sfb protein

Download SFB Protein

If you can't read please download the document

Upload: ketut-junedi

Post on 17-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Protein

TRANSCRIPT

PROTEIN

(Uji Millon, Uji Hopkins-Cole, Uji Ninhdrin,

Uji Belerang, Uji Xantoproteat, Uji Biuret )

Kelompok 2 C

Whyranti NurarfaG84110005

Cindy SwastiratuG84110052

Freddy SimatupangG84110028

Andrea FaadhilahG84110078

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Pendahuluan

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein ialah polimer alami yang terdiri atas sejumlah unit asam amino yang berikatan satu dengan lainnya melalui ikatan amida atau peptida. Protein juga dapat diartikan sebagai senyawa organik kompleks dengan bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein dapat digolongkan berdasarkan bentuk dan sifat-sifat fisik tertentu, yaitu protein globular dan protein serat. Protein serat merupakan material struktural hewan dan bersifat tidak larut air. Protein globular cenderung larut air dan bentuknya hampir bulat. Protein globular memainkan peranan penting dalam aktivitas biologis. Protein globular lebih kompleks dan reaktif seperti hemoglobin, mioglobin, atau sitokrom sedangkan protein serat digunakan untuk pertahanan luar seperti keratin, kolagen, miosin, dan aktin (Hart 2003).

Protein merupakan polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino, yang seringkali disebut sebagai residu yang terikat secara kovalen oleh ikatan-ikatan peptida. Ikatan peptida yang menggabungkan dua asam amino yang bersebelahan saat sintesis protein adalah sebuah ikatan kovalen yang kuat, dimana atom-atom berpasangan melalui penggunaan bersama sebuah elektron. Masing-masing jenis asam amino berbeda dalam hal sifat rantai samping atau radikal yang melekat ke karbon -nya. Misalnya, glisin memiliki rantai samping yang paling sederhana, terdiri dari sebuah atom hidrogen (Susan & William 2002).

Ada empat tingkat struktur dasar dari protein, yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis, dan urutan asam amino dalam molekul protein. Struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen (Lehninger 2004). Gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder akan menghasilkan struktur tiga dimensi yang dinamakan struktur tersier. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil dan membentuk struktur kuartener (Fessenden dan Fessenden 1997).

Ada 20 jenis asam amino yang diketahui sampai sekarang yang terdiri atas 9 asam amino esensial (asam amino yang tidak dapat dibuat tubuh dan harus diperoleh dari makanan) dan 11 asam amino non esensial (Selain dari makanan dapat juga disintesa didalam tubuh melalui proses transaminasi) (Girindra 1986).

Peran dan aktivitas protein dalam proses biologis antara lain sebagai katalis enzimatik yaitu makromolekul yang disebut enzim yang merupakan satu jenis protein. Peran lainnya adalah sebagai transport dan penyimpanan yang dilakukan oleh hemoglobin dan mioglobin dalam transport oksigen pada eritrosit. Selain itu terdapat beberapa jenis protein lainnya seperti filament yang berfungsi dalam koordinasi gerak; protein fibrosa untuk menjaga ketegangan kulit dan tulang; protein kolagen yang merupakan komponen serat utama dalam kulit, tulang, tendon, tulang rawan dan gigi; antibodi protein yang dapat mengenal serta berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel dari organisme lain; serta rodopsin yang merupakan suatu protein yang sensitif terhadap cahaya, terdapat pada sel batang retina (Katili Abubakar Sidik 2009).

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui adanya protein pada suatu sampel dengan menggunakan beberapa uji, seperti uji Millon, uji Hopkins-Cole, uji Ninhidrin, uji Xantoproteat, uji belerang, dan uji Biuret.

Metode praktikum

Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Departemen Biokimia FMIPA IPB pada hari Jumat tanggal 11 Oktober 2013 pukul 08.00-11.00 WIB. Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah adalah tabung reaksi, pipet mohr, bulb, penangas air, pipet tetes, gelas kimia. Serta bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah albumin 2%, gelatin 2%, kasein 2%, pepton 2%, fenol 2%, pereaksi Millon, asam pekat, pereaksi Hopkins-Cole, larutan ninhidrin 0.1%, larutan Pb-asetat 5%, NaOH 10%, HNO3 pekat, NaOH 40%, dan CuSo4 0.1%,

Uji Millon. Uji dilakukan dengan cara ditambahkan 5 tetes pereaksi Millon ke dalam 3 mL larutan protein, lalu dipanaskan selama 3 menit. Uji ini dilakukan pada senyawa protein albumin 2%, gelatin 2%, kasein 2%, pepton 2%, dan fenol 2%.

