi tidak berpengaruh terhadap kecurangan pada
laporan keuangan.
9
Sukirman (2013) membuktikan secara simultan ketiga hal tersebut,
yaitu fraud triangle, akan mendorong suatu pihak untuk berada pada satu
kondisi moral hazard yang menjustifikasi tindakan kecurangan. Teori fraud
triangle kemudian dikembangkan kembali menjadi teori fraud diamond oleh
Wolfe dan Hermanson (2004) yang berpendapat bahwa di samping ketiga
faktor dalam fraud triangle tersebut terdapat faktor lain yang juga berperan
besar dalam terjadinya fraud yakni Kapabilitas atau kemampuan (capability).
Wolfe dan Hermanson percaya bahwa banyak penipuan tidak akan terjadi
apabila tidak ada orang yang mempunyai kemampuan dalam melaksanakan
kecurangan, meskipun seseorang memiliki tekanan, peluang tanpa adanya
kemampuan, maka kemungkinan terjadinya kecurangan akan kecil karena
sebenarnya orang melakukan kecurangan diimbangi dengan kemampuan
(Zaini et al., 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Amaliah et al. (2015)
menemukan bahwa kemampuan menjadi faktor penyebab terjadinya
kecurangan pada laporan keuangan, sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Annisya et al. (2016) dan Sihombing dan Rahardjo (2014) menyatakan
sebaliknya.
Menurut Tessa G dan Harto (2016) hal ini tidak berhenti pada fraud
diamond theory saja, Crowe (2011) juga turut menyempurnakan teori yang
dicetuskan oleh Cressey. Crowe menemukan sebuah penelitian bahwa elemen
arogansi (arrogance) juga turut berpengaruh terhadap terjadinya fraud.
Penelitian yang dikemukakan Crowe ini turut memasukan fraud triangle
theory dan elemen kompetensi (competence) di dalamnya, sehingga fraud
10
model yang ditemukan oleh Crowe terdiri dari lima elemen indikator yaitu
tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), rasionalisasi (rationalization),
kompetensi (competence), dan arogansi (arrogance). Teori yang dipaparkan
oleh Crowe pada tahun 2011 ini dinamakan Crowe’s fraud pentagon theory.
Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tessa G dan Harto
(2016) sendiri yang menyatakan bahwa frequent number of CEO’s picture
sebagai pengukuran dari arogansi berpengaruh signifikan dalam mendeteksi
terjadinya kecurangan pada laporan keuangan, namun penelitian yang
dilakukan oleh Aprilia (2017) mengatakan sebaliknya.
Ke lima faktor tersebut menjadi pemicu terjadinya peningkatan
Fraud. Keinginan perusahaan agar operasional perusahaan terjamin
kesinambungannya (going concern) menyebabkan perusahaan terkadang
mengambil jalan pintas (illegal) yaitu melakukan kecurangan (Fraud).
Melihat uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan
penelitian ini karena: Pertama, maraknya kasus kecurangan terhadap laporan
keuangan yang terjadi di berbagai sektor di Indonesia menjadi hal yang
sangat memprihatinkan. Sektor property dan real estate pun tak luput dari
kecurangan itu sendiri. padahal untuk meningkatkan dan mempertahankan
kualitas dari suatu laporan keuangan maka laporan tersebut harus bebas dari
segala kecurangan, karena laporan keuangan merupakan salah satu bentuk
pertanggungjawaban perusahaan kepada pihak ke tiga
11
Kedua, laporan yang diterima oleh Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) terjadi peningkatan pada pengaduan di sektor properti oleh
konsumen. Peningkatan kasus pengaduan pada sektor ini sebesar 12,7% dari
tahun 2013 sampai pada tahun 2015, hal ini mengindikasikan perlunya
pengawasan terhadap potensi kecurangan di sektor ini.
Ketiga, sampai tahap penelitian ini dilakukan masih sedikit sekali
peneliti yang melakukan penelitian untuk variabel independen frequent
number of CEO’s picture sebagai pengukuran untuk arogansi, yaitu elemen
ke lima dalam fraud pentagon, yang mempengaruhi kecurangan pada laporan
keuangan di sektor property dan real estate Indonesia. Berdasarkan hal-hal
tersebut, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Kecurangan pada Laporan Keuangan dengan Perspektif Fraud
Pentagon”.
Proksi yang digunakan oleh penelitian ini antara lain pressure yang
diproksikan dengan financial stability pressure dan external pressure;
opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring dan nature of
industry; Rationalization yang diproksikan dengan change of auditor;
Capability yang diproksikan dengan pergantian direksi; dan arrogance yang
di proksikan dengan frequent number of CEO’s picture.
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada penelitian-penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Sihombing dan Rahardjo (2014) dan Chyntia
Tessa G dan Puji Harto (2016). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
12
yang dilakukan oleh Sihombing dan Rahardjo (2014) adalah pada variabel
independen yang digunakan dan sampel yang digunakan. Pertama, dalam
penelitian Sihombing dan Rahardjo (2014) pada variabel independen tekanan
menggunakan tiga pengukuran, yaitu financial targets, financial stability
pressure dan external pressure, sedangkan dalam penelitian ini variabel
independen tekanan menggunakan dua pengukuran, yaitu financial stability
pressure dan external pressure. Kedua, pada variabel independen
rasionalisasi menggunakan dua pengukuran, yaitu change in auditor dan rasio
perubahan total akrual, sedangkan dalam penelitian ini variabel rasionalisasi
menggunakan satu pengukuran, yaitu change in auditor. Ketiga, sampel yang
digunakan dalam penelitian Sihombing dan Rahardjo (2014) adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sedangkan
pada penelitian ini adalah di sektor property dan real estate yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
Chyntia Tessa G dan Puji Harto (2016) juga terletak pada variabel
independen yang digunakan dan sampel yang digunakan, dimana pengukuran
variabel independen kesempatan atau peluang pada penelitian yang dilakukan
oleh Chyntia Tessa G dan Puji Harto (2016) menggunakan proksi ineffective
monitoring dan kualitas audit internal, sedangkan pada penelitian ini
pengukuran untuk variabel independen peluang menggunakan proksi
ineffective monitoring dan nature of industry. sampel yang digunakan pada
penelitian Chyntia Tessa G dan Puji Harto (2016) menggunakan perusahaan-
13
perusahaan yang berada sektor keuangan dan perbankan yang terdaftar dalam
BEI, sedangkan dalam penelitian ini adalah di sektor property dan real estate
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Apakah financial stability pressure berpengaruh terhadap kecurangan
pada laporan keuangan?
2. Apakah external pressure berpengaruh terhadap kecurangan pada laporan
keuangan?
3. Apakah nature of industry berpengaruh terhadap kecurangan pada
laporan keuangan?
4. Apakah ineffective monitoring berpengaruh terhadap kecurangan pada
laporan keuangan?
5. Apakah pergantian auditor berpengaruh terhadap kecurangan pada
laporan keuangan?
6. Apakah perubahan direksi berpengaruh terhadap kecurangan pada
laporan keuangan?
7. Apakah frequent numberof CEO’s picture berpengaruh terhadap
kecurangan pada laporan keuangan?
8. Apakah financial stability pressure, external pressure, nature of industry,
ineffective monitoring, change in auditor, perubahan direksi, dan
14
frequent number of CEO’s picture secara bersama-sama berpengaruh
terhadap kecurangan pada laporan keuangan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
a. Pengaruh financial stability pressure terhadap kecurangan pada
laporan keuangan.
b. pengaruh external pressure terhadap kecurangan pada laporan
keuangan.
c. pengaruh nature of industry terhadap kecurangan pada laporan
keuangan.
d. Pengaruh ineffective monitoring terhadap kecurangan pada laporan
keuangan.
e. Pengaruh pergantian auditor berpengaruh terhadap kecurangan pada
laporan keuangan.
f. Pengaruh perubahan direksi terhadap kecurangan pada laporan
keuangan.
g. Pengaruh frequent number of CEO’s picture terhadap kecurangan
pada laporan keuangan.
h. pengaruh Financial Stability pressure, External Pressure, Nature of
Industry, Ineffective Monitoring, Change in Auditor, Perubahan
15
Direksi, dan Frequent Number of CEO’s Picture secara bersama-
sama terhadap kecurangan pada laporan keuangan.
2. Manfaat Penelitian
a. Kontribusi Teoritis
1) Mahasiswa jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai
bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk
menambah ilmu pengetahuan.
2) Masyarakat, sebagai sarana informasi dan pengetahuan tentang
faktor-faktor penyebab terjadinya kecurangan pada laporan
keuangan teruama dalam sektor property dan real estate.
3) Peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang
akan melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.
4) Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta
menambah referensi mengenai auditing, terutama tentang kualitas
audit internal pemerintah sehingga diharapkan dapat bermanfaat
bagi penulis di masa yang akan datang.
b. Kontribusi Praktis
1) Manajemen, dapat memberikan informasi kepada manajemen
perusahaan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya
kecurangan laporan keuangan dan menghindari salah saji dalam
laporan keuangan. Serta menjadi pertimbangan untuk mengambil
langkah, tindakan maupun kebijakan untuk menyajikan laporan
keuangan yang bebas dari kecurangan dan salah saji.
16
2) Auditor Internal dan Eksternal, menjadi referensi dalam upaya
penilaian serta pendeteksian terhadap adanya unsur kecurangan
(fraud) khususnya pada perusahaan di sektor property dan real
estate.
3) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), sebagai tinjauan yang
diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk meningkatkan
kinerja auditor dalam mendeteksi adanya unsur kecurangan
(fraud) pada perusahaan di sektor property dan real estate.
4) Ikatan Akuntansi Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi positif sehingga dapat dijadikan dasar
pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan financial statement fraud.
5) Regulator, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
tinjauan pertimbangan untuk memberikan gambaran mengenai
peraturan apa saja yang harus dibuat agar tindak kecurangan
khususnya pada property dan real estate dapat diredam dan
peraturan apa saja yang harus di buat agar konsumen mendapatkan
perlindungan hukum yang lebih kuat.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan hal dasar yang digunakan untuk
memahami hubungan antara principle dan agent. Dalam hal ini hubungan
keagenan merupakan kontrak antara satu orang atau lebih yang
mempekerjakan orang lain untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut
(Jensen dan Meckling, 1976).
Menurut Sihombing dan Rahardjo (2014), Teori keagenan
mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders)
sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen dalam suatu kontrak
kerjasama yang disebut nexus of contract. Manajemen merupakan pihak
yang dikontrak atau diberi wewenang oleh pemegang saham (investor)
untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena dipilih, maka
pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya
kepada pemegang saham. Ketika suatu kontrak disetujui, idealnya
masing-masing pihak telah memiliki harapan akan keberhasilan kontrak
tersebut. Demikian juga dengan agency theory dimana principal dan agen
memiliki kepentingan (interest) masing-masing. Pemegang saham sebagai
principal diasumsikan hanya tertarik kepada peningkatan kinerja
keuangan perusahaan berupa tingkat pengembalian yang tinggi atas
18
investasi mereka. Sedangkan para agen diasumsikan akan menerima
sebuah apresiasi dari principal berupa kompensasi keuangan dan syarat-
syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Perbedaan kepentingan
ini menyebabkan conflict of interest diantara kedua pihak.
Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan
manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi,
2005 dalam Nugraha dan Henny, 2015). Dengan proporsi kepemilikan
yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung
bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan
perusahaan (Nugraha dan Henny, 2015).
Jadi dapat disimipulkan bahwa hubungan antara principle dan agent
erat kaitannya dengan conflict of interest karena mempunyai kepentingan
masing-masing pihak. Oleh karena itu, akan rentan menghasilkan asimetri
informasi diatara keduanya. Ketimpangan informasi (asimetri informasi)
ini dapat memberikan peluang bagi pihak yang memiliki lebih banyak
informasi dari pada yang lainnya untuk melakukan kecurangan terhadap
laporan keuangan.
Oleh hal inilah maka perusahaan sebagai agen menghadapi berbagai
tekanan (Pressure) untuk menemukan cara agar kinerja perusahaan selalu
meningkat dengan harapan bahwa dengan peningkatan kinerja maka
principal akan memberikan suatu bentuk apresiasi (Rationalization).
Gerbang menuju fraud akan semakin terbuka apabila manajemen
memiliki akses yang luas (Capability) serta kesempatan dan peluang
19
untuk menaikkan laba (Opportunity). Apa lagi jika manajemen merasa
bahwa kontrol internal apapun tidak berlaku pada dirinya karena status
dan posisi yang dimiliki (arogansi), maka akan semakin terbuka lebar
bagi manajemen untuk melakukan kecurangan. Dan jika kecurangan yang
telah dilakukan berdampak pada semakin meningkatnya pengembalian
investasi (berupa dividen) yang diperoleh oleh principal maka semakin
tinggi juga kompensasi yang diberikan kepada agen.
2. Kecurangan (Fraud)
a. Pengertian fraud
Masyarakat awam cenderung mengartikan bahwa Fraud adalah
korupsi. Padahal sebenarnya, Fraud itu memiliki banyak tipe
termasuk salah satunya korupsi. Memang kasus yang sering terdengar
saat ini serta menjadi “buah bibir“ masyarakat adalah korupsi
terutama yang melibatkan para petinggi negara ini. Fraud merupakan
suatu perbuatan dan tindakan yang dilakukan secara sengaja, sadar,
tahu dan mau untuk menyalah gunakan segala sesuatu yang dimiliki
secara bersama, misalnya sumber daya perusahaan dan negara demi
kenikmatan pribadi dan kemudian menyajikan informasi yang salah
untuk menutupi penyalahgunaan tersebut. Fraud berbeda dengan
kesalahan yang tidak disengaja (unintentional error). Jika seorang
secara tidak sengaja memasukkan data yang salah ketika mencatat
suatu transaksi, maka itu tidak dapat dikatakan Fraud karena
dilakukan dengan tidak sengaja. Tetapi, jika seseorang dengan
20
kecerdikannya, merekayasa laporan keuangan untuk menarik minat
calon investor untuk berinvestasi pada perusahaanya maka disebut
Fraud (Sihombing dan Rahardjo, 2014).
Dalam Nugraha dan Henny (2015) menjelaskan Kecurangan
laporan keuangan didefinisikan oleh American Institute of Certified
Public Accountants (AICPA) sebagai hal yang disengaja, salah saji
atau penghilangan fakta-fakta material, atau data akuntansi yang
menyesatkan dan, bila dianggap dengan semua informasi yang telah
dibuat, akan menyebabkan pembaca mengubah penilaian atau
keputusannya. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau
kecurangan nonfinansial. Ini meliputi tindakan yang dilakukan oleh
pejabat atau eksekutif suatu perusahaan untuk menutupi kondisi
keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan
(financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk
memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan
istilah window dressing.
Tindakan kecurangan perusahaan (corporate fraud) merupakan
suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh pihak manajemen
dan atau pemilik perusahaan untuk melakukan tindakan yang
melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pihak regulator. Secara
mendasar, kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan
salah satu jenis kecurangan yang terjadi di sekitar kita. Pada
21
praktiknya, definisi dari kecurangan sendiri bisa beraneka ragam
(Sukirman dan Sari, 2013).
Menurut Black Law Dictionary (2009) dalam Maghfiroh et al.
(2015) definisi Fraud adalah:
1) Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau
keadaan yangdisembunyikan dari sebuah fakta material yang
dapat mempengaruhi orang lain untukmelakukan perbuatan atau
tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan
kesalahannamun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan
secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan;
2) Penyajian yang salah atau keliru (salah pernyataan) yang secara
ceroboh atau tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya
kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan
orang lain bertindak atau berbuat;
3) Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan
atau penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian
fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpaperhitungan
yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang
merugikannya.
menurut International Standards for the Professional Practice of
Internal Auditing (2012) dalam Najib dan Rini (2016) mendefinisikan
fraud sebagai:
“Any illegal act characterized by deceit, concealment, orviolation
of trust. These acts are not dependent upon the threat of violence or
22
physical force. Frauds are perpetrated by parties and
organizations to obtain money, property, or services; to avoid
payment or loss of services; or to secure personal or business
advantage.”
Artinya adalah setiap tindakan ilegal yang ditandai dengan tipu
daya, penyembunyian atau pelanggaran kepercayaan. Tindakan ini
tidak tergantung pada ancaman kekerasan atau kekuatan fisik.
Penipuan yang dilakukan oleh pihak dan organisasi untuk memperoleh
uang, properti atau jasa untuk menghindari pembayaran atau kerugian
jasa atau untuk mengamankan keuntungan pribadi atau bisnis.
b. Fraud Tree
Tuanakotta (2012) dijelaskan secara skematis, bahwa Association
of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan Occupational
Fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-
cabang dari fraud dalam hubungan kerja. Occupational Fraud Tree ini
mempunyai tiga cabang utama, yakni corruption, asset
misappropriation, dan fraudulent statements seperti digambarkan
dalam gambar 2.1 berikut ini:
23
Gambar 2.1
Fraud Tree
Sumber: Association of Certified Fraud Examiners (http://www.acfe.com/fraud-
tree.aspx)
24
1) Corruption
Korupsi merupakan Fraud paling sulit dideteksi karena
korupsi biasanya tidak dilakukan oleh satu orang saja tetapi sudah
melibatkan pihak lain (kolusi). Fraud jenis ini banyak terjadi di
negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan
masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga
faktor integritasnya masih dipertanyakan. Termasuk didalamnya
adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict
of interest), penyuapan (bribery), penerimaan hadiah yang illegal
(gratuities) dan pemerasan secara ekonomis (economic
gratuities).
Benturan kepentingan bisa terjadi di dalam skema permainan
pembelian (purchases schemes) maupun penjualan (sales
schemes). Cabang dari penyuapan (bribery) adalah invoice
kickbacks dan bad rigging. Invoice kickbacks merupakan salah
satu bentuk penyuapan dimana penjual dengan ikhlas
memberikan sebagain hasil penjualanya kembali ke pembeli.
Kickbacks berbeda dengan bribery, dalam hal bribery pembelinya
tidak “mengorbankan” suatu penerimaan. Misalnya, apabila
seseorang menyogok atau menyuap seorang penegak hukum, ia
mengharapkan keringanan hukuman. Dalam contoh kickbacks di
atas, pemberinya menerima keuntungan materi. Bid rigging
merupakan permainan dalam tender, yaitu dimana karyawan
25
membantu sebuah vendor untuk memenangkan suatu kontrak
dengan perusahaan. Terakhir adalah pengertian dari Illegal
gratuities, yaitu pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk
terselubung dari penyuapan.
2) Asset Misappropriation
Penyimpangan atas Aset yaitu penyalahgunaan atau
pencurian aset perusahaan atau pihak lain. Tuanakotta (2012)
menerjemahkan misappropriation sebagai penjarahan. Hal yang
sering menjadi sasaran penjarahan adalah uang (baik di kas
maupun di bank, baik berupa giro, tabungan, ataupun deposito).
Asset Misappropriation dalam bentuk penjarahan kas dapat atau
cash asset misappropriation terbagi dalam tiga bentuk:
a) Skimming, yaitu pencurian atau penjarahan uang sebelum
uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan atau dicatat
didalam pembukuan. Modus yang paling sering terjadi ialah
unrecorded sales, understated sales, dan theft of incoming
checks.
b) Cash larceny, yaitu pencurian atau penjarahan uang dimana
uang tersebut secara fisik telah masuk ke perusahaan, hal ini
berkaitan erat dengan lemahnya pengendalian internal suatu
perusahaan, khususnya yang berkenan dengan perlindungan
keselamatan aset (safeguarding of assets).
26
c) Fraudulent disbursements, yaitu pencurian atau penjarahan
saat arus uang sudah terekam dalam sistem atau sudah masuk
ke dalam sistem. Penjarahan ini lebih dekat dengan istilah
penggelapan, atau pencurian melalui pengeluaran yang tidak
sah. Sebelum ke tahap pencurian, ada tahap perantara dalam
fraudulent disbursement ini, yaitu:
- Check tampering schemes, yaitu skema permainan melalui
pelmasuan cek. Hal yang dipalsukan bisa tanda tangan
yang memiliki otoritas, atau endorsement-nya, atau nama
kepada siapa cek dibayarkan.
- Register disibursement schemes adalah pengeluaran yang
sudah masuk dalam cash register. Pertama dengan false
refund yaitu, penggelapan dengan seolah-olah ada
pelanggan yang mengembalikan barang dan perusahaan
memberikan refund. Yang kedua adalah false void, hampir
sama dengan false refund namun yang dipalsukan adalah
pembatalan penjualan.
