referat usg hepatobilliary
DESCRIPTION
Kepaniteran Klinik SMF RadiologiTRANSCRIPT
1
REFERAT
GAMBARAN RADIOLOGI
USG HEPATOBILLIARY
Pembimbing :
dr.Hj. Nurwita A, Sp.Rad, MH.Kes
Oleh :
Meiliska Aulyanissa
NPM 10310230
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS) SMF ILMU RADIOLOGI
RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga referat yang berjudul “Gambaran Radiologi USG
Hepatobilliary” ini dapat diselesaikan. Referat ini merupakan salah satu
pemenuhan syarat kepamitraan klinik senior di Bagian Ilmu Radiologi
Fakultas kedokteran Universitas Malahayati RSUD Tasikmalaya.
Terimakasih penulis ucapakan kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam penulisan referat ini, khususnya dr. Hj. Nurwita A,
Sp.Rad, MH.Kes
sebagai pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan,
dan dukungan dalam penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada rekan-rekan dokter muda dan pihak yang banyak
membantu dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan
untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini.
Tasikmalaya, Maret 2015
penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................1
Kata Pengantar........................................................................................ 2
Daftar Isi ..................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ultrasonografi .............................................................................. 6
B. Anatomi dan Fisiologi Hepar.........................................................8
C. Sirosis Hepatis..............................................................................13
D. Gambaran USG Hepar normal ...................................................15
E. Gambaran USG Kelainan pada Hepar ........................................21
a. Penyakit Parenkrim Hepar ........................................................21
b. Penyakit atau Lesi Pada Fokal Hepar........................................30c. Tumor Hepar ..........................................................................32
F. Gambaran USG kelainan Kandung Empedu ..............................33
G. Anatomi Kandung Empedu ........................................................35
H. Patologi Kelainan Kandung Empedu .........................................38
1. Kolelithiasis ...........................................................................38
2. Lumpur Empedu (Sludge).....................................................39
3. Kolesistisis Akut ...................................................................41
4. Kolesistisis Kronik ...............................................................42
5. Polip .....................................................................................43
6. Keganasan ............................................................................44
BAB III
KESIMPULAN
4
BAB I
LATAR BELAKANG
Ultrasonografi (USG) adalah sebuah teknik pencitraan diagnostik
memanfaatkan gelombang suara ultrasonik yang digunakan untuk menggambarkan
lesi atau kelainan struktur subkutan tubuh, meliputi tendon, otot, sendi, pembuluh
darah, dan organ-organ dalam. Pada awalnya penemuan alat USG diawali dengan
penemuan gelombang ultrasonik. 1,2
Pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara dengan frekuensi 1-10
MHz. Pilihan frekuensi menentukan resolusi gambar dan penembusan ke dalam tubuh
pasien. Gelombang suara frekuensi tinggi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang
terdapat dalam suatu alat yang disebut transducer/probe. Perubahan bentuk akibat
gaya mekanis pada kristal akan menimbulkan tegangan listrik dimana fenomena ini
disebut efek Piezo electric. Bentuk kristal juga akan berubah bila dipengaruhi oleh
medan listrik. Kristal akan mengembang dan mengkerut sesuai dengan pola medan
listrik yang melaluinya sehingga dihasilkan gelombang suara frekuensi tinggi.
Struktur jaringan didalam tubuh akan menghamburkan, memantulkan,
maupun menyerap gelombang suara tersebut dalam tingkat yang berbeda, yang
kemudian dipantulkan kembali (echo) pada transducer, yang merubah gelombang
suara menjadi sinyal elektrik. Komputer merubah pola sinyal elektrik menjadi
gambar, yang ditampilkan di monitor dan dapat direkam berupa film, video tape, dan
atau 6 dicetak.
Ultrasonografi resolusi tinggi juga penunjang diagnosa yang berguna untuk
pemeriksaan klinis dalam menentukan ukuran nodul, untuk mendeteksi nodul
multiple yang tidak dijumpai dengan palpasi, dan untuk mengarahkan pada biopsi
aspirasi jarum halus (FNAB) nodul. Ultrasonografi dapat mengidentifikasi suatu lesi
apakah kistik atau solid, dan mayoritas lesi kistik bersifat jinak.
5
Gambaran USG pada hepar normal terlihat: permukaan yang rata/licin, tepi
yang tajam, Saluran empedu intraheptal terletak sejajar dengan vena porta, karena
diameternya yang kecil maka tidak tampak. Batas vena hepatica homogen, anekoik
yang makin ke perifer makin kecil, dinding tipis, Vena porta sebagai pembuluh
anekoik, dinding tebal, Sonodensitas normal.