Uji Hopkins-Cole. Larutan bahan sebanyak 2 mL yang akan diperiksa dicampurkan dengan 2 mL pereaksi Hopkins-Cole. Dengan hati-hati dan dikerjakan dalam ruang asam, asam pekat 2 mL ditambahkan melalui dinding tabung yang dimiringkan sehingga terbentuk lapisan cairan.

Uji Ninhidrin. Ditambahkan 0.5 mL larutan ninhidrin 0.1% ke dalam 3 mL larutan protein. Kemudian dipanaskan di dalam penangas air mendidih selama 10 menit.

Uji Belerang. Larutan protein 2 mL ditambahkan dengan 5 mL NaOH 10%, dididihkan beberapa menit. Kemudian ditambahkan 2 tetes larutan Pb-asetat 5%, lalu dilanjutkan pemanasan beberapa menit dan diamati perubahan warna yang terjadi.

Uji Xantoproteat. Larutan protein sebanyak 2 mL ditambahkan dengan 1 mL HNO3 pekat, lalu dicampurkan baik-baik dan dipanaskan dengan hati-hati. Perhatikan timbulnya warna kuning tua. Tabung kemudian didinginkan, ditambahkan tetes demi tetes larutan NaOH pekat sampai menjadi larutan yang basa kemudian diamati perubahan yang terjadi.

Uji Biuret. Ditambahkan 1 mL NaOh 10% ke dalam 3 mL larutan protein, kemudian dikocok. Lalu ditambahkan satu tetes larutan CuSo4 0.1%, dikocok kembali.

Hasil dan Pembahasan

Uji Millon digunakan untuk mengidentifikasi protein yang mengandung tirosin dalam suatu sampel yang ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna merah pada sampel protein. Tirosin merupakan asam amino yang mengandung gugus fenol pada rantai samping-nya (gugus R-nya). Pereaksi millon mengandung merkuri dan ion merkuro dalam asam nitrit dan asam nitrat. Gugus fenol pada tirosin ini akan ternitrasi membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon yang akan membentuk kompleks berwarna merah (Poedjiadi 2007). Uji ini dilakukan pada sampel albumin, gelatin, kasein, pepton, dan fenol dengan konsentrasi 2%.

Tabel 1 Hasil uji Millon

Sampel

Pengamatan

Warna

Albumin 2%

-

Larutan tidak berwarna

Gelatin 2%

+

Larutan berwarna merah

Kasein 2%

-

Larutan berwarna coklat

Pepton 2%

-

Larutan tidak berwarna

Fenol 2%

-

Larutan tidak berwarna

Keterangan: (+): Mengandung tirosin

(-): Tidak mengandung tirosin

ab c d e

Gambar 1Pengamatan uji Millon terhadap berbagai larutan: uji Millon terhadap larutan a (Albumin 2%); uji Millon terhadap larutan b (Gelatin 2%); uji Millon terhadap larutan c (Kasein 2%); uji Millon terhadap larutan d (Pepton 2%); uji Millon terhadap larutan e (Fenol 2%)

Hasil percobaan menunjukkan bahwa sampel gelatin 2% mengandung gugus tirosin pada proteinnya. Hal ini terlihat dari adanya perubahan warna pada larutan yang menjadi merah dan terbentuknya endapan kuning. Sampel albumin, kasein, pepton, dan fenol menunjukkan reaksi negatif dengan tidak ada perubahan warna yang terjadi pada sampel. Larutan fenol 2% yang berfungsi sebagai kontrol seharusnya mengalami perubahan warna menjadi merah dan terbentuk endapan kuning, namun percobaan bereaksi negatif. Dimungkinkan sampel sudah terkontaminasi oleh zat lain sehingga menghasilkan reaksi yang negatif. Demikian untuk sampel kasein. Hasil menunjukkan bahwa larutan kasein bereaksi negatif dengan uji Millon, sedangkan menurut Sajuthi Dondin et al (2010) kasein merupakan protein yang paling banyak mengandung asam amino tirosin, kontaminan sampel mungkin terjadi juga pada kasein.