- Billing scheme, yaitu skema dengan menggunakan proses
billing atau pembebanan tagihan sebagai sarananya.
Pelaku mendirikan “perusahaan bayangan” (shell
compa22ny) yang seolah-olah sebagai vendor perusahaan.
- Expense reimbursement schemes, yaitu skema dengan
pembayaran kembali biaya-biaya, dengan cara
27
menyamarkan jenis pengeluaran sehingga perusahaan mau
mengganti biaya tersebut atas pengeluaran yang tidak
diganti dan pengeluaran yang fiktif.
- Payroll scheme, yaitu skema permainan melalui
pembayaran gaji. Dengan cara membuat karyawan fiktif
(ghost employee) atau dalam pemalsuan jumlah gaji atau
jumlah jam kerja.
Sasaran lain dari penjarahan adalah persediaan barang
(inventory) dan aset lainnya (yang bukan cash dan inventory)
misalnya kendaraan bermotor yang dimiliki perusahaan. Modus
operandi dalam kasus ini adalah misuse dan larceny. Misuse
adalah penyalahgunaan. Misalnya penggunaan kendaraan
bermotor perusahaan untuk kepentingan pribadi selama ia
menjabat (misuse) dan tidak mengembalikannya sesudah ia tak
lagi menjabat (larceny).
3) Fraudulent Statements
Financial Statement Fraud yang meliputi fraudulent
financial statements (fraud laporan keuangan) dan fraudulent
non-financial statements. Fraud dalam laporan keuangan
merupakan bentuk salah saji atau kelalaian yang disengaja atas
jumlah atau pengungkapan yang menyesatkan pengguna laporan
keuangan tersebut, seperti menyajikan aset atau pendapatan lebih
tinggi dari yang sebenarnya (asset/revenue overstatements) atau
28
menyajikan aset dan revenue lebih rendah dari yang sebenarnya
(asset/revenue understatements). Fraudulent non-financial
statements menggambarkan fraud dalam menyusun laporan non-
keuangan. Fraud ini berupa penyampaian laporan non-keuangan
secara menyesatkan. Lebih bagus dari keadaan sebenarnya, dan
seringkali merupakan pemalsuan atau pemutarbalikan keadaan.
c. Pelaku Tindakan Kecurangan
Menurut Kumaat (2011) faktor utama tindakan kecurangan adalah
manusia dengan berbagai alasan di dalam dirinya untuk melakukan
tindakan tercela22. Para “kriminal bisnis” ini dapat dikelompokkan
sesuai kategori karyawan, yaitu:
1) White Colar Crime
Kejahatan kerah putih adalah kecurangan atau kejahatan yang
dilakukan oleh mereka yang berada dalam struktur jabatan,
memiliki kewenangan stategis, well educated, skillful, dan
expertis. Para pelaku kerah putih pada hakikatnya
meyalahgunakan wewenang (abuse of authority/ power), yang
umumnya berupa kekuasaan yang diperoleh berdasarkan tingkat
kepercayaan terhadap kompetensi atau track record sebelumnya.
Memiliki kekuasaan yang besar, para pelaku cenderung sengaja
menciptakan atau membuka peluang tindak kecurangan.
29
2) Blue Colar Crime
Kejahatan kerah biru adalah kecurangan atau kejahatan yang
dilakukan oleh mereka yang berada di level struktur bawah,
clerical admin, frontliners yang biasa berinteraksi dengan pihak
luar, karyawan di akar rumput, atau tenaga nonpermanen (kontrak
atau outsourced). Para pelaku kejahatan “kerah biru” yang tidak
memiliki oyoritas strategis dalam struktur, cenderung
melakukannya dalam situasi yang tidak dirancang sebelumnya.
Mereka melihat kesempatan untuk melakukan kecurangan dengan
cara menyiasati atau mengelabui kelemahan sistem yang sedang
berjalan.
Baik pada white collar crime maupun blue colar crime,
kecurangan dapat melibatkan pelaku tunggal ataupun dilakukan
secara kolektif (berjamaah). Pelaku tunggal dapat di bagi menjadi 2
kategori:
1) Pelaku menganut filosopi “aji mumpung”, yaitu niat curang
timbul karena memiliki kesempatan dibalik otoritas (kepercayaan)
yang ada dalam genggamanya. Seperti kasir keuangan, staf
procurementi yang bisa bernegosiasi dengan pemasok, petugas
konter penjualan, dan sebagainya. Oknum adalah risk taker yang
cukup berani sekaligus ceroboh, karena lebih fokus pada
kenikmatan meraup hasil dan kurang peduli terhadap konsekuensi
terburuk bila kecurangannya diketahui.
30
2) Orang yang memegang prinsip “anti gotong royong”, yaitu
oknum yang bekerja profesional dan secara diam-diam (seorang
diri). Biasanya mereka menguasai dan giat menambah
keterampilan di bidang iptek, memiliki akses ke area vital tertentu
serta memahami berbagai isu sekitar system security. Tipe ini
merancang road map permainan secermat mungkin guna
menghapus jejak dan bukti yang mengarah pada dirinya.
Kejahatan kolektif (berjamaah) dapat pula dibedakan ke dalam
dua latar belakang, yaitu:
1) Faktor kesetaraan/ kedekatan (horizontal/ close relationship)
Antarpelaku kecurangan memiliki suasana saling menguntungkan
(simbiosis mutualisme( atau pelaku terjebak pada benturan
kepentingan (conflict of interest). Simbiosis mutualisme dibalik
tindak kecurangan mungkin karena factor kekerabatan atau
persahabatan yang erat, terikat urusan bisnis pribadi, menunjang
solidaritas tim, dan perasaan senasib dalam karir.
2) Faktor relasi hierarkis (vertical/ hierarchial reason)
Antarpelaku terjalin hubungan atasan-bawahan, senior-junior,
ataupun penjual-pembeli yang sudah tenggang rasa. Sebagai
contoh, kebutuhan dari bawah untuk menyiasati sekat otoritas di
atasnya dengan cara menyuap atasannya.
Motif vertical/ hierarchial reason dalam kejahatan berjamaah
biasanya hanya berlangsung pada awal kecurangan berjalan.
31
Selebihnya kelanggengan kecurangan ditentukan oleh solidaritas para
pelaku (horizontal relationship), karena masing-masing oknum
memiliki kepentingan yang sama, yaitu mengamankan “kebocoran”
operasi. Itulah mengapa kecurangan yang berlangsung relative lama
cenderung semakin melibatkan lebih banyak pelaku dari waktu ke
waktu, sehingga terbentuklah mafia di internal korporasi.
d. Faktor Pemicu Kecurangan
Menurut Oversights Systems Report on Corporate Fraud (2007)
dalam Sihombing dan Rahardjo (2014), alasan utama terjadinya Fraud
adalah:
1) Adanya tekanan untuk memenuhi kebutuhan (81%)
2) Untuk memperoleh keuntungan (72%)
3) Tidak menganggap yang dilakukannya adalah Fraud (40%)
Namun, setelah melalui kajian mendalam factor pemicu tersebut
dapat dikelompokkan menjadi empat yang disebut teori GONE, yaitu:
1) Greed (keserakahan)
2) Opportunity (kesempatan)
3) Need (kebutuhan)
4) Exposure (pengungkapan)
Faktor greed dan need merupakan faktor intern (individu) yang
berhubungan dengan individu pelaku kecurangan, sedangkan faktor
Opportunity dan exposure merupakan faktor generik (umum) yang
32
berhubungan dengan organisasi sebagai korban dari perbuatan
kecurangan.
1) Faktor Generik
Perlu dipahami bahwa kesempatan untuk melakukan kecurangan
selalu ada pada setiap kedudukan. Risiko terjadinya kecurangan
bergantung pada kedudukan pelaku dengan objek kecurangan.
Secara umum, manajemen perusahaan mempunyai kesempatan
yang lebih besar untuk melakukan fraud daripada karyawan.
2) Faktor Individu
Faktor individu merupakan faktor yang melekat dalam diri
seseorang. Faktor ini terdiri dari kebutuhan (need), dan
keserakahan (greed). Kebutuhan yang muncul dalam diri setiap
manusia, terutama yang sifatnya mendesak terkadang membuat
manusia rela menghalalkan segala cara untuk dapat memenuhi
kebutuhan tersebut, sedangkan keserakahan membuat manusia
untuk memperoleh lebih dari apa yang sudah didapatkannya
dengan cara illegal.
3. Fraud Triangle
Salah satu penjelasan teoritis mengenai tindakan kecurangan
disampaikan oleh Donald R. Cressey yang melakukan penelitian pada
tahun 1953 adalah fraud triangle theory. Fraud triangle theory merupakan
suatu gagasan yang meneliti tentang penyebab terjadinya kecurangan.
Menurut Turner et al., (2003) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014)
33
menjelaskan bahwa Penelitian Cressey tersebut diterbitkan dengan judul
Other’s People Money: A Study in the Social Psychology of Embezzelent.
Teori ini kemudian diperkenalkan dalam literatur pofesional pada SAS
No. 99, Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. Menurut
Cressey, seseorang bisa melakukan tindakan kecurangan apabila dilandasi
oleh tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan rasionalisasi
(rationalization). Ketiganya saling mendukung dan membentuk pilar
kecurangan yang disebut sebagai segitiga kecurangan (fraud triangle).
a. Tekanan (pressure)
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu
tekanan (pressure) yang menghimpitnya. Menurut Sukirman dan Sari
(2013) Tekanan dapat diakibatkan oleh berbagai hal termasuk tekanan
yang bersifat finansial dan non finansial. Faktor finansial muncul
karena keinginan untuk memiliki gaya hidup yang berkecukupan
secara materi. Sedangkan faktor non-finansial bisa mendorong
seseorang melakukan fraud, yaitu tindakan untuk menutupi kinerja
yang buruk. Selain itu difat dasar manusia yang serakah bisa jadi
Sumber: Fraud Triangle theory oleh Cressey (1953)
Gambar 2.2
34
memberikan tekanan secara internal sehingga mendorong seseorang
melakukan tindakan kecurangan.
Maghfiroh et al,. (2015) menjelaskan bahwa dalam SAS No. 99,
mengemukakan terdapat empat jenis kondisi umum terjadi pada
pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut
adalah financial stability pressure, external pressure, personal
financial need, dan financial targets.
1) Financial stability pressure
Stabilitas keuangan merupakan keadaan yang menggambarkan
kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi stabil. Ketika suatu
perusahaan dalam kondisi stabil maka nilai perusahaan akan naik
dalam pandangan investor, kreditor, dan publik. Perusahaan
mungkin memanipulasi laba ketika stabilitas keuangan atau
profitabilitasnya terancam oleh kondisi ekonomi. Dalam hal ini,
aset memainkan peranan penting untuk menampilkan pertumbuhan
yang stabil.
2) External pressure
Tekanan ekternal adalah tekanan yang berlebihan bagi manajemen
untuk memenuhi persyaratan atau harapan dari pihak ketiga.
Contoh faktor risiko yang terjadi ialah saat perusahaan menghadapi
adanya tren tingkat ekspektasi para analis investasi, tekanan untuk
memberikan kinerja terbaik bagi investor dan kreditor yang
signifikan bagi perusahaan atau pihak eksternal lainnya.
35
3) Personal financial need
Kebutuhan keuangan pribadi dalah kondisi ketika keuangan
perusahaan turut dipengaruhi oleh kondisi keuangan para eksekutif
perusahaan. Contoh faktor risiko yaitu kepentingan keuangan oleh
manajemen yang signifikan dalam entitas, manajemen memiliki
bagian kompensasi yang signifikan yang bergantung pada
pencapaian target yang agresif untuk harga saham, hasil operasi,
posisi keuangan, atau arus kas manajemen menjaminkan harta
pribadi untuk utang entitas.
4) Financial targets
Target keuangan adalah tekanan berlebihan pada manajemen untuk
mencapai target keuangan yang dipatok oleh direksi atau
manajemen. Perusahaan mungkin memanipulasi laba untuk
memenuhi prakiraan atau tolok ukur para analis seperti laba tahun
sebelumnya.
b. Kesempatan (Opprtunity)
Kecurangan dapat dilakukan jika pelaku menemukan celah atau
kesempatan untuk melakukannya. Terbukanya kesempatan ini
dikarenakan si pelaku percaya bahwa aktivias mereka tidak terdeteksi.
Bahkan andaikan aksi seseorang itu diketahui, maka fidak ada tindakan
yang serius yang akan diambil. Peluang ini terjadi biasanya terkait
dengan lingkungan dimana kecurangan memungkinkan untuk dilakukan
(Sukirman dan Sari, 2013). Menurut Albrecht et al. (2011) dalam
36
Sihombing dan Rahardjo (2014) ada enam faktor yang meningkatkan
peluang bagi individu untuk melakukan Fraud, antara lain:
1) Kurangnya control untuk mencegah dan atau mendeteksi Fraud.
2) Ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja
3) Kegagalan untuk mendisiplinkan para pelaku Fraud
4) Kurangnya pengawasan terhadap akses informasi
5) Ketidakpedulian dan ketidakmampuan untuk mengantisipasi Fraud
6) Kurangnya jejak audit (audit trail)
Menurut Maghfiroh et al. (2015) SAS No.99 menyebutkan bahwa
peluang pada financial statement fraud dapat terjadi pada tiga kategori
kondisi. Kondisi tersebut adalah nature of industry, ineffective
monitoring, dan organizational structure.
1) Nature of industry
Berkaitan dengan munculnya risiko bagi perusahaan yang
berkecimpung dalam industri yang melibatkan estimasi dan
pertimbangan yang signifikan jauh lebih besar. Contoh faktor
risikonya yaitu penilaian persediaan mengandung risiko salah saji
yang lebih besar bagi perusahaan yang persediaannya tersebar di
banyak lokasi. Risiko salah saji persediaan ini semakin meningkat
jika persediaan itu menjadi usang.
2) Ineffective monitoring
Keadaan dimana perusahaan tidak memiliki unit pengawas yang
efektif memantau kinerja perusahaan. Contoh faktor risikonya yait
37
adanya dominasi manajemen oleh satu orang atau kelompok kecil,
tanpa kontrol kompensasi, tidak efektifnya pengawasan dewan
direksi dan komite audit atas proses pelaporan keuangan dan
pengendalian internal dan sejenisnya.
3) Organizational structure
Struktur organisasi yang kompleks dan tidak satabil. Contoh faktor
risikonya yaitu struktur organisasi yang terlalu kompleks,
perputaran personil perusahaan seperti senior manajer atau direksi
yang tinggi.
c. Rasionalisasi (Rationalization)
Sudut ketiga dari fraud triangel adalah rationalization
(rasionalisasi) atau mencari pembenaran sebalum melakukan kejahatan,
bukan sesudahnya. Mencari pembenaran sebenarnya merupakan bagian
yang harus ada dari kejahatan itu sendiri, bahkan merupakan bagian
dari motovasi untuk melakukan kejahatan. Rationalization diperlukan
agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang melawan hukum untuk
tetap mempertahankan dirinya sebagai orang yang dipercaya. Pertama
kali manusia berbuat kejahatan atau pelanggaran, akan ada rasa tidak
nyaman atau bahkan rasa bersalah dalam dirinya. Namun ketika ingin
mengulanginya maka akan menjadi lebih mudah dan selanjutnya akan
terbiasa (Tuanakotta, 2012). Perasaan terbiasa itulah yang berbahaya
karena pembenaran akan kejahatannya akan semakin tinggi. Dan
menurut Skousen et al., (2008) dalam Maghfiroh et al., (2015)
38
Rasionalisasi merupakan bagian dari fraud triangle yang paling sulit
diukur.
4. Fraud Diamond
Fraud diamond merupakan sebuah inovasi dari fenomena fraud
yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson pada tahun 2004. Fraud
diamond merupakan suatu bentuk penyempurnaan dari teori Fraud
triangle oleh Cressey pada tahun 1953 yang menambahkan satu elemen
kualitatif yang diyakini memiliki pengaruh signifikan terhadap Fraud
yakni Capability atau kemampuan. Wolfe dan Hermanson (2004)
berpendapat bahwa :
“Many Frauds, especially some of the multibillion-dollar ones,
would not have occurred without the right person with the right
capabilities in place. Opportunity opens the doorway to Fraud, and
incentive and Rationalization can draw the person toward it. But
the person must have the Capability to recognize the open doorway
as an Opportunity and to take advantage of it by walking through,
not just once, but time and time again. Accordingly, the critical
question is; Who could turn an Opportunity for Fraud into
reality?"
Artinya adalah banyak fraud yang umumnya bernilai nominal besar
tidak mungkin terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan kapabilitas
khusus yang ada dalam perusahaan. Opportunity membuka peluang atau
pintu masuk bagi fraud dan Pressure (tekanan) serta Rationalization
yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud. Namun orang yang
melakukan fraud tersebut harus memiliki kapabilitas untuk dapat
menyadari bahwa pintu yang terbuka tersebut adalah sebagai peluang
emas, dan untuk memanfaatkanya bukan hanya sekali namun berkali-
39
kali. Wolfe dan Hermanson (2014) berpendapat ada banyak komponen
dari kapabilitas ini antara lain, positioning, intelligence and creativity,
ego, coercion, deceit, dan stress management.
Gambar 2.3
5. Fraud Pentagon
Teori terbarukan yang mengupas lebih mendalam mengenai faktor-
faktor pemicu fraud adalah teori fraud pentagon (Crowe’s fraud pentagon
theory). Teori ini dikemukakan oleh Crowe pada 2011. Teori fraud
pentagon merupakan perluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya
dikemukakan oleh Cressey, dalam teori ini menambahkan dua elemen
fraud lainnya yaitu kompetensi (competence) dan arogansi (arrogance).
Sumber: Fraud diamond theory oleh Wolfe dan Hermanson (2004)
Sumber: Fraud pentagon theory oleh Crowe (2011)
Gambar 2.4
40
Kompetensi (competence) yang dipaparkan dalam teori fraud
pentagon memiliki makna yang serupa dengan kapabilitas/kemampuan
(capability) yang sebelumnya dijelaskan dalam teori fraud diamond oleh
Wolfe dan Hermanson pada 2014. Menurut Crowe
Kompetensi/kapabilitas merupakan kemampuan karyawan untuk
mengabaikan kontrol internal, mengembangkan strategi penyembunyian,
dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan pribadinya. Dan arogansi
adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa kontrol
internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya (Tessa G
dan Harto, 2016). Crowe (2011) menjelaskan :
“Arrogance or lack of conscience is an attitude of superiority and
entitlement or greed on the part of a person who believes that
corporate policies and procedures simply do not personally apply.
This person, perhaps fueled by today’s obscene compensation
structures, has complete disregard for the consequences bestowed
upon his or her victims. Competence and arrogance play a major
role in determining whether an employee today has what it takes to
perpetrate a fraud.”
Artinya adalah Arogansi atau kurangnya hati nurani adalah Sikap
superioritas dan hak atau keserakahan yang percaya bahwa kebijakan dan
prosedur perusahaan tidak berlaku pada dirinya. Orang ini, mungkin
didorong oleh struktur kepuasan yang menyimpang yang terjadi di masa
sekarang, yaitu memiliki ketidakpedulian akan akaibat yang terjadi
kepada korbannya. Kompetensi (kemampuan) dan arogansi memainkan
peran utama dalam menentukan apakah karyawan saat ini memiliki apa
yang diperlukan untuk melakukan penipuan.
41
Kelima elemen deteksi fraud tersebut, yaitu tekanan, kesempatan,
rasionalisasi, kemampuan dan arogansi, dapat memicu seseorang untuk
melakukan fraud. Seseorang yang ahli dengan keleluasaan dalam
mengakses informasi perusahaan yang memiliki pola pikir atas hak yang
dimiki olehnya, dan kepercayaan diri untuk mendapatkannya, menambah
resiko terjadinya fraud. Terlebih jika seseorang ini ditempatkan di
lingkungan yang terbiasa bersikap santai dengan atasan dan pengendalian
internal yang lemah. Perusahaan dengan kondisi seperti itu dapat menjadi
berita skandal di kemudian hari (Crowe, 2011).
6. Manajemen Laba
Kata earning management atau manajemen laba memang tidak
asing lagi bagi dunia riset dan penelitian yang terkait dengan akuntansi.