Gambaran hasil pemeriksaan kandung empedu sangat khas. Kandung empedu
tergambar sebagai suatu struktur unechoic lonjong. Kandung empedu dikelilingi
dinding hiperechoic yang nantinya akan diukur ketebalannya. Jika skening dilakukan
dengan cara subcostal, maka kandung empedu seolah-olah di dalam struktur
hipoechoic, yaitu hati. 2,3
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) adalah sebuah teknik pencitraan diagnostik
memanfaatkan gelombang suara ultrasonik yang digunakan untuk menggambarkan
lesi atau kelainan struktur subkutan tubuh, meliputi tendon, otot, sendi, pembuluh
darah, dan organ-organ dalam. Pada awalnya penemuan alat USG diawali dengan
penemuan gelombang ultrasonik. Kemudian pada tahun 1920-an, prinsip kerja
gelombang ultrasonik mulai diterapkan dalam bidang kedokteran. Penggunaan
gelombang ultrasonik dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan
untuk kepentingan terapi bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Baru pada
awal tahun 1940, gelombang ultrasonik dinilai memungkinkan untuk digunakan
sebagai sarana diagnosis penyakit. Hal tersebut disimpulkan berkat hasil
eksperimen Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli saraf dari Universitas
Vienna, Austria. Bersama dengan saudaranya, Freiderich, seorang ahli fisika,
berhasil menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak
besar dengan mengukur transmisi pantulan gelombang ultrasonik melalui tulang
tengkorak. 3
Dengan menggunakan transducer (kombinasi alat pengirim dan penerima
data), hasil pemindaian masih berupa gambar dua dimensi terdiri dari barisan titik-
titik berintensitas rendah. Kemudian pada tahun1945 George Ludwig, ahli fisika
Amerika, menyempurnakan alat temuan Dussik tersebut. Teknologi transducer
digital sekitar tahun 1990-an memungkinkan sinyal gelombang ultrasonik yang
diterima menghasilkan tampilan gambar suatu jaringan tub uh dengan lebih jelas.
Penemuan komputer pada pertengahan 1990 sangat membantu teknologi ini.
7
Gelombang ultrasonik akan melalui proses sebagai berikut, pertama,
gelombang akan diterima transducer. Kemudian gelombang tersebut diproses
sedemikian rupa dalamkomputer sehingga bentuk tampilan gambar akan terlihat
pada layar monitor. Transducer yang digunakan terdiri dari transducer penghasil
gambar dua dimensi atau tiga dimensi. Seperti inilah hingga USG berkembang
sedemikian rupa hingga saat ini Secara garis besar, mekanisme kerja USG
mencakup komponen alat yang disebut transducer yang berperan mengubah sinyal
elektrik menjadi gelombang suara frekuensi tinggi, yang dikirim kedalam jaringan
tubuh. 3
Struktur jaringan didalam tubuh akan menghamburkan, memantulkan,
maupun menyerap gelombang suara tersebut dalam tingkat yang berbeda, yang
kemudian dipantulkan kembali (echo) pada transducer, yang merubah gelombang
suara menjadi sinyal elektrik. Komputer merubah pola sinyal elektrik menjadi
gambar, yang ditampilkan di monitor dan dapat direkam berupa film, video tape,
dan atau 6 dicetak. Adapun skema cara kerja dari USG yang memanfaatkan
gelombang ultrasonik adalah sebagai berikut :
1. Transducer
Transducer adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian
tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus
besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transducer terdapat kristal yang
digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh
transducer. Gelombang yang diterima masih dalam bentuk gelombang
akustik (gelombang pantulan) yang harus diubah menjadi gelombang
elektrik sehingga dapat dibaca oleh komputer serta diterjemahkan dalam
bentuk gambar.
2. Monitor
Monitor yang digunakan dalam USG
8
3. Mesin USG
Mesin USG merupakan bagian dari USG yang berfungsi untuk
mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG
merupakan Central Procesing Unit (CPU) USG sehingga di dalamnya
terdapat komponen seperti CPU pada komputer sehingga memungkinkan
USG merubah gelombang menjadi tampilan gambar.
B.ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi sangat kompleks yang terletak di bagian teratas dalam rongga
abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga.
Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.
Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas
berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma. Permukaan bawah tidak rata
dan memperlihatkan lekukan, fisura tranversus. Permukaannya dilintasi oleh
berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati. Fisura longitudinal
memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah. Selanjutnya hati dibagi
menjadi dalam empat belahan (kanan, kiri, kaudata dan kuadrata). Setiap belahan
atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk polyhedral (segibanyak) dan
terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat
bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai dua jenis persediaan, yaitu yang
datang melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta. 3,4
9
Gambar 1. Biliary system
Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris
dengan panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8 – 2 mm. Hati manusia
berisi 50.000 – 100.000 lobulus. Lobulus tersusun atas sel-sel hati yang merupakan
sel-sel besar dengan satu atau dengan dua inti dan sitoplasma glanural yang halus.
Sel-sel hati diatur dalam lapisan-lapisan, satu sel yang tebal, disebut lamina
hepatica. Lamina ini tersusun tidak teratur untuk membentuk dinding dengan sel
hati yang menghubungkan lamina sekitarnya. Diantara lamina terdapat ruang
berisi vena-vena kecil dengan banyak anastomosis diantaranya dan duktus empedu
kecil yang disebut kanakuli. Kanakuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus
biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan.
Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena
hepatica dan kemudian ke vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari
lempeng sel hepar yang memancar secara sentifugal dari vena sentralis seperti
jeruji roda. Disekitar tepi lobulus terdapat kanal portal, masing-masing berisi satu
10
cabang vena porta (vena interlobular), satu cabang arteri hepatica, dan satu duktus
empedu kecil. Ketiga struktur ini bersatu dan disebut triad portal. 3,4
Peritoneum Hati
Hati seluruhnya diliputi kapsula fibrosa namun ada sebagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum viscerale, yaitu pada suatu daerah pada facies posterior
yang melekat langsung pada diafragma, disebut nuda hepatic (NA), syn “bare
area”. Peritoneum viscerale berasal dari mesohepaticum ventrale yang juga ikut
membentuk omentum minus dan ligamentum falciforme hepattis. Omentum minus
terbentang dari porta hepatic ke curvature minor ventriculi dan awal pars superior
duodeni. Ujung kanan omentum minus membungkus bersama vena porta hepatic,
arteria hepatica (propria) dan duktus choledochus. Ligamentum falciforme
hepatic terdiri dari dua lapisan peritoneum dari umbilicus menghubungkan hepar
dengan diafragma dan dinding depan abdomen.
Ligamentum ini mempunyai pinggir bebas yang mengandung ligamentum
teres hepatis (NA, syn. Round ligament of liver) yang merupakan sisa vena
umbilicalis yang telah menutup, dan meliputi beberapa vena kecil, vena
paraumbilicales yang mempunyai hubungan dengan system vena porta hepatis.
Ligamentum falciforme hepatis dan facies anterior hepar meneruskan diri ke arah
atas ke facies superior dan permukaan visceralis membentuk ligamentum
coronarium hepatic (NA). ligamentum coronarium sisi kiri ke ujung kiri
membentuk ligamentum triangulare sinistrum yang ujungnya berhubungan dengan
diafragma sebagai fibrosa hepatic (NA, syn-“fibrous appendix of the liver”). 5,6
Di sebelah kanan lapisan depan dan belakang ligamentum coronarium
memisahkan diri meninggalkan daerah yang kosong peritoneum (area noda
hepatic/”bare area”) untuk selanjutnya ke ujung kanan membentuk ligamentum
triangulare dextrum. (Suddarth, brunner, dkk. 2002 & Putz,R dan R. Pabst.2006)
11
Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu ;
1. Facies diaphragmatika
2. Facies visceralis (inferior)
Gambar 2 : Permukaan heparn (posisi anterior)
Facies diphragmatica hepatic
Permukaanya halus dan cembung sesuai dengan bentuk permukaan bawah
dari kubah diafragma, namun terpisah dari diafragma oleh adanya celah recessus
subphrenicus. Ke arah depan facies diafragmatica berhubungan dengan iga-iga,
precessus xipinoideus, dan dinding depan abdomen. Di sebelah kanan melalui
12
diafragma berhubungan dengan iga 7-11 (pada linea medioaxillaris). Pada facies
superior tedapat lekukan akibat hubungan dengan jantung, disebut impression
cardiac hepatic. Facies superior menghadap ke vertebra thoracalis 10-11, dan
pada sebagian besar tidak mempunyai peritoneum (“bare area”). 3,4
Facies visceralis hepatic
Permukaan ini menghadap ke bawah sedikit ke posterior dan kiri. Pada
facies visceralis terdapat bentuk huruf-H, dengan dua kaki kanan dan kiri.