Gambar 1.1 Reaksi Uji Millon (Joshy dan Saraswat 2002)

Gambar 1.2 Gugus asam amino tirosin (Yuwono Triwibowo 2005)

Tirosin merupakan gugus R dari asam amino polar yang larut dalam air atau lebih hidrofilik dibandingkan dengan asam amino nonpolar, karena golongan ini mengandung gugus fungsional yang mengikat ikatan hydrogen dengan air. Bentuk yang umum adalah L-tirosin (S-tirosin), yang juga ditemukan dalam tigaisomer struktur: para, meta, dan orto (Lehninger 1982). Tirosin dalam bentuk tirosina, memiliki peran kunci dalam pengaktifan beberapaenzimtertentu melalui proses fosforilasi (membentuk fosfotirosina) pada transduksi signal. Bagi manusia, tirosina merupakan prekursorhormontiroksin dan triiodotironin yang dibentuk dikelenjartiroid,pigmenkulitmelanin, dan dopamin, norepinefrin dan epinefrin (Winarno FG 2004).

Tabel 2 Hasil uji Hopkins-Cole

Sampel

Pengamatan

Warna

Albumin 2%

+

Cincin violet (ungu)

Gelatin 2%

-

Larutan tidak berwarna

Kasein 2%

+

Cincin violet (ungu)

Pepton 2%

+

Cincin violet (ungu)

Keterangan :(+): ada triptofan

(-): Tidak ada triptofan

a b c d

Gambar 3Pengamatan uji Hopkins-Cole terhadap berbagai larutan: uji Hopkins-Cole terhadap larutan a (Albumin 2%); uji Hopkins-Cole terhadap larutan b (Gelatin 2%); uji Hopkins-Cole terhadap larutan c (Kasein 2%); uji Hopkins-Cole terhadap larutan d (Pepton 2%); uji Hopkins-Cole terhadap larutan e (Fenol 2%)

Uji Hopkins-Cole digunakan untuk menunjukan inti indol asam amino triptofan yang ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna ungu pada sampel percobaan. Pereaksi Hopkins-Cole mengandung asam glioksilat. Prinsip uji Hopkins-Cole adalah kondensasi inti indol dengan aldehid jika terdapat asam kuat yang menyebabkan terbentuknya cincin ungu pada bidang batas. Reaksi tersebut hanya akan berhasil jika ada oksidator kuat, seperti senyawa H2SO4 yang digunakan pada percobaan ini. Fungsi penambahan asam sulfat ini adalah sebagai oksidator agar terbentuk cincin ungu pada larutan sampel (Poedjiadi 2007).

Gambar 2.1 Reaksi Hopkins-Cole (Joshy dan Saraswat 2002)

Semua sampel yang diuji kecuali gelatin menghasilkan reaksi positif, yaitu terbentuk cincin berwarna violet pada perbatasan dua fase cairan. Reaksi negatif yang terjadi pada sampel gelatin 2% menunjukkan bahwa pada gelatin tidak terdapat inti indol asam amino triptofan. Inti indol asam amino triptofan terkandung pada sampel albumin, kasein, pepton dan fenol dengan terbentuknya cincin berwarna violet.

Gambar 2.2 Gugus asam amino Triptofan (Yuwono Triwibowo 2005)

Triptofan merupakan salah satu asam amino yang memiliki gugus aromatik dan bersifat relatif non polar dan hidrofobik. Gugus fungsional yang dimiliki triptofan, indol tidak dimiliki asam-asam amino dasar lainnya. Akibatnya, triptofan menjadi precursor banyak senyawa biologis penting yang tersusun dalam kerangka indol. Triptofan adalah prekursor melatonin (hormon perangsang tidur), serotonin (suatu transmitter pada sistem saraf) dan niasin (vitamin).

Uji Ninhidrin digunakan untuk identifikasi asam amino bebas yang terdapat dalam sampel. Asam amino bebas adalah asam amino yang gugus aminonya tidak terikat (Robinson 1995). Ninhidrin adalah reagen yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik dan bila bereaksi dengan asam amino akan menghasilkan zat warna ungu. Hanya atom nitrogen dari zat warna ungu yang berasal dari asam amino, selebihnya terkonversi menjadi aldehid dan karbondioksida. Jadi, zat warna ungu yang sama dihasilkan dari semua asam amino dengan gugus amino primer dan intensitas warnanya berbanding lurus dengan konsentrasi asam amino yang ada (Hart 2003).

