sayyidul ayyam edisi v | oktober 2015

38
BEBAS, BERKARYA, BERKALA PANCASILA RUH SEJARAH PANCASILA 10, Sect. D Nouveau Kouass Yacoub El-Mansour 10050 Rabat E-mail: [email protected] | Situs: http://www.ppimaroko.com Fakta Lip-Sus ORMABA 2015/2016 FENOMENA TRANSFORMASI KEPEMIMPINAN Opini OKTOBER 2015 EDISI V | SAYYIDUL YYAM

Upload: ppi-maroko

Post on 24-Jul-2016

232 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

1 Oktober silam merupakan perayaan Hari Kesaktian Pancasila. Lima asas sebagai pilar negara Indonesia itu telah sampai penghujung tahun 2015. Untuk merayakannya, buletin Sayyidul Ayyam kembali dengan edisi baru dan mengangkat judul "RUH PANCASILA". Ditambah dengan Liputan Khusus seputar Orientasi Mahasiswa Baru Indonesia di Maroko 2015/2016 menjadi bumbu penyedap tersendiri bagi pembaca. Selamat Membaca!

TRANSCRIPT

Page 1: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

BEBAS, BERKARYA, BERKALA

PANCASILARUH

SEJARAH PANCASILA

10, Sect. D Nouveau Kouass Yacoub El-Mansour 10050 RabatE-mail: [email protected] | Situs: http://www.ppimaroko.com

Fakta

Lip-SusORMABA 2015/2016

FENOMENATRANSFORMASIKEPEMIMPINAN

Opini

OKTOBER 2015EDISI V |

SAYYIDULYYAM

Page 2: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

1

S AFTAR ISI

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

DSalam Redaksi Hal. 2

Sekapur Sirih Hal. 3

Opini Hal. 4

Fakta Hal. 7Sejarah Pancasila Sebagai dasar Negara

CerpenHal. 11

Tahukah Kamu?Hal. 19

Liputan KhususHal. 21ORMABA PPI Maroko 2015-2016

Life Style Hal. 27

Puisi Hal. 30

ArtikelHal. 31

Page 3: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

Segala puji kami haturkan kehad-irat Allah SWT atas karuniaNya sehingga buletin khas PPI Maroko ini dapat terbit ke khalayak kem-bali . Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

Berbicara sukses adalah berar-ti berbicara mengenai ukuran. Ukuran yang nantinya akan dija-dikan sebagai pijakan standar da-lam menetapkan kesuksesan. Dan ukuran ini tentunya berbeda dise-tiap orang. Sebagai mahasiswa di luar negeri, kesuksesan mungkin hanya diukur ketika mendapat-kan nilai yang tinggi di kelas. Se-bagai pedagang akan merasakan kesuksesan ketika mendapatkan untung yang lebih disetiap harin-ya. Remaja yang sedang jatuh cin-ta akan merasakan sukses bila-mana cintanya diterima oleh “dia”.

Itulah ukuran sukses bagi seti-ap orang. Pasti berbeda. Dan be-rangkat dari situ, saya sebagai ketua PPI Maroko terpilih 2015-2016 ingin mengatakan bahwa ukuran kesuksesan bagi organ-isasi adalah menjadi yang ter-baik dari yang sebelumnya atau bahkan bisa melampaui prestasi setelahnya. Tentu menjadi yang terbaik tidak bisa dicapai dengan

diri-sendiri. Harus ada sokongan dari berbagai pihak.Ibarat se-buah pohon yang ingin member-ikan buah dengan kesan terbaik bagi manusia. Disana akan ban-yak elemen-elemen yang saling mendukung satu sama lain. Mu-lai dari air, akar, ranting, daun, dll. Yang saling bahu-membahu demi menciptakan sebuah kehidupan pohon itu. Dan kehidupan pohon itu adalah Organisasi PPI Maroko.

Marilah kita saling bahu-memba-hu dalam membentuk PPI Maroko kedepan menjadi yang lebih baik.

Salam kemajuan!

DFD

2SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

S ALAM REDAKSIAssalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera untuk kita semua dimanapun berada.

Alhamdulillah di awal masa kepengurusan baru periode 2015/2016 ini,

dengan segala upaya, kerja keras, dan kerjasama kawan-kawan

pengurus PPI Maroko beserta beberapa pihak terkait, kami dapat

menghadirkan kembali buletin Sayyidul Ayyam yang sudah menjadi

rutinitas kami yang insya Allah akan hadir setiap akhir bulan.

Sehubungan dengan momentum peringatan Hari Kesaktian Pancasila

yang jatuh pada tanggal 1 Oktober silam, kami mengusung “NILAI-

NILAI PANCASILA, dalam Kehidupan Bernegara dan Bermasyarakat”

sebagai tema besar dalam buletin SA edisi Oktober 2015.

Selain beberapa fakta historis serta opini mengenai dasar negara kita,

Pancasila, beberapa informasi unik dan menarik, serta karya sastra

anak bangsa yang senantiasa menggelitik tajam kami suguhkan pula

bagi para pembaca setia yang budiman.

Tidak diperpanjang lagi, semoga edisi perdana buletin SA pada

kepengurusan kami ini merupakan awal yang baik bagi kelanjutan

yang lebih baik lagi. Kritik dan saran anda adalah harapan kami.

Selamat membaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam redaksi.

Tahukah Kamu?

Page 4: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

3

Segala puji kami haturkan kehad-irat Allah SWT atas karuniaNya sehingga buletin khas PPI Maroko ini dapat terbit ke khalayak kem-bali . Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

Berbicara sukses adalah berar-ti berbicara mengenai ukuran. Ukuran yang nantinya akan dija-dikan sebagai pijakan standar da-lam menetapkan kesuksesan. Dan ukuran ini tentunya berbeda dise-tiap orang. Sebagai mahasiswa di luar negeri, kesuksesan mungkin hanya diukur ketika mendapat-kan nilai yang tinggi di kelas. Se-bagai pedagang akan merasakan kesuksesan ketika mendapatkan untung yang lebih disetiap harin-ya. Remaja yang sedang jatuh cin-ta akan merasakan sukses bila-mana cintanya diterima oleh “dia”.

Itulah ukuran sukses bagi seti-ap orang. Pasti berbeda. Dan be-rangkat dari situ, saya sebagai ketua PPI Maroko terpilih 2015-2016 ingin mengatakan bahwa ukuran kesuksesan bagi organ-isasi adalah menjadi yang ter-baik dari yang sebelumnya atau bahkan bisa melampaui prestasi

setelahnya. Tentu menjadi yang terbaik tidak bisa dicapai dengan diri-sendiri. Harus ada sokongan dari berbagai pihak.Ibarat se-buah pohon yang ingin member-ikan buah dengan kesan terbaik bagi manusia. Disana akan ban-yak elemen-elemen yang saling mendukung satu sama lain. Mu-lai dari air, akar, ranting, daun, dll. Yang saling bahu-membahu demi menciptakan sebuah kehidupan pohon itu. Dan kehidupan pohon itu adalah Organisasi PPI Maroko.

Marilah kita saling bahu-memba-hu dalam membentuk PPI Maroko kedepan menjadi yang lebih baik.

Salam kemajuan!

Fakih Abdul Azis, Lc.Ketua PPI Maroko

S EKAPUR SIRIH

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

S EKAPUR SIRIH

Page 5: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

4SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

OPINI

Sejak runtuhnya kerajaan Tur-ki Usmani, kaum muslimin mu-lai berfikir kembali merumuskan kehidupan politik mereka se-lanjutnya. Bentuk negara bang-sa, monarkhi, atau bentuk lain yang merepresentasikan lokalitas sepertinya diambil oleh seluruh bangsa beragama Islam. Seba-gian berdiri di atas puing dinasti yang pernah berdiri sebelumnya, sebagian lagi mengadopsi sistem politik modern seperti republik, dan yang lain mencoba meng-gabungkan antara kerajaan dan sistem perpolitikan modern sep-erti monarkhi konstitusional-par-lementer.

Di tengah kondisi demikian, se-bagian orang mengidealkan ne-gara dengan dasar Islam. Bahkan

sebagian lagi memperjuangkan berdirinya suatu sistem yang di-anggap sebagai simbol politik umat Islam yang bersifat inter-nasional, khilafah. Sebagai justi-fikasi bahwa khilafah merupakan sistem yang diridai oleh Nabi, dan selanjutnya oleh Tuhan, mereka menggunakan sebuah hadis yang secara literal menggunakan re-daksi khilāfah. Keberadaan kata khilāfah tersebut dalam hadis disinyalir kuat sebagai dasar ke-harusan mendirikan negara khi-lafah.