Manajemen laba masih menjadi topik dan isu yang paling sering dikaji
dan dilakukan penelitian oleh beberapa peneliti dan pihak yang
berkepentingan, khususnya dibidang akuntansi dan keuangan. Menurut
Scott (2003) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014), manajemen laba
adalah suatu cara penyajian laba yang disesuaikan dengan tujuan yang
diinginkan oleh manajer, melalui pemilihan suatu kebijakan akuntansi
atau melalui pengelolaan akrual.
Menurut Salno dan Baridwan (2000) dalam Sihombing dan
Rahardjo (2014), Konsep earning management menggunakan pendekatan
teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa praktik earning
management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen
42
(agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha
untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang
dikehendakinya. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena
principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk
memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan
pemegang saham (principal).
Dalam hubungan keagenan, principal tidak memiliki informasi
yang cukup tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak
informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan
secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya
ketidakseimbangan informasi (information asymmetric) yang dimiliki
oleh principal dan agent. Asimetri informasi dan konflik kepentingan
yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk
menyajikan informasi yang salah kepada principal, terutama jika
informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Salah satu
bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai earning
management (Widyaningdyah, 2001).
Menurut Sugiri (1998) dalam Widyaningdyah (2001), definisi
earning management dibagi dalam dua definisi, yaitu:
a. Definisi Sempit
Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan
metode akuntansi. Earning management dalam arti sempit ini
didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan
43
komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya
earnings.
b. Definisi Luas
Earning management merupakan tindakan manajer untuk
meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas
suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan
peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomis jangka panjang
unit tersebut.
Menurut Scott (1997) dalam penelitian Marlisa dan Fuadati
(2016), motivasi perusahaan atau manajer dalam melakukan manajemen
laba antara lain:
a. Rencana bonus ( Bonus scheme / bonus plan)
Manajer yang bekerja diperusahaan dengan rencana bonus akan
berusaha mengatur laba yang dilaporkan agar dapat memaksimalkan
bonus yang akan diterimanya. Adanya motivasi bonus mendorong
manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat menggeser
laba dari periode yang akan datang ke periode saat ini.
b. Kontrak hutang jangka panjang (Debt covenant)
Motivasi ini sejalan dengan hipotesis debt covenant dalam teori
akuntansi positif, yaitu semakin dekat suatu perusahaan ke
pelanggaran perjanjian hutang, maka manajer akan cenderung
memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode
44
mendatang ke periode berjalan, sehingga dapat mengurangi
kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak.
c. Motivasi politik (Political motivation)
Perusahaan-perusahaan besar dan industri strategis cenderung
menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya, khususnya
selama periode kemakmuran tinggi. Tindakan ini dilakukan untuk
memeroleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah, misalnya
subsidi.
d. Motivasi perpajakan (Taxation motivation)
Perpajakan merupakan salah satu alasan utama mengapa perusahaan
mengurangi laba yang dilaporkan. Dengan mengurangi laba yang
dilaporkan, maka perusahaan dapat meminimalkan besar pajak yang
harus dibayarkan kepada pemerintah.
e. Pergantian CEO
CEO akan berusaha meningkatkan kinerjanya untuk menghindari
pergantian CEO oleh pemilik perusahaan dengan cara meningkatkan
laba, apabila penilaian kinerja berdasarkan laba. CEO yang dinilai
baik oleh akan diberikan bonus (reward), sedangkan CEO yang
kinerjanya kurang baik akan diganti. CEO yang akan habis masa
penugasannya atau pensiun akan melakukan strategi memaksimalkan
laba untuk meningkatkan bonusnya. Demikian pula dengan CEO
yang kinerjanya kurang baik, ia akan cenderung memaksimalkan
laba untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya.
45
f. Penawaran saham perdana (Initial public offering)
Saat perusahaan go public, informasi keuangan yang ada dalam
propektus merupakan sumber informasi yang penting. Informasi ini
dapat dipakai sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai
perusahaan. Untuk memengaruhi keputusan calon investor, maka
manajer berusaha untuk menaikkan laba yang dilaporkan.
Tindakan earnings management telah memunculkan beberapa
kasus skandal pelaporan akuntansi yang diketahui secara luas, antara
lain Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di
Amerika Serikat (Cornett et al., 2006 dalam Ujiyantho dan Pramuka,
2007). Tuanakotta (2012) juga menyatakan bahwa beberapa kasus
yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma
Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang
berawal dari terdeteksi adanya manipulasi laba. Berbagai fakta dan teori
yang telah diuraikan di atas mengindikasikan bahwa terdapat hubungan
erat antara earnings management dan financial statement fraud.
Pernyataan tersebut diperkuat kembali oleh Rezaee (2002)
dalam Sihombing dan Rahardjo (2014) yang menyatakan bahwa suatu
financial statement fraud sering diawali dengan salah saji atau
manajemen laba dari laporan keuangan kuartal yang dianggap tidak
material tetapi akhirnya berkembang menjadi fraud secara besar-
besaran dan menghasilkan laporan keuangan tahunan yang
menyesatkan secara material.
46
7. Kecurangan pada Laporan Keuangan
Kecurangan laporan keuangan merupakan kesengajaan ataupun
kelalaian dalam pelaporan laporan keuangan dimana laporan keuangan
yang disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Kelalaian atau kesengajaan ini sifatnya material sehingga dapat
memengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pihak yang
berkepentingan (Sihombing dan Rahardjo, 2014).
Fraudulent Financial Reporting atau kecurangan pelaporan
keuangan dijelaskan oleh Association of Certified Fraud Examiners
(ACFE) dalam Tessa G dan Harto (2016) sebagai berikut :
“The deliberate misrepresentation of the financial condition of an
enterprise accomplished through the intentional misstatement or
omission of amounts or disclosures in the financial statements in
order to deceive financial statement users.”
Artinya adalah yang dimaksudkan sebagai kekeliruan yang
disengaja dari kondisi keuangan suatu perusahaan yang dilakukan melalui
perbuatan salah saji yang disengaja atau kelalaian dari jumlah atau
pengungkapan dalam laporan keuangan untuk menipu pengguna laporan
keuangan.
Rezaee (2002) dalam Maghfiroh et al. (2015) menjelaskan bahwa
pelaporan keuangan yang mengandung unsur kecurangan dapat
mengakibatkan turunnya integritas informasi keuangan dan dapat
mempengaruhi berbagai pihak. Selain investor dan kreditor, auditor
adalah salah satu korban financial statement fraud karena mereka
mungkin menderita kerugian keuangan dan/atau kehilangan reputasi. Oleh
47
karenanya, auditor harus memahami cara-cara yang ditempuh pihak
tertentu dalam melakukan praktik financial statement fraud. Menurut
SAS No.99,financial statement fraud dapat dilakukan dengan:
a. Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi, dokumen
pendukung dari laporan keuangan yang disusun.
b. Kekeliruan atau kelalaian yang disengaja dalam informasi yang
signifikan terhadap laporan keuangan.
c. Melakukan secara sengaja penyalahgunaan prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau
pengungkapan.
B. Penelitian Terdahulu
Sudah banyak terdapat penelitian terkait fraud. Berikut ini adalah
beberapa penelitian yang membahas masalah fraud. Beberapa diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Turner et al. (2003), Wolfe dan
Hermanson (2004), Abdullahi dan Mansor (2015), dan Yusof et al. (2015).
Adapun hasil penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan
penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut ini:
48
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Sebelumnya
No Judul/penulis
(tahun)
Metode penelitian Persamaan Perbedaan Hasil penelitian
1 The Fraud
Diamond:
Considering the
Four Elements of
Fraud
David T. Wolfe
dan Dana R.
Hermanson
(2004)
Studi kualitatif
terhadap beberapa
perusahaan yang
terindikasi melakukan
fraud.
1. Variabel
independen:
Tekanan (pressure),
2. kesempatan
(opportunity),
3. rasionalisasi
(rasionalization),
4. capability.
5. Variabel dependen:
Financial Statement
Fraud
Metode penelitian
kualitatif
Memberi satu faktor penyebab
fraud disamping fraud risk factor
fraud triangle yaitu Individual
capability yang didefinisikan
sebagai personal traits dan
kemampuan memegang peranan
penting dimana fraud dapat saja
terjadi bersamaan dengan ketiga
faktor fraud triangle.
2 Fraud Triangle
theory and fraud
Diamond Theory:
Understanding the
Convergent and
Divergent for
future Research
Rabi’u Abdullahi
dan Noorhayati
Mansor
(2015)
Menggunakan data
sekunder dari
informasi yang
diambil dari jurnal,
artikel, buku dan
internet.
Fraud Diamond Menjelaskan lebih jauh
perbedaan & persamaan
antara fraud triangle
theory dan fraud
diamond theory.
Tingkat kecurangan yang
dirahasiakan dan biayanya
diperkirakan akan meningkat
seiring berjalannya waktu. Untuk
secara proaktif menangani faktor
risiko kecurangan, badan anti-
korupsi harus memahami dengan
jelas unsur-unsur fundamental yang
berkontribusi terhadap tindakan
penipuan. Pelanggaran kepercayaan
dimotivasi oleh risiko yang
dirasakan seseorang terhadap
sekitarnya dan godaan untuk
mendapatkan keuntungan dari
situasi tersebut.
Lanjut ke halaman berikutnya
49
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Judul/penulis
(tahun)
Metode penelitian Persamaan Perbedaan Hasil penelitian
3 Fraudulent
Financial
Reporting: An
Application of
Fraud Models to
Malaysian Public
Listed Companies
Mohamed Yusof.
K., Ahmad Khair
A.H. & Jon Simon
(2015)
Menggunakan data
sekunder dari
informasi, teori, dan
interview
1. Variabel Dependen:
Financial Statement
Fraud
2. Variabel Indepeden:
- Pressure
- Opportunity
- Attitude
- Rationalization
- Capability
- Arrogance
1. Metode penelitian
menggunakan
secondaru sources dan
interview
2. Variabel independen:
- Incentive
- Attitude
- Greed
- Ignorance
Penelitian ini menghasilkan
pengukuran baru dan fraud-risk
factors baru (yaitu greed dan
ignorance) sebagai kontribusi
tambahan terhadap faktor yang
telah ada sebelumnya.
4 Fraudulent
Financial
Reporting:
Pengujian Teori
Fraud Pentagon
Pada Sektor
Keuangan dan
Perbankan di
Indonesia
Chyntia Tessa G
dan Puji Harto
(2016)
Populasi dalam
penelitian ini adalah
seluruh perusahaan
sektor keuangan dan
perbankan yang
terdaftar dalam BEI
selama periode 2012 -
2014. Menggunakan
metode purposive
sampling
1. Menggunakan
variabel independen
- Financial stability
- External pressure
- Ineffective
monitoring
- Change in auditor
- Pergantian Direksi
Perusahaan
- Frequent number of
CEO’s picture
2. Variabel dependen:
Financial statement
fraud
1. Variabel Idependen:
- Financial Target
- Institutional
ownership
- Kualitas auditor
eksternal
2. Sampel penelitian:
sektor keuangan dan
perbankan yang
terdaftar dalam BEI
selama periode 2012 -
2014.
3. Analisis data
menggunakan logistic
regressio method.
Hasil penelitian ini menunjukkan
terdapat beberapa variabel yang
berpengaruh secara signifikan
dalam mendeteksi fraudulent
financial reporting. Terdapat tiga
variabel yang berpengaruh
signifikan dalam mendeteksi
terjadinya fraudulent financial
reporting, antara lain financial
stability, external pressure, dan
frequent number of CEO’s picture.
Lanjut ke halaman berikutnya
50
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Judul/penulis
(tahun)
Metode penelitian Persamaan Perbedaan Hasil penelitian
5 Analisis Fraud
Diamond dalam
Mendeteksi
Financial
Statement Fraud :
Studi Empiris pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia
(BEI) tahun 2010-
2012
Kennedy Samuel
Sihombing dan
Siddiq Nur
Rahardjo (2014)
Sampel penelitian
yang digunakan
adalah sebanyak 51
perusahaan
manufaktur yang
listing di Bursa Efek
Indonesia periode
2010-2012. Jenis data
yang digunakan
adalah data sekunder,
yang berupa laporan
tahunan perusahaan
yang listing di BEI
selama periode 2010-
2012. Pengujian
hipotesis dilakukan
dengan metode regresi
linier berganda
dengan software SPSS
21.
3. Menggunakan
variabel independen
- External pressure
- Financial stability
- Ineffective
monitoring
- Change of directors
- Nature of industry
- Change in auditor
- Rationalization
- Capability
4. Variabel dependen:
Financial statement
fraud
5. Menggunakan data
sekunder
6. Menggunakan
analisis regresi
berganda.
1. Sample
menggunakan data
perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI
tahun 2010-2012
2. Variabel independen:
financial targets
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel financial stability
yang diproksikan dengan
rasio perubahan total asset, variabel
external pressure yang diproksikan
dengan leverage ratio,
variabel nature of industry yang
diproksikan dengan rasio
perubahan piutang dan variabel
rationalization yang diproksikan
dengan rasio perubahan total akrual
terbukti berpengaruh terhadap
financial statement fraud. Namun,
penelitian ini tidak membuktikan
bahwa variabel financial
target yang diproksikan dengan
ROA, variabel innefective
monitoring yang diproksikan
dengan
rasio dewan komisaris independen,
change in auditor, dan Capability
yang diproksikan dengan
perubahan direksi tidak memiliki
pengaruh terhadap financial
statement fraud.
Lanjut ke halaman berikutnya
51
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Judul/penulis
(tahun)
Metode penelitian Persamaan Perbedaan Hasil penelitian
6 ANALISIS
DETERMINAN
FINANCIAL
STATEMENT
MELALUI
PENDEKATAN
FRAUD
TRIANGLE
Susmita Ardiyani
dan Nanik Sri
Utaminingsih
(2015)
Menggunakan
purposive sampling
yaitu perusahaan
mengalami laba
berturut turut selama
periode penelitian
dengan 29 perusahaan.
Pengolahan data
menggunakan
program SPSS versi
21 dengan analisis
statistik deskriptif dan
regresi logistik.
1. Variabel
independen:
- external pressure
- nature of industry
- rasionalisasi
2. variabel dependen:
financial statement
fraud
3. Teknik pengambilan
sampel
menggunakan
purposive sampling
1. variabel independen:
- kualitas audit
2. Menggunakan
analisis regresi
berganda.
3. Populasi dari
penelitian ini adalah
perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI)
tahun 2010-2012
Berdasarkan hasil dan simpulan
penelitian menunjukkan external
pressure, nature of industry,
rasionalisasi dan kualitas audit
tidak berpengaruh terhadap
financial statement fraud
7 Perspektif Fraud
Diamond Theory
dalam Menjelaskan
Earnings
Manajemen Non-
GAAP pada
Perusahaan
Terpublikasi di
Indonesia
Bese Nur Amaliah,
Yeni Januarsi, dan
Ewing Yufisa
Ibrani (2015)
1. Metode
pengambilan
sample adalah
metode purposive
sampling.
2. Sampel yang
digunakan adalah
perusahaan non
keuangan dan non
perbankan yang
terdaftar di BEI
selama periode
tahun 2010 sampai
2013
1. Metode purposive
sampling
2. Persamaan proxy:
- Laverage
- Komite audit
independen
1. Variabel dependen :
manajemen laba non-
GAAP
2. Perbedaan proxy :
- Kepemilikan
manajerial
- ROA
- AUDSIZE
- AUDCMEET
- AUDREPORT
- AUDCEXP
hasil dari analisis regresi logistik,
menemukan bahwa kesempatan dan
kemampuan menjadi faktor
penyebab terjadinya manajemen
laba non-GAAP. Sebaliknya,
tekanan dan rasionalisasi
mempunyai hasil yang berbeda.
Temuan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa di Indonesia,
faktor kesempatan dan kemampuan
perlu mendapat perhatian lebih dari
pembuat regulasi untuk mengurangi
terjadinya manajemen laba non-
GAAP.
Lanjut ke halaman berikutnya
52
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Judul/penulis
(tahun)
Metode penelitian Persamaan Perbedaan Hasil penelitian
8 Model Deteksi Kecurangan Berbasis Fraud Triangle (Studi Kasus Pada
Perusahaan Publik
Di Indonesia)
Sukirman dan
Maylia Pramono
Sari
(2013)
Sampel dalam
penelitian ini adalah
perusahaan yang
melakukan tindakan
pelanggaran sesuai
dengan laporan
Bapepam-LK dan
perusahaan non-
pelanggar yang
terdaftar di BEI dari
tahu 2000.
Menggunakan metode
puposive sampling
1. Menggunakan
metode puposive
sampling
2. Variabel
independen:
- Pressure
- Opportunities
- Rationalizations
1. Variabel dependen
dalam penelitian ini
adalah perusahaan
yang melakukan
pelanggaran (fraud)
dan perusahaan yang
tidak melakukan
pelanggaran (fraud).
2. Tahapan pengukuran
variabel penelitian
didasarkan pada
penelitian Skousen et
al. (2009)
Dari empat hipotesis yang diajukan,
hanya terdapat satu variabel masuk
ke dalam model (variabel in
equation) yaitu audit report sebagai
proksi dari rasionalisasi
(rationalization). Secara parsial
terdapat perbedaan terkait
rasionalisasi antara perusahaan
yang melakukan fraud dan yang
tidak melakukan fraud. Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi nilai
audit report (rationalization), maka
probabilitas perusahaan melakukan
fraud juga semakin tinggi.
9 Dapatkah Teori
Fraud Triangle
Menjelaskan
Kecurangan dalam
Laporan
Keuangan?
Dwi
Ratmono,Yuvita
Avrie D, dan Agus
Purwato
(2014)
Menggunakan data 27
perusahaan yang
melakukan kecurang
an laporan keuangan
dan 27 perusahaan
lain sebagai sampel
padanan. Data
dikumpulkan dari
laporan tahuan yang
dipublikasikan dalam
laman BEI dan
dianalisis dengan
regresi logistik.
Variabel independen:
- Pressure
- Opportunities
- Rationalizations
Sampel menggunakan
data 27 perusahaan yang
melakukan kecurangan
laporan keuangan dan 27
perusahaan lain sebagai
sampel padanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif
antara tekanan dan rasionalisasi
dengan kecurangan laporan
keuangan. Rasionalisasi tidak
didukung sebagai determinan
kecurangan laporan keuangan.
Hasil penelitian ini memberikan
dukungan parsial untuk teori fraud
triangle dalam menjelaskan
fenomena kecurangan laporan
keuangan.
Lanjut ke halaman berikutnya
53
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Judul/penulis
(tahun)
Metode penelitian Persamaan Perbedaan Hasil penelitian
10 Pendeteksian
Laporan Keuangan
Melalui Faktor
Resiko, Tekanan
dan Peluang
(Berdasarkan Press
Release OJK 2008-
2012)
Noval Dwi Aditya
Nugraha, dan
Deliza Henny
(2015)
Populasi dalam
penelitian ini adalah
perusahaan yang
bergerak di sektor non
keuangan yang
terdaftar (listed) di
Bursa Efek Indonesia
(BEI) tahun 2008-
2012. Menggunakan
metode purposive
sampling
1. Variabel dependen:
Financial statement
fraud
2. Variabel
independen:
- Tekanan eksteral
- Stabilitas keuangan
- Efektifitas
pengawasan
1. Variabel independen:
- Kepemilikan
maajerial
- Target keuangan
- Tekanan likuiditas
- Capital turnover
2. Populasi adalah
perusahaan di sektor
non keuangan yang
terdaftar (listed) di
Bursa Efek Indonesia
(BEI) tahun 2008-
2012.
Hasil dari penelitian ini
mengindikasikan bahwa external
pressures dan financial targets
berpengaruh secara signifikan pada
financial statement fraud,
sedangkan financial stability,
managerial ownership, liquidity,
capital turnover, dan effectiveness
of supervision tidak berpengaruh
terhadap financial fraud.
11. Pendeteksian
Kecurang Laporan
Keuangan
Menggunakan
Fraud Diamond
Mafiana Annisya,
Lindrianasari, dan
Yuztitya Asmaranti
(2016)
Populasi dalam
penelitian adalah
seluruh perusahaan go
public yang telah
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Metode
pemilihan sample
menggunakan metode
purposive sampling
1. Variabel dependen:
Financial statement
fraud
2. Variabel
independen:
- Financial
stability
- External
Pressure
- Nature of
Industry
- Pergantian
direksi
1. Variabel independen:
- Financial target
- Opini audit
2. Sampel penelitian
adalah perusahaan
Property dan real
estate yang listing di
Bursa Efek Indonesia
pada periode 2010-
2014
Variabel stabilitas keuangan yang
(rasio perubahan total aset)
berpengaruh positif terhadap
laporan keuangan penipuan.