Tabel 3 Hasil uji Ninhidrin

Sampel

Pengamatan

Warna

Albumin 0.02%

+

Biru ungu

Gelatin 0.02%

+

Biru ungu

Kasein 0.02%

+

Biru ungu

Pepton 0.02%

+

Biru ungu

Keterangan :(+): Ada gugus amino bebas

(-): Tidak ada gugus amino bebas

a b c d

Gambar 4Pengamatan uji Ninhidrin terhadap berbagai larutan: uji Ninhidrin terhadap larutan a (Albumin 0.02%); uji Ninhidrin terhadap larutan b (Gelatin 0.02%); uji Ninhidrin terhadap larutan c (Kasein 0.02%); uji Ninhidrin terhadap larutan d (Pepton 0.02%); uji Ninhidrin terhadap larutan e (Fenol 0.02%)

Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji bereaksi positif yakni mengandung gugus amino bebas. Adanya kandungan gugus karboksil (COOH) dan amino bebas (NH3) pada sampel protein tersebut ditunjukkan dengan perubahan warna sampel menjadi biru muda. Semakin banyak ninhidrin pada zat uji yang dapat bereaksi, semakin pekat warnanya. Pemanasan yang dilakukan pada tiap uji percobaan bertujuan untuk koagulasi protein sehingga tidak dapat larut dalam air dan terbentuknya endapan.

Gambar 3 Reaksi uji Ninhidrin (Bintang M 2010)

Tabel 4 Hasil uji belerang

Sampel

Pengamatan

Warna

Albumin 0.02%

+

Hitam

Gelatin 0.02%

-

Cokelat

Kasein 0.02%

-

Tidak berwarna

Pepton 0.02%

-

Cokelat

Keterangan :(+): Adanya sistein

(-): Tidak ada sistein

a b c d

Gambar 5Pengamatan uji belerang terhadap berbagai larutan: uji belerang terhadap larutan a (Albumin 0.02%); uji belerang terhadap larutan b (Gelatin 0.02%); uji belerang terhadap larutan c (Kasein 0.02%); uji belerang terhadap larutan d (Pepton 0.02%); uji belerang terhadap larutan e (Fenol 0.02%)

Ikatan disulfida merupakan jenis ikatan kovalen lain yang dimiliki oleh peptida dan asam amino dalam protein (Hart 2003). Sistein merupakan asam amino yang mengandung atom S pada molekulnya. Reaksi Pb-asetat dengan asam-asam amino tersebut akan membentuk endapan berwarna gelap, yaitu garam PbS. Penambahan NaOH dalam percobaan ini adalah untuk mendenaturasikan protein sehingga ikatan yang menghubungkan atom S dapat terputus oleh Pb-asetat membentuk PbS, sedangkan Pb berfungsi sebagai donor Pb+ (Girindra 1986). Hasil percobaan menunjukkan bahwa hanya sampel albumin 0.02% yang membentuk endapan PbS, sehingga dapat disimpulkan bahwa larutan tersebut mengandung asam amino yang rantainya samping mempunyai senyawa belerang.

Uji belerang S2+(aq) + Pb2+(aq) PbS(s)

Sistein merupakan asam amino non esensial bagi manusia yang memiliki atomS, bersama-sama denganmetionin, karena memiliki atom S, sisteina menjadi sumber utama dalam sintesis senyawa-senyawa biologis lain yang mengandung belerang. Sisteina dan metionin pada protein juga berperan dalam menentukankonformasi proteinkarena adanyaikatan hidrogenpada gugus tiol. Sumber utama sisteina pada makanan adalahcabai,bawang putih,bawang bombay, brokoli,haver, dan inti bulirgandum(embrio). L-sistein juga diproduksi secara industri melaluihidrolisisrambutmanusia danbabisertabulu unggas (Arbianto Purwo 1993).

Tabel 5 Hasil uji Xantoproteat

Sampel

Pengamatan

Warna

Albumin 2%

+

Oranye

Gelatin 2%

+

Oranye

Kasein 2%

+

Oranye

Pepton 2%

+

Oranye

Fenol 2%

+

Oranye

Keterangan :(+): Mengandung inti benzene

(-): Tidak mengandung inti benzene

a b c d e

Gambar 5Pengamatan uji Xantoproteat terhadap berbagai larutan: uji Xantoproteat terhadap larutan a (Albumin 2%); uji Xantoproteat terhadap larutan b (Gelatin 2%); uji Xantoproteat terhadap larutan c (Kasein %); uji Xantoproteat terhadap larutan d (Pepton 2%); uji Xantoproteat terhadap larutan e (Fenol 2%)