“Kepemimpinan umat pada mulanya berdasar an-nubuwwah (wahyu kenabian), kemudian di-gantikan oleh khilāfah ‘ala minhaj an-nubuwwah (penerus perjuang-an Nabi yang memimpin berdasar nilai-nilai kenabian), selanjutnya

Fenomena Transformasi Kepemimpinan oleh: Basyir Arif, S.S.I.

Page 6: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

oleh malik ‘āddh (raja despotis), malik jabariyyah (raja tiran), dan terakhir digantikan oleh khilāfah ‘ala minhaj al-nubuwwah (pene-rus Nabi yang memimpin ber-dasar nilai-nilai kenabian).“

Dalam hal ini Ahmad Ar-Raisu-ni mengutip pendapat Ibnu Asyur yang menawarkan model pemak-naan maqashidi dalam memaha-mi hadis tersebut. Suatu pemak-naan yang lebih mengedepankan pencarian makna sebenarnya dari sebuah teks, sesuai konteks ke-munculannya. Kemudian diambil spiritnya untuk dipakai sebagai perspektif dalam melihat fenome-na yang dihadapi seorang penafsir. Atau untuk menemukan prinsip umum dari suatu teks sehingga dapat menjadi acuan dalam ber-perspektif. Hal ini tidak lain untuk menjadikan sebuah teks relevan untuk dirinya sekaligus konteks-tual untuk kepentingan kekinian.

Perubahan dari satu pola ke pola lainnya tidak dimaksudkan mengafirmasi satu pola dan me-nolak yang lain selama ia sejalan dengan prinsip keadilan dan ke-bajikan publik (kamal al-‘adalah). Juga tidak bermaksud membata-si pola kepemimpinan dalam ka-tegori yang dicantumkan dalam Hadisnya. Karena, dalam kenya-taannya, Nabi juga mengenal pola kekaisaran dan kekisraan, selain mulk atau umara. Atau sistem ke-sukuan, qabilah, yang merupakan sistem kepemimpinan yang popu-ler pada masyarakat Arab saat itu. Redaksi-redaksi yang beragam itu menunjukkan bahwa Hadis terse-but diriwayatkan secara makna-wi. Dengan demikian, redaksi da-pat berubah selama substansinya dijaga dan dipertahankan. Hal ini berarti kemungkinan mengalami perubahan mengikuti pola per-kembangan wawasan masyarakat sedemikian tinggi. Artinya, kerin-

5 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

F enomena Transformasi Kepemimpinan

Page 7: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

duan untuk menghadirkan kem-bali pola kepemimpinan era Nabi yang telah mengalami ‘mitologi-sasi’ juga menjadi semakin ting-gi dengan cara membandingkan dengan pola kepemimpinan yang sedang berkembang di lingkung-an baru masyarakat muslim.

enomena Transformasi Kepemimpinan

Dengan demikian, tidak ada per-soalan tentang pola kepemimpin-an apapun yang digunakan kaum muslimin selama ia relevan deng-an tujuan prinsipil ajaran Nabi SAW. Bila yang dimaksud kepe-mimpinan Nabi SAW adalah sua-

6

Basyir Arif, S.S.I.

tu pola yang berdiri di atas prinsip keadilan, demikian pula dengan khilafah ‘ala minhaji al-nubuwwah, maka pola kepemimpinan apapun termasuk di dalamnya demokrasi dapat tergolong sebagai pola kepe-mimpinan yang diinginkan Nabi SAW, dengan satu catatan, selama ia berjalan di atas rel keadilan.

“Karena, dalam kenyataan-nya, Nabi juga mengenal pola kekaisaran dan kekisra-an, selain mulk atau umara.“

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

Page 8: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

7 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

Setiap negara yang terbentuk di muka bumi ini pasti memiliki na-pak tilas sejarah yang begitu pan-jang. Tak sedikit dari negara-negara yang berkembang harus berperang, melawan penjajah demi menggapai kemerdekaan. Darah para pahla-wan yang mengalir, tangisan anak kecil, jeritan kaum ibu, teriakan muda-mudi di mana-mana men-gobarkan api semangat, semuanya harus diganti dengan kemerdekaan. Kemerdekaan fisik dan non-fisik. Tak Terkecuali bangsa Indonesia, bangsa besar yang sudah selayak-nya memperoleh kemerdekaan. Berhak mengurus sendiri berbagai kekayaan alam dengan sumber daya manusia yang cukup memadai.

Mencapai kesuksesan visi dan misi adalah tujuan setiap komuni-tas. Bermula dari komunitas terke-cil dalam masyarakat, semisal kelu-arga, sehingga komunitas berskala besar, semisal bangsa Indonesia. Oleh karena itu, eksistensi atur-an dan undang-undang pada seti-

ap bangsa merupakan harga mati dalam menjalankan visi dan misi ke depannya. Nah, pancasila mer-upakan bentuk implementasi dari aturan dasar negara Indonesia.Ten-tunya pancasila ini dituntut bersifat universal dan komprehensif sesuai dengan kuantitas dan keberagaman suku dan budaya rakyat Indonesia.

Pancasila hadir pertama kali sebagai dasar negara Indonesia yaitu ketika Ir. Soekarno menyam-paikan pidato di hadapan BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) yang kala itu belum berjudul, pada tanggal 1 juni 1945.

Detik-detik akhir Perang Dun-ia II, kekalahan Jepang pada sekutu dalam perang Pasifik tak lagi bisa disembunyikan. Hal ini mendesak Jenderal Kuniaki Koisi yang saat itu menjabat sebagai Perdana Ment-eri Jepang untuk mengumumkan sebuah rencana untuk Indonesia ke depannya pada tanggal 7 Sep-tember 1944. Hal yang diumumkan oleh Koisi ternyata adalah sebuah

F AKTASEJARAH PANCASILA

SEBAGAI DASAR NEGARA

Page 9: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

8SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

rencana untuk memerdekakan In-donesia ketika Jepang berhasil memenangkan perang Asia Timur, berharap pengumuman ini akan membuat Indonesia berpikir bahwa pasukan Sekutu adalah perenggut kemerdekaan mereka. Bibit yang akan membentuk lahirnya pancas-ila sebagai ideologi dan dasar neg-ara Indonesia muncul ketika pada 1 Maret, Kumakichi Harada mem-beritahukan tentang pembentukan badan yang bertugas menyelidiki usaha persiapan kemerdekaan den-gan nama Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dis-ingkat BPUPKI).

Pada 28 Mei 1945, BPUPKI mengadakan sidang pertama mer-eka di gedung Volksraad, Jalan Pe-jambon 6, Jakarta. Sidang hari per-tama ini hanya merupakan upacara pelantikan, dan sidang sesungguhn-ya baru dimulai keesokan harinya selama empat hari. Pada sidang ini, Muhammad Yamin menyampaikan pidato dan merumuskan hal yang menjadi awal sejarah lahirnya Pan-casila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia, yaitu: ideologi Kebangsaan, ideologi kemanusiaan,

ideologi ketuhanan, ideologi ker-akyatan, dan ideologi kesejahter-aan. Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mencetuskan dasar-dasar kebangsaan, internasionalisme, kesejahteraan, ketuhanan, dan mu-fakat sebagai dasar negara. Ia juga memberi nama dasar-dasar terse-but Pancasila, dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar atau azas.

Usulan Pancasila milik Soekar-no kemudian ditanggapi dengan se-rius, menyebabkan lahirnya Panitia Sembilan yang berisi Soekarno, Mo-hammad Hatta, Marami Abikoesno, Abdul Kahar, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Mohammad Yamin, dan Wahid Hasjim. Panitia ini kemudian bertugas untuk merumuskan ulang Pancasila yang telah dicetuskan oleh Soekarno dalam pidatonya.

Rumusan selanjutnya yang nantinya menjadi pencipta sejarah lahirnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia adalah ketika dibuatnya Piagam Jakarta, di sebuah rapat non-formal pada 22 Juni 1945 dengan 38 anggota BPUP-KI. Pada pertemuan ini, terjadi de-bat antara golongan Islam yang in-gin Indonesia menjadi negara Islam

SEBAGAI DASAR NEGARA

Page 10: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

9 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

dan golongan yang ingin Indonesia menjadi negara sekuler. Ketika mer-eka mencapai persetujuan, dib-uatlah sebuah dokumen bernama Piagam Jakarta yang di dalamnya terdapat usulan bahwa pemeluk ag-ama Islam wajib menjalankan syari-at Islam. Rancangan ini akhirnya di-bahas secara resmi pada tanggal 10 dan 14 Juli 1945, dimana dokumen ini dipecah menjadi dua, bernama Deklarasi Kemerdekaan dan Pem-bukaan.