Sedangkan tekanan eksternal (rasio
leverage), target keuangan (return
on asset), sifat industri (rasio
perubahan persediaan), opini audit
(mendapatkan opini wajar tanpa
pengecualian dengan bahasa
mengklarifikasi), dan capablity
(perubahan direksi) tidak
berpengaruh pada laporan
keuangan penipuan.
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
54
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan mendeteksi adanya financial statement fraud
sebelum akhirnya berkembang menjadi masalah yang merugikan perusahaan.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada faktor risiko
kecurangan oleh Cressey (1953), Wolfe dan Hermanson (2004), dan Crowe
(2011). Faktor-faktor tersebut tidak dapat secara langsung diteliti sehingga
diperlukan variabel proksi agar lebih mudah diteliti (Skousen et al., 2009).
Kerangka berpikir ini merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting. Penelitian ini menggunakan tujuh variabel proksi
independen. Hal tersebut disebabkan adanya penyesuaian dengan data laporan
keuangan perusahaan yang tersedia untuk penelitian. Variabel dependen
penelitian, yaitu financial statement fraud diproksikan dengan earnings
management. Adapun masalah-masalah yang dianggap penting dalam
penelitian ini: financial stability pressure (ACHANGE), external pressure
(LEV), nature of industry (RECEIVABLE), ineffective monitoring
(BDOUT), change in auditor (AUDCHANG), capability (DCHANGE), dan
frequent number of CEO’s picrure (CEOPIC), yang mempunyai pengaruh
dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Berdasarkan landasan teori
yang telah diuraian di atas, gambaran penelitian ini yang mengangkat
penelitian mengenai pengaruh dalam mendeteksi kecurangan laporan
keuangan. Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya,
berikut merupakan gambaran kerangka pemikiran dari penelitian ini:
55
Gambar 2.5
Skema Kerangka Pemikiran
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pressure
Financial Stability Pressure (X1)
External Pressure (X2)
Opportunity
Nature of Industry (X3)
Ineffective Monitoring (X4)
Arrogance
Frequent Number of CEO’s Picture (X7)
Rationalization
Change in Auditor (X5)
Capability
Perubahan Direksi (X6)
Financial
Statement
Fraud
(Y)
Pendeteksian Fraud Berbasis Fraud Pentagon dalam Mekanisme Pelaporan Keuangan
Basis Teori: Agency Theory, Fraud Triangle Theory,
Fraud Diamond Theory dan Fraud Pentagon Theory
Berbagai kecurangan yang terjadi terhadap laporan keuangan
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Purposive Sampling
56
D. Hipotesis Penelitian
Pada penelitian ini variabel-variabel yang digunakan yaitu variabel
yang diukur dengan proksi dari fraud pentagon. Dimana elemen-elemen
tersebut yaitu: pressure, opportunity, rationalization, capability, dan
arrogance tidak dapat diukur secara langsung, oleh karena itu harus diukur
dengan proksi dan dijadikan sebagai variabel. Adapun variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu tujuh variabel proksi independen yaitu
financial stability pressure, external pressure, nature of industry, ineffective
monitoring, change in auditor, capability, dan frequent number of CEO’s
picrure, serta satu variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan
(financial statement fraud).
1. Financial Stability Pressure sebagai Variabel untuk Mendeteksi
Financial Statement Fraud
Ketika suatu perusahaan berada dalam kondisi stabil maka nilai
perusahaan akan naik dalam pandangan investor, kreditor, dan publik.
Menurut SAS No. 99, manajer menghadapi tekanan untuk melakukan
kecurangan laporan keuangan ketika stabilitas keuangan dan/atau
profitabilitas yang terancam oleh keadaaan ekonomi, industri, atau situasi
entitas yang beroperasi (Skousen et al., 2009 dalam Yulia dan Basuki,
2016). Loebbecke et al. (1989) dan Bell et al. (1991) dalam Skousen et
al. (2009) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014) menunjukkan bahwa
dalam kasus dimana perusahaan mengalami pertumbuhan yang berada di
57
bawah rata-rata industri, manajemen akan memanipulasi laporan
keuangan untuk meningkatkan prospek perusahaan.
Menurut Skousen et al., (2009) dalam Sihombing dan Rahardjo
(2014) menjelaskan bahwa bentuk manipulasi pada laporan keuangan
yang dilakukan oleh manajemen berkaitan dengan pertumbuhan aset
perusahaan. Oleh karena itu, rasio perubahan total aset dijadikan proksi
pada variabel financial stability pressure. Semakin tinggi total aset yang
dimiliki perusahaan menunjukkan kekayaan yang dimiliki semakin
banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Skousen et al. (2009) dalam
Sihombing dan Rahardjo (2014) membuktikan bahwa semakin besar
rasio perubahan total aset suatu perusahaan maka probabilitas
dilakukannya tindak kecurangan pada laporan keuangan perusahaan
tersebut semakin tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
Ha 1 : Financial stability pressure berpengaruh terhadap financial
statement fraud
2. External Pressure sebagai Variabel untuk Mendeteksi Financial
Statement Fraud
Salah satu tekanan yang sering dialami manajemen perusahaan
adalah kebutuhan untuk mendapatkan tambahan utang atau sumber
pembiayaan eksternal agar tetap kompetitif, termasuk pembiayaan riset
dan pengeluaran pembangunan atau modal (Skousen et al., 2009 dalam
Sihombing dan Rahardjo, 2014). Kebutuhan pembiayaan eksternal terkait
58
dengan kas yang dihasilkan dari utang yang dalam penelitian ini
diproksikan dengan leverage ratio, yaitu perbandingan antara total
liabilitas dan total aset. Perusahaan yang memiliki leverage yang tinggi,
berarti perusahaan tersebut dianggap memiliki hutang yang besar dan
risiko kredit yang dimilikinya juga tinggi. Semakin tinggi risiko kredit,
semakin besar tingkat kekhawatiran kreditor untuk memberikan pinjaman
kepada perusahaan. Oleh karena itu, hal ini menjadi salah satu hal yang
menjadi perhatian tersendiri bagi perusahaan dan memungkinkan
menjadi salah satu penyebab dalam munculnya kecurangan pelaporan
keuangan (Tessa G dan Harto, 2016). Obeua (1999) dalam Martantya
(2013) turut menjelaskan bahwa leverage yang lebih besar dapat
dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan
pelanggaran terhadap perjanjian kredit dan kemampuan lebih rendah
untuk memperoleh tambahan modal melalui pinjaman. Berdasarkan
pemaparan tersebut maka dapat dibentuk hipotesis:
Ha 2: External pressure berpengaruh terhadap financial statement
fraud
3. Nature of Industry sebagai Variabel untuk Mendeteksi Financial
Statement Fraud
Summers dan Sweeney (1998) dalam Sihombing dan Rahardjo
(2014) mencatat bahwa akun piutang dan persediaan memerlukan
penilaian subjektif dalam memperkirakan tidak tertagihnya piutang dan
obsolete inventory. Mereka menyarankan bahwa karena adanya penilaian
59
subjektif dalam menentukan nilai dari akun tersebut, manajemen dapat
menggunakan akun tersebut sebagai alat untuk manipulasi laporan
keuangan. Mereka menemukan bahwa kondisi akun persediaan dan
piutang usaha berbeda antara perusahaan yang melakukan fraud dengan
perusahaan yang tidak melakukan fraud. Proksi untuk nature of industry
yang berkaitan dengan piutang adalah rasio perubahan dalam piutang
usaha. Ukuran ini dihitung sebagai rasio piutang terhadap penjualan di
tahun t dikurangi dengan rasio piutang terhadap penjualan di tahun t-1, di
mana t adalah tahun sebelum terjadinya fraud. Argumen ini didukung
oleh Loebbecke et al. (1989) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014),
yang menemukan bahwa akun piutang dan persediaan terlibat dalam
sejumlah besar fraud dalam sampel mereka. Berdasarkan uraian tersebut,
diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha 3 : Nature of industry berpengaruh terhadap financial statement
fraud
4. Ineffective Monitoring sebagai Variabel untuk Mendeteksi Financial
Statement Fraud
Menurut SAS No.99 Ineffective monitoring merupakan kondisi
dimana tidak adanya keefektifan sistem pengawasan internal yang
dimiliki perusahaan. Hal tersebut dapat terjadi terjadi karena adanya
dominasi manajemen oleh satu orang atau kelompok kecil, tanpa kontrol
kompensasi, tidak efektifnya pengawasan dewan direksi dan komite audit
atas proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal dan
60
sejenisnya. Dengan kurangnya kontrol dari pihak internal perusahaan
menjadi kesempatan tersendiri bagi beberapa pihak untuk memanipulasi
data pada laporan keuangan (Tessa G dan Harto, 2016).
Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003) dalam
Sihombing dan Rahardjo (2014) menjelaskan bahwa praktik kecurangan
atau Fraud dapat diminimalkan salah satunya dengan mekanisme
pengawasan yang baik. Dewan komisaris independen dipercaya dapat
meningkatkan efektivitas pengawasan perusahaan. Dewan komisaris
bertugas untuk menjamin terlaksananya strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Penelitian Beasley (1996) dalam Sihombing dan Rahardjo
(2014) menyimpulkan bahwa masuknya dewan komisaris yang berasal
dari luar perusahaan meningkatkan efektivitas dewan tersebut dalam
mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan.
Hasil penelitian yang pernah di lakukan oleh Skousen et al. (2009) dalam
Sihombing dan Rahardjo (2014) membuktikan bahwa kecurangan lebih
sering terjadi pada perusahaan yang lebih sedikit memiliki anggota
dewan komisaris eksternal. Hasil penelitian dari Skousen et al. (2009)
menguatkan bukti bahwa rasio dewan komisaris independen berpengaruh
terhadap Financial Statement Fraud. Maka dari itu dapat disimpulkan
hipotesis:
Ha 4: Ineffective monitoring berpengaruh terhadap financial
statement fraud
61
5. Change in Auditor sebagai Variabel untuk Mendeteksi Financial
Statement Fraud
Menurut penelitian Skousen et al. (2009) dalam Sihombing &
Rahardjo (2014) dijelaskan bahwa kejadian kegagalan audit dan litigasi
meningkat segera setelah adanya perubahan auditor. Audit changes dapat
menjadi salah satu proksi dari rationalization. Adanya pergantian
akuntan publik pada dua tahun periode dapat menjadi indikasi terjadinya
fraud. Hal ini diperkuat oleh penelitian Loebbecke et al. (1989) dalam
Sihombing & Rahardjo (2014) yang menemukan bahwa sejumlah besar
fraud dalam sampel mereka dilakukan dalam dua tahun pertama masa
jabatan auditor. Tessa G dan Harto (2016) menjelaskan bahwa pergantian
auditor yang digunakan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu bentuk
untuk menghilangkan jejak fraud (fraud trail) yang ditemukan oleh
auditor sebelumnya. Kecenderungan tersebut mendorong perusahaan
untuk mengganti auditor independennya guna menutupi kecurangan yang
terdapat dalam perusahaan. Maka dari itu dapat disimpulkan hipotesis:
Ha 5: Change in auditor berpengaruh terhadap financial
statement fraud
6. Perubahan Direksi sebagai Variabel untuk Mendeteksi Financial
Statement Fraud
Capability adalah suatu faktor kualitatif yang menurut Wolfe dan
Hermanson (2004) merupakan salah satu pelengkap dari model Fraud
triangle dari Cressey (1953). Terdapat enam komponen dalam capability,
62
antara lain: posisi (positioning), kecerdasan (intelligence), percaya diri
(confidence/ego), pemaksaan (coercion skill), penipuan (effective lying/
deceit), dan manajemen stress (stress management). Pergantian direksi
diindikasikan mampu menggambarkan kemampuan dalam melakukan
manajemen stress (Tessa G dan Harto, 2016). Wolfe dan Hermanson
(2004) dalam Tessa G dan Harto (2016) mengemukakan bahwa
perubahan direksi dapat menyebabkan stress period yang berdampak
pada semakin terbukanya peluang melakukan fraud. Pergantian direksi
dapat menjadi suatu upaya perusahaan untuk memperbaiki kinerja direksi
sebelumnya dengan melakukan perubahan susunan direksi yang dianggap
lebih berkompeten. Adanya pergantian direksi juga mengindikasikan
suatu kepentingan politik tertentu untuk mengantikan jajaran direksi
sebelumnya dan kepentingan pihak-pihak tertentu yang memicu
munculnya conflict of interest. Sementara di sisi lain, Pergantian direksi
dianggap dapat mengurangi efektivitas dalam kinerja karena memerlukan
waktu yang lebih untuk beradaptasi dengan culture direksi baru sehingga
kinerja awal tidak maksimal. Maka dari itu dapat disimpulkan hipotesis:
Ha 6: Pergantian direksi perusahaan berpengaruh terhadap financial
statement fraud
63
7. Frequent Number of CEO’s Picture sebagai Variabel untuk
Mendeteksi Financial Statement Fraud
Tessa G dan Harto (2016) menjelaskan bahwa Frequent number of
CEO’s picture adalah jumlah foto CEO yang terpampang pada laporan
tahunan perusahaan. Banyaknya foto CEO yang terpampang dalam
sebuah laporan tahunan perusahaan dapat merepresentasikan tingkat
arogansi atau superioritas yang dimiliki CEO tersebut. Seorang CEO
cenderung lebih ingin menunjukkan kepada semua orang akan status dan
posisi yang dimilikinya dalam perusahaan karena mereka tidak ingin
kehilangan status atau posisi tersebut (atau merasa tidak dianggap), hal
ini sesuai dengan salah satu elemen yang dipaparkan oleh Crowe (2011).
Tingkat arogansi yang tinggi dapat menimbulkan terjadinya fraud karena
dengan arogansi dan superioritas yang dimiliki seorang CEO, membuat
CEO merasa bahwa kontrol internal apapun tidak akan berlaku bagi
dirinya karena status dan posisi yang dimiliki dan juga terdapat
kemungkinan bahwa CEO akan melakukan cara apapun untuk
mempertahankan posisi dan kedudukan yang sekarang dimiliki. Yusof K.
et al. (2015) juga menjelaskan bahwa melalui foto-foto yang terpampang
pada laporan tahunan perusahaan, CEO mendapatkan perhatian publik
dan memperlakukan diri mereka sebagai selebriti. Atas dasar pemikirian
tersebut maka dapat dibangun sebuah hipotesis:
Ha 7: Frequent number of CEO’s picture berpengaruh terhadap
financial statement fraud
64
8. Financial Stability Pressure, External Pressure, Nature of Industry,
Ineffective Monitoring, Change in Auditor, Perubahan Direksi, dan
Frequent Number of CEO’s Picture sebagai Variabel untuk
Mendeteksi Financial Statement Fraud
Perusahaan diharuskan menyajikan laporan keuangan yang dapat
dipahami, relevan, andal dan dapat dibandingkan agar informasi dalam
laporan keuangan berguna bagi pemakai (Rachmawati dan Marsono,
2014). Perumusan teori Crowe (2011) mendukung suatu perusahaan yang
melakukan kecurangan pada laporan keuangan di Indonesia, dimana
tindakan fraud terjadi karena didasarkan atas 5 faktor, yaitu pressure,
opportunity, rationalization, competence/ capability, dan arrogance.
Tindakan kecurangan ini didasarkan atas beberapa faktor yang akan diuji
dalam penelitian ini yaitu, financial stability pressure, esternal pressure,
nature of industry, ineffective monitoring, change in auditor, perubahan
direksi, dan frequent number of CEO’s picture. Penelitian ini tidak hanya
menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
secara parsial, tetapi juga secara simultan (bersamaan). Berdasarkan
uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Ha 8: Financial stability pressure, external pressure, nature of
industry, ineffective monitoring, change in auditor, perubahan
direksi, frequent number of CEO’s picture secara bersama-
sama berpengaruh terhadap financial statement fraud.
65
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas yang
digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu financial
stability pressure, external pressure, nature of industry, ineffective
monitoring, change in auditor, capability, dan frequent number of CEO’s
picture terhadap satu variabel dependen yaitu financial statement fraud.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tergabung dalam sektor property dan real
estate pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2015.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tergabung dalam sektor property dan real
estate pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Pertimbangan untuk
memilih populasi ini karena pada sektor property dan real estate juga tidak
luput dari tindak kecurangan lebih khususnya kecurangan laporan keuangan.
Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah metode pemilihan
sampel bertujuan (purposive sampling) agar mendapatkan sampel yang
representatif berdasarkan kriteria yang ditentukan, kemudahan data yang
didapat oleh peneliti, tidak memerlukan biaya yang tinggi serta data yang
diperoleh lebih akurat dan valid karena laporan keuangan yang dipublikasikan
telah diaudit oleh akuntan publik. Karena perusahaan yang tergabung dalam
66
sektor property dan real estate selalu berubah dan tidak selalu tercantum
dalam Bursa Efek Indonesia (BEI), maka dalam proses pengambilan sampel
ini akan dipilih perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI)
yang di peroleh dari www.idx.co.id dan konsisten terdaftar dalam sektor
property dan real estate pada periode 2011-2015. Berikut ini adalah kriteria
dan syarat yang akan dijadikan sampel:
1. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tergabung
dalam sektor property dan real estate pada tahun 2011 sampai dengan
tahun 2015.
2. Perusahaan yang sahamnya masih aktif dan diperdagangkan pada periode
2011-2015
3. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang periodenya
berakhir pada 31 Desember dalam website perusahaan atau website Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama periode 2011-2015 dan dinyatakan dalam
rupiah (Rp) agar nilai tidak terpengaruh oleh fluktuasi nilai rupiah
terhadap dolar.
4. Data secara keseluruhan tersedia secara lengkap pada publikasi selama
periode 2011-2015 berkaitan dengan variabel penelitian.
5. Perusahaan tersebut memiliki laporan auditor independen tiap tahunnya.
6. Perusahaan yang tidak keluar (delisting) dari daftar sektor property dan
real estate selama periode pengamatan (2011-2015).
7. Data Perusahaan tidak termasuk kepada data outlier.
67
C. Metode Pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu laporan tahunan
periode 2011 sampai dengan 2015. Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research)
yaitu pengumpulan data dan informasi dengan mengolah literatur, buku,
artikel, jurnal, hasil penelitian terdahulu maupun media tertulis lainnya yang
berhubungan dengan topik yang dibahas dalam penelitian ini. Sebagian besar
literatur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jurnal-jurnal
penelitian, makalah penelitian terdahulu, buku dan internet research yang
berhubungan dengan tema penelitian.
D. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
mudah dibaca dan diinterpretasikan. Metode analisis data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif
dilakukan dengan cara menganalisis suatu permasalahan yang diwujudkan
dengan kuantitatif. Dalam penelitian ini, analisis kuantitatif dilakukan dengan
cara mengkuantifikasi data-data penelitian sehingga menghasilkan informasi
yang dibutuhkan dalam analisis.
Sebelum analisis regresi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
klasik untuk memastikan apakah model regresi yang digunakan tidak terdapat
masalah asumsi klasik yaitu normalitas, multikolonieritas, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas. Jika terpenuhi maka model analisis layak untuk
digunakan. Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis dan pengujian asumsi
68
klasik dilakukan dengan menggunakan alat analisis statistik yaitu berupa
output SPSS. SPSS yang digunakan adalah IBM SPSS versi 22.
1. Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi umum dari
variabel penelitian, yaitu gambaran suatu data yang dilihat dari nilai rata-
rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum dari masing-
masing variabel. Mean digunakan untuk memperkirakan besar rata-rata
populasi yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan untuk
menilai dispersi rata-rata dari sampel. Maksimum-minimum digunakan
untuk melihat nilai maksimum dan minimum dari populasi (Ghozali,
2013). Hal ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari
sampel yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan
sampel penelitian.
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model
pada penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari uji asumsi
klasik. Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya penyimpangan asumsi klasik atas persamaan regresi berganda
yang digunakan. Pengujian ini terdiri atas uji normalitas, multikolonieritas,
autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
69
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
(Ghozali, 2013). Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan
bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini
dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel
kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi
normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.
Penelitian ini menggunakan kedua uji tersebut untuk menguji
kenormalan data.
1) Analisis Grafik
Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data
(titik) pada sumbu diagonal dari grafik (normal probability plot)
atau dengan melihat histogram dari residualnya yang membanding-
kan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati
distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk garis lurus
diagonal dan ploting data residual akan dibandingakan dengan
garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis
yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya.