Uji Xantoproteat merupakan uji untuk menunjukan adanya inti benzene (cincin fenil) pada suatu sampel protein. Dalam uji Xantoproteat, inti benzene akan ternitrasi oleh asam nitrat pekat membentuk turunan nitrobenzene berwarna kuning tua. Pada suasana basa (ditambahkan larutan basa), uji Xantoproteat akan mengubah kompleks warna kuning tua pada sampel menjadi warna orange. Dalam percobaan ini semua sampel menghasilkan uji yang positif terhadap reagen xantropoteat yang ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna kuning tua/kuning muda ketika berada dalam suasana asam (ditambahkan HNO3) dan terbentuk kompleks berwarna jingga/kuning ketika berada dalam suasana basa (ditambahkan NaOH) (Poedjiadi 2007). Fungsi penambahan HNO3 adalah sebagai penyebab terjadinya reaksi nitrasi karena inti benzena dari asam amino akan bereaksi dengan HNO3 dan menghasilkan campuran berwarna kuning (Girindra 1986). Hasil percobaan menunjukkan, larutan protein yang menghasilkan reaksi positif terhadap uji ini adalah albumin 2%, kasein 2%, pepton 2%, gelatin 2%, dan fenol 2%. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam kelima zat uji tersebut terdapat asam amino yang mengandung inti benzena, yaitu tirosin, fenilalanin, atau triptofan.

Gambar 5.1 Gugus asam amino Fenilalanin (Yuwono Triwibowo 2005)

Gambar 5.2 Reaksi uji Xantoproteat (Bintang 2010)

Tabel 6 Hasil uji Biuret

Sampel

Pengamatan

Warna

Albumin 2%

+

Violet

Gelatin 2%

+

Violet

Kasein 2%

-

Tidak berwarna

Pepton 2%

-

Cokelat

Fenol 2%

-

Tidak berwarna

Keterangan :(+): Ada peptida

(-): Tidak ada peptida

a b c d e

Gambar 6Pengamatan uji Biuret terhadap berbagai larutan: uji Biuret terhadap larutan a (Albumin 2%); uji Biuret terhadap larutan b (Gelatin 2%); uji Biuret terhadap larutan c (Kasein 2%); uji Biuret terhadap larutan d (Pepton 2%); uji Biuret terhadap larutan e (Fenol 2%)

Biuret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan dua molekul urea. Uji biuret digunakan untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada sampel protein. Komposisi dari reagen ini adalah senyawa kompleks yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N) dan merupakan hasil reaksi antara dua senyawa urea (CO(NH2) 2). Dalam suasana basa (penambahan NaOH), ion Cu2+ yang berasal dari pereaksi biuret (CuSO4) akan bereaksi dengan gugus CO dan NH dari rantai peptida yang menyusun protein membentuk kompleks berwarna violet (Fessenden & Fessenden 1997).

Gambar 6 Reaksi Uji Biuret (Joshy dan Saraswat 2002)

Percobaan ini menghasilkan hanya larutan albumin 2% dan gelatin 2% yang bereaksi positif menunjukkan warna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sampel tersebut terdapat ikatan peptida yang menggabungkan asam amino yang satu dengan yang lainnya.

Simpulan

Berdasarkan uji protein yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa protein mengandung asam amino yang dapat terlihat keberadaan melalui metode kualitatif. Albumin, kasein dan pepton mengandung asam amino triptofan, cincin fenil, dan gugus asam amino bebas. Ikatan peptida terdapat pada sampel albumin dan gelatin. Gugus asam amino tirosin hanya terdapat pada sampel gelatin. Asam amino bebas dimiliki semua sampel protein kecuali fenol dan sistein terdapat pada albumin. Uji asam amino menunjukan sifat spesifik dari asam amino.

Daftar Pustaka

Arbianto Purwo. 1993.Biokimia Konsep-Konsep Dasar. Bandung (ID): ITB Pr

Bintang Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Fundamentals of Organic Chemistry.

Girindra A. 1986. Biokimia I. Jakarta: Gramedia.

Hart Harold et al. 2003. Kimia Organik. Suminar Setiati Achmadi, penerjemah; Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry.

Katili Abubakar Sidik. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu. 2 (5): 19-29

Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawidjaja, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.

Poedjiadi. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Padmawinata K, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr

Sajuthi Dondin et al. 2010. Purifikasi dan Pencirian Enzim Protease Fibrinolitik

dari Ekstrak Jamur Merang. Jurnal Makara Sains. 14 (2): 145-150

Setiasih Siswati et al. 2006. Karakterisasi Enzim -Amilase Ektrasel dari Isolat Bakteri Termofil SW2. Jurnal Kimia Indonesia. 1 (1): 22-27

Soedarmo D. 1989. Biokimia Umum II. Bogor (ID): IPB Pr.

Sumardjo Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC

Susan L Elfrod, William D Stansfiled. 2007. Schaums Outlines Teori dan Soal-Soal Genetika, Edisi Keempat. Damaring Tyas, penerjemah : Amalia Safitri, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Schaums Outlines Of Theory and Problems Of Genetics, Fourth Edition.

Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia

Yuwono Triwibowo. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta (ID): Erlangga