Pada sore hari di 17 Agustus ta-hun 1945, menyusul menyerahnya Kekaisaran Jepang, petinggi-peting-gi masyarakat dari daerah Papua, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kalimantan menemui Soekarno untuk menyatakan keberatan mer-eka terhadap rumusan sebelumnya yang menuliskan bahwa pemeluk agama Islam wajib menaati syari’at Islam. Soekarno dengan segera menghubungi Hatta dan meren-

canakan pertemuan dengan wakil-wakil dari golongan Islam yang ten-tu saja keberatan dengan usulan ini pada awalnya. Setelah diskusi cukup mendalam, kalimat dalam rumusan tersebut kemudian diubah menjadi “ketuhanan yang maha esa” demi menjaga kesatuan Indonesia.

Pada akhir tahun 1949, Repub-lik Indonesia harus menerima ru-musan penggantian bentuk pemer-intahan menjadi negara federal dan hanya menjadi negara bagian Be-landa. Pada masa ini, sudah terben-tuk kerangka Pancasila yang hampir mengikuti Pancasila modern. Be-berapa bulan setelah menjadi RIS, banyak negara bagian yang memilih bergabung dengan RI Yogyakarta, dan setuju mengadakan perubahan konstitusi RIS menjadi UUDS. Pada era kehancuran RIS ini, kerangka Pancasila belum berubah dari era awal RIS dibentuk oleh Belanda.

Ketika 5 Juli 1959 tiba, presiden Soekarno memutuskan untuk men-etapkan UUD yang disahkan pada 18 Agustus oleh PPKI untuk meng-gantikan UUDS yang gagal mencip-takan kestabilan negara pada saat itu. Menyusul penggunaan kembali UUD 1945, Pancasila yang menja-

“1 Juni 1945, Soekarno mencetuskan dasar-dasar kebangsaan, internasional-isme, kesejahteraan, ketu-hanan, dan mufakat.”

Page 11: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

10SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

di rumusan resmi adalah Pancasila dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan Pancasila yang kita ke-nal di era modern ini.

Hal lain yang menjadi titik penting dalam sejarah lahirnya Pan-casila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia adalah saat ter-jadi insiden Gerakan 30 September

(G30S) pada tahun 1965. Meskipun hingga saat ini masih sering terjadi perdebatan tentang siapa dan apa motif yang ada di belakang insiden ini, pihak militer bersama dengan kelompok agama terbesar pada waktu itu sepakat untuk menyebar-kan kabar bahwa penggiat insiden ini adalah PKI yang ingin mengubah ideologi negara dari Pancasila men-jadi ideologi Komunis. Karena upa-ya kudeta ini gagal, pemerintahan orde baru memutuskan 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila, menyimbolkan bahwa Pancasila menunjukkan kekuatannya (kesak-tiannya) terhadap ideologi Komu-nis.

“Pancasila yang menjadi rumusan resmi adalah Pan-casila dalam pembukaan UUD”

Nama: Rijalul Haq

Pendidikan: S1 Dirasat Islamiyyah,

Universitas Mohammed VTempat Tanggal Lahir:

Aceh Besar, 18 April 1995

BIODATAPENULIS

Page 12: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201511

CERPEN

M I M P Ioleh: Agus G. Ahmad

Pernahkah kamu terbangun dari tidur, semula gelap, kemudian perlahan-lahan matamu terbuka, dan kamu seketika bingung antara depan dan belakang, kanan dan kiri, pernahkah? Saat nafas kembali teratur namun kamu masih bertan-ya-tanya, ini dimana? Aku pernah. Kapan? Sekarang. Aku masih memakai seragam lengkap. Sepatuku entah kemana. Aku bingung, bahkan penasaran dengan mimik mukaku sekarang. Se-bentar, ini dimana? Aku mengendus sekitar. Genangan air dimana-ma-na, beberapa yang terperangkap di lubang jalan sudah menggumpal dengan tanah, menjadikannya lum-pur. Oh iya, dingin. Tubuhku meng-gigil. Ternyata seragamku tak lebih kering dari tanah sekitar, basah. Ter-utama di bagian bawah lenganku, sementara di tempat lain berkas air sudah mulai meninggalkan benang-nya. Ah, risih sekali. Aku paling tidak suka memakai baju yang belum ker-

ing, apalagi seragam sekolah. Oh ya, ini dimana? Seragam basah ini bisa kupikir nanti. Agak buram, namun jelas ini di sebuah jalan. Nama ja-lannya aku sendiri belum menerka. Kenapa buram? Mana kacamataku? Aku meraba sekitar. Tunggu, apa ini yang aku duduki? Ah sial! Kaca-mataku sendiri. Sudahlah, biar nan-ti aku beli lagi yang bekas di pasar. Sementara biar kupakai yang ada, meski retak tepat di mata kananku. Sekarang aku sudah bisa me-lihat jelas. Aku tahu tempat ini, bukannya tadi tidak tahu, sejenak tadi hanya lupa, ditambah nyawaku belum kembali sempurna, dan jan-gan lupa insiden kacamata yang tadi. Ini jalan yang biasa aku lewa-ti tiap pagi, dari rumah ke sekolah. Ratusan, ah bukan, ribuan kali aku melangkahi jalan ini. Bahkan aku sangat hafal di depan sana ada pe-rempatan, jika berjalan lurus ke-depan akan sampai di sekolahku. Jika belok ke kanan, akan sampai

Page 13: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

12SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

di kali yang membelah desaku den-gan desa sebelah. Jika belok ke kiri, kamu akan berujung di kematian. Maksudku, kuburan umum. Loh? Sekarang pertanyaannya semakin bercabang. Mengapa bisa kuterti-dur disini? Sejak kapan? Bagaima-na? Siapa aku? Tunggu, ini bukan seperti dalam film yang tiba-tiba aku hilang ingatan sebegitu parahn-ya kan. Tentu aku ingat siapa aku. Tepat di dada, disitu tertera nama “DAMANHURI”, ini kan seragam se-kolah. Bahkan nama sekolahku ter-cantum di lengan kanan. Haha. Iya benar, namaku Damanhuri, biasa dipanggil Amang. Benar kan, tak ada cerita hilang ingatan. Namun pertanyaan “mengapa, kapan dan bagaimana” masih misterius, akan kutemukan jawabannya segera. Aku tak tahu pasti sejak kapan ada disini. Namun yang jelas sekarang menjelang malam, matahari su-dah sayup-sayup di seberang sana, orang bilang sekarang senja. Semua aneh hari ini. Setidaknya setelah terbangun tadi. Setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata tampangku su-dah tak karuan. Seragam putih be-ralih kecokelatan, bekas lumpur dimana-mana. Dan bayangan yang terpantul di genangan air menam-

pakkan seonggok daging penuh luka. Pantas disini sedikit pusing. Pelipisku tergores, darahnya sudah menggumpal. Mungkin bertata-pan dengan bebatuan, tak mun-gkin kan rumput yang bergoyang bisa meninggalkan luka sedemikian rupa. Kacau sekali. Aku harus berge-gas pulang, adikku pasti menunggu di rumah, tak biasanya aku pulang terlambat, sampai petang sekali, sampai malam. Lima tahun terakhir ini begi-tu berat rasanya mengurus adikku sendirian, semenjak terakhir kali ia masih dalam tanggungan ayahku. Sekarang ayah sudah berpulang. Di perempatan tadi, biasanya aku menyempatkan diri belok ke kiri untuk sekedar bersua dengannya. Ayah sakit keras, tak sempat bero-bat. Seminggu terakhirnya masih ia sempatkan menghisap tembakau. “Jangan takut, ayah seribu kali lebih kuat dari penyakit ini!” Begitu kata ayah saat aku berkata, “Ayah jangan pergi dulu.”Pembohong, seminggu kemudian aku dan adikku berkabung. Mana yang katanya seribu kali lebih kuat? Adikku berhari-hari kemudian ma-sih mengurung diri di kamar. Ma-sakan buatanku hampir tak disen-

Page 14: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201513

tuhnya, sampai dingin menunggu di depan pintu. Mungkin ia lebih suka masakan ayah. Ibuku? Dia bah-kan sudah punya momongan baru semenjak bercerai dengan ayah. Hubungan kami masih berjalan baik. Setidaknya ia masih menele-pon rumah tiap triwulan. Kenapa ia meninggalkan kami berdua? Aku pun tak tahu. Ini juga pertanyaan yang masih misterius, selain per-tanyaan “mengapa, kapan, dan bagaimana” tadi. Semenjak ibu dan ayah pergi, kami berdua bisa mem-bayar uang sekolah dengan label “yatim piatu”. Kami terpaksa tinggal bersama paman -yang beruntung- tinggal sendiri di rumahnya. Ini sekedar kisah masa lalu, sekedar intermezo. Ah, kenapa aku jadi sentimental. Sekarang sudah sampai di rumah. Tumben seka-li pintu rumah tak terkunci, ada mainan kapal-kapalan tergeletak di depan, apa lagi ini? Tak ada tanda kehidupan di dalam. Ah, lebih baik bergegas membersihkan badan. Bau sekali. Tik tik tik, ada sesuatu menetes dari hidungku. Mungkin aku terkena flu. Airnya tak mau ber-henti keluar. Oh, bukan air rupanya. Ini darah. Darah merah segar. Ti-ba-tiba pandanganku kabur. Gelap. Rasanya saat ayah meninggal juga

seperti ini, hari berhujan, hidungku mimisan, aku mendekap tubuh ayah yang dingin dan mengotorinya dengan darahku.“Ayah jangan pergi dulu.”