70
2) Analisis Statistik
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak
hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistika
sebaliknya (Ghozali, 2013). Oleh karena itu dalam penelitian ini
digunakan uji statistik dengan uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika nilai Kolmogorov-Smirnov
memiliki tingkat signifikan di atas α > 0,05 berarti regresi
memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2013).
b. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen (Ghozali, 2013). Salah satu cara untuk mendeteksi
multikolonieritas dilakukan dengan menggunakan nilai VIF (Variance
Inflation Factor) dan tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap
variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk
menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0,10
atau sama dengan nilai VIF ≥ 10 (Ghozali, 2013). Jadi nilai tolerance
yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance).
Kriteria pengambilan keputusan dengan nilai tolerance dan VIF adalah
sebagai berikut:
71
1) Jika nilai tolerance ≥ 0,10 atau nilai VIF ≤ 10, berarti tidak terjadi
multikolinieritas.
2) Jika nilai tolerance ≤ 0,10 atau nilai VIF ≥ 10, berarti terjadi
multikolinieritas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model korelasi
yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2013).
Pada penelitian ini, uji autokorelasi diuji dengan uji Run Test. Run
Test sebagai bagian dari statistik non-parametrik digunakan untuk
menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Run Test
digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random
atau tidak (sistematis). Pengambilan keputusan pada uji Run Test
adalah sebagai berikut:
1) Jika hasil uji Run Test menunjukkan hasil signifikan lebih kecil
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa residual tidak random
atau terjadi korelasi antar nilai residual
2) Jika hasil uji Run Test menunjukkan hasil signifikan lebih besar
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa residual random atau
tidak terjadi korelasi antar nilai residual (Ghozali, 2013).
72
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan
ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan melihat grafik plot. Penelitian ini melakukan uji dengan
melihat grafik scatterplot tersebut untuk melihat apakah data penelitian
terjadi heteroskedastisitas atau tidak. Grafik Plot adalah cara untuk
mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat
grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan
residualnya (SRESID). Dasar analisisnya adalah:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
teratur, maka telah teridentifikasi terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Analisis dengan grafik plot memiliki kelemahan yang cukup
signifikan, karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting.
Semakin sedikit jumlah pengamatan semakin sulit menginterpretasikan
hasil grafik plot. Oleh sebab itu, diperlukan uji statistik yang lebih
73
dapat menjamin keakuratan hasil (Ghozali, 2013). Ada beberapa uji
statistik yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini digunakan uji glejser untuk
menguji heteroskedastisitas secara statistik. Dasar analisis uji glejser
ialah jika variabel independen secara statistik mempengaruhi variabel
dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas.
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis data yang
valid dan mendukung hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini. Uji
hipotesis dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Menentukan laporan keuangan yang dijadikan objek penelitian.
b. Menghitung proksi dari masing–masing variabel sesuai dengan cara
ukur yang telah dijelaskan.
c. Melakukan uji regresi model dengan tahapan–tahapan yang telah
dijelaskan di atas.
Pada penelitian ini digunakan Software SPSS Versi 22 untuk
memprediksi hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Hubungan antara discretionary accruals dan proksi dari Fraud
Diamond diuji menggunakan model sesuai dengan penelitian Skousen et
al. (2009) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014), dengan model regresi :
DACCit = ß0 + ß1ACHANGE + ß2LEV + ß3RECEIVABLE +
ß4BDOUT + ß5AUDCHANG + ß6DCHANGE +
ß7CEOPIC + ε
74
Keterangan:
ß0 = Koefisien regresi konstanta
β1,2,3,4,5,6,7 = Koefisien regresi masing-masing proksi
DACCit = Discretionary accruals perusahaan i tahun t
ACHANGE = Rasio perubahan total aset tahun 2011-2015
LEV = Rasio total kewajiban terhadap total aset
RECEIVABLE = Rasio perubahan piutang usaha
BDOUT = Proporsi dewan komisaris independen
AUDCHANG = Pergantian auditor independen
DCHANGE = Pergantian direksi
CEOPIC = jumlah foto CEO yang terdapat dalam sebuah
laporan keuangan
ε = error
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat
diukur dari Goodnes of fitnya. Secara statistik, Goodness of fit dapat
diukur dari koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t.
Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak).
Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam
daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2013).
75
a. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)
Uji koefisien determinan digunakan untuk menentukan seberapa
jauh kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1
(satu). Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2013).
Tetapi, penggunaan koefisien determinasi (R2) memiliki
kelemahan mendasar yaitu bias terhadap jumlah variabel independen
yang dimasukkan ke dalam model. Jadi, setiap tambahan satu
variabel independen, maka koefisien determinasi (R2) akan
meningkat tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini akan digunakan nilai adjusted R2, untuk mengevaluasi
model regresi (Ghozali, 2013).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah
semua variabel independen yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
independen (Ghozali, 2013). Untuk menguji hipotesis ini digunakan
statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
1) Apabila nilai F < 0,05 maka H0 ditolak. Artinya semua variabel
independen secara serentak mempengaruhi variabel dependen.
76
2) Apabila nilai F > 0,05 maka H0 tidak ditolak. Artinya semua
variabel independen secara serentak tidak mempengaruhi
variabel dependen.
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji statistik t)
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Langkah yang digunakan dalam menguji
hipotesis ini adalah dengan menentukan hasil koefisien regresi
apakah variabel independen berpengaruh positif atau berpengaruh
negatif terhadap variabel dependen. Uji t digunakan untuk
menemukan pengaruh yang paling dominan antara masing-masing
variabel independen untuk menjelaskan variasi variabel dependen
dengan tingkat signifikansi 5 % dan 10% (Ghozali, 2013).
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel
yang digunakan yang disertai dengan operasional serta cara pengukurannya.
Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu variabel
terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Adapun operasionalisasi
dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Variabel Terikat (Dependen)
Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah financial
statement fraud. Kecurangan laporan keuangan sering diawali dengan
salah saji atau manajemen laba dari laporan keuangan kuartal yang
77
dianggap tidak material tetapi akhirnya tumbuh menjadi fraud besar-
besaran dan menghasilkan laporan keuangan tahunan yang menyesatkan
secara material. Oleh sebab itu, manajemen laba digunakan sebagai proksi
kecurangan laporan keuangan dalam penelitian ini.
Manajemen laba dapat diukur melalui discretionary accruals
(DACC) yang dihitung dengan cara menyelisihkan total accruals (TACC)
dan nondiscretionary accruals (NDACC). Discretionary accruals
(DACC) merupakan tingkat akrual yang tidak normal yang berasal dari
kebijakan manajemen untuk melakukan rekayasa terhadap laba sesuai
dengan yang mereka inginkan. Dalam menghitung DACC, digunakan
Modified Jones Model. Alasan penggunaan model ini karena dapat
mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model
lainnya sejalan dengan hasil penelitian Dechow et al. (1996) dalam
Ujiyantho dan Pramuka (2007). Model perhitungannya sebagai berikut:
Untuk mengukur discretionary accruals, terlebih dahulu menghitung
total akrual untuk tiap perusahaan i di tahun t dengan metode modifikasi
Jones yaitu:
TA = Nit CFOit ………….........................…………………………(1)
Dimana:
TA = Total Akrual
Nit = Laba Bersih
CFOit = Arus Kas Operasi
78
Nilai total accruals (TA) yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS
sebagai berikut:
= β1
+ β2
+ β3
+ ε …..…………………………..... (2)
koefisien regresi diatas dapat di gunakan untuk menghitung non
discretionary accruals (NDA) dengan rumus:
= β1
+ β2
+ β3
………...………………….(3)
Setelah mendapatkan ni,,la TA dan NDA, nilai DA dihitung dengan
rumus:
=
− ……………………........…………………………...(4)
Keterangan :
DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
TAit = Total akrual perusahaan i pada periode ke t
Nit = Laba Bersih perusahaan i pada periode ke t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t
Ait-1 = Total aset perusahaan i pada periode ke t-1
Revt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t
PPEt = Aset tetap perusahaan pada periode ke t
Rect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t
ε = Koefisien error.
79
2. Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini terdiri dari,
financial stability pressure, nature of industry, external pressure,
ineffective monitoring, change in auditor, perubahan direksi dan frequent
number of CEO’s picture. Definisi operasionalisasi variabel-variabel
tersebut dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Financial Stability Pressure (X1)
Financial stability pressure adalah variabel independen
pertama dalam penelitian ini, financial stability merupakan keadaan
yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi
stabil (Kusumawardhani, 2013 dalam Sihombing dan Rahardjo, 2014).
Ketika financial stability perusahaan berada dalam kondisi yang
terancam, maka manajemen akan melakukan berbagai cara agar
financial stability perusahaannya dalam keadaan baik. Penilaian
mengenai kestabilan kondisi keuangan perusahaan dapat dilihat dari
bagaimana keadaan asetnya.
Pada kasus dimana perusahaan mengalami pertumbuhan yang
berada dibawah rata-rata, manajemen akan memanipulasi laporan
keuangan untuk meningkatkan prospek perusahaan. Demikian juga
setelah perusahaan tersebut mengalami pertumbuhan yang cepat,
manajemen akan memanipulasi laporan keuangannya agar terlihat
stabil (Skousen et al., 2009 dalam Sihombing dan Rahardjo, 2014).
Dalam hal ini total aset yang menggambarkan kekayaan yang dimiliki
80
oleh perusahaan mempunyai andil dalam menampilkan pertumbuhan
yang stabil.
Menurut Beneish (1997) dalam Skousen et al. (2009) dalam
Sihombing dan Rahardjo (2014) financial stability pressure dengan
proksi ACHANGE yang merupakan rasio perubahan total aset selama
dua tahun. ACHANGE dihitung dengan rumus:
ACHANGE = –
Keterangan:
ACHANGE = Rasio perubahan aset
Total Asett = Total aset perusahaan pada periode ke t
Total Asett-1 = Total aset pada periode ke t-1
b. External Pressure (X2)
External Pressure adalah variabel independen kedua dalam
penelitian ini. External Pressure adalah tekanan yang berlebihan bagi
manajemen untuk memenuhi harapan dari pihak ketiga. Untuk
mengatasi tekanan tersebut perusahaan membutuhkan tambahan utang
atau sumber pembiayaan eksternal agar tetap kompetitif, termasuk
pembiayaan riset dan pengeluaran pembangunan atau modal.
Kebutuhan pembiayaan eksternal terkait dengan kas yang dihasilkan
dari pembiayaan melalui hutang (Skousen et al., 2009 dalam
Sihombing dan Rahardjo, 2014). Oleh karena itu External Pressure
pada penelitian ini diproksikan dengan rasio Leverage (LEV). Rasio
Leverage dihitung dengan rumus sebagai berikut:
81
LEV = Total Debt
Total Assets
Keterangan:
LEV = Leverage
Total Debt = Total utang perusahaan
Total Assets = Total aset perusahaan
c. Nature of Industry (X3)
Nature of Industry merupakan variabel ketiga dalam penelitian
ini. Nature of Industry adalah keadaan ideal suatu perusahaan dalam
industri. Kondisi piutang usaha merupakan suatu bentuk dari nature of
industry yang dapat direspon dengan reaksi yang berbeda dari masing-
masing manajer perusahaan. Perusahaan yang baik akan berusaha
untuk memperkecil jumlah piutang dan memperbanyak penerimaan
kas perusahaan. Summers dan Sweeney (1998) dalam Sihombing dan
Rahardjo (2014) mencatat bahwa akun piutang dan persediaan
memerlukan penilaian subjektif dalam memperkirakan tidak
tertagihnya piutang dan obsolete inventory. Mereka menyarankan
bahwa karena adanya penilaian subjektif dalam menentukan nilai dari
akun tersebut, manajemen dapat menggunakan akun tersebut sebagai
alat untuk manipulasi laporan keuangan. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan Rasio Total Piutang sabagai proksi dari Nature of
Industry. Rasio total piutang dihitung dengan rumus yang digunakan
Skousen (2009) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014) yaitu:
82
RECEIVABLE =
Keterangan:
RECEIVABLE = Rasio Total Piutang
Recevable t = Total piutang perusahaan pada tahun ke t
Recevable t -1 = Total piutang perusahaan pada tahun ke t-1
Sales t = Total penjualan pada tahun ke t
Sales t-1 = Total penjualan pada tahun ke t-1
d. Ineffective Monitoring (X4)
Ineffective monitoring adalah variabel independen keempat
dalam penelitian ini. Menurut SAS No.99 ineffective monitoring
merupakaan keadaan perusahaan yang tidak memiliki unit pengawas
internal yang efektif dalam memantau kinerja perusahaan. Hal tersebut
dapat terjadi terjadi karena adanya dominasi manajemen oleh satu
orang atau kelompok kecil, tanpa kontrol kompensasi, tidak efektifnya
pengawasan dewan direksi dan komite audit atas proses pelaporan
keuangan dan pengendalian internal dan sejenisnya (Sihombing dan
Rahardjo, 2014). Kasus kecurangan atau fraud dapat diminimalkan
dengan adanya mekanisme pengawasan yang baik. Dewan komisaris
dipercaya dapat meningkatkan efektifitas pengawasan perusahaan.
Beasley (1996) dalam Skousen et al. (2009) dalam Sihombing dan
Rahardjo (2014) mengamati bahwa perusahaan yang melakukan fraud
memiliki anggota di luar Board of Director (BOD) yang lebih sedikit
jika dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan fraud.
83
Oleh sebab itu, penelitian ini memproksikan ineffective monitoring
pada rasio jumlah dewan komisaris independen (BDOUT) yang dapat
diukur dengan:
BDOUT =
e. Change in auditor (X5)
Change in auditor merupakan variabel independen kelima dalam
penelitian ini yang mewakili rationalization. Change in auditor pada
suatu perusahaan dapat dinilai sebagai suatu upaya untuk
menghilangkan jejak fraud (fraud trail) yang ditemukan oleh auditor
sebelumnya. Kecenderungan tersebut mendorong perusahaan untuk
mengganti auditor independennya guna menutupi kecurangan yang
terdapat dalam perusahaan (Sihombing dan Rahardjo, 2014).
Penelitian Skousen et al. (2009) dalam Sihombing dan Rahardjo
(2014) penelitian ini memproksikan Rationalization dengan pergantian
auditor (AUDCHANG) yang diukur dengan variabel dummy dimana 1
terdapat pergantian auditor selama periode 2011-2015 dan 0 tidak ada
pergantian auditor selama periode 2011-2015.
AUDCHANG = Variabel dummy untuk perubahan auditor,
perusahaan akan diberikan nilai 1 jika terdapat
pergantian auditor, dan nilai 0 jika tidak ada.
84
f. Pergantian Direksi (X6)
Capability yang dimiliki seseorang dalam perusahaan akan
mempengaruhi kemungkinan seseorang melakukan fraud. Wolfe dan
Hermanson (2004) mengemukakan bahwa ada banyak komponen dari
capability antara lain, positioning, intelligence and creativity, ego,
coercion, deceit, dan stress. Salah satu elemen yaitu perubahan direksi
akan dapat menyebabkan stress period yang berdampak pada semakin
terbukanya peluang untuk melakukan fraud. Oleh karena itu penelitian
ini memproksikan capability dengan pergantian direksi perusahaan
(DCHANGE) yang diukur dengan variabel dummy dimana apabila
terdapat perubahan direksi perusahaan selama periode 2011-2015
maka diberi kode 1, sebaliknya apabila tidak terdapat perubahan
direksi perusahaan selama periode 2011-2015 maka diberi kode 0.
DCHANGE = Variabel tiruan (dummy variable) untuk perubahan
direksi, perusahaan akan diberikan nilai 1 jika
terdapat perubahan direksi, dan nilai 0 jika tidak
ada.
g. Frequent number of CEO’s picture
Frequent number of CEO’s picture merupakan variabel
independen ketujuh dalam penelitian ini yang mewakili elemen
arrogance pada fraud pentagon. Banyaknya foto CEO yang
terpampang dalam sebuah laporan tahunan perusahaan (CEOPIC)
dapat merepresentasikan tingkat arogansi atau superioritas yang
85
dimiliki CEO tersebut. Tingkat arogansi yang tinggi dapat
menimbulkan terjadinya fraud karena dengan arogansi dan superioritas
yang dimiliki seorang CEO, membuat CEO merasa bahwa kontrol
internal apapun tidak akan berlaku bagi dirinya karena status dan
posisi yang dimiliki (Tessa G dan Harto, 2016). Meskipun indikasi atas
pengukuran ini terlihat sederhana, tetapi menurut Yusof et al. (2015)
pengukuran ini dipercaya dapat menjadi salah satu proksi yang
signifikan untuk mengukur elemen kelima dari fraud pentagon ini,
yaitu arogansi. CEOPIC dapat dihitung dengan rumus:
CEOPIC = Total foto CEO yang terpampang dalam sebuah
laporan tahunan.
86
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran
No Variabel Jenis
Variabel Indikator
Skala
Pengukuran
1 Financial
Statement
Fraud
(Skousen et
al., 2009
dalam
Sihombing
dan Rahardjo,
2014)
Dependen
(Y)
Discretionary accruals (DACC)
diukur dengan menggunakan
Modified Jones Model. DA dapat
dihitung dengan rumus:
TA = Nit – CFOit
= β1
+ β2
+ β3
+ e
= β1
+ β2
+ β3
=
−
Rasio
2 Financial
Stability
pressure
(Skousen et
al., 2009
dalam
Sihombing
dan Rahardjo,
2014)
Independen
(X1)
Financial stability pressure
diproksikan dengan ACHANGE
yang merupakan rasio total
perubahan aset selama dua tahun.
ACHANGE dihitung dengan
rumus:
ACHANGE = –
Rasio
3 External
Pressure
(Skousen et
al., 2009
dalam
Sihombing
dan Rahardjo,
2014)
Independen
(X2)
External Pressure diproksikan
dengan LEV yang merupakan
rasio total kewajiban per total aset,
yang dihitung dengan rumus:
LEV = Total Debt
Total Aset
Rasio
4 Nature of
Industry
(Skousen et
al., 2009
dalam
Sihombing
dan Rahardjo,
2014)
Independen
(X3)
Nature of Industry diproksikan
oleh rasio total piutang yang
dihitung dengan rumus:
RECEIVABLE
=
Rasio
Bersambung ke halaman selanjutnya
87
Tabel 3.1 (Lanjutan)
No Variabel Jenis
Variabel Indikator
Skala
Pengukura
n
5 Ineffective
Monitoring
(Skousen et
al., 2009
dalam
Sihombing
dan Rahardjo,
2014)
Independen
(X4)
Proksi BDOUT merupakan
proporsi dewan komisaris
independen terhadap jumlah total
dewan komisaris. Proksi BDOUT
dapat diukur dengan:
BDOUT=
Rasio
6 Change in
auditor
(Skousen et
al., 2009
dalam
Sihombing
dan Rahardjo,
2014)
Independen
(X5)
Rationalization diproksikan oleh
AUDCHANG yang dapat diukur
dengan cara:
AUDCHANG = Variabel dummy
untuk pergantian auditor,
perusahaan akan diberikan nilai 1
jika terdapat pergantian auditor
dan nilai 0 jika tidak ada.
Nominal
7 Perubahan
direksi
(Wolfe dan
Hermanson,
2004;
Sihombing
dan Rahardjo,
2014)
Independen
(X6)
Proksi DCHANGE dapat diukur
dengan:
DCHANGE = Variabel variable
untuk perubahan direksi,
perusahaan akan diberikan nilai 1
jika terdapat perubahan direksi
dan nilai 0 jika tidak ada.
Nominal
8 Frequent
number of
CEO’s
picture
(Yusof et al.,
2015; Tessa
G dan Harto,
2016)
Independen
(X7)
Arogansi diproksikan oleh
Frequent number of CEO’s
picture. CEOPIC dapat dihitung
dengan rumus:
CEOPIC = Total foto CEO yang
terpampang dalam sebuah
laporan tahunan.