Lekukan di sisi kiri terdiri dari fissura ligamenti teretis (NA) di depan dan fissure
ligamenti venosi (NA) di belakang, yang masing-masing berisi ligamentum teres
hepatis (sisa vena umbilicalis) dan ligamentum venosum Arantii (sisa duktus
venosus). Lekukan di sisi kanan diisi oleh vesica fellea di depan dan vena cava
inferior di belakang. Porta hepatis di tengah melintang merupakan lekukan dalam
di antara lobi caudatus dan quadratus, arahnya transveralis, dengan panjang kurang
lebih 5 cm, dan merupakan tempat masuk-keluar alat : vena porta hepatis, arteria
hepatica propria/dextra et sinistra, plexus nervosus hepatis, ductus hepaticus, dan
saluran limfe. 5,6
Lobus kaudatus hepar dibatasi oleh porta hepatis di depan, fissure
ligamenti venosi di kiri dan vena cava inferior di kanan. Pada lobus kaudatus hepar
terdapat tonjolan yang memisahkan porta hepatis dengan vena cava inferior,
disebut processus caudatus. Lobus quadaratus di belakang atas dibatasi oleh porta
hepatic, di kanan oleh vesicafellea dan di kiri oleh fissure ligamenti teretis hepatis.
13
C.SIROSIS HEPATIS
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel
hati yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Penyakit ini biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. 5,6
Secara fungsional sirosis diklasifikasi menjadi atas: 5
1. Sirosis hepar kompensata (Laten sirosis hepar)
Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala – gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat screening.
2. Sirosis hepar dekompensata (active sirosis hepar)
Stadium ini biasanya gejala – gejala sudah jelas, misalnya ; asites,
edema dan ikterus
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang memiliki dua
klasifikasi etiologi, yakni etiologi yang diketahui penyebabnya dan etiologi yang
tidak diketahui penyebabnya. Telah diketahui juga bahwa penyakit ini merupakan
stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
Etiologi sirosis hepatis yang diketahui penyebabnya meliputi:
a. Hepatitis Virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari
sirosis hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A.
14
b. Alkohol
Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman
keras. Alkohol dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati
secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat
nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa
sirosis hepatis. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan
lemak dalam hati.
c. Malnutrisi
Faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi
penyebab timbulnya sirosis hepatis. Menurut Campara (1973) untuk
terjadinya sirosis hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu
kekurangan alfa 1-antitripsin.
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-
orang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis
dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat
kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan
defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
e. Hemakromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu :
· penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak dilahirkan
15
· kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari
Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis.
Sedangkan, untuk etiologi sirosis hepatis yang tidak diketahui penyebabnya
dinamakan sirosis kriptogenik. Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan
tandatanda hepatitis atau alkoholisme, Sedangkan dalam makanannya cukup
mengandung protein. Berdasarkan etiologi-etiologi tersebut, sirosis hepatis
digolongkan menjadi tiga tipe, yakni:
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholisme kronis.
2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
PATOFISIOLOGI SIROSIS HEPATIS
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis
atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif.
Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan
membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel
stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular
matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya
septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada
hati. 5,6
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti
16
endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami
kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya
kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan
pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan
pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan
menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak
gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi
portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi
peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu
menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal.
Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatik (varises).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler
sehinga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin
sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur
keseimbangan elektrolit terutama natrium . Dengan peningkatan aldosteron maka
terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan
lama-kelamaan menyebabkan asites dan juga edema.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul
dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai
dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya
menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul. 5,6
17
D. GAMBARAN ULTRASONOGRAFI HEPAR NORMAL 7
Gambaran USG pada hepar normal terlihat :
Permukaan yang rata/licin, tepi yang tajam, Salauran empedu intraheptal
terletak sejajar dengan vena porta, karena diameternya yang kecil maka
tidak tampak.
Batas vena hepatica homogen, anekoik yang makin ke perifer makin
kecil, dinding tipis
Vena porta sebagai pembuluh anekoik, dinding tebal
Sonodensitas normal
Gambar 3 : pembuluh darah portal, V.portae hepatis; foto ultrasonografi
percabangan ke atas pembuluh-pembuluh darah portal ke dalam cabang-cabang utamanya
18
Gambar 5 : Hepar normal – Irisan Longitudinal Gambaran hepar homogeny dengan midlevel echoic, panah putih menunjukan pembuluh
hepar normal, dan panah hitam menunjukan diafragma.
Gambar 4 : Vena-vena hati, Vv.hepatica foto ultrasonografi muara masuk ke vena-vena hati ke dalam vena cava inferior.
19
Gambar 6 : Lobus Hepar – Irisan TransversalTerlihat lobus kanan (RT), kiri(LT), caudate (CL), vena cava inferior(C) Nampak
posterior lobus caudate, (L) fissure lobus.