...“AMANG!” Ini dimana? Gelap, tenang, damai. Ada suara memanggil di telinga, inikah yang orang bilang antara hid-up dan mati? Tunggu, aku tak ingin mati muda sebelum menikah. “Ayah jangan pergi dulu.” Perlahan ku membuka mata. Kesadaranku berangsur pulih. Ah, air liurku me-netes di sela bibir. Aku mengen-dus sekitar. Mengumpulkan nyawa. Teman-teman tertawa lepas. Disini jadi pusat perhatian. Aneh. Sejenak tadi rasanya masih di rumah, serag-amku masih basah. Sekarang sudah kering, bersih pula. “AMANG!”“Hadir bu!” Aku refleks merespon panggilan. Loh, sekarang ada di da-lam kelas. Pertanyaan “mengapa, kapan dan bagaimana” terjawab. Rupanya tadi hanya mimpi. Sial. Kini aku menjadi sorotan satu ke-las. Temanku sebangku menirukan kata-kata tadi dengan nada berlebi-han, menjengkelkan sekali.“Ayah jangan pergi dulu! Hahaha!”

Page 15: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

14SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

Joni tertawa girang. Gigi gerahamn-ya tampak atas-bawah. Kuambil po-sisi untuk memukul kepalanya.“Amang! Masih bisa bercanda?” Po-tong bu Mufidah di depan. “Mimpi apa? Tampaknya nyenyak sekali?” lanjutnya.“Maaf bu.” Aku hanya tertunduk. Sedikit menyesal karena tak sempat memukul Joni di samping. Joni den-gan senyum setannya masih saja sempat meniru kata-kata barusan. Tanganku gatal. Lalu bel sekolah berdering. Kriing. Jam menunjuk-kan pukul 13.30, waktunya pulang. “Amang, kalau bisa besok bantaln-ya dibawa sekalian ya!” Tutup bu Mufidah. Ah, ini pelajaran yang baru diterangkannya hari ini, ma-jas apa ya namanya? satire? atau sinisme? Entahlah, toh tadi aku ter-tidur. Kelaspun usai. Teman-teman berhamburan keluar. Senang sekali mendengar bel tadi. Joni menepuk pundakku pelan. “Ayah pulang dulu ya nak!” Kali ini kupastikan memukul kepalanya keras. Joni mengaduh ke-sakitan sebelum pulang. Hari ini cer-ah, tidak hujan. Berbanding terbalik dengan mimpi barusan. Entah men-gapa mimpi tadi masih terngiang. Oh, pelipisku sudah sembuh. Tadi memang hanya mimpi.

Ada yang aneh. Sekarang hari Senin, seharusnya tak ada kelas bu Mufidah hari ini. Ah sudahlah, toh jam sekolah sudah berakhir. Ke-las mulai sunyi, tinggal aku sendiri, ditemani catatan-catatan kecil bu Mufidah di papan. Dan umpatan anak-anak di meja kelas. “Ngantuk, kapan selasai?”“Aku suka kamu, kenapa? Bosan.”

“E=mc2”“Kubenci untuk mencintaimu.”Haha, dasar. Sekarang mungkin zaman sudah berubah, tapi satu yang masih sama, coretan di me-ja-meja ini, lalu kelakuan murid-mu-rid yang bosan dan suntuk itu. Bahkan tulisanku sempat terekam disini.“Ayah jangan pergi dulu.”Sialan, kenapa harus kalimat ini. Tunggu, memang aku pernah menulis ini? Tapi jelas ini tulisanku. Oh mungkin Joni sudah mulai mahir meniru gaya tulisanku. Licik. Tapi ia pun baru tahu kalimat itu hari ini, kapan juga sempat menulis di meja? Aneh.“Mang, kelasnya mau dikunci.” Pak Sarwadi (penjaga sekolah) menilik ke dalam kelas. Bola mataku berpu-tar ke pojok kelas, memastikan

Page 16: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201515

kembali tak ada teman yang terting-gal. Yah memang tinggal aku sendiri di dalam.“Sebentar pak.” Aku meringkas buku-buku yang masih tergeletak di bawah meja. Banyak sekali bawaan hari ini, tak biasanya. Aku keluar be-berapa saat kemudian. Pak Sarwadi tampak menggembok pintu kelas sepergianku. Langkahku terhenti sejenak, apa itu di bawah pak Sar-wadi? Tampak seperti besi tergele-tak, entah kenapa aku jadi penasa-ran. “Ada apa lagi Mang?” Pak Sarwadi berbalik ke belakang mendengar suara langkahku kembali ke kelas. “Ada yang ketinggalan?”“Oh enggak pak, gak ada apa-apa.” Aku menjawab ala kadarnya. Pak Sarwadi kembali berjalan, punggu-ngnya penuh keringat, kasihan. Bukankah ini mainan kapal-kapalan? Dimana aku pernah meli-hatnya? Tak asing. Seperti yang di-jual di pasar, mainan lama. Dari besi tua diwarna hitam. Tinggal siapkan ember berisi air, sulut api di dalam kapal, siap berlayar. Dulu begitu menyenangkan, setidaknya melihat kapal berputar-putar di dalam em-ber kecil sudah jadi hiburan yang menarik. Biar kubawa pulang. Adik-

ku pasti senang. Tapi mainan kapal ini, dimana ya aku pernah melihat-nya? Ah sudahlah. Langit tanpa awan, halus seka-li. Matahari sudah masuk awal ba-bak kedua. Sebentar lagi akan turun minum. Tinggal aku sendiri, berdua dengan pak Sarwadi di sekolah, tak nampak batang hidung yang lain.“Mau bareng?” Ada suara dari be-lakang menyapa. Rupanya pak Kadir, guru kesenian. Ternyata ma-sih ada orang ketiga disini. “Boleh pak?” ah bodoh sekali, per-tanyaan macam apa ini? Sekarang yang cocok adalah ungkapan teri-ma kasih. Aku menggerutu dalam diam.“Naik aja, belakang kosong.” Pak Kadir melirik ke jok belakang motor tuanya sambil tersenyum. Tanpa aba-aba aku segera berpindah kes-ana.“Terima kasih pak.” Aku baru sem-pat mengucapkannya. Pak Kadir ha-nya tertawa, entah itu “sama-sama” atau sekedar tawa riuh.Aku mulai mengantuk. Mungkin karena tertiup angin. Suasanan-ya sangat pas untuk memejamkan mata. Hoah. Perlahan gelap. Tan-ganku melingkar erat di pinggang

Page 17: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

16SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

pak Kadir. Semoga perjalanann-ya masih panjang. Aku berdoa da-lam hati. Langit gelap. Disini gelap. Semua gelap.

... Ah silau, apa ini yang ber-pangku di depanku? Menari-nari walau mataku terpejam. Ternya-ta seberkas cahaya dari balik kaca jendela yang mengusik tidurku. Dedaunan di luar sedikit mengha-langi jalur cahaya, memotongnya menjadi berkas-berkas. Ketika angin meniup dedaunan, berkas sinarnya nampak bergoyang. Aku pun terba-ngun. Ini dimana? Empuk, kasur bergoyang pe-lan dan berdenyit saat ku angkat tubuhku. Ini dalam kamar. Jendela yang penuh tempelan itu aku san-gat hafal. Banyak tokoh disana, mu-lai dari Sir Churcill, Nelson Mandela, Bung Tomo, Iwan Fals, dan bebera-pa stiker Slank koleksiku. Ini di ka-marku, aku berani bertaruh. Aneh, sepertinya baru saja aku diantar pulang oleh pak Kadir. Sekarang su-dah pagi. Berapa lamu aku tertidur? Ah, kenapa pusing disini? Aku men-gusap pelipisku, gatal sekali. Perban? Sejak kapan pelipisku dibungkus perban macam ini? Jan-gan main-main! Aku merobek pak-sa perban sialan itu. Ah, sakit sekali.