Nominal
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
88
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tergabung dalam sektor Property dan
Real Estate pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Berdasarkan data
yang termuat dalam Fact Book yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
Juni 2015 terdapat 45 perusahaan yang terdaftar dari total perusahaan yang
terdaftar di BEI dari tahun 2011-2015 sebanyak 56 perusahaan, namun hanya
19 perusahaan yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini. Pertimbangan
untuk memilih sektor ini karena pada sektor Property dan Real Estate juga
tidak luput dari tindak kecurangan lebih khususnya kecurangan laporan
keuangan. Hal ini diperkuat dengan peningkatan pada pengaduan kasus
hukum sektor properti oleh konsumen ke YLKI pada tahun 2011. Alasan
penggunaan periode waktu dari tahun 2011 sampai dengan 2015 bertujuan
untuk mempertahankan kuantitas sampel, guna mendapatkan hasil yang
semakin objektif. Semakin objektif hasil maka dapat memberikan gambaran
secara keseluruhan tentang kondisi keuangan perusahaan dan pergantian
auditor dalam mengaudit laporan keuangan. Sehingga dapat mempermudah
dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan pada perusahaan-perusahaan
tersebut. Namun dalam perolehan data, peneliti menggunakan data enam
tahun (2010-2015) karena ada beberapa variabel yang membutuhkan data dari
89
tahun sebelumnya (t-1), yaitu variabel rasio perubahan total aset dan
discretionary accruals sehingga membutuhkan data yang berasal dari tahun
2010 untuk melengkapi data tahun 2011.
Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling.
Berikut ini adalah kriteria dan syarat yang akan dijadikan sampel:
1. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tergabung
dalam sektor property dan real estate pada tahun 2011 sampai dengan
tahun 2015.
2. Perusahaan yang sahamnya masih aktif dan diperdagangkan pada periode
2011-2015.
3. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang periodenya
berakhir pada 31 Desember dalam website perusahaan atau website BEI
selama periode 2011-2015 dan dinyatakan dalam rupiah (Rp) agar nilai
tidak terpengaruh oleh fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar.
4. Data secara keseluruhan tersedia secara lengkap pada publikasi selama
periode 2011-2015 berkaitan dengan variabel penelitian.
5. Perusahaan tersebut memiliki laporan auditor independen tiap tahunnya.
6. Perusahaan yang tidak keluar (delisting) dari daftar sektor property dan
real estate selama periode pengamatan (2011-2015).
7. Data perusahaan tidak termasuk kepada data outlier.
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, maka
diperoleh 95 sampel yang digunakan didalam penelitian. Selengkapnya
90
mengenai rincian sampel berdasarkan kriteria dapat dilihat pada tabel 4.1
berikut ini.
Tabel 4.1
Rincian Sampel Penelitian
Kriteria Jumlah
Jumlah Perusahaan yang terdaftar (listing) di BEI tahun
2011 – 2015
56
Perusahaan yang baru listing tahun 2009 dan delisting
selama 2011-2015
(22)
Perusahaan dengan data tidak lengkap (tidak
mencantumkan data yang dibutuhkan)
(4)
Jumlah sampel penelitian dalam setahun 30
Total periode pengamatan selama 5 tahun (30 x 5) 150
Data outlier (dalam proses analisis) 55
Sampel akhir untuk pengujian 95
Sumber: Data sekunder yang diolah
Adapun nama-nama perusahaan yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Daftar Nama Perusahaan
No Nama Perusahaan Kode
1 Agung Podomoro Land Tbk APLN
2 Alam Sutera Reality Tbk ASRI
3 Bukit Dharmo Property Tbk BKDP
4 Sentul City Tbk BKSL
5 Bumi Serpong Damai Tbk BSDE
6 Cowell Development Tbk COWL
7 Ciputra Development Tbk CTRA
8 Duta Anggada Realty Tbk DART
9 Intiland Development Tbk DILD
10 Duta Pertiwi Tbk DUTI
11 Fortune Mate Indonesia Tbk FMII
12 Perdana Gapuraprima Tbk GPRA
13 Kawasan Industri Jababeka Tbk KIJA
14 Lippo Cikarang Tbk LPCK
15 Lippo Karawaci Tbk LPKR
16 Modernland Realty Tbk MDLN
Lanjut ke halaman berikutnya
91
Tabel 4.2 (Lanjutan)
No Nama Perusahaan Kode
17 Metropolitan Kentcana Tbk MKPI
18 Pakuwon Jati Tbk PWON
19 Danayasa Arthatama Tbk SCBD
Sumber: Factbook 2015
B. Analisis dan Pembahasan
1. Statistik Deskriptif
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel
independen yaitu financial stability pressure (ACHANGE), external
pressure (LEV), nature of industry (RECEIVABLE), ineffective
monitoring (BDOUT), change in auditor (AUDCHANG), capability
(DCHANGE), dan frequent number of CEO’s picture (CEOPIC) terhadap
satu variabel dependen yaitu financial statement fraud (DACC). Hasil
pengujian secara statistik deskriptif seperti yang terlihat dalam tabel 4.3
sebagai berikut.
Tabel 4.3
Hasil Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DACC 95 -.1978 .5309 .0357 .09943
ACHANGE 95 -.0851 .7831 .1643 .14407
LEV 95 .1315 .8502 .4338 .13281
RECEIVABLE 95 -.1454 4.2613 .2898 .68400
BDOUT 95 .00 .75 .4272 .11740
AUDCHANG 95 .00 1.00 .4632 .50129
DCHANGE 95 .00 1.00 .6211 .48770
CEOPC 95 6.00 73.00 25.0737 14.19862
Valid N
(listwise)
95
Sumber: Data sekunder yang diolah
92
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, hasil analisis dengan menggunakan
statistik deskriptif terhadap discretionary accruals (DACC) yang
digunakan sebagai alat ukur dari variabel dependen yakni kecurangan
laporan keuangan memperlihatkan Modernland Realty Tbk. (MDLN)
meningkatkan laba sebesar 0,5309 pada tahun 2013. Sedangkan Kawasan
Industri Jababeka Tbk. (KIJA) mengurangi laba sebesar -0,1978 pada
tahun 2013. Nilai rata-rata (mean) sebesar 0,0357, menunjukkan bahwa
rata-rata perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini
melakukan DACC dalam bentuk penurunan laba. Motivasi pihak
manajemen melakukan praktik manajemen laba dengan mengurangi laba
perusahaan adalah untuk menunda atau menghindari pembayaran pajak
penghasilan. Nilai standar deviasi DA adalah sebesar 0,09943 yang
berarti bahwa sebesar 0,09943 data bervariasi dari rata-rata.
Variabel independen financial stability pressure yang diproksikan
dengan rasio perubahan total aset (ACHANGE) yang dihitung dengan
membandingkan total aset tahun penelitian dengan total aset tahun
sebelumnya. Data rasio perubahan total aset memperlihatkan bahwa rata-
rata (mean) pada perusahaan yang diteliti sebesar 0,1643 (16,43%) hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang diteliti memiliki rasio
perubahan total aset sebesar 16,43%. Nilai rasio perubahan total aset
tertinggi (maksimum) sebesar 0,7831 (78,31%) diperoleh Cowell
Development Tbk. (COWL) pada tahun 2012 dan nilai rasio perubahan
total aset terendah (minimum) sebesar -0,0851 (-8,51%) yang diperoleh
93
Bukit Dharmo Property Tbk. (BKDP) pada tahun 2012. Nilai standar
deviasi adalah sebesar 0,14407.
Variabel independen external pressure dalam penelitian ini diukur
dengan leverage (LEV) yang dihitung dengan membandingkan total
kewajiban dengan total aset. Data leverage pada perusahaan perusahaan
yang diteliti memperlihatkan bahwa rata-rata (mean) sebesar 0.4338
(43,38%). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang diteliti
menggunakan pendanaan melalui utang sebesar 43,38% dalam struktur
modal perusahaan. Nilai leverage tertinggi (maksimum) sebesar 0,8502
(85,02%) diperoleh Metropolitan Kentcana Tbk. (MKPI) pada tahun
2011 dan nilai leverage terendah (minimum) sebesar 0,1315 (13,15%)
yang diperoleh Sentul City Tbk. (BKSL) pada tahun 2011. Nilai standar
deviasi adalah sebesar 0,13281.
Variabel Independen Nature of Industry dalam penelitian ini diukur
dengan rasio total piutang (RECEIVABLE) yang dihitung dengan
membandingkan piutang dengan sales tahun ini di kurang perbandingan
piutang dengan sales tahun sebelumnya. Data Receivable pada
perusahaan-perusahaan yang diteliti memperlihatkan bahwa rata-rata
(mean) sebesar 0.2898 (28,98%). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
perusahaan yang diteliti memiliki rasio total piutang sebesar 28,98%.
Nilai Receivable tertinggi (maksimum) sebesar 4,2613 (426,13%)
diperoleh Bukit Dharmo Property Tbk. (BKDP) pada tahun 2012 dan
nilai leverage terendah (minimum) sebesar -0,1454 (-14,54%) yang
94
diperoleh Cowell Development Tbk. (COWL) pada tahun 2011. Nilai
standar deviasi adalah sebesar 0,68400.
Variabel independen ineffective monitoring dalam penelitian ini
diukur dengan rasio dewan komisaris independen (BDOUT) yang
diketahui dengan dengan membandingkan jumlah dewan komisaris
independen dengan total keseluruhan jumlah dewan komisaris. Data
dewan komisaris independen memperlihatkan nilai rata-rata (mean)
sebesar 0,4272 (42,72%). Ini menandakan rata-rata perusahaan yang
menjadi sampel penelitian telah memenuhi persyaratan struktur
governance di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Pencatatan Efek
No. I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di
Bursa huruf C-1 bahwa jumlah komisaris independen yang diwajibkan
adalah minimal 30% dari jumlah total dewan komisaris. Perusahaan yang
memiliki rasio dewan komisaris independen tertinggi (maksimum) adalah
Lippo Karawaci Tbk. (LPKR) pada tahun 2013 dan 2014 dengan rasio
0,75 atau 75% komisaris yang menjabat adalah komisaris independen
selama 2 tahun berturut-turut. Sedangkan rasio jumlah komisaris
independen terendah (minimum) adalah Danayasa Arthatama Tbk.
(SCBD) dengan rasio perbandingan sebesar 0,00 atau 0% dari dewan
komisaris tidak ada yang menjabat sebagai dewan komisaris independen
selama 5 tahun periode penelitian. Ini menandakan bahwa masih ada
perusahaan di Indonesia yang belum mematuhi regulasi yang ditetapkan
95
oleh pemerintah dalam persyaratan struktur governance di Indonesia.
Nilai standar deviasi adalah sebesar 0,11740.
Variabel independen change in auditor (AUDCHANG) dalam
penelitian ini diukur menggunakan variabel dummy, yaitu nilai 1 (satu)
untuk perusahaan yang melakukan pergantian auditor dan nilai 0 (nol)
untuk perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor. Data
rationalization (AUDCHANG) memperlihatkan nilai rata-rata (mean)
sebesar 0,4632 (46,32%) dengan nilai tertinggi sebesar 1 dan terendah
sebesar 0. Nilai standar deviasi untuk data pergantian auditor
(AUDCHANG) adalah sebesar 0,50129. Dari hasil statistik deskriptif
variabel rationalization dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata
perusahaan yang melakukan pergantian auditor selama 2 tahun prioritas
adalah sebanyak 46,31% dan sisanya sebanyak 53,69% perusahaan tidak
melakukan pergantian auditor. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak
perusahaan sektor Property dan Real Estate di Indonesia tidak
melakukan pergantian auditor secara voluntary.
Variabel independen pergantian direksi (DCHANGE) dalam
penelitian ini juga diukur menggunakan variabel dummy, yaitu nilai 1
(satu) untuk perusahaan yang melakukan perubahan direksi dan nilai 0
(nol) untuk perusahaan yang tidak melakukan perubahan direksi selama 2
tahun. Data capability (DCHANGE) memperlihatkan nilai rata-rata
(mean) sebesar 0,6211 (62,11%) dengan nilai tertinggi sebesar 1 dan
terendah sebesar 0. Nilai standar deviasi untuk data perubahan direksi
96
(DCHANGE) adalah sebesar 0,48770. Dari hasil statistik deskriptif
variabel pergantian direksi dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata
perusahaan yang melakukan perubahan direksi selama 2 tahun adalah
sebanyak 62,11% dan sisanya sebanyak 37,89% perusahaan tidak
melakukan perubahan direksi.
Variabel Independen Frequent Number of CEO’s Picture dalam
penelitian ini diukur dengan banyaknya foto CEO yang terpampang
dalam sebuah laporan tahunan perusahaan (CEOPIC). Data CEOPIC
pada perusahaan-perusahaan yang diteliti memperlihatkan bahwa rata-
rata (mean) sebesar 25,0737. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
perusahaan yang diteliti terdapat sebanyak 25,0737 foto CEO yang
terpampang dalam laporan tahunan perusahaan. Nilai CEOPIC tertinggi
(maksimum) sebesar 73 yang diperoleh Bumi Serpong Damai Tbk.
(BSDE) pada tahun 2014 dan nilai CEOPIC terendah (minimum) sebesar
6 yang diperoleh Cowell Development Tbk. (COWL) pada tahun 2011.
Nilai standar deviasi adalah sebesar 14,19862.
2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan interpretasi terhadap hasil regresi, terlebih
dahulu dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi klasik agar hasil
tersebut layak digunakan. Analisis data uji asumsi klasik yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji multikolonieritas, uji
autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
97
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Ada 2 (dua) cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi
normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik
(Ghozali, 2013).
1) Analisis Grafik
Uji normalitas dengan analisis grafik dilakukan dengan
metode grafik histogram dan Probability Plot (P-Plot).
Selengkapnya mengenai hasil uji normalitas penelitian ini dapat
dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 berikut:
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas: Grafik Histogram
Sumber: Data sekunder yang diolah
98
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas: Grafik Normal Probability Plot
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dengan melihat tampilan pada grafik histogram dalam
gambar 4.1 memberikan pola distribusi yang mendekati normal,
sedangkan pada gambar 4.2, grafik normal probability plot
menunjukkan titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan
penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat
disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah
memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji Statistik
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau
tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara
statistik bisa sebaliknya (Ghozali, 2013). Oleh karena itu, dalam
penelitian ini digunakan uji statistik dengan uji statistik non-
99
parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) yang hasilnya dapat dilihat
pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas: Nilai Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 95
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,09098357
Most Extreme Differences Absolute ,088
Positive ,088
Negative -,082
Test Statistic ,088
Asymp. Sig. (2-tailed) ,066c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber: data Sekunder yang diolah
Berdasarkan tabel 4.4, Hasil Uji Normalitas menunjukkan
besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,088 dan tingkat
singnifikansinya berada pada 0,066. Hasil ini menunjukkan bahwa
model resgresi memenuhi asumsi normalitas atau data residual
terdistribusi secara normal karena menurut Ghozali (2013) jika
tingkat signifikansinya lebih dari 0,05 maka data residual
terdistribusi secara normal.
b. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
100
korelasi di antara variabel independen. Multikolonieritas dapat dilihat
dari perhitungan nilai Tolerance serta Variance Inflation Factor
(VIF). Suatu model regresi disimpulkan tidak ada masalah
multikolonieritas adalah apabila memiliki nilai Tolerance lebih besar
dari 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) lebih kecil dari 10
(Ghozali, 2013). Selengkapnya hasil pengujian asumsi klasik
multikolonieritas dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.5
Hasil Uji Multikolonieritas Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant) ACHANGE LEV RECEIVABLE BDOUT AUDCHANG DCHANGE CEOPIC
,832 ,782 ,797 ,892 ,941 ,928 ,860
1,201 1,278 1,255 1,121 1,062 1,078 1,163
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.5 diatas menunjukkan semua variabel independen
memiliki nilai Tolerance yang lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak
ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%.
Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga
menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel independen yang
memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak
ada multikolonieritas diantara variabel independen dalam model
regresi.
101
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali,
2013). Penelitian ini menggunakan uji Run Test dalam mendeteksi
autokorelasi, dimana gangguan autokorelasi terjadi jika signifikansi di
bawah 0,05. Hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan run
test akan diperlihatkan melalui tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi
Unstandardized Residual
Test Valuea .01213
Cases < Test Value 47
Cases >= Test Value 48
Total Cases 95
Number of Runs 42
Z -1.340
Asymp. Sig. (2-tailed) .180
Sumber : Data Sekunder yang diolah
Hasil pengujian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai test
adalah 0,01213 dengan probabilitas 0,180 yang berarti diatas
signifikansi 0,05 (0,180 > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa nilai
residual acak atau random, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi
autokorelasi antar nilai residual didalam penelitian ini.
102
d. Uji Heteroskedastistas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2013). Pada penelitian ini dalam
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas diketahui dengan
cara melihat pada grafik scatterplot dan melakukan uji statistik dengan
uji glejser, grafik scatterplot dan hasil uji glejser dalam penelitian ini
disajikan dalam gambar 4.3 dan tabel 4.7.
Gambar 4.3
Hasil Uji Scatterplot
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari gambar 4.3 diatas, grafik uji scatterplot terlihat bahwa data
sampel tersebar secara acak atau tidak ada pola yang jelas serta titik-
titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di
bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan tidak terjadi
103
heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan dalam
penelitian ini.
Selain melalui grafik scatterplot, penelitian ini melakukan uji
glejser untuk memperkuat bukti bahwa dalam model regresi penelitian
tidak terdapat heteroskedastisitas. Hasil dari uji glejser dalam
penelitian ini disajikan dalam tabel 4.7.
Tabel 4.7
Hasil Uji Heterokedasitas (Glejser)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .033 .032 1.048 .297
ACHANGE .096 .050 .217 1.930 .057 .832 1.201
LEV .059 .056 .123 1.062 .291 .782 1.278
RECEIVABLE -.001 .011 -.015 -.134 .894 .797 1.255
BDOUT -.023 .059 -.043 -.394 .695 .892 1.121
AUDCHANG -.001 .013 -.010 -.096 .924 .941 1.062
DCHANGE .003 .014 .020 .187 .852 .928 1.078
CEOPIC -.000 .000 -.002 -.023 .982 .860 1.163
a. Dependent Variable: ABS
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil uji glejser pada tabel 4.7, menunjukkan
bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara
statistik mempengaruhi variabel independen. menurut Ghozali (2013)
jika probabilitas signifikansinya yang bernilai di atas 0,05 maka tidak
terjadi heteroskedastisitas. Dengan demikian dapat disimpulkan model
regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. Hasil ini sesuai
104
dengan uji heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot.
sehingga model regresi layak dipakai untuk kemudian dilanjutkan ke
pengujian hipotesis.
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan model analisis regresi linear berganda, yaitu dilakukan
melalui uji koefisien determinasi (R2), uji signifikansi simultan (uji
statistik F), dan uji signifikansi parameter individual (uji statistik t).
a. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. (Ghozali, 2013). Pada model regresi berganda penggunaan
nilai Adjusted R2 lebih baik dibandingkan dengan nilai koefisien
determinasi (R2) untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hal ini disebabkan
penggunaan koefisien determinasi (R2) memiliki kelemahan mendasar
yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke
dalam model (Ghozali, 2013). Selengkapnya mengenai hasil uji
koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 ,403a ,163 ,095 ,09457
Sumber: Data sekunder yang diolah
105
Informasi dari tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa nilai
Adjusted R2 sebesar 0,095. Hal ini menandakan bahwa hanya sebesar
9,5% variasi variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan
dengan alat ukur discretionary accruals yang dapat dijelaskan oleh
variabel yaitu financial stability pressure (ACHANGE), external
pressure (LEV), nature of industry (RECEIVABLE), ineffective
monitoring (BDOUT), change in auditor (AUDCHANG), capability
(DCHANGE), dan frequent number of CEO’s picture (CEOPIC).
Hasil tersebut juga menandakan bahwa kemampuan variabel
independen dalam menjelaskan variabel dependen masih lemah. Dari
7 (Tujuh) variabel dependen hanya mampu mejelaskan variabel
dependen sebesar 9,5% yang masih jauh dibawah 50%. Sedangkan
sisanya yaitu 90,5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam penelitian ini, misalnya financial target
(Sihombing dan Rahardjo, 2014), institutional ownership (Tessa G
dan Harto, 2016), opini audit (Amaliah et al. 2015), personal financial
need (Aprilia 2017), dan lain sebagainya. Hal tersebut bisa menjadi
sarana bagi penelitian selanjutnya.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
H8: Financial stability, external pressure, nature of industry,
ineffective monitoring, change in auditor, perubahan direksi,
frequent number of CEO’s picture secara bersama-sama
berpengaruh positif terhadap financial statement fraud
106
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat
(Ghozali, 2013). Uji statistik F dalam penelitian ini dilakukan dengan
melihat nilai signifikansi (sig) pada uji ANOVA. Selengkapnya
mengenai hasil uji statistik F penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9
berikut.