Hal-hal yang penting yang harus diperhatikan waktu melakukan USG hati
adalah: 7,8
1. Permukaan hati : Parameter ini menurut penelitian paling besar artinya.
Permukaan hati dapat bersifat :
a. Rata (smooth)
b. Tidak rata lagi (fine irrigular)
c. Nodular
2. Tepi dari hati (liver edge) :
a. Tajam rata (sharp smooth)
b. Tajam tidak rata ( sharp irrigular)
c. Tumpul rata ( blunt smooth)
d. Tumpul tidak rata ( blunt irrigular)
3. Ukuran hati : Normal, membesar atau mengkerut.
20
4. Echolevel :a. Hypoechoic ( echo rendah ) atau sering disebut dark liver
b. Isoecho (echo normal)
c. Slight hyperechoic(echo agak meningkat)
d. Hyperechoic (echo tinggi) sering juga disebut bright liver
5. Echopatern :
a. Normal
b. Kasar
c. Diffuse atau homogin
d. Heterogin
6. Dinding pembuluh darah :
a. Tidak tampak
b. Tampak jelas
c. Reflektif (putih mengkilat)
7. Vena porta :
a. Ukuran maksimal 12 mm
b. Pembuluhnya patent atau ada trombus
c. Berkelok-kelok ?
8. V. Hepatika : Melebar (kongestif) atau normal
9. Ukuran limpa : Normal atau membesar.
21
E.GAMBARAN USG KELAINAN PADA HEPAR 7,8
A. Penyakit Parenkim Hepar1. Sirosis Hepatis
Gambaran ultrasonografi pada penyakit sirosis hati berdasarkan fase:
Fase awal:
1. Hati membesar
2. Permukaan ireguler dan tepi hati tumpul
3. Dan terdapat peninggian densitas gema kasar heterogen
Fase Lanjut:
1. Penebalan permukaan hati yang ireguler
2. Parenkim hati terdapat densitas gema kasar heterogen terutama disuperfisial,
sedang profunda terdapat penurunan densitas gema
3. Sebagian hati membesar sebagian hati lagi dalam batas normal, tepi hati
tumpul, gambaran vena hepatica berkelok – berkelok
4. Vena portal melebar dan berkelok – kelok
5. Dapat timbul atenuasi karena adanya fibrosis
Fase sirosis lanjut:
1. Pengecilan hati dan permukaan tebal ireguler
2. Tepi hati tumpul dengan gambaran gema diparenkim berdensitas tinggi
heterogen
3. Vena hepatica terputus – putus dengan gambaran makin berkelok – kelok
4. Vena portal melebar
5. Terlihat daerah bebas gema antara hati dengan dinding perut yang menunjukan
adanya asites
6. Terlihat splenomegali dan tanda – tanda hipertensi portal, pelebaran vena
porta, vena lienalis, umbilicus, coronaria
22
Gambaran ultrasonografi pada penyakit sirosis hati :
Permukaan nodular
Echopattern meningkat, heterogin
V.porta berkelok,ukuran membesar
Pada awal sirosis hepar membesar
Pada sirosis berat ukuran hati mengecil.
Splenomegali mendukung sirosis
Tanda-tanda hipertensi portal misalnya v. porta melebar, dinding kandung
empedu menebal (edema karena tekanan portal)
Sirosis dengan Ascites Gambar 7a dan 7b (USG): Gambar dari pasien yang sama menunjukkan ascites sekitarnya hati dan permukaan hati nodular yang konsisten dengan sirosis.
23
Gambar 8 dari pasien yang sama menunjukkan nodularity dari permukaan hati, echotexture hati kasar dan ascites volume kecil (Gambar 7a)
(Gambar 8b) .Splenomegali karena hipertensi portal dan pembalikan aliran di vena portal pada doppler.
24
(Gambar 8c) juga sama
Gambar courtesy of Dr Ravi Kadasne, MD, radiolog: Pasien ini menunjukkan echotexture kasar hati di scan ultrasound. Gambar USG juga menunjukkan bukti ascites yang membantu
menonjolkan permukaan nodular hati. Vena portal juga tampaknya melebar.
25
Gambar 9: Kotrek arteri hepar: sirosis. Pembesaran dan berbelit-belit arteri hati dapat
ditampilkan pada warna Doppler pencitraan pada sirosis. Hal ini terjadi karena hasil Portal
aliran menurun peningkatan aliran arteri. Susut jaringan hati yang foreshortens arteri,
sehingga penampilan pembuka tutup botol.