Ini mimpi yang tadi. Aku ingat seka-rang. Aku sedang bermimpi. Sama seperti mimpi dalam kelas tadi. Yang sebenarnya sekarang adalah dalam perjalanan pulang menuju rumah paman. Aku tertidur di punggung pak Kadir. Bukan main. Nyata seka-li. Bahkan sakit di pelipis ini begitu nyeri sampai aku pun melirih. Mim-pi yang aneh. Hahaha. Aku tertawa sendiri dalam kamar. Ah, sakit, pe-lipisku sakit. Tiba-tiba pintu terbu-ka. Paman muncul dari balik sana.“Kamu sudah bangun Mang?”“Paman? Kenapa ramai diluar? Tumben rapi sekali?” Ah aku lupa, ini mimpi. Paman bebas memakai baju apa saja. Walaupun nyatanya ia hanya seorang petani. “Kamu baik-baik aja Mang?” Suara paman terdengar serak. Raut wa-jahnya sendu. “Paman sakit?” “Mang, ada ibumu datang.”Aku diam. Aku ingin bangun dari tidur sekarang. “Mana Wawan?” Suaraku setengah teriak. Seharusn-ya ini mimpi. Dalam mimpi aku tak boleh emosi. Dan tak harus mem-bawa perasaan. Tapi entah, seka-rang aku kalut. Ibuku diluar, namun justru adikku yang kepikiran. “Mana Wawan?” Jika ini mimpi, kenapa

Page 18: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201517

emosi ini begitu nyata Tuhan?“Ayo ikut keluar Mang, biar paman antarkan.” Paman menjawab sing-kat. Nafasnya tertahan. Tampak bu-lir air mata disana menunggu kelu-ar. Aku beranjak. Ranjang berdenyit pelan. Sungguh mimpi yang aneh. Ka-pan aku sampai di rumah? Kenapa pak Kadir tak membangunkanku? Apa tak ada polisi tidur yang meng-goyangkan sedikit saja motor tua ini? Aku menampar muka. Diluar orang-orang berkeru-mun, membaca Yasin. Pak Kepala Desa, kepala sekolah, ibu penjual sayur di samping rumah, Joni, bah-kan bu Mufidah. Ada acara apa? Kenapa aku terus bertanya dima-na Wawan? Adikku itu memang sering bermain diluar, berenang di kali desa, pun sering berteng-kar denganku. Kenapa kenangan bersamanya teringat sekarang. Air mata ini datang dari mana? Ah, aku menangis. Kenapa harus menangis? Apakah mimpi selalu senyata ini? Sedemikian menyentuh. Oke, seka-rang aku baru kepikiran pertanyaan ini. “Mana ibu paman?”“Biar paman antar.” Orang-orang menatapku. Aku diam. Berdua kami keluar dari rumah den-

gan iringan Yasin warga sekitar. Jika ini mimpi, aku ingin segera terbangun kawan. Tapi aku sudah terbangun, dan ini bukan mimpi. Adikku Wawan sudah terbujur kaku dibawah sana. Bersanding sepetak tanah dengan ayah. Ah aku ingat, ada dua waktu ketika ibu mampir ke rumah selepas bercerai dengan ayah yang banyak hutang itu. Per-tama, saat kematian ayah. Kedua, sekarang. Apa ini? Darah, hidungku mim-isan. Selalu begini. Ketika ibu pergi, ketika ayah pergi, ketika Wawan pergi. Ia hanyut di kali kemarin. Selepas sekolah aku membeli main-an kapal-kapalan untuknya, pas-ti ia senang pikirku. Hujan deras bergemuruh, tanah sudah menjadi lumpur. Air kali sudah mencium ba-tas bibir. Arusnya deras sekali, dari perempatan pun terdengar suara-nya. Berita tenggelamnya Wawan kudengar sesaat setelah masuk ru-mah. Paman menangis sesenggu-kan kemarin. Mainan kapal campak di depan pintu, aku lari menuju per-empatan belok ke kanan, belok ke kali sialan. Licin sekali jalannya, kaki-ku tergelincir, kepalaku membentur batu besar di pinggir jalan sebelum sampai perempatan, sungguh sial. Lalu? Kamu tahu ceritanya kawan.

Page 19: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

18SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

Aku terbangun bingung. Dengan se-ragam setengah basah dan pelipis berdarah. Lalu kembali ke rumah, untuk terjatuh pingsan kembali dis-ana. Tengah malam tubuh Wawan ditemukan. Paman memindahkan tubuhku ke kamar. Wawan sudah tak bernyawa. Aku masih terlelap dalam mimpi indahku, di dalam ke-las, ditegur bu Mufidah. Jika ini mimpi, aku ingin ban-gun sekarang kawan. Semenjak tadi aku mendengar ibu menangis di de-pan pusara mereka berdua, Wawan dan ayah. Anak dan suaminya. Aku meminjamkan pundak pada ibu. Banyak pertanyaan yang ingin kusampaikan, bagaimana kabar anaknya sekarang? Apakah suami ibu baik? Lebih baik dari ayah? Apa-kah ibu akan datang ke rumah keti-ka aku pergi nanti? Ibu, aku pulang.Lalu darah menetes dari hidungku. Selalu begini.

“Wawan jangan pergi dulu!”...

AGUSG.

AHMAD

Page 20: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201519 SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201519

Delima (bukan dilema lho, ya). Bagi sebagian kawan-kawan mungkin sering mendengar atau juga menyanyikan nyanyian permainan anak-anak yang dalam salah satu baitnya terdapat kalimat “merah-merah delima...”, sehingga terpatri dalam pikiran apabila ditanyakan tentang “apa itu delima?” yang pertama terlintas adalah buah berwarna merah. Bagaimana asal-usul buah ini? Apa saja manfaat yang terkandung dalam merah-merah delima ini? Kami akan berusaha menjawab ke-kepo-an pembaca sekalian.

Delima, pomegranate, grenade (punica granatum) adalah tanaman buah-buahan yang dapat tumbuh setinggi lima hingga delapan meter. Diperkirakan tanaman ini berasal dari Iran, namun telah lama dikembangbiakkan di daerah Mediterania. Tanaman ini juga banyak ditanam di daerah Cina Selatan dan Asia Tenggara. Bangsa Moor (bangsa Muslim dari

zaman pertengahan yang tinggal di Andalus, Maroko, juga Afrika Barat), memberi nama salah satu kota kuno di Spanyol dengan nama Granada berdasarkan buah delima ini. Masyarakat Perancis menyebut delima dengan sebutan ‘pomme garnete’ atau apel berbiji, karena pada kenyataanya delima memiliki setidaknya 800 biji di dalamnya.

Jenis-jenis dunia yang dikenal masyarakat pada umumnya ada tiga macam, yaitu delima merah, delima putih, dan delima ungu. Secara kasat mata memang tidak terlihat bedanya, karena perbedaannya ada pada warna bijinya, bukan warna kulit atau tampak luarnya. Jadi, ketika kawan pembaca membeli delima dan mendapati bijinya berwarna putih ketika akan dimakan, jangan kecewa dan merasa tertipu oleh bakul delima, namun karena memang ada jenis delima yang berwarna putih.

Buah delima memiliki banyak sekali manfaat berdasarkan apa yang terkandung didalamnya. Selain memiliki kadar antioksidan yang tinggi, buah ini juga memiliki kandungan ion kalium (potasium), vitamin A, C, dan E serta asam folic. Dari bagian biji yang dapat dimakan, terdapat kandungan kalium per 100

D E L I M A

T AHUKAH KAMU?

Page 21: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

20SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015 20SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

gram (259 mg/gr), energi 63 kal, serta 30 mg vitamin C.

Nah, dari vitamin serta segala yang terkandung di dalamnya, delima menjadi sangat bermanfaat dikonsumsi secara langsung maupun diolah menjadi sari atau jus. Salah satu manfaat delima yang paling utama adalah karena kandungan flavonoidnya. Flavonoid adalah suatu jenis antioksidan kuat yang perannya sangat penting untuk mencegah berkembangnya radikal bebas di tubuh sekaligus memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak serta memberikan perlindungan terhadap beberapa penyakit seperti penyakit jantung dan kanker kulit. Bahkan, kandungan antioksidan dalam segelas sari buah delima jumlahnya lebih banyak dibandingkan antioksidan yang terdapat dalam jeruk ataupun minuman teh hijau.