Tabel 4.9
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1 Regression ,151 7 ,022 2,414 ,026b
Residual ,778 87 ,009
Total ,929 94
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.9 diatas didapat nilai F hitung sebesar 2,414 dengan
probabilitas 0,026. Menurut Ghozali (2013) jika probabilitas jauh
lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi kecurangan laporan keuangan. Maka hipotesis alternatif
yang menyatakan financial stability pressure, external pressure,
nature of industry, ineffective monitoring, change in auditor,
perubahan direksi, frequent number of CEO’s picture secara bersama-
sama berpengaruh positif terhadap financial statement fraud dapat
diterima. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
seluruh variabel independen berpengaruh positif secara bersama-sama
atau secara simultan terhadap kecurangan laporan keuangan.
107
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual
(parsial), dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali,
2013). Model regresi yang terbentuk disajikan pada tabel 4.10 berikut.
Tabel 4.10
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Model
Unstadardized Coefficients
T
Sig.
B
1 (Constant) -.019 -.398 .692
ACHANGE .138 1.863 .066
LEV -.106 -1.280 .204
RECEIVABLE .001 .076 .940
BDOUT .031 .353 .725
AUDCHANG .012 .610 .544
DCHANGE -.005 -.222 .825
CEOPIC .002 3.307 .001
Sumber: Data Seknder yang diolah
Dari tabel 4.10 diatas menunjukkan hasil bahwa koefisien
model regresi memiliki nilai konstanta sebesar -0,019 dengan nilai
t hitung -0,398 dan nilai signifikansi sebesar 0,692. Konstanta
sebesar -0,019 menunjukkan bahwa jika variabel independen
konstan maka rata-rata discretionary accruals adalah sebesar
-0,019. Hasil pengujian terhadap koefisien regresi menghasilkan
model berikut ini:
DACC = -0,019 + 0,138 ACHANGE – 0,106 LEV + 0,001
RECEIVABLE + 0,031 BDOUT + 0,012 AUDCHANG
– 0,005 DCHANGE + 0,002 CEOPIC
108
Sedangkan jika digambarkan kedalam skema adalah sebagai
berikut.
Gambar 4.4
Model Koefisien Regresi Antar Variabel
Sumber: Data sekunder yang diolah
Adapun hasil pengujian signifikansi secara parsial dijelaskan
sebagai berikut:
1) Financial Stability Pressure sebagai variabel untuk mendeteksi
kecurangan
Ha 1: Financial Stability Pressure berpengaruh terhadap
financial statement Fraud
Variabel Financial stability Pressure yang diproksikan
dengan Aset Change atau perubahan aset (ACHANGE)
memiliki t hitung sebesar 0,138 dengan nilai signifikansi
0,001 (sig. 0,940)
Change in Auditor (X5)
Nature of Industry (X3)
Ineffective Monitoring (X4)
Frequent Number of CEO’s
Picture (X7)
Perubahan Direksi (X6)
Financial Stability
Pressure(X1)
Eksternal Pressure (X2)
Financial
Statement
Fraud (Y)
0,012 (sig. 0,544)
0,031 (sig. 0,725)
-0,005 (sig. 0,825)
0,002 (sig. 0,001)
-0,106 (sig. 0,204)
0,138 (sig. 0,066)
109
0,066, lebih besar dari α = 5% (0,066 > 0,05) dan nilai beta
yang dihasilkan adalah negatif sebesar 1,863. Karena tingkat
signifikansi lebih besar dari α = 5% maka hipotesis alternatif
pertama yang menyatakan financial stability pressure memiliki
pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan tidak dapat
diterima.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yanng
dilakukan oleh Nugraha dan Henny (2015) dan Hayati (2016)
yang menyatakan bahwa Financial stability pressure tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap financial fraud. Hal ini
dapat terjadi karena manajer tidak serta merta akan
memanipulasi laporan keuangan untuk meningkatkan prospek
perusahaan ketika rata-rata pertumbuhan perusahaan mereka
berada di bawah rata-rata industri seperti yang diungkapkan
oleh Loebbecke et al. (1989) Bell et al. (1991) dalam Skousen
et al. (2009) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014).
Manipulasi laba menyebabkan laporan keuangan tidak
mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Keadaan itulah yang akan mempersulit perusahaan untuk
mendapatkan bantuan dana atau investasi dari pihak eksternal
maupun internal untuk menyelamatkan perusahaan ketika
terancam oleh kondisi ekonomi global. Akhirnya, perusahaan
akan sulit untuk mengembangkan perusahaan dan menjadikan
110
stabilitas perusahaan akan semakin buruk di masa depan.
Apabila aset perusahaan meningkat, hal tersebut disebabkan
oleh beberapa kemungkinan, salah satunya adalah perusahaan
mengikuti peraturan yang ada (Hayati, 2016). Namun hasil
penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sihombing dan Rahardjo (2014); Tessa G dan
Harto (2016); dan Aprilia (2017).
2) External pressure sebagai variabel untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan
Ha 2: External pressure memiliki pengaruh terhadap
kecurangan laporan keuangan.
Variabel external pressure yang diproksikan dengan
leverage (LEV) memiliki nilai t hitung sebesar -1,280 dengan
nilai signifikansi adalah 0,204, lebih besar dari α = 5% (0,204
> 0,05) dan nilai beta yang dihasilkan adalah negatif sebesar -
0,106. Karena tingkat signifikansi lebih besar dari α = 5%
maka hipotesis yang menyatakan external pressure memiliki
pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan tidak dapat
diterima.
Hasil penelitan ini sesuai dengan hasil penelitian
Martantya (2013). Laras (2011) dalam Martantya (2013)
menyatakan kecenderungan perusahaan melakukan fraud
dengan karakteristik leverage yang rendah mungkin
111
disebabkan karena kreditor saat ini tidak mempertimbangkan
lagi besaran leverage yang dihasilkan, melainkan ada
pertimbangan lain seperti adanya tingkat kepercayaan atau
jalinan hubungan yang baik antara perusahaan dengan kreditor.
Prajanto (2012) dalam Martantya (2013) juga menyatakan
banyak perusahaan lebih memilih menerbitkan saham kembali
untuk memperoleh tambahan modal usaha dari investor tanpa
harus melakukan perjanjian hutang baru yang menyebabkan
beban hutang perusahaan menjadi semakin besar dan financial
leverage perusahaan semakin rendah. Namun penelitian ini
bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sihombing dan Rahardjo (2014); Tessa G dan Harto (2016);
dan Nugraha dan Henny (2015).
3) Nature of Industry sebagai variabel untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan
Ha 3: Nature of industry berpengaruh terhadap Financial
Statement Fraud
Variabel nature of industry yang diproksikan dengan rasio
total piutang (RECEIVABLE) memiliki nilai t hitung sebesar
0,076 dengan nilai signifikansi adalah 0,940, lebih besar dari α
= 5% (0,940 > 0,05) dan nilai beta yang dihasilkan adalah
sebesar 0,001. Karena tingkat signifikansi lebih besar dari α =
5% maka hipotesis yang menyatakan nature of industry
112
memiliki pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan
tidak dapat diterima.
Hasil penelitan ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ardiyani dan Utaminingsih (2015), dan Annisya
et al. (2016). Persediaan yang disimpan terlalu lama dalam
jumlah besar dapat menimbulkan risiko kerugian berupa
kerusakan barang, penurunan harga, dan risiko lainnya.
Persedian memerlukan penilaian subjektif dalam
memperkirakan obsolete inventory (persediaan usang),
manajemen dapat menggunakan hal tersebut sebagai alat untuk
memanipulasi laporan keuangan (Summers dan Sweeney, 1998
dalam Sihombing dan Rahardjo, 2014). Namun, Persediaan
pada sektor properti dan real estate berupa bangunan seperti
hotel, rumah hunian, pusat perbelanjaan, ruko, dan bangunan
lainnya yang memiliki waktu usang cukup lama, membuat
manajer akan sulit untuk melakukan kecurangan dari
pemanfaatan penilaian subjektif atas persediaan. Oleh karena
itu, rasio perubahan persediaan tidak berpengaruh bagi pihak
manajemen perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan
keuangan (Annisya et al., 2016). Namun penelitian ini bertolak
belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihombing
dan Rahardjo (2014); dan Tessa G dan Harto (2016).
113
4) Ineffective Monitoring sebagai variabel untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan
Ha 4: Innefective Monitoring berpengaruh terhadap
Financial Statement Fraud
Variabel ineffective monitoring yang diproksikan
dengan rasio jumlah dewan komisaris independen (BDOUT)
memiliki nilai t hitung sebesar 0,353 dengan nilai signifikansi
adalah 0,725, lebih besar dari α = 5% (0,725 > 0,05) dan nilai
beta yang dihasilkan adalah sebesar 0,031. Karena tingkat
signifikansi lebih besar dari α = 5% maka hipotesis yang
menyatakan ineffective monitoring memiliki pengaruh
terhadap kecurangan laporan keuangan tidak dapat diterima.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sihombing dan Rahardjo (2014); Martantya dan Daljono
(2013); Tessa G dan Harto (2016) dan Ulfah et al. (2017).
Secara umum keberadaan dewan komisaris independen akan
memberikan sedikit jaminan bahwa pengawasan perusahaan
akan semakin independen dan objektif serta jauh dari
intervensi pihak-pihak tertentu. Semakin banyak komisaris
independen diharapkan akan semakin meningkatkan kinerja
perusahaan. Namun akan berbeda apabila terdapat intervensi
kepada dewan komisaris independen yang mengakibatkan
114
tidak objektifnya suatu pengawasan yang dilakukan oleh
dewan komisaris independen tersebut sehingga jumlah atau
banyaknya dewan komisaris independen dalam suatu
perusahaan bukan merupakan suatu faktor yang signifikan
dalam peningkatan pengawasan operasional perusahaan
(Sihombing dan Rahardjo, 2014). Tetapi dalam penelitian ini,
perbandingan antara komisaris independen dengan dewan
komisaris pada perusahaan property dan real estate memiliki
rata-rata sebesar 42% atau hampir mendekati satu banding satu
sehingga pengawasan yang dilakukan sudah cukup maksimal
dan efektif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dewan
komisaris independen melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya secara independen serta melaksanakan
fungsi pengawasan dan pemberian nasihat berupa rekomendasi
kepada direksi dengan baik (Ulfah et al., 2017). Namun
penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Widarti (2015).
5) Change in Auditor sebagai variabel untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan
Ha 5: Change in auditor berpengaruh terhadap Financial
Statement Fraud
Variabel Change in Auditor yang diproksikan dengan
pergantian auditor (AUDCHANG) memiliki nilai t hitung
115
sebesar 0,610 dengan nilai signifikansi adalah 0,544, lebih
besar dari α = 5% (0,544 > 0,05) dan nilai beta yang dihasilkan
adalah sebesar 0,012. Karena tingkat signifikansi lebih besar
dari α = 5% maka hipotesis yang menyatakan change in
auditor memiliki pengaruh terhadap kecurangan laporan
keuangan ditolak.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Tessa G dan Harto (2016) dan Sihombing dan Rahardjo
(2014). Adanya pergantian auditor dianggap mampu
menyembunyikan jejak kecurangan yang telah ditemukan oleh
auditor sebelumnya. Perusahaan cenderung akan mengganti
auditor independennya jika ingin menyembunyikan hal yang
tidak wajar agar tidak diketahui oleh publik dengan mengganti
auditor yang kualitasnya lebih rendah dari auditor independen
sebelumnya. Namun, hasil dari penelitian ini membuktikan
perubahan auditor tidak memiliki pengaruh terhadap
kecurangan laporan keuangan. Hal ini dapat terjadi jika
Perusahaan yang memiliki motivasi positif akan menggunakan
auditor independen yang benar-benar independen dan objektif
dalam melakukan audit untuk kepentingan perbaikan kinerja
perusahaan di masa depan. Namun apabila suatu perusahaan
mulai tidak puas dengan kinerja auditor yang tidak dapat
diintervensi atau dipengaruhi perusahaan agar memanipulasi
116
hasil auditan maka kecenderungan fraud akan semakin tinggi
(Stice, 1991 dalam Sihombing dan Rahardjo, 2014). Namun
penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Putriasih (2016).
6) Pergantian direksi sebagai variabel untuk mendeteksi
kecurangan laporan keuangan
Ha 6: Pergantian direksi perusahaan berpengaruh terhadap
Financial Statement Fraud
Variabel pergantian direksi yang diproksikan dengan
pergantian direksi (DCHANGE) memiliki nilai t hitung
sebesar -0,222 dengan nilai signifikansi adalah 0,825, lebih
besar dari α = 5% (0,825 > 0,05) dan nilai beta yang dihasilkan
adalah sebesar -0,005. Karena tingkat signifikansi lebih besar
dari α = 5% maka hipotesis yang menyatakan pergantian
direksi memiliki pengaruh terhadap kecurangan laporan
keuangan ditolak.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Tessa G dan Harto (2016); Sihombing dan Rahardjo
(2014); Annisya et al. (2016) dan Ulfah et al. (2017). Hal ini
dapat terjadi dikarenakan setiap kinerja direksi akan selalu
diawasi dan dipantau oleh dewan komisaris, sehingga apabila
didapati direksi yang kinerjanya tidak maksimal akan
digantikan oleh direksi yang lebih kompeten dan dapat bekerja
117
secara maksimal guna meningkatkan kualitas perusahaan yang
lebih baik lagi. Semakin tinggi kemampuan yang dimiliki
direksi maka tingkat kehati-hatian dalam bekerja juga semakin
tinggi sehingga kemungkinan melakukan kecurangan akan
sedikit Ulfah et al. (2017). Selain itu, adanya pergantian
direksi tersebut memungkinkan terjadinya perubahan kinerja
manajemen yang lebih baik dari sebelumnya, karena
dilakukannya perekrutan direksi yang lebih berkompeten
(Annisya et al., 2016). Namun penelitian ini bertolak belakang
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amaliah et al.
(2015).
7) Frequent number of CEO’s picture sebagai variabel untuk
mendeteksi kecurangan laporan keuangan
Ha 7: Frequent number of CEO’s picture berpengaruh
terhadap Financial Statement Fraud
Variabel Frequent number of CEO’s picture yang
diproksikan dengan banyaknya foto CEO yang terpampang
dalam sebuah laporan tahunan perusahaan (CEOPIC) memiliki
nilai t hitung sebesar 3,307 dengan nilai signifikansi adalah
0,001, lebih kecil dari α = 5% (0,001 < 0,05) dan nilai beta
yang dihasilkan adalah sebesar 0,002. Karena tingkat
signifikansi lebih kecil dari α = 5% maka hipotesis yang
118
menyatakan Frequent number of CEO’s picture memiliki
pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan diterima.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Tessa dan Harto (2016). Hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa semakin banyak jumlah foto CEO yang
terpampang dalam sebuah laporan dapat mengindikasikan
tingginya tingkat arogansi CEO dalam perusahaan tersebut.
Tingkat arogansi yang tinggi dapat menimbulkan terjadinya
fraud karena dengan arogansi dan superioritas yang dimiliki
seorang CEO, membuat CEO merasa bahwa kontrol internal
apapun tidak akan berlaku bagi dirinya karena status dan posisi
yang dimiliki (Tessa G dan Harto, 2016). Menurut Crowe
(2011), juga terdapat kemungkinan bahwa CEO akan
melakukan cara apapun untuk mempertahankan posisi dan
kedudukan yang sekarang dimiliki. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa elemen arogansi dalam teori Crowe’s
Fraud Pentagon Theory yang diproksikan dengan frequent
number of CEO’s picture berpengaruh terhadap kemungkinan
terjadinya fraudulent financial reporting. Namun penelitian ini
bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Aprilia (2017).
119
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
financial stability pressure, external pressure, nature of industry, ineffective
monitoring, change in auditor, perubahan direksi dan frequent number of
CEO’s picture terhadap financial statement fraud (kecurangan laporan
keuangan). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 95 perusahaan pada
perusahaan sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2011-2015.
Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil pengujian yang telah
dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel Financial Stability Pressure yang diproksikan dengan Aset
Change atau perubahan aset (ACHANGE) tidak berpengaruh terhadap
kecurangan laporan keuangan yang diproksikan dengan discretionary
accruals (DACC). Hasil ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan
oleh Nugraha dan Henny (2015) dan Hayati (2016).
2. External Pressure yang diproksikan dengan leverage (LEV) tidak
berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan yang diproksikan
dengan discretionary accruals (DACC). Hasil ini mendukung hasil
penelitian yang dilakukan oleh Martyanta (2013).
120
3. Nature of Industry yang diproksikan dengan rasio total piutang
(RECEIVABLE) tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan
keuangan yang diproksikan dengan discretionary accruals (DACC). Hasil
ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardiyani dan
Utaminingsih (2015), dan Annisya et al. (2016).
4. Ineffective Monitoring yang diproksikan dengan rasio jumlah dewan
komisaris independen (BDOUT) tidak berpengaruh terhadap kecurangan
laporan keuangan yang diproksikan dengan discretionary accruals
(DACC). Hasil ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sihombing dan Rahardjo (2014), Martantya (2013), Tessa G dan Harto
(2016) dan Ulfah et al. (2017).
5. Change in Auditor yang diproksikan dengan pergantian auditor
(AUDCHANG) tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan
yang diproksikan dengan discretionary accruals (DACC). Hasil ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tessa G dan Harto
(2016) dan Sihombing dan Rahardjo (2014).
6. Pergantian Direksi yang diproksikan dengan pergantian direksi
(DCHANGE) tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan
yang diproksikan dengan discretionary accruals (DACC). Hasil ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tessa G dan Harto
(2016); Sihombing dan Rahardjo (2014); Annisya et al. (2016) dan Ulfah
et al. (2017).
121
7. Frequent number of CEO’s picture yang diproksikan dengan banyaknya
foto CEO yang terpampang dalam sebuah laporan tahunan perusahaan
(CEOPIC) berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan yang
diproksikan dengan discretionary accruals (DACC). Hasil ini mendukung
hasil penelitian yang dilakukan oleh Tessa G dan Harto (2016).
8. Financial stability pressure, external pressure, nature of industry,
ineffective monitoring, change in auditor, perubahan direksi, frequent
number of CEO’s picture secara bersama-sama berpengaruh terhadap
financial statement fraud.
B. Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menyajikan hasil
penelitian yang lebih berkualitas lagi dengan adanya beberapa masukan
mengenai beberapa hal, diantaranya:
1. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menambah variabel
atau proksi lain yang mungkin berpengaruh terhadap kecurangan pada
laporan keuangan pada sektor property dan real estate dengan
menggunakan analisis fraud pentagon. Terutama pengukuran terhadap
faktor arogansi yang masih jarang diteliti di Indonesia contohnya yaitu
menggunakan proksi CEODUAL (CEO yang mempunyai dua jabatan
dalam satu perusahaan) atau POLCEO (CEO yang juga sebagai
politikus) (Yusof et al, 2015).
2. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian
bertema fraud pentagon dengan area populasi yang lebih luas lagi,
122
misalnya pada semua sektor yang ada di BEI agar penelitian dapat
lebih general.
3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan
pengukuran lain untuk variabel dependennya di samping discretionary
accrual untuk financial statement fraud agar dapat memberikan
alternatif serta perbandingan untu meningkatkan kualitas penelitian-
penelitian selanjutnya.
123
DAFTAR PUSTAKA
Abdullahi, Rabi’u dan Noorhayati Mansor. “Fraud Triangle theory and fraud
Diamond Theory: Understanding the Convergent and Divergent for
future Research”. International Journal of Academic Research in
Accounting, Finance and Management Sciences Vol. 5 (4), Hal. 38–
45, 2015.
Annisya, Mafiana., Lindrianasari, dan Yuztitya Asmaranti. “Pendeteksian
Kecurang Laporan Keuangan Menggunakan Fraud Diamond”. Jurnal
Bisnis dan Ekonomi, Vol. 23, No. 1, Hal. 72 – 89, 2016.
Amaliah, Bese Nur., Yeni Januarsi, dan Ewing Yufisa Ibrani. “Perspektif
Fraud Diamond Theory dalam Menjelaskan Earnings Manajemen
Non-GAAP pada Perusahaan Terpublikasi di Indonesia”. JAAI
Vol.19, No.1, Hal. 51-67, 2015.
Aprilia. “Analisa Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Kecurangan Laporan
Keuangan Menggunakan Beneish Model Pada Perusahaan yang
Menerapkan Asean Corporate Governance Scorecard”. Jurnal
Akuntansi Riset, Vol. 6, No. 1, Hal. 96-126, 2017.