Gambar 10: Menyempit vena hepatik pada sirosis. The morfologi distorsi yang disebabkan oleh
sirosis sering menyebabkan kompresi hepar pembuluh darah, yang mengakibatkan
hilangnya gelombang multifase normal. Bentuk gelombang yang menghasilkan rata mirip
dalam penampilan dengan yang terlihat dalam vena portal.
26
Gambar 11: Recanalized vena paraumbilical. Ini warna Doppler Gambar menunjukkan vena
paraumbilical membesar (panah). Ini jaminan atas portal diagnostik untuk hipertensi portal
yang parah. Di kasus ini, vena paraumbilical berkomunikasi dengan internal mammae vena
(panah), yang akan mengalir ke vena subklavia.
27
2. Perlemakan hati (Fatty Liver)
Gambaran Radiologi :
Permukaan rata
Tepi tajam atau sedikit tumpul
Echopattern meningkat, diffuse
Hepar membesar & berbentuk biconvex
Liver kidney contrast : positip ( bright liver )
Dinding pembuluh darah kabur
Gambar 12 : USG Perlemakan hati, tampak gambaran Liver kidney contrast : positif ( bright liver )
28
Gambar 13: USG Perlemakan hepar tahap awal – Tampak gambaran echogenic menyeluruh hepar bertambah, diafragma (panah hitam) dan potongan pembuluh
intrahepatic (panah putih) terlihat baik.
29
3. Hepatitis
Hepatitis akut :
Permukaan rata, tepi tajam
Hepar membesar
Echopattern menurun ( dark liver)
Pembuluh darah terutama vena porta dan cabangnya jelas dan
reflektif
Gambar 14: USG Hepatitis akut – Tampak gambaran Dark Liver.
Hepatitis kronik:
Yang mendukung hepatitis kronik adalah :
Ukuran hati normal
Tepi tumpul, Permukaan tidak rata tetapi belum nodular.
Echopattern meningkatn kasar heterogen
Hepatitis kronik dengan exacerbasi akut :
Klinis hepatitis akut
Seperti gambaran hepatitis kronik tetapi ada gambaran dark
liver dan pembuluh darah dindingnya reflektif
30
b) Penyakit atau lesi fokal hepar
1. Kista
Terlihat sebagai lesi anekoik, bulat atau oval, dinding tipis dan rata
dengan struktur eko di bawahnya lebih hiperekoik.
Gambar 15: USG Kista dan kista multiple – tampak gambaran eko dari kista (C) dengan gambaran hiperekoik dibawahnya.
31
2. Hemangioma
Jarang ditemukan. Biasanya subcapsular atau subdiaphragmatic.
Bentuk bulat, tepi tegas tidak licin. Telihat sebagai gambaran eko
dengan sonodensitas rendah. Struktur bawahnya tidak ada peningkatan
densitas. 7,8,9
Gambar 16 : USG Hemangioma – Tampak gambaran massa hiperekoik (panah)
3. Abses
Gambaran eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-
bercak hiperekoik(debris) didalamnya. Batas tegas, irregukar yang
makin lama bertambah tebal.
Gambar 15 : USG Abses hepar
32
c) Tumor Hepar
1. Hepatoma/karsinoma hepatoseluler
Gambaran hepar membesar, permukaan bergelombang, dan lesi-lesi
fokal intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda dari parenkim
hepar normal. Biasanya menunjukan struktur eko yang lebih tinggi
disertai dengan nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai
anekoik, tepi irregular. 7,8,9
Gambar 17 : USG gambaran Hepatoma/ karsinoma hepatoseluler
33
Gambar 18 : USG gambaran Hepatoma/ karsinoma hepatoseluler yang nodular
34
B. Gambaran USG Kelainan Kandung Empedu
1. Kandung Empedu
Saat ini secara umum telah diterima bahwa ultrasonografi (USG) merupakan
pemeriksaan terpilih untuk batu kandung empedu. Hanya beberapa hal saja
yang menyebabkan kandung empedu tidak terlihat pada pemeriksaan
ultrasonografi, misalnya pada kontraksi fisiologik atau pada kolesistisis
kronik yang sudah mengisut (contracted gall-bladder). 7,8,9
2. Teknik Pemeriksaan
Diperlukan puasa 6-8 jam sebelum pemeriksaan, agar supaya
kandung empedu mengalami distensi maksimal. Hal ini tidak diperlukan
pada kasus-kasus akut (gawat darurat) lebih-lebih bila penderita muntah-
muntah, praktis sudah dalam keadaan puasa.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan transduser linier
maupun sector, dengan pasien posisi berbaring. Transuder yang digunakan
sekitar 3,5-5 MHz dengan irisan transversal maupun longitudinal,
perhatikanlah lokasi dan aksis panjangnya. Bila perlu gunakanlah
pembesaran dan carilah duktus sistikus.