Buah delima di Maroko, kerap dijumpai di pasar tradisional hingga supermarket pada akhir tahun, ketika cuaca mulai berubah dari panas menjadi dingin. Sangat pas kandungannya dengan keadaan yang dingin sehingga kita tentu membutuhkan banyak asupan vitamin C serta antioksidan.

Khasiat lain buah delima, seperti yang diungkapkan dalam sebuah studi yang dipublikasikan dalam pediatric research, bahwa ibu hamil yang rutin mengonsumsi buah ini saat masa kehamilannya, dapat melindungi otak bayi yang baru lahir setelah mengalami kelahiran traumatik.

Tunggu apalagi, ambil jaket, bawa payung, kantongi dirham, pergi ke pasar dan beli delima. (red.)

Rumaisah Murobbiyah Auliya

Page 22: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201521

Di setiap universitas ten-tulah ada yang namanya orien-tasi kepada setiap mahasiswa baru guna mengenalkan sega-la hal yang berkaitan dengan lingkungan akademik, keor-ganisasian dan apa saja yang dibutuhkan oleh para maha-siswa untuk dapat mencapai apa yang diharapkan.

Begitu pula dengan uni-versitas-universitas di Ma-roko. Namun, orientasi terha-dap mahasiswa baru di Maroko dihandle langsung oleh PPI (Perhimpunan Pelajar Indo-nesia). Kegiatan ini dibina dengan maksimal agar maha-siswa baru dapat memahami lingkungan kampus sebagai suatu lingkungan akademis serta memahami mekanisme yang berlaku di dalamnya.

Orientasi Mahasiswa Baru (ORMABA) yang diselengga-

rakan selama tiga hari ber-turut-turut dalam dua tahap, yaitu tahap pertama dari tang-gal 20 hingga 22 September 2015 untuk mahasiswa baru delegasi Kemenag dan tahap kedua dari tanggal 11 hingga 13 Oktober untuk mahasiswa baru delegasi PBNU silam berjalan dengan lancer dan diikuti dengan antusias oleh para peserta. Pun juga orien-tasi yang diadakan ini sangat efisien karena bertepatan den-gan masa liburan akademik di Maroko.

Orientasi ini dilakukan dua tahap karena setiap tahun-nya keberangkatan mahasiswa baru dari dua jalur tersebut ti-dak serentak. Mahasiswa baru delegasi Kemenag tahun 2015 ini tiba di Maroko pada 20 Sep-tember 2015, sedangkan Ma-hasiswa baru delegasi PBNU

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201521

L IPUTAN KHUSUS

ORMABAOrientasi Mahasiswa Baru

2015/2016Salam Hangat untuk Mahasiswa Baru

Page 23: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

22SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015 22SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

tiba pada 11 Oktober 2015.Kedatangan mereka dis-

ambut hangat oleh para pelajar Indonesia maupun masyarakat Maroko dengan adanya pen-jemputan oleh pihak PPI Ma-roko, KBRI, dan AMCI (Moroc-can Agency Of International Cooperation/Badan Kerjasama Internasional Maroko) yang kemudian diantarkan menuju Asrama Mahasiswa Internasi-onal (Hayy el-Jami’i ed-Dauliy) di Rabat untuk bermalam dis-ana.

“ORMABA tahun ini didesign lebih interaktif yang ar-ahnya kita ingin MABA lebih aktif

dalam mencari ilmu karena melihat tantangan mahasiswa di maroko yang terbesar ada-lah mengisi kekosongan dan serta adaptasi bahasa. Maka program ORMABA tahun ini kita sesuaikan agar MABA bisa menghadapi tantangan tersebut.” Ungkap Ahmad Rifqi Viro Siregar selaku ketua pani-tia ormaba delegasi kemenag 2015.

Selama tiga hari ber-turut-turut, panitia ORMABA mengadakan beberapa pro-gram diantaranya memperke-nalkan berbagai kegiatan in-ternal PPI Maroko dengan tujuan agar mahasiswa baru dapat berintegrasi dengan ce-pat dengan organisasi dan in-

stitusi yang ada di Maroko. Mahasiswa baru juga dia-

jak berkunjung ke beberapa tempat penting di Rabat se-bagai ibukota Maroko seperti: kantor ISESCO, Perpustakaan Nasional Maroko (Bibliothèque Nationale du Royaume au Ma-roc), Dar al-Hadith al-Hassan-iya (salah satu kampus terna-ma di Maroko) dan lainnya. Kunjungan ini bertujuan mer-angsang produktifitas para mahasiswa agar dapat menye-suaikan diri dengan sistem perkuliahan dan lingkungan serta interaksi sosial dengan masyarakat Maroko.

“Tentunya orientasi ini kita kemas dengan bimbingan dan penugasan yg dimbing oleh ketua kelompok agar maba lebih bebas dan berani dalam berpendapat dan kritis dalam berbagai hal.” tambah Viro.

Orientasi Mahasiswa Baru (ORMABA) yang telah diselenggarakan ini merupa-kan salah satu kegiatan per-dana yang ditargetkan ketua PPI Maroko baru yang terpilih dalam pemungutan suara ter-banyak pada Agustus lalu.

“Harapan saya dengan diada-kannya ORMABA periode 2015-2016 kali ini kita dapat

membekali mahasiswa dengan pengetahuan baru terkait PPI Maroko beserta khazanahnya

Page 24: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201523

sebagai dasar ilmu yang nan-ti bisa dijadikan pijakan dalam menghadapi proses pencarian ilmu syariat di Maroko.” tegas Fakih Abdul Azis selaku ket-ua PPI Maroko terpilih periode 2015-2016.

Begitu pula halnya den-gan orientasi yang telah diikuti oleh mahasiswa baru delegasi PBNU. Kegigihan dan seman-gat baru yang muncul di wajah mereka telah mengalahkan kesibukan orientasi yang ber-langsung begitu padat. Tidak heran jika kedua organisasi ini menjadi wadah kekeluargaan bagi mereka. Hal ini sama sep-erti diungkapkan Kusnadi se-bagai ketua PCINU Maroko periode 2014-2016.

“Orientasi Ma-hasiswa Baru atau yang akrab dengan singkatan ORMA-BA adalah sebuah

tradisi yang patut dibangga-kan. Tradisi mengajak, mem-bimbing dan memperkenalkan sesuatu yang tidak ada untung ruginya bagi senior jika tidak dilakukan. Namun bagi junior yang masuk ke dalam suasana dan tradisi yang sama sekali baru, bimbingan semacam ini sangat dibutuhkan. Persis sep-erti yang sering kita ucapkan tak kenal maka tak sayang, se-buah perkenalan adalah pintu masuk bagi kasih sayang aba-di,” tegasnya.

Orientasi yang dirasakan mahasiswa baru delegasi PBNU juga sama seperti yang dirasakan mahasiswa baru del-egasi Kemenag yaitu sebagai wahana untuk mengenalkan dan membekali mahasiswa baru tahun 2015 akan dinami-ka proses pembelajaran sela-ma di Maroko yg mana sangat berbeda dari yang pernah dira-sakan di Indonesia.

“Di hari per-tama mereka dike-nalkan dengan hal-hal yang bersifat ke-Maroko-an dan

khazanah ilmu keislamann-ya dengan relasinya terhadap keilmuan di Indonesia. Selan-jutnya mereka dibekali terkait keorganisasian PPI Maroko dan PCINU Maroko.” terang Basyir Arif, ketua panitia Orm-aba delegasi PBNU 2015.

Adapun kegiatan orientasi ini ada juga yang bersifat out-door, yaitu gerak tubuh sehat bersama senior-senior PPI Ma-roko sekaligus pencarian bakat para mahasiswa baru dalam bidang olahraga dan kesenian yang diadakan oleh Dept. Olah-raga & Seni PPI Maroko di Ge-dung Olahrga (GOR) Maulay Isma’il, Rabat.

Selanjutnya, sebagai rute akhir semua mahasiswa baru dikumpulkan di Sekretariat PPI Maroko. Di sana, diada-kan malam inagurasi untuk

Page 25: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

24SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

lebih mengenal satu sama lain dan mencairkan suasana ser-ta menutup acara ORMABA yang telah berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Seti-ap kelompok yang telah dibagi menampilkan kreatifitas mer-eka pada malam itu. Begitu juga para senior PPI Maroko ikut mempersembahkan per-formance mereka di hadapan mahasiswa baru.