Ardiyani, Susmita dan Nanik Sri Utaminingsih. “Analisis Determinan
Financial Statement Melalui Pendekatan Fraud”. Accounting
Analysis Journal 4. ISSN 2252-6765, 2015.
Alexander, Hilda B. “Waspada, Pailit Cuma Akal-Akalan Pengembang”. 2014.
Diakses melalui
http://properti.kompas.com/read/2014/02/19/2003166/Waspada.Pailit.
Cuma.Akal-akalan.Pengembang pada tanggal 26 Januari 2018.
Crowe Horwarth, “Playing Offense in a High-risk Environment”. 2011.
Diela, Tabita. “IPW: Ada 43 Pengaduan, Konsumen Jadi Korban Pengembang
Nakal”. 2014. Diakses melalui
http://properti.kompas.com/read/2014/04/21/1501227/IPW.Ada.43.Pe
ngaduan.Konsumen.Jadi.Korban.Pengembang.Nakal pada tanggal 5
Februari 2018.
Ghozali, Imam.”Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS”,
Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro, 2013.
Hayati, Sirrul. “Pengaruh Financial Stability, Managerial Ownership dan
Ineffective Monitoing Terhadap Earnings Management: Studi pada
Perusahaan di BEI”. Jurnal Ilmiah Rinjani, Vol. 4, 2016.
124
Jensen, M. dan W Meckling. “Theory of the firm: managerial behavior,
agency costs and ownership structure”, Journal of Financial
Economics 3, Vol. 3, No. 4, Hal. 305–360, 1976.
Kumaat, Valery G. “Internal Audit”. Erlangga, Jakarta, 2011.
Marlisa, Otty dan Siti Rokhmi Fuadati. “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Manajemen Laba Perusahaan Properti dan Real
Estate’. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, Vol. 5, No. 7, 2016.
Martantya, Daljono. “Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Melalui
Faktor Risiko Tekanan dan Peluang: Studi Kasus pada Perusahaan
yang Mendapat Sanksi dari Bapepam Periode 2002-2006”.
Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2 No. 2, Hal 1-12, 2013.
Najib, Haifa dan Rini. “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Fraud di Bank
Syariah”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam, Vol. 4, No. 2, 2016.
Nugraha, Noval Dwi Aditya dan Deliza Henny. “Pendeteksian Laporan
Keuangan Melalui Faktor Resiko, Tekanan dan Peluang
(Berdasarkan Press Release OJK 2008-2012)”. E-Journal Akuntansi
Trisakti Volume. 2, Nomor. 1, Hal. 29 – 48, 2015.
Maghfiroh, Nur., Komala Ardiyani, dan Syafnita. “Analisis Pengaruh
Financial Stability, Personal Financial Need, External Pressure, dan
Ineffective Monitoring pada Financial Statement Fraud dalam
Perspektif Fraud”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 16, No. 01, Hal
51-66, 2015.
Putriasih, Ketut. “Analisis Fraud Diamond Dalam Mendeteksi Financial
Statement Fraud: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2013-2015”. E-
JournalSI AK Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi
Program S1, Vol. 6 No. 3, 2016.
Rachmawati, Kurnia Kusuma dan Marsono. “Pengaruh Faktor-Faktor dalam
Perspektive Fraud Triangle Terhadap Fraudulent Financial
Reporting: Studi Kasus pada Perusahaan Betdasarkan Sanksi dari
Bapepam Periode 2008-2012”. Diponegoro Journal of Accounting,
Vol. 3 No. 3, 2014.
Rahman, R. Abdul dan I.S. Khair Anwar. “Types of Fraud among Islamic
Banks in Malaysia”, International Journal of Trade, Economics and
Finance, Volume 5 Nomor 2, April, 2014.
125
Research and Development Division Indonesia Stock Exchange. ”Fact Book
2015”. PT. Bursa Efek Indonesia, 2015.
Rustiarini, Ni Wayan dan Ni Luh Gede Novitasari. “Persepsi Auditor atas
Tingkat Efektifitas Red Flags untuk Mendeteksi Kecurangan”, Jurnal
Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Hal. 345-354, 2014.
Sihombing, Kennedy Samuel dan, Siddiq Nur Rahardjo. “Analisis Fraud
Diamond Dalam Mendeteksi Financial Statement Fraud : Studi
Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2010-2012”, Jurnal akuntansi, Vol. 03, No. 02,
Hal. 1-12, 2014.
Sukirman dan Maylia Pramono Sari. “Model Deteksi Kecurangan Berbasis
Fraud Triangle (Studi Kasus Pada Perusahaan Publik Di Indonesia)”.
Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 9, No. 2, Hal. 199 – 225, 2013.
Tessa G, Chyntia. dan Puji Harto. “Fraudulent Financial Reporting:
Pengujian Teori Fraud Pentagon Pada Sektor Keuangan dan
Perbankan di Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi XIX,
Lampung, 2016.
Tuanakotta, Theodorus M. “Akuntansi Forensik dan Audit Investigatis Edisi
2”. Jakarta: Salemba Empat, 2012.
Ujiyantho, Muhammad Arief dan Bambang Agus Pramuka. “ Mekanisme
Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan:
Studi Pada Perusahaan Go Public Sektor Manufaktur”. Simposium
Nasional Akuntansi X, 2007.
Ulfah, Maria., Elva Nuraina, dan Anggita Langgeng Wijaya. “Pengaruh Fraud
Pentagon dalam Mendeteksi Fraudulent Financial Reporting: Studi
Empiris pada Perbankan di Indonesia yang Terdaftar di BEI”. Forum
Ilmiah Pendidikan Akuntansi, Vol. 5 No. 1, Hal. 399-418, 2017.
Widarti. “Pengaruh Fraud Triangle Terhadap Deteksi Kecurangan Laporan
Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI)”. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, Vol.
13, No. 2, 2015.
Widyaningdyah, Agnes Utari. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Go Public di
Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 3. No. 2. Hal. 89-
101, 2001.
126
Wolfe, David T and Dana R. Hermanson. “The Fraud Diamond: Considering
The Four Element of Fraud”. CPA Journal, 74.12: 38-42, 2004.
Yusof, Mohamed. K., Ahmad Khair A.H. and Jon Simon. “Fraudulent Listed
Companies”. The Macrotheme Review 4(3), Spring, 2015.
Yulia, Arie Winda dan Basuki. “Studi Financial Statement Fraud pada
Perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia”. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Tahun XXIV No.2, 2016.
Zaini, Mohammad., Anita Carolina dan Achdiar Redy Setiawan. “Analisis
Pengaruh Fraud Diamond dan Gone Theory Terhadap Academic
Fraud (Studi Kasus Mahasiswa Akuntansi Se-Madura)”. Simposium
Nasional Akuntansi 18 Universitas Sumatera Utara, Medan, 2015.
127
LAMPIRAN-LAMPIRAN
128
Lampiran 1: Daftar Nama Sampel Penelitian
Perusahaan Property dan Real Estate yang Menjadi Sampel
No Nama Perusahaan Kode
1 Agung Podomoro Land Tbk APLN
2 Alam Sutera Reality Tbk ASRI
3 Bukit Dharmo Property Tbk BKDP
4 Sentul City Tbk BKSL
5 Bumi Serpong Damai Tbk BSDE
6 Cowell Development Tbk COWL
7 Ciputra Development Tbk CTRA
8 Duta Anggada Realty Tbk DART
9 Intiland Development Tbk DILD
10 Duta Pertiwi Tbk DUTI
11 Fortune Mate Indonesia Tbk FMII
12 Perdana Gapuraprima Tbk GPRA
13 Kawasan Industri Jababeka Tbk KIJA
14 Lippo Cikarang Tbk LPCK
15 Lippo Karawaci Tbk LPKR
16 Modernland Realty Tbk MDLN
17 Metropolitan Kentcana Tbk MKPI
18 Pakuwon Jati Tbk PWON
19 Danayasa Arthatama Tbk SCBD
129
Lampiran 2: Hasil Perhitungan
Data Variabel Sampel Penelitian
Kode
Perusahaan Tahun DACC ACHANGE LEV RECEIVABLE BDOUT AUDCHANG DCHANGE CEOPIC
APLN 2011 0,230449552 0,284425 0,535810 0,244676 0,33 0 0 31
APLN 2012 -0,021946897 0,286715 0,582189 0,269887 0,33 0 0 32
APLN 2013 -0,057740839 0,227841 0,635010 0,215110 0,33 0 1 46
APLN 2014 0,063570792 0,169145 0,644107 0,205243 0,33 1 1 26
APLN 2015 0,038932935 0,035565 0,630579 0,123713 0,33 1 1 31
ASRI 2011 -0,101064759 0,236296 0,536105 0,018285 0,40 1 0 15
ASRI 2012 -0,050393492 0,451186 0,567724 0,007209 0,40 0 1 12
ASRI 2013 -0,170508832 0,241312 0,630458 0,023424 0,40 1 1 22
ASRI 2014 0,055541855 0,147496 0,623549 0,046259 0,33 0 1 44
ASRI 2015 0,105828445 0,095431 0,647116 0,043651 0,40 1 1 21
BKDP 2011 0,008688552 -0,042044 0,274763 3,344399 0,50 1 0 8
BKDP 2012 -0,021208783 -0,085050 0,277970 4,261352 0,50 1 0 8
BKDP 2013 -0,059663228 -0,064414 0,296849 3,992083 0,50 0 0 8
BKDP 2014 -0,010717173 -0,019651 0,275924 0,242922 0,50 0 0 8
BKDP 2015 -0,039232423 -0,048070 0,276055 0,010275 0,50 1 0 8
BKSL 2011 0,116092623 0,089987 0,131530 0,581212 0,50 1 1 16
BKSL 2012 -0,041880113 0,140367 0,217383 0,695352 0,43 0 1 42
BKSL 2013 0,074628599 0,422366 0,350474 0,620830 0,43 0 1 15
BKSL 2014 0,010484365 -0,066810 0,374295 0,829041 0,40 1 1 13
BKSL 2015 0,024869659 0,103978 0,412365 1,026304 0,50 0 1 17
Bersambung ke halaman selanjutnya
130
Lampiran 2 (Lanjutan)
Kode
Perusahaan Tahun DACC ACHANGE LEV RECEIVABLE BDOUT AUDCHANG DCHANGE CEOPIC
BSDE 2011 0,022337658 0,085446 0,354268 0,022217 0,38 0 1 19
BSDE 2012 0,132974889 0,236881 0,371494 0,015514 0,38 1 0 48
BSDE 2013 0,103033015 0,257642 0,405788 0,017440 0,38 1 1 33
BSDE 2014 0,173983026 0,199759 0,346252 0,018124 0,38 0 0 73
BSDE 2015 0,088641949 0,216958 0,386580 0,037894 0,40 0 1 55
COWL 2011 0,000252352 0,307876 0,575241 -0,145417 0,50 0 1 6
COWL 2012 0,031559104 0,783134 0,362429 0,257200 0,33 1 1 8
COWL 2013 0,007715806 0,085600 0,386355 0,390720 0,33 1 1 18
COWL 2014 0,114158744 0,471834 0,633676 0,186779 0,33 1 1 32
COWL 2015 -0,033767648 -0,040052 0,668377 -0,000503 0,50 1 1 29
CTRA 2011 0,003601519 0,186252 0,336441 0,123771 0,50 0 0 27
CTRA 2012 -0,040710943 0,232872 0,435497 0,163980 0,40 1 1 27
CTRA 2013 -0,149854594 0,257940 0,512154 0,109278 0,40 0 0 26
CTRA 2014 0,023080056 0,139905 0,504967 0,132306 0,50 1 0 43
CTRA 2015 0,021271438 0,103585 0,503014 0,131045 0,33 1 1 12
DART 2011 0,06162801 0,375732 0,453340 0,051821 0,33 0 0 24
DART 2012 0,072667023 0,044086 0,339015 0,021127 0,33 1 0 24
DART 2013 0,060270071 0,099674 0,385741 0,014173 0,33 0 0 16
DART 2014 0,003375832 0,067619 0,364642 0,112327 0,33 0 1 10
DART 2015 0,065458684 0,108990 0,402703 0,193968 0,33 1 0 10
DILD 2011 0,125448436 0,191969 0,332561 0,365375 0,50 1 1 18
DILD 2012 0,051299264 0,065637 0,351429 0,099548 0,50 0 0 19
DILD 2013 0,01228488 0,191681 0,455803 0,345538 0,50 0 0 16
DILD 2014 0,164335995 0,163346 0,503922 0,555607 0,50 1 0 17
DILD 2015 0,157844391 0,124495 0,536298 0,129438 0,50 1 1 24
Bersambung ke halaman selanjutnya
131
Lampiran 2 (Lanjutan)
Kode
Perusahaan Tahun DACC ACHANGE LEV RECEIVABLE BDOUT AUDCHANG DCHANGE CEOPIC
DUTI 2011 0,030696393 0,089592 0,313058 0,019235 0,33 0 1 18
DUTI 2012 0,041913933 0,212988 0,217913 0,015514 0,33 1 1 16
DUTI 2013 0,069626682 0,117955 0,189759 0,036519 0,33 0 1 27
DUTI 2014 0,052737151 0,080799 0,231202 0,849075 0,33 0 0 49
DUTI 2015 0,017657594 0,098074 0,242249 0,029479 0,50 0 1 27
FMII 2011 0,110946573 0,011336 0,292604 0,317045 0,33 1 0 8
FMII 2012 0,009287382 0,009305 0,296457 0,124857 0,33 0 1 9
FMII 2013 -0,092425634 0,174118 0,342615 0,133978 0,33 1 1 9
FMII 2014 0,054952682 0,064135 0,379460 0,030597 0,33 1 0 9
FMII 2015 0,087580254 0,213278 0,237552 0,029954 0,33 0 0 9
GPRA 2011 0,061629907 0,041715 0,472946 0,293162 0,33 1 0 33
GPRA 2012 0,058440376 0,056474 0,463429 0,374276 0,33 0 1 14
GPRA 2013 0,018353491 0,016828 0,403976 0,193837 0,33 0 1 11
GPRA 2014 0,021469882 0,121838 0,419772 0,235661 0,33 1 1 20
GPRA 2015 0,104361298 0,035954 0,398268 0,330677 0,33 1 1 51
KIJA 2011 0,083773052 0,404030 0,374401 0,072756 0,50 0 1 14
KIJA 2012 -0,035520165 0,209169 0,438330 0,146338 0,50 0 1 11
KIJA 2013 -0,197797013 0,142884 0,494649 0,065379 0,50 1 1 17
KIJA 2014 0,089662746 0,029525 0,454138 0,077887 0,50 1 1 11
KIJA 2015 0,035970879 0,126455 0,488973 0,100800 0,40 0 1 14
LPCK 2011 0,038901702 0,182141 0,597716 0,044838 0,60 0 0 20
LPCK 2012 0,019797649 0,278970 0,566219 0,018430 0,50 0 1 24
LPCK 2013 0,166469482 0,265211 0,526876 0,027116 0,57 1 1 41
LPCK 2014 0,219170772 0,122158 0,390013 0,020709 0,44 0 1 45
LPCK 2015 0,117738302 0,198340 0,336597 0,084133 0,38 0 1 59
Bersambung ke halaman selanjutnya
132
Lampiran 2 (Lanjutan)
Kode
Perusahaan Tahun DACC ACHANGE LEV RECEIVABLE BDOUT AUDCHANG DCHANGE CEOPIC
LPKR 2011 0,0734506 0,115218 0,484696 0,095645 0,57 0 1 36
LPKR 2012 0,052962903 0,265795 0,538784 0,066870 0,57 1 1 38
LPKR 2013 0,134907326 0,205666 0,547454 0,092858 0,75 0 1 38
LPKR 2014 0,102495484 0,172970 0,534535 0,057915 0,75 1 1 42
LPKR 2015 0,140466247 0,083970 0,542261 0,139627 0,63 0 1 47
MDLN 2011 0,02391155 0,149833 0,529553 0,496078 0,50 1 1 53
MDLN 2012 0,205577206 0,449897 0,515232 0,313738 0,40 0 0 47
MDLN 2013 0,530945582 0,519677 0,511371 0,137318 0,40 0 1 39
MDLN 2014 0,091297766 0,077138 0,486176 0,140157 0,40 1 0 27
MDLN 2015 0,094126069 0,193404 0,528348 0,480590 0,40 0 0 27
MKPI 2011 -0,020237019 0,149811 0,850189 0,054401 0,33 1 0 27
MKPI 2012 -0,029283772 0,162387 0,330440 0,020717 0,33 1 0 27
MKPI 2013 -0,130016833 0,100609 0,327833 0,040020 0,32 0 1 27
MKPI 2014 -0,074455225 0,342290 0,502605 0,035673 0,32 0 1 28
MKPI 2015 -0,122676582 0,244012 0,504465 0,030073 0,32 0 0 32
PWON 2011 0,060298757 0,142079 0,586901 0,053891 0,67 0 1 34
PWON 2012 -0,048385549 0,240702 0,585698 0,043634 0,67 1 1 35
PWON 2013 -0,166394313 0,186317 0,558430 0,055370 0,67 0 1 32
PWON 2014 0,093980939 0,445567 0,506487 0,054683 0,67 0 0 39
PWON 2015 -0,020303362 0,106900 0,496486 0,047320 0,67 1 0 25
SCBD 2011 -0,092860221 0,000779 0,250992 0,046922 0,00 0 0 9
SCBD 2012 -0,074291838 0,022608 0,253548 0,264489 0,50 0 1 13
SCBD 2013 -0,030963694 0,358892 0,226332 0,261561 0,40 1 1 10
SCBD 2014 0,042294324 0,003514 0,291963 0,448344 0,40 1 1 16
SCBD 2015 -0,057318858 0,002806 0,319913 0,230866 0,40 0 0 11
129
Lampiran 3: Hasil Output SPSS
1. Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Y 95 -.20 .53 .0357 .09943
x1 95 -.09 .78 .1643 .14407
x2 95 .13 .85 .4338 .13281
x3 95 -.15 4.26 .2898 .68400
x4 95 .00 .75 .4272 .11740
x5 95 .00 1.00 .4632 .50129
x6 95 .00 1.00 .6211 .48770
x7 95 6.00 73.00 25.0737 14.19862
Valid N (listwise) 95
2. Uji Normalitas
Tabel Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 95
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .09098357
Most Extreme Differences Absolute .088
Positive .088
Negative -.082
Test Statistic .088
Asymp. Sig. (2-tailed) .066c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
130
Grafik Histogram
Grafik Normal Probability Plot
131
3. Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
x1 .832 1.201
x2 .782 1.278
x3 .797 1.255
x4 .892 1.121
x5 .941 1.062
x6 .928 1.078
x7 .860 1.163
a. Dependent Variable: y
4. Uji Heteroskedastisitas
Grafik Scatterplot
132
Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .033 .032 1.048 .297
x1 .096 .050 .217 1.930 .057 .832 1.201
x2 .059 .056 .123 1.062 .291 .782 1.278
x3 -.001 .011 -.015 -.134 .894 .797 1.255
x4 -.023 .059 -.043 -.394 .695 .892 1.121
x5 -.001 .013 -.010 -.096 .924 .941 1.062
x6 .003 .014 .020 .187 .852 .928 1.078
x7 -1.115E-5 .000 -.002 -.023 .982 .860 1.163
a. Dependent Variable: ABS
5. Uji Autokorelasi
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea .01213
Cases < Test Value 47
Cases >= Test Value 48
Total Cases 95
Number of Runs 42
Z -1.340
Asymp. Sig. (2-tailed) .180
a. Median
133
6. Hasil Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -.019 .047 -.398 .692
x1 .138 .074 .200 1.863 .066 .832 1.201
x2 -.106 .083 -.142 -1.280 .204 .782 1.278
x3 .001 .016 .008 .076 .940 .797 1.255
x4 .031 .088 .037 .353 .725 .892 1.121
x5 .012 .020 .062 .610 .544 .941 1.062
x6 -.005 .021 -.023 -.222 .825 .928 1.078
x7 .002 .001 .350 3.307 .001 .860 1.163
a. Dependent Variable: y
7. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,403a ,163 ,095 ,09457
8. Hasil Uji SignifikansiSimultan (Uji Statistik F)
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .151 7 .022 2.414 .026b
Residual .778 87 .009
Total .929 94
a. Dependent Variable: y
b. Predictors: (Constant), x7, x6, x5, x4, x1, x3, x2