35
3. Anatomi Kandung Empedu (Gallbladder)
Kandung empedu terletak pada fossa vesika felea di posteromedial
hati, kira-kira dekat perbatasan hati lobus kanan dan kiri. Kandung empedu
berbentuk ovoid dengan diameter korpus terlebar sekitar 2-3 cm dan tidak
melebihi 4 cm. Besar kandung empedu pada umumnya 7- 10 cm (aksis
panjang) dan 3-4 cm (aksis pendek). Aksis panjang kandung empedu tidak
melebihi 12 cm. Tebal dinding normal maksimal 3 mm, isi kandung empedu
normal tidak melebihi 200 ml. Pada keadaan tidak normal, kandung empedu
tidak selalu besar, kadang ukurannya normal dan kadang lebih kecil. 5,6
Gambar 19. Anatomi kandung empedu (gallbladder)
36
Peredaran darah pada kandung empedu berasal dari arteri sistikus,
salah satu cabang dari arteri hepatica. Variasi anatomic missal double
foulded atau double twisted sangat sering ditemukan, juga kandung empedu
besar, non obstruktif, sering dijumpai pada penderita-penderita alkoholisme
atau diabetes mellitus.
Gambar 20 : Anatomi Kandung Empedu, Vesica biliaris (fellea), saluran empedu.
37
Gambar 21. USG Kandung Empedu NormalTerlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara
parenkim hati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen
Gambar 22. variasi normal kandung empedu bentu double folded
38
4. Patologi Kandung Empedu
1. Kolelitiasis
Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau
di dalam saluran empedu. Komponen utama dari batu empedu adalah
kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan
empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk
cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol
bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu disebut Cholelitiasis, sedangkan batu di
dalam saluran empedu disebut Chledokolitiasis. Batu empedu berbentuk
seperti kristal, dengan variasi ukuran dari butiran pasir sampai lebih besar dari
bola golf. Jika dianalisa lebih lanjut batu kandung empedu terdiri dari batu
kolesterol dan batu pigmen. Batu kandung empedu ada tiga tipe, yaitu batu
kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. 4,9
Batu terlihat sebagai struktur hiperekoik yang bebas dalam kandung
empedu. Batasannya tegas kadang rata, kadang tidak beraturan dan dapat
berpindah jika posisi pasien berubah posisi. Batu memiliki bayangan akuistik
di bawahnya. Batu kecil terkadang tidak memberikan gambaran bayangan
akuistik bila tidak diperiksa dengan transduser yang berfrekuensi tinggi. Batu
yang terapung dalam kandung empedu di karenakan ada cairan pekat pada
kandung empedu sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama
tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu. 4,9
39
Gambar 23. Kolelitiasis terlihat hiperekoik dengan bayangan akuistik di bawahnya
2. Lumpur Empedu (sludge)
Selalu menempati bagian terendah dari kandung empedu dan sering
bergerak perlahan-lahan sesuai dengan posisi pasien, jadi selalu membentuk
lapisan permukaan dan tidak memberikan bayangan akustik. Pada dasarnya
lumpur empedu tersebut terdiri atas granulae kalsium bilirubinat dan Kristal-
kristal kolesterol sehingga mempunyai viskosistas yang lebih tinggi daripada
cairan empedu sendiri. 4,9
Sludge sering dijumpai pada penderita kekurangan gizi dan pasien yang
sakit berat dan lama serta akan menghilang bila keadaan pasien membaik.
Juga pada penderita alkoholisme sering ditemukan adanya lumpur tersebut
40
yang disebabkan adanya hipokinesis dan atonia kandung empedu. Keadaan
yang sama dijumpai pula pada obstruksi duktus koledokus dan pada
penderita-pederita yang mempunyai kelainan intrinsic kandung empedu.4,9
Gambar 24. Lumpur empedu (sludge) Di dalam andung empedu terlihat material hiperkoik yang membentuk lapisan,
Tidak terlihat bayangan akustikdi bawahnya.
41
3. Kolesistisis Akut
Tanda utama pada kolesistisis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan
dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kdang terlihat eko cairan di
sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesisitisis atau perforasi. Sering
diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal sebagai
Morgan sign positif atau positive transducer sign. 4,9
Gambar 25. Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dindingDan adanya ekocairan disekelilingnya (cirri khas) sebagai reaksi perikolesistisis
42
4. Kolesistisis kronik
Kandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal
dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistisis
kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut (contracted
gallbladder). Kadang-kandang hanya eko batunya saja yang terlihat pada
fossa vesika felea. 4,9
Gambar 26. Lumpur empeduMembentuk gambaran hiperekoik tanpa adanya bayangan akustik di bawahnya.