Dalam hal ini PPI Maroko dan PCINU Maroko mengu-capkan banyak terima kasih kepada pihak KBRI, AMCI (Moroccan Agency Of Interna-tional Cooperation), ISESCO, Dar el-Hadith el-Hassaniya, Al-Maktabah el-Wathaniyah Rabat dan semua elemen yang telah banyak membantu dalam

turut serta menyukseskan aca-ra ini.

Terima kasih juga kepada Panitia Acara, Senior-Senior PPI Maroko yang telah berke-nan hadir dan mau memberi-kan nasehat dan pengalaman-nya untuk mahasiswa baru. Rentetan acara ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak.

Selamat datang dan ter-ima kasih juga diucapkan ke-pada mahasiswa baru yang telah berpartisipasi dalam rentetan orientasi ini. Semoga membawa dampak postif da-lam mengarungi kehidupan di bumi seribu benteng ini. Amin. (Azhari Mulyana/Red.)

Page 26: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201525

GALERIOrientasi Mahasiswa Baru

ORMABA

Melihat Teks Kuno di Dar el-Hadits Hassaniyya

Mendengar pengarahan diISESCO

TourHassanRabat

Page 27: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

26SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

Penampilan Malam Inagurasi

Pose di Tour Hassan Rabat

Penampilan delegasi PBNU

Page 28: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201527

L IFE STYLE

Sebuah renungan akhir pe-kan untuk kita semua

Budaya menghukum dan menghakimi para pendidik di Indonesia.

Ku lihat ada sebuah kur-si kosong di ujung taman yang penuh dengan orang saat itu di sore hari yang cerah di mana lan-git bewarna jingga, kaki ku ter-buru mengambil langkah menu-ju 1 bangku kosong yang saat itu ku lihat sebelum ada orang lain yang akan mendahului diriku untuk berduduk santai di taman itu. Lima menit kemudian aku di kagetkan dengan seorang la-ki-laki paruh baya di sampingku, dia tidak bertanya apa-apa den-gan sangat percaya diri bapak itu duduk di bangku yang sama dengan bangku yang saat itu aku duduki.

Pada awal dia duduk aku sangat sebal sekali karena dia tidak permisi atau kah bertanya, semisal “bolehkah saya duduk di samping anda?“ begitu bukan-nya lebih enak dan tidak cang-gung untuk bertegur sapa. Dan mengapa aku bisa bicara pada awalnya, karena dia sebenarn-ya memberikan pelajaran yang sangat bisa diambil oleh siapap-un, terkhusus mungkin untuk di-riku sendiri.

“Lima belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika serikat. Masalahnya, karangan berbahasa inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah di beri nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, atau bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru

BELAJAR MENGAJAR atauMENGAJAR BELAJAR?

oleh: Imro’atul Alimatun Nafi’ah

Page 29: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

28SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

mulai belajar bahasa. Karan-gan yang ia tulis sehari sebel-umnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mence-maskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tu-lisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah. Rupanya karan-gan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan di beri nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah mem-ber nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Ka-lau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya ber-tanya singkat.

“Maaf bapak dari mana?” “Dari Indonesia,” jawab saya. Dia pun tersenyum.

Budaya menghukum, pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. It-ulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan mem-bangun masyarakat.

“saya mengerti”, jawab ibu guru yang wajahnya mulai berker-ut, namun tetap simpatik itu. “beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya di didik di sini,” lanjutnya. “Di negeri anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filo-sofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement!” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun menga-jar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari Negara yang baha-sa ibunya bukan bahasa inggris, saya dapat menjamin, ini ada-lah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang di buat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita ti-dak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita. Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jun-

Page 30: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201529

gkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian pro-gram doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat ber-sahabat. Seorang penguji ber-tanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabann-ya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan me-nerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan tujuan masa de-pan dan mendiskusikan keku-rangan penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.”

Seusai bapak paruh baya tadi bercerita panjang lebar pa-daku, tentang apa yang telah di-alami nya, beliau pun pergi den-gan mengucapkan, “Sudah dulu ya nak, saya pamit dulu, yang rajin rajin belajar jangan kece-wakan orangtuamu,” pesan ba-pak itu padaku tanpa memberi tahu namanya, ia pergi begitu saja.

Senja pun mulai meng-hilang berganti awan hitam menyelimuti langit senja yang indah tadi, “Sepertinya…hujan akan turun,” batinku dalam hati. Segera ku melangkahkan kaki menjauhi bangku yang disana aku mendapatkan banyak pe-lajaran dari bapak paruh baya tadi, meski hanya dalam beber-apa menit saja.

Imro’atul‘Alimatun

Nafi’ah

Page 31: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

*Penulis adalah anak nakal, santun tapi tak

sopan yang lahir di Provinsi BENGKULU dan

bercita-cita jadi Big BOSS.

30SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

P UISIElvin Fajri Rahm

ika Ahm

ad BA

*Puisi? Ah… apa itu…Hanya sederet kata yang semakin tak difaham semakin tinggi nilai jual.Padahal tak lebih dari sekedar membual, hanya kosa kota terlihat bermodal. Ini menurutku… Dan jangan-jangan, tulisan dekil ini juga dianggap puisi? Ah sudahlah… payah kali kau. Tak pandai awak bersilat lidah, hanya cacian yang fasih dan bisa memukau. Apalagi menambahkan rating, bikin tempe aja tak pernah jadi. Mau kata apalagi yang ku buat?Cuma Seribu pantek yang bisa ku ingat.Terlebih tempo hari ada yang berkata padaku dengan ketiba-tibaannya.“Woi Fin janganlah frontal!” Sebab itulah kau tak dianggapnya.

Di pojok sana, si doi ikutan dan bilang, “Janganlah terlalu santai.” Bisa jadi mereka menyeringai.

Otamatis diri bergeming dalam tanya yang membuat gontai. Ape maksud dia bilang macam tu…? Aku begini karena capek jadi orang itu. Coba kau tengok Indonesia, sudah lelah dia menjadi suatu yang lain.Pancasila juga setengah basi, karena aslinya itu produk lain.Dan sekarang kita punya negara sudah mau kembali jadi dirinya.Tapi PBB bilang, ”Woi Jokowi janganlah frontal!” Sebab itulah Rupiah tak ada harganya.

Puisi Pantek!

Page 32: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201531

A RTIKEL

Menjadi Muslim

Setelah sekitar tiga seten-gah abad terjajah oleh Belanda dan kurang lebih tiga tahun dija-jah oleh Jepang, Indonesia ber-hasilkan memerdekakan dirinya dari penjajahan dan memprokla-masikan kemerdekaan nya pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan yang didapat dengan seluruh ker-ja keras dan usaha itu, mereka langsung membangun kembali yang sudah sekian lama “terti-dur”. Diantara keputusan yang disepakati adalah menjadikan Pancasila sebagai dasar dalam bernegara.

Jika ditilik dari sila pertama hingga kelima, sebenarnya tidak ada yang salah dengan Pancasi-la, karena sejatinya tidak ada hal yang bersifat kontradiktif antara butir – butir Pancasila dan aja-ran – ajaran agama Islam. Bah-kan, Pancasila itu sendiri bisa

menciptakan kesinambungan antara berislam dan bernegara yang baik di negri yang bermay-oritaskan muslim ini.

Di sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” kita diajak untuk kembali meneguhkan “ketauhi-dan” kita. Ini senada dengan isi dari salah satu surat yang oleh Rasulullah dinyatakan berisi sep-ertiga Al Qur’an, Surat Al Ikhlas. Meski bukanlah negara Islam, tapi kita tidak bisa memungkiri bahwa diantara agama-agama yang diakui di Indonesia hany-alah Islam yang Bertuhankan Satu Yang Esa. Dan jika kembali ditilik dari kata pertama “Ketu-hanan” maka kita bisa simpul-kan bahwa negara ini tidak bisa “disekulerkan” atau memisah-kan antara agama dan negara. Karena jika itu terjadi, maka tel-ah menyalahi dasar negara yang sudah disepakati.

Yang PancasilaisArif Afandi Z.oleh:

Page 33: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

32SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

Sila kedua berbunyikan “Ke-manusiaan yang adil dan berad-ab” juga menegaskan konsep “al-‘adl” dalam Islam, dimana seorang muslim dituntut untuk bersikap adil dalam segala hal. Seperti yang Allah firmankan da-lam surat An-Nahl ayat ke-90:

“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajik-an, memberi kepada kaum kera-bat, dan Allah melarang dari per-buatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pen-gajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Sejalan dengan firman Allah diatas, sila kedua ini mengajak bangsa Indonesia untuk men-jadi manusia yang bersikap adil dalam segala hal. Tidak hanya bersikap adil dalam segala hal, namun kita juga dituntut untuk menjadi pribadi yang beradab. Hal ini juga sejalan dengan mak-sud pengutusan Nabi Muham-mad SAW yaitu untuk menjadi insan yang beradab yaitu den-gan memiliki akhlaq yang sem-purna.