Kandung Empedu terlihat kecil akibat dari kolesistitis kronik
43
5. Polip
Terlihat sebagai gambaran hiperekoik, bentuknya bulat atau oval, terletak
dekat dinding, berbatas tegas dan tidak memberikan bayangan akuistik serta
tidak berubah letaknya pada perubahan posisi penderita. 4,9
Gambar 27. Polip Kandung Empedu, Ekopadat, bulat dan tanpa bayangan akusti,Letaknya dekat dinding dan tidak berubah pada perubahan posisi penderita
44
6. Keganasan
Keganasan pada kandung empedu sangat jarang. Terlihat sebagai massa
dengan batas tidak rata dan melebar sampai ke parenkim hati. 4,9
Gambar 28. KeganasanTerlihat massa padatdi dalam kandung empedu dengan batas ireguler,tidak menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu membesar,sehingga batasnya dengan parenkim hepar tidak tegas. Terlihat area
Anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)
45
BAB III
KESIMPULAN
Ultrasonography (USG) adalah salah satu dari produk teknologi medical imaging
yang dikenal sampai saat ini. Medical Imaging adalah suatu teknik yang digunakan
untuk mencitrakan bagian dalam organ atau suatu jaringan sel (tissue) pada tubuh
tanpa membuat sayatan atau luka (non invasive).
a. USG Hepar
Pada USG, gambaran parenkim hepar terlihat sebagai jaringan struktur
ekon. homogeny dengan sonodensitas menengah (lebih tinggi daripada
parenkim limpa, namun lebih rendah daripada parkim pancreas.
Gambaran USG pada hepar normal terlihat :
Permukaan yang rata/licin, tepi yang tajam, Salauran empedu intraheptal
terletak sejajar dengan vena porta, karena diameternya yang kecil maka
tidak tampak.
Batas vena hepatica homogen, anekoik yang makin ke perifer makin
kecil, dinding tipis
Vena porta sebagai pembuluh anekoik, dinding tebal
Sonodensitas normal
b. Gambaran USG Kandung Empedu
Gambaran hasil pemeriksaan kandung empedu sangat khas.
Kandung empedu tergambar sebagai suatu struktur unechoic lonjong.
46
Kandung empedu dikelilingi dinding hiperechoic yang nantinya akan
diukur ketebalannya. Jika skening dilakukan dengan cara subcostal,
maka kandung empedu seolah-olah di dalam struktur hipoechoic, yaitu
hati.
Kandung empedu mempunyai batas yang tegas. Dinding kandung
empedu tergambar sebagai struktur hiperechoic yang menhelilingi
kandung empedu. Pada pemeriksaan USG kandung empedu, salah satu
bagian yang nantinya di ukur adalah tebalnya dinding kandung empedu.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth. (1996). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 8th ed.
Philadephia.Lippincott-Raven Publishers.
2. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik FKUI edisi kedua. Jakarta :2009.
3. Hisham Tchelepi, MD, Philip W. Ralls, MD,Randall Radin, MD, Edward
Grant, MD. 2002. Review Article. Sonografy Of difuse Liver Disease. Di
akses tanggal 13 Maret 2015
,http://www.jultrasoundmed.org/content/21/9/1023.Review Article. Sonografy
Of difuse Liver Disease
4. Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik
edisi ke 2. Jakarta: balai penerbit FKUI.
5. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2002). Pathophysiology: Clinical
Concepts of Disease Process. 6th Ed. Mosby.
6. Putz,R dan R. Pabst.2006. Atlas Anatomi Manusia Sabotta Jilid 1 dan 2 edisi
ke 22 jakarta : EGC.
7. Soemohardjo SpPD,KGEH, Prof. Dr.dr.Soewignjo.Beberapa Catatan
Tentang Ultrasonografi Hati. Mataram Biomedical Research Group-Group of
Medical and Biomedical Scientists.2009.
8. Sujono, Hadi, Prof. (2002). Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. sumber
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 FKUI. Ed ke-7. Bandung diakses
tanggal 13 Maret 2015 http://www.budilukmanto.org/index.php/sirosis-
hepatis/41-sirosis-hepatis/89-sirosis-hepatis
9. Tarigan, P., Zain LH., Saragih DJ., Marpaung B. (1981). Tinjauan Penyakit
Hati di Rumah Sakit Pringadi Medan. Semarang: FK UNDIP.