“Persatuan Indonesia” yang menjadi bunyi dari sila ketiga

pun tak luput dari nilai –nilai Is-lam. Dalam surat Ali Imran ayat 103 Allah berfirman:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS Ali Imran:103)

Walau hanya singkat, tetapi bisa kita simpulkan bahwa para perumus Pancasila tidak meng-inginkan adanya perpecahan di negri Indonesia. karena dengan keragamannya, sangat rentan bagi Indonesia terjadi perpeca-han yang disebabkan oleh per-bedaan suku, ras, atau budaya. Namun dengan mengusung moto “Bhinneka Tunggal Ika” In-donesia menegaskan bahwa wa-lau mereka berbeda-beda, tetapi mereka tetap satu. Satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa.

Selanjutnya adalah sila keempat, yang berbunyi “Ker-

Page 34: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201533

akyatan yang dipimpin oleh hik-mat kebijaksanaan dalam per-musyawaratan perwakilan”. ada poin penting yang harus kita garis bawahi yaitu tentang per-musyawaratan. Ini sesuai den-gan ajakan Islam kepada musy-awarah. Saking pentingnya bermusyawarah, Allah sampai menjadikannya salah satu nama surat dalam Al-Qur’an. Surat Asy-Syuro. Di surat itu ayat ke 38 Allah berfirman:

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputus-kan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkah-kan sebagian dari rezeki yang

Kami berikan kepada mereka.”

Yang terakhir adalah “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. yang kembali menegaskan keadilan, tidak ha-nya untuk suatu kalangan, suatu kelompok, mayoritas, atau mi-noritas, tetapi bagi seluruh war-ga Indonesia hal ini juga sejalan dengan Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 52 yang menyuruh kita un-tuk bersikap adil kepada semua

manusia.

Sebagai seorang muslim yang berkebangsaan Indone-sia, maka sepatutnya kita me-nerapkan Pancasila dalam ke-hidupa kita sehari-hari. Bukan berarti kita menafikan Al-Qur’an sebagai pegangan hidup kita, karena pada implementasinya pun tidak ada hal yang kontra-diktif antara Pancasila dan Al-Qur’an. Keduanya bisa berjalan berdampingan untuk kesejahter-aan kita.

Bahwa Allah menyuruh kita untuk menaati Allah, RasulNya dan para pemimpin kita. Maka menjadi muslim yang juga “Pan-casilais” adalah salah satu cara untuk mentaati para pemimpin. Karena Pancasila adalah dasar negara yang sudah ditentukan oleh pemimpin di tempat kita berpijak, Ibu Pertiwi.

“Walau hanya singkat, teta-pi bisa kita simpulkan bahwa para perumus Pancasila tidak menginginkan adanya per-pecahan di negri Indonesia.”

Page 35: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

34SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

BIODATAPENULIS

Nama:

Arif Afandi Zarkasyi

Pendidikan:

S1 Universitas Mohammed V

Rabat

Jika kucing berada dalam kondisi yang cukup tenang untuk

tidur, maka sistem gelombang otaknya sama dengan pola manusia yang ber-mimpi ketika tidur.

For Your Info

Page 36: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201535

P OJOK Ada seorang detektif kulit hitam terlilit masalah uang. Sebuah kasus menggiringnya kemana ia tak bisa melangkah maju/mundur. Pelik seka-li. Di ujung sana seorang wanita -kulit hitam- menelepon dari ruang kerja, sedikit cekcok dengan kekasih detek-tifnya. Pertengkaran ditutup dengan bumbu gombal dan rayuan ala holly-wood. Ciamik! Sekilas adegan dalam film Inside Man karya Sutradara Amerika ter-nama Shelton Jackson “Spike” Lee, yang juga berkulit hitam. Sejujurnya ini bukan film tentang diskriminasi kulit hitam (walaupun banyak pem-eran negro disana), pun juga bukan tentang rasisme warga Amerika (wa-laupun tampak adegan seorang Sikh yang berjenggot disangka sebagai ter-oris). Lebih daripada itu, disini meng-hadirkan kejahatan indah nan heroik dari para terduga “pembajak bank”. Pahlawan dan penjahat selalu menjadi dua tokoh yang bertolak be-lakang, bersaing satu sama lain untuk merebut perhatian masyarakat, ber-tikai di halaman depan warta kota, ataupun saling adu ketangkasan dan bertaruh harga diri serta kehormatan. Asumsi ini tumbuh dan berkembang di hati tiap orang. Walaupun tanpa

disadari, justru mereka (pahlawan dan penjahat) adalah sepasang keka-sih, suami-istri yang sering bertikai, bertengkar problema rumah tangga, namun keduanya sadar dan paham, mereka paling mengerti satu sama lain. Dalam istilah yang intim, kita sering mengucapkannya sebagai “ke-mesraan”. Penjahat di film Inside Man su-dah barang tentu bajingan bagi para sandera disana. Perampokan bank besar-besaran, dengan menyandera seluruh nasabah dan karyawan yang -apesnya- ada di dalam bank, bukan main. Detektif Keith Frazier (yang diperankan sangat meng-goda oleh Denzel Washington) harus menunda acara kencannya dengan sang kekasih lantaran kasus ini, sung-guh kasihan. Namun justru jasa kon-seling datang dari dalang dibalik per-ampokan bank. Detektif Frazier yang berusaha mengontak bos penjahat untuk bernegoisasi, mendapat lampu hijau ketika diperkenankan masuk ke dalam bank, dengan dalih memeriksa sandera.“Kuberitahu, semua tempat su-dah dikepung. Jika jadi kau, aku tak nyaman disini.”

PENJAHAToleh: G.

Page 37: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

36SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 2015

“Tidak? Aku punya orang dalam.”“Kenapa tak keluar dari pintu depan saja?”“Akan kulakukan. Aku akan keluar dari depan jika sudah siap.”“Bisa kau lakukan hari ini?”“Kurasa tidak. Ada proposal lain?”“Oh tidak, jangan katakan proposal, pacarku dia ingin proposal dariku.”“Usiamu terlalu muda untuk menikah.”“Bukan, aku terlalu miskin. Mungkin sebaiknya aku merampok bank.”“Kalian saling mencintai?” “Ya, memang.” “Kalau begitu, uang tak ada artinya.” “Terima kasih, peram pok bank.” ...Dialog diakhiri meski dengan adegan kekerasan. Detektif Frazier menjatuh-kan perampok dan bergulingan bersa-ma di tangga. Komplotannya yang lain mengarahkan pistol ke kepala detek-tif. Detektif menyerah dan keluar dari pintu depan. Penjahat terkadang muncul se-bagai bentuk penyeimbang dari domi-nasi pahlawan. Sebagai pendobrak aturan dan hukum-hukum yang sela-lu hanya datang sejenak, kemudian menghilang. Detektif Frazier mungkin keluar tanpa membebaskan sandera,

namun polemik cinta dengan sang kekasih sedikitnya telah terobati. It-ulah guna terima kasih. Sekali lagi, pahlawan dan penjahat selalu saling mengerti, selalu saling memahami. Polisi dan pencuri yang kejar-kejaran, pencuri kabur dengan memikirkan perasaan polisi untuk mengejar, pun juga sebaliknya. Akhir kasus ini tak ada korban jiwa. Tak ada uang yang dirampok. Tak ada gedung yang rusak. Lalu? De-tektif Frazier kembali ke bank beber-apa hari setelah kasus ditutup, masih menyandang nama detektif. Di depan pintu ia bertabrakan dengan seorang nasabah yang akan keluar dari depan. Malam harinya sang detektif pu-lang ke rumah, ditunggu sang kekasih gelapnya. Saat membuka baju, ia baru sadar sebongkah permata menyelip di jasnya. Ah, pencuri tadi yang keluar lewat pintu depan. Terima kasih, per-ampok bank....Sementara di dalam mobil perampok bank sedang sibuk berdiskusi.“Kau yakin memberikannya?”“Dia orang yang tepat untuk mener-imanya.” (Red.)

PENJAHAT

Page 38: SAYYIDUL AYYAM EDISI V | OKTOBER 2015

SAYYIDUL AYYAM | EDISI V | OKTOBER 201535